4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini berwarna putih keperakan dengan sedikit warna merah di sisi sirip-siripnya. Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui panjang, tinggi dan bobot ikan patin. Hasil pengukuran morfometrik pada 30 sampel ikan patin menunjukkan bahwa sampel patin memiliki panjang rata-rata 35,55 ± 2,83 cm, tinggi 4,85 ± 0,74 cm dan bobot sebesar 397,13 ± 36,06 gram (Tabel 2). Data hasil pengukuran morfometrik ikan patin disajikan pada Lampiran 1. Ikan patin yang digunakan berumur 5-6 bulan, dengan panjang rata-rata 35,55 cm. Hasil ini sejalan dengan Khairuman 2002 dalam Tababaka 2004 yang menyatakan bahwa panjang tubuh ikan patin saat usia 6 bulan sekitar cm dan bisa mencapai 120 cm. Tabel 2 Ukuran dan bobot ikan patin (Pangasius hypophthalmus) No. Parameter Satuan Nilai ± SD 1 Panjang cm 35,55 ± 2,83 2 Tinggi cm 4,85 ± 0,74 3 Bobot gram 397,13 ± 36,06 Keterangan : digunakan 30 sampel ikan patin Ukuran dan berat ikan patin dipengaruhi oleh pertumbuhan, jenis kelamin, umur, makanan dan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol, contohnya genetik. Adapun faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol yaitu makanan dan suhu (Effendi 1997). 4.2 Rendemen Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Rendemen merupakan bagian dari suatu bahan baku yang dapat diambil dan dimanfaatkan (biasanya dinyatakan dalam persen). Tubuh ikan patin terdiri atas beberapa bagian penting yaitu daging, kulit dan jeroan, sedangkan bagian lain-lain adalah kepala dan tulang. Rendemen masing-masing bagian tubuh ikan patin disajikan pada Gambar 8.

2 % 38.56% Daging Kulit Jeroan 14.47% 3.73% Lain-lain Gambar 8 Rendemen ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Gambar 8 menunjukkan bahwa rendemen terbesar ikan patin adalah bagian lain selain daging yaitu sebesar 43,28% yang merupakan bagian kepala dan tulang. Umumnya bagian kepala dan tulang ikan patin belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Kepala ikan patin dapat diolah menjadi produk lanjutan, contohnya kerupuk, sedangkan tulang ikan patin dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium, untuk pembuatan tepung ikan dan pembuatan pupuk karena mengandung kalsium tinggi dan kolagen. Daging ikan patin berbentuk fillet (Gambar 9) merupakan bagian yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini, dengan rendemen sebesar 38,56%. Bagian kulit dan jeroan ikan patin memiliki rendemen sebesar 3,73% dan 14,43%. Kulit dan jeroan ikan patin dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk penerapan proses produksi tanpa limbah (zero waste), kulit untuk pembuatan gelatin, sedangkan jeroan dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi pupuk. Gelatin adalah bahan hidrogel dari polimer alami yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis binatang (Maddu et al. 2006). Haq (2005) telah melakukan pembuatan gelatin dengan memanfaatkan kulit ikan nila dan kulit ikan tuna. a b Gambar 9 Daging fillet ikan patin segar (a) dan goreng (b)

3 Komposisi Kimia Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Hasil analisis kimia memberikan informasi tentang kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan karbohidrat ikan patin yang digunakan pada penelitian ini (Tabel 3). Perhitungan lengkap proksimat ikan patin dicantumkan pada Lampiran 2. Tabel 3 Hasil analisis proksimat ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Patin segar (%) Patin goreng (%) Komposisi Basis basah (bb) Basis kering (bk) Basis basah (bb) Basis kering (bk) Air 82,27-63,56 - Abu 0,77 4,34 0,91 2,50 Lemak 0,36 2,03 7,34 20,14 Protein 15,07 84,99 19,45 53,37 Karbohidrat 1,53 8,63 8,74 23, Kadar air Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah air yang terkandung dalam daging ikan patin segar dan goreng. Kadar air pada daging patin segar yaitu 82,27% dan daging patin goreng 63,56% (Gambar 10). Terjadi penurunan kadar air pada daging patin goreng dengan perubahan relatif sebesar 22,74%. Kadar air (%) Patin segar Patin goreng Gambar 10 Histogram kadar air daging ikan patin Daging patin segar memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging patin goreng. Penurunan kadar air tersebut disebabkan oleh terjadinya penguapan air pada daging ikan patin saat digoreng. Penggorengan yang terjadi pada suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya penguapan sebagian

4 28 air dalam bahan pangan (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Saat daging ikan digoreng, terjadi pindah panas dari sumber panas penggoreng ke daging melalui media pindah panas, yaitu minyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, daging patin akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Domiszewski et al. (2011), yang melakukan penelitian mengenai pengaruh pemanasan terhadap asam lemak ikan patin, memperoleh hasil kadar air daging patin segar dan goreng sebesar 81,57% dan 63,28%. Penggorengan yang dilakukannya pada suhu 180 C selama 6 menit, memberikan hasil yang relatif sama dengan penelitian ini yang menggunakan suhu 190 C selama 5 menit Kadar abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Hasil analisis kadar abu pada daging patin segar adalah sebesar 0,77% dan daging patin goreng sebesar 0,91% (Gambar 11). Data menunjukkan terjadinya perubahan proporsional kadar abu pada daging patin goreng, yaitu meningkat sebesar 18,18%. Kadar abu (%) Patin segar Patin goreng Gambar 11 Histogram kadar abu daging ikan patin Setiap bahan pangan memiliki kadar abu yang berbeda-beda, yang menunjukkan mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut berbedabeda. Kadar abu ikan patin relatif berbeda dengan kadar abu catfish lainnya, mengacu pada Nurilmala et al. (2009) yang melaporkan bahwa kadar abu ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah sebesar 1,47%. Variasi komposisi kimia dapat terjadi antarspesies, antarindividu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh

5 29 satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). Variasi ini dapat disebabkan beberapa faktor, di antaranya musim, ukuran, tahap kedewasaan, suhu lingkungan dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009) Kadar protein Hasil analisis proksimat untuk kadar protein menunjukkan bahwa ikan patin termasuk ikan berprotein tinggi. Kadar protein daging patin segar dan daging patin goreng adalah 15,07% dan 19,45% (Gambar 12). Ikan dikategorikan sebagai ikan berprotein tinggi jika ikan tersebut memiliki kandungan protein sebesar 15-20% (Junianto 2003). 30 Kadar protein (%) Patin segar Patin goreng Gambar 12 Histogram kadar protein daging ikan patin Kadar protein daging patin setelah digoreng meningkat secara relatif sebesar 29,06%. Peningkatan kadar protein terjadi secara proporsional setelah penggorengan diakibatkan oleh pengurangan kadar air (Syarief dan Halid 1993). Daging patin yang telah melalui proses penggorengan memiliki kandungan air yang lebih kecil dibandingkan dengan daging patin segar, sehingga persentasi kadar protein dalam daging meningkat secara proporsional. Berdasarkan hasil penelitian Nurilmala et al. (2009), kadar protein jenis catfish lainnya yaitu lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah sebesar 17,71%. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan berprotein tinggi dengan kadar protein sebesar 15-20% Kadar lemak Analisis kadar lemak yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ikan patin merupakan ikan berlemak rendah. Daging patin segar memiliki kadar lemak sebesar 0,36% dan daging patin goreng sebesar 7,34% (Gambar 13). Ikan dengan kandungan lemak <5% termasuk ikan berlemak rendah (Junianto 2003).

6 Kadar lemak (%) Patin segar Patin goreng Gambar 13 Histogram kadar lemak daging ikan patin Peningkatan kadar lemak daging patin goreng yang sangat signifikan ini disebabkan oleh proses penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan sebagai media pindah panas pada saat menggoreng ikan, terserap oleh daging patin sehingga kandungan lemak yang terdapat pada minyak goreng juga ikut terserap. Bahan pangan akan menyerap sejumlah minyak selama penggorengan. Penyerapan yang berlebihan dapat dikurangi dengan meniriskan bahan pangan yang baru digoreng (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2000). Berbeda dengan hasil penelitian ini, Domiszewski et al. (2011) melaporkan bahwa kadar lemak daging patin segar adalah 2,23% dan daging patin goreng 9,65%. Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antarspesies, antara individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya musim, ukuran, tahap kedewasaan, suhu lingkungan dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009) Kadar karbohidrat Analisis kadar karbohidrat daging ikan patin dilakukan dengan metode by difference. Kadar karbohidrat yang terkandung pada daging patin segar adalah sebesar 1,53% dan daging patin goreng sebesar 8,74% (Gambar 14). Okuzumi dan Fuzii (2000) menyatakan bahwa kandungan glikogen yang terkandung pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan, 1% untuk krustasea dan 1-8% untuk kekerangan.

7 31 Kadar karbohidrat (%) Patin segar 8.74 Patin goreng Gambar 14 Histogram kadar karbohidrat daging ikan patin Penelitian Maghfiroh (2000) menunjukkan bahwa kadar karbohidrat ikan patin adalah 1,43%. Dalam bahan pangan, keberadaan karbohidrat kadangkala tidak sendiri, melainkan berdampingan dengan zat gizi lain, contohnya protein dan lemak. Selain itu, dapat juga mengandung diktiosom daging yang merakit komponen karbohidrat. Karbohidrat pada produk perikanan tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen, terdiri atas glukosa, fruktosa, sukrosa dan monosakarida lainnya. 4.4 Komposisi Asam Lemak Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Analisis asam lemak daging patin segar dan goreng menunjukkan bahwa ikan patin mengandung asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Retention time merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari saat injeksi sampai sampel mencapai peak maksimum (Riyadi 2009). Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati nilai retention time standar asam lemak. Nilai retention time asam lemak sampel dan standar yang digunakan pada penelitian ini dicantumkan pada Lampiran 3. Kromatogram asam lemak sampel daging ikan patin dan standar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 15, 16 dan 17.

8 32 Gambar 15 Kromatogram standar asam lemak Gambar 16 Kromatogram hasil analisis asam lemak daging patin segar

9 33 Gambar 17 Kromatogram hasil analisis asam lemak daging patin goreng Analisis asam lemak dengan GC menunjukkan bahwa daging patin segar mengandung 30 jenis asam lemak yang terdiri atas 11 jenis SFA, 8 jenis MUFA dan 11 jenis PUFA. Daging patin goreng mengandung 24 jenis asam lemak, terdiri atas 12 jenis SFA, 4 jenis MUFA dan 8 jenis PUFA. Perhitungan asam lemak daging ikan patin dicantumkan pada Lampiran 4 dan hasil akhir disajikan pada Tabel 4. Daging patin segar mengandung asam lemak sebesar 61,64% dan daging patin goreng 79,73%. Asam lemak daging patin goreng meningkat secara relatif sebesar 29,35%. Perubahan ini disebabkan oleh proses penggorengan yang menggunakan minyak goreng, dimana proses termal yang terjadi dan kadar asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng mempengaruhi kadar asam lemak daging ikan patin. Hasil analisis asam lemak minyak goreng yang digunakan dalam penelitian ini dicantumkan pada Tabel 5 dan kromatogramnya disajikan pada Gambar 18.

10 34 Tabel 4 Komposisi asam lemak daging ikan patin (Pangasius hypophthalmus) No. Asam lemak Patin segar (%) Patin goreng (%) 1 Asam kaprilat (C8:0) n.d 0,02 2 Asam kaprat (C10:0) n.d 0,02 3 Asam laurat (C12:0) 0,17 0,21 4 Asam miristat (C14:0) 0,82 0,75 5 Asam miristoleat (C14:1) 0,02 n.d 6 Asam pentadekanoat (C15:0) 0,07 0,04 7 Asam palmitat (C16:0) 18,20 28,92 8 Asam palmitoleat (C16:1) 0,36 0,17 9 Asam heptadekanoat (C17:0) 0,13 0,08 10 Asam heptadekanoat (C17:1) 0,11 n.d 11 Asam stearat (C18:0) 4,09 3,05 12 Asam elaidat (C18:1n9) 0,16 0,08 13 Asam oleat (C18:1n9) 22,16 35,14 14 Asam linolelaidat (C18:2n9) 0,03 n.d 15 Asam linoleat (C18:2n6) 8,00 9,61 16 Asam arakhidat (C20:0) 0,24 0,28 17 Asam linolenat (C18:3n6) 0,05 0,04 18 Asam eikosenoat (C20:1) 0,52 0,14 19 Asam linolenat (C18:3n3) 0,29 0,15 20 Asam heneikosanoat (C21:0) 0,02 n.d 21 Asam eikosedienoat (C20:2) 0,34 0,10 22 Asam behenat (C22:0) 0,14 0,05 23 Asam eikosetrienoat (C20:3n6) 0,68 0,04 24 Asam erukat (C22:1n9) 0,08 n.d 25 Asam eikosetrienoat (C20:3n3) 0,02 n.d 26 Asam arakhidonat (C20:4n6) 1,59 0,10 27 Asam trikosanoat (C23:0) 0,04 0,02 28 Asam dokosadienoat (C22:2) 0,02 n.d 29 Asam lignoserat (C24:0) 0,16 0,06 30 EPA (C20:5n3) 0,39 0,47 31 Asam nervonat (C24:1) 0,12 n.d 32 DHA (C22:6n3) 2,65 0,19 Keterangan : n.d = not detected (tidak terdeteksi) Data menunjukkan bahwa minyak goreng yang digunakan mengandung 15 jenis asam lemak, terdiri atas 9 jenis SFA, 3 jenis MUFA dan 3 jenis PUFA, dimana kandungan ini mempengaruhi kadar asam lemak daging ikan patin setelah mengalami penggorengan.

11 35 Tabel 5 Komposisi asam lemak minyak goreng No. Kelompok asam lemak Jenis asam lemak Kadar asam lemak (%) 1 Asam lemak jenuh Palmitat 26,00 Stearat 3,02 Miristat 0,72 Arakhidat 0,27 Laurat 0,12 Heptadekanoat 0,07 Behenat 0,05 Pentadekanoat 0,03 Kaprat 0,01 2 Asam lemak tak jenuh tunggal 3 Asam lemak tak jenuh majemuk Oleat 32,28 Palmitoleat 0,14 Eikosenoat 0,11 Linoleat 10,88 Linolenat 0,16 Eikosedienoat 0,05 Gambar 18 Kromatogram hasil analisis asam lemak minyak goreng

12 Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Daging ikan patin termasuk salah satu jenis ikan dengan kandungan asam lemak yang tinggi. Mengacu pada data yang disajikan pada Tabel 4, daging patin segar dan goreng masing-masing mengandung 11 dan 12 jenis SFA. Data yang diperoleh menunjukkan SFA daging patin segar dan goreng sebesar 24,08% dan 33,5%, dengan peningkatan relatif yang terjadi sebesar 28,12%. Hasil penelitian Domiszewski et al. (2011) menunjukkan bahwa kandungan SFA daging patin segar adalah 47,15% dan daging patin goreng 12,76%. Palmitat (C16:0) merupakan SFA dengan kadar tertinggi, baik pada daging patin segar maupun goreng (Gambar 19). Daging patin segar mengandung palmitat sebesar 18,20% dan daging patin goreng 28,92%. Peningkatan kadar palmitat pada daging patin goreng diduga disebabkan oleh penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke dalam daging ikan patin saat digoreng, sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan palmitat minyak goreng adalah sebesar 26,00%. Hal ini memungkinkan bahwa peningkatan palmitat pada daging patin goreng dipengaruhi oleh kandungan palmitat dari minyak goreng Kadar asam lemak (%) Miristat Palmitat Stearat Daging segar Daging goreng Gambar 19 Kandungan asam lemak jenuh daging ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

13 37 Kandungan asam lemak jenuh stearat (C18:0) pada daging patin segar dan goreng adalah 4,09% dan 3,05%. Daging patin goreng mengandung asam stearat yang lebih rendah dibandingkan dengan daging patin segar. Hal ini diduga disebabkan oleh oksidasi asam lemak yang terjadi saat penggorengan. Umumnya kerusakan akibat oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobson 1967). Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas (Grundy 1994 dalam Witjaksono 2005). Hasil analisis asam lemak miristat (C14:0) pada daging patin segar adalah 0,82% dan daging patin goreng 0,75%. Oksidasi yang terjadi saat proses penggorengan diduga menyebabkan penurunan asam miristat pada daging patin goreng. Asam miristat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan fotoreseptor (O Keefe et al. 2002). Tabel 4 menunjukkan bahwa asam kaprilat (C8:0) dan asam kaprat (C10:0) merupakan asam lemak jenuh dengan persentase terkecil. Asam kaprat tidak terdeteksi pada daging patin segar, tetapi pada daging patin goreng asam lemak ini terdeteksi sebesar 0,02%. Hal ini diduga disebabkan oleh penyerapan asam lemak dari minyak goreng yang terserap oleh daging patin. Minyak goreng yang digunakan mengandung asam kaprat sebesar 0,01%. Selain itu, tidak terdeteksinya suatu asam lemak diduga dipengaruhi oleh peng-couple-an yang tidak sempurna, volume yang diinjeksikan kurang atau hidrolisis kurang bagus Asam lemak tak jenuh tunggal Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid/mufa). Daging patin segar mengandung 8 jenis MUFA sebesar 23,53% dan daging patin goreng mengandung 4 jenis MUFA sebesar 35,53% (Tabel 4) dengan peningkatan relatif yang terjadi sebesar 50,99%. Asam lemak oleat (C18:1) merupakan kandungan MUFA tertinggi, pada daging patin segar sebesar 22,16% dan daging patin goreng 35,14% (Gambar 20). Penelitian Domiszewski et al. (2011) juga menunjukkan bahwa asam lemak oleat

14 38 Kadar asam lemak (%) Palmitoleat Oleat Eikosenoat Daging segar Daging goreng Gambar 20 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal daging ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan MUFA tertinggi pada daging patin segar dan goreng, yaitu sebesar 37,59% dan 62,33%. Terjadinya peningkatan kadar asam oleat pada daging patin goreng diduga disebabkan oleh penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke dalam daging ikan patin saat digoreng, sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan asam oleat minyak goreng adalah sebesar 32,28% dan merupakan MUFA dengan persentase tertinggi. Hal ini memungkinkan bahwa peningkatan asam oleat pada daging patin goreng dipengaruhi oleh kandungan asam oleat dari minyak goreng. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Berbeda dengan asam oleat, asam lemak palmitoleat (C16:1) dan asam lemak eikosenoat (C20:1) pada daging patin goreng mengalami penurunan dibandingkan dengan daging patin segar. Palmitoleat pada daging patin segar dan goreng adalah sebesar 0,36% dan 0,17%, sedangkan eikosenoat sebesar 0,52% dan 0,14%. Hal ini disebabkan oleh oksidasi asam lemak yang terjadi saat penggorengan. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobson 1967).

15 Asam lemak tak jenuh majemuk Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty acid/pufa). Kandungan PUFA daging patin segar adalah sebesar 14,03%, terdiri atas 11 jenis asam lemak, sedangkan daging patin goreng sebesar 10,7% terdiri atas 8 jenis asam lemak. Penurunan PUFA pada daging patin goreng secara relatif terjadi sebesar 24,45%. Domisweski et al. (2011) melaporkan bahwa kandungan PUFA daging patin segar adalah 12,45% dan daging patin goreng 23,74%. Daging patin mengandung empat jenis asam lemak omega-3, empat asam lemak omega-6 dan satu asam lemak omega-9. Asam linoleat memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan jenis PUFA lainnya (Gambar 21). Kadar asam lemak (%) Linoleat Arakhidonat EPA DHA Daging segar Daging goreng Gambar 21 Kandungan asam lemak tak jenuh majemuk daging ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Daging patin segar mengandung 8,00% asam linoleat dan daging patin goreng 9,61%. Peningkatan kandungan linoleat daging patin dipengaruhi oleh kandungan linoleat yang terdapat pada minyak goreng, dimana kandungan linoleat minyak goreng juga besar yaitu 10,88%. Linoleat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensitesisnya. Kekurangan asam lemak esensial dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan (Almatsier 2000). Kandungan arakhidonat pada daging patin segar dan goreng adalah 1,59% dan 0,1%. Asam lemak arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam

16 40 linoleat pada hewan. Daging patin segar mengandung EPA sebesar 0,39% dan daging patin goreng sebesar 0,47%, sedangkan kandungan DHA patin segar adalah sebesar 2,65% dan daging patin goreng 0,19%. Proses penggorengan mempengaruhi kandungan asam lemak tersebut, dimana asam lemak tak jenuh mengalami oksidasi akibat proses termal. Data menunjukkan beberapa asam lemak terdapat pada daging patin segar, namun pada daging patin goreng tidak terdeteksi. Asam lemak tersebut adalah asam nervonat, heptadekanoat, erukat, miristoleat (MUFA) serta linolelaidat, eikosetrieonat dan dokosadienoat (PUFA). Asam lemak tak jenuh biasanya mengalami oksidasi pada ikatan rangkapnya dan sebagai hasil oksidasi adalah hidroperoksida. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi) (Tambun 2006). Asam lemak yang lebih dominan dalam lemak ikan yaitu EPA dan DHA (Husaini 1989 dalam Sukarsa 2004). Ikan patin baik untuk dikonsumsi karena EPA dan DHA serta asam lemak tak jenuh lain yang dikandungnya. EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting untuk tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan (Whitney et al dalam Abadi 2007). Mengkonsumsi asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup mampu mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi risiko terkena penyakit jantung, risiko artherosklerosis serta secara selektif dapat membunuh sel-sel kanker dan menyembuhkan simtom-simtom rheumathoid arthritis. Kinsella et al menyatakan bahwa efek klinis dari asam lemak omega-3 dalam menurunkan kadar kolesterol darah diduga disebabkan oleh pengaruhnya terhadap mekanisme produksi lipoprotein transpor dalam hati, yang kemudian disekresikan ke dalam darah. 4.5 Deskripsi Jaringan Daging Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Histologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari struktur dan sifat jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Pengamatan daging ikan patin dilakukan untuk melihat perbedaan struktur daging ikan patin sebelum dan sesudah penggorengan. Penyiapan preparat dilakukan dengan menggunakan metode parafin.

17 41 Perbedaan jaringan daging patin sebelum dan sesudah digoreng terlihat jelas pada Gambar 22. Struktur jaringan daging patin segar terdiri atas serabutserabut yang tidak kompak, terputus-putus dan terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Gambar 22 (a) dan (b)). Gambar 22 (c) dan (d) memperlihatkan jaringan daging patin goreng terdiri atas serabut-serabut jaringan tipis yang lebih kompak. Serabut otot Parafin a b c d Gambar 22 Struktur jaringan daging patin segar perbesaran 100x (a), perbesaran 400x (b). Struktur jaringan daging patin goreng perbesaran 100x (c), perbesaran 400x (d). Gambar 22 (a) dan (b) menunjukkan bahwa jaringan daging patin segar terdiri atas serabut-serabut yang terputus atau tidak menyatu. Hal ini diduga karena penyimpanan di dalam freezer yang dilakukan sebelum daging patin dianalisis, yang menyebabkan terjadinya dehidrasi. Dehidrasi yang terjadi pada saat penyimpanan menyebabkan kemampuan mengikat air oleh protein myofibril menjadi berkurang (Thorarinsdottir et al. 2011). Penyimpanan daging ikan patin di dalam freezer juga menyebabkan terbentuknya kristal es. Terbentuknya kristal es dapat berpengaruh pada struktur internal otot dan menyebabkan denaturasi protein (Bahuaud et al. 2008).

18 42 Penggorengan yang dilakukan pada penelitian ini mempengaruhi struktur daging ikan patin, yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan struktur jaringan yang dihasilkan. Ayala et al menyatakan bahwa proses pemasakan menyebabkan perubahan penting pada komponen urat daging (air, serat daging, jaringan penghubung dan adipose). Gambar 22 (c) dan (d) memperlihatkan bahwa struktur jaringan daging patin goreng lebih kompak dan menyatu dibandingkan dengan daging patin segar. Pemanasan yang terjadi saat penggorengan menyebabkan air dalam daging patin merembes keluar, sehingga struktur jaringan menjadi lebih kompak. Perubahan struktural suatu bahan pangan yang disebabkan oleh panas dapat mempengaruhi tekstur dan parameter lain yang berhubungan dengan kualitas daging (Hurling et al. 1996). Selain itu, pemasakan dapat mengubah struktur jaringan daging yang disebabkan oleh koagulasi termal pada protein dan perubahan yang berhubungan dengan kadar air. Selain proses penggorengan, pembekuan yang dilakukan sebelum daging patin dianalisis juga mempengaruhi struktur jaringan daging. Perubahan struktural dapat terjadi pada saat pembekuan, terutama saat penyimpanan lanjutan yang dilakukan pada bahan daging yang beku. Kerusakan ruang sel, koagulasi protein, pengompakkan myofibril, kehilangan air (dehidrasi), penurunan daya ikat air dan perubahan aroma serta rasa merupakan beberapa pengaruh yang umum terjadi akibat pembekuan (Hall 2001 dalam Ayala et al. 2005).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh

Lebih terperinci

FATTY ACID PROFILE OF POND CULTURED CATFISH (Pangasius hypophthalmus) LIVER. Abstrack

FATTY ACID PROFILE OF POND CULTURED CATFISH (Pangasius hypophthalmus) LIVER. Abstrack FATTY ACID PROFILE OF POND CULTURED CATFISH (Pangasius hypophthalmus) LIVER By Jonny Alamsyah 1), Mirna Ilza 2) dan Syahrul 2) Abstrack This research was conducted to evaluate fatty acid profile of pond

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Kerang Pisau (Solen spp) Kerang pisau yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Pantai Kejawanan, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon. Kerang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003; I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam lemak omega 3 termasuk dalam kelompok asam lemak essensial. Asam lemak ini disebut essensial karena tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Gambar 1 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) (Sumber: Anonim a 2011)

Gambar 1 Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) (Sumber: Anonim a 2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting. Ikan ini memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Keong Mas Tubuh keong mas terdiri atas cangkang, jeroan, dan daging. Cangkang keong mas bundar dan berwarna coklat kehitaman. Cangkang ini tersusun dari kalsium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perikanan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dan menghadapi. nasional (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Perikanan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dan menghadapi. nasional (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2015). I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat, (5) Kerangka Berpikir dan (6) Hipotesis 1.1. Latar Belakang Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 4 1.1 Ikan Teri Galer (Stolephorus indicus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP KOMPOSISI ASAM LEMAK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Nurjanah 1, Tati Nurhayati 1, Asadatun Abdullah 1 dan Ardilla Prameswarie Raharjo 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Belut Sawah Belut sawah biasanya hidup di tempat yang berlumpur tetapi pada kolam budidaya belut ditempatkan pada tong besar. Belut diberi media irisan batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau

Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau 1 KARAKTERISTIK DAN PROFIL ASAM LEMAK TEPUNG IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) DENGAN METODA PEMASAKAN BERBEDA Ngafif Fatuh Zahroh 1), Edison 2), Sumarto 2) Email: Afif.fatuh@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Pada suhu kamar : - lemak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara maritim dengan ratusan pulau yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur, Indonesia yang memiliki luas laut 3.257.483 km² menjadi negara yang potensial

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Mutu Minyak Ikan Sebelum Ekstraksi dengan Fluida CO 2 Superkritik Minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak ikan hasil samping industri pengalengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN PRISCA SARI PARAMUDHITA

PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN PRISCA SARI PARAMUDHITA PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN KOLESTEROL IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN PRISCA SARI PARAMUDHITA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Lintah laut yang digunakan pada penelitian ini adalah Discodoris sp. yang berasal dari kepulauan Belitung. Lintah laut yang digunakan berupa lintah laut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN

1 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu komponen penting bahan pangan bagi manusia. Hal ini disebabkan karena kandungan gizinya, terutama protein (Ababouch, 2012; Anene et al.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk PENGANTAR Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupannya. Sekarang ini, masyarakat semakin peduli dengan makanan yang sehat. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewani. Selain sebagai komoditi ekspor, ikan juga banyak dikonsumsi oleh

I. PENDAHULUAN. hewani. Selain sebagai komoditi ekspor, ikan juga banyak dikonsumsi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang merupakan sumber protein hewani. Selain sebagai komoditi ekspor, ikan juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengolahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekatul adalah hasil samping proses penggilingan padi yang berasal dari lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna coklat. Bekatul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang disuplai dari makanan pokok tidak terpenuhi. Suplemen di pasaran dapat dibedakan berdasarkan kategori penggunaannya,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Beberapa Ikan Rawa Perairan rawa merupakan salah satu ekosistem perairan umum yang pada permukaan tanahnya ditutupi oleh tumbuhan dan dicirikan dengan tebalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hiperkolesterolemia 1. Pengertian Hiperkolesterolemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol total yang disertai dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat, yaitu pola makan tinggi lemak terutama lemak jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Lemak dan minyak merupakan makanan yang sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini gaya hidup serta pola konsumsi makanan pada masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, terhadap selera produk pangan yang cenderung lebih menyukai sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein hewani adalah harga produk yang tinggi atau daya beli masyarakat yang rendah. Sampai saat ini produk-produk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL DAN JARINGAN FILLET IKAN BARONANG (Siganus sp.) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN FE GESTRI ULFAINI MAGHRIBI

PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL DAN JARINGAN FILLET IKAN BARONANG (Siganus sp.) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN FE GESTRI ULFAINI MAGHRIBI PROFIL ASAM LEMAK, KOLESTEROL DAN JARINGAN FILLET IKAN BARONANG (Siganus sp.) AKIBAT PROSES PENGGORENGAN FE GESTRI ULFAINI MAGHRIBI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu menu makanan yang populer dan disenangi banyak kalangan. Hal ini karena ikan adalah produk strategis yaitu potensi produksi sangat besar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo merupakan kota yang semua supermarket menjual berbagai jenis minyak goreng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kolesterol 1. Definisi kolesterol Kolesterol ditinjau dari sudut kimiawi dapat diklasifikasikan dalam golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti merupakan produk pangan hasil fermentasi tepung dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang kemudian dipanggang untuk mematangkannya Mudjajanto dan Yulianti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang memiliki peran penting dalam tubuh. Kekurangan kalsium pada anak dan remaja dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan

I. PENDAHULUAN. keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan adalah salah satu hasil komoditi yang sangat potensial, karena keberadaannya sebagai bahan pangan dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, suku, dan agama

Lebih terperinci

Gambar 1 Ikan Cobia (Rachycentron canadum) (Sumber: MFB 2008).

Gambar 1 Ikan Cobia (Rachycentron canadum) (Sumber: MFB 2008). 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan cobia (Rachycentron canadum) Ikan cobia adalah jenis ikan berukuran besar termasuk ikan pelagis besar yang terdistribusi di perairan estuari, subtropis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang sangat luas, dengan luas laut yang dimiliki maka kekayaan hasil laut yang dimiliki juga berlimpah. Kekayaan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45). 5 PEMBAHASAN UMUM Asam lemak nonesensial merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam jaringan mamari dapat dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum dengan konsentrat kadar protein kasar 14%, TDN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi

I. PENDAHULUAN. dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi I. PENDAHULUAN Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 POLA PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS BEKATUL PASCA PENGGILINGAN Kerusakan hidrolitik pada bekatul mulai terjadi ketika proses penyosohan beras berlangsung, dimana terjadi

Lebih terperinci