PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN (Salacca sumatrana)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN (Salacca sumatrana)"

Transkripsi

1 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN (Salacca sumatrana) SKRIPSI SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 THE EFFECT OF PACKAGING AND STORAGE TEMPERATURE TO QUALITY AND FRESHNEES SALAK PADANGSIDIMPUAN (Salacca sumatrana) Endang Warsiki and Sri Alam Syahputra Nasution Department of Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: , ABSTRACT This study aims to obtain the storage temperature and type of packaging which suitable for salak Padangsidimpuan. The research was conducted in two stages, i.e. preliminary research and primary research. Preliminary research carried out by measuring the initial quality (total weight lose, perishable fruit, water content, total titrated acid, total soluble solids, vitamin C and organoleptic). The results and than are used as initial data to conduct primary research. Primary research was conducted by coated 1 kg of salak and then packed with cartons, bamboo basket, plastic PE with cartons and plastic PE with bamboo basket. All samples were storaged in at 15 o C and room temperature. Salak without treatment was also stored at room temperature as a control. Samples were analyzed the qualities every three days. Based on this research, physico-chemical characteristic of salak Padangsidimpuan showed that the water content was 78.12%, total titrated acid was 6.34%, total soluble solids was 15 o Brix, vitamin C was 1.87 mg/100 g fruit, the preference score for color was 4, aroma was 4, flavor was 3, texture was 3 and general acceptance was 3. Based on the ANOVA analysis, Duncan test and t test, can be concluded that salak Padangsidimpuan were stored at a temperature of 15 o C hold maximum of 30 days, with cartons, bamboo basket, plastic PE with cartons and plastic PE with bamboo basket. However the best condition of packaging resulted from this research was bamboo basket in 15 o C. Keywords: Padangsidimpuan salak, coating, bamboo basket i

3 SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION. F Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan Kualitas Buah Salak Padangsidimpuan (Salacca sumatrana). Di bawah bimbingan Endang Warsiki RINGKASAN Salak (sallaca edulis, Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis Indonesia yang dapat diperoleh sepanjang tahun. Pada bulan-bulan tertentu, antara bulan Oktober-Januari, produksi salak melimpah dan melebihi kebutuhan, sehingga banyak buah salak yang terbuang. Keadaan ini sangat merugikan petani sehingga harus dipikirkan penanganan salak mulai dari kegiatan pemanenan sampai pasca panen. Sebagai contoh, petani salak Padangsidimpuan, Sumatera Utara, juga mengalami kerugian setiap tahun karena buah rusak yang diakibatkan salah penanganan, seperti tidak sesuainya jenis kemasan yang digunakan dan suhu penyimpanan yang tidak terkontrol. Selain itu lokasi perkebunan yang pada umumnya jauh dari perkotaan juga merupakan salah satu faktor penyebab rusaknya buah sebelum dikonsumsi. Lokasi yang jauh menyebabkan pendistribusian buah memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ditangan konsumen. Hal ini bisa dihindari dengan melakukan penanganan pasca panen yang tepat, misalnya dengan menggunakan kemasan dan suhu penyimpanan yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suhu penyimpanan dan jenis kemasan yang sesuai untuk buah salak (Padangsidimpuan). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengemasan dan Laboratorium DIT, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor pada bulan Maret sampai April Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengukur mutu awal buah salak (terhadap susut bobot, kerusakan buah, kadar air, asam tertitrasi, padatan terlarut, vitamin C dan organoleptik) yang hasilnya digunakan sebagai data awal untuk melakukan penelitian utama. Penelitian utama dilakukan dengan cara menyimpan 1 kg buah salak (Padangsidimpuan) yang sebelumnya telah diberikan lapisan lilin pada masing-masing perlakuan. Penilitian ini menggunakan dua faktor penyimpanan yang berbeda. Faktor pertama yaitu kemasan (A) dan faktor kedua suhu (B). Kemasan yang digunakan terdiri dari empat taraf antara lain, kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4). Sebagai kontrol disimpan buah salak tanpa perlakuan (K). Selanjutnya buah salak akan disimpan pada suhu 15 o C (B1) dan suhu ruangan kamar (B2). Buah salak disimpan selama 30 hari, kemudian dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik (susut bobot dan total kerusakan buah), kimia (kadar air, total asam tertitrasi, total padatan terlarut dan uji vitamin C) dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum). Pengamatan ini dilakukan setiap 3 hari sekali. Data hasil penelitian diuji secara statistik (analisis ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Duncan dan uji t). Berdasarkan hasil yang diperoleh, penyimpanan pada suhu 15 o C memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar. Dimana penyimpanan pada suhu 15 o C menunjukkan susut bobot terendah yaitu sebesar 5,38%. Artinya penyimpanan pada suhu 15 o C lebih baik untuk mempertahankan susut bobot buah salak. Hal yang sama terjadi pada total kerusakan buah. Faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap total kerusakan buah. Buah salak yang disimpan dengan kemasan besek pada suhu 15 o C, memiliki rata-rata total kerusakan terkecil sampai akhir penyimpanan yaitu sebesar 26%. Selanjutnya untuk vitamin C, faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan vitamin C. Berbeda dengan faktor suhu penyimpanan, analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan vitamin C. Kemudian hasil ii

4 analisis lanjut uji t (α = 0,05) juga menunjukkan adanya beda nyata antara penyimpanan pada suhu 15 o C dengan penyimpanan pada suhu kamar. Dimana penyimpanan pada suhu 15 o C memiliki rata-rata akhir vitamin C lebih tinggi yaitu sebesar 1,74 mg/100 g buah. Berdasarkan hasil tersebut, diduga penyimpanan pada suhu 15 o C lebih baik daripada penyimpanan pada suhu kamar untuk mempertahankan kandungan vitamin C buah salak. Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, faktor kemasan tidak memiliki pengaruh nyata terhadap perubahan kadar air buah salak. Sedangkan faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan kadar air buah. Dimana berdasarkan hasil analisis lanjut yang dilakukan, buah yang dikemas dengan kemasan besek pada suhu 15 o C memiliki rata-rata akhir kadar air lebih tetap yaitu sebesar 79,13%. Total padatan terlarut pada buah salak akan meningkat dengan waktu penyimpanan yang semakin lama. Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor memiliki pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan total padatan terlarut. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan dan uji t, buah yang dikemas menggunakan kemasan besek (A2) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1), memiliki rata-rata total padatan terlarut 17,6 o Brix dan 17,25 o Brix. Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur buah salak, hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata faktor kemasan dan interaksi antar faktor terhadap perubahan tingkat kesukaan akan warna dan tekstur buah salak. Sedangkan faktor suhu menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan tingkat kesukaan akan warna dan tekstur. Setelah dilakukan analisis lanjut uji t, suhu penyimpanan 15 o C berbeda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar. Dimana suhu penyimpanan 15 o C, merupakan suhu penyimpanan dengan tingkat kesukaan lebih tinggi yaitu sebesar 4 (warna dan tekstur). Sementara untuk uji organoleptik lainnya seperti (rasa, aroma dan penerimaan umum) serta total asam tertitrasi, hasil analisis ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan panelis akan rasa, aroma, penerimaan umum dan total asam tertitrasi buah salak. iii

5 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN (Salacca sumatrana) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan Kualitas Buah Salak Padangsidimpuan (Salacca sumatrana) : Sri Alam Syahputra Nasution : F Menyetujui, Dosen Pembimbing, (Dr. Endang Warsiki, S.TP. M.Si) NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP Tanggal lulus:

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan Kualitas Buah Salak Padangsidimpuan (Salacca sumatrana) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 1 November 2011 Yang membuat pernyataan Sri Alam Syahputra Nasution F

8 Hak cipta milik Sri Alam Syahputra Nasution, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya 4

9 BIODATA PENULIS Sri Alam Syahputra Nasution. Lahir di Paran-padang, sebuah desa kecil yang terletak di Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pada tanggal 12 Oktober 1989 dari ayah Amir Nasution dan ibu Nur Fatimah Siregar, sebagai putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 2 Plus, Sipirok dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam keanggotaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota pada salah satu organisasi kedaerahan yang ada di IPB yaitu, Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL). Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di PT. Bio Greenland yang bergerak dibidang eksrtraksi minyak jarak rambutan atau castor oil, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. 5

10 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya, yang telah membukakan mata, hati dan pikiran serta memberikan ketabahan sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini hingga selesai. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Endang Warsiki, S.TP. M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani pembelajaran di Departemen TIN maupun saat penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Ir. Sugiarto, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani ujian tugas akhir di Departemen TIN maupun saat penyelesaian skripsi. 3. Ayah dan Ibu tercinta, keempat adik tersayang, terima kasih atas kasih sayang, dorongan semangat serta iringan do a yang tulus dan ikhlas. 4. Teman-teman TIN 44 dan rekan-rekan di IMATAPSEL yang telah memberikan bantuan, dorongan dan semangat selama berlangsungnya kuliah dan saat penelitian. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT, namun penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini cukup bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, 1 November 2011 Penulis iv

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA BOTANI SALAK DAERAH PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SALAK KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI SALAK PASCA PANEN SALAK KERUSAKAN-KERUSAKAN BUAH SALAK Luka Memar Kulit Buah Pecah Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan Fisiologis PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Penyimpanan Suhu Rendah Pelilinan Pengemasan dengan Plastik Berlubang Pengemasan dengan Besek dan Kotak Karton... 9 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN ALAT Bahan Alat METODE PENELITIAN RANCANGAN PERCOBAAN ANALISIS DATA IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN PENDAHULUAN PENELITIAN UTAMA Susut Bobot Total Kerusakan Kadar Air Total Asam Tertitrasi Total Padatan Terlarut Vitamin C Warna Aroma Rasa v

12 Halaman Tekstur Penerimaan Umum PEMBAHASAN UMUM VI. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi buah-buahan di Indonesia (Tahun dalam satuan ton)... 1 Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara... 5 Tabel 3. Kandungan gizi buah salak per 100 g buah... 5 Tabel 4. Hasil uji karakterisasi awal buah salak segar Padangsidimpuan Tabel 5. Hasil uji awal organoleptik buah salak segar Padangsidimpuan Tabel 6. Perlakuan terbaik terhadap buah salak Padangsidimpuan selama penelitian vii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pohon salak... 3 Gambar 2. Salak Padangsidimpuan: (A) buah berwarna merah, (B) buah berwarna putih... 4 Gambar 3. Diagram alir penelitian Gambar 4. Penurunan susut bobot buah selama penyimpanan pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 5. Peningkatan total kerusakan buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 6. Perubahan kadar air buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 7. Perubahan total padatan terlarut buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 8. Perubahan kandungan vitamin C buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 9. Perubahan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15 o C dan suhu kamar Gambar 10. Perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15 o C dan suhu kamar viii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Pengujian Lampiran 2. Foto kebun salak dan dokumentasi penelitian Lampiran 3. Hasil pengamatan susut bobot buah salak Lampiran 4. Hasil pengamatan total kerusakan buah salak Lampiran 5. Hasil pengamatan kadar air buah salak Lampiran 6. Hasil pengamatan total asam tertitrasi buah salak Lampiran 7. Hasil pengamatan total padatan terlarut buah salak Lampiran 8. Hasil pengamatan vitamin C buah salak Lampiran 9. Hasil pengamatan organoleptik warna buah salak Lampiran 10. Hasil pengamatan organoleptik aroma buah salak Lampiran 11. Hasil pengamatan organoleptik rasa buah salak Lampiran 12. Hasil pengamatan organoleptik tekstur buah salak Lampiran 13. Hasil pengamatan organoleptik penerimaan umum buah salak Lampiran 14. Hasil olah data uji susut bobot buah salak Lampiran 15. Hasil olah data uji total kerusakan buah salak Lampiran 16. Hasil olah data uji kadar air buah salak Lampiran 17. Hasil olah data uji total asam tertitrasi buah salak Lampiran 18. Hasil olah data uji padatan terlarut buah salak Lampiran 19. Hasil olah data uji vitamin C buah salak Lampiran 20. Hasil olah data uji organoleptik warna buah salak Lampiran 21. Hasil olah data uji organoleptik aroma buah salak Lampiran 22. Hasil olah data uji organoleptik rasa buah salak Lampiran 23. Hasil olah data uji organoleptik tekstur buah salak Lampiran 24. Hasil olah data uji organoleptik penerimaan umum buah salak ix

16 I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara tropis yang telah diakui dunia kaya akan jenis buah-buahan. Salak (sallaca edulis, Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis yang dihasilkan Indonesia dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Pada bulan-bulan tertentu, antara bulan Oktober-Januari, produksi salak melimpah, bahkan melebihi kebutuhan. Berdasarkan data statistik pada Tabel 1, produksi buah salak di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan jenis buah-buahan lain. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah produksi pada tahun 2007 mencapai ton, tahun 2008 mencapai ton dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang mengakibatkan jumlah produksi mencapai ton. Peningkatan jumlah produksi buah salak ini dikarenakan semakin banyaknya permintaan terhadap buah salak segar maupun salak olahan. Tabel 1. Produksi buah-buahan di Indonesia (Tahun dalam satuan ton) Tahun Alpukat Belimbing Duku atau Langsat Jambu Biji Jambu Air Nangka atau Cempedak Salak Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, Padangsidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah penghasil buah salak yang terbesar di Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan nilai produksi yang mencapai ton per tahun seperti disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan data Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi/UKM Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (2008), diketahui bahwa sejak tahun 1999, Menteri Pertanian Republik Indonesia telah menetapkan varietas lokal salak Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi Salak Merah dan Salak Putih, sebagai dua varietas salak nasional, untuk melengkapi enam varietas salak unggulan yang ditetapkan di Indonesia. Ditinjau dari produktivitasnya, daerah sentra penghasil buah salak di Padangsidimpuan dan Tapanuli Selatan sangat variatif. Di Kabupaten Tapanuli Selatan sendiri, daerah penghasil salak terdapat di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Angkola Barat, Angkola Selatan, Angkola Timur, Marancar dan Sayur Matinggi. Kecamatan Angkola Barat merupakan daerah yang memiliki luas area salak terbesar dan jumlah produksi salak terbanyak dibandingkan kecamatan lain di Tapanuli Selatan. Pada umumnya buah salak Padangsidimpuan dihasilkan di daerah pedesaan, sehingga untuk mencapai konsumen perlu menempuh jarak yang cukup jauh dan waktu pengangkutan maupun penyimpanan yang cukup lama. Selain itu kondisi tempat pengumpulan buah salak yang kurang diperhatikan (bertumpuk-tumpuk), juga berpengaruh terhadap kondisi buah selama pengumpulan dan penyimpanan. Akibatnya banyak buah yang rusak sebelum sampai ke tangan konsumen. Seperti dituliskan Winarno dan Wirakartakusumah (1981), selama jangka waktu antara pemanenan hingga dikonsumsi, buah salak masih terus melangsungkan aktifitas fisiologi seperti respirasi, transpirasi dan perubahan biokimiawi lainnya. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat mengakibatkan penurunan mutu buah, bahkan dapat menimbulkan kebusukan pada buah, yang pada akhirnya buah tersebut tidak dapat dikonsumsi. 1

17 Usaha-usaha untuk memperpanjang umur simpan buah segar biasanya dilakukan penyimpanan pada suhu rendah. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan di dalam bahan pangan dan juga menurunkan keaktifan respirasi (Setyowati dan Budiarti, 1992). Buah salak termasuk buah non-klimakterik, yaitu buah yang pola respirasinya menurun dan tidak terdapat kenaikan produksi CO 2 secara signifikan setelah masa panen, sehingga diperlukan suhu rendah untuk memperpanjang umur simpannya. Sejauh ini penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap buah salak hanya terbatas pada jenis kemasan, pelilinan atau suhu saja tanpa mengkombinasikan. Oleh karena itu, penelitian kombinasi antara jenis kemasan dan suhu patut untuk dilakukan TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suhu dan kombinasi kemasan yang sesuai dalam penyimpanan buah salak Padangsidimpuan. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BOTANI SALAK Tanaman salak (Sallaca sumatrana) adalah salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman ini termasuk suku palem yang rendah, berakar serabut, tegak, hampir tidak berbatang, cabangnya sangat banyak, berduri dan tingginya 1,5-5 meter (Satiadiredja, 1982). Pohon salak Padangsidimpuan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Klasifikasi dari buah salak dapat sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Palmales : Palmae : Salacca : Salacca sumatrana. Gambar 1. Pohon salak Daerah pertumbuhan yang baik untuk tanaman salak yaitu pada tanah podsolik dengan ketinggian 700 meter diatas permukaan laut (Satiadiredja, 1982). Disamping itu, tanaman salak membutuhkan penyinaran matahari yang tidak langsung dan kelembapan yang tinggi selama pertumbuhannya, sehingga biasanya diantara tanaman salak sering ditanami pohon-pohon yang tinggi dengan daun yang mudah busuk jika telah gugur. Seperti pohon sawo, durian, kecapi, duku, menteng, kemiri, melinjo, aren, pisang, nangka, kelapa dan jengkol. Buah salak tersusun dalam sebuah tandan, terletak diantara pelepah daun. Buah tersebut bersisik coklat sampai kekuningan. Rasanya ada yang asam, manis atau sepat dan daging buahnya terkadang mempunyai konsistensi yang berpasir. Setiap tandan dapat terdiri dari buah dan setiap kilogramnya terdapat buah (Satiadiredja, 1982). Waktu panen buah salak dapat ditentukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara menggerak-gerakkan tandan dari tanamannya. Apabila ada buah yang jatuh, maka buah dalam tandan tersebut sudah cukup matang untuk dipanen (Sugihat, 1973). Selain itu, kematangan buah salak juga dapat diamati dengan cara memetik salah satu buah salak dari tandannya. Kematangan ditandai dengan melebarnya sisik dan warna biji yang berubah menjadi coklat tua (Satiadiredja, 1982). Perbanyakan tanaman biasanya dilakukan dengan menggunakan bijinya (Sastrapradja, 1980). Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara cangkokan tunas atau anakan yang lebih menguntungkan dari penanaman dengan biji, karena umur berbuahnya akan lebih cepat yaitu setelah umur 2-3 tahun, sedangkan pohon yang diperbanyak dengan menggunakan biji akan berbuah setelah berumur 4-5 tahun (Satiadiredja, 1982) DAERAH PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SALAK Tanaman buah salak secara umum hampir tersebar diseluruh daerah Indonesia. Hanya saja, jumlah produksinya berbeda-beda di setiap daerahnya. Hal ini dikarenakan tanaman salak merupakan tanaman yang mudah tumbuh dengan perawatan yang tidak terlalu sulit. Menurut Satiadiredja (1982), selain di Indonesia, tanaman salak juga bisa dijumpai di dataran rendah Birma, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam dan daerah-daerah bagian selatan Philipina. 3

19 Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009, produksi salak di Indonesia mencapai ton pada tahun Sebanyak ton merupakan salak yang dihasilkan dari daerah Sumatera Utara. Angka ini merupakan angka yang cukup besar dibandingkan dengan daerah-daerah penghasil buah salak lainnya yang ada di Indonesia. Jika angka ini dihitung dalam bentuk persen, maka daerah Sumatera Utara mampu menghasilkan buah salak sebanyak 31,25% dari ton jumlah buah salak yang dihasilkan Indonesia pada tahun Untuk daerah Sumatera Utara sendiri, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan merupakan daerah penghasil salak terbesar di Provinsi itu. Hal inilah yang menjadi keunggulan buah salak Padangsidimpuan dibanding dengan jenis salak lainnya yang ada di Indonesia. Selain itu, masa panen buah juga dapat dilakukan sekali dalam satu minggu setelah tanaman salak dapat dipanen. Ukuran buah yang lebih besar juga menjadi salah satu keunggulan dari buah salak Padangsidimpuan ini. Dalam satu buah salak Padangsidimpuan, terkadang di dalamnya ada tiga biji daging buah yang dapat dimakan. Warna buah salak yang dihasilkan juga cukup unik. Ada dua varietas warna daging buah yang dihasilkan, yaitu daging buah salak yang berwarna merah dan putih (Gambar 2). Hal inilah yang menjadi keunggulan buah salak Padangsidimpuan yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Untuk produktivitas buah salak per Kabupaten di Sumatera Utara tahun 2008 dapat dibaca pada Tabel 2. A Gambar 2. Salak Padangsidimpuan: (A) buah berwarna merah, (B) buah berwarna putih B 4

20 Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara No Kabupaten/ Kota Salak Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton) 1. Medan Langkat Deli Serdang Simalungun Asahan Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Tapanuli Selatan Binjai Madina Padangsidimpuan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Serdang Bedagai Jumlah Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI SALAK Buah salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah yang diselubungi selaput tipis dan biji. Setiap buah salak memiliki satu biji, berwarna coklat kehitam-hitaman, keras, dan pada biji terdapat sisi cembung dan sisi datar (Hieronymus, 1990). Buah salak memiliki rasa yang beragam. Secara umum salak muda memiliki rasa yang sepat, dan semakin tua rasanya berangsur-angsur menjadi manis dalam artian rasa sepatnya berkurang. Berdasarkan data dari Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981), buah salak merupakan buah sumber mineral yaitu terdiri dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg dari 100 g bagian yang dapat dimakan. Kandungan gizi buah salak dalam tiap 100 g buah salak segar menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981), (Tabel 3). Tabel 3. Kandungan gizi buah salak per 100 g buah No Kandungan Gizi Unit Proporsi 1 Kalori kal 77 2 Protein g 0,4 3 Karbohidrat g 20,9 4 Kalsium mg 28 5 Fosfor mg 18 6 Zat Besi mg 4,2 7 Vitamin B mg 0,04 8 Vitamin C mg 2 9 Air % Bagian yang dimakan % 50 Sumber: Departemen Kesehatan (1981) 5

21 Menurut Sabari (1982), kandungan zat kimia yang terdapat pada daging buah salak mengalami perubahan dengan semakin menuanya buah. Buah salak pondoh yang berumur 3-5 bulan kandungan gulanya baru mencapai 15,3%, namun pada umur 5 bulan kadar gulanya dapat mencapai 23,3%. Sabari (1982) juga mengungkapkan bahwa pada salak pondoh yang berumur 3-5 bulan sejak bunga mekar mengandung kadar tanin 0,21% dan setelah berumur 5 bulan kadar taninnya menurun menjadi 0,08%. Hal ini dikarenakan senyawa tanin yang tinggi pada buah salak akan memberikan rasa sepet. Berkurangnya rasa sepet pada buah salak ini merupakan salah satu perubahan utama saat buah mengalami proses pematangan PASCA PANEN SALAK Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Hal ini dikarenakan setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi. Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan pascapanen. Proses respirasi juga terjadi pada buah salak saat masa penyimpanan setelah pasca panen. Proses respirasi atau pernafasan ini adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein yang nantinya akan menghasilkan CO 2, dan air (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Pola respirasi yang terjadi pada buah salak cenderung akan menurun dan tidak terdapat kenaikan produksi CO 2 yang tajam. Hal ini menunjukkan salak termasuk buah non-klimakterik. Sedangkan buah yang tergolong klimakterik ditandai dengan adanya proses yang cepat pada waktu pemasakan (ripening) dan peningkatan respirasi yang mencolok disertai dengan perubahan warna, cita rasa dan teksturnya. Buah klimakterik adalah buah yang mengalami peningkatan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami peningkatan respirasi maupun etilen, sehingga buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang sempurna. Hal ini berbeda dengan buah klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk mencapai kematangan. Kondisi pemeraman pada buah klimakterik memerlukan penanganan ekstra, karena produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat kemasakan buah yang tidak diinginkan. Pada awal pemeraman, buah klimakterik sebaiknya disimpan pada kodisi ruang yang hangat (25-27 o C), dalam artian tidak panas ataupun dingin. Hal ini bertujuan untuk merangsang etilen buah keluar dan dapat mempercepat pematangan. Namun setelah buah dinyatakan masak secara sempurna, pemeraman buah dapat dihentikan. Sedangkan untuk buah non-klimakterik, penyimpanan buah dapat dilakukan pada suhu dingin (10-15 o C atau tergantung jenis buahnya). Hal ini disebabkan buah nonklimakterik sudah mengalami kematangan secara sempurna sebelum dipanen dan tidak perlu dilakukan pemeraman. Sehingga untuk mempertahankan kondisi buah dalam bentuk segar dan menghindari kebusukan, sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu dingin (10-15 o C). Kegiatan pemanenan yang kurang baik atau salah juga dapat mengakibatkan proses pembusukan yang semakin cepat saat masa penyimpanan atau pada masa pasca panen. Perbedaan dalam bentuk penyimpanan juga mempengaruhi masa simpan buah. Buah salak yang disimpan dalam bentuk tandan akan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan buah salak yang disimpan dalam bentuk butiran. Hal ini dikarenakan saat pemetikan buah salak dari tandannya, sering terjadi kesalahan pemotongan yang mengabitkan buah salak mengalami luka pada daging, memar atau bahkan terpotong. Luka, memar, terpotong atau kesalahan pemanenan lainnya akan mengakibatkan terjadinya reaksi pencoklatan sebagai akibat aktivitas enzim poliphenol oxidase yang dipercepat oleh 6

22 adanya oksigen dari udara. Reaksi ini akan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak, yang secara organoleptik otomatis sangat tidak menguntungkan karena buah akan semakin cepat mengalami pembusukan KERUSAKAN-KERUSAKAN BUAH SALAK Buah salak adalah salah satu jenis komoditi pertanian yang mudah rusak. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan yang ditandai dengan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti buah sudah layu, busuk, berair, buah lunak dan tumbuhnya jamur. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan mekanik, fisik, mikrobiologis dan fisiologis. Kerusakan mekanik dan fisik yang sering terjadi pada buah salak setelah kegiatan pasca panen dan selama penyimpanan yaitu, antara lain: Luka Luka merupakan salah satu kerusakan mekanis yang terjadi pada buah salak. Kerusakan ini biasanya disebabkan karena cara panen yang kurang hati-hati. Kerusakan ini dapat dilihat pada bagian ujung, pangkal atau bagian tengah buah salak. Penggunaan sabit yang tidak hati-hati dapat menyebabkan luka pada buah salak, misalnya karena terpotong. Pemetikan buah dari tandannya juga dapat mengakibatkan kulit buah terkelupas, sehingga buah kelihatan tidak normal. Selain itu, kerusakan pada buah salak juga dapat disebabkan duri yang menusuk pada bagian daging buah. Hal ini dikarenakan cara pemanenan yang kurang hati-hati dan besarnya kerusakan biasanya berkisar antara 1-2% (Rahmad, 1990) Memar Kegiatan pemanenan dan kegiatan pasca panen sangat memungkinkan terjadinya memar pada buah salak. Salah satunya terjadi akibat benturan buah salak baik saat pemanenan maupun saat pasca panen. Misalnya buah salak yang jatuh ke tanah saat dipanen dari pohonnya, benturan dengan alat pengepak atau penggerak lainnya pada saat pengumpulan dan pengangkutan buah salak. Namun kerusakan buah salak (memar) ini lebih sulit diketahui daripada kerusakan lainnya yang terjadi pada buah salak. Hal ini dikarenakan tanda-tanda memar kurang tampak jelas dari luar. Memar ini diketahui apabila pada buah ditemui bagian yang lebih lunak daripada bagian buah lainnya. Jika bagian yang lunak tersebut dikupas kulitnya, maka akan terlihat jelas daging buah yang memar ditandai dengan warna daging yang lebih gelap daripada disekelilingnya (Rahmad, 1990) Kulit Buah Pecah Kulit buah pecah terjadi saat buah masih berada di pohon. Kerusakan ini umumnya terjadi pada musim hujan, karena tidak seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulitnya. Penundaan masa panen adalah salah satu faktor utama penyebab terjadinya kerusakan kulit buah pecah. Bagian daging buah yang kulitnya pecah akan tampak lebih gelap dari sekelilingmya, yang masih ditutupi oleh kulit (Rahmat, 1990) Kerusakan Mikrobiologis Buah salak yang memar atau luka sangat berpotensi mengalami kerusakan secara mikrobiologis. Hal ini dikarenakan bagian buah yang memar atau luka merupakan jalur masuk bagi mikroba untuk merusak buah salak. Seperti yang disebutkan Rahmad (1990), luka atau memar yang ada pada buah salak merupakan pintu gerbang bagi mikroba (Mucor sp) untuk masuk ke dalam daging 7

23 buah setelah dipetik. Masuknya mikroba ini pada daging buah salak, mengakibatkan buah salak menjadi busuk Kerusakan Fisiologis Kerusakan fisiologis adalah kerusakan buah akibat reaksi metabolisme dan aktivitas enzim yang merupakan proses autolisis (Winarno dan Janie, 1983). Terbentuknya luka pada buah menyebabkan terjadinya pencoklatan pada daging buah dan meningkatkan kecepatan respirasi sehingga mempercepat pelayuan buah. Proses pencoklatan ini termasuk dalam kerusakan fisiologis dari buah salak ataupun buah lainnya PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Pengemasan dan penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang kegunaan dari komoditas itu sendiri. Pengemasan dan penyimpanan juga dapat memperbaiki mutu produk segar tersebut dalam keadaan tertentu. Penyimpanan juga dapat menghindari banjirnya komoditas atau produk dipasar sehingga dapat mempertahankan harga jual, memberikan kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk segar (Pantastico, 1986) Penyimpanan Suhu Rendah Penyimpanan buah salak dalam suhu dingin merupakan salah satu solusi untuk mempertahankan kesegara buah salak. Penyimpanan dalam suhu rendah dapat menurunkan proses respirasi dan memperkecil transpirasi. Tetapi penyimpanan pada suhu rendah tidak menekan seluruh aspek metabolisme pada tingkat yang sama. Beberapa reaksi sensitif terhadap suhu rendah dan berhenti sama sekali di bawah suhu kritis, yang dapat menyebabkan chilling injury. Suhu kritis yang dimaksud adalah suhu rendah yang tidak dapat diterima oleh buah yang disimpan, dalam artian suhu yang digunakan terlalu dingin. Akibatnya jaringan-jaringan dalam daging buah membengkak penuh air dan daging buah berwarna biru. Suhu yang baik dalam penyimpanan bervariasi tergantung pada jenis komoditas dan tingkat kematangan dari komoditas yang disimpan (Setyowati dan Budiarti, 1992). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titiek dan Mudjisihono (1998), suhu penyimpanan yang terbaik untuk salak Pondoh adalah pada suhu rendah (15 o C). Struktur kekerasan buah salak mengalami perubahan dengan bertambahnya umur panen. Pada umumnya pelunakan buah-buahan diakibatkan oleh peran gabungan beberapa enzim perombak dinding sel yang diatur oleh etilen. Salak yang telah masak menghasilkan etilen yang tinggi. Di samping itu pelunakan daging buah salak juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran buah salak selama penyimpanan. Keadaan penyimpanan pada suhu rendah juga berpengaruh pada vitamin C, karena selama penyimpanan vitamin C tidak disintesa tetapi mengalami penurunan yang kurang lebih sama untuk semua salak yang dipanen pada saat yang berbeda. Buah salak yang disimpan dalam suhu ruang mempunyai kadar vitamin C lebih rendah daripada yang disimpan pada suhu rendah. Sejumlah besar vitamin dapat hilang bila sesudah dipetik diletakkan pada tempat tanpa pendingin. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan vitamin C yang lebih cepat (Masniary, 2008). Hal yang sama dituliskan Indirani (1990), buah salak yang disimpan dalam plastik PE pada kondisi atmosfir termodifikasi dan suhu 10 o C mempunyai umur simpan 18 hari dengan kondisi masih baik. 8

24 Pelilinan Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah adalah dengan melapisi buah dengan lilin. Pelilinan ini akan memberikan sifat yang lebih kedap terhadap air pada permukaan buah dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi lilin. Oleh karena itu, pelapisan buah dengan lilin dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat menghambat laju respirasi, memperlambat pelayuan dan memberikan kesan mengkilap pada permukaan kulit buah. Pemberian lapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada permukaan buah (Pantastico, 1986). Kandungan vitamin C yang ada pada buah juga dapat dipertahankan dengan menggunakan lilin. Menurut Masniary (2008), pelilinan dapat menghambat masuknya O 2 ke dalam buah, sehingga turunnya kandungan vitamin C karena oksidasi dapat dikurangi. Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan lilin sebagai pelapis buah yaitu, tidak mempengaruhi rasa dan bau buah yang dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, harganya murah dan tidak beracun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masniary (2008) tentang pelapisan lilin lebah terhadap buah pisang, jeruk dan salak, lilin lebah secara umum dapat mempertahankan kesegaran buah pada suhu kamar. Buah pisang barangan yang dilapisi lilin lebah dengan konsentrasi 4% menghasilkan kandungan vitamin C yang tinggi dengan padatan terlarut rendah. Hal yang sama terjadi pada pelapisan lilin lebah konsentrasi 6% terhadap buah jeruk manis dan salak, menghasilkan kandungan vitamin C tertinggi dan total padatan terlarut rendah Pengemasan dengan Plastik Berlubang Plastik juga dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi dari buah-buahan selama masa penyimpanan. Menurut Syarief et al. (1989), plastik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah jenis plastik polietilen (PE). Hal ini dikarenakan plastik polietilen relatif murah, transparan dan mudah direkat dengan panas. Selain itu, plastik polietilen juga tergolong plastik yang kedap air sehingga sangat cocok untuk mengemas sayuran dan buah-buahan. Namun salah satu sifat yang terpenting dari plastik polietilen (PE) adalah sifat pemeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. Menurut Rulianto (1993), pengemasan buah dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan kesegaran yang lebih lama. Hal ini dikarenakan uap air yang terperangkap di dalam plastik bisa keluar, sehingga proses pembusukan pada buah dalam waktu yang lebih cepat dapat dicegah. Sama halnya dengan hasil penelitian Syaifullah et al. (1992), pengemasan buah pisang dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan komposisi gas 6% CO 2 dan 0,5% ppm etilen, sedangkan dengan 192 lubang memberikan komposisi gas 5% CO 2 dan 2,5% ppm etilen. Komposisi gas seperti di atas sangat baik digunakan untuk penyimpanan buah-buahan di bawah kondisi atmosfer termodifikasi Pengemasan dengan Besek dan Kotak Karton Pengemasan buah salak dengan menggunakan besek dan karton merupakan salah satu teknik pengemasan yang cukup sederhana dan mudah. Selain mempermudah dalam hal distribusi dan transportasinya, pengemasan dengan menggunakan besek atau karton juga dapat mencegah buah dari kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan, seperti memar akibat benturan. Berdasarkan percobaan Soedibyo dan Poernomo (1973), pengemasan salak bali dengan keranjang bambu (besek) bersekat memperlihatkan persentase kerusakan dan susut bobot yang rendah setelah didistribusikan menggunakan kereta api. Setyadjit dan Murtiningsih (1990), juga menyatakan bahwa pengemasan 9

25 menggunakan keranjang bambu (besek) berukuran 55,5 cm 50,5 cm 32 cm (p l t) menghasilkan persentase kerusakan buah yang lebih kecil dibandingkan menggunakan peti kayu. Kotak karton juga merupakan bahan pengemas yang sudah sering digunakan untuk mengepak buah-buahan. Kotak karton ini terbuat dari bahan karton bergelombang yang terdiri dari kertas linear dan kertas medium. Kertas linear adalah kertas yang dipakai sebagai penyekat dan pelapis pada karton bergelombang. Sedangkan kertas medium adalah kertas yang digunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton bergelombang (Hadisumarto, 1990). Menurut Peleg (1985), salah satu sifat karton bergelombang adalah mempunyai permukaan yang haslus, dapat dicetak, mudah dilipat atau dibentuk dan dapat didaur ulang. Hadisumarto (1990) menambahkan, bahwa kotak karton juga mempunyai sifat tahan terhadap benturan, dapat ditumpuk dan tidak mudah robek. Kekurangan dari kotak karton bergelombang yaitu kemasan susah menjadi dingin serta ada kecenderungan menyerap kelembapan apabila konduksi panas rendah (Snowdown dan Ahmed, 1981). Selain itu, karton bergelombang juga mempunyai sifat dingin dengan lambat apabila dimasukkan ke dalam ruang dingin. Namun dengan adanya lubang ventilasi dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak sampai satu derajat tertentu, dapat mempercepat hilangnya panas pada karton (Handenberg, 1975). 10

26 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah buah salak (Padangsidimpuan) yang diperoleh langsung dari petani salak di daerah Padangsidimpuan, dimana pohon salak ini sudah berumur 7 tahun. Buah salak dipetik langsung dari pohon salak pada sore hari dan langsung dibawa menuju Bogor melalui transportasi darat dan udara. Dimana sebelumnya buah salak dikemas pada kerangka kayu, dan diberi lapisan busa pada bagian dalam kerangka kayu sebagai bantalan. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu film plastik PE, kotak anyaman bambu atau besek (p l t = 25 cm 25 cm 10 cm), dan kotak karton gelombang (p l t = 25 cm 25 cm 10 cm), lilin (wax) konsentrasi 6% (terdiri dari 6% lilin lebah, 2% trietanolamin, 1% asam oleat dan 91% air). Bahan kimia yang diperlukan untuk melakukan uji mutu buah salak (Padangsidimpuan) yaitu aquades, NaOH, indikator phenolptalein, indikator amilum, iod Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah oven, plastic sealer, ember, sikat pembersih, neraca analitik, neraca kasar, desikator, blender, refraktometer, pisau stainless steel, coold storage dan alat-alat gelas METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan merupakan penelitian awal yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengukur nilai mutu awal (terhadap susut bobot, kerusakan buah, kadar air, asam tertitrasi, padatan terlarut, vitamin C dan organoleptik). Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1. Penelitian utama dilakukan dengan cara menyimpan 1 kg buah salak (Padangsidimpuan) yang sebelumnya telah diberikan lapisan lilin pada masing-masing perlakuan. Penilitian ini menggunakan dua faktor yaitu kemasan (A) dan suhu (B). Kemasan yang digunakan terdiri dari empat taraf antara lain, kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4). Sebagai kontrol digunakan buah salak tanpa pelilinan (K). Faktor suhu dibedakan menjadi dua taraf yaitu suhu 15 o C (B1) dan suhu ruangan 27 o C (B2). Salak disimpan sampai rusak dan maksimal 30 hari. Setiap tiga hari dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik (susut bobot dan total kerusakan buah), kimia (kadar air, total asam tertitrasi, total padatan terlarut dan uji vitamin C) dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum), sesuai dengan prosedur di Lampiran 1. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 2 menyajikan foto kebun salak serta dokumentasi penelitian. 11

27 Salak Padangsidimpuan Pembersihan Pemilihan Kontrol Pelilinan (Coating), beewax 6 % (6 % lilin lebah, 2 % trietanolamin, 1 % asam oleat, 91 % aquades), t perendaman 30detik Penirisan Pengemasan Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan karton (A4) Tanpa Kemasan (K) Penyimpanan Suhu 15 o C (B1) Suhu kamar (B2) Pengamatan, 3 hari sekali Analisa data, ANOVAdan uji t Gambar 3. Diagram alir penelitian 12

28 3.3. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan 2 kali ulangan. Faktor yang pertama yaitu kemasan (A). Faktor kemasan terdiri dari 4 taraf, antara lain kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3), dan kemasan plastik PE dengan besek (A4). Faktor yang kedua adalah suhu (B) yang terdiri dari dua taraf, yaitu 15 o C (B1) dan kamar (B2). Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Walpole, 1995): Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Ek(ij) Yijk : nilai pengamatan µ : rata-rata umum Ai : pengaruh perlakuan A taraf ke-i Bj : pengaruh perlakuan B taraf ke-j ABij : pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B taraf ke-j Ek(ij) : galat percobaan 3.4. ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya akan dianalisis menggunakan uji ANOVA. Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan hasil yang berbeda nyata atau tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan (α = 0,05). Jika hasil analisis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan analisis lanjut menggunakan uji Duncan dan uji t. 13

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling baik. Pemilihan buah dilakukan dengan kriteria besarnya seragam, tidak cacat atau rusak dan warna kulit hitam mengkilat. Hasil pengujian selanjutnya digunakan sebagai data awal untuk melanjutkan penelitian utama. Hasil penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Hasil uji karakterisasi awal buah salak segar Padangsidimpuan No Uji Nilai Uji Satuan 1 Vitamin C 1,87 mg/100 g buah 2 Total Asam Tertitrasi 6,34 % 3 Total Padatan Terlarut 15 o Brix 4 Kadar Air 78,12 % Berat buah 1 kg Kondisi awal buah 100% utuh Tabel 5. Hasil uji awal organoleptik buah salak segar Padangsidimpuan No Uji Organoleptik Skala 1 Warna 4 2 Aroma 4 3 Rasa 3 4 Tekstur 3 5 Penerimaan Umum PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan dengan menyimpan 1 kg buah salak segar Padangsidimpuan yang telah dilapisi lilin lebah (konsentrasi 6%) untuk setiap perlakuan. Pengemasan dilakukan menggunakan kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4). Penyimpanan dilakukan pada suhu 15 o C (B1) dan suhu kamar (B2). Penyimpanan pada suhu 15 o C ini, dilakukan atas dasar penelitian Masniary (2008). Hasil pengamatan pada penelitian utama disajikan pada Lampiran 3 (susut bobot), Lampiran 4 (total kerusakan), Lampiran 5 (kadar air), Lampiran 6 (total asam tertitrasi), Lampiran 7 (total padatan terlarut), Lampiran 8 (vitamin C), Lampiran 9 (warna), Lampiran 10 (aroma), Lampiran 11 (rasa), Lampiran 12 (tekstur) dan Lampiran 13 (penerimaan umum) Susut Bobot Susut bobot adalah pengurangan atau penurunan bobot (massa) bahan setelah menerima beberapa penanganan pasca panen. Pada penelitian ini, bobot bahan awal (buah salak) yang digunakan adalah sebesar 1 kg, dan bobot bahan yang dihasilkan setelah 30 hari masa penyimpanan menurun sebesar 5,31% (A1B1), 5,35% (A2B1), 5,39% (A3B1), 5,51% (A4B1), 8,42% (A1B2), 8,57% (A2B2), 8,27% (A3B2), 8,38% (A4B2) dan 8,41% (K). Dari hasil perhitungan, variasi data susut bobot buah salak yang dihasilkan adalah 5,31-8,57%. Setelah dilakukan analisis ragam susut bobot (Lampiran 14), hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada faktor suhu penyimpanan 14

30 terhadap susut bobot buah. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa jenis kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3), maupun plastik PE dengan besek (A4) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot, sedangkan pada faktor suhu penyimpanan, sedikitnya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan susut bobot buah. Setelah dilakukan uji lanjut t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 14), dinyatakan bahwa suhu penyimpanan 15 o C (B1) berbeda nyata terhadap suhu penyimpanan kamar (B2). Grafik penurunan susut bobot buah selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. Susut Bobot (%) Susut Bobot (%) Suhu 15 o C Suhu Kamar Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 4. Penurunan susut bobot buah selama penyimpanan pada suhu 15 o C dan suhu kamar Selama penyimpanan 30 hari bobot buah mengalami penurunan. Sesuai dengan pernyataan Wills et al. (1981), yaitu selama penyimpanan, bobot buah mengalami pengurangan bobot karena buah salak mengalami proses respirasi dan transpirasi, sehingga senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti CO 2 dan H 2 O yang mudah menguap. Penguapan inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan bobot pada buah salak. Penguapan ini dapat disiasati dengan menyimpan buah pada suhu 15 o C. Seperti yang disajikan pada (Gambar 4) di atas, susut bobot pada suhu 15 o C (B1) lebih rendah dibandingkan suhu kamar (B2). Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama 30 hari, buah salak baik yang dikemas dengan kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1), masih layak untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan bobot (massa) yang diperoleh masih di bawah batas tingkat susut bobot tertinggi pada praktek perdagangan yaitu sebesar 12,00% (Rulianto, 1993). 15

31 Total Kerusakan Total kerusakan merupakan jumlah persentase buah yang rusak selama masa penyimpanan. Kerusakan buah dikategorikan atas karakteristik seperti buah lembek, busuk, basah, luka (memar), ditumbuhi mikroba dan daging buah berwarna coklat-kehitaman. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), salah satu penyebab meningkatnya kerusakan pada buah yang disimpan dipengaruhi oleh proses metabolisme dan aktivitas-aktivitas biokimia yang masih berlangsung setelah pemanenan. Selain itu, penanganan yang kurang tepat juga turut berperan dalam menentukan jumlah kerusakan saat masa penyimpanan. Misalnya, proses pemindahan bahan dengan membanting kemasan akan memberikan luka (memar) pada buah, yang nantinya akan mempercepat proses pembusukan buah itu sendiri. Setelah dilakukan penyimpanan (maksimal) selama 30 hari dan pengamatan, variasi data pengamatan total kerusakan buah yang dihasilkan adalah 26-70%. Setelah dilakukan analisis ragam total kerusakan buah (Lampiran 15), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,05) terhadap peningkatan total kerusakan buah. Grafik peningkatan total kerusakan buah salak dapat dilihat pada Gambar 5. Total Rusak (%) Total Rusak (%) Suhu 15 o C Suhu Kamar Axis Title Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 5. Peningkatan total kerusakan buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap faktor kemasan (Lampiran 15), menunjukkan bahwa kemasan karton (A1) tidak memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan besek (A4). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh kemasan karton (A1) dan kemasan plastik PE dengan karton (A3). Kemasan besek (A2) memiliki beda yang sangat nyata terhadap kemasan 16

32 plastik PE dengan besek (A4), kemasan karton (A1), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kontrol (K). Berdasarkan hal tersebut diduga karakteristik kemasan karton (A1), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) dalam menjaga kerusakan buah salak adalah sama. Hal ini dapat dilihat pada grafik peningkatan total kerusakan buah salak, bahwa kecenderungan ketiga kemasan dalam menjaga peningkatan kerusakan buah salak hampir sama. Hasil uji lanjut t (0,05) terhadap faktor suhu (Lampiran 15), menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap total kerusakan buah. Berdasarkan hal tersebut perbedaan suhu penyimpanan buah salak, berpengaruh terhadap total kerusakannya. Hal ini membuktikan bahwa buah salak sangat bersifat transpiratif dan respiratif pada suhu lingkungan tinggi, yang mempersingkat umur simpan. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan terhadap faktor kemasan dan uji lanjut t terhadap faktor suhu penyimpanan, selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap interaksi antar faktor. Hasil uji lanjut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Dari hasil tersebut diduga bahwa buah salak yang dikemas dengan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1) berbeda sangat nyata terhadap buah yang disimpan pada suhu kamar (B2), dengan tingkat kerusakan yang lebih kecil pada suhu 15 o C. Jika dilihat dari jenis kemasannya, kemasan besek (A2) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1), tidak terdapat beda nyata sehingga diduga tidak ada perbedaan peningkatan total kerusakan buah yang terjadi. Tetapi antara kemasan besek (A2) pada suhu 15 o C (B1) terdapat beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan karton (A3) baik pada suhu 15 o C (B1) maupun kamar (B2), karton (A1) baik pada suhu 15 o C (B1) maupun kamar (B2), besek (A2) pada suhu kamar (B2), plastik PE dengan besek (A4) pada suhu kamar (B2) dan kontrol (K), sehingga diduga total kerusakan buah pada kemasan karton (A2) suhu15 o C (B1) berbeda nyata dengan total kerusakan buah pada perlakuan lainnya. Rendahnya total kerusakan buah yang dikemas pada kemasan besek (A2) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1), diperkirakan karena kemasan dan suhu tersebut mampu melindungi buah dari faktor-faktor penyebab kerusakan. Kemasan besek memiliki kontruksi yang kaku dan berongga. Kemasan yang kaku seperti ini memungkinkan bahan terlindung dari tekanan lingkungan luar yang bisa menimbulkan kerusakan. Rongga-rongga yang kecil ini berfungsi sebagai ventilator pada kemasan untuk menyalurkan udara panas akibat proses metabolisme. Kemasan plastik PE dengan besek (A4) mampu menghambat kerusakan. Peningkatan total kerusakan buah (Gambar 5), dimana kecenderungan kemasan besek (A2) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15 o C (B1) hampir sama. Hal ini dikarenakan permeabillitas kemasan plastik PE terhadap uap air sangat kecil. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama 30 hari, buah salak yang dikemas pada A2B1 dan A4B1 memiliki rata-rata total kerusakan sebesar 26% dan 28,5%, sudah tidak bisa diterima. Hal yang sama terjadi pada buah perlakuan yang lainnya. Karena dalam praktek perdagangan toleransi kerusakan hanya sebesar 20% (Rulianto, 1993) Kadar Air Kadar air merupakan jumlah molekul air bebas dan terikat yang terdapat pada suatu bahan (Fardiaz dan Winarno, 1989). Berdasaran hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar air buah salak adalah 78,12%. Nilai kadar ini tidak berbeda jauh dengan standar mutu buah salak yang ditetapkan oleh Departemen Keseharan RI (1981) dalam 100 g buah yaitu 78%. Setelah dilakukan penyimpanan (maksimal) selama 30 hari dan pengamatan, variasi data kadar air buah salak yang dihasilkan adalah 79,13% - 79,79%. Setelah dilakukan analisis ragam kadar air buah salak (Lampiran 16), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh 17

33 yang nyata dari faktor kemasan. Faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05). Diduga bahwa jenis kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan kadar air, sedangkan pada faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor, setidaknya ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar air. Setelah dilakukan uji lanjut t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 16), ditunjukkan bahwa suhu penyimpanan 15 o C (B1) berbeda nyata terhadap suhu penyimpanan kamar (B2). Kadar Air (%) Kadar Air (%) Suhu 15 o C Suhu Kamar Pengamatan Ke- (Hari) Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 6. Perubahan kadar air buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap interaksi antar faktor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari hasil tersebut diduga bahwa buah salak yang dikemas dengan besek (A2) pada suhu 15 o C (B1), berbeda nyata dengan kemasan besek (A2) pada suhu kamar (B2) dan kontrol (K), sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata. Grafik perubahan kadar air buah salak selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6 di atas. Berdasarkan hasil pengamatan, perubahan kadar air yang besar pada suhu kamar (B2) diperkirakan karena suhu yang diberikan tidak mampu menghambat proses kerja enzim melakukan perombakan komponen-komponen dalam bahan. Dimana suhu kamar (B2) memiliki laju respirasi yang lebih besar daripada suhu 15 o C (B1). Sehingga buah lebih cepat mengalami kerusakan dan busuk yang mengakibatkan kadar air meningkat pada suhu kamar (B2). Buah salak yang disimpan pada suhu 15 o C (B1) memiliki kualitas daya tahan yang lebih baik daripada buah salak pada suhu kamar (B2). 18

34 Hal ini sejalan dengan yang dituliskan Fardiaz dan Winarno (1989), pada suhu dingin aktivitas respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat Total Asam Tertitrasi Total asam merupakan jumlah asam yang terdapat dalam suatu bahan. Prinsip dasar pengukuran total asam tertitrasi adalah penetralan asam dalam dalam bahan oleh basa (NaOH 0,1 N) melalui cairan titrasi. Dari hasil analisis awal diperoleh nilai total asam buah salak adalah 6,34%. Nilai total asam tertitrasi tersebut merupakan semua jenis senyawa atau asam organik yang mengandung asam. Setelah dilakukan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari dan pengamatan, variasi data total asam buah salak adalah 6,31-6,39%. Setelah dilakukan analisis ragam total asam (Lampiran 17), hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, fakktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor terhadap total asam. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan total asam tertitrasi. Hal yang sama terjadi pada faktor suhu penyimpanan, baik penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) maupun penyimpanan pada suhu kamar (B2). Tidak ada perubahan nilai total asam tertitrasi yang signifikan. Menurut Kumalaningsih dan Hidayat (1995), peningkatan nilai total asam pada suatu bahan dikarenakan aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Acetobacter, Clostridium, Propionibacteriun dan Bacillus. Jadi pada penyimpanan ini, buah salak belum dicemari oleh bakteri-bakteri tersebut, karena nilai total asam yang diperoleh masih cenderung sama Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut merupakan gambaran jumlah senyawa-senyawa makromolekul yang terlarut menjadi gula pada suatu bahan. Prinsip pengukurun total padatan terlarut adalah adanya pembiasan dengan penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda. Dari hasil analisis awal diperoleh nilai total padatan terlarut buah salak adalah 15 o Brix. Nilai total padatan terlarut tersebut merupakan semua jumlah senyawa makromolekul seperti karbohidrat yang dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana atau gula (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Setelah dilakukan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari dan pengamatan, variasi data total padatan terlarut buah salak adalah 17,25 20,41 o Brix. Setelah dilakukan analisis ragam total padatan terlarut (Lampiran 18), hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,05) terhadap perubahan total padatan terlarut. Grafik perubahan total padatan terlarut buah salak dapat dilihat pada Gambar 7. 19

35 Padatan Terlarut ( o Brix) Padatan Terlarut (o Brix ) Suhu 15 o C Suhu Kamar Pengamatan Ke- (Hari) Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 7. Perubahan total padatan terlarut buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap faktor kemasan (Lampiran 18), menunjukkan bahwa kemasan besek (A2) memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan besek (A4), kemasan karton (A1), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kontrol (K). Hal yang sama terjadi pada kemasan yang lain, ada beda nyata antara satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut, ternyata karakteristik dari setiap kemasan dalam menjaga perubahan total padatan terlarut buah salak berbeda. Hal ini juga digambarkan pada grafik perubahan total padatan terlarut, kecenderunngan dari semua kemasan berbeda nyata. Hasil uji t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 18), menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) berbeda nyata terhadap penyimpanan pada suhu ± 27 o C (B2). Dimana nilai rata-rata total padatan terlarut lebih besar pada suhu kamar (B2) yaitu 19,09 o Brix. Berdasarkan hasil tersebut, ternyata semakin tinggi suhu penyimpanan buah salak, maka total padatan terlarutnya semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa proses perombakan senyawa-senyawa makromolekul seperti karbohidrat menjadi gula pada suhu yang lebih tinggi semakin besar. Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap interaksi antar faktor (Lampiran 18), hasil uji menunjukkan bahwa buah salak yang dikemas pada kemasan plastik PE dengan karton (A3) suhu 15 o C (B1), tidak memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan besek (A4) suhu kamar (B2). Hasil uji ini menunjukkan bahwa antara kemasan (A3B1 dan A4B2) memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga perubahan total padatan terlarut. Hal yang sama juga terjadi untuk A1B1 dan A1B2, sedangkan untuk perlakuan (A4B1, A2B1, A2B2 dan K) memiliki beda nyata dari setiap kemasan terhadap total padatan terlarut. Berdasarkan hasil uji tersebut, diduga 20

36 bahwa karakteristik kemasan dan suhu penyimpanan dalam menjaga perubahan total padatan terlarut buah salak adalah berbeda. Perubahan nilai total padatan terlarut yang tinggi, ditunjukkan pada buah salak yang dikemas menggunakan plastik PE dengan karton (A3) pada suhu 15 o C (B1) yaitu sebesar 19,30 o Brix. Sedangkan untuk suhu kamar (B2), ditunjukkan pada buah salak yang disimpan tanpa perlakuan (K). Dimana daya simpan hanya mencapai 6 hari dengan perubahan total padatan terlarut sebesar 20,41 o Brix. Kenaikan total padatan terlarut yang tinggi pada buah salak yang dikemas menggunakan plastik PE dengan karton (A3) suhu 15 o C (B1), diperkirakan karena kemasan tersebut kurang melindungi buah salak terhadap suhu yang berada di lingkungan maupun di luar lingkungan kemasan. Kemasan karton memiliki sifat yang kaku dan hampir tidak berongga, ditambah dengan plastik PE dengan sifat permeabilitasnya yang tinggi. Hal ini mengakibatkan lingkungan bahan dalam kemasan sedikit lebih panas dan susah untuk disesuaikan dengan lingkungan luarnya. Selain itu, proses penguapan juga akan terperangkap pada permukaan dalam plastik PE, yang mengakibatkan kondisi kemasan lembab. Akibatnya laju perombakan karbohidrat dalam bahan lebih cepat dan total padatan yang terbentuk lebih banyak. Sementara untuk kenaikan total padatan terlarut pada buah salak yang disimpan tanpa perlakuan (K), sudah pasti dikarenakan suhu penyimpanan yang tinggi dan tidak adanya penambahan lapisan lilin. Akibatnya proses perombakan karbohidrat menjadi gula molekul sederhana dalam buah berlangsung cepat. Hal ini mejadikan buah memiliki daya simpan rendah dengan total padatan terlarut yang tinggi Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Buah-buahan, seperti salak, jeruk dan apel merupakan sumber utama vitamin ini. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata kandungan vitamin C buah salak Padangsidimpuan yang dihasilkan adalah 1,87 mg/100 g buah. Nilai tersebut berada di bawah kandungan vitamin C buah salak yang dikeluarkan oleh Deparetemen Kesehatan RI (1981) yaitu 2 mg/100 g buah. Perbedaan nilai kandungan vitain C ini, diduga karena perbedaan varietas buah salak Padangssidimpuan dengan buah salak yang diuji oleh Departemen Kesehatan RI. Pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, menunjukkan variasi data kandungan vitamin C adalah 1,5 1,75 mg/100 g buah. Analisis ragam terhadap kandungan vitamin C (Lampiran 19), menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan dan interaksi antar faktor terhadap kandungan vitamin C. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan kandungan vitamin C. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan kandungan vitamin C, sedangkan untuk faktor suhu penyimpanan, hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan kandungan vitamin C. Grafik perubahan kandungan vitamin C buah salak dapat dilihat pada Gambar 8. 21

37 Vit. C (mg/100 gr) Vit. C (mg/100 gr) Suhu 15 o C Pengamatan Ke- (Hari) Suhu Kamar Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Pengamatan Ke- (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 8. Perubahan kandungan vitamin C buah salak pada suhu 15 o C dan suhu kamar Hasil uji lanjut t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 19), menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) lebih baik untuk mempertahankan kandungan vitamin C buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga dapat dilihat pada grafik perubahan kandungan vitamin C buah salak, dimana kecenderungan kandungan vitamin C pada suhu 15 o C (B1) lebih tinggi (1,74 mg/100 g buah) daripada suhu kamar (B2) (1,52 mg/100 g buah). Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan buah salak, maka kandungan vitamin C nya semakin rendah. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu ruang atau suhu yang lebih tinggi, akan menyebabkan penimbunan panas oleh O 2 dan keluarnya uap air yang lebih banyak pada bahan. Panas yang timbul ini selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya vitamin C pada buah. Sesuai dengan pernyataan Dwiari (2008), turunnya vitamin C dapat disebabkan oleh rusaknya vitamin C akibat proses oksidasi Warna Warna merupakan pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan bahan atau benda. Warna dapat berfungsi sebagai satu daya tarik terhadap suatu objek. Oleh karena itu, warna pada buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini 22

38 dilakukan dengan uji organoleptik warna. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap warna buah 4 dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data warna buah salak yang dihasilkan adalah 3 4. Setelah dilakukan analisis ragam warna buah salak (Lampiran 20), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan warna. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat kesukaan warna. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan warna, sedangkan untuk faktor suhu penyimpanan, hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan tingkat kesukaan warna. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap warna buah salak dapat dilihat pada Gambar 9. 5 Suhu 15 o C Skala Warna Skala Warna Suhu Kamar Pengamatan Ke- (Hari) Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 9. Perubahan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15 o C dan suhu kamar Hasil uji lanjut t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 20), menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat kesukaan terhadap warna buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga dapat dilihat pada grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap warna buah salak, dimana 23

39 kecenderungan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15 o C (B1) lebih tinggi (4) daripada suhu kamar (B2) (3). Berdasarkan hasil tersebut, penyimpaan pada suhu 15 o C (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat kesukaan terhadap warna buah daripada penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini dikarenakan buah salak yag disimpan pada suhu kamar (B2) menerima suplai O 2 yang lebih banyak daripada buah salak yang disimpan pada suhu 15 o C (B1), yang menyebabkan proses pencoklatan oksidatif lebih cepat. Alasan diatas diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa buah yag dikemas tanpa perlakuan (K) pada suhu kamar (B2), menunjukkan warna daging buah yang lebih kecoklatan dibandingkan daging buah salak dengan kemasan lain. Selain itu, aktivitas enzimatis juga menyebabkan proses pencoklatan pada daging buah salak. Aktivitas ini dikarenakan adanya tanin dalam buah Aroma Aroma merupakan bau khas yang dikeluarkan dari suatu bahan. Selain warna, aroma juga menjadi satu daya tarik terhadap suatu bahan seperti buah salak. Aromayang dihasilkan buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap aroma buah 4 dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data aroma buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam aroma buah salak (Lampiran 21), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan aroma. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat kesukaan warna. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) tidak memiliki beda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan aroma. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan aroma Rasa Rasa merupakan ekspresi yang timbul akibat adanya rangsangan pada indra perasa setelah melakukan pencicipan pada suatu bahan oleh panelis. Rasa yang dihasilkan buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap rasa buah salak 3 dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data rasa buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam rasa buah salak (Lampiran 22), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan rasa. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat kesukaan rasa. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) tidak memiliki beda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan rasa. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan rasa. 24

40 Tekstur Tekstur merupakan kualitas tertentu suatu permukaan yang timbul sebagai akibat dari struktur tiga dimensi suatu bahan. Tekstur dapat memberikan kesan pada persepsi manusia melalui penglihatan visual. Oleh karena itu, tekstur pada buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik tekstur. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap tekstur buah salak 3 dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data tekstur buah salak yang dihasilkan adalah 3 4. Hasil analisis ragam (Lampiran 23) menunjukkan bahwa faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan tekstur. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat kesukaan tekstur. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan tekstur. Faktor suhu penyimpanan, hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan tingkat kesukaan tektur buah salak. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini. Hasil uji lanjut t (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 23), menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga dapat dilihat pada grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak, dimana kecenderungan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15 o C (B1) lebih tinggi (4) daripada suhu kamar (B2) (3). Berdasarkan hasil tersebut diduga penyimpaan pada suhu 15 o C (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah daripada penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini dikarenakan buah salak yag disimpan pada suhu kamar (B2) mengalami penimbunan panas yang lebih banyak daripada buah salak yang disimpan pada suhu 15 o C (B1). Akibatnya terjadi penurunan ketegangan dinding sel karena air berdifusi keluar sel. Sesuai pernyataan Salunkhe (1976), salah satu faktor yang menentukan tekstur buah-buahan adalah ketegangan sel. Ketegangan sel ini disebabkan adanya energi yang lebih tinggi pada cairan isi sel, sehingga air akan berdifusi ke dalam sel. Apabila energi diluar sel lebih tinggi daripada di dalam sel, maka tekstur buah akan layu atau rusak. 25

41 5 Suhu 15 o C Skala Tekstur Skala Tekstur Pengamatan Ke- (Hari) Suhu Kamar Karton (A1) Besek (A2) Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4) Kontrol (K) Lama Penyimpanan (Hari) Karton (A1) Plastik PE dengan karton (A3) Kontrol (K) Besek (A2) Plastik PE dengan besek (A4) Gambar 10. Perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15 o C dan suhu kamar Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rusaknya tekstur buah salak pada suhu kamar (B2), diduga karena produksi etilen yang lebih banyak pada suhu penyimpanan tersebut. Tingginya hormon etilen yang dihasilkan pada buah yang disimpan, menyebabkan proses pematangan dan pelayuan buah lebih cepat. Dimana pada akhirnya tekstur buah akan lebih cepat mengalami pelunakan dan busuk. Alasan ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa buah salak yang dikemas tanpa perlakuan (K) pada suhu kamar (B2), menunjukkan tekstur daging buah yang lebih lunak dan cepat busuk dibandingkan daging buah salak dengan kemasan lain Penerimaan Umum Penerimaan umum merupakan gabungan tingkat kesukaan panelis berdasarkan warna, rasa, aroma dan tekstur terhadap buah salak. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap penerimaan umum buah salak 3 dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data penerimaan umum buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam penerimaan umum buah salak (Lampiran 24), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan secara umum. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap 26

42 perubahan tingkat kesukaan secara umum. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15 o C (B1) tidak memiliki beda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan secara umum. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan secara umum. Tetapi jika diperhatikan tingkat kesukaan terhadap buah salak secara umum, hasil analisis awal mengalami penurunan terhadap rata-rata akhir setelah dilakukan penyimpanan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan-perubahan terhadap warna, rasa, aroma dan tesktur buah salak karena proses metabolisme. Sesuai dengan pernyataan Winarno dan Wirakartakusumah (1981), selama jangka waktu antara pemanenan hingga dikonsumsi, buah salak masih terus melangsungkan aktivitas fisiologisnya seperti respirasi, transpirasi dan perubahan biokimia lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat mengakibatkan penurunan mutu buah, termasuk penurunan mutu terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur buah PEMBAHASAN UMUM Pembahasan umum merupakan pembahasan mengenai semua aspek-aspek yang dilakukan pada penelitian ini, untuk menyimpulkan hasil yang diperoleh. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan suhu dan kombinasi kemasan yang baik dalam penyimpanan buah salak Padangsidimpuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan terbaik dalam setiap faktor percobaan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Perlakuan terbaik terhadap buah salak Padangsidimpuan selama penelitian No Uji Faktor Kemasan Suhu Interaksi Antar Faktor 1 Total Rusak Besek (A2) 15 o C (B1) Besek 15 o C (A2B1) 2 Susut Bobot * 15 o C (B1) * 3 Kadar Air * 15 o C (B1) Besek 15 o C (A2B1) 4 Total Asam Tertitrasi * * * 5 Total Padatan Terlarut Besek (A2) 15 o C (B1) Plastik PE + Besek 15 o C (A4B1) 6 Vitamin C * 15 o C (B1) * 7 Warna * 15 o C (B1) * 8 Aroma * * * 9 Rasa * * * 10 Tekstur * 15 o C (B1) * 11 Penerimaan Umum * * * Total Besek (A2) 15 o C (B1) Besek 15 o C (A2B1) Perlakuan Terbaik Besek 15 o C (A2B1) * = Tidak ada beda nyata dari setiap faktor perlakuan terhadap uji yang dilakukan Berdasarkan Tabel 6 di atas, secara umum hasil yang diperoleh untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah penyimpanan buah dengan menggunakan kemasan besek (A2) pada suhu 15 o C (B1). Hal yang sama dituliskan Mudjisihono (1998) pada laporan penelitiannya, bahwa penyimpanan buah salak pondoh pada suhu 15 o C mutlak diperlukan. 27

43 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Hasil analisis beberapa sifat fisiko kimia buah salak Padangsidimpuan yang dihasilkan diperoleh nilai kadar air sebesar 78,12%, total asam tertitrasi sebesar 6,34%, total padatan terlarut sebesar 15 o Brix, vitamin C sebesar 1,87 mg/100 g buah, skor tingkat kesukaan terhadap warna sebesar 4, aroma sebesar 4, rasa sebesar 3, tekstur sebesar 3 dan penerimaan secara umum skornya sebesar 3. Setelah penyimpanan maksimal 30 hari, sifat fisik dan kimia dari buah salak seperti total asam tertitrasi, rasa, aroma dan penerimaan secara umum mengalami penurunan mutu, tetapi tidak memiliki beda secara nyata terhadap mutu saat awal penyimpanan buah salak. Faktor kemasan, suhu dan interaksi antar faktor terhadap sifat dan kimia tersebut. Warna, tekstur, susut bobot, kadar air dan vitamin C menunjukkan adanya pegaruh nyata dari faktor suhu terhadap perubahan mutunya. Interaksi antar faktor juga menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap sifat kimia buah salak yaitu kadar air. Sifat fisik dan kimia lain yang mengalami perubahan secara nyata adalah total kerusakan buah dan total padatan terlarut. Faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor berpengaruh nyata terhadap total kerusakan dan total padatan terlarut buah salak. Dimana semakin lama penyimpanan buah, maka total rusak dan padatan terlarut semakin meningkat. Penggunaan kemasan karton dan kemasan plastik PE dengan karton cenderung meningkatkan nilai total rusak dan padatan terlarut dibandingkan penggunaan kemasan besek dan kemasan plastik PE dengan besek. Berdasarkan hasil analisis buah salak Padangsidimpuan, buah salak yang disimpan pada suhu 15 o C selama maksimal 30 hari masih dalam kondisi baik. Baik salak yang dikemas dengan karton, besek, plastik PE dengan karton dan plastik PE dengan besek. Kemasan buah salak Padangsidimpuan yang baik adalah kemasan besek pada suhu 15 o C. Hal tersebut diduga karena, kemasan besek lebih baik menghambat kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah salak SARAN Dari penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai umur simpan buah salak Padangsidimpuan agar dapat diketahui secara pasti maksimum lama penyimpanannya. b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk tujuan transportasi dan distribusi buah salak ini. 28

44 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. D.C.: AOAC Int, Washington. Badan Pusat Statistik Indonesia Produksi Buah-buahan di Indonesia. Jakarta. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi/UKM Kab. Tapsel Sumatera Utara Standarisasi dan Proses Produksi Buah Salak. Kab. Tapanuli Selatan. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Salak per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.Sumatera Utara. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata, Jakarta. Dwiari, S. R Teknologi Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Fardiaz S dan Winarno FG Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Hadisumarto Spesifikasi Karton Gelombang dan Kotak Karton Gelombang. Majalah Infopack. VIII: 7. Handenberg, R. E Pertimbangan-pertimbangan Umum di dalam Pantastico (ed). Fisiologi Pascapanen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hieronymus, B. S Salak Pondoh. Kanisius Press, Yogyakarta. Indirani, K. T Mempelajari Penyimpanan Buah Salak (Salacca edulis Reinw.) Menggunakan Sistim Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Kumalaningsih, S dan Hidayat, N Mikrobiologi Hasil Pertanian. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Malang. Masniary, L. L Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah Selama Penyimpanan pada Suhu Kamar. USU, Medan. Noorhakim, I Pengaruh Suhu dan Penggunaan Atmosfir Termodifikasi Terhadap Mutu Buah Salak (tandanan) serta Penggunaan Fungisida sebagai Penghambat Pertumbuhan Kapang Penyebab Kerusakan Buah. Fateta IPB, Bogor. Pantastico, E. B Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Karyamani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Peleg, K Produce Handling Packaging and Distribution. The AVI Publishing Company, Westport, Connecticut. 29

45 Rahmad, S. B Model Pendugaan Masa Simpan Salak dalam Sistem Penyimpanan Modified Atmosphere. Skripsi Fateta IPB, Bogor. Ranggana, S Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc Graw Hill Publishing Co., New Delhi. Resdiana, M Pengaruh Pemberian Lapisan Lilin dan Kondisi Penyimpanan terhadap Karakteristik Fisiologis dan Fisikokimia Pisang (Musa sp.) Varietas Raja dan Ambon. Fateta IPB, Bogor. Rulianto, A Mempelajari Pengaruh Berbagai Perlakuan Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran dan Kualitas Buah Salak CV. Suwaru Selama Penyimpanan. Skripsi FATETA-IPB, Bogor. Sabari Masalah Pemanenan Salak. Laporan Masalah Khusus Prinsip-prinsip Pengawetan Pangan. Pascasarjana IPB, Bogor. Salunkhe DK Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and Vegetable. Ohio, CRC Press, USA. Sastrapradja Buah-buahan. Proyek Sumber Daya Ekonomi LBN-LIPI, Jakarta. Satiadiredja, S Holtikultura Pekarangan dan Buah-buahan. Yagasuna, Jakarta. Setyowati dan Budiarti Pasca Panen Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyadjit dan Murtiningsih Pengaruh Penataan dan Pemakaian Bantalan terhadap Kerusakan Salak Selama Pengangkutan. Penelitian Holtikultura Vol 4:1. Snowdown, A. L. Dan A. H. M. Ahmaed The Storage and Transport os Fresh Fruit and Vegetables. The National Institute of Fresh Produce, London. Sugihat, Y Mempelajari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Manisan salak. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor. Syaifullah, Dondy. A. S. B. dan Imam, M Pengaruh Kondisi Atmosfir Termodifikasi dan Etilen Absorben Terhadap Penundaan Kemasakan Pisang CV. Radja Bulu Pada Suhu Kamar. Jurnal Holtikultura 2(1) Puslitbang-Holtikultura, Jakarta. Syarief, R. dan Santausa, S Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Tirtosoekotjo, R. ABS Ripening Behavior and Physico-chemical Characteristic of Carabao Mango.UPLB, Philipina. Titiek, F. D. dan Mudjisihono, R Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Salak Pondoh pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan Buah Segar. Buletin Agro Industri No. 05, Jakarta. Walpole, R. E Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 30

46 Wills, H. H Post Harvest: An Introduction to The Phisiology and Handling of Fruit and Vegetables. NSW Press Limited, Australia. Winarno, F. G dan K. Wirakartakusumah, M. A Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G dan B. S. L Jenie Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta. 31

47 LAMPIRAN 32

48 Lampiran 1. Prosedur Pengujian 1. Persentase Kerusakan Buah (Noorhakim, 1992) Kerusakan buah dikategorikan atas karakteristik berikut: a. buah lembek, buah busuk dan basah b. buah luka atau memar dan ditumbuhi mikroba yang dapat dilihat secara visual c. daging buah coklat-hitam dan timbul bau busuk kerusakan ini diamati secara visual per satuan buah salak dan selanjutnya dihitung persentase buah yang rusak dari keseluruhan buah salak yang ada dalam satu kotak. 2. Susut Bobot (Resdiana, 1988) Susut bobot diamati dengan cara menimbang bahan hingga hari pengamatan tertentu. Susut bobot dinyatakan dalam persentase yaitu: Dimana: SB = susut bobot (%) A = berat bahan pada hari ke-1 B = berat bahan pada hari ke-x 3. Kadar Air, metode oven (AOAC, 1984) Dari sejumlah bahan yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak (2-5 g) dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu o C sampai diperoleh berat tetap. Contoh buah salak yang telah dikeringkan didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Dimana: A : berat contoh sebelum dikeringkan (g) B : berat contoh setelah dikeringkan (g) 4. Total Asam Tertitrasi, metode titrasi (AOAC, 1984) Sepuluh gram contoh buah salak diblender dan diencerkan dengan air destilata sampai mencapai volume 100 ml, selanjutnya 10 ml dari contoh tersebut dipipet dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Indikator yang digunakan adalah phenolptalein (ph=8,0-9,6). Dimana: BM asam (asam sitrat) = 192 (g/mol) 33

49 5. Total Padatan Terlarut, metode refraktometer (AOAC, 1984) Penentuan total padatan terlarut buah salak dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Dalam hal ini contoh sebanyak 10 g dihancurkan dalam waring blender, kemudian diukur total padatan terlarutnya dengan refraktometer ( o Brix). 6. Vitamin C, metode titrasi (Ranggana, 1977) Sebanyak 25 g contoh buah salak ditimbang dan dihaluskan, diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai tanda tera dan selanjutnya disaring. Filtrat yang dihasilkan dipipet sebanyak 25 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, ditambah indikator amilum 1% dan dititrasi dengan larutan Iod sebanyak 1 ml 0,01 N setara dengan 0,88 mg vitamin C. Dimana: A : mg vitamin C per 100 g bahan P : faktor pengenceran W : berat contoh (g) 7. Uji Organoleptik, metode uji hedonik (Tirtosoekotjo, 1984) Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian buah salak adalah uji mutu hedonik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 (tidak suka), 2 (netral), 3 (agak suka), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). 34

50 Lampiran 2. Foto kebun salak dan dokumentasi penelitian Kebun salak Tandan buah salak Pemanenan buah salak Pembersihan buah salak Penirisan lapisan lilin buah salak Pengemasan buah salak pada kemasan karton 35

51 Pengemasan buah salak pada kemasan besek Pengemasan buah salak pada kemasan plastik PE dengan besek Pengemasan buah salak pada kemasan plastik PE dengan karton Pengamatan buah salak pada perlakuan A3B2 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura.

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura. Buah mudah sekali mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor keadaan fisik buah yang

Lebih terperinci

PELAPISAN LILIN LEBAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUAH SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PELAPISAN LILIN LEBAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUAH SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR KARYA ILMIAH PELAPISAN LILIN LEBAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUAH SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR O L E H LINDA MASNIARY LUBIS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH KONSENTRASI PATI UBI JALAR PADA BAHAN PELAPIS EDIBEL TERHADAP MUTU BUAH SALAK SIDIMPUAN TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI OLEH : RIZKI ANNISA 110305031 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.) Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.) 1* Ratna, 1 Syahrul, 1 Aulia Firdaus 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan 18 Maret 2016 sampai

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON

PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON PENGARUH KONSENTRASI TAPIOKA DAN SORBITOL SEBAGAI ZAT PEMLASTIS DALAM PEMBUATAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN BUAH MELON LUTHFI HADI CHANDRA 050305033 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang Cavendish memiliki nilai gizi yang tinggi, kaya karbohidrat, antioksidan,

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH TERUNG BELANDA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI Oleh: RAHMI RANGKUTI 060305010/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH EDIBLE COATING BERBASIS PATI KULIT UBI KAYU TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN BUAH JAMBU BIJI MERAH PADA SUHU KAMAR

PENGARUH EDIBLE COATING BERBASIS PATI KULIT UBI KAYU TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN BUAH JAMBU BIJI MERAH PADA SUHU KAMAR PENGARUH EDIBLE COATING BERBASIS PATI KULIT UBI KAYU TERHADAP KUALITAS DAN UMUR SIMPAN BUAH JAMBU BIJI MERAH PADA SUHU KAMAR SKRIPSI Oleh: AZHAR USNI 110305042/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN Skripsi Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN

PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENGATURAN PENYIMPANAN KOMODITI PERTANIAN PASCA PANEN PENYIMPANAN DINGIN Diperlukan untuk komoditi yang mudah rusak, karena dapat mengurangi Kegiatan respirasi dan metabolisme lainnya Proses penuaan karena

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili Musaceae ini hidup di daerah tropis dengan jenis yang berbeda-beda, pisang ambon, pisang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pisang merupakan salah satu tanaman yang cukup penting di Indonesia, yang tergolong ke dalam famili Musaceae. Daerah sentra produksi pisang di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F

KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F KAJIAN PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMATANGAN BUATAN OLEH : NUR RATIH PARAMITHA F145981 29 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Jambu Biji Buah jambu biji merupakan buah klimakterik yang berkulit tipis. Jambu biji memiliki masa simpan yang relatif pendek, berkisar 6-7 hari pada suhu

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga ( Mangifera indica L. ) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak dan tidak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca

TINJAUAN PUSTAKA. prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca zalacca merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

DENGAWI WTMCBSFIR PEAMODIFIKASI OWN RBNDISI YAKUM

DENGAWI WTMCBSFIR PEAMODIFIKASI OWN RBNDISI YAKUM MEMPELAIARI PENYIMPANAN SEGAR SALAK BALI ( Salacca edulis Reinw. ) DENGAWI WTMCBSFIR PEAMODIFIKASI OWN RBNDISI YAKUM Oleh Rr. RATlH PUSPITASARI F 25. 0448 1992 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik

I. PENDAHULUAN. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah nonklimaterik berkulit tipis, memiliki rasa yang manis dan menyegarkan, juga memiliki kadar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. Bahan dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan, termasuk buah

BAB I PENDAHULUAN. zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan, termasuk buah BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan, sehingga apa yang telah dibicarakan oleh ilmu pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci