4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANG BANGUN MODEL Konfigurasi Sistem Industri CPO Sistem industri CPO memiliki elemen-elemen yang banyak, begitu pula dengan rantai pasoknya. Elemen-elemen penyusun sistem industri CPO berdasarkan urutan entitas yang terlibat mulai dari hulu ke hilir adalah sebagai berikut: a. Kebun kelapa sawit; b. Pabrik minyak kelapa sawit; c. Industri hilir pengguna CPO; d. Pelanggan akhir. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang dipertimbangkan dibatasi pada kebun kelapa sawit (KKS), pabrik kelapa sawit (PKS) dan industri hilir inti minyak kelapa sawit. Dimana penghubung antar elemen-elemen tersebut adalah jaringan dan infrastruktur transportasi. Kebun kelapa sawit yang merupakan suplier bahan baku terdiri dari perkebunan sawit milik rakyat, perkebunan sawit milik negara (BUMN) dan perkebunan sawit milik swasta. Produsen CPO atau pabrik minyak kelapa sawit merupakan pengolah bahan baku tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kebun kelapa sawit menjadi CPO. Produsen CPO di Indonesia mayoritas milik Negara dan Swasta. Konsumen industri luar negeri minyak sawit meningkat secara signifikan baik dalam volume maupun nilai ekspornya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS, 2005). Pada tahun 2000 volume ekspor CPO baru mencapai ton dengan nilai US$ tetapi kemudian meningkat menjadi ton dengan nilai US$ pada tahun Menurut data dari Kementrian Perdagangan RI (2011) Hasil produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 yang baru saja berlalu sebesar 23 juta ton. Dari angka tersebut, 17,5 juta ton diekspor ke berbagai negara dengan China sebagai pembeli utama.

2 122 Hasil identifikasi sistem dengan batasan-batasan entitas sebagaimana yang telah dijelaskan dan dipaparkan sebelumnya, dapat digambarkan secara lengkap sebagai sebuah sistem rantai usaha agroindustri crude palm oil (CPO) sebagaimana yang digambarkan secara secara sedehana pada gambar Gambar 4-1. Perkebunan Kelapa Sawit Pabrik Kelapa Sawit Industri Inti Pasar Industri i = Indeks Kebun Kelapa Sawit In = indeks untuk Industri Inti j = Indeks Pabrik CPO m = indeks untuk pasar Gambar 4-1 Pemetaan Elem-elemen Rantai Usaha Agroindustri CPO Kebun kelapa sawit (KKS) menghasilkan tandan buah segar sebagai bahan baku pabrik minyak kelapa sawit (MKS). Tandan buah segar yang dihasilkan, sangat bergantung dengan umur dari tanaman tersebut. 3 tahun setelah penanaman, KKS dapat menghasilkan sekitar 7 ton per ha nya dan naik terus sampai tahun ke 12 sekitar 28 ton per ha. Selanjutnya produktivitas tanaman kelapa sawit akan menurun secara gradual sampai tahun ke 25 hanya menghasilkan sebesar 17 ton per ha nya. Setelah umur 25 tahun, tanaman kelapa sawit sudah tidak dimungkinkan untuk dipanen karena terlalu tinggi. Setiap ton produk minyak kelapa sawit secara normal membutuhkan kurang lebih 5 ton tandan buah segar (TBS) dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan (Pahan, 2010).

3 123 Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh PKS selanjutnya dikirimkan ke pelanggan untuk diproses lebih lanjut melalui pelabuhan-pelabuhan pemuatan yang terdekat dengan lokasi pabrik. Lokasi pelabuhan muat yang ada di Indonesia secara geographis pada umumnya berjarak cukup jauh dari PKS dan memiliki infrastruktur transportasi yang pada umumnya juga belum memadai dibandingkan dengan konstribusi dari komoditas ini terhadap pendapatan Negara. Di pelabuhan muat, sebelum MKS tersebut dikapalkan, kadangkala harus disimpan terlebih dahulu dalam tanki-tanki menunggu kedatangan kapal yang akan memuat ke pelabuhan tujuan. Keterbatasan tanki dan keterbatasan pelabuhan sangat mempengaruhi proses pengiriman dari produk minyak kelapa sawit ini. Selanjutnya MKS ini dikirimkan ke pelabuhan-pelabuhan tujuan yang membutuhkan komoditas tersebut. Kondisi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan akan mempengaruhi tipe alat transportasi laut yang digunakan. Semakin kecil volume komoditas yang diangkut tentu saja akan meningkatkan biaya transportasi dari komoditas MKS. Penjualan komoditas MKS sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor dibandingkan dengan pasar domestik Analisis Kebutuhan Pelaku-pelaku utama atau pihak-pihak yang berkepentingan yang terlibat atau yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan terkait dengan rantai pasok Agroindustri CPO adalah: 1. Pelaku Agroindustri CPO 2. Penyedia bahan baku TBS 3. Pembeli CPO (Konsumen) 4. Pemerintah 5. Lembaga Keuangan Adapun kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku yang teridentifikasi dalam hal ini adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4-1 berikut ini.

4 124 Tabel 4-1 Kebutuhan-Kebutuhan Para Pihak-Pihak yang Berkepentingan pada Agroindustri CPO NO STAKEHOLDER KEBUTUHAN STAKEHOLDER 1 Pelaku Agroindustri CPO a. Mendapatkan pasokan bahan baku (TBS) yang berkualitas dengan harga yang pantas dan dalam jumlah yang cukup. b. Kontinyuitas supplai bahan baku. c. Kemudahan mendistribusikan produk ke pelanggan. d. Biaya distribusi produk yang minimal. e. Harga jual yang bersaing. f. Terpenuhinya permintaan pelanggan. g. Keuntungan yang layak dari industrinya. h. Pengembangan usaha 2 Penyedia Bahan Baku TBS 3 Pembeli CPO (Konsumen) a. Kemudahan dalam mendapatkan pembeli komoditasnya b. Waktu tempuh menuju pembeli CPO (PKS) kurang dari 8 jam. c. Biaya transportasi yang serendahrendahnya. d. Harga jual komoditas yang sesuai dan bersaing e. Memperoleh keuntungan yang layak a. Kemudahan mendapatkan produk CPO b. Harga beli yang sesuai dan bersaing c. Kualitas CPO yang sesuai. d. Kontinyuitas pasokan. 4 Pemerintah a. Peningkatan pendapatan daerah b. Peningkatan pajak c. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui proyek investasi infrastruktur yang cerdas. 5 Lembaga Keuangan a. Penyaluran dana yang optimal b. Kelancaran pengembalian kredit Penyusunan Konseptual Sistem Konseptual sistem sudah tergambarkan pada identifikasi sistem yang telah dilakukan di awal. Dari identifikasi sistem tersebut diketahui struktur sistem yang sedang dianalisis. Untuk memperkuat konseptual sistem, dibuat diagram sebab akibat (causal loop diagram). Diagram sebab akibat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antar elemen yang menunjukkan kedinamisan dari

5 125 sistem. Causal loop yang menggambarkan kondisi industri CPO Indonesia adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-2. Gambar 4-2 Causal Loop Sistem Usaha Agroindustri CPO Gambar 4-2 merupakan gambar causal loop yang terdiri dari elemenelemen sistem penyusun rantai usaha CPO yang memiliki hubungan timbal balik antar anggota elemen. Hubungan timbal balik antar elemen dalam causal loop dapat berupa hubungan positif atau negatif. Hubungan positif terjadi jika nilai suatu elemen mengalami peningkatan maka menyebabkan peningkatan pada nilai elemen yang lainnya, atau jika nilai suatu elemen mengalami penurunan maka akan menyebabkan nilai elemen yang lain menjadi turun. Sebaliknya causal negatif antara satu elemen dengan elemen yang lain terjadi apabila peningkatan nilai suatu elemen tertentu akan menyebabkan nilai elemen yang lain turun atau sebaliknya. Investasi pada sebuah usaha tidak terkecuali pada agroindustri CPO bagaimanpun akan memiliki tujuan utama yaitu untuk memperoleh keuntungan (Pearce dan Robinson, 2011). Investasi ini dapat memiliki sumber pendanaan dari Investor/Pengusaha, Perbankan, Lembaga Keuangan Lainnya, Masyarakat (untuk

6 126 perusahaan publik), maupun Pemerintah. Aktiva produktif yang berasal dari investasi ini selanjutnya dioperasikan sedemikian hingga untuk memperoleh keuntungan. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4-3, keuntungan yang diperoleh akan kembali ke pemilik modal baik itu pengusahanya sendiri, perbankan, lembaga keuangan lainnya maupun masyarakat (pada perusahaan publik). Sebuah usaha yang memiliki keuntungan, harus menyetorkan sebagian dari keuntungannya juga sesuai dengan aturan yang ada ke Pemerintah berupa pajak. Pendapatan Penjualan CPO Investor/Pengusaha Perbankan Agroindustri CPO, Industri Hilir CPO, Infrastruktur Transportasi, Utilitas, dll - Keuntungan Industri CPO Lembaga Keuangan Lainnya Investasi Masyarakat Biaya Produk CPO Pemerintah Gambar 4-3 Siklus Usaha Industri CPO Keuntungan yang diperoleh industri CPO bersumber dari pendapatan penjualan dari produk CPO yang dihasilkan dikurangi oleh biaya-biaya untuk menghasilkan produk CPO. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh, sangat bergantung dengan selisih antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan (Gambar 4-3). Pendapatan penjualan CPO dipengaruhi oleh kuantitas penjualan dan harga jual dari komoditas CPO. Kuantitas penjualan ditentukan oleh permintaan dari industri hilir yang menggunakan bahan baku CPO seperti industri minyak goreng, oleochemical, sabun, margarin dan lain sebagainya, persediaan CPO yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit dan ketersediaan infrastruktur transportasi yang menghubungkan antara pabrik dengan pelanggan. Produksi CPO akan berjalan dengan lancar sesuai dengan kapasitas produksi yang ditentukan jika tersedia bahan baku tandan buah segar (TBS) yang cukup untuk memenuhi produksi yang ada. Ketersediaan tandan buah segar ini

7 127 sangat bergantung dengan produksi dari kebun kelapa sawit dan infrastruktur transportasi yang menghubungkan antara kebun kelapa sawit dengan pabrik minyak kelapa sawit. Produksi tandan buah segar dari kebun kelapa sawit dipengaruhi oleh luasan lahan yang dipergunakan untuk perkebunan dan produktivitas yang juga memiliki hubungan yang erat dengan umur tanaman kelapa sawit. Permintaan CPO dari industri hilir bergantung dengan jumlah dan konsumsi industri hilir yang membutuhkan bahan baku CPO. Jumlah dan konsumsi dari industri hilir terhadap produk CPO dipengaruhi oleh investasi pada industri hilir yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun milik Negara. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, keuntungan juga dipengaruhi oleh biaya yang terjadi atas aktivitas usaha yang dilakukan. Biaya produk dari CPO terdiri dari harga pokok produksi yang dihasilkan atas produksi CPO dan beban-beban yang harus ditanggung oleh industri tersebut termasuk dalam hal ini adalah beban transportasi atau distribusi produk menuju ke arah pelanggan. Beban transportasi tersebut bisa saja ditanggung oleh pelanggan sendiri (free on Board atau free on truck) ataupun ditanggung oleh industri CPO (cost, insurance and freight). Namun, bagaimanapun pada dasarnya tetap akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh atas penjualan produk CPO. Ketersediaan infrastruktur transportasi yang merupakan elemen yang sangat kritikal agar industri CPO ini dapat berjalan secara berkesinambungan sangat bergantung pada investasi yang dilakukan oleh pihak swasta maupun Pemerintah. Sumber dana dari pihak swasta bisa bersumber dari modal sendiri. pinjaman atau dana masyarakat. Sementara investasi untuk infrastruktur transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah dapat bersumber dari pajak yang diperoleh maupun dari sumber-sumber lainnya. Sebagaimana yang telah tergambarkan diatas, bagaimanapun ketersediaan dan kualitas dari infrastruktur transportasi akan sangat menentukan berjalannya aliran yang berkesinambungan dari komoditas produk CPO ini. Karena potensi industri ini di Indonesia

8 128 khususnya di kalimantan yang besar, sudah seharusnya Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi untuk dapat menyediakan infrastruktur ini dengan baik Diagram Input-Output Hal penting berikutnya yang harus dilakukan adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab akibat ke dalam konsep kotak gelap (black-box diagram). Diagram input-output untuk model pendukung keputusan pengembangan agroindustri CPO disajikan pada Gambar 4-4. INPUT TAK TERKENDALI Permintaan pasar Kondisi alam Tingkat suku bunga Harga bahan bakar Harga pasar CPO Pesaing (produksi dan harga jualnya) INPUT LINGKUNGAN Kebijakan pemerintah Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan OUTPUT DIKEHENDAKI Pasokan bahan baku (TBS) yang berkualitas, harga yang pantas dan dalam jumlah yang cukup. Kontinyuitas supplai bahan baku. Pemenuhan permintaan pasar/ pelanggan. Biaya distribusi yang rendah. Harga jual yang bersaing. MODEL PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI CPO INPUT TERKENDALI Volume produksi Penyediaan lahan Investasi untuk fasilitas pada node transportasi Investasi pada fasilitas link transportasi. Kapasitas pada node jaringan transportasi OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Fluktuasi biaya dan harga Supplai terhambat Keuntungan tidak layak. MANAJEMEN TRANSPORTASI Gambar 4-4 Diagram Input-Output Model Pendukung Keputusan Pengembangan Agroindustri CPO Ouput Dikehendaki Sebagaimana yang telah teridentifikasi pada analisa kebutuhan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri CPO, ada beberapa output yang harus harus dihasilkan dan menjadi tugas dari model yang dibangun. Beberapa output yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan pasokan bahan baku (TBS) dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. b. Mendapatkan pasokan bahan baku TBS yang berkualitas. Kualitas bahan baku tandan buah segar (TBS) sangat bergantung dengan kecepatan supply dari kebun kelapa sawit menuju ke pabrik minyak kelapa sawit sejak penebangan sampai di proses di pabrik minyak kelapa sawit.

9 129 Kualitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan merupakan fungsi waktu dari sejak penebangan sampai diproses. c. Mendapatkan pasokan bahan baku dengan harga yang pantas. d. Kontinyuitas supplai bahan baku. e. Kemudahan mendistribusikan produk ke pelanggan. f. Biaya distribusi produk yang minimal. g. Terpenuhinya permintaan pelanggan. h. Keuntungan yang layak dari industrinya Output Tidak Dikehendaki Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.beberapa pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem adalah sebagai berikut: a. Fluktuasi harga dan biaya b. Supplai terhambat c. Keuntungan tidak layak Input Terkendali Input terkendali disini merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsi yang dikehendaki dan sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya. Beberapa input terkendali dalam sistem pengembangan industri ini adalah sebagai berikut: a. Volume produksi industri CPO b. Luasan lahan perkebunan sawit c. Produktivitas tanaman d. Investasi jaringan transportasi e. Investasi pelabuhan dan infrastruktur industri hilir inti f. Jumlah alat angkut g. Jenis alat angkut h. Modal i. Jumlah dan Kapasitas tanki timbun di pelabuhan Input Tak Terkendali Input tak terkendali merupakan input yang tidak cukup penting peranannya dalam mengubah sistem namun diperlukan agar sistem dapat berfungsi. Input tak terkendali dalam sistem yang dibangun ini antara lain:

10 130 a. Permintaan pasar b. Kondisi alam c. Tingkat suku bunga d. Harga bahan bakar e. Harga komoditas CPO f. Produksi pesaing dan harga jualnya. g. Nilai tukar Input Lingkungan Input lingkungan yang mempengaruhi keputusan pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit antara lain terkait dengan (a) Kebijakan pemerintah; (b) Kondisi sosial; (c) Kondisi ekonomi; dan (d) Kondisi lingkungan Rancangan Basis Data Proses Digitasi dan Konversi Data Data-data spasial yang terkait dengan agroindustri CPO sebagian diidentifikasi melalui survey langsung dengan menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS). Sementara beberapa data spasial yang telah tersedia dengan baik, dalam format hard copy maupun digital, dilakukan proses digitasi untuk memudahkan pengolahan. Pendigitasian dilakukan pada peta kabupaten Kutei Timur dengan cara manual menggunakan perangkat lunak Autocad. Selanjutnya data yang telah didigitasi tersebut dikonversi kedalam format SHP file dari ESRI Data Entitas, Atribut dan Relasinya Sebagaimana yang terlah teridentifikasi pada konfigurasi sistem industri CPO yang telah digambarkan sebelumnya, ada beberapa entitas spasial yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pengembangan indutri hilir inti minyak kelapa sawit ini. Entitas-entitas tersebut antara lain adalah kebun kelapa sawit, pabrik minyak kelapa sawit, jaringan jalan, industri hilir serta lahan yang tersedia. Atribut-atribut dari entitas ini baik yang bersifat spasial maupun non spasial diidentifikasi dan disesuaikan dengan tujuan dari sistem pendukung keputusan yang dikembangkan.

11 131 Entitas-entitas yang telah teridentifikasi diatas selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk basis data. Entitas, atribut-atribut yang penting dan keterkaitan antar entitas yang yang menjadi bangunan dari sistem basis data pendukung keputusan pengembangan industri ini digambarkan pada Gambar 4-5 berikut ini. Jalan PK Propinsi ID_Propinsi Nama_Propinsi PK,FK1,FK2,FK3 FK5 FK4 Kabupaten ID_Kabupaten ID_Propinsi ID_KKS ID_PKS ID_Jalan ID_Jalur PK FK2 ID_Jalur ID_Kabupaten Nama_Jalur Longitude Lattitude Length Kondisi Biaya KecMax Max Berat PK FK5 KKS ID_KKS ID_Kabupaten Nama_KKS Longitude Lattitude Luas_Areal Tahun_Tanam Produktivitas_KKS PK ID_Umur Produktivitas PK FK2 PKS ID_PKS ID_Kabupaten Nama_PKS Longitude Lattitude Kapasitas_Produksi PK Alat_Angkut ID_Alat_Angkut Kapasitas Kecepatan_Max Biaya PK Tahun ID_Tahun Tahun Supply KKS FK2 ID_KKS FK3 ID_Tahun FK4 ID_Umur FK1 FK2 FK4 FK3 SP KKS-PKS ID_KKS ID_PKS ID_AlatAngkut ID_Jalur Cost ID_Alat_Angkut SP PKS-PORT FK2 ID_PKS FK1 ID_Pelabuhan ID_AlatAngkut FK4 ID_Jalur Cost FK3 ID_Alat_Angkut PK Pelabuhan ID_Pelabuhan Nama_Pelabuhan Lattitude Longitude Kedalaman Loading Rate Unloading Rate Kapasitas Tanki Gambar 4-5 Keterkaitan antar Entitas Pembangun Basis Data Sistem Pendukung Keputusan Spasial Pengembangan Industri Hilir CPO Rancangan Peta Tematik pada GIS Atas dasar konfigurasi sistem dan entitas yang terlibat dalam sistem agroindustri minyak kelapa sawit ini, selanjutnya dapat dirancang model sistem informasi geografis yang terbagi menjadi beberapa peta tematik seperti yang tergambar pada Gambar 4-6 berikut ini.

12 132 Jalan (x,y) Pelabuhan (x,y) Pabrik CPO (x,y) KKS (x,y) Kabupaten (Poligon) Propinsi (Poligon) Gambar 4-6 Theme-theme dalam Sistem Informasi Geografis yang Dibangun Secara lebih rinci, peta-peta tematik yang menyimpan data-data spasial maupun non spasial pada sistem pendukung keputusan ini ditampilkan dalam bentuk visual masing-masing sebagai berikut: 1. Peta Propinsi di Indonesia Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi yang ada di Indonesia. File data shapefile peta Propinsi di Indonesia tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-7.

13 133 Gambar 4-7 Peta Propinsi di Indonesia 2. Peta Kabupaten di Indonesia Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi yang ada di Indonesia. Terdapat 440 record kabupaten yang ada di Indonesia. File data shapefile peta Propinsi di Indonesia tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-8. Gambar 4-8 Peta Kabupaten di Indonesia

14 Peta Propinsi Kalimantan Timur Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Terdapat 13 record kabupaten yang ada di Propinsi Kalimantan Timur. File data shapefile peta Kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-9. Gambar 4-9 Peta Wilayah Kalimantan Timur 4. Peta Area Kebun Kelapa Sawit (Poligon) Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai area kebun kelapa sawit yang berada di Kabupaten Kutei Timur dan beberapa kebun kelapa sawit terdekat.

15 HK L KL J LS I1 LS I PS U SK P RK P1 TS S MA J SY B RK P PB J BH ST JMS MA S S S KA J PMM SK L MS P CS L PB P 135 Shapefile peta dari area kebun kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur yang didigitasi dari peta yang tersedia dapat dilihat pada Gambar 4-10 berikut ini. K K S K a b u p a t e n I n d o n e s i a K a b. B e r a u K a b. B u l u n g a n K a b. K u t a i K a b. K u t a i B a r a t K a b. K u t a i T i m u r K a b. M a l i n a u K a b. N u n u k a n K a b. P a s i r K a b. P e n a j a m P a s e r U t a r a K o t a B a l i k p a p a n K o t a B o n t a n g K o t a S a m a r i n d a K o t a T a r a k a n N W E M i l e s S Gambar 4-10 Peta Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur 5. Peta Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur (Centroid Point) Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai titik-titik kebun kelapa sawit yang berada di Kabupaten Kutei Timur dan pemiliknya. Shapefile peta dari titik-titik centroid kebun kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur dapat dilihat pada Gambar 4-11 berikut ini.

16 136 #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y#Y#Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y#Y #Y #Y#Y #Y#Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y K K S N O D E K a b u p a t e n I n d o n e s i a W N S E K i l o m e t e r s Gambar 4-11 Peta Centroid Point Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur 6. Peta Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai titik-titik pabrik minyak kelapa sawit (PKS) yang berada di Kabupaten Kutei Timur. Shapefile peta dari titik-titik pabrik minyak kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur atas dasar survey yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4-12 berikut ini. Gambar 4-12 Peta Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur

17 Peta Jaringan Jalan di Kutei Timur Jaringan jalan di kabupaten Kutei Timur diperoleh dari hasil survey langsung pada jalan-jalan utama dan digitasi dari peta jalan yang diperoleh dari Bakosutranal tahun Adapun peta jaringan jalan di kabupaten Kutei Timur dan kabupatenkabupaten terdekat di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar N W E K i l o m e t e r s S Gambar 4-13 Peta Jalan di Kutei Timur dan Kabupaten Terdekat Rancang Bangun Sub Sistem Model Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada, sistem pendukung keputusan pengembangan industri berbasis spasial ini melibatkan beberapa model dengan fungsi-fungsi yang berbeda antara lain: a. Model GIS Model sistem informasi geographis digunakan untuk menyimpan data-data spasial dan non spasial yang siap untuk diolah. Model ini digunakan untuk meningkatkan akurasi dari atribut-atribut yang diolah dari elemen-elemen spasial yang ada. Dengan menggunakan teknologi GPS dan digitasi,

18 138 lokasi-lokasi yang berada di permukaan Bumi akan teridentifikasi dengan tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu. Model GIS ini sudah didiskusikan pada sub bab sebelumnya. b. Model Analisis Spasial Model analisis spasial digunakan untuk mengolah data spasial yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan (potensi) hubungan (relationships) atau pola-pola yang (mungkin) terdapat diantara unsurunsur geographis yang terkandung di dalam data-data digital dengan batasbatas wilayah studi tertentu. c. Model optimasi shortest path Model ini merupakan bagian dari analisis spasial untuk menentukan jalur yang terbaik atas dasar cost yang terendah. Algoritma Djikstra berfungsi untuk mendapatkan jalur/lintasan yang terbaik untuk membawa bahan baku tandan buah segar dari beberapa kebun kelapa sawit yang potensial menuju ke pabrik minyak kelapa sawit. Demikian juga untuk menemukan jalur yang terbaik dari pabrik minyak kelapa sawit menuju ke pelabuhan muat. d. Model Interaksi Spasial Penentuan Volume Interaksi Model ini menggunakan model matematis programma linier digunakan untuk mendapatkan alokasi supplai bahan baku yang terbaik dari kebun kelapa sawit yang potensial menuju ke pabrik kelapa sawit demikian juga dari pabrik kelapa sawit menuju ke alternatif pengembangan industri. e. Model Simulasi Discrete Event Simulation Model simulasi digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi interaksi spasial yang terbangun serta untuk menentukan kebutuhan fasilitas tanki timbun dan volumenya pada pelabuhan dalam memenuhi permintaan atau volume angkutan dari pabrik minyak kelapa sawit yang membutuhkan.

19 139 g. Model Valuasi Usaha Model valuasi usaha ini digunakan untuk menilai investasi infrastruktur untuk pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit. Model ini akan melihat value (nilai) dari kawasan industri yang dibangun dengan mempertimbangkan hasil dari analisis yang sebelumnya. Model keuangan yang dibangun disamping untuk melakukan valuasi usaha sekaligus akan digunakan untuk melihat profil risiko atas parameter-parameter utama yang menentukan nilai dari usaha investasi pengembangan kawasan industri hilir minyak kelapa sawit yang direncanakan Rancang Bangun User Interface Perangkat lunak SDSS yang dibangun mengintegrasikan model-model yang dikembangkan dengan fasilitas spreadsheet untuk memudahkan perhitungan proyeksi yang dikendalikan oleh model matematis yang diotomatisasikan dengan menggunakan VBA. Perangkat lunak tersebut diintegrasikan dengan perangkat lunak GIS untuk melakukan analisis spasial yang dibutuhkan dan visualisasi tampilan input maupun output. Gambaran dari rancangan antar muka perangkat SDSS yang dibangun dapat dilihat pada Gambar Gambar 4-14 Menu Utama SDSS

20 APLIKASI MODEL DAN VERIFIKASI Lokasi Pengujian Model Model diaplikasikan pada wilayah Kabupaten Kutei Timur yang memiliki potensi pengembangan agroindustri berbasis kelapa sawit sebagaimana yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Timur maupun Pemerintah Pusat (MenkoEkuin, 2011). Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah menetapkan batasan wilayah Agropolitan Sangsaka 1, dimana Maloy sebagai pusat Agroindustri dan pusat pertumbuhan(nugroho, 2008). Kabupaten Kutai Timur sendiri merupakan salah satu wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai dibentuk berdasarkan UU No. 47 Tahun 1999 tentang pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten. Secara geografis,wilayah Kabupaten Kutai Timur berada pada posisi '26'' BT '19'' BB dan 1 17'1'' LS '39''. Menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutei Timur (BapedaKutim, 2011), wilayah Kutei Timur memiliki luas ,50 Km2 atau 17% dari luas Propinsi Kalimantan Timur.Sebagaimana yang tergambar pada Gambar 4-15, batas utara wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, sebelah timur dengan Selat Makassar, sebelah selatan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebelah barat dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten Kutai Timur memiliki 18 wilayah kecamatan(bps, 2011), yakni Kecamatan Sangatta (Ibukota Kabupaten/Ibukota Kecamatan Sangkulirang), Kec. Muara Bengkal, Kec. Muara Ancalong, dan Kec. Muara Wahau,Telen, Sandaran, Busang, Kaliorang, Kongbeng, Bengalon, Rantau Pulung, Sangatta Selatan, Teluk Pandan, Karangan, Kaubun, Batu Ampar dan Long Masengat. Total ada sejumlah 135 desa yang tersebar di kecamatankecamatan yang ada di Kutei Timur(BPS, 2011). Peta wilayah Kabupaten Kutei Timur diperlihatkan pada Gambar Singkatan dari Sangkulirang, Sangata dan Kaliurang, nama wilayah di kabupaten Kutei Timur

21 141 Gambar 4-15 Peta Wilayah Kabupaten Kutei Timur Potensi dan Luas Lahan Perkebunan Kelapa sawit adalah salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak. Berdasarkan data agroklimat, tanaman kelapa sawit sangat cocok ditanam dan diusahakan baik oleh perorangan, kelompok maupun perusahaan. Kesesuaian agroklimat dan ketersediaan lahan disertai dengan kemudahan-kemudahan regulasi yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah, tampaknya berhasil mengundang minat investor untuk berusaha di bidang kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Kehadiran investor berusaha pada komoditi kelapa sawit akan memberikan pengaruh signifikan, hal ini ditandai dengan tingginya animo masyarakat untuk berusaha di bidang kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Pengembangan pertanian khususnya komoditas kelapa sawit merupakan program strategis yang menjadi prioritas pembangunan ekonomi bagi Pemerintah Daerah Kutei Timur dan didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Program Percepatan Ekonomi (MenkoEkuin, 2011) dan Sistem Logistik Nasional(Tamboen, Dewandhono et al., 2008), yang dikenal dengan Sejuta Hektar Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur. Sejak dicanangkan tahun 2005 hingga 2010, luas tanaman kelapa sawit sudah mencapai ,97 ha (BPS,

22 ) dengan produksi (TBS) sebanyak ,71 ton. Sentra tanaman kelapa sawit di Kutei Timur berada di Kecamatan Wahau dengan luas 8.538,85 ha, Kecamatan Kaubun ha dan Kecamatan Bengalon 5.020,39 ha. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Kutei Timur berdasarkan data BPS (2011) sebagian besar bekerja di bidang Pertanian 54,1%, sisanya bekerja di sektor lain yaitu Pertambangan 12,8%, Industri 2,4%, Listrik dan Air Minum 1,0%, Konstruksi 2%, Perdagangan, Hotel dan Restoran, 12,3%, Angkutan dan Komunikasi 2,3%, Keuangan 1,4% dan Jasa 11,7%. Sesuai dengan kondisi wilayah, agroklimat serta budaya masyarakat di Kabupaten Kutei Timur, pengembangan komoditi perkebunan kelapa sawit dari hulu sampai hilir sangat menjanjikan, terlebih lagi adanya dukungan dari Pemerintah, Swasta dan Perbankan. Perkembangan luas areal dari tahun ke tahun tampaknya tidak diikuti oleh sarana pengolahan, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran. Masyarakat petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam kegiatan off-farm dan hanya terbatas pada on-farm. Demikian juga pesatnya pertumbuhan perkebunan kelapa sawit belum ditunjang oleh infrastruktur pelabuhan yang memadai untuk saat ini sehingga pabrik-pabrik minyak kelapa sawit yang ada banyak yang harus membawa hasil produksinya ke pelabuhan di luar kabupaten Kutei Timur yang berjarak jauh dari lokasi pabrik dengan konsekuensi biaya produk menjadi lebih tinggi akibat biaya transportasi. Bertitik tolak dari kekurangan dan permasalahan diatas, maka untuk meningkatkan nilai tambah pada kegiatan off-farm sekaligus meningkatkan pendapatan petani, langkah implementasi yang dilakukan adalah mendirikan atau mengembangkan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Pabrik pengolahan kelapa sawit yang didirikan dalam rangka mendukung dan memberikan nilai tambah pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat atau kelompok tani akan dapat mengisi pasar domestik, sedangkan CPO yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar Swasta untuk tujuan ekspor.

23 Identifikasi Sumber Bahan Baku dengan GIS Bahan baku agroindustri minyak kelapa sawit berasal dari perkebunan kelapa sawit yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Kutei Timur. Sebaran dari perkebunan kelapa sawit di Kutei Timur diperlihatkan pada output dari sistem informasi geografis yang dibangun dalam penelitian ini sebagaimana terlihat pada Gambar Terdapat 160 Kebun yang teridentifikasi di Kabupaten Kutei Timur. Secara lengkap daftar kebun kelapa sawit yang ada di Kabupaten Kutei Timur dilampirkan pada Lampiran 1. Gambar 4-16 Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur Dari 160 kebun kelapa sawit yang tersebar di kabupaten Kutei Timur, sebagian besar (68,8%) dimiliki oleh perusahaan swasta (110 areal kebun), sebagian lagi sebesar 0,6% dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (1 areal kebun) dan sisanya sebanyak 30,6% dimiliki oleh Koperasi Masyarakat (49 areal kebun). Secara spasial atas dasar kepemilikan areal kebun kelapa sawit, diperlihatkan pada peta di Gambar 4-17.

24 144 N KKS PO LIG ON BUM N W Kop erasi Sw asta S Kabupaten Indonesia E Kilometers Gambar 4-17 Sebaran Kebun Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikan Perhitungan Luasan Kebun Menggunakan Analisis Spasial Dengan menggunakan analisis spasial luasan pada poligon-poligon konsesi kebun kelapa sawit yang terdapat di Kabupaten Kutei Timur, diperoleh perkebunan kelapa sawit di Kutei Timur adalah seluas m2 atau seluas 7.215,48 km2. Kalau dikonversi ke ha, maka diperoleh luasan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur seluas ha. Tabel 4-2 berikut ini memperlihatkan jumlah dan luasan kebun kelapa sawit berdasarkan kepemilikannya hasil dari pengolahan data dengan menggunakan GIS. Tabel 4-2 Konsesi Lahan Perkebunan Sawit di Kutei Timur No Pemilik Jumlah Luas (ha) 1 BUMN Koperasi Swasta Jumlah Dari luasan tersebut, yang telah ditanami lebih kurang ha. BUMN 75%, Koperasi dan Masyarakat 100% dan Swasta 52,9%.

25 Jumlah Kebun Potensi Supplai Bahan Baku TBS Produktivitas tanaman kelapa sawit bergantung dari umur tanamannya (Pahan, 2010). Atas dasar data-data yang tersedia, diperoleh gambaran jumlah kebun kelapa sawit berdasarkan estimasi umurnya sebagaimana yang diperlihatkan pada histrogram pada Gambar Umur Tanaman Kelapa Sawit Gambar 4-18 Histogram Jumlah Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur Berdasarkan Umur Tanaman Berdasarkan atas estimasi produktivitas dari masing-masing kebun kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur, dapat diperkirakan jumlah produksi atau kapasitas supplai tandan buah segar dari perkebunan-perkebunan yang ada. Dengan menggunakan data yang ada, estimasi kapasitas atau kemampuan supplai bahan baku berupa tandan buah segar dari perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur pada tahun 2012 adalah sebesar ton. Produksi tandan buah segar dari masing-masing kelompok pemilik kebun diperlihatkan padatabel 4-3 dan Gambar 4-19

26 146 Tabel 4-3 Kapasitas Supplai Tandan Buah Segar di Kabupaten Kutei Timur No Pemilik Jumlah Produksi (Ton) 1 BUMN Koperasi Swasta Jumlah Estimasi Produksi TBS (Ton) 6% 13% 81% BUMN Koperasi Swasta Gambar 4-19 Produksi Tandan Buah Segar di Kutei Timur Identifikasi Agroindustri CPO dengan GPS Pabrik minyak kelapa sawit umumnya berada di dekat perkebunan kelapa sawit karena alasan teknis yang terkait dengan kualitas. Teknologi GPS dalam hal ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi pabrik minyak kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Perangkat GPS yang digunakan adalah GPS Garmin tipe 60CSX dengan tingkat ketelitian sampai 4m. Dengan menggunakan perangkat GPS tersebut diperoleh titik-titik pabrik minyak kelapa sawit di Kutei Timur seperti yang digambarkan pada Gambar 4-20.

27 147 Gambar 4-20 Titik-titik Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur Terdapat 12 titik pabrik minyak kelapa sawit yang teridentifikasi yang kesemuanya dimiliki oleh perusahaan swasta nasional sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 4-4. Tabel 4-4 Daftar Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur dan Koordinat Lokasinya NO KODE LONGITUDE LATTITUDE 1 PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS Catatan: Proyeksi yang digunakan adalah UTM WGS 1984 Zone 50N Kapasitas Pabrik dan Kebutuhan Bahan Baku Kapasitas pabrik minyak kelapa sawit untuk masing-masing pabrik yang teridentifikasi sebelumnya diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kutei Timur. Dengan menggunakan asumsi rata-rata jam operasi pabrik adalah 20 jam

28 148 sehari dan pabrik beroperasi selama 300 hari per tahunnya, serta rata-rata rendemen 20% sebagaimana yang dilaporkan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur, diperoleh kebutuhan baku sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 4-5. Tabel 4-5 Kapasitas Pabrik dan Perkiraan Kebutuhan Bahan Baku Tandan Buah Segar pada tahun 2012 DE PERUSAHAAN NO KODE KAPASITAS PERUSAHAAN JAM HARI KAPASITAS KEBUTUHAN JAM HARI KEBUTUHAN (TON OPERASI/ OPERASI/ (TON TBS/TAHUN OPERASI/ OPERASI/ TBS/TAHUN TBS/JAM) HARI TAHUN TBS/JAM) HARI TAHUN 1 Telen Prima Sentosa Pt. 1 PKS001 Telen Prima Sentosa 45 Pt Tapian Nadenggan Pt. 2 PKS002 Tapian Nadenggan 40 Pt Kresna Duta Agroindo 3Pt. PKS003 Kresna Duta Agroindo 30 Pt Swakarsa Sinar Sentosa 4 PKS004 Pt. Swakarsa Sinar 90Sentosa Pt Karya Nusa Eka Daya 5Pt. PKS005 Karya Nusa Eka 45 Daya Pt Kresna Duta Agroindo 6Pt. PKS006 Kresna Duta Agroindo 15 Pt Etam Bersama Lestari 7Pt. PKS007 Etam Bersama 30 Lestari Pt Sumber Kharisma Persada 8 PKS008 Pt. Sumber Kharisma 45 Persada Pt Multi Pasifik Internasional 9 PKS009 Pt. Multi Pasifik Internasional 45 Pt Sawit Prima Nusantara 10Pt. PKS010 Sawit Prima Nusantara 45 Pt Gunta Samba Pt. 11 PKS011 Gunta Samba Pt Gunta Samba Pt. 12 PKS012 Gunta Samba Pt JUMLAH JUMLAH Total kapasitas terpasang per tahun pabrik minyak kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur adalah sebesar 505 ton per jam. Perkiraan kebutuhan bahan baku tandan buah segar yang dihasilkan oleh kebun kelapa sawit sebesar adalah sebanyak ton pada tahun Analisis Shortage/Surplus Secara agregat, berdasarkan analisis dan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diperkirakan kondisi demand dan supplai tandan buah segar yang ada di daerah Kabupaten Kutei Timur. Grafik pada Gambar 4-21 menunjukkan proyeksi kapasitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur dan proyeksi kebutuhan bahan bakunya. Berdasarkan gambaran pada Gambar 4-21, apat dilihat bahwa di Kabupaten Kutei Timur terdapat kekurangan kapasitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pada tahun 2012 dan sesudahnya. Apabila tidak ada penambahan kapasitas pabrik ke depannya, maka cukup banyak pekebun yang tidak dapat memasarkan produk hasil pertanyaannya di daerah Kutei Timur. Petani mungkin harus membawa hasil pertaniannya ke luar daerah Kutei Timur atau mungkin

29 149 harus menutup perkebunannya atau menggantikannya dengan komoditas yang lainnya. Sebagaimana kondisi yang ada di lapangan, cukup banyak hasil produksi kebun kelapa sawit yang diproses di daerah lain karena keterbatasan kapasitas yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan peningkatan kapasitas pabrik minyak kelapa sawit di Kutei Timur agar rencana Pemerintah untuk menjadikan daerah ini sebagai pusat klaster industri minyak kelapa sawit dan turunannya dapat terlaksana dengan baik. Kondisi shortage yang setelah tahun 2012 berangsur-angsur menurun jika tidak ada penambahan kapasitas pabrik baru dan juga tidak perubahan volume produksi dari perkebunan yang ada. Penurunan shortage ini terjadi karena umur tanaman kelapa sawit yang semakin tua dan semakin menurun produktivitasnya. Namun, dalam 10 tahun ke depan apabila tidak terjadi perubahan kapasitas pada perkebunan dan industri pengolahan minyak kelapa sawit, maka kondisi shortage ini akan terjadi sampai 10 tahun ke depan dan beberapa tahun berikutnya. Analisis Shortage/Surplus Kapasitas Pabrik Pengolahan MKS 12,000,000-10,000,000 (1,000,000) (2,000,000) 8,000,000 (3,000,000) 6,000,000 (4,000,000) (5,000,000) 4,000,000 (6,000,000) 2,000,000 (7,000,000) (8,000,000) Kebutuhan KKS 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, 3,030, Supply KKS 4,993, 7,237, 8,710, 9,845, 10,701 11,196 11,283 11,166 11,081 10,952 10,780 10,277 9,878, Surplus/Shortage (1,963 (4,207 (5,680 (6,815 (7,671 (8,166 (8,253 (8,136 (8,051 (7,922 (7,750 (7,247 (6,848 (9,000,000) Kebutuhan KKS Supply KKS Surplus/Shortage Gambar 4-21 Analisis Surplus/Shortage Kapasitas Pabrik

30 Identifikasi Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Melihat kondisi jenis entitas industri yang saat ini ada di wilayah kajian dimana industri hilir minyak kelapa sawit belum berkembang terutama industri hilir inti yang berbahan baku CPO, mau tidak mau agar industri hilir berkembang lebih lanjut maka harus dikembangkan terlebih dahulu industri inti nya. Industri inti ini antara lain adalah industri Fatty acid, Glycerin, Biodiesel, dan Fatty Alcohol. Kapasitas produksi yang ekonomis untuk industri yang akan dikembangkan ini berurut-turut adalah ton, ton, ton, dan ton. CPO consumption figure untuk masing-masing industri tersebut masing-masing adalah 94,8%, 10,1%, 98% dan 54,8% (Hambali, 2005). Total kebutuhan CPO per tahun untuk pengembangan industri tersebut adalah sebesar ton. Sebagaimana yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, penentuan lokasi pengembangan industri merupakan permasalahan yang kompleks karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Dari sudut pandang spasial, aspek yang harus dipertimbangkan dalam hal ini adalah terkait dengan kesesuaian lahan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu dari industri yang akan dikembangkan (Malczewski, 1999; Sharifi, Boerboom et al., 2006) dan aspekaspek yang terkait dengan interaksi spasial dengan entitas spasial yang lainnya (Malczewski, 1999). Aspek-aspek yang dipertimbangkan tersebut ada bersifat kuantitatif (bisa dihitung) sebagaimana halnya dengan biaya transportasi dan ada aspek-aspek yang bersifat kualiatif Persyaratan Kesesuaian Lahan Untuk mengidentifikasi alternatif lokasi awal pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit ini, digunakan model analisis spasial yang dikembangkan dalam penelitian ini. Persyaratan-persyaratan yang diidentifikasi dari pakar dalam bidang infrastruktur industri dan pelabuhan ditunjukkan pada Tabel 4-6. Tabel 4-6 Persyaratan Lahan untuk Lokasi Pengembangan Industri Hilir Minyak Kelapa Sawit Aspek Fisik Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi, Sosial Dan Politik Luas area yang tersedia Angin Biaya investasi infrastruktur industri Ketersediaan Utilitas & Cuaca Biaya operasional

31 151 Aspek Fisik Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi, Sosial Dan Politik infrastruktur pengelolaan kawasan Akses (jarak) pada Tinggi gelombang Kemudahan perizinan sumber air bersih Kondisi tanah Kecepatan arus Pajak dan pungutan-pungutan lain Jarak ke jaringan jalan Pasang surut Dukungan masyarakat Kedalaman perairan Sedimentasi Ketersediaan tenaga kerja Alur laut Berdasarkan atas kriteria-kriteria yang ada, selanjutnya ditentukan preferensi atas kriteria yang ada oleh pakar-pakar yang memahami secara teknis persyaratanpersyaratan lokasi dari industri hilir CPO. Model AHP digunakan dalam hal ini untuk menentukan bobot preferensi dari masing-masing kriteria yang selanjutnya bobot tersebut dimasukkan dalam sistem pendukung keputusan yang dibangun pada penelitian ini sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar Gambar 4-22 Model Penentuan Lokasi Pengembangan Industri Hilir CPO dengan Spatial Decision Support IKG Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Atas dasar persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan untuk pengembangan industri hilir inti, Eksekusi model yang dibangun menghasilkan 3 alternatif lokasi lahan dan pelabuhan potensial yang dapat digunakan untuk mengirimkan hasil produksi dari pabrik kelapa sawit yang ada. Lokasi tersebut tidak semuanya

32 152 berada di Kabupaten Kutei Timur namun masih terjangkau oleh pabrik-pabrik minyak kelapa sawit yang ada di Kutei Timur. Lokasi tersebut adalah di LKI001, LKI002 dan LKI003. Koordinat lokasi masing-masing alternatif lokasi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4-7. Tabel 4-7 Daftar Alternatif Lokasi Pengembangan Industri ID KODE X Y 1 LKI LKI LKI Gambar 4-23 Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Kelapa Sawit

33 153 a. Alternatif Lokasi LKI001 Kawasan LKI001 memiliki letak geografis yang yang sangat strategis, berada di lintasan alur laut kepulauan indonesia II (alki II) yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional & berada di kawasan pusat ekonomi dunia masa depan (pacific rim). Kawasan LKI001 sesuai dengan RTRW berada dalam Kawasan Andalan Sasamawa (Sangatta, Sangkulirang dan Muara Wahau). Ke depannya kawasan ini akan dipersiapkan sebagai kawasan pengembangan klaster industri berbasis kelapa sawit. Saat ini pada koordinat UTM , telah terbangun pelabuhan yang hanya dapat disandari oleh transportasi laut maksimum 5000 ton karena kedalamannya tidak memenuhi syarat untuk berlabuhnya kapalkapal besar. Ke depan, di sekitar lokasi ini akan didirikan pelabuhan yang dapat disandari oleh kapal 100 ribu ton. b. Alternatif Lokasi LKI002 Letak pelabuhan eksisting LKI002 berada pada posisi 02 o w/ 117 o bt. Panjang alur + 60 mil dengan lebar dari muara sungai ke kiani ± 100 m dan dari kiani ke tg.redeb ± 50 m. Kolam pelabuhan yang dimiliki dengan kedalaman 5m -7m. Luas kolam = m2 dengan panjang dermaga m. Lapangan penumpukan petikemas = m² dengan fasilitas pengiriman CPO. Alternatif lokasi yang dipertimbangkan terletak di dekat pelabuhan eksisting yang ada saat ini. c. Alternatif Lokasi LKI003 Diantara alternatif Pelabuhan yang ada, Pelabuhan ini memiliki infrastruktur yang paling mendukung untuk kegiatan pengiriman CPO keluar dari Kutei Timur. Disamping itu, di lokasi dermaga terdapat beberapa industri yang mendukung pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit khususnya untuk produksi biodiesel Jaringan Transportasi, Aksebilitas dan Kondisinya Panjang jalan di Kabupaten Kutei Timur pada tahun 2010 menurut Badan Pusat Statistik Daerah Kutei Timur (2011) adalah sepanjang 1620 km. Jalan Negara 21%, Jalan Provinsi 18%, Jalan Kabupaten 62%, dan Jalan Usaha tani 0%. Tidak

34 154 ada penambahan jaringan jalan selama tahun 2010 dan Jaringan transportasi jalan dibagi menjadi beberapa ruas atas dasar kesamaan kesamaan atribut yang dimiliki terkait dengan kondisi jalan yang dimiliki. Atas dasar kesamaan atribut tersebut terdapat 118 ruas jalan dengan kondisi sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini. Tabel 4-8 Kondisi Ruas Jalan pada Lokasi Kajian KONDISI RUAS JALAN JUMLAH KECEPATAN Sangat Baik 18 >70 Baik Rusak 48 <50 TOTAL 118 Aksebilitas jaringan jalan terhadap fasilitas-fasilitas yang terkait dengan agroindustri kelapa sawit ini seperti perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit secara umum untuk kondisi saat ini, berdasarkan analisis spasial yang dilakukan, masih dalam kondisi yang cukup baik sebagaimana yang tergambar pada Gambar Namun kondisi jalan sebagian besar dalam keadaan tidak memadai dengan kecepatan kendaraan hanya dibawah 50 Km per jam. Gambar 4-24 Jaringan Jalan dan Aksebilitas terhadap Fasilitas Perkebunan dan Pabrik Pengolahan

35 Shortest Path Dengan menggunakan model Algoritma Djikstra, diperoleh jalur-jalur terbaik dari kebun menuju ke pabrik maupun dari pabrik menuju ke pelabuhan muat atau lokasi pengembangan industri. Jalur terbaik dalam hal ini dapat merupakan jalur terpendek, jalur tercepat maupun jalur termurah. Hasil penggunaan model shortest path dari kebun ke pabrik secara visual diperlihatkan pada Gambar Sementara dari pabrik menuju ke lokasi pengembangan dapat dilihat pada Gambar Gambar 4-25 Shortest Path dari Kebun Kelapa Sawit menuju Pabrik CPO (Contoh)

36 156 Gambar 4-26 Analisis Shortest Path dari Pabrik menuju Pelabuhan Muat dengan Menggunakan Algoritma Djikstra Hasil analisis jalur terbaik dengan menggunakan algoritma Djikstra ditunjukkan pada Gambar Atas dasar hasil yang ada, ternyata jalur yang terpendek tidak selalu sama dengan jalur tercepat dan termurah yang disebabkan oleh kondisi jalan yang ada. Oleh karena itu, berdasarkan gambaran yang diperoleh, sebaiknya Pemerintah dapat melakukan pengembangan infrastruktur secara tepat sehingga kinerja industri CPO di daerah kajian menjadi lebih optimal Profil Interaksi Spasial Jarak, Waktu dan Biaya antara Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit PKS dengan Kebun Kelapa Sawit (KKS) Interaksi spasial antara entitas kebun kelapa sawit (KKS) dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PKS) terjadi karena ada kebutuhan bahan baku berupa tandan buah segar dari entitas pabrik pengolahan. Interaksi spasial yang dapat menghasilkan cost yang terendah diperoleh dengan menggunakan kombinasi algoritma Djikstra dan model transportasi. Algoritma Djikstra dalam hal ini digunakan untuk mendapatkan cost yang terendah pada jaringan yang terdiri dari ruas-ruas jalan yang menguhubungkan antara entitas KKS dengan PKS. Model transportasi yang bertujuan meminimalkan cost dalam hal ini digunakan untuk memperoleh kuantitas (tonase) yang optimal dengan adanya interaksi dari KKS dan PKS sebagai akibat dari kebutuhan bahan baku tandan

37 157 buah segar dari entitas pabrik minyak kelapa sawit (PKS) yang dihasilkan oleh entitas kebun kelapa sawit (KKS). Pola interaksi spasial yang optimal dari kebun kelapa sawit dengan pabrik minyak kelapa sawit dalam hal ini mempertimbangkan atribut spasial yang terkait dengan produktivitas tanaman kelapa sawit sesuai dengan umur tanamannya dan atribut non spasial dari entitas pabrik pengolahan tandan buah segar berupa kapasitas produksinya. Disamping itu, pola interaksi spasial yang optimal dari KKS dan PKS ini juga mempertimbangkan kondisi jaringan jalan yang menghubungkan antara entitas KKS dan PKS dimana ruas-ruas yang terlibat dalam jaringan memiliki karakteristik yang berbeda-beda terkait dengan kualitas infrastruktur yang ada saat ini. Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 yang terkait dengan jarak sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada peta tabel hasil eksekusi model yang dibangun berikut ini: Gambar 4-27 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Jarak sebagai Cost

38 158 Tabel 4-9 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun PKS Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Berdasarkan hasil eksekusi perangkat lunak IKG2012 yang dikembangkan terlihat bahwa proyeksi jumlah pemasok tandan yang terlibat untuk mensuplai pabrik pengolahan bervariasi dari tahun ke tahun mulai tahun 2012 sampai dengan Jumlah pemasok yang memasok ke masing-masing pabrik pengolahan berbeda-beda tiap tahunnya dan total jumlah pemasok dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Variasi ini disebabkan oleh fluktuasi produksi dari masing-masing kebun kelapa sawit yang diakibatkan oleh umur tanaman. Ketika jumlah produksi dari kebun yang terdekat ke pabrik mengalami peningkatan, maka pabrik akan cenderung memilih pasokan dari kebun yang terdekat untuk meminimalkan total cost pengadaannya. Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan waktu tempuh sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada gambar dan tabel berikut ini:

39 159 Gambar 4-28 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Waktu sebagai Cost Tabel 4-10 Interaksi Spasial Waktu Tempuh Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun PKS Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada gambar dan tabel berikut ini:

40 160 Gambar 4-29 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Biaya Transportasi sebagai Cost Tabel 4-11Interaksi Spasial Biaya Transportasi Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun PKS Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Profil Interaksi Spasial Jarak, Waktu dan Biaya Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan beberapa kriteria cost antara lain jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi antara entitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dengan alternatif pengembangan industri diperlihatkan pada peta hasil eksekusi model pendukung keputusan spasial berikut ini:

41 161 Gambar 4-30 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial Pabrik Pengolahan CPO dengan Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Hasil eksekusi model menunjukkan bahwa interaksi spasial antara pabrik pengolahan minyak kelapa sawit dengan industri hilir minyak kelapa sawit yang dikembangkan, dengan berbagai kriteria baik jarak, waktu maupun biaya transportasi, memiliki pola interaksi entitas yang terhubung adalah sama Alternatif Lokasi Industri LKI001 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-12 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Jarak (Km) Sebagai Cost Cost/Ton (Km/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS002 LKI PKS007 LKI PKS008 LKI PKS009 LKI PKS010 LKI PKS011 LKI PKS012 LKI Total Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010,

42 162 PKS011 dan PKS012 dengan total cost keseluruhan volume adalah sebesar dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun , menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut: Tabel 4-13 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan dan Waktu Tempuh (Jam) Sebagai Cost/Ton (Jam/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS002 LKI001 5, PKS007 LKI001 2, PKS008 LKI001 2, PKS009 LKI001 1, PKS010 LKI001 1, PKS011 LKI001 1, PKS012 LKI001 4, Total Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-14 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) Cost/Ton (Rp/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS002 LKI PKS007 LKI PKS008 LKI PKS009 LKI PKS010 LKI PKS011 LKI PKS012 LKI Total

43 163 Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp Alternatif Lokasi Industri LKI002 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-15 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Jarak Tempuh sebagai Cost (Km) Cost/Ton (Km/Ton) Alokasi Biaya Alokasi Biaya Alokasi Biaya PKS002 LKI PKS003 LKI PKS004 LKI PKS005 LKI PKS006 LKI PKS012 LKI Total Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012 dengan total cost keseluruhan volume adalah sebesar dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun , menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut:

44 164 Tabel 4-16 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Waktu Tempuh sebagai Cost (Km.) Cost/Ton (Jam/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS002 LKI002 8, PKS003 LKI002 8, PKS004 LKI002 8, PKS005 LKI002 8, PKS006 LKI002 7, PKS012 LKI002 6, Total Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-17 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) Cost/Ton (Rp./Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS002 LKI PKS003 LKI PKS004 LKI PKS005 LKI PKS006 LKI PKS012 LKI Total Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp Interaksi spasial antara entitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit dengan entitas lokasi pengembangan industri pada LKI002 diperlihatkan dalam bentuk peta alokasi sebagaimana yang tergambar berikut ini:

45 Alternatif Lokasi Industri LKI003 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-18 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Jarak sebagai Cost (Km) Cost/Ton (Km/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS001 LKI PKS002 LKI PKS003 LKI PKS004 LKI PKS005 LKI Total Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total cost keseluruhan volume adalah sebesar dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun , menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut: Tabel 4-19 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari Tujuan Alokasi dan Biaya Cost/Ton (Jam/Ton) Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost PKS001 LKI003 6, PKS002 LKI003 6, PKS003 LKI003 6, PKS004 LKI003 6, PKS005 LKI003 6, Total Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan

46 166 Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun , diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-20 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari Tujuan Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) Cost/Ton (Rp./Ton) Alokasi Biaya Alokasi Biaya Alokasi Biaya PKS001 LKI PKS002 LKI PKS003 LKI PKS004 LKI PKS005 LKI Total Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp Pemilihan Alternatif Pengembangan Industri Atas Dasar Interaksi Spasial Penggunaan kombinasi algoritma Djikstra dan model transportasi untuk melihat profil interaksi spasial antara pabrik pengolahan kelapa sawit (CPO) dengan lokasi pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit, menghasilkan profil interaksi spasial sebagaimana yang digambarkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-21 Profil Interaksi Spasial Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Alternatif Lokasi Cost Lokasi Indikator Cost LKI001 LKI002 LKI003 Minimum Terbaik Jarak LKI001 Waktu LKI001 Biaya Transportasi LKI001 Berdasarkan atas kriteria Jarak sebagai cost dari sumber pasokan minyak kelapa sawit (CPO) ke alternatif lokasi pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit, diperoleh hasil nilai yang paling minimal adalah sebesar Total cost yang terendah adalah pada lokasi LKI001. Dengan menggunakan kriteria waktu sebagai cost, diperoleh hasil yang paling minimal sebesar , dimana lokasi yang terbaik adalah berada pada lokasi LKI001.

47 167 Sementara dengan menggunakan kriteria biaya transportasi, lokasi yang terbaik masih tetap berada pada lokasi LKI001 dengan nilai sebesar Dengan demikian, berdasarkan atas interaksi spasial alternatif lokasi pengembangan industri hilir Inti minyak kelapa sawit di wilayah Kutei Timur, untuk ketiga kriteria cost yang terkait dengan jarak, waktu dan biaya transportasi, lokasi yang terbaik adalah berada pada lokasi LKI Pemilihan Alternatif Pengembangan Industri dengan Pertimbangan Interaksi Spasial antara PKS dengan KKS Jika dipertimbangkan total cost hasil interaksi spasial antara pabrik pengolahan tandan buah segar dengan kebun kelapa sawit, sebagaimana yang telah teridentifikasi sebelumnya, untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi LKI001 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-22 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Tabel 4-23 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL

48 168 Tabel 4-24 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi pengembangan industri LKI002 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-25 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Tabel 4-26 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Tabel 4-27 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI002

49 PKS Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) PKS PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi pengembangan industri LKI003 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-28 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Tabel 4-29 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) Jumlah KKS Cost (Waktu Tempuh) PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL Tabel 4-30 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI PKS Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) Jumlah KKS Cost (Biaya Transport) PKS PKS PKS PKS PKS TOTAL

50 170 Dengan demikian, profil Interaksi Spasial Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit yang mempertimbangkan total cost dari entitas PKS yang terkait interaksinya dengan entitas KKS, dapat diringkas sebagai berikut: Tabel 4-31 Profil Interaksi Spasial Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Mempertimbangkan Interaksi Spasial PKS dan KKS Indikator Cost Alternatif Lokasi Cost Lokasi per Tahun LKI001 LKI002 LKI003 Minimum Terbaik Jarak Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Waktu Tempuh Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Biaya Transportasi Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Tahun ke LKI001 Dengan demikian, berdasarkan atas interaksi spasial alternatif lokasi pengembangan industri hilir Inti minyak kelapa sawit di wilayah pengujian model dengan mempertimbangkan interaksi spasial antara PKS dengan KKS, untuk ketiga kriteria cost yang terkait dengan jarak, waktu dan biaya transportasi, lokasi yang terbaik adalah tetap berada pada lokasi LKI001 sebagaimana yang diperlihatkan pada hasil eksekusi model pada Tabel Dengan mempertimbangkan total jarak tempuh, total waktu tempuh dan biaya transportasi dari pabrik pengolahan menuju ke lokasi pengembangan, alternatif lokasi di LKI001 adalah yang terbaik. Namun, alternatif lokasi di LKI001 sampai dengan saat ini belum memiliki infrastruktur transportasi yang memadai sehingga dengan memperhatikan kebutuhan yang mendesak perusahaan (investor) dapat memilih alternatif lokasi di LKI003 yang memiliki kondisi infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif lainnya. Lokasi ini juga memiliki luasan areal yang memadai untuk pembangunan pabrik yang dibutuhkan dan memiliki biaya transportasi yang terendah untuk saat ini. Dengan penambahan kapasitas pabrik pengolahan TBS di kecamatan Bengalon, Rantau

51 171 Pulung dan Muara Bengkal, alternatif lokasi ini juga akan dapat memberikan total jarak, waktu dan biaya yang rendah Simulasi Unjuk Kerja Sistem dan Penentuan Kebutuhan Fasilitas Tanki Timbun Interaksi spasial yang optimal dari pabrik kelapa sawit menuju ke lokasi pengembangan industri/pelabuhan belum tentu menghasilkan biaya transportasi yang termurah. Kinerja transportasi masih dipengaruhi oleh fasilitas loading dan unloading kecepatan loading dan unloading, kapasitas tanki timbun, dan kedatangan kapal di pelabuhan untuk mengangkut produk ke tujuannya. Disamping itu, dalam upaya untuk melakukan validasi atas model interaksi spasial yang telah dilakukan sebelumnya, diperlukan sebuah cara untuk melihat unjuk kerja dari model yang telah dibangun sebelumnya. Uji coba langsung di lapangan akan sangat berisiko dan memiliki konsekuensi biaya yang besar. Simulasi dengan menggunakan bantuan komputer akan sangat membantu untuk melihat unjuk kerja dari model. Beberapa batasan yang sulit diakomodasi dalam model optimasi dapat diakomodasi dengan baik dengan menggunakan model simulasi komputer seperti keterbatasan fasilitas loading dan unloading, kapasitas tanki timbun, maupun kedatangan kapal pengangkut. Sebagaimana yang diutarakan oleh Harrington dan Tumay (2000), simulasi merupakan teknik yang dapat membantu organisasi untuk memprediksi, membandingkan, atau mengoptimalkan kinerja dari proses tanpa menimbulkan biaya dan risiko yang signifikan karena mengganggu operasi eksisting atau implementasi dari sistem yang baru. Lebih lanjut lagi diutarakan bahwa simulasi proses merupakan teknik yang memungkinkan representasi dari proses, sumber daya, produk dan jasa dalam sebuah model komputasi yang dinamis. Sebuah model, ketika disimulasikan, akan menirukan operasi dari perusahaan atau prosesproses yang ada sebagaimana yang terdapat dalam sistem nyatanya. Pada tahapan ini akan diimplementasikan model discrete event simulation untuk melihat kinerja suplai minyak kelapa sawit dari pabrik kelapa sawit menuju ke pelabuhan muat sebagaimana proses yang digambarkan pada Gambar 4-31.

52 Loading ke Truck Pabrik 2. Transport ke Pelabuhan 3. Unloading ke Tanki Timbun 4. Penggunaan CPO 5. Penyimpanan di Tanki Timbun 4. Loading ke Kapal Gambar 4-31 Proses Pengiriman Minyak Kelapa Sawit dari Pabrik Menuju ke Lokasi Pengembangan Industri/Dermaga Parameter-parameter Sistem Berdasarkan konfigurasi pasokan dari pabrik menuju ke pelabuhan muat yang telah dilakukan sebelumnya, analisis simulasi dilakukan atas supplai minyak kelapa sawit dari beberapa pabrik minyak kelapa sawit yang ada di kutei timur menuju ke lokasi terpilih. Untuk pengiriman CPO menuju ke lokasi terpilih, berdasarkan perhitungan sebelumnya ada 7 pabrik CPO yang optimal mengirim produknya melalui pelabuhan tersebut. Parameter-parameter simulasi yang digunakan dan diujicobakan dalam hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel Tabel 4-32 Parameter-parameter Simulasi No. Jenis Kategori Nilai Satuan 3 Loading rate ke truck 20 Ton/jam 4 Jumlah fasilitas loading di pabrik 1 Buah 5 Kapasitas truk 10 Ton 9 Unloading rate ke tangki timbun 60 Ton/jam 10 Jumlah unloading facility ke tanki 3 Buah timbun 11 Loading rate di lokasi pengembangan 1000 Ton/jam 12 Kapasitas tanki timbun Ton

53 Model Simulasi Simulasi sistem dijalankan pada model spasial IKG2012 yang diintegrasikan dengan perangkat lunak Arena 14. Tampilan model animasi simulasi spasial dan kondisi tanki timbun pada PKS dan Industri Hilir ditunjukkan pada Gambar 4-32 dan Gambar Animasi yang simulasi yang ditunjukkan merupakan sebagian dari model simulasi yang digunakan untuk keperluan evaluasi konfigurasi interaksi spasial dan penentuan kapasitas tanki timbun di lokasi pengembangan industri. Melalui model simulasi yang dibangun ini, user dapat melihat unjuk kerja sistem secara keseluruhan mulai dari pabrik minyak kelapa sawit sampai di lokasi pengembangan industri dan pada akhirnya produk dikapalkan. Kondisi tanki timbun di PKS dan tanki timbun bersama dapat dilihat fluktuasinya akibat dari kondisi jaringan yang menghubungkan entitas tersebut. Unjuk kerja dari sistem dapat dimonitor dari panel yang dibangun pada sistem pendukung keputusan sebagaimana yang terlihat pada Gambar Gambar 4-32 Animasi Peta dengan 7 Lokasi PKS

54 174 Gambar 4-33 Animasi Unloading Trucks di Tangki Timbun dan Loading Kapal di Industri Hilir (Dermaga) Gambar 4-34 Dash Board Monitor Industri Hilir Hasil Simulasi Dengan menggunakan simulasi yang dijalankan pada sistem pendukung keputusan IKG2012 pada peta wilayah kajian yang memiliki beberapa keterbatasan pada jaringan maupun fasilitas untuk mendukung industri hilir, diperoleh hasil bahwa kebutuhan minimal tanki timbun di pelabuhan adalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang melibatkan parameterparameter penting yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengembangan agroindustri

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: GIS, Spatial Decision Support System, Spatial Simulation, Industrial Development, CPO.

ABSTRACT. Keywords: GIS, Spatial Decision Support System, Spatial Simulation, Industrial Development, CPO. ABSTRACT I KETUT GUNARTA. The Design of Spatial Based Decision Support Model in Crude Palm Oil Industry Development. Under supervision of ERIYATNO, ANAS M. FAUZI and B.S. KUSMULJONO. Industrial development

Lebih terperinci

MODELANALISIS GEO-SPASIAL PENENTUAN JALUR TRANSPORTASI INDUSTRI CRUDE PALM OILMENGGUNAKAN ALGORITMA DJIKSTRA

MODELANALISIS GEO-SPASIAL PENENTUAN JALUR TRANSPORTASI INDUSTRI CRUDE PALM OILMENGGUNAKAN ALGORITMA DJIKSTRA MODELANALISIS GEO-SPASIAL PENENTUAN JALUR TRANSPORTASI INDUSTRI CRUDE PALM OILMENGGUNAKAN ALGORITMA DJIKSTRA I Ketut Gunarta 1 ; Eriyatno 2 ; Anas Miftah 3 ; Fauzi; B.S. Kusmuljono 4 1 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen crude palm oil (CPO)

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia diawali pada tahun 1848 sebagai salah satu tanaman koleksi kebun Raya Bogor, dan mulai dikembangkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6)

BAB I PENDAHULUAN. tambah (value added) dari proses pengolahan tersebut. Suryana (2005: 6) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dewasa ini tidak lagi bagaimana meningkatkan produksi, tetapi bagaimana sebuah komoditi mampu diolah sehingga diperoleh nilai tambah (value added)

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN

PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2014 PENDIDIKAN INVESTASI BIDANG INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PENGENTASAN KEMISKINAN PERKEBUNAN BADAN AMIL ZAKAT DAERAH 2 PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

di kota tetap Balikpapan menjanjikan. Era ini (tahun milik setara Produksi ton atau Segar) ton CPO (Crude skala cukup luas saat Paser

di kota tetap Balikpapan menjanjikan. Era ini (tahun milik setara Produksi ton atau Segar) ton CPO (Crude skala cukup luas saat Paser Peluang Industri Komoditi Kelapaa Sawit di kota Balikpapan (Sumber : Dataa Badan Pusat Statistik Pusat dan BPS Kota Balikpapan dalam Angka 2011, balikpapan.go.id, www..grandsudirman.com dan berbagai sumber,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

PA Sangatta Rabu, 20 Juli 2011

PA Sangatta Rabu, 20 Juli 2011 PA Sangatta Rabu, 20 Juli 2011 A. PETA WILAYAH HUKUM Wilayah Hukum Pengadilan Agama Sangatta meliputi Kabupaten Kutai Timur yang terdiri dari 18 Kecamatan 135, yaitu : Kecamatan Muara Ancalong 8 Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa pertumbuhan. Hal ini dicerminkan dari penggunaan aplikasi logistik dalam perusahaan, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SISTEM

BAB IV ANALISA SISTEM 71 BAB IV ANALISA SISTEM 4.1. Analisa Situasional Agroindustri Sutera Agroindustri sutera merupakan industri pengolahan yang menghasilkan sutera dengan menggunakan bahan baku kokon yaitu kepompong dari

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi intermediasi atau memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya,

I. PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat sekarang ini pertumbuhan industri sedang gencar-gencarnya, seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia. Industri tidak dapat dilepaskan dari penggunaan air, baik

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, 60 BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

Ir. H. Isran Noor (Bupati Kutai Timur) Pada: Indonesia Water Forum Jakarta Convention Centre, 2 April 2014

Ir. H. Isran Noor (Bupati Kutai Timur) Pada: Indonesia Water Forum Jakarta Convention Centre, 2 April 2014 PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI TIMUR Disampaikan oleh: Ir. H. Isran Noor (Bupati Kutai Timur) Pada: Indonesia Water Forum Jakarta Convention Centre, 2 April 2014 o Kabupaten Kutai Timur terbentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tujuan utama perusahaan berdiri pada umumnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tujuan utama perusahaan berdiri pada umumnya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama perusahaan berdiri pada umumnya adalah memperoleh laba dan mempertahankan eksistensinya. Laba adalah hasil dari rangkaian proses pengambilan keputusan

Lebih terperinci

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PROFIL PERUSAHAAN BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat PT. Paya Pinang Pada bulan Maret tahun 1962 para pendiri perusahaan (pribumi) yang tergabung dalam PT. Sumber Deli dan PT. Tjipta Makmur (sebagai owner) yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan dan perikanan adalah salah satu sumber daya alam yang merupakan aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region)

PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region) PELUANG PENGEMBANGAN PABRIK KELAPA SAWIT SKALA KECIL DI DAERAH RIAU 1 (The opportunity in Developing a Small Scale Oil Palm Industry in Riau Region) Oleh Almasdi Syahza Lembaga Penelitian Universitas Riau

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 25 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Area Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia secara berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri. PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional Indonesia dalam jangka panjang, tentunya harus mengoptimalkan semua sektor ekonomi yang dapat memberikan kontribusinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 2 Data Harga Komponen.Lp2 Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3 Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4 Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 6 Menghitung MTTF Menggunakan Minitab

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi atau diminati setelah air mineral, teh sebagai minuman dapat meningkatkan kesehatan manusia karena mengandung

Lebih terperinci

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT

ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT ANALISIS RANTAI PASOK SEMEN DI PAPUA BARAT Yandra Rahadian Perdana Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta yrperdana@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang melimpah, baik berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, iklim yang bersahabat, dan potensi lahan yang besar. Pada

Lebih terperinci