PROFIL LMDH TLOGO MULYO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL LMDH TLOGO MULYO"

Transkripsi

1 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk ke dalam RPH Gumelem, BKPH Doro, dan KPH Pekalongan Timur. LMDH Tlogomulyo dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak Perhutani dengan masyarakat Desa Tlogohendro. Berbeda dengan lembaga lain di desa, LMDH merupakan kelembagaaan yang mempunyai kekuatan hukum karena disahkan dengan akta notaris dan dibentuk secara langsung melalui SK. Gubernur. Hal ini mengindikasikan bahwa kelembagaan ini tidak dapat dibubarkan tanpa persetujuan dari gubernur. LMDH Tlogo Mulyo didirikan pada tanggal 8 Januari 2003 yang diaktanotariskan pada tanggal 8 Januari 2004 dengan nomor akta C.94.HT.0301.TH Proses pendirian lembaga ini diawali dari inisiatif salah satu warga yang menginginkan optimalisasi pemanfaatan getah pinus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbandingan pemanfaatan getah pinus dengan daerah lain melahirkan keinginan untuk melakukan hal yang serupa di Desa Tlogohendro. Setelah mengajukan aspirasi tersebut ke Perhutani (RPH), akhirnya Perhutani memberikan alat sadap dan pelatihan cara menyadap getah pinus. Selain itu Perhutani juga menyarankan pembentukan wadah bagi anggota tani sadap, yang selanjutnya disebut LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Tlogo Mulyo. LMDH sebenarnya merupakan lembaga yang dapat membantu pemanfaatan potensi desa secara optimal melalui pengembangan jejaring. Tidak hanya terbatas dengan Perhutani, LMDH juga dapat menjadi jembatan antara masyarakat dengan berbagai instansi seperti Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, dan dinas-dinas lainnya yang berkaitan dengan potensi desa. Tetapi hingga saat ini, LMDH Tlogo Mulyo masih terfokus pada kegiatan sadap getah pinus sehingga belum bergerak ke arah pengembangan potensi desa pada berbagai bidang seperti peternakan, pariwisata, pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Struktur Kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo beranggotakan masyarakat sekitar hutan yang ingin, mampu, dan mempunyai waktu untuk menyadap getah pinus. Hingga saat ini LMDH Tlogo Mulyo beranggotakan 113 kepala keluarga. Kegiatan utama lembaga yang terfokus pada kegiatan sadap getah pinus menyebabkan anggota LMDH hanya berjenis kelamin laki-laki saja. Hal ini berkaitan dengan kegiatan sadap getah pinus yang membutuhkan tenaga besar dan keterampilan yang tinggi. Selain itu, perempuan tidak pernah dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan cara menyadap getah pinus yang diadakan oleh Perhutani. Pelatihan rutin diadakan setiap tiga bulan sekali oleh KPH kepada pengurus LMDH. Kemudian pengurus LMDH akan menyebarluaskan ilmu yang diperoleh dari pelatihan kepada semua anggota LMDH.

2 Pergantian anggota LMDH baik pengurangan maupun penambahan anggota tergantung dari luas petakan yang masih tersedia. Hal ini berhubungan dengan aktivitas LMDH yang masih terbatas pada kegiatan sadap getah pinus sehingga jumlah anggota LMDH menyesuaikan dengan jumlah petakan yang tersedia. Masyarakat sudah menyadap pinus sejak sebelum pembentukan LMDH. Tetapi kegiatan sadap kurang terarah dan tidak ada jaminan pemasaran getah. Selain itu tempat penyetoran getah juga jauh yaitu di Mudal (dekat Kecamatan Petungkriyono) yang berjarak 7 km dari Tlogohendro dengan waktu tempuh dua jam dengan berjalan kaki karena belum ada sepeda motor ataupun angkutan lain. Birokrasi dalam LMDH belum terlalu kompleks, karena sifat kekeluargaan masyarakat Tlogohendro masih kental sehingga peraturan lebih bersifat informal. Bahkan pergantian anggota tani sadap yang mengerjakan petakan dapat dilakukan hanya melalui persetujuan ketua LMDH. Anggota tani sadap dapat pergi ke Palembang asalkan ada anggota LMDH lain yang bersedia menggantikannya untuk menyadap di petakan tersebut untuk sementara waktu. LMDH memberikan jangka waktu selama satu tahun. Jika setelah satu tahun anggota tani sadap yang ke luar daerah belum kembali maka secara otomatis akan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH. Anggota yang sudah dikeluarkan dapat menjadi anggota LMDH kembali setelah menandatangani surat pernyataan dan memang masih ada petakan yang kosong. Sedangkan bagi anggota LMDH yang meninggal dunia, petakan sadapan akan diberikan kepada anggota sadap lainnya yang masih berada di bawah target sadapan. Perhutani memberlakukan standard minimum hasil sadapan yang disesuaikan dengan jumlah pohon yang masih aktif. Setiap tiga bulan sekali, hasil sadapan akan dimonitoring untuk melihat pencapaian target jangka pendek. Kemudian setiap satu tahun sekali, RPH, BKPH, dan KPH akan melakukan evaluasi bersama-sama dengan LMDH untuk mengetahui pencapaian target, permasalahan yang dihadapi, serta evaluasi efektivitas pelaksanaan PHBM di LMDH Tlogomulyo. Pembentukan LMDH menjadi wadah bagi anggota tani sadap serta berperan sebagai fasilitator antara masyarakat dengan Perhutani. Salah satu peran Perhutani yaitu sebagai mitra anggota tani sadap dalam penjualan getah pinus serta membantu masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa Perhutani dapat menjadi penghubung antara masyarakat dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan optimalisasi pemanfaatan potensi desa. Kelembagaan tidak akan terlepas dari visi dan misi yang akan menentukan arah gerak suatu kelembagaan. LMDH sebagai suatu kelembagaan resmi dan berbadan hukum juga mempunyai visi dan misi. Visi LMDH Tlogo Mulyo yaitu Menumbuhkan kesadaran masyarakat sekitar hutan dengan semangat dalam menjalankan kegiatan. Sedangkan misi LMDH yaitu Menyatukan dan memajukan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Selain visi dan misi, LMDH Tlogo Mulyo juga mempunyai beberapa tujuan yaitu: 1. Dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo diharapkan mampu menjadi wadah kegiatan masyarakat desa sekitar hutan. 2. Dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo yang berperan sebagai organisasi mitra kerja Perhutani diharapkan mampu menerima dan menyalurkan aspirasi 33

3 34 masyarakat desa hutan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 3. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa hutan khususnya anggota tani sadap kepada pihak-pihak yang berkompeten. Pengurus LMDH dipilih melalui rapat anggota. Mulai dari awal berdiri hingga saat penelitian dilaksanakan, pengurus LMDH belum mengalami pergantian. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pemuda yang bekerja ke Palembang sehingga sumberdaya manusia semakin terbatas. Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo dapat dilihat pada bagan berikut ini. Penanggung jawab Kades (Kaslam) Ketua Tasbin Sekretaris Ruslani Bendahara Bugel Pokja tanaman Pokja sadapan Pokja keamanan Bagan 6 Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo Berdasarkan struktur kepengurusan tersebut, ketua langsung membawahi semua pokja. Masing-masing pokja mempunyai ketua dan membawahi beberapa anggota. Ketua pokja langsung bertanggungjawab kepada ketua LMDH. Kemudian ketua bertanggungjawab terhadap kepala desa. Struktur tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan kepala desa. Tetapi berdasarkan fakta di lapang, ternyata sekretaris mempunyai kekuasaan yang lebih dibandingkan dengan ketua. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan sekretaris yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketua sehingga sekretaris lebih tanggap terhadap berbagai permasalahan yang terjadi dan mampu berpikir lebih sistematis. Ketua berperan sebagai penghubung antara pengurus dan anggota dengan pihak Perhutani. Sekretaris bertugas untuk mengurusi permasalahan administrasi seperti profil LMDH, AD/ART, notulensi, dan surat menyurat. Sedangkan bendahara bertugas untuk mengelola uang dari bagi hasil dan kas anggota serta membuat pembukuan. Pokja sadapan bertugas untuk meningkatkan hasil sadapan dengan mengingatkan anggota sadap yang mulai malas menyadap. Pokja keamanan bertugas menjaga keamanan hutan. Pokja tanaman bertugas untuk memelihara pohon pinus dan mendata jika ada pohon yang sudah tidak produktif.

4 Struktur kepengurusan tersebut berbeda dengan struktur LMDH secara formal. Kekuasaan tertinggi LMDH seharusnya berada di tangan rapat anggota. Anggota mempunyai hak untuk memberi suara dan berpendapat dalam rapat anggota. Tetapi di LMDH Tlogo Mulyo semua keputusan hanya diputuskan oleh pengurus dan mandor PHBM. Berikut adalah struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani. Rapat anggota 35 Pengurus Badan Pemeriksa Anggota Bagan 7 Struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani Bagan tersebut menunjukkan hubungan antar komponen dalam LMDH. Komponen dalam LMDH meliputi rapat anggota, pengurus, badan pemeriksa, dan anggota. Pengurus dan badan pemeriksa bertanggungjawab terhadap rapat anggota. Rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi dalam LMDH. Badan pemeriksa mempunyai hubungan pengawasan dengan pengurus. Artinya badan pemeriksa mempunyai tugas untuk mengawasi pengurus. Tatacara dalam melaksanakan pengawasan ditetapkan dalam rapat anggota dan diwujudkan dalam AD/ART. Sedangkan pengurus dan badan pemeriksa mempunyai hubungan pelayanan dengan anggota. Artinya badan pemeriksa dan pengurus harus melayani anggota bukan sebaliknya. Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan di dalam kawasan dan kegiatan di luar kawasan. Kegiatan di dalam kawasan meliputi kerjasama penanaman dan tebangan pohon pinus, puspa, kaliandra, pengadaan rumput gajah sebagai tanaman sela, dan penyadapan getah pinus. Rumput gajah ini akan dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak. Selain itu, masyarakat juga menanam kaliandra untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu bakar sehingga masyarakat tidak menjarah tanaman utama (pinus). Sebenarnya Perhutani tidak pernah melarang masyarakat untuk menanam jenis tanaman apapun sepanjang tidak mengganggu tanaman utama. Tetapi keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan bibit menyebabkan masyarakat belum memanfaatkan petakan hutan secara optimal. Pemanfaatan petakan baru sebatas penanaman rumput gajah dan kaliandra serta penyadapan getah pinus. Kegiatan penyadapan getah pinus menjadi kegiatan utama LMDH. Setiap anggota LMDH melakukan kegiatan penyadapan tiga kali dalam seminggu. Kegiatan penyadapan getah pinus dilakukan setiap pagi hari sehingga anggota tani sadap tetap dapat mengolah lahan pertaniannya. Alat sadap terdiri dari batok tempat menampung getah yang menetes, alat untuk meludang getah, dan alat

5 36 untuk menaikkan batok penampung getah. Alat sadap disediakan oleh Perhutani sehingga tidak membebani anggota tani sadap. Pergantian alat juga dapat disediakan oleh Perhutani jika anggota sadap melapor. Hasil sadapan disetorkan kepada mandor timbang dua kali dalam satu bulan, yaitu setiap tanggal 10 dan 25 di Dukuh Glidigan dan Gondang. Anggota tani sadap di Dukuh Glidigan menyetor hasil sadapan ke sekret LMDH di Dukuh Glidigan. Sedangkan anggota tani sadap dari Dukuh Gondang dan Klindon menyetor hasil sadapan ke tempat penimbangan di Dukuh Gondang. Getah sadapan akan ditimbang oleh mandor timbang dan langsung dicatat jumlah uang yang harus dibayarkan oleh Perhutani. Uang hasil sadapan ditentukan oleh mutu getah, berat getah, dan jarak dari petakan hutan ke tempat pengumpulan getah. Setelah proses penimbangan selesai, uang hasil penjualan getah akan langsung dibayarkan oleh Perhutani melalui mandor timbang. Getah yang sudah selesai ditimbang akan dijadikan satu ke dalam drum dan diangkut ke Paninggaran dengan menggunakan truk. Kemudian getah pinus tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik. Mutu getah dibedakan menjadi dua, yaitu getah mutu satu dan getah mutu dua. Penentuan mutu getah ditentukan oleh kadar air dalam getah, warna getah, dan jumlah serasah dalam getah. Getah mutu satu mempunyai ciri-ciri kadar air sedikit, jumlah serasah dalam getah sedikit, dan getah berwarna putih. Sedangkan getah mutu dua mempunyai warna yang kehitam-hitaman, banyak serasah, serta mempunyai kadar air yang banyak. Getah pinus yang dikerok langsung digolongkan menjadi getah mutu dua. Penetuan getah ini sudah ditentukan oleh Perhutani dengan konfirmasi kriteria getah yang layak dari mitra Perhutani yang membeli getah pinus. Kadar air dalam getah ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap getah dan curah hujan di tempat tersebut. Semakin tinggi curah hujan dan perlakuan yang kurang tepat (frekuensi menyadap kurang) maka kadar air dalam getah yang tertampung di dalam batok semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan getah digolongkan menjadi mutu dua. Warna getah dan jumlah serasah sangat ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap. Jika frekuensi menyadap teratur, letak batok, dan jumlah kuare (bekas sadapan) sesuai dengan aturan, maka getah akan berwarna putih bersih dan jumlah kotoran sedikit sehingga dapat digolongkan menjadi getah mutu satu. Tetapi jika getah berwarna kehitam-hitaman karena terlalu banyak kotoran, getah akan digolongkan mutu dua. Ketinggian lokasi pohon pinus juga mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima oleh anggota sadap. Lokasi yang terlalu tinggi, menyebabkan cuaca terlalu dingin sehingga jumlah getah yang menetes sedikit. Bahkan terkadang getah tidak mau menetes sehhingga harus dikerok. Padahal getah yang dikerok mempunyai berat yang lebih ringan daripada getah yang menetes dan lebih sering digolongkan menjadi getah mutu dua. Hal ini disebabkan oleh warna getah yang agak kehitam-kehitaman dan lebih banyak kotoran akibat pengerokan. Jumlah uang yang diterima penyadap dari penjualan getah terdiri dari ongkos pikul, berat getah hasil sadapan, dan ongkos timbang. Semakin jauh jarak antara petakan dengan tempat pengumpulan getah, maka ongkos pikul semakin besar. Begitu juga dengan kualitas getah, getah mutu satu mempunyai harga yang

6 lebih tinggi dibandingkan getah mutu dua. Berikut rincian harga getah yang telah ditentukan oleh Perhutani. Tabel 5 Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo Jenis Mutu Harga getah (Rp/kg) Ongkos pikul (Rp/Km) Ongkos timbang (Rp/kg) Total (Rp/kg) Mutu satu Mutu dua Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan Mandor Perhutani Getah pinus dari Tlogohendro seringkali digolongkan sebagai getah mutu dua. Kondisi lokasi hutan yang dingin menyebabkan mutu getah kurang baik dan jumlah getah yang menetes lebih sedikit. Berbeda dengan Tlogohendro, getah pinus dari Mudal (dekat dengan Kecamatan Petungkriyono) mempunyai cuaca yang lebih hangat sehingga getah pinus mempunyai mutu yang lebih baik dan digolongkan menjadi getah mutu satu. Jumlah getah yang menetes juga lebih banyak sehingga pendapatan tani sadap lebih besar. Berdasarkan rincian harga getah tersebut, pendapatan anggota LMDH dari hasil penjualan getah pinus dapat diketahui. Anggota tani sadap menyetor getah dua kali dalam sebulan dengan jumlah getah setiap kali setor 40 kg ( pohon), 60 kg ( pohon), dan yang paling banyak yaitu 80 kg (lebih dari 500 pohon). Jadi setiap satu bulan, anggota tani sadap menerima uang hasil penjualan getah sebesar per bulan. Padahal waktu yang dibutuhkan untuk menyadap getah tersebut adalah tujuh jam untuk setiap kali menyadap. Anggota tani sadap menyadap sebanyak dua kali seminggu, sehingga dalam satu bulan adalah 8 kali. Artinya dalam satu bulan menghabiskan 56 jam untuk menyadap. Jika penghasilan tersebut dibagi dengan jumlah jam, maka penghasilan per jam dari menyadap adalah sekitar per jam. Angka tersebut tentu saja angka yang sangat kecil dibandingkan dengan tenaga untuk memikul getah setiap kali menyadap. Tidak mengherankan jika anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi tidak mau menyadap. Hal ini berkaitan dengan kecilnya pendapatan yang diperoleh jika dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, atau menjadi pamong desa. Jika dibandingkan dengan buruh tani, pendapatan dari menyadap memang masih lebih tinggi. Buruh tani mendapatkan upah per hari dengan bekerja selama delapan jam. Jadi pendapatan per jam buruh tani adalah per jam. Tetapi tenaga yang dibutuhkan untuk menjadi buruh tani lebih kecil dibandingkan dengan tenaga untuk menyadap. Hal-hal yang dikerjakan oleh buruh tani adalah mengolah lahan, menanam jagung, dan memanen jagung. Jika cara perhitungan yang sama digunakan untuk menghitung pendapatan per jam pamong desa maka diperoleh angka per jam. Pamong desa (selain kepala desa dan sekretaris desa) hanya bekerja dua jam per hari untuk piket di Balai Desa. Pamong desa bertugas dari hari Senin hingga Jumat. Artinya dalam satu bulan pamong desa menghabiskan waktu 40 jam dengan gaji Rp ,00 per bulan. Angka tersebut menunjukkan bahwa pendapatan per jam pamong desa dua kali lipat jika dibandingkan dengan pendapatan dari menyadap. Padahal tenaga yang diperlukan untuk menyadap jauh lebih besar jika dibandingkan dengan piket 37

7 38 di Balai Desa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perangkat desa tidak mau menyadap. Selain akumulasi sumberdaya yang sudah melimpah dan memberikan kesempatan kepada anggota LMDH yang lebih membutuhkan, pendapatan yang diperoleh juga lebih kecil dan tidak layak jika dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang harus dikeuarkan. Tetapi kebutuhan yang mendesak dan tidak adanya pilihan lain untuk bertahan hidup, memaksa anggota LMDH dari lapisan sosial yang lebih rendah untuk tetap menyadap pinus untuk tambahan pendapatan. Selain sebagai kegiatan utama LMDH, sadap getah pinus juga memberikan modal kepada LMDH melalui bagi hasil dari hasil sadapan. LMDH mendapatkan bagian sebesar 20 % dari total hasil penjualan getah yaitu sebesar ± 4 juta selama satu tahun dengan syarat hasil sadapan dari anggota LMDH minimal harus sama dengan target yang sudah ditentukan oleh Perhutani. Jika hasil sadapan di bawah target, maka bagian LMDH akan dikurangi sesuai dengan aturan yang telah disusun oleh Perhutani. Dana dari bagi hasil penjualan getah digunakan untuk uang kas lembaga dan beasiswa bagi murid SD yang membutuhkan. Uang kas lembaga digunakan untuk biaya administrasi dan biaya akomodasi ketika ada undangan pelatihan dari Perhutani bagi perwakilan anggota LMDH. Uang tersebut juga digunakan untuk memberi bingkisan lebaran bagi anggota sadap saat menjelang Idul Fitri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi untuk menyadap. Selain kegiatan di dalam kawasan, LMDH juga mempunyai kegiatan di luar kawasan, yaitu KUBE (sapi bergulir) dan program kambing bergulir. Meskipun KUBE merupakan program dari pemerintah provinsi, tetapi LMDH dan Perhutani mempunyai andil yang besar atas berjalannya KUBE di Tlogohendro. Program kambing bergulir merupakan program LMDH yang didukung oleh Perhutani dengan cara memberikan bibit kambing kepada anggota LMDH untuk dikembangbiakkan dengan sistem yang mirip dengan KUBE. Tetapi dalam pelaksanaannya, program kambing bergulir ini mengalami kemacetan. Nilai ekonomi kambing yang lebih kecil dibandingkan dengan sapi serta ukuran kambing yang lebih kecil mempermudah usaha penjualan kambing. Berbeda dengan sapi, kambing mempunyai tingkat kesulitan yang lebih rendah ketika penjualan sehingga jarang diketahui oleh pihak lain. Selain itu masyarakat mayoritas sudah mempunyai kambing sehingga ketika ada penjualan kambing, anggota LMDH menyangka bahwa yang dijual adalah kambing milik pribadi. Kontrol yang lemah dari pengurus program kambing bergulir juga memperlancara usaha penjualan kambing dari LMDH tersebut. Oleh karena itu, program kambing bergulir ini tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan anggota LMDH karena mengalami kemacetan. Selain KUBE dan program kambing bergulir, LMDH juga mempunyai kegiatan simpan pinjam modal. Sumber pendanaan berasal dari mandor timbang. Simpan pinjam hanya diberikan kepada anggota tani sadap yang rutin menyetor getah. Simpan pinjam ini bebas dari bunga pinjaman sehingga tidak memberatkan anggota sadap. Pembayaran pinjaman dilakukan dengan cara memotong dari hasil penjualan getah setiap kali setor getah. Besar pinjaman bervariasi sesuai dengan kebutuhan dana dan keaktivan dalam menyetor getah. Anggota tani sadap yang menyetor dengan trend jumlah sadapan yang meningkat akan mendapatkan dana yang lebih besar.

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pengelolaan Hutan Pinus 5.1.1 Potensi Getah Pinus Getah pinus di KPH Banyumas Barat seperti yang tertera pada Tabel 4 berasal dari 6 BKPH yang termasuk ke dalam

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung 53 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung 1. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung Visi dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan (PP No. 45 tahun 2004). Perlindungan hutan dari kebakaran hutan adalah untuk menghindari kerusakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA )

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) Pemerintah Kabupaten Blitar PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA ( RENJA ) DINAS PERTERNAKAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 Jl. Cokroaminoto No. 22 Telp. (0342) 801136 BLITAR 1 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat

BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG. berbatasan dengan Desa Tileng, Sebelah Timur Desa Malo dan sebelah barat BAB III MENELUSURI WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA RENDENG A. Kondisi Geografis Desa Rendeng Secara Administrasi Desa Rendeng terletak sekitar 1 Km dari Kecamatan Malo, kurang lebih 18 Km dari Kabupaten Bojonegoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa terus meningkat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 9941 jiwa/km 2 (BPS, 2010) selalu dihadapkan

Lebih terperinci

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu. Tarsin (70) kelelahan. Matanya menatap lesu. Memegang ember berisi lhem, atau sisa tetes getah karet alam, ia duduk di bawah pohon karet di area perkebunan PT Perkebunan Nusantara XIX di Sedandang, Pageruyung,

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis. Tujuan metode deskriptif analisis ini adalah untuk membuat

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis. Tujuan metode deskriptif analisis ini adalah untuk membuat III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Tujuan metode deskriptif analisis ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU

RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU RENCANA OPERASI PENYINGKIR HALANGAN (BROP) PEMBUATAN DEMPLOT KEBUN TERPADU YAYASAN SEKA APRIL 2009 RANGKUMAN EKSEKUTIF Apa: Untuk mengurangi ancaman utama terhadap hutan hujan dataran rendah yang menjadi

Lebih terperinci

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008. PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KPH YOGYAKARTA Alamat : Jalan Argulobang No.13 Baciro, Telp (0274) 547740 YOGYAKARTA PENDAHULUAN 1. Wilayah KPH Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemiskinan dan pengangguran yang meningkat menjadi ketimpangan masyarakat merupakan tantangan dalam pembangunan, Masyarakat miskin umumnya lemah dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). 123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

BAB II KOPERASI PEGAWAI NEGERI (KPRI) SERAI SERUMPUN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT

BAB II KOPERASI PEGAWAI NEGERI (KPRI) SERAI SERUMPUN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT BAB II KOPERASI PEGAWAI NEGERI (KPRI) SERAI SERUMPUN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT A. Sejarah Ringkas Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR i PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus: Kecamatan Randublatung) TUGAS AKHIR Oleh: MEILYA AYU S L2D 001

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas).

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas). KOPERASI.. Nomor : 12 Pada hari ini, Kamis, tanggal 10-09-2015 (sepuluh September dua ribu lima belas). Pukul 16.00 (enam belas titik kosong-kosong) Waktu Indonesia Bagian Barat. ------- - Hadir dihadapan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL DENGAN PENYEDIAAN DANA BERGULIR PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Sejarah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat Hal yang melatarbelakangi pembentukan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) adalah adanya permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di

BAB III PEMBAHASAN Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di BAB III PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di dirikan pada 11 Desember 2006. KSP memiliki badan hukum 188.4/360/BH/112006.

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH Menimbang : a. b. c. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan pembangunan peternakan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kecamatan Godean merupakan salah satu dari

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kecamatan Godean merupakan salah satu dari IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Sidomulyo 1. Topografi Desa Sidomulyo Desa Sidomulyo merupakan desa yang berada di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kecamatan Godean

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENYEBARAN, PENGEMBANGAN DAN PEMELIHARAAN TERNAK MILIK PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. Mengingat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI 29 DESKRIPSI KARAKTERISTIK PETANI, KETERDEDAHAN TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PETANI Deskripsi Karakteristik Individu Petani Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa umur petani anggota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal Letak geografis yang penulis ambil sebagai obyek pembahasan

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2015 PEMBENTUKAN,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

KID Jenggik Utara: Memenuhi Kebutuhan Air Masyarakat Tani di Desa

KID Jenggik Utara: Memenuhi Kebutuhan Air Masyarakat Tani di Desa KID Jenggik Utara: Memenuhi Kebutuhan Air Masyarakat Tani di Desa Masyarakat Desa Jenggik Utara sudah lama mendambakan bendung/embung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air baik untuk keperluan pertanian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PERKUATAN PERMODALAN BAGI KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL GUBERNUR NANGGROE

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KEBERSIHAN KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru

V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU. pemilik usaha industri tahu yang ada di Desa Karanganyar Kecamatan Weru V. PROFIL INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU A. Identitas Pengrajin Identitas pengrajin merupakan gambaran umum tentang keadaan dan latar belakang pengrajin yang berkaitan dan berpengaruh terhadap kegiatan dalam

Lebih terperinci

PENELITIAN PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH SEKITAR HUTAN DI JAWA TENGAH

PENELITIAN PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH SEKITAR HUTAN DI JAWA TENGAH PENELITIAN PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH SEKITAR HUTAN DI JAWA TENGAH Tim Peneliti Balitbang Prov. Jateng Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Banjarsari terletak di Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah:

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2014 1. Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi, Dinas Kean mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENARIKAN PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENARIKAN PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENARIKAN PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Lokasi penelitian penulis adalah di Desa Tenggiring

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan Sentra industri rajutan Binong Jati merupakan sentra rajut terbesar di Kota Bandung yang terletak di Jl.Binong

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama Yayasan Gedhe Nusantara atau Gedhe Foundation (dalam bahasa Inggris) dan selanjutnya dalam Anggaran

Lebih terperinci

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana V. HASIL DANPEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu petani penangkar benih padi yang bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci