4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari kolam budidaya, Dramaga, Bogor. Ikan patin yang digunakan berupa sampel segar utuh untuk pengukuran panjang, lebar, tinggi, dan bobot total. Ikan patin ini memiliki kulit berwarna hitam kebiruan di bagian atas dan warna putih keperakan di bagian bawah. Daging patin segar dan goreng yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. (a) (b) Gambar 6 Daging patin segar (a) dan goreng (b) Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini hanya bagian daging. Daging segar yang digunakan berwarna putih kemerahan dengan aroma spesifik daging patin dan tidak berbau amis. Setelah melalui proses penggorengan, daging berwarna coklat keemasan. Penggorengan pada suhu minyak antara C menghasilkan tingkat kegaringan yang baik dan daging tetap kelihatan basah (Zaitsev et al. dalam Suwandi 1990). Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data mengenai ukuran dan bobot dengan menggunakan 30 sampel. Parameter yang diamati yaitu panjang, lebar, tinggi dan bobot total. Data morfometrik panjang, lebar, tinggi, dan bobot ikan dapat dilihat pada Lampiran 1. Rata-rata panjang, lebar, tinggi dan bobot ikan patin dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Ukuran panjang dan bobot patin No. Parameter Satuan Nilai 1 Panjang cm 35,55 ± 2,83 2 Lebar cm 4,85 ± 0,74 3 Tinggi cm 6,38 ± 0,94 4 Bobot gram 397,13 ± 36,06 Keterangan : Sampel 30 ekor patin

2 27 Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan patin memiliki panjang 35,55 cm, lebar 4,85 cm, tinggi 6,38 cm, dan bobot rata-rata 397,13 gram. Menurut Susanto dan Amri (2002), panjang ikan patin yang dibudidayakan selama 6 bulan bisa mencapai cm. Ukuran dan berat ikan patin dipengaruhi oleh pertumbuhan, jenis kelamin, umur, makanan dan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol, contohnya genetik. Adapun faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol, diantaranya adalah makanan dan suhu (Effendi 1997). Daging yang telah digoreng kemudian dicacah kecil-kecil, sedangkan daging segar dilumatkan agar homogen untuk mempermudah proses analisis kimia. Bahan baku daging patin segar dan goreng kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke lemari pendingin untuk mencegah terjadinya kemunduran mutu bahan baku. 4.2 Rendemen Ikan Patin Rendemen adalah presentasi bobot bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan sehingga menghasilkan nilai ekonomis dari suatu bahan baku. Semakin tinggi nilai rendemen dari bahan baku, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Perhitungan rendemen didapatkan dengan membandingkan berat masing-masing bagian tubuh dengan berat ikan patin utuh. Persentasi rendemen daging, kulit dan jeroan ikan patin segar dapat dilihat pada Gambar 7. 43,28% 38,56% Daging Kulit Jeroan 14,47% 3,73% Lain-lain Gambar 7 Rendemen daging, kulit, dan jeroan ikan patin segar

3 28 Berdasarkan Gambar 7, diketahui bahwa rendemen daging patin mencapai 38,56%. Hasil tersebut mendukung hasil penelitian Hustiany (2005) yang menyatakan ikan patin hasil budidaya yang berukuran gram memiliki rendemen daging sebanyak 30-42,5%. Rendemen kulit dan jeroan patin berturutturut adalah 3,37% dan 14,43%. Rendemen hasil perikanan berbeda-beda tergantung dari ukuran, berat dan jenisnya. Bagian kepala, tulang, dan sirip umumnya belum dimanfaatkan secara maksimal dan menjadi limbah padatan, padahal bagian ini menyumbang sebesar 43,28% dari bobot total ikan patin. Kepala, tulang, dan sirip sisa pengolahan dapat dimanfaatkan untuk menbuat flavor ikan yang gurih sebagai pelengkap makanan. Tulang ikan juga berpotensi dijadikan tepung tulang yang kaya akan kalsium dan fosfor, sehingga dapat digunakan sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor. Selain itu, limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan (Thalib 2009). Kulit patin berpotensi sebagai bahan baku pembuatan gelatin (Dianti 2008). 4.3 Hasil Analisis Kimia Hasil analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini memberikan informasi mengenai komposisi proksimat, serta asam amino daging patin segar dan goreng Komposisi Proksimat Analisis mengenai komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengetahui komposisi kimia kandungan suatu bahan pangan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan secara kasar (crude) adalah analisis proksimat yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Analisis kadar air, abu, lemak, dan protein dilakukan di laboratorium, sedangkan perhitungan kadar karbohidrat dihitung secara by difference. Hasil analisis proksimat daging patin dapat dilihat pada Tabel 5. Contoh perhitungan komposisi kimia daging patin dapat dilihat pada Lampiran 2.

4 29 Tabel 5 Komposisi kimia daging patin segar dan goreng Komposisi Daging patin segar (%) Daging patin goreng (%) selisih Basis Basis kering Basis basah Basis kering (%) basah (bb) (bk) (bb) (bk) Air 82,27-63,56-22,74 Abu 0,77 4,34 0,91 2,50 42,40 Lemak 0,36 2,03 7,34 20,14 89,92 Protein 15,07 85,00 19,45 53,38 37,20 Karbohidrat 1,53 8,63 8,74 23,98 64,01 Kandungan bahan dalam produk merupakan parameter penting bagi konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang dikonsumsinya. (1) Kadar air Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang terdapat dalam daging ikan patin. Kadar air dalam ikan patin menunjukkan persentase tertinggi dibandingkan dengan kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Kadar air daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar (%) ,27 63,56 daging patin segar daging patin goreng 0 Air Gambar 8 Kadar air (bk) daging patin segar dan patin goreng Kadar air yang terdapat pada daging patin mengalami perubahan proporsi dari 82,27% pada daging patin goreng menjadi 63,56% (bb) pada daging patin goreng. Tingginya kadar air pada daging disebabkan oleh kemampuan bahan untuk mengikat air yang disebut water holding capacity (WHC). Molekul air akan terikat melalui ikatan hidrogen berenergi besar. Kadar air yang tinggi dalam ikan segar menunjukkan air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni. Daging patin segar memiliki kadar air yang tinggi yakni 82,27%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Maghfiroh (2000), yaitu kadar air patin sebesar 82,22%. Hal ini menunjukkan ikan patin adalah bahan pangan

5 30 yang bersifat mudah rusak (high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Setelah daging ikan digoreng terjadi penurunan kadar air yang dipengaruhi oleh faktor pemasakan, sehingga menyebabkan cairan dari dalam daging patin merembes keluar (terjadi drip) (Nurjanah et al. 2009). Pada saat daging ikan digoreng, terjadi pindah panas dari sumber panas penggoreng ke daging melalui media pindah panas, yaitu minyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, daging patin akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Daging patin memiliki struktur yang porous. Selama penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler yang lebih besar terlebih dahulu dan digantikan oleh minyak panas. Adanya perbedaan tekanan uap air pada bagian dalam bahan pangan yang basah dengan minyak merupakan gaya yang mendorong terjadinya kehilangan air (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). (2) Kadar abu Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu (bb) daging patin segar adalah 0,77%. Menurut hasil penelitian Maghfiroh (2000), kadar abu patin sebesar 0,74%. Perbedaan komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). Variasi ini dapat disebabkan beberapa faktor, diantaranya musim, ukuran, tahap kedewasaan, suhu lingkungan dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009). Kadar abu daging patin segar dan patin goreng dengan basis kering dapat dilihat pada Gambar Kadar (%) ,34 2,5 daging patin segar daging patin goreng 0 Abu Gambar 9 Kadar abu (bk) daging patin segar dan patin goreng

6 31 Penentuan pada berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada kadar abu daging patin setelah proses penggorengan dengan mengabaikan kadar airnya. Berdasarkan Gambar 9, kandungan abu patin goreng lebih rendah dibandingkan kandungan abu daging patin segar. Kadar abu daging patin segar mencapai 4,34% (bk), namun setelah digoreng terjadi perubahan menjadi 2,50% (bk). Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya proses penggorengan. Penggorengan dapat mempengaruhi nilai gizi suatu bahan pangan. Proses penggorengan dapat menyebabkan kandungan gizi suatu bahan menurun akibat panas. Perubahan proporsi mineral dalam daging patin goreng disebabkan oleh adanya sejumlah mineral yang larut dan terbawa ke dalam minyak saat proses penggorengan. Menurut Debnath et al. (2003), deep fat frying biasanya melibatkan tiga tipe pindah massa, yaitu (a) migrasi air dari bagian inti bahan pangan ke permukaan yang terbuang selama pemasakan; (b) absorpsi minyak ke dalam bahan pangan; dan (c) leaching komponen bahan pangan yang bersifat mudah larut ke dalam minyak. Mineral (abu) adalah komponen yang mudah larut dalam air atau minyak. (3) Kadar lemak Lemak adalah salah satu komponen utama yang terdapat dalam bahan pangan selain karbohidrat dan protein, oleh karena itu peranan lemak dalam menentukan karakteristik bahan pangan cukup besar. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram energi sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Analisis kadar lemak yang dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada daging patin segar dan setelah penggorengan. Ikan patin merupakan ikan berlemak rendah. Menurut Junianto (2003), ikan dengan kandungan lemak <5% termasuk ikan berlemak rendah. Berdasarkan perhitungan basis basah, kadar lemak daging patin pada penelitian ini adalah 0,36%, sedangkan menurut Maghfiroh (2000) kadar lemak patin yaitu 1,09%. Perbedaan nilai lemak ini dapat disebabkan karena umur panen dan laju metabolisme organisme.

7 32 Lemak semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak. Variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies dan antar individu dalam satu spesies (Suzuki 1981). Selain itu, daging patin yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging putih, sedangkan bagian daging yang banyak mengandung lemak terdapat pada daging merah. Kadar lemak basis kering daging patin segar dan setelah penggorengan disajikan pada Gambar ,14 Kadar (%) ,03 daging patin segar daging patin goreng 0 Lemak Gambar 10 Kadar lemak (bk) daging patin segar dan patin goreng Penentuan pada berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada kadar lemak daging patin setelah proses penggorengan dengan mengabaikan kadar airnya. Gambar 10 menunjukkan kadar lemak daging patin segar sebesar 2,03% (bk) dan proporsinya meningkat menjadi 20,14% (bk) pada daging patin goreng. Perubahan proporsi kadar lemak tersebut disebabkan oleh penggunaan minyak pada proses penggorengan. Minyak goreng merupakan lemak cair sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan meningkatkan nilai kalori bahan pangan (Winarno 2008). Proses penggorengan akan menambah kandungan lemak dan memperbesar penguapan air (Suwandi 1990). (4) Kadar protein Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein pada daging patin segar dan patin goreng. Kandungan protein daging patin segar dan goreng secara basis basah berturut-turut adalah 15,07% dan 19,45%. Menurut

8 33 Maghfiroh (2000), kadar protein patin segar adalah 14,53%. Ikan dengan kandungan protein 15-20% termasuk ikan berprotein tinggi (Junianto 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ikan patin merupakan ikan berprotein tinggi. Peningkatan kadar protein basis basah terjadi secara proporsional setelah penggorengan diakibatkan oleh pengurangan kadar air (Syarief dan Halid 1993). Secara basis basah, kandungan protein daging patin segar dan goreng dipengaruhi oleh kadar airnya. Daging patin yang telah melalui proses penggorengan memiliki kandungan air yang lebih kecil dibandingkan saat daging masih segar, sehingga menyebabkan persentasi protein dalam daging meningkat secara proporsional. Nilai protein yang terkandung di dalam ikan umumnya 15-25% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Kandungan protein yang sesuai diperlihatkan dengan perhitungan basis kering dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar (%) Protein 53,38 daging patin segar daging patin goreng Gambar 11 Kadar protein (bk) daging patin segar dan patin goreng Berdasarkan Gambar 11, diketahui bahwa kadar protein basis kering antara daging patin segar dan goreng berturut-turut adalah 85% dan 53,38%. Perubahan proporsi kandungan protein terjadi akibat pemanasan dalam proses penggorengan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil dari penelitian Suwandi (1990) yang menyatakan bahwa pemanasan menyebabkan protein terkoagulasi dan terdenaturasi, sehingga protein menjadi tidak larut. Protein yang terhidrolisa dan terdenaturasi akan mengalami peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia, dan hidrogen sulfida pada daging (Suwandi 1990). Perubahan ini diperlukan untuk meningkatkan daya cernanya atau untuk memanfaatkan perubahan warna atau citarasa yang timbul

9 34 pada makanan tersebut. Semakin tinggi suhu, semakin besar jumlah protein yang terdenaturasi, sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana. Kandungan protein bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Kandungan protein daging patin yang dihasilkan setelah melalui proses penggorengan sebenarnya kurang valid karena masih dipengaruhi oleh persentase minyak yang terkandung di dalam ikan. Kadar lemak semakin tinggi akibat banyaknya minyak yang masuk ke dalam daging ikan, sehingga kandungan protein menurun secara proporsional seiring dengan tingginya kandungan lemak. (5) Kadar karbohidrat Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Setelah digoreng daging patin mengalami perubahan warna. Hal ini dikarenakan pada proses penggorengan terjadi reaksi Maillard antara karbohidrat (glikogen) khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil tersebut menghasilkan warna coklat pada bahan (Winarno 2008). Analisis karbohidrat dalam daging patin dilakukan secara by difference. Kadar karbohidrat daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar ,98 Kadar (%) ,63 daging patin segar daging patin goreng 5 0 Karbohidrat Gambar 12 Kadar karbohidrat (bk) daging patin segar dan patin goreng Kandungan karbohidrat daging patin segar adalah 8,63% (bk), dan mengalami perubahan menjadi 23,98% (bk) setelah mengalami proses penggorengan. Adapun kandungan karbohidrat daging patin segar basis basah yaitu 1,53%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Okuzumi dan Fuzii (2000)

10 35 yang menyatakan bahwa kandungan glikogen yang terkandung pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan. Pada hasil perhitungan by difference diduga masih terdapat kandungan lain selain karbohidrat, karena tidak dilakukan pengujian khusus tentang karbohidrat. Variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, misalnya pada ikan air tawar (ikan patin) dan ikan laut (ikan layang). Ikan layang pada kondisi segar memiliki kandungan air 67,37%. Setelah melalui proses penggorengan kadar airnya menjadi 10,24%. Kandungan protein ikan layang segar sebesar 25,90% dan mengalami perubahan menjadi 15,28% setelah digoreng. Metode pengolahan yang berbeda juga dapat mempengaruhi komposisi kimia ikan. Ikan layang yang dikukus mengalami perubahan proporsi kadar air menjadi 59,24% dan kandungan protein menjadi 21,14% (Zaelanie dan Kartikaningsih 2008) Komposisi Asam Amino Mutu suatu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein yang bermutu adalah protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan tubuh (Winarno 1997). Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein daging patin dalam segar dan patin goreng. Prosedur analisis dan contoh perhitungan asam amino dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Hasil dari analisis asam amino daging patin segar dan goreng didapatkan 15 asam amino yang terdiri dari 9 jenis asam amino esensial dan 6 jenis asama amino nonesensial. Asam amino esensial yang terdapat pada daging patin adalah isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, histidin, treonin, valin, dan arginin. Asam amino non esensial yang terkandung dalam daging patin adalah aspartat, serin, glutamat, glisin, alanin, dan tirosin. Hasil analisis asam amino daging patin dalam keadaan segar dan perbandingannya dengan hasil penelitian Suryanti (2009) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa diantara 15 asam amino yang dihasilkan dalam penelitian didominasi oleh tiga jenis asam amino esensial, yaitu arginin, leusin dan lisin, sedangkan untuk asam amino non esensial didominasi oleh dua jenis asam amino, yaitu aspartat dan glutamat. Suryanti (2009) menyatakan bahwa

11 36 dari 15 asam amino dalam daging patin, terdapat empat jenis asam amino esensial yang mendominasi, yaitu treonin, leusin, lisin dan valin, sedangkan untuk asam amino non esensial terdapat empat jenis yang mendominasi yaitu, aspartat, glutamat, glisin dan alanin. Hasil analisis asam amino terhadap daging patin segar menunjukkan variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). No. Tabel 6 Perbandingan asam amino daging patin segar Asam Amino Hasil (g/100g) Hasil penelitian Hasil (g/100g) Suryanti (2009)* 1 Isoleusin 0,58 0,46 2 Leusin 1,05 0,53 3 Lisin 0,99 0,49 4 Metionin 0,40 0,30 5 Fenilalanin 0,52 0,36 6 Histidin 0,43 0,31 7 Treonin 0,56 0,88 8 Valin 0,60 0,55 9 Arginin 0,86 0,26 10 Aspartat 1,37 1,13 11 Serin 0,60 0,41 12 Glutamat 2,16 1,61 13 Glisin 0,60 0,70 14 Alanin 0,87 0,88 15 Tirosin 0,45 0,32 Sumber (*): Suryanti (2009) Pada umumnya, hasil asam amino baik yang segar maupun yang telah digoreng nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryanti (2009). Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan umur, musim penangkapan, serta tahapan dalam daur hidup organisme (Litaay 2005). Asam amino pembatas adalah asam amino yang berada pada jumlah paling sedikit pada suatu bahan makanan (Harris dan Karmas 1989). Tabel 6 menunjukkan bahwa asam amino pembatas pada hasil penelitian Suryanti (2009) adalah Arginin sebesar 0,26 g/100 g, sedangkan asam amino pembatas pada hasil analisis asam amino daging patin segar adalah metionin yaitu 0,40 g/100 g.

12 37 Berdasarkan hasil analisis, didapatkan kromatogram dengan 15 jenis asam amino. Kromatogram (peak) asam amino daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Gambar 13 Kromatogram asam amino daging patin segar Gambar 14 Kromatogram asam amino daging patin goreng Penggorengan merupakan salah satu contoh metode pengolahan yang memanfaatkan suhu panas yang dapat mempengaruhi kandungan gizi suatu bahan, termasuk komposisi asam amino. Protein harus dihidrolisis sehingga menghasilkan asam amino bebas (Winarno 2008). Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam aminonya. Protein bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin merupakan protein yang bermutu tinggi (Almatsier 2006). Proses pengolahan termasuk penggorengan dapat mempengaruhi kandungan asam amino yang ada pada suatu bahan. Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap kemantapannya. Pengolahan secara umum dengan menggunakan panas dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah asam

13 38 amino hingga 40% tergantung dari jenis pengolahan, suhu dan lamanya proses pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Hasil analisis asam amino daging patin segar dan goreng disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis asam amino daging patin segar dan goreng Asam amino Daging patin segar (%) Daging patin goreng (%) bb Bk bb Bk Isoleusin 0,58 3,27 1,09 2,99 Leusin 1,05 5,92 1,98 5,43 Lisin 0,99 5,58 0,82 2,25 Metionin 0,40 2,26 0,78 2,14 Fenilalanin 0,52 2,93 0,99 2,72 Histidin 0,43 2,43 0,52 1,43 Treonin 0,56 3,16 1,03 2,83 Valin 0,60 3,38 1,17 3,21 Arginin 0,86 4,85 1,45 3,98 Aspartat 1,37 7,73 2,58 7,08 Serin 0,60 3,38 1,05 2,88 Glutamat 2,16 12,18 4,01 11,00 Glisin 0,60 3,38 0,76 2,09 Alanin 0,87 4,91 1,49 4,09 Tirosin 0,45 2,54 0,85 2,33 Jumlah asam amino daging patin goreng mengalami penurunan dibandingkan daging patin segar. Rata-rata jumlah asam amino daging patin segar sebesar 4,53% (bk) dan goreng 3,76% (bk) atau mengalami perubahan proporsi sebesar 16,99%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asam amino pada daging patin segar lebih tinggi dibandingkan pada daging goreng. Hal tersebut disebabkan oleh adanya reaksi Maillard yang terjadi akibat proses penggorengan. Pada reaksi Maillard terjadi pembentukan pigmen berwarna coklat setelah proses penggorengan. Penurunan gizi protein akibat reaksi Maillard menyebabkan penurunan daya cerna protein terutama lisin menjadi rusak akibat reaksi dengan karbonil atau dikarbonil dan aldehid, serta penurunan availibilitas semua asam amino (Muchtadi 1989). a) Asam Amino Esensial Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis di dalam tubuh sehingga harus diasup melalui makanan. Asam amino esensial memiliki peranan yang penting dalam keseimbangan tubuh. Hasil analisis

14 39 menggunakan HPLC, terdekteksi 9 jenis asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, histidin, treonin, valin, dan arginin. Histogram kandungan asam amino esensial pada daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 15. Kadar asam amino (%) ,27 2,99 5,92 5,43 5, ,38 3,21 2,93 2,72 2,83 2,26 2,54 2,25 2,14 2,33 4,85 3,98 Asam amino esensial Gambar 15 Asam amino esensial (bk) daging patin segar dan goreng Gambar 15 menunjukkan bahwa asam amino esensial yang memiliki nilai tertinggi adalah leusin, yaitu 5,92% untuk daging patin segar dan 5,43% untuk daging patin goreng. Leusin merupakan asam amino terbanyak terkandung pada bahan pangan sumber protein (Walsh 2002 dalam Wahyuni 2008). Asam amino esensial terbanyak kedua adalah lisin, yaitu 5,58% untuk daging patin segar, namun kadar lisin menurun drastis setelah daging mengalami proses penggorengan. Hal ini berkaitan dengan sifat lisin yang bersifat basa dalam pelarut air. Kerusakan dapat terjadi pada saat hidrolisis protein menggunakan asam, pengeringan, maupun derivatisasi. Selain itu, lisin memiliki sifat mudah rusak akibat panas. Metionin, histidin, dan fenilalanin merupakan tiga asam amino esensial yang memiliki jumlah terkecil yang terdapat dalam daging patin. Jumlah total asam amino yang dihasilkan oleh asam amino esensial adalah sebesar 1204 mg/100 g. Suryanti (2009) melaporkan bahwa urutan jumlah asam amino esensial yang terdapat dalam daging patin dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah treonin > valin > leusin > lisin > isoleusin > fenilalanin > histidin > metionin > arginin. Perbedaan kandungan asam amino dipengaruhi oleh

15 40 beberapa faktor diantaranya musim, ukuran tubuh, tahap kedewasaan, suhu lingkungan dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009). Kadar asam amino dalam suatu protein tidak secara kuantitatif menunjukkan nilai gizinya karena pembatas dalam penggunaan protein adalah nilai cerna protein. Pengolahan dapat menaikkan dan menurunkan nilai cerna protein. Denaturasi protein oleh panas dapat mempermudah hidrolisis protein oleh protease dalam usus halus, namun demikian panas juga dapat menurunkan mutu protein (Harris dan Karmas 1989). Semakin tinggi kadar asam amino esensial dalam suatu bahan pangan, semakin baik pula mutu protein bahan pangan tersebut (Winarno 1997). FAO/WHO (1985) dalam Wu et al. (2010) menetapkan kebutuhan asam amino untuk anak-anak usia 2-5 tahun lebih dari 100 mg asam amino/kg berat badan yang digunakan untuk pertumbuhan anak-anak. FAO/WHO (1986) dalam Dincer et al. (2010) menyatakan bahwa jumlah asam amino esensial leusin dan isoleusin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan adalah 14 dan 19 mg asam amino/ kg berat badan setiap hari. Kadar leusin dan isoleusin pada daging patin cukup tinggi, leusin dan isoleusin merupakan asam amino esensial yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan oleh karena itu kedua asam amino ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi dalam masa pertumbuhannya. Leusin merupakan asam amino yang paling banyak terkandung pada bahan pangan sumber protein (Walsh 2002 dalam Wahyuni 2008). Lisin tergolong esensial bagi manusia dan kebutuhan rata-rata per hari adalah (1,0-1,5) g. Lisin menjadi kerangka dalam pembentukan niasin (Vitamin B3), bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, dan mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal. Kekurangan lisin menyebabkan mudah lelah, sulit konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat dan kelainan reproduksi (Harli 2008). Kandungan lisin pada daging patin segar cukup tinggi mencapai 990 mg/100 g, sehingga daging patin dapat dijadikan sebagai sumber asam amino esensial yang menunjang pertumbuhan. b. Asam amino non esensial Asam amino non esensial merupakan asam amino yang dapat disintesis di dalam tubuh. Hasil analisis terdeteksi 6 jenis asam amino non esensial, yaitu

16 41 aspartat, serin, glutamat, glisin, alanin, dan tirosin. Asam amino non esensial yang terdapat dalam daging patin disajikan pada Gambar 16. Kadar asam amino (%) , ,73 7,08 4,91 4,09 3,38 3, ,43 2,09 1,43 Aspartat Serin Glutamat Glisin Alanin Tirosin Asam amino non esensial Gambar 16 Asam amino non esensial (bk) daging patin segar dan goreng Gambar 16 menunjukkan bahwa asam amino non esensial yang memiliki nilai tertinggi pada daging patin adalah glutamat, yaitu 12,18% untuk daging patin segar dan 11,00% untuk daging patin goreng. Asam amino non esensial terbanyak kedua adalah aspartat, yaitu 7,73% pada daging patin segar dan 7,08% pada daging patin goreng. Glisin, serin, dan tirosin merupakan asam amino non esensial dengan jumlah yang paling sedikit yang terdapat pada daging patin. Jumlah total asam amino yang dihasilkan oleh asam amino non esensial adalah 2057 mg/100 g. Suryanti (2009) melaporkan bahwa urutan jumlah asam amino non esensial yang terdapat dalam daging patin dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah glutamat > aspartat > alanin > glisin > serin > tirosin. Variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan, makanan serta kondisi bertelur. Glutamat merupakan komponen penyusun alami dalam hampir semua bahan makanan yang mengandung protein yang tinggi misalnya daging, ikan, susu dan sayur-sayuran. Glutamat juga dapat diproduksi dalam tubuh manusia dan

17 42 merupakan komponen yang sangat penting bagi metabolisme manusia. Glutamat memiliki ciri bila ditambahkan ke dalam suatu bahan pangan akan memberikan ciri rasa yang kuat dan merangsang saraf yang ada pada lidah manusia. Sifat ini dimanfaatkan oleh industri penyedap. Garam turunan yang berasal dari glutamat, yang dikenal sebagai monosodium glutamat sangat dikenal sebagai penyedap makanan masakan (Ardyanto 2004) Kandungan asam glutamat memiliki porsi tertinggi pada daging patin, sehingga dalam proses pemasakan patin tidak perlu dilakukan penambahan penyedap masakan (monosodium glutamat/msg). Tingginya asam glutamat pada daging patin menyebabkan dagingnya beraroma gurih dan berasa manis (Nurjanah et al. 2009). Kadar aspartat pada daging patin cukup tinggi. Aspartat merupakan asam amino non esensial yang berfungsi untuk membantu detoksifikasi hati, membantu meningkatkan sistem imun, menghambat pertumbuhan sel tumor, membantu pelepasan hormon pertumbuhan, membantu perubahan karbohidrat menjadi energi sel (Harli 2008). Tingginya kandungan asam amino glutamat dan aspartat dapat terjadi karena proses analisis yang digunakan menggunakan metode analisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi sehingga kandungan asam amino tersebut lebih tinggi. Asam aspartat dan glutamat dihasilkan oleh hidrolisa asam dari asparigin dan glutamin (Lehninger 1990). 4.4 Deskripsi Jaringan Daging Ikan Patin Pengamatan jaringan daging ikan patin dilakukan untuk melihat perbedaan struktur jaringan daging patin sebelum dan sesudah penggorengan. Penyiapan preparat dilakukan dengan menggunakan metode parafin. Diagram alir analisis histologi dapat dilihat pada Lampiran 5. Struktur jaringan daging patin sebelum dan sesudah penggorengan dapat dilihat pada Gambar 17. Struktur jaringan daging patin segar terdiri atas serabut-serabut yang tidak kompak, terputus-putus dan terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Gambar 17 (a) dan (b)). Jaringan yang tidak kompak dapat disebabkan oleh dehidrasi selama penyimpanan dan menyebabkan sel jaringan menjadi lisis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan daging patin di dalam freezer sebelum sampel dianalisis, sehingga menyebabkan terjadinya dehidrasi daging

18 43 patin. Dehidrasi menyebabkan kemampuan mengikat air oleh protein myofibril menjadi berkurang (Thorarinsdottir et al. 2011). Dehidrasi akan menyebabkan denaturasi pada protein otot dan kerusakan struktur membran. Penyimpanan daging patin di dalam freezer juga menyebabkan terbentuknya Kristal es. Terbentuknya kristal es ini dapat berpengaruh pada struktur internal otot dan menyebabkan denaturasi protein (Bahuaud et al. 2008). Selain itu, sarkoplasma yang banyak terdapat pada ikan patin menjadi terpotong-potong dan pecah saat daging ikan patin dicuci, sehingga jaringannya menjadi pecah atau remuk. (a) (b) Urat daging (c) Gambar 17 Struktur jaringan daging patin segar perbesaran 100x (a), perbesaran 400x (b). Struktur jaringan daging patin goreng perbesaran 100x (c), perbesaran 400x (d). Struktur jaringan daging patin goreng yang terlihat pada Gambar 17 (c) dan (d) memiliki perbedaan dengan struktur jaringan daging patin segar. Pada jaringan daging patin goreng tedapat serabut-serabut jaringan yang lebih kompak dan padat. Hal ini dipengaruhi oleh perlakuan penggorengan. Proses penggorengan dapat menyebabkan cairan dari dalam daging patin merembes keluar (terjadi drip) (Nurjanah et al. 2009). Selama perembesan air dari dalam sel, struktur daging patin mengalami perubahan dibandingkan dengan struktur jaringan daging patin segar. Proses penggorengan mengakibatkan jumlah air bebas dalam daging patin keluar dan terjadi koagulasi, sehingga tekstur daging (d)

19 44 memadat dan protein mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana. Penggorengan menyebabkan daging fillet ikan patin menjadi mengerut dan akan mempengaruhi struktur jaringannya. Menurut Ayala et al. 2005, proses pemasakan menyebabkan perubahan penting pada komponen urat daging (air, serat daging, jaringan penghubung dan adipose). Perubahan struktural yang disebabkan oleh panas dapat mempengaruhi tekstur dan parameter lain yang berhubungan dengan kualitas daging (Hurling et al. 1996). Pemasakan dapat mengubah struktur jaringan daging yang disebabkan oleh koagulasi termal pada protein dan perubahan yang berhubungan dengan kadar air. Selain proses penggorengan, pembekuan yang dilakukan sebelum daging patin dianalisis juga mempengaruhi struktur jaringan daging. Perubahan struktural dapat terjadi saat pembekuan, terutama selama penyimpanan lanjutan yang dilakukan pada daging beku. Kerusakan ruang sel, koagulasi protein, pengompakkan myofibril, kehilangan air (dehidrasi), penurunan daya ikat air dan perubahan aroma serta rasa merupakan beberapa pengaruh yang umum terjadi akibat pembekuan (Hall 2001 dalam Ayala et al. 2005).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran dan Bobot Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini berwarna putih keperakan dengan sedikit warna merah di sisi sirip-siripnya.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Lintah laut yang digunakan pada penelitian ini adalah Discodoris sp. yang berasal dari kepulauan Belitung. Lintah laut yang digunakan berupa lintah laut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karakteristik bahan baku merupakan sifat penting untuk mengetahui potensi yang terdapat pada bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Sampel Tabel 8 menyajikan data hasil analisis proksimat semua sampel (Lampiran 1) yang digunakan pada penelitian ini. Data hasil analisis ini selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif.

: Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. II. Tujuan : Mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung karbohidrat (amilum dan gula ), protein, lemak dan vitamin C secara kuantitatif. III. Alat dan bahan : Rak tabung reaksi Tabung reaksi Gelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan

Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan PROTEIN Asal kata: Yunani: Proteos, yg utama / yg didahulukan 1/5 bag tubuh ½ dlm otot, 1/5 dlm tulang, 1/10 dlm kulit, selebihnya dlm jar lain & cairan tubuh Fungsi khas: membangun & memlihara sel2 &

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Baku 4.1.1. Analisis Proksimat Granda et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi bahan pangan mempengaruhi jumlah pembentukan senyawa akrilamid. Komponen

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang. Berbagai produk olahan pangan baik pangan nabati maupun hewani beredar luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir. Nama : Tanggal : Sampel : Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir

Lampiran 1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir. Nama : Tanggal : Sampel : Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar penilaian uji skoring bau KPI lele dumbo afkir Nama : Tanggal : Sampel : Konsentrat protein ikan lele dumbo afkir Sampel diuji secara berurutan dari kiri ke kanan. pengujian

Lebih terperinci

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN 1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) PENGARUH TINGKAT SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG MAGGOT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA PAKAN DAN TUBUH IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) OLEH: DWI SEPTIANI PUTRI L221 07 004 Pembimbing Utama Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003; I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam lemak omega 3 termasuk dalam kelompok asam lemak essensial. Asam lemak ini disebut essensial karena tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan dari

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.)

PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) PEMANFAATAN DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NUGGET IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis C.) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI

PROFIL PT CARMELITHA LESTARI PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Jl. Raya Dramaga Km.8, Taman Dramaga Hijau, Blok I No.9, Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8622090, email: carmelitha_lestari@yahoo.com PROFIL PT CARMELITHA LESTARI Sejarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei merupakan salah satu pilihan jenis udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei masuk ke Indonesia pada tahun 2001 dan pada bulan Mei 2002

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PROTEIN. Rizqie Auliana

PROTEIN. Rizqie Auliana PROTEIN Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id Sejarah Ditemukan pertama kali tahun 1838 oleh Jons Jakob Berzelius Diberi nama RNA dan DNA Berasal dari kata protos atau proteos: pertama atau utama Komponen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK DAN KEAWETAN IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN ABU PELEPAH KELAPA

UJI ORGANOLEPTIK DAN KEAWETAN IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN ABU PELEPAH KELAPA UJI ORGANOLEPTIK DAN KEAWETAN IKAN TERI ASIN HASIL PENGASINAN MENGGUNAKAN ABU PELEPAH KELAPA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar. Demikian. (The Tree of Life) atau pohon yang amat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING

SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING SIFAT-SIFAT FISIK DAN PARAMETER SPESIFIK KUALITAS DAGING KUALITAS DAGING Dalam pengujian kualitas daging dipergunakan sampel-sampel : macam otot, penyiapan sampel. Uji fisik obyektif yang meliputi Keempukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein

4. PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Protein 59 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengujian peran sorbet buah naga yang ditambahkan isolat protein Spirulina platensis pada perubahan kadar gula darah. Pengujian dilakukan uji in vivo menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan

PENDAHULUAN. Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan terhadap makanan GIZI & PANGAN PENDAHULUAN Gizi seseorang tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya Masalah pangan: ketersediaan pangan; kerawanan konsumsi pangan oleh pengaruh kemiskinan, pendidikan rendah & pantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok dari Familia Palmae dan disebut juga Cocos nucifera L dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. kelompok dari Familia Palmae dan disebut juga Cocos nucifera L dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tanaman yang dapat hidup di beberapa ketinggian adalah tanaman kelapa. Selain mudah tumbuh, tanaman kelapa juga memiliki banyak manfaat. Tanaman kelapa

Lebih terperinci