BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus Potensi Getah Pinus Getah pinus di KPH Banyumas Barat seperti yang tertera pada Tabel 4 berasal dari 6 BKPH yang termasuk ke dalam kelas perusahaan pinus, yaitu BKPH Wanareja, BKPH Majenang, BKPH Lumbir, BKPH Sidareja, BKPH Bokol, dan BKPH Kawunganten. BKPH Majenang memiliki target produksi getah pinus terbesar di KPH Banyumas Barat pada tahun 2012 yakni sebesar kilogram. Tabel 4 Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di KPH Banyumas Barat BKPH Luas sadapan (ha) Jumlah pohon (pohon) Jumlah penyadap (orang) Target produksi (kg) Wanareja 3.049, Majenang 7.349, Lumbir 4.723, Sidareja 2.280, Bokol 418, Kawunganten 319, Total , Sumber: Perum Perhutani (2012a) Penyadapan getah pinus dilakukan oleh seorang penyadap yang sebagian besar berasal dari desa sekitar hutan. Areal sadapan dibagi ke dalam blok-blok sadapan sesuai dengan kemampuan penyadap dan diupayakan setiap blok berjumlah dua hingga sepuluh penyadap dengan jumlah pohon pangkuan tiap penyadap sebanyak kurang lebih lima ratus pohon. Tabel 4 memberikan informasi bahwa penyadap getah pinus di KPH Banyumas Barat berjumlah orang yang seluruhnya berasal dari desa sekitar KPH Banyumas Barat. Jumlah penyadap paling banyak berada di BKPH Majenang yakni orang dan paling sedikit di BKPH Bokol yakni 146 orang. Hal ini dipengaruhi oleh luas sadapan tiap BKPH dimana BKPH yang memiliki luas sadapan terbesar membutuhkan tenaga penyadap yang besar pula.

2 26 Tabel 5 Potensi dan target produksi getah pinus tahun 2012 di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir Kelas Umur Luas Areal (ha) Jumlah Pohon (pohon) Target Produksi (kg/ha) III 34, ,13 IV 18, ,52 V 78, ,28 VI 263, ,65 VII 1.027, ,08 VIII 346, ,31 Jumlah 1.768, ,97 Sumber : Perum Perhutani (2012b) Berdasarkan informasi pada Tabel 5, di lokasi penelitian yakni RPH Karangpucung memiliki target produksi getah pinus di tahun 2012 adalah sebesar 4.520,97 kg per hektar dengan areal sadapan seluas 1.768,10 hektar Penyadapan Getah Pinus Urutan kegiatan penyadapan getah pinus di Perum Perhutani dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: 1. Pra Sadap Pra sadap merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum penyadapan dimulai seperti pemberian batas petak sadapan, pembagian blok sadapan, pelaksanaan sensus pohon, pembersihan areal sadapan, pembuatan mal sadap, dan pembuatan plang sadapan. Pra sadap ini dilakukan setahun sebelum penyadapan getah pinus dimulai. 2. Sadap buka Kegiatan sadap buka ini adalah pembuatan koakan (quarre) awal, pemasangan talang, dan tempurung kelapa. 3. Sadap lanjut Sadap lanjut adalah kegiatan untuk melanjutkan koakan (quarre) yang sudah ada. 4. Sadap mati Sadap mati adalah kegiatan penyadapan getah pinus pada tegakan yang akan ditebang setahun yang akan datang. Metode penyadapan getah pinus yang diterapkan di KPH Banyumas Barat adalah metode koakan (quarre) (Gambar 2). Proses pelukaan dengan metode

3 27 koakan diawali dengan bidang sadapan berupa persegi panjang dengan ukuran 6 X 10 cm dengan jarak koakan pertama dari permukaan tanah adalah 20 cm. Kedalaman koakan maksimal 1,5 cm lepas kulit. Jatah pembaruan koakan (quarre) untuk koakan selanjutnya adalah 5 cm per bulan. Pada tahun selanjutnya, dibuat koakan baru pada bidang sadapan yang lain dengan ukuran yang sama. Perlengkapan yang digunakan dalam penyadapan getah pinus ini meliputi petel (kadukul), talang, paku, batu asah, tempurung kelapa, sprayer, dan ember. 6 cm a.bagian kulit yang dibersihkan 5 cm 10 cm b.mal sadap c.quarre awal d.talang 20 cm e.tempurung kelapa Gambar 2 Penyadapan getah pinus dengan metode koakan. Menurut aturan yang diberlakukan oleh Perum Perhutani, pembaruan koakan (quarre) dilakukan setiap tiga hari tanpa stimulansia Cairan Asam Stimulansia (CAS) atau setiap lima hari dengan stimulansia CAS. Untuk penyadap yang menggunakan stimulan jenis etrat, pembaruan koakan dilakukan setiap tiga hari sekali. Namun, terkadang penyadap juga harus mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan lain sehingga pembaruan dilakukan di luar ketentuan tersebut, misalnya empat hari sekali atau tujuh hari sekali baik menggunakan stimulan CAS maupun stimulan etrat. Gambar 3 Penyadap yang sedang memperbarui koakan.

4 28 Sebagian besar penyadap melakukan pembaruan quarre pada pagi hingga siang hari. Namun, adapula penyadap yang melakukan penyadapan sampai sore hari sambil mengambil rumput untuk pakan ternak. Penyadap getah pinus memiliki rata-rata curahan kerja dalam setiap pembaruan quarre adalah enam jam per hari dengan jumlah pohon yang mampu disadap rata-rata sebanyak 295 pohon (Gambar 3). Stimulan merupakan zat yang dapat merangsang keluarnya getah pinus dan berfungsi untuk meningkatkan produktivitas getah pinus. Jenis stimulan yang digunakan di KPH Banyumas Barat adalah CAS dan etrat (Gambar 4). Di RPH Karangpucung, penggunaan stimulan etrat masih dalam tahap percobaan sehingga masih banyak penyadap yang menggunakan stimulan CAS. Selain itu, banyak pula diantaranya yang beranggapan bahwa penggunaan stimulan etrat menghasilkan getah yang lebih sedikit daripada penggunaan stimulan CAS. Namun, penggunaan stimulan CAS menyebabkan perih dan gatal di kulit karena komponen zat di dalamnya mengandung asam sulfat sehingga ada beberapa penyadap yang enggan menggunakan stimulan CAS. Stimulan etrat mengandung zat asam organik dan etilen sehingga tidak menimbulkan efek negatif dan dianggap lebih ramah lingkungan. a b Gambar 4 Stimulan untuk meningkatkan produktivitas getah pinus: (a) CAS (Cairan Asam Stimulansia) dan (b) etrat. Pengumpulan getah pinus dilakukan setelah tiga kali pembaruan koakan untuk yang tidak menggunakan stimulan CAS dan yang menggunakan stimulan etrat serta setelah dua kali pembaruan koakan untuk yang menggunakan stimulan CAS. Sebagian besar penyadap mengumpulkan getah sebanyak dua kali dalam setiap bulannya, namun adapula yang sebulan sekali. Pada musim-musim tertentu

5 29 seperti musim tanam dan panen, getah yang terkumpul di Tempat Pengumpulan Getah (TPG) sedikit karena penyadap lebih banyak menghabiskan waktu di sawah dan kebun. Pada akhir proses pengerukan atau peludangan getah pinus, dilakukan pembersihan tempurung sehingga benar-benar bersih dari sisa getah. Hal ini untuk menghindari pencampuran antara getah lama dengan getah baru yang akan mempengaruhi mutu getah. Getah pinus ditempatkan di ember yang berkapasitas kg dan kemudian dipikul atau diangkut dari petak sadapan ke Tempat Pengumpulan Getah (TPG). Pengangkutan getah pinus ke TPG dilakukan dengan berbagai macam cara yakni dipikul sendiri oleh penyadap atau menggunakan kendaraan seperti sepeda motor dan mobil (Gambar 5). Upah angkutan dengan menggunakan kendaraan bermotor tersebut berkisar antara Rp 6.000,00 Rp ,00 setiap kali pengangkutan. a b c Gambar 5 Pengangkutan getah pinus ke TPG: (a) pengangkutan dengan menggunakan sepeda motor, (b) pengangkutan dengan menggunakan mobil, dan (c) pengangkutan dengan cara dipikul. Getah pinus akan dikumpulkan ke Tempat Pengumpulan Getah (TPG) yang letaknya paling dekat dengan lokasi sadapan. TPG merupakan tempat penampungan getah sementara sebelum diangkut ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT). Penerimaan getah pinus di TPG dilakukan pada pagi hari. TPG yang berada di RPH Karangpucung berjumlah 6 TPG, yaitu TPG Gunung Sengkala, TPG Tayem, TPG Citando, TPG Dermaji, TPG Sawangan, dan TPG Tlaga. Gambar 6 merupakan contoh TPG yang berada di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir. Di TPG tersebut, hanya tersedia bak penampung getah, drum, dan timbangan.

6 30 Gambar 6 Tempat Pengumpulan Getah (TPG) Citando di RPH Karangpucung, BKPH Lumbir. Setelah getah sampai di TPG, mandor TPG segera memeriksa kondisi getah pinus (Gambar 7). Getah tersebut ditimbang dan dicatat berat bersihnya, kemudian dituang ke dalam bak penampung atau drum. Selain itu, dilakukan juga penentuan mutu getah dengan cara mencocokkan warna master getah dengan getah dari penyadap. Getah tidak diperkenankan berada di TPG lebih dari tujuh hari karena akan menurunkan mutu getah sehingga getah pinus tersebut harus segera diangkut ke Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT). Gambar 7 Penimbangan getah pinus di TPG. Penyadap yang telah menyetorkan getah pinus ke TPG akan mendapatkan upah sesuai dengan mutu getah pinus yang dihasilkan. Adapun mutu getah pinus terbagi menjadi dua jenis, yaitu mutu I dan mutu II (Gambar 8) dengan penjelasan sebagai berikut: a.mutu I, getah pinus yang mengandung kotoran kurang dari 12,9 % dengan tarif yang diberikan sebesar Rp 2.800,00/kg. b.mutu II, getah pinus dengan kadar kotoran lebih dari 12,9 % dengan tarif yang diberikan sebesar Rp 2.550,00/kg.

7 31 Gambar 8 Getah pinus mutu I dan mutu II. Di RPH Karangpucung, getah pinus yang dihasilkan masih termasuk ke dalam kategori getah pinus mutu II. Perbedaan mutu getah pinus ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti frekuensi pengumpulan getah, perlakuan saat melakukan pembaruan quarre, dan faktor lingkungan. Getah yang terlalu lama berada di petak sadapan akan cepat membeku dan berubah warna. Getah pinus yang berkualitas baik berwarna putih bersih. Saat melakukan pembaruan quarre, tempurung kelapa dibiarkan terbuka sehingga tatal kulit kayu pinus masuk ke dalam tempurung kelapa dan mengotori getah pinus. Selain itu, tempurung kelapa yang selalu terbuka menyebabkan daun pinus dan ranting-ranting masuk ke dalam tempurung kelapa. Adapun kondisi lingkungan yang mempengaruhi mutu getah adalah cuaca. Saat musim hujan tiba, air akan turut masuk ke dalam tempurung kelapa sehingga getah akan bercampur dengan air hujan. 5.2 Karakteristik Penyadap Getah Pinus Karakterisitik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan, ukuran keluarga, dan luas areal sadapan. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah penyadap yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus pada lokasi penelitian yang ditentukan dan masih melakukan kegiatan penyadapan secara aktif Jenis Kelamin Penyadap Getah Pinus Kegiatan penyadapan getah pinus masih didominasi oleh laki-laki yakni dengan persentase sebesar 93,33% seperti yang disajikan pada Tabel 6. Adapun perempuan yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus dilatarbelakangi oleh keinginan responden untuk membantu suami memenuhi kebutuhan rumah

8 32 tangganya. Pada umumnya, perempuan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sebagai ibu rumah tangga. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-laki 56 93,33 Perempuan 4 6,67 Jumlah , Umur Penyadap Getah Pinus Berdasarkan informasi pada Tabel 7, umur responden dengan persentase terbesar yakni 91,67% berada pada kisaran umur produktif. Menurut Muttaqien (2006), penduduk usia produktif berkisar antara tahun. Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , , , ,67 Jumlah , Tingkat Pendidikan Penyadap Getah Pinus Pendidikan penyadap getah pinus masih tergolong rendah yakni mayoritas penyadap berpendidikan sampai jenjang SD (Tabel 8). Hal ini disebabkan pendidikan belum menjadi prioritas utama penyadap. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan maka biaya yang harus dikeluarkan juga relatif lebih besar sehingga keluarga penyadap lebih mengutamakan ketercukupan akan kebutuhan hidup sehari-hari daripada pendidikan. Menurut Mursidin (2009), pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan modal yang sangat berharga untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak, pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan pada setiap individu, baik cara berpikir dan bersikap.

9 33 Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD 2 3,33 Tamat SD 52 86,67 Tamat SMP 7 11,67 Jumlah , Ukuran Keluarga Penyadap Getah Pinus Ukuran keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (1994) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Ukuran keluarga yang dimaksud oleh BKKBN tersebut adalah ukuran keluarga inti yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Tabel 9 menunjukkan bahwa ukuran keluarga penyadap sebagian besar tergolong keluarga kecil yakni dengan persentase sebesar 86,67%. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti Ukuran keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) Kecil 52 86,67 Sedang 7 11,67 Besar 1 1,67 Jumlah , Macam Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sampingan Responden Penyadapan getah pinus bukan semata-mata pencaharian utama responden. Sebagian besar penyadap memiliki pekerjaan yang dianggap utama dan pekerjaan yang dianggap sampingan. Adanya pekerjaan selain menyadap inilah yang terkadang menyebabkan penyadap tidak mengumpulkan getah tepat waktu karena harus melakukan pekerjaan lain. Tabel 10 Sebaran Responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Jumlah (orang) Persentase (%) Penyadap Petani 28 46,67 Petani Penyadap 21 35,00 Petani Penyadap dan buruh ternak 1 1,67 Penyadap Pedagang 2 3,33 Penyadap Buruh tani 4 6,67 Ibu rumah tangga Penyadap 2 3,33 Penyadap Petani dan buruh tani 2 3,33 Jumlah ,00

10 34 Responden yang menganggap penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan utama adalah sebesar 60%, sedangkan responden yang menganggap penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan sampingan adalah sebesar 40% (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sadapan masih sangat dibutuhkan untuk memberikan tambahan bagi pendapatan rumah tangganya. Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Penduduk yang tidak memiliki lahan garapan akan bekerja di bidang lain seperti menjadi pedagang atau buruh. Adapula responden yang memiliki lahan garapan namun mengerjakan lahan orang lain untuk menambah penghasilan rumah tangganya Luas Areal Penyadapan Getah Pinus Setiap penyadap memperoleh luas areal sadapan bergantung kemampuan penyadap. Semakin banyak jumlah pohon dalam areal sadapan maka kemungkinan getah yang diperoleh pun semakin banyak karena setiap pohon dilakukan pembuatan quarre. Namun, produksi getah pinus pun tidak sematamata ditentukan oleh jumlah pohon tetapi juga ada faktor lain yang juga mempengaruhinya seperti yang dijelaskan oleh Kasmudjo (2011) yakni faktor eksternal pohon, internal pohon, dan perlakuan manusia. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan luas areal penyadapan getah pinus Luas Areal Penyadapan (ha) Jumlah (orang) Persentase (%) <0, ,67 0, ,00 1-1,49 5 8,33 1,5-1, ,67 2-2,49 2 3,33 Jumlah ,00 Sebagian besar penyadap getah pinus memiliki luas areal penyadapan kurang dari 0,5 hektar yakni dengan persentase sebesar 41,67% (Tabel 11). 5.3 Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus Pendapatan rumah tangga penyadap getah pinus dihitung dalam jangka waktu setahun terakhir yang bersumber dari penyadapan getah pinus dan non penyadapan getah pinus. Pendapatan dari hasil menyadap getah pinus diperoleh berdasarkan berat getah pinus yang diperoleh dalam satuan kilogram per jangka

11 35 waktu tertentu dikalikan dengan tarif upah getah pinus per kilogram. Tarif upah ini juga dilihat dari standar mutu getah pinus yang telah ditentukan oleh Perum Perhutani. Tarif getah pinus mutu I adalah sebesar Rp 2.800,00/kg, sedangkan tarif getah pinus mutu II adalah sebesar 2.550,00/kg. Adapun pendapatan dari non penyadapan getah pinus meliputi hasil sawah dan kebun, hasil ternak, kiriman, pekerjaan anggota rumah tangga selain responden, dan lain-lain. Tabel 12 Sumber pendapatan rumah tangga responden yang berasal dari kegiatan sadapan dan non sadapan Jumlah Rata-rata Sumber pendapatan (Rp/60responden/tahun) (Rp/responden/tahun) Penyadapan getah pinus ,00 Non penyadapan getah pinus: Sawah dan kebun ,33 Ternak ,67 Lain-lain ,00 Total ,00 Tabel 12 menyajikan informasi bahwa pendapatan dari hasil sadapan getah pinus lebih besar daripada dari hasil non sadapan getah pinus. Pendapatan ratarata yang berasal dari sadapan getah pinus adalah sebesar Rp per tahun dengan rata-rata jumlah getah pinus yang diperoleh adalah kg per tahun. Mutu getah pinus yang dihasilkan oleh penyadap masih tergolong mutu II dengan upah Rp 2.550,00/kg. Adapun pendapatan dari non sadapan getah pinus terbagi menjadi pendapatan dari hasil sawah, kebun, dan lain-lain. Adapun pendapatan rata-rata dari non sadapan getah pinus adalah sebesar Rp per tahun. Hasil sawah berupa penjualan padi, sedangkan hasil kebun berupa tanaman pertanian dan tanaman berkayu yang ditanam secara agroforestry. Beberapa responden tidak menjual padi dari hasil panen, tetapi hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tanaman pertanian yang ditanam beragam seperti jenis kapulaga, jeruk, kacang tanah, singkong, jagung, dan talas. Tanaman berkayu terdiri atas jenis jati dan sengon. Selain itu, beberapa responden juga memiliki ternak seperti ayam dan kambing. Ternak tersebut akan dijual pada saat memerlukan biaya mendesak atau menjelang hari raya. Namun, ternak juga tidak semuanya dijual, melainkan juga dikonsumsi sendiri. Pendapatan lain-lain

12 36 bersumber dari upah menjadi buruh, hasil dari berdagang, pendapatan dari anggota rumah tangga responden, dan kiriman. 5.4 Pengeluaran Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus Pengeluaran responden terdiri atas biaya untuk pangan dan non pangan. Biaya pangan meliputi pembelian beras, sayur-sayuran, lauk-pauk, dan buahbuahan. Sedangkan biaya non pangan meliputi biaya pendidikan, kesehatan, sarana rumah tangga, dan lain-lain. Tabel 13 Jenis pengeluaran rumah tangga responden Jenis pengeluaran Jumlah Rata-rata (Rp/60 responden/tahun) (Rp/responden/tahun) Pangan ,67 Pendidikan ,33 Kesehatan ,67 Sarana rumah tangga ,00 Lain-lain ,67 Total ,34 Tabel 13 memperlihatkan bahwa pengeluaran untuk pangan lebih besar daripada pengeluaran lainnya. Rata-rata pengeluaran rumah tangga responden adalah sebesar Rp ,34 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk pangan tidak semuanya diperoleh dengan cara membeli. Beberapa responden memenuhi kebutuhan akan beras yang berasal dari lahan mereka sendiri sehingga mereka hanya membeli kebutuhan seperti sayur-sayuran, lauk-pauk, dan buah-buahan. Tidak hanya itu, beberapa responden pun ada yang mengkombinasikan antara beras dengan singkong sebagai makanan utamanya. Rata-rata pengeluaran untuk pangan tiap rumah tangga responden yaitu sebesar Rp ,7 per tahun. Biaya non pangan seperti pendidikan, kesehatan, sarana rumah tangga dan lain-lain masing-masing memiliki jumlah yang lebih kecil dibandingkan biaya pangan. Dalam hal pendidikan misalnya, sebagian responden sudah tidak mengeluarkan biaya pendidikan lagi karena anak atau anggota keluarganya sudah dewasa dan banyak yang sudah bekerja. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk pendidikan sebesar Rp ,33 per tahun. Biaya sarana rumah tangga ini biasanya untuk pembayaran listrik dan pembelian bahan bakar yang besarnya Rp

13 ,00/responden/tahun. Biaya lain-lain yang termasuk ke dalam anggaran pengeluaran yaitu biaya insidental, sandang, hajatan, dan biaya pembelian pupuk. Adapun yang dimaksud dengan biaya insidental adalah biaya yang dikeluarkan sewaktu-waktu dan besarnya tidak terduga. Sebagian responden mengkategorikan biaya untuk pengobatan ketika sakit dan kecelakaan sebagai biaya insidental. Pada umumnya, responden mengeluarkan biaya untuk sandang hanya pada waktuwaktu tertentu, misalnya saat hari raya. Untuk biaya hajatan, responden harus menyisihkan pendapatanya setiap bulan kurang lebih sebesar Rp ,00 Rp ,00 karena hajatan bersifat tidak menentu. Selain uang, ada juga tambahan lain untuk menghadiri hajatan misalnya saja beras dan sembako. Besar pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk biaya lain-lain adalah sebesar Rp ,67 per tahun. Pengeluaran rata-rata untuk non pangan tiap rumah tangga responden adalah sebesar Rp ,67 per tahun. 5.5 Kontribusi Penyadapan Getah Pinus terhadap Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Pendapatan dari sadapan getah pinus memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap pendapatan rumah tangga responden. Jika pendapatan dari sadapan getah pinus memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga penyadap, maka penyadapan getah pinus merupakan sumber utama dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Selain itu, kontribusi hasil sadapan getah pinus juga dipengaruhi oleh pendapatan di luar sadapan getah pinus. Semakin besar pendapatan di luar sadapan getah pinus, maka kontribusi dari sadapan getah pinus semakin kecil.

14 38 Persentase Kontribusi (%) <0,5 0,5-0,99 1-1,49 1,5-1,99 2-2,49 Luas Areal Sadapan (ha) sadapan getah pinus Gambar 9 Persentase kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga responden. Penyadap yang memiliki luas areal sadapan 2-2,49 hektar memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar 93,32% terhadap pendapatan rumah tangganya. Selebihnya, penyadap yang memiliki luas areal sadapan kurang dari 0,5 hektar hanya memberikan kontribusi sebesar 37,88% terhadap pendapatan rumah tangganya. Jika dilihat dari Gambar 9, luas areal sadapan cenderung sebanding dengan kontribusi hasil sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga walaupun pada luasan areal 1,5-1,99 hektar kontribusi hasil sadapan getah pinus lebih kecil daripada penyadap yang memiliki luas areal sadapan 1-1,49 hektar. Hal ini disebabkan pendapatan penyadap dari sadapan getah pinus pada areal 1,5-1,99 hektar lebih kecil daripada areal 1-1,49 hektar. Sebagaimana uji korelasi yang menunjukkan bahwa pendapatan dari sadapan getah pinus dan luas areal sadapan memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap kontribusi hasil penyadapan getah pinus (Tabel 14). Sebaliknya, terdapat korelasi yang negatif antara pendapatan di luar sadapan getah pinus terhadap kontribusi sadapan getah pinus.

15 39 Tabel 14 Uji korelasi antara kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus dengan pendapatan dari sadapan getah pinus, pendapatan non sadapan getah pinus, dan luas areal sadapan Pendapatan Pendapatan dari Luas areal dari sadapan non sadapan sadapan getah pinus getah pinus Kontribusi sadapan getah pinus Pearson correlation 0,649** -0,848** 0,488** Sig.(2-tailed) 0,000 0,000 0,000 N Keterangan: **correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) Pendapatan sadapan getah pinus yang rendah diduga dipengaruhi oleh kerapatan pohon. Kerapatan pohon pada areal 1,5-1,99 hektar (312 pohon/hektar) lebih besar dibandingkan kerapatan pohon pada areal 1-1,49 hektar (255 pohon/hektar) (Perum Perhutani 2012b). Seperti yang dikemukakan oleh Kasmudjo (2011), jarak tanam yang jarang pada umumnya akan menghasilkan getah pinus lebih banyak karena penjarangan bertujuan untuk memberi ruang tumbuh agar pohon dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, menurut Budiatmoko (2007), pohon dengan tajuk yang penuh akan berfotosintesis dengan baik sehingga ada kesempatan bagi pohon untuk menambah pertumbuhan riap diameternya. Penambahan riap diameter tersebut juga akan menambah persentase kayu gubal yang menjadi tempat berkumpulnya getah pinus. Penjarangan pohon juga bertujuan untuk memberi kesempatan agar cahaya matahari dapat masuk sehingga dapat meningkatkan suhu di dalam tegakan. Peningkatan suhu menyebabkan getah tidak cepat membeku dan terus mengalir. Selain disebabkan oleh jarak tanam, kontribusi pendapatan dari sadapan getah pinus juga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang bersumber dari kegiatan selain menyadap getah pinus. Pada areal 1,5-1,99 hektar, pendapatan di luar sadapan lebih besar daripada penyadap yang memiliki areal sadapan 1-1,49 hektar sehingga kontribusi pendapatan getah pinus pada areal 1,5-1,99 hektar menjadi lebih kecil.

16 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus Uji regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus. Menurut Riduwan et al. (2011), uji regresi linier berganda adalah suatu alat analisis untuk meramalkan pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat. Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dari pendapatan hasil sadapan getah pinus sebagai variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X), yaitu: Y = ,789 X ,150 X ,362 X3 Variabel Y menunjukkan pendapatan getah pinus, X1 adalah pengalaman bekerja sebagai penyadap, X2 adalah frekuensi pengumpulan getah pinus, dan X3 adalah berat getah pinus. Dari hasil uji-f (Tabel 15), diperoleh nilai-p (0,000) < α (0,05), maka tolak H 0 yang berarti minimal ada satu variabel X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau dapat dikatakan bahwa model signifikan. Model tersebut memiliki nilai koefisien determinasi adjusted (R 2 (adj)) sebesar 91,1%. Hal ini menunjukkan pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus dapat menjelaskan keragaman pendapatan dari hasil sadapan getah pinus sebesar 91,1%, sedangkan sisanya yakni sebesar 8,9% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Tabel 15 Analisis ragam hubungan antara pendapatan getah pinus dengan pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F hitung P keragaman bebas Regresi ,242 0,000 Galat Total Untuk melihat pengaruh tiap variabel penduga terhadap besarnya pendapatan getah pinus dilakukan uji-t. Hasil dari uji-t (Tabel 16) menunjukkan bahwa pengalaman kerja, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan berat getah pinus berpengaruh signifikan terhadap pendapatan getah pinus (P<0,05).

17 41 Tabel 16 Uji pengaruh masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus Variabel Koefisien terstandardisasi t hitung P Pengalaman kerja -0,117-2,996 0,004 Frekuensi pengumpulan getah pinus 0,495 12,574 0,000 Berat getah pinus 0,876 22,328 0,000 Untuk melihat besar kecilnya pengaruh masing-masing variabel tehadap pendapatan getah pinus ditunjukkan dari nilai koefisien terstandardisasi (Tabel 16). Pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah berat getah pinus, frekuensi pengumpulan getah pinus, dan pengalaman kerja. Tabel 17 Uji korelasi masing-masing variabel terhadap besarnya pendapatan getah pinus Frekuensi Pengalaman pengumpulan kerja getah pinus Berat getah pinus Pendapatan Pearson -0,023 0,395** 0,819** getah pinus correlation Sig.(2 tailed) 0,001 0,062 0,010 N Keterangan: **Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed) Berdasarkan uji korelasi yang disajikan pada Tabel 17, pengalaman bekerja sebagai penyadap memiliki korelasi yang negatif (-0,023) terhadap pendapatan dari menyadap getah pinus. Hal ini diduga karena penyadap yang baru bekerja sebagai penyadap cenderung masih menaati peraturan atau tata cara menyadap getah pinus yang diberlakukan oleh Perum Perhutani. Sebaliknya, penyadap yang sudah lama bekerja sebagai penyadap kurang memperhatikan tata cara menyadap getah pinus dengan baik seperti dalam hal pembuatan koakan (quarre). Jumlah koakan maksimal yang diperkenankan hanya empat buah koakan. Namun, di lapangan banyak dijumpai jumlah koakan lebih dari empat seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 10.

18 42 a b Gambar 10 a) Pohon yang roboh akibat koakan yang terlalu dalam, dan b) Jumlah koakan yang melebihi koakan maksimal. Saat ini, lebar koakan yang dianjurkan oleh Perum Perhutani adalah 6 cm. Akan tetapi, penyadap yang sudah lama dan terbiasa menggunakan kadukul yang berukuran 8 cm enggan untuk mengganti ukuran kadukul tersebut. Perubahan ukuran kadukul ini untuk mengantisipasi kerusakan terhadap pohon. Perlakuan yang kurang baik terhadap pohon seperti koakan yang terlalu dalam dan lebar akan menimbulkan kerusakan terhadap pohon sehingga tidak hanya dapat menurunkan produktivitas getah pinus, tetapi juga dapat menyebabkan pohon rebah ketika ada angin (Gambar 10). Penurunan produktivitas ini akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh dari sadapan getah pinus. Sosialisasi tentang tata cara menyadap getah pinus ini hanya diberikan di awal ketika mulai terdaftar sebagai penyadap. Selain itu, pihak Perum Perhutani tidak memberikan sanksi yang tegas bagi para penyadap yang melanggar aturan karena dikhawatirkan akan menurunkan motivasi penyadap dalam kegiatan menyadap getah pinus. Selain itu, sebagian besar penyadap sulit untuk menerima hal-hal atau inovasi baru sehingga Perum Perhutani agak kesulitan dalam hal memberlakukan dan menegakkan peraturan baru dalam hal penyadapan getah pinus. Frekuensi pengumpulan getah pinus (0,395) dan berat getah pinus (0,819) mempunyai korelasi yang positif terhadap pendapatan getah pinus. Hal tersebut menandakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang searah dengan pendapatan getah pinus. Apabila frekuensi pengumpulan getah pinus naik satu kali per tahun maka akan meningkatkan pendapatan getah pinus Rp ,150 per tahun dengan asumsi ceteris paribus. Berat getah merupakan variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pendapatan dari sadapan getah pinus. Apabila berat getah naik 1 kilogram maka akan

19 43 meningkatkan pendapatan getah pinus Rp ,362 per tahun dengan asumsi ceteris paribus. Dengan diketahuinya variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan hasil sadapan getah pinus, diharapkan penyadap dapat meningkatkan pendapatannya dari sadapan getah pinus sehingga kontribusi sadapan getah pinus terhadap pendapatan rumah tangga pun meningkat. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperbarui koakan secara rutin dan sesuai aturan dan mengumpulkan getah tepat waktu agar produktivitas dan mutu getah pinus dapat meningkat. 5.7 Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus Kesejahteraan penyadap getah pinus diukur dengan menggunakan pendekatan garis kemiskinan menurut Sajogyo dan Bank Dunia. Sajogyo menggunakan indikator pengeluaran per kapita per tahun yang setara dengan konsumsi beras, sedangkan garis kemiskinan Bank Dunia adalah pendapatan per kapita sebesar US$1 per hari. Ukuran kemiskinan menurut Bank Dunia bertujuan untuk menilai tingkat kemiskinan secara global. tidak miskin (sejahtera) 13,33% 13,33% 16,67% 56,67% miskin miskin sekali paling miskin Gambar 11 Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria kemiskinan Sajogyo. Gambar 11 menyajikan informasi bahwa responden yang termasuk kategori tidak miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp ,18 per tahun dengan persentase sebesar 56,67%. Responden dengan persentase sebesar 43,33% masih di bawah garis kemiskinan. Responden yang masuk ke dalam kategori miskin memiliki rata-rata pengeluaran per kapita Rp ,85 per tahun dengan persentase sebesar 13,33%. Sedangkan responden yang tergolong miskin sekali dan paling miskin memiliki rata-rata pengeluaran

20 44 masing-masing sejumlah Rp ,38/orang/tahun dengan persentase sebesar 13,33% dan Rp ,99/orang/tahun dengan persentase sebesar 16,67%. Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut Bank Dunia yang disajikan pada Gambar 12, diketahui bahwa sebanyak 37 responden atau sebesar 61,67% masih berada di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata pendapatan per kapita Rp per tahun. Sebanyak 38,33% berada di atas garis kemiskinan dengan rata-rata pendapatan per kapita Rp per tahun. 38,33% 61,67% miskin tidak miskin (sejahtera) Gambar 12 Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus menurut kriteria Bank Dunia. Dilihat dari dua pendekatan tersebut, diperoleh informasi bahwa penyadap getah pinus masih banyak yang belum sejahtera. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan kesejahteraan penyadap getah pinus dengan salah satunya melalui peningkatan pendapatan dari hasil sadapan getah pinus.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Kegiatan penyadapan dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang terletak di wilayah Sukabumi Jawa Barat, tepatnya pada Petak Penelitian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KONTRIBUSI PENDAPATAN PENYADAP GETAH PINUS TERHADAP KESEJAHTERAAN PENYADAP DI BKPH LENGKONG, KPH SUKABUMI, PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA BARAT-BANTEN YENNI PANJAITAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan ZPT terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.

Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas. 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam satu blok, yaitu di petak penelitian permanen teknologi penyadapan getah pinus (blok Cikatomas) dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Identitas responden

Lampiran 1 Identitas responden LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1 Identitas responden Kode Nama Jenis kelamin Umur (tahun) Pendidikan Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Desa Lokasi sadapan 1 Karmidi L 70 SD Petani Penyadap Ciampel 68c 2 2 Tohid

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

PROFIL LMDH TLOGO MULYO

PROFIL LMDH TLOGO MULYO 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Singkat Perum Perhutani dan KPH Banyumas Barat Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan yang diberi tugas dan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PENYADAP GETAH

ANALISIS PENDAPATAN PENYADAP GETAH ANALISIS PENDAPATAN PENYADAP GETAH Pinus merkusii Jungh et de Vriese DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEGIATAN PENYADAPAN GETAH DI BKPH KARANGKOBAR KPH BANYUMAS TIMUR Oleh :

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinus merkusii merupakan spesies pinus yang tumbuh secara alami di Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman P. merkusii banyak dibudidayakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu. Tarsin (70) kelelahan. Matanya menatap lesu. Memegang ember berisi lhem, atau sisa tetes getah karet alam, ia duduk di bawah pohon karet di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara XIX di Sedandang, Pageruyung,

Lebih terperinci

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN I INSTRUMEN PENELITIAN 114 115 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Penelitian Variabel Sub Variabel No Item A. Karakteristik Responden a. Nama b. Alamat c. Jenis Kelamin d. Umur e. Pendidikan f. Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur :. 3. Dusun/RT/RW

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008. PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KPH YOGYAKARTA Alamat : Jalan Argulobang No.13 Baciro, Telp (0274) 547740 YOGYAKARTA PENDAHULUAN 1. Wilayah KPH Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Februari sampai dengan 9 April 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 3. 2

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN

BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN BAB I GAMBARAN UMUM KELUARGA DAMPINGAN 1.1.Profil Keluarga dampingan Keluarga dampingan merupakan salah satu program yang diusung oleh KKN-PPM (Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 44 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara Kecamatan Raman Utara merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dan berpenduduk 35.420 jiwa dengan luas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. keadaan penduduk, keadaan sarana dan prasana, keadaan pertanian, dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran umum lokasi penelitian bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan lokasi penelitan berdasarkan pada keadaan topografi dan geografi, keadaan penduduk,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap,

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap, IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Cilacap Selatan berada dipusat kota Cilacap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 5.1 Hasil BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.1 Karakteristis Responden Karakteristik responden yang diukur dalam penelitian ini adalah kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak pemukiman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT

VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT VI PEREMAJAAN OPTIMUM KARET RAKYAT Peremajaan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu peremajaan karet yang dilakukan oleh petani karet di Kabupaten Banyuasin. Peremajaan yang dilakukan petani akan dianalisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Kecamatan Purbolinggo Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Purbolinggo sebelum pemekaran kabupaten,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo,

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo, 49 III. METODELOGI PENELITIAN A. Metodelogi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, dengan menggunakan metode survei. Penelitian Survei adalah

Lebih terperinci

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 62 BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT 3.1.Letak Geografi 3.1.1. Luas Wilayah Kecamatan bungus teluk kabung merupakan salah satu kecamatan di kota padang,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian Desa Candi merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan produksi jagung terutama jagung pipilan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

KAJIAN PEKERJAAN HUTAN MUSIMAN DI JAWA *) Oleh: Bambang Irawan, Agus Pakpahan, Jefferson Situmorang **)

KAJIAN PEKERJAAN HUTAN MUSIMAN DI JAWA *) Oleh: Bambang Irawan, Agus Pakpahan, Jefferson Situmorang **) KAJIAN PEKERJAAN HUTAN MUSIMAN DI JAWA *) Oleh: Bambang Irawan, Agus Pakpahan, Jefferson Situmorang **) Abstrak Laju pertambahan penduduk dan penyebarannya yang terkonsentrasi di Pulau Jawa menimbulkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya

Lebih terperinci

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana V. HASIL DANPEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu petani penangkar benih padi yang bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kecamatan Pituruh merupakan salah satu dari 16 Kecamatan di Kabupaten Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci