BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR"

Transkripsi

1 19 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Penerjemahan 1.1 Definisi Penerjemahan Penerjemahan memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang ilmu tertentu, terutama ilmu bahasa. Definisi penerjemahan menurut para pakar sangat beragam. Namun antara pendapat satu dapat dengan pendapat pakar yang lain memiliki maksud yang sama tentang penerjemahan. Seperti yang diungkapkan oleh Newmark (1988:5), dalam bukunya A Textbook of Translation bahwa "Translation is rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text. Maksud dari definisi tersebut ialah penulis bahasa sumber (BSu) merupakan unsur penting dan unsur utama yang harus diperhatikan oleh seorang penerjemah. Beberapa pakar lain juga mendefinisikan penerjemahan menurut pendapatnya masingmasing. Menurut Brislin (1976: 1) translation is a general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language to another, whether the language is in written or oral form, whether the languages have established orthographies or not; or whether one or both languages is based on signs, as with signs of the deaf. Definisi tersebut memiliki poin penting yaitu proses

2 20 menerjemahkan yang dimaksud ialah penyampaian suatu pesan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Di samping itu, Bassnett (1991: 13), menyatakan bahwa translation involves the transfer of meaning contained in one set od language signs into another set of language signs through competent use of the dictionary and grammar, the process involves a whole set of extra-linguistic criteria also. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa penerjemahan selalu berhubungan dengan makna dan makna terdiri dari language signs tersebut. Definisi penerjemahan lebih lanjut dijelaskan oleh Nida dan Taber (1982:12) yang menyatakan bahwa Translation consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Translating must aim primarily at reproducing the message. Definisi tersebut menjelaskan bahwa penerjemahan merupakan proses menghasilkan padanan makna yang paling dekat dengan pesan pada BSu, pertama melalui bentuk maknanya, dan kedua dalam bentuk gaya. Pernyataan Nida tersebut senada dengan pernyataan Catford (1974:20) yang menjelaskan mengenai kesepadanan suatu terjemahan. Kedua hal yang telah disebutkan tadi, yakni makna dan bentuk stilistiknya harus sesuai dengan kaidah dan budaya di BSa. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan merupakan proses penyampaian pesan dari BSu ke BSa tanpa adanya penambahan (addition) atau pun pengurangan (deletion) pesan. Bentuk antara

3 21 BSu dengan BSa boleh tidak sama, asalkan pesan yang terkandung pada BSu tersebut dapat tersampaikan dengan baik di BSa. Dalam menerjemahkan suatu teks, penerjemah dihadapkan pada berbagai perbedaan frasa, klausa, kalimat dari BSu ke BSa. Setiap bahasa memiliki aturan masing-masing yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing pula. Secara tidak langsung, penerjemah harus masuk dan menjadi konsumen teks BSu tersebut saat ia membacanya. Ia harus dapat memahami dengan baik maksud penulis dari teks tersebut, sehingga seorang penerjemah dapat menjembatani antara penulis dengan pembaca sasaran (target reader). 1.2 Proses Penerjemahan Dalam proses penerjemahan, terdapat beberapa proses yang selalu berhubungan dan mengikutinya. Menurut Nababan (2003:24), Proses penerjemahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Beberapa pakar lain juga memiliki prosedur penerjemahan yang bervariasi. Menurut Nida dan Taber (1982:33), terdapat tiga rangkaian kegiatan, yakni analisis (analysis), transfer (transfer), dan restrukturisasi (restructuring). Rangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

4 22 A (Source) B (Receptor) (Analysis) (Reconstructing) X (Transfer) Y Gambar 2.1 Proses Penerjemahan menurut Nida dan Taber (1982:33) a. Tahap analisis (analysis) Tahapan analisis merupakan tahap awal dalam melakukan proses penerjemahan. Pada tahap ini, penerjemah menganalisis teks dari BSu ke dalam BSa dengan cara membaca. Dijelaskan oleh Nababan (2003:26), pemahaman terhadap isi teks mempersyaratkan pemahaman terhadap unsur linguistik dan ekstralinguistik yang terkandung dalam teks tersebut. Unsur linguistik yang dimaksud di sini adalah unsur kebahasaan dan unsur ekstralinguistik ialah unsur yang berada di luar kebahasaan. Analisis kebahasaan yang dilakukan terhadap teks BSu mencakup tataran kalimat, klausa, frasa, dan kata. Penerjemah dituntut menganalisis hubungan gramatikal, juga latar belakang budaya dari BSu nya. Hal ini dimaksudkan agar penerjemah memahami isi atau pesan teks tersebut dari BSu.

5 23 b. Tahap pengalihan pesan (transfer) Yang dimaksud tahap pengalihan di sini ialah mengalihkan pesan yang terdapat dalam BSu ke dalam BSa. Penerjemah mengalihkan isi, makna, dan pesan yang terdapat dalam BSu. Pada tahap ini, proses berlangsung dalam pikiran penerjemah. Tahap ini biasa disebut dengan black box atau kotak hitam, karena proses tidak dapat dilihat dengan mata. c. Tahap restrukturisasi (restructuring) Dalam tahap terakhir ini, penerjemah menyesuaikan gaya bahasa yang digunakan pada BSu ke dalam BSa. Senada dengan pernyataan Kridalaksana dalam Nababan (2003:28) bahwa penyelarasan atau restrukturisasi ialah pengubahan proses pengalihan menjadi bentuk stilistik yang cocok dengan bahasa sasaran, pembaca, atau pendengar. Pada tahap ini, penerjemah tidak boleh melakukannya dengan tergesa-gesa supaya hasilnya maksimal. Machali (2000) berpendapat bahwa tahapan atau proses penerjemahan tersebut dapat dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan hasil terjemahan yang maksimal. Jika memang penerjemah belum puas dengan hasil terjemahannya, ia dapat kembali ke tahap awal, yakni menganalisis, mengalihkan, dan menyelaraskan kembali hasil terjemahannya tersebut untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

6 Teknik Penerjemahan Dalam menerjemahkan suatu teks, dibutuhkan teknik yang sekiranya cocok untuk mengganti kata, ungkapan, atau kalimat tersebut karena ada banyak cara dan jenis teknik yang muncul sesuai dengan banyaknya kendala dalam menerjemahkan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Teknik penerjemahan merupakan realisasi dari penerapan strategi penerjemahan yang dapat diamati melalui produk terjemahan. Sudah banyak pakar yang menjelaskan mengenai teknik penerjemahan. Walaupun berbedabeda dan bermacam-macam istilahnya, namun pada dasarnya para pakar memiliki poin yang sama untuk mendeskripsikan teknik penerjemahan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik yang dipaparkan oleh Molina dan Albir. Molina dan Albir menjelaskan bahwa salah satu karakteristik teknik penerjemahan adalah pada tataran mikro. Tidak heran jika dalam temuan nantinya ditemukan satu kalimat atau tuturan menggunakan lebih dari satu teknik, mengingat teknik pada tataran mikro, yaitu unit kecil. Micro-unit level yang dimaksud di sini ialah kata, frasa, klausa, dan kalimat. Lebih lanjut, Molina dan Albir (2002:509) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut mereka, teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik seperti di bawah ini: 1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.

7 25 2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu. 3. Teknik berada pada tataran mikro. 4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu. 5. Teknik bersifat fungsional. Selanjutnya, di bawah ini adalah pengkategorian beberapa teknik penerjemahan tersebut yang berjumlah 18 teknik menurut Molina & Albir (2002:509) beserta contoh penggunaannya. 1. Adaptasi (Adaptation) Teknik adaptasi sangat erat hubungannya dengan budaya yang ada di dua bahasa. Baker (1992:31) mengungkapkan this technique is supposed relates to the target readers. Hal ini juga membuktikan bahwa budaya yang ada di BSu dan BSa tidaklah sama. Contohnya yaitu seperti di bawah ini: BSu: Zap! Yow! BSa: Hap! Akh! Dalam kasus ini, Zap! Yow! termasuk dalam interjeksi (interjection). Zap! Yow! diterjemahkan menjadi Hap! Akh!. Hap! Akh! merupakan ekspresi yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia dan akrab bagi pembaca sasaran. Dengan demikian, terdapat ekspresi dan makna yang sama antara Zap! Yow! dalam BSu dan Hap! Akh! dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, penerjemah mencoba untuk mentransfer pesan dengan konsep budaya yang sama di BSa.

8 26 2. Peminjaman (Borrowing) Teknik ini merupakan teknik penerjemahan yang meminjam istilah yang digunakan pada BSu dan diaplikasikan pada BSa. Terdapat dua jenis teknik peminjaman seperti yang dijelaskan di bawah ini. a. Peminjaman murni (pure borrowing) Teknik peminjaman murni adalah sebuah teknik penerjemahan dengan cara mengambil istilah yang ada di teks BSu tanpa ada perubahan apa pun di BSa. Berikut adalah contoh pengaplikasiannya dalam suatu kalimat: BSu: The software is being fixed. BSa: Software-nya sedang diperbaiki. Tidak ada perubahan apa pun dari BSu ke BSa. Kata software dipinjam secara utuh dari BSu ke BSa. Penerjemah mempertahankan kata tersebut, mengingat bahwa software merupakan istilah di bidang ilmu komputer. b. Peminjaman naturalisasi (naturalized borrowing) Teknik peminjaman naturalisasi adalah sebuah teknik penerjemahan dengan cara mengambil istilah yang ada di teks BSu dengan memakai sedikit perubahan agar sesuai dengan tata aturan BSa. Berikut ini adalah contoh penggunaan teknik peminjaman naturalisasi dalam suatu ujaran: BSu: BSa: Very odd.. I could have sworn I left my notes on that table last night.. You haven t seen them, have you, Captain? Tapi, saya yakin catatan itu saya letakkan di atas meja kemarin malam. Kamu tak melihatnya, Kapten?

9 27 Kata captain pada BSu diterjemahkan menjadi kapten pada BSa. Dalam bahasa Indonesia kata kapten belum memiliki padanan yang sesuai selain meminjam dari bahasa asing, sehingga kata captain dalam BSu dipertahankan dengan sedikit perubahan yakni menjadi kapten di BSa. 3. Harfiah (Literal) Teknik penerjemahan harfiah juga disebut sebagai teknik penerjemahan literal. Teknik ini adalah teknik penerjemahan kata demi kata dan diterjemahkan benar-benar apa adanya dari BSu ke dalam BSa. Teknik harfiah ini lepas konteks dari segi apa pun; budaya, situasi, dan kalimat. Teknik ini adalah kebalikan dari teknik kesepadanan lazim yang sangat memperhatikan konteks. Contoh penggunaan teknik harfiah adalah seperti di bawah ini: BSu: Eat your vegetables, Gordon. Come on! BSa: Makan sayuranmu, Gordon. Ayo! Tuturan di atas merupakan tuturan perintah dengan kalimat yang sederhana. Penerjemah hanya menyesuaikan struktur pada BSu dengan struktur di BSa, contohnya yaitu pada frasa your vegetables menjadi sayuranmu di bahasa Indonesia. 4. Kesepadanan Lazim (Established Equivalence) Teknik kesepadanan lazim dapat dipakai untuk menerjemahkan ekspresi maupun istilah sehari-hari yang tidak dapat diterjemahkan kata per kata. Berbeda dengan teknik harfiah, teknik kesepadanan lazim sudah terikat dengan konteks. Berikut adalah contoh data menggunakan teknik kesepadanan lazim:

10 28 BSu: Thundering thypoons! What s going on down there?... BSa: Setan badai! Ada apa di bawah sana? Pada contoh di atas, what s going on tidak dapat diterjemahkan secara kata demi kata. Dengan demikian, diperlukan pemadanan dengan istilah yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari yang maknanya sesuai sengan BSu. Dengan menggunakan teknik pemadanan lazim, dipilihlah terjemahan ada apa yang memiliki makna yang sama dengan BSu. Selain itu, ujaran tersebut juga sangat terikat dengan konteksnya. 5. Kalke (Calque) Teknik penerjemahan kalke adalah termasuk juga terjemahan harfiah dari kata atau frasa asing, yang bentuknya bisa leksikal atau pun struktural. Teknik ini hampir sama dengan teknik harfiah, namun letak struktur antara BSu dan BSa berbeda. Berikut ini adalah contoh penggunaan teknik kalke: BSu: A Blue Haired Fairy BSa: Peri Berambut Biru Bentuk contoh di atas merupakan frasa. Frasa pada BSu diterjemahkan ke BSa secara literal dan juga leksikal oleh penerjemah. Teknik penerjemahan kalke biasanya ditemukan pada judul komik atau cerita fiksi. 6. Kompensasi (Compensation) Teknik penerjemahan kompensasi digunakan untuk memindahkan unsur BSu dari tempat dan satuan tertentu ke tempat dan satuan lainnya dalam BSa. Teknik

11 29 kompensasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: (1) compensation in kind yaitu jenisnya berbeda, misalnya Verb berubah menjadi Adjective di BSa, (2) compensation in place, misalnya kalimat inti menjadi anak kalimat, (3) compensation by splitting (dipisah), misalnya dari kalimat yang panjang dipotong menjadi kalimat kecilkecil, (4) compensation by merging, yaitu dari bagian yang kecil-kecil lalu disatukan. BSu: Twinkle twinkle little star, how I wonder what you are. BSa: Kerlap-kerlip bintang kecil siapa gerangan dikau. How I wonder what you are diterjemahkan menjadi siapa gerangan dikau di BSa. Hal tersebut menunjukkan stylistic effect yang digunakan pada BSa untuk mendapatkan padanan yang lebih dekat dengan BSu. 7. Transposisi (Transposition) Berasal dari kata trans dan posisi, transposisi merupakan teknik penerjemahan yang berganti atau bergeser posisinya. Dengan kata lain, teknik ini mengubah atau menggeser unit-unit gramatikal dari BSu ke BSa. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit. Kata kerja dalam teks BSu, misalnya, diubah menjadi kata benda dalam teks BSa. BSu: I wonder how my dad is. BSa: Apa yang terjadi pada ayahku? Kalimat pada BSu berbentuk kalimat berita, namun berubah menjadi kalimat tanya di Bsa. Perbedaan pada struktur bahasa, dalam kasus jenis kalimat seperti ini, membuat penerjemah menggunakan teknik transposisi.

12 30 8. Modulasi (Modulation) Teknik modulasi adalah teknik yang mengubah sudut pandang (point of view), focus, atau aspek kognitif dari BSu ke BSa. Perubahan ini muncul pada tataran leksikal atau pun struktural. BSu: I make a wish on the first little star I see in the sky. BSa: Aku mengucapkan pada bintang kecil yang pertama muncul di langit. Terjadi perubahan sudut pandang (point of view) antara BSu dan BSa. Yang dimaksud the first little star I see in the sky pada BSu adalah dari sekian banyak bintang kecil di langit yang dimaksud hanyalah bintang kecil yang kulihat pertama kali. Namun dalam menerjemahkan, penerjemah melihat dari sudut pandang lain yaitu menjadi bintang kecil yang pertama muncul di langit. Kedua kalimat ini tentunya berbeda. Belum tentu bintang kecil yang dilihat pertama kali sama dengan bintang kecil yang muncul di langit. 9. Partikularisasi (Particularization) Teknik partikularisasi menggunakan istilah yang lebih spesifik atau lebih konkret dari BSu ke BSa. Teknik ini merupakan lawan dari teknik generalisasi. BSu: I should have listened to Dad. BSa: Aku seharusnya mendengar nasihat Ayah. Penerjemah menambah nasihat yang mana tidak ada padanannya di BSu. Dalam hal ini, penerjemah menggunakan istilah yang lebih spesifik di BSa.

13 Generalisasi (Generalization) Teknik generalisasi digunakan untuk mengungkapkan istilah yang lebih umum (general) di BSa. BSu: Sofa/Bench BSa: Tempat duduk Penerjemah nampaknya mencoba untuk menerjemahkan sofa ke dalam istilah yang lebih umum, yaitu tempat duduk. Di samping itu, hal ini juga dimaksudkan agar terjemahan tersebut lebih mudah dipahami. 11. Amplifikasi (Amplification) Teknik amplifikasi dilakukan dengan menambah atau memperkenalkan detail informasi di BSa yang sebelumnya tidak terdapat di BSu. Dengan kata lain, teknik amplifikasi merupakan usaha penerjemah untuk memperjelas detail informasi yang ada dalam BSu yang dilakukan dengan mengeksplisitkan atau memparafrasekan BSu, maupun dengan menambah informasi yang relevan. BSu: What s that?... The police?... Where? BSa: Apa, siapa? Polisi? Dimana? Contoh di atas diambil dari komik Tintin yang berjudul Tintin and The Lake of Sharks beserta terjemahannya. Pada contoh di atas, nampak bahwa penerjemah menambahkan siapa di BSa. Penambahan tersebut dimaksudkan agar ekspresi terkejut dari tokoh Rastapopoulos lebih jelas dan terlihat, walaupun sudah dibantu oleh konteks situasi pada gambar di komik Tintin tersebut. Penerjemah bermaksud untuk memperjelas atau menekankan sesuatu pada kata tertentu, sehingga

14 32 digunakan lah teknik amplifikasi ini. Dengan penambahan kata tanya siapa pada contoh di atas, semakin terlihat ekspresi terkejut dari tokoh Rastapopoulos. 12. Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification) Teknik amplifikasi linguistik dilakukan dengan menambahkan unsur linguistik pada BSa yang tidak terdapat di BSu. Berikut adalah contoh dari penggunaan teknik tersebut: BSu: You have a friend living by Lake Pollishoff? How strange BSa: Jadi Anda mempunyai teman yang tinggal di danau Flechizaff? Hm! Aneh Pada contoh di atas, terdapat penambahan unsur linguistik jadi yang sebelumnya tidak terdapat di BSu. 13. Reduksi (Reduction) Reduksi merupakan teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara memadatkan informasi yang ada pada BSu. Reduksi dilakukan dengan cara mengimplisitkan informasi BSu, maupun dengan menghapuskan sebagian atau keseluruhan informasi BSu. BSu: BSa: My friend arrived from Turkey yesterday. He brought canai,kebab, pilaf, and cacik. Temanku tiba dari Turki kemarin. 14. Kreasi Diskursif (Discursive Creation) Teknik kreasi diskursif dilakukan dengan melakukan pemadanan yang biasanya lepas konteks. Teknik ini diaplikasikan jika BSu diterjemahkan ke BSa

15 33 sangat berbeda bahkan tidak ada hubungannya sama sekali. Teknik kreasi diskursif biasanya lebih sering dipakai dalam menerjemahkan judul film maupun karyakarya fiksi tulis lainnya, seperti dalam novel, puisi, cerpen, dan lain-lain. Berikut adalah contoh penggunaan teknik kreasi diskursif: BSu: What sort of tomfoolery is this? There s the pearl, perfectly safe BSa: Kalian ini kenapa? Ini! Mutiaranya masih ada! Terjemahan di atas sangat berbeda dari BSu nya, bahkan tidak ada hubungannya sama sekali. 15. Deskripsi (Description) Teknik ini digunakan untuk menggantikan ekspresi atau istilah dengan cara dideskripsikan. Istilah yang ada pada BSu ditransfer ke dalam BSa dengan cara dideskripsikan. BSu: Pengunjung dapat menikmati wedang ronde. BSa: Visitors can enjoy traditional Java hot beverage. Contoh di atas diambil dari salah satu brosur bilingual kuliner di Kota Solo. Wedang ronde diterjemahkan dengan menggunakan teknik deskripsi yang menjadi traditional Java hot beverage. 16. Kompresi Linguistik (Linguistic Compression) Teknik kompresi adalah kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini dilakukan untuk memadatkan elemen linguistic pada BSu ke dalam BSa, namun pesannya tetap tersampaikan. Teknik ini sering digunakan dalam simultaneous interpreting dan subtitling.

16 34 BSu: Yes, I will BSa: Ya. Contoh di atas membuktikan bahwa penerjemah memadatkan unsure yang ada di BSu ke dalam BSa. Namun, informasi tersebut tetap dapat diterima oleh pembaca sasaran, tanpa mengurangi pesan yang ada di BSu. 17. Substitusi (Substitution) Teknik substitusi adalah mengubah elemen linguistik ke dalam bentuk paralinguistik (gesture atau intonasi) atau dapat pula sebaliknya. Teknik substitusi sering ditemukan dalam interpreting (penerjemahan lisan). BSu: Gesture menunduk orang Jepang. (Japanese) BSa: Dapat berarti Terima kasih, Halo atau Maaf. (Indonesian) Pada contoh di atas, ekspresi atau pengungkapan menunduk (bowing) dalam budaya orang Jepang dapat diartikan menjadi beberapa arti, yaitu terima kasih, halo, atau maaf. Hal ini berhubungan erat dengan budaya pada masing-masing negara. 18. Variasi (Variation) Teknik variasi adalah teknik yang mengubah unsur linguistik atau paralinguistik yang mempengaruhi keragaman linguistik: tone, style, sosiolek. Berikut adalah contoh penggunaan teknik variasi: BSu: BSa: Hey, pal keep walking. Bung, teruslah jalan saja.

17 35 Contoh di atas didasarkan pada aspek budaya atau kultural bahwa dalam budaya bahasa Indonesia sapaan Bung merupakan sapaan yang sangat umum digunakan. 1.4 Penilaian Kualitas Terjemahan Kualitas suatu terjemahan diidentifikasi berdasarkan tiga hal, yaitu keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Hasil terjemahan yang ideal adalah pesan yang dialihkan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) akurat, berterima dengan kaidah BSa, dan mudah dipahami bagi pembaca sasaran (target reader). Dibenarkan oleh Nababan (2008) yang berpendapat bahwa kualitas terjemahan melibatkan tiga hal, yaitu: ketepatan pengalihan pesan, ketepatan pengungkapan pesan, dan kealamiahan bahasa terjemahan Namun seringkali penerjemah dihadapkan pada pilihan untuk lebih mementingkan suatu aspek yang dapat mengorbankan aspek lainnya. Dalam prakteknya, sulit ditemukan hasil terjemahan yang sempurna. Bell (1991) berpendapat bahwa fokus dari penerjemahan adalah keharusan bahwa isi atau makna dan gaya teks sumber dipertahankan sebisa mungkin ke dalam teks sasaran. Kriteria penilaian lain diungkapkan oleh Nida & Taber (1982) yang menjelaskan beberapa cara penilaian kualitas terjemahan yaitu: teknik cloze test (cloze technique), meminta respon pembaca dengan alternatif jawaban (reaction to alternative), teknik penjelasan ke rekan (explaining the contents), membaca nyaring (reading text aloud), dan mempublikasikan teks hasil

18 36 terjemahan (publication of sample material). Akan tetapi, cara-cara tersebut belum bisa mengukur tingkat keakuratan pesan dari BSu. Terdapat tiga instrumen pengukur kualitas terjemahan yang digunakan untuk menilai keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan dengan menggunakan skala 1-3. Di bawah ini adalah ketiga aspek kualitas dan instrumen pengukur kualitas terjemahan tersebut. Nababan, dkk (2012) menggunakan skala 1-3 dalam menjelaskan parameter kualitas terjemahan. Semakin tinggi skor yang diberikan, maka semakin baik pula kualitas terjemahannya. a. Keakuratan (Accuracy) Keakuratan berkaitan erat dengan kesepadanan makna antara BSu dan BSa. Pesan yang ada pada BSu harus tersampaikan seluruhnya secara akurat ke dalam BSa. Bell (1991) mengungkapkan bahwa fokus dari penerjemahan itu sendiri adalah keharusan mempertahankan sebisa mungkin isi atau makna dan gaya dari teks sumber ke teks sasaran. Maka dari itu, keakuratan menjadi salah satu parameter kualitas terjemahan. Nababan, dkk (2012:44) juga mengungkapkan bahwa keakuratan merujuk pada apakah teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran sudah sepadan ataukah belum. Tabel 2.1 Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan (Nababan dkk, 2012:50) Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif

19 37 Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna Kurang Akurat 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan. Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted). b. Keberterimaan (Acceptability) Keberterimaan mengacu pada derajat kesesuaian dan kealamiahan suatu teks terjemahan terhadap sistem, kaidah, norma, dan budaya BSa. Untuk melihat terjemahan tersebut berterima atau tidak, hanya diperhatikan BSa nya

20 38 saja dan tidak perlu melihat BSu. Menurut Nida dan Taber (1982): the priority of the audience over the forms of languages means essentially that one must attract greater importance to the forms understood and accepted by the audience for which a translation is designed. Selanjutnya menurut Nababan dkk (2012:44) istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Seperti yang telah dijelaskan di atas, keberterimaan sangat erat hubungannya dengan budaya dan norma antara BSu dan BSa. Penerjemah harus bisa membuat terjemahan terasa alami dan dapat diterima sesuai dengan noma budaya yang ada di BSa. Selain itu, hasil terjemahan pun tidak terasa kaku saat dibaca. Tabel 2.2 Instrumen Penilai Keberterimaan Terjemahan (Nababan dkk, 2012:51) Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidahkaidah bahasa Indonesia

21 39 Kurang Berterima 2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis atau terjadi sedikit kesalahan gramatikal. Tidak Berterima 1 Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia c. Keterbacaan (Readability) Aspek ketiga penilaian kualitas terjemahan adalah keterbacaan, yaitu yang merujuk pada seberapa mudah suatu teks terjemahan untuk dipahami (Nababan, 2012: 49). Semakin mudah dipahami suatu teks terjemahan tersebut, maka semakin tinggi skor penilaian keterbacaannya. Selanjutnya, tingkat keterbacaan suatu terjemahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain panjang rata-rata kalimat, jumlah kata-kata baru, dan kompleksitas gramatika dari bahasa yang digunakan (Nababan, 2010). Tabel 2.3 Instrumen Penilai Keterbacaan Terjemahan (Nababan dkk, 2012:51) Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif

22 40 Tingkat Keterbacaan Tinggi Tingkat Keterbacaan Sedang Tingkat 3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. 2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan. 1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca. Keterbacaan Rendah 2. Pragmatik 2.1 Kajian Pragmatik Munculnya istilah pragmatik dapat dihubungkan dengan seorang filsuf yang bernama Charles Morris (1938). Ia sebenarnya mengolah kembali pemikiran para filsuf pendahulunya seperti Locke ( ) dan Peirce ( ) mengenai semiotik (ilmu tanda dan lambang). Pragmatik adalah language in use, yakni studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, pragmatik mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi (Djajasudarma, 2012: 60). Selanjutnya, pakar pragmatik lain, Leech (1993:5-

23 41 6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan; menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, dan bagaimana. Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks tersebut berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Hal ini senada dengan pendapat Levinson (1983) dalam bukunya Pragmatics yang mendefinisikan bahwa pragmatik adalah penelitian atau kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan kalimat-kalimat yang dipakai dengan konteksnya. Ia juga menambahkan bahwa pragmatic adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasikan dalam struktur bahasa. Dari banyak penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji makna ujaran dalam peristiwa tutur tertentu. Dalam hal ini, pragmatik tidak bisa dilepaskan dari konteksnya atau ilmu

24 42 bahasa yang terikat konteks. Konteks di sini memiliki hubungan yang sangat erat dengan suatu ujaran. 2.2 Konteks Seperti halnya dalam kajian pragmatik, konteks pun juga memiliki peran yang sangat penting dalam pemahaman tindak tutur. Konteks tuturan sangat mempengaruhi interpretasi tindak tutur oleh penutur maupun mitra tutur atau lawan tuturnya. Hymes (1964) menjelaskan bahwa komponen-komponen peristiwa tutur bila disingkat menjadi akronim SPEAKING. Delapan komponen itu adalah sebagai berikut: a. Setting and scene: Dalam hal ini, setting berkenaan dengan waktu dan tempat berlangsungnya sebuah tuturan, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicara. b. Participants: Pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa tutur. Pihak-pihak tersebut antara lain: pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, penutur dan mitra tutur (lawan tutur), atau pengirim dan penerima (pesan). c. Ends: Maksud dan tujuan yang diharapkan dari sebuah tuturan. d. Act sequence: Bentuk dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan,

25 43 bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. e. Key: Nada, cara, dan semangat ketika suatu pesan disampaikan atau dituturkan. f. Instrument: Jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tulis, melalui telegraf atau telepon. g. Norm: Norma atau aturan yang dipakai dalam sebuah peristiwa tutur. h. Genre: Jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks memegang peranan yang sangat penting dalam memahami atau menangkap suatu maksud yang diujarkan oleh penuturnya. 2.3 Teori Tindak Tutur (Speech Act) Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959, dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words. Dalam bukunya dijelaskan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar itu. Pendapat Austin ini senada dengan pendapat Searle yang mengemukakan bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan

26 44 merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Pendapat tersebut didasarkan pada pendapat bahwa: (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi yang nyata. Ketika seseorang berkomunikasi, hal ini tidak hanya dianggap sebagai proses pertukaran informasi. Suatu tuturan sangat dipengaruhi oleh konteks situasi dan peserta tuturnya (penutur dan mitra tutur). Contoh tersebut sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat seseorang bertanya kepada temannya Are you sure? saat temannya memberitahu mengenai suatu hal diluar dugaannya. Pertanyaan tersebut tidak diterjemahkan secara literal kalau ia memang benar-benar bertanya, namun pertanyaan tersebut merupakan ekspresi ketidakpercayaan atas fakta yang diucapkan temannya tersebut. Chaer (2004: 16) mengemukakan perihal tindak tutur, yakni gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Di bawah ini adalah pembagian jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Austin (1962: ): a. Tindak lokusi (locutionary acts) adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer, 2004: 53). Dengan kata lain, tindak lokusi adalah tindak proposisi yang hanya berada

27 45 pada kategori mengatakan sesuatu (the act of saying something) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Dalam hal ini, penutur mengatakan sesuatu sesuai dengan makna kata itu tanpa ada maksud dibalik tuturannya. Tindak tutur ini semata-mata hanya untuk menyatakan sesuatu. b. Tindak ilokusi (illocutionary acts) adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit, tindak tutur ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimasih kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan (Chaer, 2004: 53). Dengan kata lain, tidak ilokusi ialah tindak melakukan sesuatu. Penutur memiliki maksud tertentu saat mengujarkan sesuatu, untuk apa ujaran itu dilkukan. Tindak tutur ilokusioner ini dapat dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak tutur (Nadar, 2009:14). c. Tindak perlokusi (perlocutionary acts) adalah efek yang ditimbulkan dari ujaran yang dihasilkan dari penutur kepada mitra tuturnya. Wijana (dalam Nadar, 2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada hakekatnya ketiga tindakan tersebut dapat dijelaskan sebagai tindakan untuk menyatakan sesuatu an act of saying something, tindakan untuk melakukan sesuatu an act of doing something, dan tindakan untuk mempengaruhi an act of affecting someone. Penjelasan tersebut senada dengan Schmidt dan Richards (dalam Nadar, 2009) yang mengungkapkan bahwa tindakan-

28 46 tindakan tersebut diatur oleh aturan atau norma penggunaan bahasa dalam situasi percakapan antara dua pihak, misalnya situasi perkuliahan, situasi perkenalan, situasi upacara keagamaan, dan lain-lain. Searle (1979:12-20) lebih lanjut mengelompokkan tindak tutur berdasarkan fungsinya menjadi lima jenis, yaitu (1) asertif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklaratif. Berikut penjelasan lebih jelasnya: a. Asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya pada kebenaran proposisi yang diungkapkan. Penutur meyakini hal tersebut adalah fakta dan tidak berdasar pada keyakinanya sendiri. Tindak tutur asertif berfungsi menyatakan terhadap apa yang penutur yakini. Yang termasuk tindak tutur asertif antara lain: menyatakan (stating), menunjukkan (showing), menjawab (answering), mengklaim (claiming), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan sebagainya. Contoh: BSu : The sun rises from east. BSa : Matahari terbit dari timur. Contoh di atas ialah fakta dan dapat dibuktikan kebenarannya. Penutur tidak menggunakan argumennya atas apa yang dikatakan. b. Direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan suatu tindakan. Penutur berusaha meminta mitra tuturnya untuk dapat menangkap maksud ujaran penutur yang mengarahkannya untuk melakukan

29 47 sesuatu. Yang termasuk tindak tutur direktif adalah menyuruh (commanding), menuntut (demanding), memohon (requesting), menyarankan (suggesting), memesan (ordering), menantang (challenging), menghimbau (urging), dan sebagainya. Contoh: BSu : Could you open the door, please? BSa : Bisakah kau membukakan pintu? c. Ekspresif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Dengan kata lain, tindak tutur ekspresif diujarkan dengan maksud agar tuturannya tersebut dapat menjadi evaluasi mengenai hal yang diujarkan. Tindak tutur ekspresif ini meliputi memuji (praising), mengeluh (complaining), berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (apologizing), berbelasungkawa (condoling), menyalahkan (blaming), dan sebagainya. Contoh : BSu : Congratulations! BSa : Selamat. d. Komisif adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Dapat dikatakan pula bahwa tindak tutur komisif ini mengikat penuturnya melakukan sesuatu yang telah disebutkan dalam tuturannya tersebut. Kata kerja performatifnya meliputi: menerima (accepting), menolak (refusing), berjanji (promising), bersumpah

30 48 (swearing), menawarkan (offering), mengakui (avowing), menyetujui (agreeing), dan sebagainya. Contoh: BSu : Can I help you? BSa : Bisakah aku membantumu? e. Deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan atau berfungsi mengubah suatu keadaan melalui ujaran yang disampaikan. Tidak hanya mengubah suatu keadaan, namun juga status seseorang. Kata kerjanya antara lain: memutuskan (deciding), membatalkan (canceling), memecat (dismissing), membaptis (baptizing), member nama (naming), mengucilkan (excommunicating), menghukum (sentencing), melarang (prohibiting), mengijinkan (permitting), dan sebagainya. Contoh: BSu : I declare you to be husband and wife. BSa : Saya nyatakan kalian menjadi suami istri. Contoh di atas merupakan ujaran pendeta yang mengesahkan pasangan menjadi suami istri. Biasanya tuturan tersebut diucapkan seorang pendeta pada suatu pernikahan sakral. 2.4 Tindak Tutur Asertif Kreidler (1998:183) mengungkapkan bahwa In the assertive function speakers and writers use language to tell what they know or believe; assertive language is concerned with fact. The purpose is to inform. Tindak tutur

31 49 asertif mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan dan bertujuan untuk memberikan informasi. Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menjawab, menuntut, mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi, mengeluh, dan membual. Dari beberapa ilokusi tersebut, hanya ilokusi membual yang dianggap tidak sopan atau tidak se netral ilokusi lainnya yang termasuk dalam tindak tutur asertif. Di bawah ini adalah contoh penggunaan tindak tutur asertif: a. Indonesia merupakan Negara kepulauan. b. Jakarta merupakan ibukota Indonesia. c. Pemegang saham PT. Mega Corpora adalah PT. CT Corpora dan PT. PARA Rekan Investama. Ketiga contoh di atas mengikat penutur untuk bertanggung jawab atas apa yang diucapkannya. Tuturan tersebut berisi kebenaran dan bisa dibuktikan. Dalam hal ini, penutur memberikan informasi yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan di lapangan mengenai hal tersebut. Selanjutnya, Kreidler (1998:183) membagi tindak tutur asertif menjadi dua, yaitu tindak tutur asertif langsung dan tidak langsung. Biasanya, tindak tutur asertif langsung diawali dengan kata saya atau kami dan diikuti dengan verba asertif. Tindak tutur asertif tidak langsung juga diikuti verba asertif yang merupakan tuturan yang diucapkan kembali oleh penutur. Nadar (2009) menjelaskan bahwa tindak tutur langsung tuturan yang sesuai dengan modus

32 50 kalimatnya, misalnya kalimat berita untuk memberitakan, kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, atau pun memohon, dan kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu. Sebaliknya, ia menambahkan bahwa tindak tutur tidak langsung modusnya berbeda dengan apa yang dituturkan, misalnya kalimat tanya namun memiliki fungsi untuk menyuruh. Maka dari itu, maksud dari tindak tutur tidak langsung dapat beragam dan tergantung pada konteksnya. Menurut Leech (1983:205) Assertive verbs normally occur in the construction S verb ( ) that X, where S is the subject (referring to the speaker), and where that X refers to a proposition. Salah satu penanda tindak tutur menjawab (answering) adalah adanya tuturan bertanya (asking) sebelumnya. Salah satu bentuk tuturan bertanya (asking) adalah kalimat tanya. Kalimat tanya dapat dibedakan menjadi Wh question dan yes/no question. Dari kalimat tanya itulah penutur memberikan respon, yaitu berupa jawaban. Terkadang, suatu jawaban tidak selalu relevan dengan pertanyaan yang dituturkan oleh penutur. 2.5 Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle) Grice (dalam Birner, 2013:41) mengungkapkan bahwa The Cooperative Principle: make your conversational contribution such as is required, at the stage at which occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged. Dengan kata lain, prinsip kerjasama yaitu sebuah asumsi mendasar dalam membangun sebuah makna atau maksud

33 51 yang ingin ditunjukkan oleh pembicara dan pendengar. Prinsip Kerjasama yang diungkapkan oleh Grice (dalam Birner, 2013:42) terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kuantitas (quantity), kualitas (quality), relevansi (relation), dan pelaksanaan (manner). Grice menambahkan bahwa pelanggaran prinsip kerjasama dapat terjadi dalam sebuah percakapan ketika informasi yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada lawan bicara tidak tersampaikan dengan baik. Hal tersebut dibenarkan oleh Wijana (1996:46) yang berpendapat bahwa untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur harus mematuhi empat maksim percakapan tersebut. Maksim ialah prinsip yang harus ditaati oleh peserta tutur dalam berinteraksi dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Empat maksim prinsip kerjasama tersebut adalah sebagai berikut: a. Maksim Kuantitas (The maxim of Quantity) Menurut Grice (dalam Birner, 2013:44) the maxim Quantity has two parts: (1) Make your contribution as informative as is required for the current purposes of the exchange, (2) Do not make your contribution more informative than is required. Hal ini menunjukkan bahwa maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Pelanggaran maksim kuantitas ini terjadi ketika seorang pembicara memberikan informasi yang

34 52 kurang jelas atau berlebihan kepada lawan bicara. Dapat dilihat pada contoh berikut ini: Jane: "Can I have the carriage?" Mrs.Bennet: "No, my dear, you had better go on horseback, because it seems likely to rain; and then you must stay all night." Pada contoh di atas, Mrs.Bennet melanggar maksim kuantitas. Hal tersebut dapat dilihat dari jawabannya yang berlebihan kepada Jane. Ia menambah informasi yang sebenarnya tidak perlu diujarkan kepada mitra tuturnya. b. Maksim Kualitas (The maxim of Quality) Grice (dalam Birner, 2013:49) menjelaskan bahwa maksim kualitas harus terdiri dari dua sub-maksim berikut: (1) Do not say what you believe to be false, (2) Do not say that for which you lack adequate evidence. Maksim kualitas di sini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Pelanggaran maksim kualitas ini dapat terjadi ketika seorang penutur mencoba untuk memberikan informasi yang cenderung tidak benar atau bohong mengenai suatu hal kepada lawan bicara atau mitra tuturnya. Sebagai contoh: Mike: Apakah kamu melihat Sean? James: Aku tidak melihatnya.

35 53 Contoh di atas menunjukkan bahwa James melanggar maksim kualitas. Hal tersebut terjadi karena James menutupi sesuatu yang sebenarnya ia tahu kepada Mike. c. Maksim Relevansi (The maxim of Relation) Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta tutur dapat memberikan kontribusi yang relevan (sesuai) tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Grice (dalam Birner, 2013:54) menjelaskan bahwa The maxim of relation is sometimes called the maxim of Relevance, because it is composed of only the following two-word dictum: Be relevant. Pelanggaran maksim relevansi dapat terjadi ketika seorang pembicara memberikan jawaban yang tidak bertautan dengan pembicaraan sebelumnya ataupun mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan yang sedang terjadi dalam sebuah percakapan. Pelanggaran maksim relevansi dapat dilihat seperti pada contoh berikut: Miss Bingley: But do you always write such charming long letters to her, Mr. Darcy? Mr.Darcy: They are generally long; but whether always charming it is not for me to determine. Contoh di atas menunjukkan bahwa jawaban Mr.Darcy tidak sesuai atau relevan dengan pertanyaan Miss Bingley. Ia memberikan jawaban yang tidak mempunyai kaitan dengan pernyataan Miss Bingley

36 54 sebelumnya. Pengalihan topik pembicaraan yang dilakukan oleh Mr.Darcy tersebut karena ia tidak tertarik untuk memberikan informasi dan memperpanjang percakapan dengan lawan tuturnya. d. Maksim Pelaksanaan (The maxim of Manner) Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebihlebihan, serta runtut. Hal ini dibenarkan oleh Grice (dalam Birner, 2013:58) This maxim, the maxim of Manner, states: (1) Avoid obscurity of expression, (2) Avoid ambiguity, (3) Be brief (avoid unnecessary prolixity), (4) Be orderly. Pelanggaran maksim cara/pelaksanaan ini dapat terjadi ketika pembicara memberikan suatu informasi yang tidak beraturan atau tidak jelas kepada lawan bicaranya. Pelanggaran tersebut seperti pada contoh di bawah ini: Reva: Apakah kau tahu arah ke stasiun kota? Jeremy: Kemarin saya dengar kabar bahwa stasiun kota sudah pindah lokasi, namun saya tidak tahu pasti dimana sekarang stasiun kota itu. Semua masih mempertanyakan akan hal tersebut. Terkait dengan prinsip kerjasama di atas, ada empat cara mitra tutur menanggapi Prinsip Kerjasama tersebut. Birner (2013:42) menjelaskan empat cara itu ialah observe the maxims, violate a maxim, flout a maxim, dan opt out of the maxims. Dengan kata lain, penutur dapat mematuhi (observing the

37 55 maxim) atau melanggar maksim (non-observing the maxim). Hal ini dapat dilihat pada jawaban penutur apakah jelas, tidak ditambah atau dikurangi, dan juga menjawab sesuai fakta yang terjadi dari pertanyaan mitra tuturnya. Birner (2013:43) menambahkan To observe a maxim is to straightforwardly obey it that is, to in fact say the right amount, to say only what you have evidence for, to be relevant, or to be brief, clear, and unambiguous (depending on the maxim in question). Selain penutur mematuhi maksim tersebut, terdapat dua pelanggaran maksim yang juga dapat dilakukan oleh penutur, yaitu dengan cara flouting dan violating. Menurut Birner (2013:43) To violate a maxim is to fail to observe it, but to do so inconspicuously, with the assumption that your hearer won t realize that the maxim is being violated. Dengan kata lain, violating terjadi jika penutur dengan sengaja menutup-nutupi suatu hal kepada mitra tuturnya. Penutur memang berniat untuk tidak memberikan informasi yang benar (berbohong) kepada mitra tuturnya. Selanjutnya adalah flouting the maxim. Birner (2013:43) menjelaskan: To flout a maxim is also to violate it but in this case the violation is so intentionally blatant that the hearer is expected to be aware of the violation. Penutur sadar bahwa ia melanggar salah satu maksim kerjasama, misalnya ia mengujarkan sesuatu yang tidak relevan, menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan pertanyaan (dikurang-kurangi atau dilebih-lebihkan). 3. Sekilas Tentang Novel Pride and Prejudice karya Jane Austen

38 56 Pride and Prejudice adalah sebuah novel karangan novelis Inggris ternama, Jane Austen, yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1813 dari penerbit T. Egerton, Whitehall. Tiga novel terbaiknya, yaitu Pride and Prejudice, Emma, dan Sense and Sensibility tak pernah lekang oleh waktu, meskipun setelah 150 tahun berlalu. Novel ini termasuk dalam genre Novel of Manners, yakni genre novel yang berkisah tentang sikap dan tata hidup kelas sosial tertentu dalam kaitannya dengan masalah pribadi dari tokoh dalam novel tersebut. Selain itu, novel ini juga merupakan salah satu kisah roman populer Jane Austen. Sudah banyak hasil terjemahan novel Pride and Prejudice yang diterjemahkan dalam beberapa bahasa di seluruh dunia, salah satunya yaitu Bahasa Indonesia. Yang berbahasa Indonesia pun telah diterbitkan dari beberapa penerbit ternama, antara lain Bukune, Qanita (Mizan group), Shira Media, dan Gramedia Pustaka Utama. Karena ceritanya yang banyak disukai oleh banyak orang, novel Pride and Prejudice ini sudah beberapa kali diangkat di layar lebar dengan aktris dan aktor yang berbedabeda. Novel ini menceritakan tentang kisah cinta kelas menengah-atas keluarga Inggris di akhir abad kesembilan belas. Dikisahkan tentang percintaan Elizabeth Bennet dengan Fitzwilliam Darcy, sebagai tokoh utama, yang pernuh dengan liku-liku. Elizabeth ialah putri kedua pasangan Bennet yang memiliki 5 orang putri. Mr. dan Mrs.Bennet selalu berusaha supaya semua putrinya menikah dengan pria kaya raya, mengingat bahwa tidak ada

39 57 anak laki-laki di keluarga Bennet, maka jika Mr.Bennet meninggal, warisan akan jatuh di tangan sepupunya, Mr.Collins. Singkat cerita, datanglah pria kaya raya dari London bersama teman dan keluarganya yang akan menyewa rumah mewah di Netherfield Park, bernama Mr.Bingley. Pertemuan kelima putri Bennet dengan Mr.Bingley dan Mr.Darcy ialah saat pesta dansa dan jamuan makan malam di Meryton. Sejak saat itu, Mr.Bingley mulai jatuh hati kepada Jane, putri tertua keluarga Bennet dan Mr.Darcy yang mulai tertarik kepada Elizabeth. Sementara itu, dua putri termuda Bennet, Catherine dan Lydia, justru menyibukkan diri mereka dengan berkunjung ke Meryton untuk melihat dan bergosip tentang prajurit yang ditempatkan di sana. Konflik mulai muncul ketika Mr.Collins berusaha keras untuk merebut warisan keluarga Bennet. Pasangan Bennet sudah membuat ancangan agar warisan keluarga mereka tidak jatuh di tangan Mr.Collins. Konflik lain muncul saat Elizabeth mendengar cerita dari salah satu ketua prajurit, Mr. Wickham, yang menceritakan keburukan sifat Mr. Darcy yang membuat Elizabeth memuncak. Elizabeth percaya dengan semua kebohongan Mr.Wickham dan ia sudah tidak memiliki lagi rasa simpati terhadap Mr. Darcy. Namun pada akhirnya, Elizabeth mengetahui kebenaran bahwa apa yang dikatakan oleh Mr. Wickham terhadap Mr. Darcy adalah kebohongan belaka dan ia sangat menyesal karena telah terperdaya oleh ucapan Mr. Wickham. Saat Elizabeth sudah mulai yakin dan percaya dengan Mr.Darcy, keluarga Bingley harus kembali ke London secara tiba-tiba. Jane dan

40 58 Elizabeth sangat terkejut dan terpukul atas berita ini. Tidak ada penjelasan apa pun, hanya sepucuk surat yang dikirimkan ke keluarga Bennet dari keluarga Bingley. Mrs.Bennet yang mudah gelisah dan mudah terpengaruh dengan ucapan orang lain mewanti-wanti Jane dan Elizabeth agar berhati-hati dengan kepercayaan dirinya kepada Mr.Bingley dan Mr.Darcy. Mrs.Bennet selalu mengingatkan kepada putrinya itu agar berhati-hati kepada saudara Mr.Darcy, yaitu Miss Bingley, Mrs. Hurst, Mr. Hurst yang dari awal agak tidak menyukai keluarga Bennet. Elizabeth sempat menyusul Mr.Darcy ke London dengan menginap di rumah bibinya. Ia sempat bertemu dengan Mr.Darcy dan Mr.Darcy mengatakan kepadanya bahwa ia benar-benar serius ingin melamar Elizabeth. Awalnya ia menolak dan tidak mempercayai Mr.Darcy karena masih terngiang perkataan Mr.Wickham tentang keburukan Mr.Darcy. Namun saat Mr.Darcy melamarnya untuk kali keduanya, Elizabeth menerima dengan senang hati dan rasa puas karena telah mengetahui bahwa Mr.Darcy memang benar-benar pria yang baik dan bertanggung jawab. Begitu pula dengan kakaknya Jane, ia dilamar oleh Mr.Bingley. Keduanya menikah dan hidup bahagia. B. Kerangka Pikir Kerangka pikir ini ialah merupakan gambaran alur penelitian kualitatif yang menentukan suatu kejelasan proses penelitian secara menyeluruh. Hal ini wajib dilakukan oleh seorang peneliti yang hendak melakukan penelitian. Proses

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MAKSIM PRINSIP KERJASAMA ( COOPERATIVE PRINCIPLE

PERBANDINGAN MAKSIM PRINSIP KERJASAMA ( COOPERATIVE PRINCIPLE PERBANDINGAN MAKSIM PRINSIP KERJASAMA (COOPERATIVE PRINCIPLE) DALAM TUTURAN MENJAWAB (ANSWERING) PADA DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN Paramita

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE

ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE Paramita Widya Hapsari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia paramitawh10@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa menjadi alat komunikasi utama yang berperan sangat penting. Saat berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut beberapa penelitian yang dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan

Lebih terperinci

TEKNIK PENERJEMAHAN BSu BSa

TEKNIK PENERJEMAHAN BSu BSa TEKNIK PENERJEMAHAN Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari ke, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi BAB II KAJIAN TEORI Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa teori yang dianggap relevan dan dapat mendukung penemuan data agar memperkuat teori dan keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Pragmatik Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris. Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri atas dua subbab yaitu simpulan dan saran. Bagian simpulan memaparkan tentang keseluruhan hasil penelitian secara garis besar yang meliputi strategi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan 282 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan menyajikan keseluruhan hasil penelitian ini, yakni maksim prinsip kerjasama (cooperative principles) dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2007: 588). 2.1.1 Tindak Tutur Istilah dan teori tentang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan)

IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan) 1 IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan) Oleh: Indrie Harthaty Sekolah Tinggi Bahasa Asing Pertiwi Abstrak Kajian

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR PADA TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA KELURAHAN WAPUNTO KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA (KAJIAN PRAGMATIK)

TINDAK TUTUR DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR PADA TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA KELURAHAN WAPUNTO KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA (KAJIAN PRAGMATIK) TINDAK TUTUR DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR PADA TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA KELURAHAN WAPUNTO KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA (KAJIAN PRAGMATIK) RACHMAN Abhyrachman1707@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Tindak Tutur Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang melakukan beberapa tindakan seperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dan

Lebih terperinci

KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TINDAK TUTUR ASERTIF MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE

KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TINDAK TUTUR ASERTIF MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TINDAK TUTUR ASERTIF MENJAWAB DALAM DUA VERSI TERJEMAHAN NOVEL PRIDE AND PREJUDICE Paramita Widya Hapsari, M. R. Nababan, Djatmika Magister Linguistik Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap mitra tutur dengan suatu tujuan dan maksud. Dalam pragmatik tindak tutur dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menjawab (answering) dan terjemahannya. Moleong (2004:6) menjelaskan bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menjawab (answering) dan terjemahannya. Moleong (2004:6) menjelaskan bahwa 61 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan studi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Verba Aksi Verba aksi adalah kata kerja yang menyatakan perbuatan atau tindakan, atau yang menyatakan perbuatan, tindakan, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni kegiatan mengubah bentuk bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam The Merriam Webster Dictionary

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin BAB II LANDASAN TEORI A. Bahasa Mandarin 1. Definisi Bahasa Mandarin Bahasa mandarin merupakan salah satu bahasa yang paling sering bei digunakan di dunia ini. Dalam pengertian luas, Mandarin berarti 北

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komik merupakan salah satu karya sastra. Dengan membaca karya sastra termasuk melakukan proses komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pengarang komik ingin menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Tindak Tutur Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin (1962) dengan mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menganalisis data seperti teori pelanggaran maxim dan teori mengenai konteks.

BAB II LANDASAN TEORI. menganalisis data seperti teori pelanggaran maxim dan teori mengenai konteks. BAB II LANDASAN TEORI Di dalam bab ini dipaparkan teori-teori yang digunakan dalam menganalisis data seperti teori pelanggaran maxim dan teori mengenai konteks. Teori mengenai pelanggaran maxim diambil

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana terpenting dalam segala jenis komunikasi yang terjadi di dalam kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks bahasa sumber (TSu) ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana dalam menjalankan segala jenis aktivitas, antara lain sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, meminta informasi, memberi perintah, membuat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penerjemahan yang bersifat deskriptif-kualitatif dengan studi kasus terpancang. Penelitian ini disebut penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN 2.1. Pengertian Tindak Tutur Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan pengaruh yang besar di bidang filsafat dan lingustik. Gagasannya yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan setiap orang untuk dapat menyesuaikan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian penerjemahan dan metode penerjemahan yang akan digunakan untuk menganalisis data pada Bab 3. Seperti dikutip

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik)

SEMINAR NASIONAL PRASASTI (Pragmatik: Sastra dan Linguistik) KAJIAN TERJEMAHAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM NOVEL EAT PRAY LOVE (Kajian Terjemahan Dengan Pendekatan Pragmatik) Zulia Karini, S.S, M.Hum STMIK AMIKOM Purwokerto Jl Letjend Pol. Sumarto Watumas Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana pertuturan speech act, speech event) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 109 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan dipaparkan tentang simpulan dan saran yang didapat setelah melakukan analisis data berupa majas ironi dan sarkasme dalam novel The Return of Sherlock Holmes dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kesopanan Berbahasa Kesopanan berbahasa sangat diperlukan bagi penutur dan petutur. Menurut Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property associated with

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media pembentuk kebahasaan yang menjadi kunci pokok bagi kehidupan manusia di dunia ini, karena melalui bahasa baik verbal maupun non verbal manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita sendiri bisa menjadikannya sebagai sahabat. Buku cerita memberikan informasi kepada anak tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabang linguistik yang mempelajari tentang penuturan bahasa secara mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu ujaran

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS)

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS) TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS) sucimuliana41@yahoo.com Abstrak Penelitian yang berjudul tindak tutur ekspresif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal lain(kbbi, 2003:58). 2.1.1Implikatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau interaksi sosial. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teks hukum merupakan jenis teks yang bersifat sangat formal dan sangat terstruktur. Teks hukum ini sangat beragam macamnya, yang paling mudah kita kenali adalah surat

Lebih terperinci

KAJIAN TERJEMAHAN UNGKAPAN BUDAYA DALAM KISAH SENGSARA YESUS KRISTUS PADA ALKITAB DUA BAHASA YANG BERJUDUL ALKITAB KABAR BAIK GOOD NEWS TESIS

KAJIAN TERJEMAHAN UNGKAPAN BUDAYA DALAM KISAH SENGSARA YESUS KRISTUS PADA ALKITAB DUA BAHASA YANG BERJUDUL ALKITAB KABAR BAIK GOOD NEWS TESIS KAJIAN TERJEMAHAN UNGKAPAN BUDAYA DALAM KISAH SENGSARA YESUS KRISTUS PADA ALKITAB DUA BAHASA YANG BERJUDUL ALKITAB KABAR BAIK GOOD NEWS TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How

Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How to do things with word pada tahun 1965. Austin (1962)

Lebih terperinci

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY 2.1 Pragmatik Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996) dalam Makyun Subuki (http://tulisanmakyun.blogspot.com/2007/07/linguistikpragmatik.html)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: satu istilah dapat mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini semakin banyak cara yang digunakan untuk mengetahui keadaan di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi bagi kita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat berkomunikasi antara sesama manusia lainnya. Salah satu media yang digunakan dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY

ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY Desi Zauhana Arifin, Djatmika, Tri Wiratno Magister Linguistik Penerjemahan Program PASCASARJANA UNS dezauhana@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain,

Lebih terperinci

Tindak tutur ilokusi novel Surga Yang Tidak Dirindukan karya Asma Nadia (kajian pragmatik)

Tindak tutur ilokusi novel Surga Yang Tidak Dirindukan karya Asma Nadia (kajian pragmatik) Linguista, Vol.1, No.1, Juni 2017, hal 6-11 ISSN (print): 2579-8944; ISSN (online): 2579-9037 Avaliable online at: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/linguista 6 Tindak tutur ilokusi novel Surga Yang

Lebih terperinci

STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH

STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH Cipto Wardoyo UIN Sunan Gunung Djati Bandung cipto_w@yahoo.com Abstrak Penelitian ini mencoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa adalah aktivitas sosial. Bahasa itu terdiri atas dua bagian yaitu lisan, seperti percakapan, pembacaan berita, berpidato,kegiatan diskusi/seminar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan dibutuhkan manusia untuk dapat bersosialisasi. Ada dua bentuk komunikasi yaitu verbal dan non-verbal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel Higurashi no Ki merupakan salah satu karya penulis terkenal bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya sebagai penulis pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa sebagai wahana komunikasi yang paling efektif bagi manusia dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi bahasa adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Definisi Penerjemahan Sesungguhnya penerjemahan sudah cukup lama dikenal dalam komunikasi antarmanusia. Ada berbagai definisi penerjemahan sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

Bayu Dewa Murti Universitas Sebelas Maret

Bayu Dewa Murti Universitas Sebelas Maret ANALISIS TEKNIK DAN KEAKURATAN PENERJEMAHAN PADA TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM TEKS KOMIK NARUTO SHIPPUDEN EDISI KE-500 BERJUDUL KELAHIRAN NARUTO (NARUTO S BIRTH) Bayu Dewa Murti Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa sangat beranekaragam

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang II. LANDASAN TEORI 2.1 Pragmatik Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu salah satunya yaitu tentang pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang orang menghadapi kesulitan dalam memahami isi atau makna

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang orang menghadapi kesulitan dalam memahami isi atau makna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjemahan dapat dipahami sebagai sebuah proses penyampaian pesan dalam sumber bahasa tertentu yang ditransformasikan ke dalam bahasa lain agar dapat dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari pengaruh manusia lain. Di dalam dirinya terdapat dorongan untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, dan konversasi atau percakapan (Tarigan, 2009:22). Wacana direalisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya dalam kehidupannya. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia saling berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia memerlukan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya agar apa yang disampaikan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya

BAB I PENDAHULUAN. tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Clay dalam arti yang sesungguhnya adalah tanah liat, namun selain terbuat dari tanah liat, clay juga ada yang terbuat dari bermacam-macam bahan tetapi adonannya memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bahasa terdiri atas beberapa tingkatan yaitu kata, frasa, klausa dan kalimat. Frasa merupakan satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah satuan klausa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang

BAB I PENDAHULUAN. Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film The Great Gatsby adalah film visual 3D karya Baz Luhrmann yang dirilis pada 10 Mei 2013, banyak pro dan kontra dalam pembuatanya, seperti yang dikutip oleh penulis

Lebih terperinci

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa tutur terjadinya atau berlangsung pada interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur;

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORITIS 9 BAB 2 LANDASAN TEORITIS 2.1 Pengantar Sehubungan dengan masalah yang ditemukan pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud Prinsip Kerja Sama di dalam dialog antartokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuturan performative merupakan tuturan yang muncul pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Tuturan performative merupakan tuturan yang muncul pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuturan performative merupakan tuturan yang muncul pada saat melakukan tindak tutur. Pada saat penutur menuturkan tuturan tersebut, penutur sekaligus melakukan tindakan

Lebih terperinci

BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN

BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN 12 BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa landasan teori yang akan diperlukan untuk menganalisis data sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

Tindak Ilokusi Ekspresif Dalam Komik Big Bad Wolf: The Baddest Day dan Terjemahannya

Tindak Ilokusi Ekspresif Dalam Komik Big Bad Wolf: The Baddest Day dan Terjemahannya Tindak Ilokusi Ekspresif Dalam Komik Big Bad Wolf: The Baddest Day dan Terjemahannya Gilang Fadhilia Arvianti FKIP Universitas Tidar gilangfadhilia@yahoo.com ABSTRACT This article focuses on analyzing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanpa bahasa, manusia tidak akan saling terhubung. Berkomunikasi pada umumnya melibatkan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sekalipun. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain sebagai hiburan, penghilang stres, dan

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci