PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI GEN XYLOGLUCANASE' PADA BERBAGAI EKSPLAN Acacia mangium Willd NELLY ANNA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI GEN XYLOGLUCANASE' PADA BERBAGAI EKSPLAN Acacia mangium Willd NELLY ANNA"

Transkripsi

1 PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI GEN XYLOGLUCANASE' PADA BERBAGAI EKSPLAN Acacia mangium Willd NELLY ANNA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Efisiensi Transformasi Gen Xyloglucanase pada berbagai Eksplan Acacia mangium Willd adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks clan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2007 Nelly Anna NRP E

3 RINGKASAN NELLY ANSA. Peningkatan Efisiensi Transformasi Gel1 Xyloglucanase pada berbagai Eksplan Acacia rnangium Willd. Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI SZREGAR dan EWJY SUDARMONOWATI Salah satu us&a untuk memperoleh tanarnan transgenik Acacia mangium Willd, merupakan species cepat tumbuh, dengan kualitas kayu yang tinggi, dapat dilakukan dengan teknik transfonnasi. Transformasi dilakukan dengan menginduksi gen xyloglucanase melalui Agrobucterium tumefaciens, strain LBA4404 yang mengandung gen XEG, gen nptii, dan promotor 35 S. Eksplan yang digunakan untuk transformasi adalah pucuk, batang, kalus, tunas majemuk, dan daun Acacia mangium Willd. Sebagai seleksi sel tanaman transgenik, digunakan media seleksi MS yang mengandung zat pengatu tumbuh 0,25 mg/l IAA dan 1 mdl TDZ, ditambah dengan antibiotik Carbenicilliri 225 mg/l dan Kanamisin sebagai penyeleksi dengan konsentrasi 400 mgll. Eksplan yang telah ditransformasi dapat beregenerasi, pada eksplan pucuk sebesar 5,5% dan pada eksplan batang sebesar 8,3%. Sementara pada kaius, tunas majemuk, dan daun belum terlihat beregenerasi. Dari sepuluh planlet yang resisten Kanamisin tidak ada yang menunjukkan ekspresi XEG berdasarkan Western blot, namun demikian hasil masih akan dikonfinnasi lebih lanjut.

4 ABSTRACT NELLY ANNA. Increasing Efficiency of Xyloglucanase Gene Transformation in Acacia mangium Willd Explants. Under the direction of ULFAH JUNIARTI SIREGAR and ENNY SUDARMONO WATI An effort to obtain transgenic Acacia mangium Willd, a fast growing species with high wood quality was done through transformation techniques. Transformation was performed by introducting xyloglucanase gene using Agrobacterium tumefaciens, strain LBA4404 harboring paaxeg300 which contains XEG gene, nptii gene, and 35 S promoter. Different types of explants i.e. bud, stem, callus, multiple adventious shoots, and leaf pieces of Acacia mangium Willd were used as target tissues. The selection for transgenic was performed through MS medium supplemented with 1 mg/l thidiadzuron, 0,25 mg/l indole-3- acetac acid, 225 mg/l carbenicillin, and concentrations of canamysin 400 mgll. Although the transformation experiment have not yet produced transgenic plants, adventious shoots could be obtained at 8,3% from transformed stem, and 5,5% from bud as explants. Confirmation of transgenic plants expressing xyloglucanase gene using Western blot is still on going. Key words: Transformation, Acacia mannium Willd, xyloglucanase gene.

5 O Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang I. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan Iaporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan clan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalarn bentuk apapun tanpa seizin IPB

6 PENINGKATAN EFISIENSI TRANSFORMASI GEN XYLOGLUCANASE PADA BERBAGAI EKSPLAN Acacia mangium Willd NELLY ANNA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Tesis Nama NRP : Peningkatan Efisiensi Transformasi Gen Xyloglucanase pada berbagai Eksplan Acacia mangium Willd : Nelly Mna : E Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar. M.Aw Ketua Dr. Ir. Ennv s&annonowati. APU Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB. C u Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M. Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007 Tanggal lulus: 0 5 S E P 2007

8 PRAKATA Puji clan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilrniah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalarn penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini adalah transformasi gen, dengan judul Peningkatan Efisiensi Transformasi Gen Xyloglucanase pada berbagai Eksplan Acacia mangium Willd. Terirna kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Enny Sudarmonowati, APU selaku pembimbing. Di sarnping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Research Institute for Sustainable Huymanosphere, Kyoto University, Jepang atas kerja samanya dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Sri Hartati dan semua s M Laboratorium Biologi Molekuler Bioteknologi-LIPI, yatlg telah membantu selama penelitian ini berjalan serta teman-teman yang telah membantu dan memberi motivasi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilrniah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2007 Nelly Anna

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai, Surnatera Utara pada tanggal 10 Juni 1981 dari ayah Agustarni Piliang dan ibu Hj. Nurani Koto. Penulis merupakan putri ke sepuluh dari sepuluh orang bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh mulai September 2000 di Program Studi Budidaya Hutan, Departernen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan lulus pada tanggal 12 Maret 2005, Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari PERTAMINA pada tahun Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten laboratorium Silvikultur pada tahun 2003 dan Teknologi Benih pada tahun Pada tahun 2005, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Pascasarjana di Program Magister Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut Fei-tdan Bogof.

10 DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL... xi.. DAFTAR GAMBAR... xi1 PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perurnusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani Acasia mangium Willd... 4 Pemuliaan Tanaman secara Konvensional dan Peranan Bioteknologi... 5 Pertumbuhan dan Perkembangan Kayu... 6 Gen Xyloglucanase... 7 Transformasi Genetik Tanaman... 8 Seleksi Tanaman Transgenik Regenerasi In vitro Kultur Jaringan Eksplan Media Kondisi Fisik Kultur Kondisi Lingkungan Kultur Induksi Embrio Somatik Analisis Tanaman Transgenik Uji GUS Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) Southern Blot Northern Blot Western Blot Uji Hayati 18 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan eksplan Optimasi media seleksi Kultur Agrobacterium tumefaciens Transforrnasi dan regenerasi Uji ekspresi Western blot HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Sterilisasi dm penanaman biji Acacia mangium Willd... 24

11 Induksi embriosomatik Acacia mangium Willd Seleksi terhadap resistensi Kanamisin pada eksplan yang belum ditransformasi Penentuan nilai ODbo0 Apbacferium tumefaciens Transformasi berbagai eksplan Acacia mangium Willd Regenerasi tanaman Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi Seleksi eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditrmfonnasi pada beberapa konsentrasi Kanamisin Uji Ekspresi Western Blot X KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 44

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Persentase biji Acacia mangium Willd yang berkecambah pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh Persentase embrio dari biji Acacia mangium Willd yang berkalus Dan tumbuh tunas majemuk pada media MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ Uji konsentrasi Kanamisin pada berbagai eksplan Acacia mangium Willd yang tidak ditransfomasi Persentase eksplan Acacia mangium Willd yang hidup setelah direndam pada Agrobacterium tumefaciens selama 5 menit pada beberapa nilai OD Persentase hidup eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi pada minggu ke 8 pada media seleksi (0,25 mgll IAA + 1 mg/l TDZ Carbenicillin mg/l Kanamisin) Persentase regenerasi eksplan pucuk dan batang yang telah ditransformasi setelah 8 minggu pada media seleksi dan 5 minggu pada media regenerasi Persentase hidup kontrol clan eksplan yang telah ditransformasi pada media seleksi yang mengandung 100 mg/l dan 200 mg/l Kanamisin pada minggu ke 8 setelah tanam... 38

13 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram integrasi bioteknologi Peta plasmid paaxeg300 RB (batas kanan) dan LB (batas kiri) Eksplan Acacia mangium Willd berumur 3 bulan pada media MS (material untuk transformasi) Kalus yang berasal dari embrio Acacia mangium Willd pada media (MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ) Eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi pada media seleksi (0,25 mga IAA + 1 mg/l TDZ mg/l Carbenicillin mg/l Kanamisin) pada minggu ke Eksplan yang telah ditransformasi pada media regenerasi Eksplan Acacia mangium Willd setelah 8 minggu pada media seleksi (0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ mg/l Carbenicillin mg/l Kanamisin) Regenerasi eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi, setelah 8 minggu pada media seleksi (1 00 mg/l dan 200 mga Kanamisin) dan 5 minggu pada media regenerasi... 40

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerusakan hutan dam dewasa ini semakin meningkat, sedangkan kebutuhan kayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, berbagai usaha telah dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman. Laju penambahan hutan tanaman baru setiap tahun diperkirakan 4,5 juta ha. Dari pertumbuhan hutan tanaman tersebut, Asia terutama China, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam memberikan kontribusi 70% terhadap pertumbuhan itu. Melalui reboisasi lahan alang-alang dan hutan sekunder, lebih dari 9,9 juta ha hutan tanaman telah dapat dibangun, terrnasuk f juta ha hutan tanaman jati dan 1,4 juta ha hutan tanaman Acacia mangium Willd di Sumatra dan Kalimantan. Dengan dernikian, pada masa mendatang diharapkan Indonesia akan menjadi negara terkemuka di dunia dalam produksi pulp dari hutan tanaman Acacia mangium Willd (Kedu dun Diy, 2005). Bagi Indonesia yang kehilangan banyak kayu berkualitas akibat illegal logging, kayu jenis Acacia mangium Willd dapat menjadi alternatif devisa negara dan bisa bersaing di pasaran dunia. Peningkatan produksi hutan tanaman dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu manipulasi f&or lingkungan dan peningkatan kualitas genetik melalui program pemuliaan tanaman. Seiring dengan waktu dan perkembangan zaman, pemuliaan tanaman telah menghadapi sejumlah kendala dalam operasionalnya, misalnya aplikasi seleksi pada lahan yang terbatas, kondisi iklim dan tanah yang sangat beragam, terbahsnya dana dan tenaga, serta memerlukan waktu yang lama untuk memperoleh hasil persilangan. Selain itu, tujuan program pemuliaan tanaman sekarang ini juga semakin kompleks, sehingga semakin terasa diperlukan teknikteknik tertentu untuk menciptakan keragaman, pendeteksian, dan penyeleksian terhadap keragaman tersebut. Kehadiran bioteknologi dipandang akan memberikan harapan dalam menutup celah kelemahan dan kekurangan dalam pemuliaan tanaman. Dengan demikian bioteknologi bersifat komplementer dengan pemuliaan tanaman dalam memperbaiki suatu karakter tanaman (Nasir, 2001).

15 Beberapa tahun terakhir, program bioteknologi telah terbukti memberikan sejumlah manfaat unw mengatasi berbagai keterbatasan &lam metoda pemuliaan secara konvensional. Salah satunya adalah upaya transformasi genetik tanaman dengan pemanfaatm sejurnlah gen yang bermanfaat dari berbagai species untuk diekspresikan pada tanaman target. Penerapan teknik transformasi genetik terbukti sangat membantu ddam perakitan spesies tahan (herbisida, virus, dan penyakit) atau spesies unggul, terutama jika ti& memunglunkan dilakukan dengan teknik konvensiond. Selain itu juga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman (Gunawan, 1992). Tanaman cepat tumbuh, contohnya adalah Acacia mangium Willd yang dikembangkan dengan penerapan teknik transfonnasi genetik dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan produksi hutan. Kemajuan semacam itu dapat menguntungkan dunia industri kayu, karena dalarn waktu yang relatif singkat dapat menebang kayu untuk keperluan usahanya. Tanaman kayu yang biasanya memerlukan wakh 10 hingga 12 t&un untuk bisa ditebang, dengan transformasi genetik pohon tersebut sudah layak tebang dalam waktu 3 hingga 5 tahun dari waktu tanam. Selain waktu tumbuh yang singkat, batang kayu juga bisa dibuat lurus sehingga dapat menghemat areal hutan tanaman yang pada akhinya hasil produksi kayu dapat ditingkatkan. Selain itu, kualitas kayu dapat ditingkatkan karena proses tramformasi genetik dalam pohon tersebut dapat meningkatkan berat jenis kayu sehingga kayu yang dihasilkan semakin bagus. Peningkatan berat jenis pohon juga berarti peningkatan kandungan gula atau karbohidrat (C&I1206) dalam pohon. Kandungan zat ini akan membuat semakin banyak gas karbondioksida (C02) yang diserap oleh pohon. Sehingga adanya tanaman hail transformasi genetik ini juga dapat digunakan mtuk mengurangi pencemaran udara yang diakibatkan oleh gas C02. Hartati et,al. (2005) menunjukkan bahwa pada beberapa eksplan yang telah ditransformasi menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Eksplan yang memberikan nilai tertinggi adalah pada eksplan pucuk (63,63%) dan terendah addah pada kdus yang berasal dari embrio (3,35%).

16 Berdasarkan atas penelitian Hartati et.al. (2005) maka perlu dilakukan percobaan selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi transformasi pada berbagai eksplan Acacia mangium Willd. Sistem transformasi genetik yang paling umum digunakan adalah dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Sistem ini telah banyak digunakan karena efisien, sederhana dan stabil dalam mengintroduksikan suatu gen. Perurnusan Masalah Transforrnasi gen xyloglucanase menggunakan Agrobacterium tumefaciens dapat merupakan salah satu solusi untuk memperoleh bahan tanaman Acacia mangium Willd yang unggul, tetapi ha1 yang harus diperhatikan adalah bagian eksplan apa yang dapat memberikan hasil transformasi yang terbaik. Dengan demikian pertanyaan yang muncul pada penelitian ini adalah: apakah dengan membandingkan berbagai eksplan Acacia mangium Willd dapat menghasilkan metoda transformasi gen xyloglucanase yang lebih efisien? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metoda yang efektif untuk mengintroduksikan gen xyloglucanase ke dalam tanaman dan regenerasi tanman Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi.

17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Acacia mangium Willd Acacia mangium Willd jenis legurn yang termasuk dalam famili Leguminosae, sub-famili Mimosoideae. Acacia mangium Willd secara umum dikenal sebagai brown salwood, black wattle, hickory wattle (di Australia). Manggae hutan, tongke hutan, nak, laj, jerri (di Indonesia). Di Papua New Guinea dikenal sebagai arr, di Malaysia dikenal sebagai nama mangium, kayu sofada. Di Thailand dikenal sebagai kra thin tepa. Mangium mempunyai beberapa nama lain, diantaranya adalah : Mangium montanum Rump dan Acasia glaucescena, serta Rancosperma mangium (Willd) (Awang dan Taylor, 1993). Buahnya berupa polong kering yang merekah dan melingkar ketika masak, agak keras dengan panjang 7.8 cm dan lebar 3-5 rnrn. Biji berwarna hitam mengkilat, lonjong, funicle berwarna oranye. Daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm, berwarna hijau gelap dengan empat urat longitudinal (tiga pada Acasia auriculiformis), daun majemuk. Secara umum Acacia mangium Willd mencapai tinggi m dengan bebas cabang melebihi setengah dari total tinggi. Diameternya dapat mencapai lebih dari 60 cm. Pada lahan yang miskin, pohon biasanya lebih kecil, dengan rata-rata tinggi antara 7 dan 10 m. Pohon yang masih muda berwarna hijau, kulit kasar dan beralur, berwma abu-abu atau coklat (Awang dan Taylor, 1993). Pada tempat tumbuh yang baik, pohon berumur 9 tahun tingginya mencapai 23 m, dengan mta-rata riap diameter 2-3 cdth dan produksi kayunya 41.5 m3/ha. Acacia mangium Willd tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah miskin hara, padang alang-alang, bekas tebangan, tanah tererosi, tanah berbatu dan juga tanah aluvial. Acacia mangium Willd dapat beradaptasi dengan tanah asam (ph ) di dataran tropis yang lembab (Awang dan Taylor, 1993). Acacia mangium Willd termasuk jenis yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Faktor lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat perturnbuhan yang cepat. Pada areal yang diturnbuhi alang-alang, umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi

18 rata-rata 20 m3/ha/tahun. Acacia mangium Willd termasuk dalam kelas kuat III- IV, berat 0,56-0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara k.cal/kg (Dephut, 1994). Kegunaan kayu Acacia mangium Willd sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga (a.1. lemari), lantai, papan dinding, tiang, tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas. Selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Mandang dun Pandit, 1997). Pemuliaan Tanaman secara Konvensional dan Peranan Bioteknologi Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetik tanaman secara tetap, sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pelakunya. Pemuliaan tanaman umumnya mencakup tindakan penangkaran, persilangan, dan seleksi. Produk pemuliaan tanaman adalah kultivar dengan ciri-ciri yang khusus dan bermanfaat bagi penanamnya. Dalam kerangka usaha pertanian (agribisnis), pemuliaan tanaman merupakan bagian awalkulu dari mata rantai usaha tani dan memastikan tersedianya benih atau bahan tanam yang baik dan bermutu tinggi (Anonim, 2007). Pemuliaan bertujuan untuk memanfaatkan perbedaan genetika antar individu dalam populasi, dengan maksud merubah rata-rata ekspresi sifat-sifat yang penting secara ekonomi sehingga meningkatkan hasil. Kebanyakan dari sifat yang dimuliakan dipengaruhi oleh faktor genetika dan faktor lingkungan (Finkeldey, 2005). Strategi dalam pemuliaan tanaman masa kini adalah dengan melakukan peningkatan variasi genetik yang diikuti kemudian dengan seleksi pada keturunannya. Peningkatan variasi genetik dapat dilakukan melalui berbagai cara: Introduksi, persilangan, manipulasi genom, manipulasi gen atau bagian kromosom, dan transfer gen (Anonim, 2007).

19 Uji genetik Materi genetik Hibridisasi genotype I Pembiakan vegetatif Rekayasa genetika Gambar 1 Diagram integrasi bioteknologi Pertumbuhan dan Perkembangan Kayu Kayu adalah bahan organik dengan susunan unsur 50% C, 6% H, 44% 0 (berdasar bobot), dan sedikit saja unsur lain. Kayu dapat juga disebut polimer alami, mengingat 97-99% bobotnya berupa polimer (sekitar 90% pada kayu tropis). Dari jumlah itu, sebesar 65-75% adalah golongan polisakarida. Dari persfektif kimia, jaringan kayu (termasuk bahan sel dan zat antarsel) merupakan bahan komposit yang dibangun dari berbagai polimer organik, yakni molekul yang terbuat dari ribuan subunit atau monomer. Struktur dasar atau materi kerangka dari semua dinding sel kayu ialah selulosa, yaitu molekul gula linear berantai panjang, termasuk dalam keluarga polisakarida (karbohidrat) yang tersusun dari monomer glukosa. Untuk mengisi struktur selulosa ini, ada bahan polisakarida lain yang berbobot molekul rendah dan memiliki rantai samping yang pendek. Karbohidrat yang dimaksud umufnnya merupakan kombinasi-kombinasi dari gula berkarbon 5 (xilosa dan arabinosa) dan gula berkarbon 6 (glukosa, manosa, dan galaktosa). Kombinasi gula tersebut arnat berbeda dengan selulosa (terutama dalam konformasi dan bobot molekul), dikenal dengan istilah hemiselulosa (Achmadi, 1990).

20 Pertumbuhan kayu dalam dimensi memanjang dan melebar adalah berkat aktivitas sel khusus yang disebut meristem. Meristem apikal terletak di bagian ujung batang atau cabang, juga di ujung akar, dan berperan dalam pertumbuhan memanjang (pertumbuhan primer) dari kayu. Setelah melewati tahun pertama, mulailah kegiatan meristem lateral, atau lazim disebut kambium vaskuler. Semua sel di dalam zone kambium adalah hidup. Pada waktu pembentukan xylem, mulailah serangkaian transformasi yang mengubahnya menjadi unsur kayu dewasa. Sebagian dari turunan xylem dapat mengalami perusakan diri dan modifikasi dinding sel, sehingga terbentuklah lumen. Selama fase pembelahan dan pembesaran sel, dinding sel merupakan kantong yang tipis, lentur, dan dapat melar, yang disebut dinding primer. Menjelang akhir proses pembesaran, mulailah pembentukan dinding sekunder ke arah lumen dari dinding primer. Serat kayu, pembuluh, dan unsur xylem dan phloem tertentu yang tidak berfungsi sebagai penyalur ddatau pendukung, biasanya membentuk dinding sekunder (Haygreen et al., 2002). Gen xyloglucanase Xyloglucanase merupakan sejenis enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis xyloglucan (Irwin et al., 2003). Xyloglucan adalah penyusun utama hemiselulosa polisakarida pada dinding sel tanaman dikotil termasuk di dalamnya sel kayu, yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mikrofibril selulosa dan secara potensial membentuk ikatan silang dengan mikrofibril (Campbell dun Braam, 1998; Valls et al., 2006). Xyloglucan terdapat pada 20 % berat kering dinding sel primer (York dan Eberhard, 2003). Overekspresi xyloglucanase pada tanaman poplar (Populus tremula) berhasil menunjukkan perubahan fenotip yang berarti, yaitu tanaman lebih tinggi, dam lebih lebar, pertambahan diameter batang, indeks volume kayu, berat kering dan persentase selulosa dan hemiselulosa lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya keterlibatan xyloglucanase pada proses pemutusan ikatan xyloglucan yang terjadi saat elongasi (pemanjangan) sel, menyebabkan melemahnya dinding sel dan mempercepat proses elongasi serta meningkatkan deposisi selulosa pada xylem sekunder sehingga kualitas kayu yang dihasilkan semakin baik (Park et al., 2004). Aktivitas pemutusan ikatan rantai xyloglukan juga memberi kontribusi

21 untuk merperkuat hubungan antara dinding sel primer dan dinding sel sekunder pada jaringan yang akan membentuk kayu (Kallas et al., 2005). Transformasi Genetik Tanaman Teknik transformasi genetik merupakan salah satu metode penting dalam biologi tanaman. Teknik transformasi genetik dapat dipergunakan untuk mempelajari regulasi gen, identifikasi fhgsi gen, pengujian metabolisme, mempelajari fisiologi serta perkembangan tanaman (Knight, 1992; Walkerpeach dan Velten, 1994). Keberhasilan dalam melakukan rekayasa genetika memerlukan beberapa faktor yaitu : tersedianya gen yang diinginkan, tersedianya cara untuk mentransfer dan mengintegrasikan gen tersebut ke dalam sel tanaman dan cara untuk meregenerasikan tanaman transgenik, dan kemampuan tanaman untuk mengekspresikan gen yang telah diintroduksikan. Metode transformasi genetik untuk mengintroduksikan gen terpilih ke dalam sel tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain menggunakan Agrobacterium (Sudarsono, 1994). Terdapat dua spesies Agrobacterium yang bersifat pathogen, yaitu Agrobacterium tumefaciens sebagai penyebab penyakit tumor (crown gall) dan Agrobacterium rhizogenes sebagai penyebab penyakit akar rambut (hairy root) pada berbagai tanaman dikotil (Armitage et al., 1987). Agrobacterium tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif yang hidup alami di tanah, secara genetik dapat mentransformasi sel inang dan secara agronomi merupakan penyakit yang penting menyerang tanaman dikotil. Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman adalah contoh alami yang diketahui dapat mentransfer DNA (Deoxiribosa Nucleic Acid) antar kingdom. Pada proses ini, DNA dipindahkan dari Agrobacterium ke dalam inti sel tanaman. Ekspresi dari DNA yang ditransfer (T-DNA) mengakibatkan pertumbuhan tumor pada tanaman inang. Gen yang dibawa T-DNA membawa gen-gen yang terlibat dalam sintesis hormon pertumbuhan tanaman dan produksi opin (Sheng dan Citovsky, 1996). Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium. Dua daerah dalam Ti dan Ri yang penting untuk transformasi yaitu T-DNA dan daerah vir. T-DNA merupakan bagian dari DNA yang terletak

22 dalam plasmid Ti yang berukuran 200 kb. Sedangkan daerah vir yang berukuran 35 kb terdiri dari tujuh lokus utarna (vir A, vir B, vir C, vir D, vir E, vir G, dan vir H). Gen-gen vir mensintesis protein virulens yang berperan untuk menginduksi terjadinya transfer T-DNA dan integrasi T-DNA ke tanaman. Gen vir berekspresi jika terdapat inducer yang antara lain berupa senyawa monosiklik fenolik seperti acetosyringone dan monosakarida seperti glukosa dan galaktosa. Disamping itu, kondisi ph juga mempengaruhi ekspresi gen vir. Nilai ph yang sesuai berkisar 5,O-5,s. Senyawa fenolik dan monosakarida terbentuk pada saat tanaman dikotil mengalami luka dan proses ini jarang terjadi pada monokotil (Sheng dun Citovsky, 1996). Interakasi antara Agrobacterium dengan sel tanaman didahului dengan penginderaan (sensing) Agrobacterium terhadap sel rentan yang luka. Mekanisme penginderaan ini terjadi secara kimiawi dimana sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula, asam amino, atau senyawa fenol. Dengan adanya isyarat tersebut maka Agrobacterium akan bergerak aktif menuju sel tanaman target. Gerakan yang bersifat kemotaksis dipandu oleh senyawa yang disekresikan oleh sel tanaman rentan yang luka (Schaad, 1988). Interaksi dilanjutkan dengan terjadinya kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman target. Untuk memperkuat kontak ini Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit, yaitu P- 1,2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chva, chvb dan exoc. Gen lain pada kromosom yang peranannya seperti ketiga gen tersebut adalah cel, yang berperan dalam sintesis senyawa selulosa fibril (Douglas et al., 1985). Proses transfer T-DNA dari Agrobacterium ke genom tanaman memerlukan adanya sekuen DNA yang berupa dua T-DNA border dan trans acting factor virulensi. Satu atau beberapa molekul T-DNA dapat ditransfer dan terintegrasi dalam genom tanaman, sehingga dalam kromosom tanaman akan terdapat satu atau beberapa utas T-DNA yang terintegrasi pada satu situs yang sama atau terpisah-pisah pada situs yang berbeda. Situs integrasi T-DNA di dalam DNA tanaman tampaknya bersifat acak (Armitage et al., 1987).

23 Dengan menggunakan satu plasmid Ti dari Agrobacterium, maka beberapa transgen dapat digabung dan ditempatkan di antara T-DNA dan selanjutnya diintegrasikan ke dalam genom tanaman. Hal penting dalam proses transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens ini adalah transfer T-DNA ke inti tanaman target, integrasi T-DNA tersebut ke dalam genom tanaman target yang diinduksi oleh ekspresi gen-gen vir serta ekspresi gen-gen yang tertransformasi (Cheng et al., 1998). Selain itu integrasi T-DNA yang membawa transgen ke dalam genom resipien, akan mengalami sedikit pengaturan kembali secara intra dan intermolekul, untuk memulihkan sistem iranskripsi dan translasi genom tanaman resipien. Transformasi melalui Agrobacterium lebih menjamin kestabilan genom tanaman resipien (Sheng dan Citovsky, 1996). Seleksi Tanaman Transgenik Tanaman transgenik yang terseleksi dapat diamati dengan adanya pembentukan tumor pada sel-sel tanaman yang mengalami transformasi atau dapat juga diamati melalui adanya pertumbuhan dalam kultur yang bebas hormon. Selain itu dapat juga digunakan penanda seleksi yang disisipkan pada T-DNA pada sel-sel yang mengalami transformasi (Nakas dan Hagedors, 1990). Salah satu contoh penanda seleksi adalah gen ketahanan terhadap antibiotik yaitu gen resisten terhadap kanamisin yang telah berhasil digunakan sebagai penanda seleksi yang dapat terekspresi pada fenotipe untuk transformasi pada beberapa spesies tanaman. Resistensi terhadap kanamisin telah berhasil digunakan sebagai penanda seleksi pada beberapa tanaman. Resistensi terhadap kanamisin ini disebabkan adanya gen nptii yang diperoleh dari transposon Tn5. Gen ini menyandi enzim neomisin fosfotransferase dan cara pewarisannya pada tanaman transgenik mengikuti pewarisan hukum Mendel untuk gen-gen dominan (Nakas dan Hagedors, 1990). Regenerasi In vitro Regenerasi tanaman rnerupakan suatu proses perkembangan yang sangat kompleks. Regenerasi kultur in vitro terjadi melalui pembentukan organ langsung dari eksplan, pembentukan embrioid langsung dari eksplan, pembentukan organ melalui kalus serta pembentukan embrioid melalui kalus. Upaya untuk

24 memperoleh regenerasi yang efisien sebagian besar dipusatkan pada pemilihan bagian tanaman yang paling responsif serta penentuan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif. Perlakuan lain yang kadang-kadang perlu diuji adalah cahaya, panjang penyinaran serta reaksi dalam sub kultur (Bhaskaran dan Smith, 1990). Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan, 1992). Selain untuk perbanyakan tanaman, teknik ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki tanaman, menghasilkan tanaman bebas virus, produksi metabolit sekunder dan preservasi tanaman (Hartmann et al., 1990). Teori yang mendasari teknik ini adalah konsep totipotensi yaitu sel yang hidup memiliki kemampuan untuk berproduksi, membentuk organ dan berkembang menjadi individu sempurna jika ditempatkan pada media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan (Pierik, 1987). Keberhasilan menggunakan metode kultur jaringan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis, sangat tergantung pada jenis dan fisiologi eksplan yang dikulturkan (seperti organ yang digunakan, umur fisiologi, umur saat diambil, dari tanaman asal, ulcuran dan kualitas tanaman asal), media yang digunakan, dan kondisi fisik kultur. Faktor-faktor tersebut dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Eksplan Pada dasarnya setiap bagian tanaman dapat digunakan sebagai eksplan. Pernilihan material eksplan yang tepat akan mempengaruhi kesuksesan kultur jaringan, baik dari segi organ, ukuran, umur, dan cara mengkulturkannya (George dan Sherrington, 1984). Surnber eksplan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenetiknya. Eksplan yang berasal dari satu organ memiliki keragarnan kemampuan regenerasinya. Selain itu, morfogenetik juga dapat dipengaruhi oleh ukuran eksplan. Ukuran yang terlampau kecil, baik berupa pucuk tunas maupun meristem, fiagmen atau keseluruhan bagian tanaman, atau bagian kalus hang

25 daya hidupnya bila dikulturkan, sementara jika terlalu besar akan mempersulit untuk mendapatkan eksplan yang steril dan dalam proses manipulasinya (George dan Sherrington, 1984). Kepadatan eksplan yang ditanam dalam tiap botol juga mempengaruhi diferensiasi sel. Semakin banyak jumlah eksplan tiap botol, maka semakin banyak jumlah sel yang tidak berdiferensiasi. Volume media kultur diduga ada interaksinya dengan kepadatan eksplan dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur. Interaksi ini diduga berhubungan dengan menurunnya senyawa inhibitor dalam media (George dun Sherrington, 1984). Media Media kultur jaringan pada prinsipnya harus bisa menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan seperti tanamm dilapang. Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada media yang digunakan. Pemilihan komposisi media dan jenis media tergantung pada jenis tanaman yang dikulturkan, faktor aerasi, dan bentuk pertumbuhan dari deferensiasi yang diinginkan (Pierik, 1987). Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Mn, B, Cu, dan Mo), tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atrnosfer melalui fotosintesis. Hasil yang lebih baik juga akan diperoleh, bila ke dalam media tersebut ditambahkan vitarnin-vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh. Pada keadaan tertentu media kultur jaringan juga dilengkapi dengan arang aktif (Gunawan, 1992). Interaksi dan keseirnbangan zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam media (eksogen) dengan yang dihasilkan oleh sel secara endogen, menentukan arah pertumbuhan dan perkembangan suatu kultur. Pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tergantung pada : (1) tipe pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki (kalus, akar, tunas, regenerasi dinding sel), (2) taraf zat pengatur endogen, (3) kemampuan jaringan mensintesis zat pengatur turnbuh, dan (4) interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen (Gunawan, 1992).

26 Dalam kultur jaringan terdapat dua zat pengatur tumbuh tanaman yang penting yaitu auksin dan sitokinin. Auksin berperan dalam merangsang pembentukan kalus, pemanjangan sel, pembesaran dan pembentukan akar. Beberapa eksplan secara alamiah memproduksi cukup auksin. Pengaruh sitokinin adalah merangsang pembelahan sel dan multiplikasi tunas (George dan Sherrington, 1984). Keseirnbangan auksin dan sitokinin pada media tumbuh juga akan menentukan arah perkembangan eksplan. Tunas akan terbentuk bila perbandingan konsentrasi auksin lebih tinggi dari sitokinin (Gunawan, 1992). Kondisi fsik kultur Kondisi fisik atau kepadatan media berpengaruh terhadap potensial air dan tekanan osmotik, serta penyerapan hara tanaman. Kepadatan media ditentukan oleh konsentrasi agar, ph media dan penambahan arang aktif. Konsentrasi agar semakin tinggi dapat mengurangi difusi persenyawaan dari dan ke eksplan, sehingga pengambilan hara dan zat pengatur tumbuh berkurang, sedangkan zat penghambat dari eksplan tetap berkumpul di sekitar eksplan. Selain agar, ada juga zat pemadat yang lain, yaitu gelrite yang dapat membentuk gel yang lebih bening, pada konsentrasi 0,l-0,2% sudah dapat memadatkan media. Derajat keasaman (ph) merupakan ha1 penting yang hams diperhatikan dalam penyiapan media kultur jaringan tanaman. Karena ph dapat mempengaruhi perturnbuhan dan perkembangan eksplan yaitu dapat mempengaruhi tersedianya nutrisi dan hormon pada jaringan tanaman serta mempengaruhi fhgsi membran sel dan ph sitoplasma. Pengaturan ph selain memperhatikan kepentingan fisiologi sel, juga hams memperhatikan : (1) kelarutan garam-garam penyusun media, (2) pangaturan pengambilan zat-zat pengahu tumbuh dan gararn-garam lainnya, dan (3) efisiensi pembekuan agar media (George & Sherrington, 1984). Keasaman media pada umumnya berkisar antara 5,5-5,8 sebelum disterilisasi (Gunawan, 1992). Kondisi lingkungan kultur Faktor lingkungan yang paling utarna mempengaruhi perturnbuhan dan perkembangan kultur adalah cahaya dan suhu. Cahaya diperlukan karena mempengaruhi morfogenesis, diferensiasi dm embriogenesis aseksual. Kebutuhan cahaya dalam kultur meliputi kualitas cahaya, lama penyinaran, dan

27 intensitas cahaya (George dun Sherrington, 1984). Kualitas cahaya yang paling baik untuk pertumbuhan kultur adalah putih. Banyak penelitian menunjukkan bahwa penggunaan panjang penyinaran selama (14-16) jam memberikan hasil yang baik. Intensitas cahaya dari lampu flourescent adalah antara ( ) lux dan ditempatkan dengan jumlah lampu dan kekuatan tertentu pada jarak (40-50) cm dari tabung kultur, untuk luas area tertentu. Suhu di dalam ruang kultur oleh banyak peneliti dilaporkan pada kisaran (25-28) OC memberikan pengaruh yang baik untuk pertumbuhan tanaman in vitro. Suhu optimum untuk pertumbuhan kultur jaringan tergantung dari jenis tanaman dan tempat turnbuh alami dari tanaman tersebut (Gunawan, 1992). Induksi Embrio somatik Embriogenesis somatik yaitu suatu proses perkembangan nonseksual yang menghasilkan suatu sel embrio bipolar yang berasal dari jaringan somatik. Tahaptahap perkembangannya serupa dengan embriogenesis normal dan menghasilkan embrio tanpa hubungan vaskular dengan jaringan asalnya (Haccius, 1978). Embriogenesis sornatik memiliki dua pola perkembangan yaitu embriogenesis langsung (direct embriogenesis), yaitu embrio langsung terbentuk pada eksplan tanpa melalui proses pengkalusan, dan embriogenesis tak langsung (indirect embriogenesis), yaitu sebelum terbentuk embrio, eksplan membentuk kalus terlebih dahulu. Embriogenesis langsung secara in vitro umurnnya terjadi pada sel-sel eksplan yang masih muda Quvenil) sedangkan embriogenesis tak langsung terjadi pada sel-sel yang telah mengalami diferensiasi, pembelahan sel, transformasi menjadi sel embriogenik. Embrio somatik dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu mempunyai dua calon meristem, yaitu meristem akar dan meristem tunas. Dengan memiliki struktur tersebut maka perbanyakan melalui embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar. Disarnping stdturnya, tahap perkembangan embrio somatik menyerupai embrio zigotik. Secara spesifik tahap perkembangan tersebut dimulai dari fase globular, fase hati, fase torpedo, dan planlet (Henry et.al., 1998 dalam Gaj, 2001). Lingkungan kimia dan lingkungan fisik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap embrio somatik. Faktor kimia terpenting yang terlibat dalam

28 proses munculnya embrio somatik adalah kandungan auksin pada media, campuran nitrogen yang ditambahkan sebagai nutrisi. Faktor fisik seperti temperatur, intensitas cahaya, fotoperiode, udara, keadaan media dan kecepatan pengocokan juga telah dilaporkan mempengaruhi embrio somatik. Temperatur optimum adalah spesifik untuk setiap spesies clan tahap perkembangan. Perlakuan panas atau dingin pada tahap tertentu dapat meningkatkan embriogenesis dan perkecambahan dari embrio somatik dan propagul lain untuk perkembangan yang lebih lengkap (Vajrabhaya, 1988). Analisis Tanaman Transgenik Analisis tanaman transgenik dalam proses transformasi genetik tanaman dapat dilakukan pada berbagai tahapan, yaitu : introduksi gen, transkripsi, translasi, dan pengujian efektifitas protein yang dihasilkan. Dewasa ini telah dikenal berbagai teknik analisis tanaman transgenik seperti : Uji histokirnia P- glucuronidase (uji Gus), analisis Polymerase Chain Reaction (PCR), analisis Sothern Blot, Northern, Western, ELISA dan lain-lain. Untuk gen ketahanan terhadap serangga, pengujian efektifitas protein yang dihasilkan terhadap serangga target dapat dilwan melalui uji hayati, uji pakan dan sebagainya. Uji GUS Uji histokimia P-glucuronidase (uji GUS) dapat dilakukan pada tahap awal segera setelah ko-kultivasi maupun setelah gen terintegrasi dengan stabil di kromosom. Warna biru yang muncul pada sel atau jaringan menunjukkan hasil transformasi positif. Warna biru disebabkan oleh reaksi substrat X-gluc (5-bromo- 4-chrorno-3-irtdoZyZ-~-D-glucuronide) dengan enzim P-glucuronidase menjadi suatu senyawa perantara yang kemudian melalui reaksi dimerisasi oksidatif membentuk senyawa dichloro-dibromoindigo (CIBr-Indigo) yang berwarna biru (Stomp, 1992). Warna biru tersebut menunjukkan telah terekspresinya gen gus-a. Pemakaian gen gus-a sebagai gen penanda pada proses transformasi genetik sangat menguntungkan, karena produk gen ini dapat diarnati secara in vivo pada irisan jaringan dengan menggunakan teknik histokirnia, sehingga gen gus-a sering dipergunakan sebagai penanda dalam kondisi dimana pemakaian antibiotik tidak memunglunkan bagi regenerasi tanaman (Lal dan Lal, 1993). Gen gus banyak

29 dipergunakan sebagai penanda pada sistem transformasi tanaman dan seringkali digunakan untuk mempelajari fimgsi promoter (Jefferson, 1987). Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR merupakan teknik analisis tingkat DNA, yang menggunakan penggandaan urutan basa DNA spesifik secara in vitro, seperti pada cara replikasi DNA, dengan bantuan enzirn polimerase dan pemanfaatan perubahan sifat fisik DNA terhadap suhu (Davis et al., 1994). Keuntungan teknik PCR diantamnya adalah analisisnya cepat, tidak diperlukan DNA dalam jumlah banyak, dapat dilakukan pada fase awal pertumbuhan dan metode ekstraksi DNAnya relatif sederhana. Dalam transformasi genetik, teknik PCR dapat dipergunakan untuk mengamplifikasikan gen yang telah diintroduksi ke sel tanaman target untuk membuktikan keberadaannya. Dengan reaksi PCR, DNA dapat diperbanyak dengan menggunakan enzim polymerase yang dihasilkan oleh bakteri termofilik melalui serangkaian pengaturan suhu yang berbeda selama waktu tertentu pada satu siklus perbanyakan. Dalam satu siklus perbanyakan, terjadi penggandaan urutan basa cetakan. Masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap yaitu tahap denaturasi DNA, penempelan (annealing) dan sintesis DNA (Krawetz, 1989). Pada tahap pertama DNA didenaturasi dengan meningkatkan suhu sehingga 95 OC selama detik. Tahap berikutnya suhu diturunkan hingga 55 "C atau antara "C tergantung panjang primer selama detik untuk penempelan primer ke DNA target secara spesifik. Pada tahap terakhir suhu dinaikkan kembali sekitar 72 OC untuk sintesis DNA yang dimulai dari ujung 3' hidroksil pada masing-masing primer (Krawetz, 1989; Cha dun Thilly, 1993). PCR merupakan metode yang sangat sensitif sehingga dengan hanya satu molekul DNA dapat memperbanyak DNA jutaan kali, sehingga sangat bermanfaat baik pada penelitian maupun penggunaan komersial (Promega, 1996). Southern Blot Keuntungan analisis Southern blot selain dapat menunjukkan integrasi gen, juga dapat mengetahui jumlah salinan DNA yang terintegrasi, serta galur independent transgenik. Analisis Southern blot dapat dipergunakan untuk mengetahui jumlah salinan gen dan kejadian transformasi yang berbeda setelah

30 pemotongan DNA tanaman transgenik dengan enzim restriksi tertentu yang memotong pada situs tunggal dalam DNA plasmid. Produk hibridisasi berasal dari gen yang diintroduksikan dari hasil pemotongan DNA genomik sehingga polimorfisme yang terbentuk menunjukkan sisi integrasi yang berbeda (Casas et al., 1995). Selain dipergunakan untuk membedakan kejadian transformasi, analisis Southern blot dapat membedakan integrasi ekstra kromosomal dan kromosomal (Davis et al., 1994). Kelemahan penerapan metode Southern blot adalah memerlukan sejumlah DNA yang relatif banyak dengan kemurnian tinggi dan waktu pelaksanaan relatif lama (Sambrook et al., 1989). Northern Blot Hibridisasi Northern merupakan suatu prosedur yang dipergunakan untuk identifikasi dan analisis transkip RNA (Kafatos et al., 1979). RNA tidak dapat berikatan secara efisien pada membran, sehingga dalam analisis northern dipergunakan suatu membran spesifik dimana RNA dapat berikatan secara kovalen. Ikatan RNA tersebut dapat dihibridisasi dengan menggunakan probe RNA radioaktif atau DNA utas tunggal (Freifelder, 1995). Dalam analisis Northern, sekuen RNA spesifik dideteksi menggunakan teknik bloting yaitu RNA ditransfer dari agarose ke membran. Hasil bloting dianalisis melalui proses hibridisasi dengan probe RNA. RNA merupakan bentuk utas tunggal, sehingga dapat membentuk struktur sekunder melalui pasangan basa intramolekul, sehingga hams dielektroforasi di bawah kondisi denaturasi. Denaturasi dilakukan dengan penambahan formaldehid ke gel maupun loading buher, atau perlakuan glyoxal dan dimethyl sulfoxide (DMSO) pada loading bufler. Berbagai bahan untuk denaturasi gel RNA telah dipergunakan termasuk formaldehid, glyoxal dan methilmercuri klorida yang sangat toksik. Total RNA dapat dipergunakan untuk proses hibridisasi northern, akan tetapi total RNA biasanya memberikan hasil yang kurang memuaskan sebab terjadi hibridisasi nonspesifik. Meskipun sedikit, molekul rrna akan menghasilkan signal hibridisasi yang lebih kuat (Ausubel, 1995). Western Blot Western blot merupakan suatu metode yang dipergunakan untuk mendeteksi DNA-binding protein. Dalarn metode ini protein dipisahkan dengan

31 elektroforesis dan ditransfer ke suatu membran sehingga protein akan berikatan secara kovalen. Sebagai probe dipergunakan utas ganda DNA radioaktif dengan cara penggabungan dari radioaktivitas dengan pita-pita protein yang menunjukkan bahwa protein tertentu merupakan DNA binding protein (Dale 1995; Freifelder, 1995). Prinsip dasar Western blot adalah identifikasi pemisahan protein yang tidak terlabel dengan SDS gel elektroforesis polyacrilamide (PAGE) yang didasarkan pada immunoradioaktivitasnya dengan menggunakan antibodi monoklonal. Kemudian protein ditransfer ke membran dan diberi perlakuan awal untuk mereduksi ikatan nonspesifik dari antiserum ke membran. Inkubasi membran dilakukan dengan antiserum spesifik, kemudian diinkubasi dengan antibodi yang berkonjugasi dengan reagen pendeteksi dan berikatan pada antiserum primer. Setelah itu diikuti deteksi dari immunoreaksi diantara antiserum primer dan target protein spesifik (Davis et al., 1994). Park et. al. (2004) telah melakukan uji ekspresi pada tanaman poplar yang telah ditransformasi dengan menggunakan teknik Western blot. Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) juga telah dilakukan sebelum Western blot. Hasil uji ekspresi memberikan nilai positif dengan munculnya pita-pita. Western blot adalah teknik yang paling tepat untuk uji ekspresi protein pada tanaman yang telah ditransformasi. Uji Hayati Untuk pengujian resistensi tanarnan terhadap serangga tersedia berbagai teknik uji hayati baik yang dilakukan pada skala rumah kaca, laboratorium maupun lapang. Tahap perkembangan serangga yang diinfestasikan sangat bervariasi baik dalam bentuk telur, larva maupun nirnfa, dan bagian tanaman yang diinfestasikan juga beragam baik berupa daun, batang, bagian tanaman lain maupun tanaman utuh. Di samping itu, dikenal berbagai teknik untuk menentukan mekanisme resistensi seperti uji antisenosis, uji antibiosis, dan uji toleransi (Panda dan Khush, 1995).

32 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong, mulai bulan Agustus 2006 sarnpai dengan Agustus Bahan dan Alat Eksplan yang digunakan pada transformasi adalah kalus clan tunas majemuk yang berasal dari embrio. Sedangkan pucuk, batang dan daun berasal dari biji Acacia mangium Willd yang telah dikecambahkan pada media MS. Biji berasal dari Kebun Botani PUSPIPTEK, Serpong. Vektor yang digunakan dalam transformasi adalah Agrobacterium tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan promotor 35s pada plasmid paaxeg300. Vektor ini diperoleh Pusat Penelitian Bioteknologi-LIP1 dari RISH (Research Institute for Sustainable Huymanosphere), Kyoto university, Jepang dalam rangka kerjasama Bioteknologi Kehutanan. Gambar 2 Peta plasmid paaxeg300. RB (batas kanan) dan LB (batas kiri) T-DNA (Sumber: Research Institute for Sustainable Huymanosphere, Kyoto University, Jepang)

33 Media yang digunakan yaitu media MS (Murashige Skoog), media?4 MS dengan penambahan Kanarnisin, Carbenicillin, TDZ (Thidiamron), dan IAA. Bahan kimia yang digunakan pada kegiatan sterilisasi adalah deterjen, fungisida Dithane M-45, Masalgin, Ethanol 70%, Byclin, dan akuades steril. Bahan kimia lain yang juga digunakan adalah Yeast Extract 1 grtl, Saytone 4 grll, Peptone 5 grll, Sucrose 5 grll, MgS04. 7 H grll, dan Bacto Agar 14 grll. Alat dan barang aus yang digunakan pada penelitian ini antara lain aluminium foil, botol kultur, otoklaf, petridish, botol alkohol, corong, gelas piala, gelas ukur, hot plate magnetic, stirer, inkubator, laminar airflow, bunsen, ph meter, shaker, spatula, mikro pipet, dan timbangan analitik. Metode Penelitian Persiapan eksplan Bahan tanaman yang digunakan untuk menyediakan eksplan yang akan ditransformasi adalah biji Acacia mangium Willd. Prosedur sterilisasi yang digunakan adalah yang telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong. Sterilisasi dilakukan dengan cara biji Acacia mangium Willd diberi deterjen (Sunlight) kemudian diletakkan pada air mengalir selama 10 menit. Kemudian, biji Acacia mangium Willd direndam pada air panas (80 OC) selama 30 menit, rendaman biji Acacia mangium Willd dikocok dengan menggunakan shaker selama 30 menit dengan menambahkan Dithane (4 g/100 ml), dibilas 3 kali dengan menggunakan akuades. Tahap selanjutnya biji Acacia mangium Willd direndam pada larutan Masalgin (4 g1100 ml), dikocok dengan menggunakan shaker selama 30 menit, kemudian dibilas 3 kali dengan akuades steril di dalam laminar airflow. Setelah itu, biji Acacia mangium Willd direndam pada larutan Bayclin yang telah diencerkan 1.5 kaii selama 10 menit, kemudian dibilas 3 kali dengan akuades steril. Selanjutnya, biji Acacia mangium Willd direndam pada Ethanol 70% selama 5 menit, lalu dibilas dengan akuades steril3 kali. Biji Acacia mangium Willd dipindahkan ke botol steril, kemudian ditutup rapat dengan aluminium foil dan dikocok dengan menggunakan shaker selama 24 jam. Bahan tanaman yang digunakan untuk induksi embrio somatik adalah berupa embrio dan kotiledon yang berasal dari biji Acacia mangium Willd yang

34 telah steril, dengan cara biji dikupas untuk diambil embrionya cialam laminar airflow. Untuk mendapatkan kalus yang embriogenik, embrio dikecambahkan pada media MS yang dilengkapi dengan 0,25 mg/l IAA, 1 mg/l TDZ, 20 gra sukrosa, dan 2 g/l gelrite selama 3-4 bulan. Biji Acacia mangium Willd yang tidak dikupas kulit bijinya, dikecambahkan pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh selarna 3-4 bulan. Optimasi media seleksi Untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik Kanamisin dan Carbenicillin yang tepat dalam menyeleksi tanaman Acacia mangium Willd transgenik, dilakukan uji efektifitas konsentrasi antibiotik pada media MS yang dilengkapi dengan 0,25 mg/l IAA, 1 mg/l TDZ, 20 gr/l sukrosa, dan 2 gra gelrite. Kanamisin dan carbenicillin ditarnbahkan pada media seleksi setelah media diotoklaf dan dibiarkan dingin sampai suhu sekitar 50 OC. Konsentrasi Kanamisin yang diuji adalah 0, 100, 200, dan 400 mg/l. Sementara konsentrasi Carbenicillin yaitu 225 mg/l. Kultur Agrobacterium tumefaciens Agrobacferium tumefacciem yang mengandung paaxeg300 ditumbuhkan pada media YES-cair yang telah ditarnbah 50 mg/l Kanamisin. Diinkubasi dan dikocok dengan menggunakan shaker (150 rpm) pada suhu 28 OC selama 24 jam. Selanjutnya diremajakan pada media YES-cair baru, diinkubasi dan dikocok kembali dengan menggunakan shaker (150 rpm) pada suhu 28 OC selama 24 jam. Suspensi bakteri ini disentrifbgasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 OC untuk diambil peletnya. Kemudian pelet dibilas dengan air steril clan disentrifbgasi kembali (3000 rpm) selama 10 menit pada suhu 4 OC. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dengan aquades steril, diukur pada selanjutnya siap digunakan untuk transformasi. Transformasi dan regenerasi Transformasi dilakukan dengan mengikuti prosedur dari Xi dan Hong (2002) dengan beberapa modifikasi. Inokulasi dilakukan dengan perendaman eksplan bersarna suspensi bakteri selama 5 menit. Setelah kokultivasi selama 1

35 hari pada media?4 MS eksplan dipindah ke media seleksi dengan konsentrasi kanamisin 0, 100, 200, dan 400. Pengamatan dilakukan terhadap eksplan yang tumbuh pada tiap media seleksi. Eksplan yang tumbuh pada media seleksi selanjutnya dipindah pada media regenerasi yang terdiri dari media MS yang dilengkapi dengan 0,25 mg/l IAA, 1 mg/l TDZ, 20 grll sukrosa, dan 2 g/l gelrite. Pengamatan dilakukan terhadap persentase eksplan kalus yang membentuk somatik embrio, jumlah daun yang tumbuh pada eksplan pucuk dan batang. Untuk menumbuhkan akar pada eksplan pucuk dan batang, eksplan dipindah ke media MS yang dilengkapi den- 0,25 mg/l IAA, 20 grll sukrosa, dan 2 g/l gelrite. Uji ekspresi Western blot Untuk mengetahui keberhasilan transformasi, pada eksplan hasil kokultivasi dan eksplan yang tumbuh di media seleksi dilakukan uji ekspresi Western blot. Metoda yang digunakan adalah metoda yang telah dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong sesuai dengan metoda yang telah dilakukan Park et al. (2004) pada tanaman poplar yang telah ditransformasi. Ekstraksi protein. Bahan tanaman (2-3 tangkai daun) yang diduga transgenik berdasarkan uji media seleksi yang mengandung Kanamisin dirnasukkan ke tabung Eppendorf yang berisi 200 p1 buffer pengekstrak (Sodium acetat ph 5,5), digerus dengan penggerus plastik biru sampai dengan homogen. Kemudian dibiarkan selama 30 menit di dalam es. Setelah disentrifbgasi dengan kecepatan rpm selama 5 menit pada suhu 4 "C, kemudian supernatan diambil dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm selama 5 menit pada 4 OC. Prosedur Western blot. Sampel protein dipisahkan dengan 10% SDS-PAGE. Selanjutnya dielektrotransfer ke membran Hybond ECL. Membran direndam pada larutan blocking buffer (4% susu rendah lemak + TBS), diinkubasi pada suhu 4 "C semalaman. Kemudian dibilas dengan aquades steril dan pembilasan dilanjutkan dengan TBS sebanyak 3 Mi. Selanjutnya direndam kembali pada antibodi primer (10 pl TBS + 10 pl XEG), digoyang dengan menggunakan shaker selama 60 menit. Bilas dengan TBS sebanyak 3 Mi. Membran direndam pada antibodi sekunder (10 pl TBS + 2 pl anti rabbit), dieoyang dengan menggunakan shaker

36 selama 60 menit. Bilas dengan TBS sebanyak 3 kali. Membran direndarn pada antibodi ke tiga (10 pl TBS + 2 pl S-avidin + 2 pl HRP), digoyang dengan menggunakan shaker selama 30 menit. Bilas dengan TBS sebanyak 3 kali. Protein dideteksi dengan ECL solution.

37 HASIL DAN PEMBAHASAN Sterilisasi dan penanaman biji Acacia mcmgium Willd Metoda sterilisasi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan atas metoda standar Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong. Biji Acacia mangium Wiild berasal dari Kebun Botani PUSPIPTEK, Serpong. Pada Tabel 1 dapat dilihat persentase biji yang berkecambah pada media MS. Tabel 1 Persentase biji Acacia mangium Willd yang berkecambah pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh Percobaan Jumlah biji yang Persentase biji yang dikecambahkan berkecambah (80%) Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata persentase biji Acacia mangium Willd yang berkecambah sebesar 86,67%. Persentase kecambah ini dipengaruhi oleh kematangan biji secara fisiologis, kesehatan biji, dan perlakuan pemecahan dormansi. Biji yang telah matang secara fisiologis akan cepat berkecambah. Secara visual biji yang telah matang secara fisiologis mempunyai ciri-ciri yaitu berkulit hitam mengkilat, ukuran lebih besar dibanding biji yang lain, dan biji lebih bersih. Selain itu, Acacia mangium Willd memiliki kulit biji yang sangat keras, sehingga perlu perlakuan pemecahan dormansi. Pemecahan dormansi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, menggunakan bahan kirnia seperti perendaman pada HzS04, perlakuan secara biologi seperti penjemuran biji dibawah sinar matahari, dan perlakuan secara mekanis seperti pengamplasan clan perendaman pada air 80 "C. Pada penelitian ini, pemecahan dormansi dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara perendarnan pada air 80 OC selama 30 menit. Biji mulai berkecambah pada hari ke 3 setelah tanam pada media MS. Perendaman biji pada air 80 OC juga berfhgsi untuk memudahkan kegiatan isolasi eksplan, mengurangi faktor kontaminan yang menempel pada

38 permukaan kulit biji seperti debu, cendawan, dan bakteri. Semakin besar ukuran eksplan maka semakin luas permukaannya dan kemungkinan adanya kontaminan juga semakin besar. Selain itu, kontaminan juga dapat berasal dari alat diseksi yang digunakan. Gambar 3 Eksplan Acacia mangium Willd berumur 3 bulan pada media MS (material untuk transformasi) Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan biji Acacia mangium Willd pada media MS dan diinkubasi pada suhu "C. Pertumbuhan tanaman secara in vitro dipengaruhi oleh jenis eksplan, media, kondisi fisik kultur, dan kondisi lingkungan kultur seperti cahaya dan suhu ruangan kultur. Kualitas cahaya yang paling baik untuk pertumbuhan kultur adalah put& sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan kultur tergantung dari jenis tanaman dan tempat tumbuh alami dari tanaman tersebut, namun umumnya untuk tanaman tropis berkisar 25 "C. Induksi embrio somatik Acacia mangium Willd Induksi embrio somatik ini bertujuan untuk mendapatkan embrio somatik yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan b.ansformasi. Media induksi yang digunakan pada penelitian ini adalah media MS dengan 2% gelrite, 0,25 mgll IAA dan 1 mga TDZ. Komposisi ini diperoleh dari peneliti sebelumnya (Mardewi, 2005) dengan sedikit modifikasi. Komposisi zat pengatur tumbuh yang digunakan Mardewi (2005) yaitu 0,25 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ, dengan persentase eksplan yang memproduksi kalus adalah 96%.

39 Tabel 2 Persentase embrio dari biji Acacia mangium Willd yang berkalus dan tumbuh tunas majemuk pada media MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ Percobaan Jumlah embrio Persentase embrio Persentase tumbuh yang diinduksi yang mengkalus tunas majemuk (90%) (15%) Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata persentase embrio dari biji Acacia mangium Willd yang mernproduksi kalus sebesar 92,33%. Pertumbuhan kalus sangat dipengaruhi oleh media tanam yang dilengkapi dengan unsur hara dan zat pengatur tumbuh. Persentase tunas majemuk yang tumbuh sebesar 11,67%. Tunas majemuk ini muncul karena tidak sempurnanya pemisahan yang dilakukan antara embrio dengan titik tumbuh, sehingga pertumbuhan tunas majemuk yang tidak diharapkan terjadi. Gunawan (1992) menyatakan bahwa interaksi dan perimbangan antara zat pengatur hunbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur. Untuk biakan yang diambil dari jaringan yang berbeda, zat pengatur tumbuh di dalam media terutama auksin, atau auksin yang dikombinasikan dengan sitokinin tarnpaknya penting bagi pertumbuhan awal dan induksi embriogenesis. Wetherel (1982) menyatakan bahwa peran auksin yang pertama dalam kultur adalah merangsang pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat pada pucuk tanaman clan menyebabkan pertumbuhan pucuk-pucuk baru. Sedangkan peran auksin kedua adalah merangsang pembentukan akar. Peranan sitokinin dalam mikropropagasi adalah merangsang pembelahan sel dalam jaringan eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas dam. Menurut Watimena (1992) sitokinin juga berpengaruh terhadap perkembangan embrio, menghambat proses penghancuran butir klorofil.

40 Gambar 4 Kalus yang berasal dari embrio Acacia mangium Willd pada media MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ (A. Embrio berumur 12 rninggu, B. Kalus, dan C. tunas majemuk) Pengamatan yang dilakukan pada pembentukan kalus diawali dengan terjadinya pemanjangan dan pembengkakan pada hari ke 3 setelah tanam pada media induksi dan terjadi perubahan warna, yaitu warna embrio sebelum tanam adalah kuning, setelah tanam berubah menjadi kuning keputihan. Kalus mulai muncul pada hari ke 12. Zat pengatur tumbuh yang digunakan pada penelitian ini adalah IAA dari golongan auksin dan TDZ dari golongan sitokinin. TDZ merupakan jenis sitokinin yang paling kuat untuk pembelahan sel. Menurut Sulistiani (1997) bahwa keberhasilan TDZ dalam menghasilkan embrio somatik dari biji sengon adalah dengan menggunaan TDZ pada konsentrasi 1,s mg/l dengan lama induksi 8 minggu. Mekanisme perubahan ekspresi gen tersebut ternyata berhubungan dengan banyaknya auksin eksogen. Dengan demikian, penggunaan auksin atau senyawa mirip auksin pada metode induksi embriogenesis somatik sangat diperlukan. Pada beberapa jenis tanaman, sitokinin digunakan dan dikombinasikan dengan auksin untuk induksi embriogenesis somatik. Terdapat dua fase pertumbuhan yaitu fase pembelahan dan fase pembesaran sel. Pada fase pembelahan zat pengatur tumbuh yang berperan adalah sitokinin, selanjutnya sel akan mengalami pembesaran yang distimulir oleh auksin. Auksin dalam konsentrasi rendah akan menstimulir pembesaran dan perpanjangan sel setelah terjadinya pembelahan sel yang distimulir oleh sitokinin (Watirnena, 1987).

41 Pengamatan yang dilakukan pada rninggu ke 12, dapat dilihat bahwa kalus berubah warm menjadi coklat. Siswanto (2000) menyatakan bahwa fenolik yang menyebabkan pencoklatan pada kopi arabika terlihat menghambat embriogenesis somatik. Menurut Figueora et al. (2001) pencoklatan pada jaringan yang disebabkan oleh akumulasi senyawa fenolik yang berlebihan penting untuk proses embriogenesis somatik pada tanaman kopi. Kemungkinan senyawa fenolik ini berperan sebagai signal untuk induksi diferensiasi. Kemungkinan lain, senyawa ini juga berperan sebagai faktor yang menginaktifkan senyawa-senyawa penghambat yang terdapat dalam kultur embriogenik. Kendala dalam penerapan embriogenesis yaitu peluang terjadinya mutasi lebih apabila menggunakan auksin dengan konsentrasi tinggi dalam jangka waktu lama, metode lebih sulit, ada penman daya morfogenesis dari kalus embriogenik karena sub kultur berulang serta memerlukan penanganan yang lebih intensif untuk memelihara kemampuan embriogenesis. Apabila tidak secara kontinyu dipelihara maka akan kehilangan kemampuan embriogenesis karena tertutupi kalus fiiabel yang tidak diinginkan. Seleksi terhadap resistensi Kanamisin pada eksplan yang belum ditransformasi Seleksi eksplan terhadap resistensi Kanamisin bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Kanamisin yang menghambat pertumbuhan dan bahkan dapat menyebabkan eksplan tersebut mati. Eksplan yang digunakan pada penelitian ini yaitu; pucuk, batang, daun, kalus, dan tunas majemuk. Media seleksi yang digunakan diberi zat pengatur turnbuh 0,25 mg/l IAA dan 1 mg/l TDZ. Sedangkan antibiotik yang digunakan adalah 225 mg/l Carbenicillin clan Kanamisin dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,100,200, dan 400 mg/l. Pada pucuk Acacia mangium Willd yang berasal dari lapang kemudian ditumbuhkan secara in vitro hingga 3-5 bulan, kemudian ditumbuhkan pada media yang mengandung 300 mg/l Kanarnisin, pertumbuhan bahan tanaman sudah mulai terhambat (Xie dan Hong, 2002). Penelitian yang dilakukan Hartati et al. (2004) pada tanaman Acacia mangium Willd menunjukkan bahwa bahan tanaman mulai terhambat pertumbuhannya pada media seleksi yang mengandung Kanamisin dengan konsentrasi 600 mg/l. Dari penelitian sebelumnya dapat diduga bahwa

42 perbedaan ketahanan terhadap Kanamisin dipengaruhi oleh adanya perbedaan genotip tanaman, umur jaringan, serta kondisi kultur jaringan. Salah satu tahapan penting yang harus dilalui dalam proses transformasi genetik untuk memperoleh tanaman transgenik adalah seleksi. Tersedianya metode seleksi awal pada tanarnan transgenik sangat membantu dalam menyeleksi tanaman transforman. Tahap awal yang dapat dilakukan adalah dengan menumbuhkan tanaman hasil transformasi pada media seleksi yang mengandung antibiotik tertentu tergantung gen penanda yang dipakai. Gen penanda yang digunakan pada penelitian ini adalah Kanamisin, sehingga perlu dilakukan uji coba ketahanan terhadap Kanamisin yang dilakukan hingga 8 minggu. Kanamisin merupakan kelompok antibiotika aminoglikosida yang efektif menghambat sintesis protein melalui aksinya terhadap ribosom subunit 30s dan bekerja efektif baik pada organisme prokariot maupun eukariot. Media seleksi yang digunakan diberi zat pengatur tumbuh 0,25 mg/l IAA dan 1 mg/l TDZ. Sedangkan antibiotik yang digunakan adalah 225 mg/l Carbenicillin dan Kanamisin dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0, 100, 200, dan 400 mg/l. Eksplan yang digunakan pada penelitian ini ada lima jenis, yaitu; pucuk, batang, daun, kalus, dan tunas majernuk. Eksplan yang mengalami nekrosis hingga rninggu ke 8 pengamatan pada media yang mengandung Kanarnisin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Uji konsentrasi Kanamisin pada berbagai eksplan Acacia mangium Willd yang tidak ditransformasi Konsentrasi Persentase eksplan yang nekrosis kanamisin pucuk batang Daun tunas kalus (m@j1) majemuk (0) 015 (0) 015 (0) 015 (0) 015 (0) Tabel 3 menunjukkan bahwa eksplan bertahan hidup namun pada konsentrasi Kanamisin mg/l beberapa eksplan mengalami nekrosis hingga minggu ke 8 pengamatan. Pada media tanpa Kanamisin (0) dapat dilihat bahwa eksplan tidak mengalami nekrosis, tumbuh segar, tetapi eksplan

43 membentuk kalus. Begitu juga pada eksplan yang ditumbuhkan pada media seleksi 100 mgh Kanamisin, tetapi eksplan tidak membentuk kalus. Konsentrasi Kanamisin 200 mg/l dan 400 mg/l menyebabkan nekrosis dan eksplan mengalami browning dan akhirnya mati. Eksplan tampak kering dan mengalami browning dan mati. Eksplan yang mengalami neksrosis tertinggi terlihat pada eksplan dam, sebesar 80% dan yang terendah adalah pada eksplan pucuk dan tunas majemuk sebesar 40%. Sebelumnya telah dilakukan pengujian yaitu eksplan pucuk ditumbuhkan pada konsentrasi Kanamisin 600 mg/l, pada minggu ke 2 tanaman mengalami nekrosis dan pada minggu ke 4 mengalami kematian. Penggunaan sistem seleksi antibiotik dilaporkan sering menyebabkan sebagian besar sel yang tertransformasi tidak atau sulit beregenerasi, diduga karena adanya penghambat pertumbuhan atau toksin yang dikeluarkan dari sel nontrmsgenik yang mati atau karena terganggunya transportasi senyawa esensial melalui jaringan mati tersebut (Haldrup et al., 2001). Seleksi tahap awal dengan menggunakan media yang mengandung antibiotik Kanamisin dan menentukan konsentrasi Kanamisin yang tepat sangat diperlukan, mengingat respon setiap tanaman terhadap antibiotik Kandsin berbeda-beda. Sel atau kalus yang tidak dilengkapi dengan sifat ketahanan Kanamisin akan berhenti tumbuh atau mati bila ditumbuhkan pada media seleksi yang mengandung Kanamisin. Dari penelitian optirnasi media seleksi ini, dihasilkan bahwa penambahan Kanamisin 400 mgll ke dalam media seleksi dapat digumkan sebagai konsentrasi yang menghambat pertumbuhan. Dosis ini digunakan pada media seleksi pada tahapan percobaan selanjutnya. Penentuali trilai OD6o0 Agrubacterim tuntefens Konsentrasi bakteri yang dapat diketahui dengan mengukur nilai ODm juga memberi pengaruh terhadap keberhasilan transformasi. Bakteri yang digunakan untuk menginfeksi sel tanaman sebaiknya bekteri yang sedang tumbuh aktif (fase logaritmik) (Rahmawati, 2006). Pucuk yang direndam pada suspensi bakteri OD600 0,6 Sangat sulit untuk dibersihkan dan disterilkan sejak awal kokultivasi. Bakteri tumbuh setelah 3 hari eksplan yang telah ditransformasi dipindahkan pada media seleksi (0,25 mg/l IAA + 1 mga TDZ Carbenicillin mg/l Kanamisin).

44 Tabel 4 Persentase eksplan Acacia mangium Willd yang hidup setelah direndam pada Agrobacterium tumefaciens selama 5 menit pada beberapa nilai OD600 Nilai ODm Jumlah eksplan Persentase eksplan yang hidup 0, /41 (100%) /87 (27,58%) Tabel 4 menunjukkan bahwa pada OD600 sebesar 0,6 eksplan pucuk yang telah direndam pada Agrobacterium tumefaciens selama 5 menit hanya 27,58% yang tumbuh tanpa mengalami gangguan pertumbuhan berlebihan dari Agrobacterium tumefaciens, pengulangan yang dilakukan bahwa setelah nilai ODm diturunkan menjadi 0,4 terlihat bahwa 100% eksplan dapat tumbuh tanpa ada gangguan dari pertumbuhan Agrobacterium tumefaciens. Berdasarkan hasil inilah, maka nilai OD6()() yang digunakan untuk transforrnasi berikutnya adalah 0,4. Masing-masing strain Agrobacterium mempunyai sensitivitas yang berbeda-beda terhadap antibiotik, sehingga perlu pengujian awal untuk menentukan jenis dan konsentrasi antibiotik yang sesuai untuk menghambat pertumbuhan Agrobacterium yang digunakan. Antibiotik yang umum digunakan untuk mengeliminasi Agrobacterium adalah Carbenicillin dan Cefotaxim. Keduanya temasuk kelompok P-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel balcteri. Narnun, Carbenicillin sensitif terhadap enzim fl-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri sehingga kurang efektif dalam mengeliminasi Agrobacterium pasca kokultivasi (Rahmawati, 2006). Transforrtlasi berbagai eksplan Acacia msn&rn WilM Keberhasilan proses infeksi melalui Agrobacterium tergantung kompatibilitas antara kultivar tanaman dengan isolat Agrobacterium yang digunakan. Isolat Agrobacterium yang kompatibel akan mampu menangkap signal dari tanaman yang terluka untuk memulai proses infeksi, sebaliknya tanaman yang kompatibel akan mampu memberi signal kepada Agrobacterium untuk mengekspresikan berbagai gen virulen yang diperlukan dalarn proses infeksi (Winans, 1992).

45 Hasil pengamatan hingga minggu ke 8 menunjukkan bahwa eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi dapat bertahan pada media seleksi. Pada Tabel 5 dapat dilihat persentase hidup eksplan yang telah ditransformasi clan ditumbuhkan pada media seleksi dengan konsentrasi Kanamisin 400 mg/l sebesar. Tabel 5 Persentase hidup eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransforrnasi pada minggu ke 8 pada media seleksi (0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ Carbenicillin mgfl Kanamisin) Jenis eksplan Jumlah Persentase Jumlah Persentase eksplan eksplan hidup eksplan eksplan hidup kontrol kontrol Pucuk 5 40% 36 63,89% Batang 5 60% 24 95,83% Tunas majemuk 5 40% 26 48,39% Daun 5 80% 40 2,5% Hasil pengamatan pada berbagai eksplan Acacia mangium Willd hingga minggu ke 8 dapat dilihat pada Tabel 5. Secara umum eksplan yang telah ditransformasi memiliki persentase hidup yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada eksplan daun, persentase hidup eksplan daun yang telah ditransformasi hingga minggu ke delapan lebih rendah yaitu sebesar 2,5% dibandingkan dengan kontrol sebesar 80%. Sedangkan persentase hidup eksplan yang telah ditransformasi tertinggi adalah pada eksplan batang sebesar 95,83%. Rendahnya persentase hidup eksplan daun yang telah ditransformasi diduga karena belum sesuainya metoda transformasi yang dilakukan. Nilai kerapatan bakteri juga mempengaruhi keberhasilan transformasi. Pada eksplan daun, kerapatan bakteri dapat diman. Hasil transformasi yang telah dilakukan oleh Park et.al(2004) pada eksplan daun poplar menunjukkan adanya regenerasi dari eksplan dam yang telah ditransformasi, berupa munculnya tunas adventif pada bagian daun yang telah mengalami perlukaan. Keberhasilan infeksi dan transfer gen oleh A. tumefaciens antara lain ditentukan oleh jenis dan kondisi eksplan, ada tidaknya luka/perlukaan, kerapatan

46 bakteri, lama inokulasi, dan lama kokultivasi (Hinchee et al., 1988). Untuk jenis eksplan, semakin muda jaringan eksplan akan semakin mudah diinfeksi oleh bakteri. Pada penelitian ini, eksplan yang digunakan sebagai bahan transformasi adalah eksplan yang telah dikecambahkan pada media MS selama tiga bulan. Persentase hidup eksplan yang telah ditransformasi hingga minggu ke 8 dipengaruhi oleh tumbuhnya bakteri pada media seleksi (MS +0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ mg/l Carbenicillin mg/l Kanamisin). Siswanto et al. (1997) menyatakan bahwa jumlah bakteri yang diperlukan dalarn proses infeksi suatu eksplan h m tepat. Jika jurnlahnya kurang, proses infeksi tidak efektif, sebaliknya jika jumlah bakteri terlalu banyak akan terjadi pertumbuhan bakteri yang berlebih (overgrowth). Akibatnya tingkat kompetisi bakteri sangat tinggi dan pertumbuhan eksplan terhambat atau mati sehingga proses infeksi tidak efektif Lama inokulasi juga menentukan keberhasilan infeksi bakteri. Semakin lama waktu inokulasi, peluang infeksi semakin tinggi. Xnokulasi dilakukan selama 5 menit. Untuk eksplan yang berukuran besar dan tebal seperti pada penelitian ini adalah kalus dan tunas majemuk diperlukan waktu inokulasi yang lebih lama. Seperti yang telah dinyatakan Park et al. (2004) bahwa lamanya inokulasi eksplan pada suspensi bakteri untuk tanaman poplar adalah 5 menit. Begitu juga yang dilaporkan Hartati et al. (2005) bahwa waktu inokulasi yang efisien untuk pucuk Acacia mangium Willd adalah selama 5 menit. Sementara untuk eksplan dam chrysanthemum, Boase et al. (1998) menyatakan bahwa perendaman eksplan pada suspensi bakteri selama 5 menit lebih baik daripada 1 menit. Lama kokultivasi (inkubasi) antara bakteri dan eksplan juga sangat mempengaruhi keefektifan infeksi bakteri. Inkubasi yang terlalu cepat menyebabkan pertumbuhan bakteri kurang baik, sehingga belum marnpu menginfeksi sel-sel eksplan dengan sempurna. Sebaliknya, jika inkubasi terlalu lama akan terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berlebihan sehingga menghambat pertumbuhan atau bahkan mematikan eksplan. Hartati et al. (2004) menyatakan bahwa pada Acacia mangium Willd masa kokultivasi yang efektif adalah 1 hari. Begitu juga dengan Park et al. (2004) yang menyatakan bahwa masa kokultivasi untuk tanaman poplar adalah 1 hari. Lain halnya dengan

47 Xie dan Hong (2002), bahwa masa kokultivasi untuk tanaman Acacia mangium Willd adalah 3 hari. Gambar 5 Eksplan Acacia mangium Wiild yang telah ditransformasi pada media seleksi (MS + 0,25 mga LAA + 1 mg/l TDZ mgll Carbenicillin mgll Kanamisin) rninggu ke 8. A. eksplan pucuk, B. eksplan batang, C. kalus, D. eksplan tunas majemuk, dan E. eksplan daun Gambar 5 menunjukkan berbagai eksplan Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi. Pada eksplan pucuk dm batang belum ada pertumbuhan, hanya ada perubahan warna yaitu menjadi kuning kecoklatan, begitu juga dengan kalus. Sementara pada eksplan tunas majemuk dan eksplan dam berwarna coklat, bahkan masih ada bakteri yang tumbuh pada bagian eksplan yang bersentuhan dengan media. Metoda yang digunakan untuk transformasi tunas majemuk clan daun diduga belum sesuai, perlu dilakukan percobaan selanjutnya dengan metoda transformasi yang lebih bervariasi. Regenerasi tanaman Acacia mangium Willd yang telah ditransformasi Keberhasilan penelitian transformasi sangat ditentukan oleh metoda regenerasi dan transformasi yang digunakan. Setiap tanaman memiliki tingkat resistensi yang berbeda terhadap berbagai mekanisme ketahanan, bahkan satu spesies memiliki tingkat ketahanan yang berbeda.

48 Tabel 7 Persentase regenerasi eksplan pucuk dan batang yang telah ditransformasi setelah 8 minggu pada media seleksi dan 5 minggu pada media regenerasi Jenis eksplan - Jumlah eksplan yang - - telah Persentase regenerasi eksplan ditr&sformasi yang telah ditransformasi Pucuk 36 2/36 (53%) batang 24 2/24 (8,3%) Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase regenerasi eksplan batang yang telah ditransformasi lebih tinggi dibandingkan dengan eksplan pucuk yang telah ditransformasi yaitu sebesar 8,3% dibanding 53%. Komposisi media seleksi dapat juga digunakan sebagai media regenerasi selanjutnya. Pada penelitian ini, komposisi media seleksi dan media regenerasi adalah sama yaitu MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mg/l TDZ mg/l Carbenicillin, tetapi konsentrasi Kanamisin berbeda, yaitu pada media seleksi sebesar 400 mg/l sedangkan pada media regenerasi sebesar 100 mg/l. Kanarnisin masih tetap digunakan pada media regenerasi untuk menghindari tumbuhnya bakteri pada media regenerasi. Setelah rninggu ke 8 pada media seleksi, eksplan pucuk dan batang yang telah ditnmsforrnasi dipindahkan pada media regenerasi yang tidak mengandung 1 mg/l TDZ, untuk merangsang pertumbuhan akar. Penggunaan sistem seleksi antibiotik dilaporkan sering menyebabkan sebagian besar sel yang tertransformasi tidak atau sulit beregenerasi, diduga karena adanya penghambat pertumbuhan atau toksin yang dikelwkan dari sel nontransgenik yang mati atau karena terganggunya transportasi senyawa esensial melalui jaringan mati tersebut (Haldrup et al., 2001). Penggunaan antibiotik dilanjutkan pada media regenerasi (Yam et al., 2001) untuk menghindari berkembangnya Agrobacterium. Bakteri tidak terdeteksi pada media seleksi yang mengandung antibiotik, namun setelah dipindahkan pada media regenerasi yang tidak mengandung antibiotik bakteri muncul kembali.

49 Garnbar 6 Eksplan yang telah ditransformasi pada media regenerasi (A. eksplan pucuk, B. eksplan yang telah ditransforrnasi pada media MS + 0,25 mg/l IAA m&/l Carbenicillin mg/l Kanamisin. C. kalus, D. tunas majemuk, dan E. daun, pada media MS + 0,25 mg/l IAA + 1 mgll TDZ mg/l Carbenicillin rnd Kanamisin) Media regenerasi untuk pucuk, batang, kalus, tunas majemuk, dan daun yang telah ditransformasi adalah MS + 0,25 mga IAA + 1 mg/l TDZ mga Carbeniciliin mg/l Kanamisin. Khusus pucuk dan batang setelah 8 minggu dipindahkan pada MS + 0,25 mg/l IAA mg/l Carbenicillin mg/l Kanamisin. Tanarnan dalam satu genus atau bahkan satu spesies memiliki tingkat ketahanan yang berbeda. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi dari zat pengatur tumbuh dengan eksplan. Kondisi zat pengatur tumbuh pada eksplan tergantung dari zat pengatur tumbuh endogen dan zat pengatur tumbuh eksogen yang diserap dari media. Perimbangan sitokinin dan auksin yang tinggi secara umurn akan memacu pembentukan tunas, akan tetapi ha1 ini dipengaruhi oleh jenis eksplan, genotip, kondisi kultur, serta jenis sitokinin dan auksin yang digunakan.

50 Murthy dan Saxena (1994) menjelaskan bahwa aktifitas TDZ sebagai sitokinin dapat merangsang pembelahan sel dan differensiasi, juga dapat mempengaruhi aktifitas auksin dan zat pengatur tumbuh endogenus lainnya di dalam eksplan. Selain digunakan untuk menginduksi embrio somatik, TDZ pada saat ini banyak digunakan menginduksi tunas aksiler maupun tunas adventif pada berbagai tamman, sehingga dengan demikian TDZ digunakan untuk meregenerasikan sel-sel yang sudah ditransformasi pada percobaan transformasi genetik. Dari penelitian ini terlihat bahwa kemungkinan besar keseimbangan nisbah auksin sitokinin yang sesuai untuk pecahnya inisial tunas belum tercapai. Salisbury dun Ross (1995) menyatakan bahwa nisbah sitokinin dan auksin berperan penting dalam mengendalikan dominansi apikal. Davies (1995) menyatakan bahwa konsep keberhasilan zat pengatur tumbuh ditentukan antara lain oleh konsentrasi yang diberikan, sensitivitas jaringan, dan transportnya dalam jaringan target. Sekksi eksplan Acacia mztzgittm WiUd yang teiah ditransformasi pada beberapa konsentrasi Kanamisin Eksplan yang telah ditransforrnasi juga diseleksi pada beberapa konsentrasi Kanamisin yaitu 100 mg/l dan 200 mg/l. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketabanan eksplan yang telah ditransformasi pada beberapa konsentrasi Kanamisin lainnya. Kontrol mash bertahan pada media seleksi yang mengandung 100 mg/l Kanamisin, tetapi pertumbuhan eksplan sudah mulai terhambat pada konsentrasi 200 mg/l Kanamisin. Persentase hidup eksplan yang telah ditransformasi dapat dilihat pada Tabel 6. Eksplan yang telah ditransformasi pertumbuhannya berbeda dengan eksplan yang tidak ditransformasi, meskipun ditanam pada media seleksi yang sama. Pada eksplan yang telah ditransformasi, selain dipengaruhi oleh antibiotik yang terkandung pada media seleksi, pertumbuhan juga terhambat karena proses introduksi gen, sehingga menyebabkan tanaman menjadi stres dan pertumbuhan menjadi terhambat. Perbedaan pertumbuhan antara eksplan yang telah ditransformasi dengan eksplan yang tidak ditransformasi dapat dilihat pada Gambar 7.

51 Tabel 6 Persentase hidup kontrol dan eksplan yang telah ditransformasi pada media seleksi yang mengandung 100 mg/l dan 200 mg/l Kanamisin pada minggu ke 8 setelah tanam Jenis Konsentrasi Jwnlah Persentase Jumlah Persentase eksplan Kanamisin kontrol hidup eksplan telah hidup eksplan kontrol ditransformasi telah ditransformasi Pucuk (100%) (1000/o) Batang (100%) (1000/0) (60%) (1000/0) Kalus (100%) (100%) (80%) (100%) Tunas (40%) (60%) majemuk (20%) (60%) Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase hidup eksplan yang telah ditransformasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada eksplan daun, yaitu pada 100 mgfl Kanamisin sebesar 40% dan pada 200 mgfl Kanamisin 20%. Hal ini diduga disebabkan antara lain oleh perttmbuhan bakteri yang berlebihan dan antibiotik yang diberi pada media seleksi, sehingga eksplan daun tidak dapat bertahan hingga minggu ke delapan pada media seleksi. Pada hari ke tiga di media seleksi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan sudah mulai muncul. Meskipun pencucian dilakukan dengan antibiotik 225 mg/l Carbenicillin dengan cara pengocokan, bakteri masih tetap tumbuh. Eksplan daun yang telah ditransformasi yang terbebas dari bakteri masih dapat bertahan hingga minggu ke empat, tetapi pada minggu ke lima eksplan dam yang telah ditransformasi mulai browning. Eksplan pucuk dan batang yang telah ditransformasi belum beregenerasi hingga rninggu ke 3 pada media seleksi. Pada minggu ke 4, regenerasi mulai dapat diperhatikan yaitu berupa munculnya bakd tunas baru.

52 Gamba. 7 Eksplan Acacia mangium Willd setelah 8 minggu pada media seleksi (MS + 0,25 mgll IAA + 1 mg/l TDZ mga Carbenicillin mgll Kanamisin). A. pucuk, C. batang, E. kalus, G. tunas majemuk, dan I. dam yang belum ditransforrnasi. Semen- B. pucuk, D. batang, F. kalus, H. tunas majemuk, dan J. dam yang telah ditransforrnasi

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan

BAHAN DAN METODE. tumefaciens LBA4404 yang membawa gen xyloglucanase, gen nptii, dan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI, Cibinong, mulai bulan Agustus 2006 sarnpai dengan Agustus 2007.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kuliah 11 KULTUR JARINGAN GAHARU Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi KULTUR JARINGAN Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Teknik menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

Tentang Kultur Jaringan

Tentang Kultur Jaringan Tentang Kultur Jaringan Kontribusi dari Sani Wednesday, 13 June 2007 Terakhir diperbaharui Wednesday, 13 June 2007 Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen MaMt2 Transformasi genetik Oryza sativa L. kultivar Kasalath dan Nipponbare dilakukan menggunakan eksplan yang berupa kalus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima Respon awal eksplan leaflet yang ditanam pada media MS dengan picloram 16 µm untuk konsentrasi sukrosa 10,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Pisang termasuk ke dalam famili Musaceae. Famili Musaceae terdiri dari dua genera, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi atas empat kelompok, yaitu Australimusa,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Turi adalah tanaman leguminosa yang umumnya dimanfaatkan sebagai makanan ternak (pakan ternak). Tanaman leguminosa memiliki kandungan protein yang tinggi, begitu juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri dari 2 percobaan yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi BA dan varietas pisang (Ambon Kuning dan Raja Bulu)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.) Kultur jaringan merupakan teknik budidaya untuk meningkatkan produktifitas tanaman.

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Kacang Tanah Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Paramita Cahyaningrum Kuswandi (Email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 2 BIOTEKNOLOGI 1. PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI 2. METODE-METODE YANG DIGUNAKAN 3. MANFAAT BIOTEKNOLOGI DI BIDANG USAHA TANAMAN HIAS

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian kultur jaringan, mampu menguraikan tujuan dan manfaat kultur jaringan, mampu menjelaskan prospek kultur jaringan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Klasifikasi botani jarak pagar menurut Hambali et al. (2006) yaitu : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS 1 RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS Nurhafni Pembimbing : Dra. Yusmanidar Arifin, M. Si dan Milda Ernita, S. Si. MP

Lebih terperinci