ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3 OLEH ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3 OLEH ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3 OLEH ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI. Analisis Faktor - Faktor yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan ASEAN 5+3 (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR). Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Tantangan mendasar yang dihadapi oleh perekonomian negara ASEAN 5+3 dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan adalah pemenuhan kebutuhan investasi yang makin meningkat baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus guna meningkatkan tabungan domestik, serta mencegah timbulnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi Saving-Investment Gap. Akan tetapi kondisi yang terjadi di negara ASEAN 5+3 cenderung memiliki kesenjangan tabungan dan investasi domestik yang positif. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat tingkat tabungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pembentukan modal di masing-masing negara, kecuali Filipina. Ini juga berarti bahwa selama periode tersebut, terdapat potensi investasi yang belum termanfaatkan di negara ASEAN 5+3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Penelitian ini dikhususkan pada delapan negara selama kurun waktu di kawasan ASEAN 5+3 yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea Selatan, Jepang, dan China. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) selama kurun waktu terhadap delapan negara ASEAN 5+3 yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Jepang dan China. Sumber data yang digunakan berasal dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Sedangkan metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deksriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 meliputi perkembangan tabungan dan investasi domestik dan beberapa variabel lain seperti FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi, dan krisis ekonomi di negara ASEAN 5+3. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi data panel.

3 Dengan menggunakan taraf nyata lima persen (α = 5%), hasil estimasi persamaan menunjukkan bahwa variabel FDI, CPI, dan total populasi yang memiliki koefisien bertanda positif menandakan bahwa ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik negara ASEAN 5+3. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi memiliki koefisien bertanda negatif sehingga kedua variabel tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik ASEAN 5+3. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi domestik dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara dan mengurangi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Regulasi penanaman modal asing yang tepat, penyertaan inflation targeting sebagai bagian dari kebijakan, peningkatan kualitas SDM melalui pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tepat serta penciptaan lapangan pekerjaan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga menjadi referensi bagi pemerintah negara ASEAN 5+3 dalam rangka pengurangan kesenjangan tabungan dan investasi domestik.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KESENJANGAN TABUNGAN DAN INVESTASI DOMESTIK DI KAWASAN ASEAN 5+3 Oleh ASTARY PRADIPTA HADIPUTRI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Skripsi : Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan ASEAN 5+3 Nama NRP : Astary Pradipta Hadiputri : H dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M. Ec NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2012 Astary Pradipta Hadiputri H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis Astary Pradipta Hadiputri lahir tanggal 27 Agustus 1990 di Bogor. Penulis lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Yandi Hadiatun dan Ir. Ati Ritantri. Penulis memasuki TK YWKA pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan V Bogor pada tahun 1996 sampai tahun 2002 dan menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Bogor pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga sumber daya yang berguna diri sendiri, lingkungan dan bangsa. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi SES-C (Sharia Economic Student Club).

8 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik di Kawasan Asean 5+3. Penelitian ini pada dasarnya melihat bagaimana kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3. Melalui variabel FDI, CPI, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi, penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh faktor tersebut terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec yang telah memberikan bimbingan sepenuh hati serta menyisihkan waktu luangnya untuk penulis berkonsultasi selama proses pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada segenap pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya : 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Djuanda selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 2. Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang turut memberikan masukan atas berbagai penulisan skripsi sekaligus kritik yang membangun. 3. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Yandi Hadiatun dan Ibu Ir. Ati Ritantri serta kedua adik tersayang, Fimalda Pratiwi Hadiputri dan Antares Mukzi Hadiputra yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, cinta, dukungan, senyuman, serta mendoakan penulis setiap waktu. 4. Sahabat terbaik Puspa Ratih Anggraeni yang senantiasa menemani dan mendukung penulis saat masa kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. 5. Teman-teman satu bimbingan Nisa Karami dan Aditya Rakhman yang senantiasa memberikan bantuan, bertukar pikiran, dan berdiskusi selama proses penyelesaian skripsi ini.

9 6. Rekan-rekan di Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 45 yang telah bersama selama 3 tahun menjalani masa kuliah. 7. Tata usaha di departemen Ilmu Ekonomi, yang semuanya sangat membantu segala proses yang berkaitan dengan skripsi ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu kelancaran skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata ditujukan untuk memperbaiki serta membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembacanya sekaligus menambah khazanah pengetahuan kita.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Tabungan Pengertian Tabungan Domestik Teori Tabungan Domestik Dalam Model Solow Konsep Investasi Pengertian Investasi Domestik Teori Investasi Domestik Dalam Model Harrod-Domar Konsep Kesenjangan Tabungan-Investasi (Saving-Investment Gap) Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Foreign Direct Investment (FDI) Tingkat Inflasi (Consumer Price Index) Total Populasi Pertumbuhan Ekonomi Krisis Ekonomi Krisis Moneter Asia Krisis Minyak Dunia Krisis Keuangan Global Tinjauan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Konseptual Hipotesis Penelitian... 26

11 x III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan Data Metode Analisis Data Uji Stasioneritas Data Panel Metode Estimasi Regresi Data Panel Pengujian Model Data Panel Statis Metode Evaluasi Model Kriteria Ekonometrika Kriteria Statistik Kriteria Ekonomi Perumusan Model Definisi Operasional Variabel IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN FDI Negara ASEAN CPI Negara ASEAN Total Populasi Negara ASEAN Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Stasioneritas Data Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Tahapan Evaluasi Model Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonometrik Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Statistik Tahapan Evaluasi Model berdasarkan Kriteria Ekonomi Pengaruh FDI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN

12 xi Pengaruh CPI terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN Pengaruh Total Populasi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN Implikasi Kebijakan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 72

13 xii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Nilai Indeks Pembangunan Manusia Negara ASEAN 5+3 Tahun Hasil Pengujian Stasioneritas Data Hasil Estimasi Model Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN

14 xiii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Tabungan Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Investasi Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun Kesenjangan Tabungan dan Investasi Skema Alur Kerangka Pemikiran Konseptual Perkembangan Rata-rata Persentase Kesenjangan Tabungan dan Investasi terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Rata-rata Persentase Tabungan Domestik dan Investasi Domestik terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Rata-rata Persentase FDI Inflow terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Rata-rata Persentase CPI Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Rata-rata Total Populasi Negara ASEAN 5+3 Tahun Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN 5+3 Tahun

15 xiv DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Pengujian Panel Unit Root Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Multikolinearitas Hasil estimasi dengan Pooled Least Square Model Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model Chow Test Hasil estimasi dengan Random Effect Model Hausman Test Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model GLS Weights Cross-section weight Hasil estimasi dengan Fixed Effect Model... GLS Weights Cross-section SUR... 83

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, serta adanya ketimpangan distribusi pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh pemerintahan suatu negara agar dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat negara tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua negara, termasuk negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nation (ASEAN). Pada negara-negara ASEAN yang umumnya terdiri dari negara-negara berkembang (developing country) termasuk di dalamnya mengandalkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, membutuhkan dana yang cukup besar. Akan tetapi pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara berkembang terhambat oleh keterbatasan modal. Keterbatasan modal tersebut disebabkan oleh adanya kesenjangan tabungan dan investasi (savinginvestment gap) dan kesenjangan ekspor dan impor (export-import gap). Cara untuk memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan oleh suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhannya dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pembiayaan dari dalam negeri salah satunya adalah melalui tabungan dalam negeri, sedangkan apabila tabungan dalam negeri atau pendapatan nasional tidak mencukupi maka dapat memperoleh tambahan dari luar negeri berupa pinjaman luar negeri maupun foreign direct investment.

17 2 Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi memiliki dampak yang dirasakan oleh beberapa negara di kawasan Asia antara lain nilai tukar yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, dan menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Asia, akan tetapi krisis yang berawal dari jatuhnya nilai tukar Baht di Thailand ini tidak meluas ke bagian dunia yang lain. Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti China, Jepang dan Korea Selatan dan kemudian kerjasama ini dinamakan ASEAN+3. Kerjasama ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dibandingkan ASEAN, sehingga menunjukkan perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil. Pada tahun 2005 juga terjadi guncangan akibat melonjaknya harga minyak dunia dan disusul pada pertengahan 2007 krisis perumahan (subprime mortage) yang melanda Amerika Serikat dengan cepat berubah menjadi krisis keuangan global yang meluas ke hampir seluruh belahan dunia dan berdampak pada ketidakstabilan perekonomian di negara ASEAN 5+3. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN 5+3 pasca krisis seperti pada Gambar 1 berikut ini : Pertumbuhan Ekonomi (%) Tahun Indonesia Malaysia Filipina Thailand Singapura Korea Selatan China Jepang Sumber: World Development Indicator, 2011 (diolah) Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun (Persen)

18 3 Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat pada seluruh negara ASEAN 5+3 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pasca terjadi krisis yaitu pada tahun 1997, tahun 2005 maupun pada tahun Ketiga krisis yang terjadi ini telah memberikan dampak kerusakan yang besar bagi negara-negara Asia, salah satunya adalah kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Kondisi pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat dilihat pada Gambar nvestasi P) Kesenjangan Tabungan dan I Domestik (persen GD Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Korea Selatan Jepang China -15 Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 2. Perkembangan Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun (Persen GDP) Dari Gambar 2 dapat diamati bahwa pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3 cenderung bernilai positif dan berfluktuasi. Kesenjangan positif dialami oleh negara ASEAN 5+3, kecuali negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat tingkat tabungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pembentukan modal di masing-masing negara, kecuali Filipina. Ini juga berarti bahwa selama periode tersebut, terdapat potensi investasi yang belum termanfaatkan di negara ASEAN 5+3. Sedangkan fluktuasi yang terjadi merupakan akibat dari adanya krisis ekonomi, dimana kesenjangan menurun secara tajam ketika terjadi krisis ekonomi yaitu pada tahun 1997, tahun 2005 dan tahun Akan tetapi satu tahun pasca krisis tersebut terjadi peningkatan kesenjangan dalam jumlah yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1998, tahun 2006, dan tahun 2009.

19 4 Pengalaman ini membuat negara-negara Asia terutama ASEAN mulai mempertimbangkan ide penguatan integrasi moneter demi mencapai stabilitas keuangan regional. Peningkatan integrasi moneter antar negara di kawasan Asia menjadi penting dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif dan menanggulangi krisis serupa di kemudian hari. 1.2 Perumusan Masalah Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi Saving-Investment Gap (S-I gap) dan Foreign Exchange Gap (forex gap). Saving - Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor barang atau jasa dengan penerimaan devisa hasil ekspor barang atau jasa. Oleh karena itu negara-negara berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu (Sanuri, 2005). Akan tetapi sebenarnya tantangan mendasar yang dihadapi oleh perekonomian negara ASEAN 5+3 dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan adalah pemenuhan kebutuhan investasi yang makin meningkat baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Oleh karena itu diperlukan upaya khusus guna meningkatkan tabungan domestik (Gross Domestic Saving), baik yang berasal dari tabungan pemerintah maupun tabungan masyarakat. Perkembangan tabungan domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun dapat dilihat pada Gambar 3.

20 5 60 Tabungan Domestik (persen GDP) Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Korea Selatan Jepang China Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 3. Perkembangan Tabungan Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun (Persen GDP) Berdasarkan Gambar 3 dapat diamati bahwa terdapat jumlah tabungan domestik yang cukup tinggi di masing-masing negara ASEAN 5+3. Oleh karena itu timbulah kesenjangan tabungan dan domestik yang positif di negara ASEAN 5+3, kecuali negara Filipina. Fakta ini menunjukkan bahwa peningkatan investasi sesungguhnya sangat memungkinkan terutama mengingat potensi tabungan domestik yang masih berada di atas tingkat investasi domestik. Selain itu, fakta ini juga memberikan arti bahwa persoalan investasi di negara ASEAN 5+3 sesungguhnya bukan terletak pada faktor kurangnya pembiayaan, tetapi lebih kepada iklim investasi yang kurang mendukung pengembangan usaha. Kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya keadaan yang mendorong masyarakat untuk melakukan penanaman modal. Rendahnya investasi pemerintah juga merupakan suatu masalah yang dialami negara di kawasan ASEAN 5+3, hal tersebut menyebbakan lambatnya perkembangan infrastruktur yang seharusnya dapat memicu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan. Perkembangan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun dapat diketahui pada Gambar 4.

21 6 Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah) Gambar 4. Perkembangan Investasi Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun (Persen GDP) Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4, kondisi yang umum terjadi di kawasan ASEAN 5+3 adalah oversaving dan underinvestment. Terjadinya kondisi oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya yang mencapai angka diatas 4 persen. Oversaving seperti yang terlihat pada Gambar 1.3 menandakan bahwa tingkat tabungan domestik yang cukup tinggi di negara-negara ASEAN 5+3, yang terbentuk dari tingginya pendapatan per kapita sehingga memicu peningkatan tabungan masyarakat. Akan tetapi dana surplus kesenjangan tabungan dan investasi domestik ini tidak pula berdampak baik bagi peningkatan investasi domestik. Justru hal ini berdampak pada rendahnya tingkat investasi domestik seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 1.4. Kondisi underinvestment yang terjadi di Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya disebabkan oleh minimnya dana investasi pemerintah maupun invetasi asing yang lebih banyak bermain di investasi portofolio dibandingkan investasi riil. Di negara Indonesia pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2011 yang hanya mampu tumbuh 6,5 persen dipandang belum maksimal lantaran minimnya investasi pemerintah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pemerintah menurunkan alokasi anggaran untuk kegiatan investasi sebesar 47,2 persen yaitu dari Rp3,5 triliun pada APBN Perubahan 2010 menjadi Rp1,9 triliun dalam RAPBN Hal yang serupa juga terjadi pada investasi asing. Selama ini banyak dana asing

22 7 yang masuk ke Indonesia hanya berupa investasi portofolio yang berupa sertifikat Bank Indonesia (SBI), saham, ataupun Surat Utang Negara (SUN) dengan berharap return (imbalan) yang besar. Ironisnya, setelah mengambil keuntungan, aliran modal itu bisa keluar dengan cepat dan tidak masuk ke investasi langsung asing (foreign direct investment). Hal inilah yang sering mengganggu stabilitas ekonomi dalam negeri dan juga menyebabkan timbulnya kondisi underinvestment di Indonesia. Kondisi serupa juga banyak terjadi di negara ASEAN 5+3 lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa dibutuhkan peningkatan investasi terutama untuk menggerakan sektor riil dalam rangka pengembangan investasi di Indonesia dan negara-negara ASEAN 5+3 lainnya. Adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara, menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh negara-negara ASEAN 5+3. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kondisi dan pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 dalam rangka pembentukan integrasi ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka mencapai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat ASEAN 5+3. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN Apa faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil pemaparan rumusan penelitian di atas, dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini antara lain :

23 8 1. Menganalisis kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta faktor-faktor yang memengaruhinya di kawasan negara ASEAN 5+3. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihakpihak berwenang sebagai referensi untuk harmonisasi dan koordinasi kebijakan dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta menyeimbangkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Tabungan Pengertian Tabungan Domestik Tabungan nasional adalah jumlah dari tabungan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri (antara lain dari berbagai macam pajak) dengan pengeluaran rutin (seperti gaji pegawai negeri dan subsidi bahan-bahan kebutuhan pokok), dan dari keuntungan bersih BUMN, serta tabungan masyarakat, termasuk tabungan yang berasal dari keuntungan bersih perusahaan-perusahaan swasta. Tabungan domestik merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan modal negara berkembang. Besar kecilnya tabungan menentukan pembentukan modal pembangunan, terutama pembentukan modal domestik atau tabungan domestik. Tabungan domestik atau tabungan nasional terdiri dari dua sumber, yaitu tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih antara realisasi penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin. Sedangkan tabungan masyarakat adalah jumlah antara tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan ini dibutuhkan untuk membiayai investasi. Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) ditutup dengan masuknya arus modal asing ke sektor pemerintah maupun swasta. Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepkan dalam makroekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan saja yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sehingga sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi dan disimpan sendri tidak tergolong sebagai tabungan. Oleh karena itu sangat sukar untuk mendapatkan data sesungguhnya perihal tabungan masyarakat di suatu negara. Kita mungkin dapat menaksirnya dengan cara mengurangi pendapatan per kapita dengan pengeluaran konsumsi rata-rata per kapita, kemudian dikalikan jumlah populasi (Y C = S). Namun taksiran demikian cenderung terlalu besar (over estimate) karena untuk negara

25 10 yang masyarakatnya tidak terbiasa dengan lembaga perbankan, tidak semua sisa pendapatan benar-benar ditabung. Sebagian besar sisa pendapatan mereka justru disimpan dalam bentuk Tabungan Tradisional sehingga kurang produktif. Pada negara-negara berkembang maupun pada negara maju tabungan dan investasi saling memengaruhi, dimana perkembangan tingkat investasi akan dipengaruhi oleh perkembangan tingkat tabungan sebagai sumber akumulasi modal Teori Tabungan Domestik dalam Model Solow Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw, 2006). Model Solow membahas bagaimana tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan. Tahap pertama adalah mengkaji bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan akumulasi modal. Pada tahap ini kita akan mengasumsikan bahwa angkatan kerja dan teknologi adalah tetap. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada persediaan modal (K) dan tenaga kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut : Y = F (K,L) (2.1) Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan (constant return to scale). Apabila setiap input dilipatgandakan sebesar c kali maka input juga akan bertambah sebesar c kali, cy = F ( ck,cl ) (2.2) Apabila c = 1/L maka kita akan dapatkan Y/L = F (K/L, 1) (2.3) Apabila y = Y/L; k = K/L dan f(k) adalah F(K/L, 1) maka persamaan (2.3) dapat ditulis kembali menjadi

26 11 y = f(k) (2.4) Berdasarkan persamaan (2.4) kita dapat melihat bahwa output per kapita merupakan fungsi dari modal per pekerja. Persamaan ini sesuai dengan definisi pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan output per kapita. Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain output per pekerja (y) dibagi diantara konsumsi per pekerja (c) dan invetasi per pekerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut : y = c + i (2.5) Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian dari pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian yang dirumuskan sebagai berikut: c = (1-s) y (2.6) Untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi tersebut berpengaruh terhadap investasi, maka dengan subtitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.5), didapat fungsi sebagai berikut : y = (1-s)y + i (2.7) atau dapat ditulis sebagai berikut : i = sy (2.8) Persamaan (2.8) menunjukkan bahwa invetasi sama dengan tabungan, jadi tingkat tabungan juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi. Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal mapan. Apabila tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, begitupun sebaliknya. Kenaikan dalam tingkat tabungan meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan baru. Suatu perekonomian yang memiliki tingkat tabungan tinggi dengan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, tidak selalu mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi pula.

27 Konsep Investasi Pengertian Investasi Domestik Terdapat beberapa pengertian tentang investasi, yaitu dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal atau kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi neto (pembentukan modal tetap domestik neto). Perbedaan ini karena adanya penyusutan atas barang-barang modal tetap (capital consumption) yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Menurut definisi dari Biro Pusat Statistik (BPS), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi dalam negeri. Cakupan dari barang-barang modal tetap adalah sebagai berikut : 1. Barang modal baru dalam bentuk kontruksi (seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, jalan dan bandara), mesin-mesin, alat angkutan dan perlengkapannya, atau mempunyai umur pemakaian (economic life time) satu tahun atau lebih. 2. Biaya untuk perubahan dan perbaikan berat barang-barang modal yang akan meningkatkan output atau produktivitas pemakaian barang tersebut. 3. Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, perluasan areal hutan dan daerah pertambangan serta penanaman dan peremajaan tanaman keras. 4. Pembelian ternak produktif untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu, pengangkutan dan sebagainya, tidak termasuk ternak untuk dipotong. 5. Margin perdagangan dan ongkos-ongkos lain yang berkenaan dengan transaksi jual beli tanah, sumber mineral, hak penguasaan tanah, hak paten, hak cipta dan barang-barang modal bekas.

28 13 Menurut Samuelson (1997), menyatakan bahwa investasi (pembelian barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang modal di suatu negara, seperti pembangunan, peralatan produksi, dan barang-barang inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan konsumsi saat ini untuk memperbesar konsumsi di masa yang akan datang. Investasi dapat diartikan pula sebagai pengeluaran penanaman modal atau pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis yang merupakan pembelian pabrik dan peralatan oleh perusahaan, investasi residensi yang merupakan pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah serta investasi persediaan yang merupakan peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Investasi merupakan suatu alat untuk mempercepat pertumbuhan tingkat produksi di negara sedang berkembang, dengan demikian maka investasi berperan sebagai sarana untuk menciptakan kesempatan kerja Teori Investasi Domestik Dalam Model Harrod-Domar Teori ini dikembangkan oleh Sir Roy F. Harrod dan Evsey Domar. Teori ini merupakan perkembangan dari teori Keynes. Harrod-Domar mencoba untuk menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth). Dalam model Harrod-Domar tabungan harus sama dengan total investasi (S=I), dimana: a. Tabungan merupakan suatu proporsi dari output total (S = sy). b. Investasi didefenisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan dengan I= K. Teori Harrod-Domar menekankan pentingnya peran akumulasi modal dalam proses pertumbuhan. Dimana setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti

29 14 barang-barang modal yang rusak. Teori Harrod-Domar menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi (g y ) merupakan perkalian antara produktivitas modal (σ) dengan tingkat tabungan atau investment (s). Gy = σ s (2.9) Apabila produktivitas modal tetap maka pertumbuhan ekonomi akan ditentukan secara langsung oleh tingkat saving (investment) (Hossain et al, 1998). Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Harrod-Domar menitikberatkan bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu menumbuhkan pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar persediaan modal. Secara sederhana teori Harrod-Domar adalah misalnya pada suatu waktu tercipta keseimbangan pada tingkat full employment income, maka untuk memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun dibutuhkan sejumlah pengeluaran, karena investasi itu harus cukup untuk menutupi kenaikan output yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, investasi harus selalu ada agar keseimbangan tidak terganggu, sebab bila tidak, pendapatan per kapita akan turun karena adanya populasi yang bertambah (Todaro dan Smith, 2006). 2.3 Konsep Kesenjangan Tabungan-Investasi (Saving-Investment Gap) Terjadinya defisit maupun surplus dalam tabungan dan investasi merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara tabungan nasional yang berhasil dihimpun, baik dari masyarakat dan swasta melalui mobilitas modal perbankan dan lembaga keuangan lainnya, maupun dari pemerintah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dengan anggaran rutin dan besarnya kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai investasi, baik yang dilakukan pihak swasta maupun pemerintah. Kesenjangan tabungan dan investasi dapat bernilai positif (surplus), bernilai negatif (defisit) ataupun bernilai nol (seimbang). Kondisi kesenjangan tabungan dan invetasi dapat dilihat dalam Gambar 5.

30 15 Tabungan (Saving) Investasi (Investment) Anggaran Pembangunan Investasi Swasta Tabungan Pemerintah Pinjaman Pemerintah Pinjaman Swasta Tabungan Masyarakat Kesenjangan I - S Pelunasan Pokok Pinjaman Pemerintah dan Swasta Dana Luar Negeri Pemerintah dan Swasta Netto Sumber: Supriyanto dan Sampurna, 1999 Gambar 5. Kesenjangan Tabungan dan Investasi Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) disebabkan karena pada salah satu pihak tabungan domestik rendah, sedangkan dipihak lain kebutuhan dana untuk membiayai investasi domestik semakin besar dan meningkat tiap tahun mengikuti pertumbuhan populasi dan kebutuhan pasar. Oleh karena itu terbentuklah kesenjangan tabungan dan investasi: S-I < 0 (S < I ). Hal ini menandakan bahwa negara yang bersangkutan mengalami investment-saving gap. Selisih antara tabungan domestik dan investasi domestik yang disebut arus modal keluar netto (net capital outflow) disebut juga investasi asing netto (net foreign investment). Jika arus modal keluar netto kita positif, maka tabungan kita melebihi investasi dan kita meminjamkan kelebihannya kepada pihak asing. Jika arus modal keluar netto kita negatif, maka investasi kita melebihi tabungan dan kita harus meminjan dari luar negeri, artinya jika investasi melebihi tabungan maka dikatakan defisit.

31 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi Foreign Direct Investment (FDI) Foreign Direct Investment (FDI) adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi juga terjadi pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri. FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Hal ini bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal dapat mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10 persen. FDI penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable. FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi tinggi. Tujuan setiap FDI tidaklah sama, perusahaan investor tergerak oleh berbagai ragam alasan untuk berinvestasi di luar negeri. Terdapat empat tujuan utama FDI (Foreign Direct Investment) yaitu pencari sumber daya, pencari pasar, pencari efesiensi dan pencari asset strategi. FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis. Perubahan yang sangat besar telah terjadi baik dari segi ukuran, cakupan, dan

32 17 metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industri. Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih mudah. Pemerintah sangat memberi perhatian pada FDI karena aliran investasi masuk dan keluar dari negara mereka dapat memberikan dampak yang signifikan. Para ekonom menganggap FDI sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi karena memberi kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti Produk Domestik Bruto (GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka juga berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu, FDI menjadi sumber tumbuhnya teknologi, proses, produk sistem organisasi, dan ketrampilan manajemen yang baru. Lebih lanjut, FDI juga membuka pasar dan jalur pemasaran yang baru bagi perusahaan, fasilitas produksi yang lebih murah dan akses pada teknologi, produk, ketrampilan, dan pendanaan yang baru. Namun terdapat beberapa argumen yang menentang FDI karena dianggap dapat memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi. Dimana penanaman modal asing dikatakan justru menurunkan tingkat tabungan maupun investasi domestik di negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian produksi ekslusif. Sehingga tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam perekonomian tuan rumah. Dampak lainnya adalah terpicunya tingkat konsumsi domestik yang akan menurunkan minat masyarakat untuk menabung maupun investasi (Todaro dan Smith, 2006) Tingkat Inflasi (Consumer Price Index) Inflasi adalah proses kenaikan harga harga barang jasa secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya (tidak terus menerus) dan kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

33 18 dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Consumer Price Index atau yang sering dikenal dengan Indeks Harga Konsumen merupakan salah satu indikator inflasi yang menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Berdasarkan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Menurut penyebabnya, secara ekonomi perubahan harga bisa disebabkan karena sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Berdasarkan sisi permintaan disebut Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) dimana inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total (Agregat Demand) yang berlebihan sementara produksi telah berada pada kondisi full employment dan tidak mungkin meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan menyebabkan terjadinya perubahan peningkatan harga. Berdasarkan sisi penawaran adalah Desakan Biaya (Cost Push Inflation), dimana inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Sumber kenaikan biaya produksi ini bisa berasal dari banyak hal misalnya; kenaikan upah buruh, kenaikan harga energi, dan kenaikan harga bahan baku. Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi) keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Oleh karena itu, tingkat inflasi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi karena berdampak langsung pada pembentukan modal domestik serta pengeluaran untuk investasi domestik yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kesenjangan tabungan dan investasi domestik.

34 Total Populasi Populasi merupakan jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah tertentu. Total populasi suatu negara dilihat berdasarkan kepada jumlah warga negara yang sah secara hukum dan terdaftar di negara tersebut. Adanya warga negara asing yang menetap ataupun turis yang datang ke negara tersebut tidak tercantumkan dalam jumlah populasi suatu negara. Total populasi suatu negara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi di negara tersebut. Pertumbuhan populasi merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah populasi. Pertumbuhan populasi diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto. Adanya pengaruh positif pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi di mana kondisi dan kemajuan populasi sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Populasi disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi suatu populasi, data dan informasi kepopulasian akan sangat berguna dalam memperhitungkan berapa banyak tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dan jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur populasi dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak populasi yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro dan Smith, 2006). Sesuai dengan model Solow, populasi dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat tabungan suatu negara. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya populasi yang berkualitas mampu memacu tingkat tabungan dan investasi domestik secara bersama-sama sehingga kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat diminimalisasi.

35 Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya. Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP riil per kapita. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua barang jadi dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara. Kenaikan GDP dapat muncul melalui kenaikan penawaran tenaga kerja, kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia, serta kenaikan produktivitas masukan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi, kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi antara lain: a. Sebagai alat ukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional. b. Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional. c. Sebagai dasar penentuan prioritas pemberian bantuan luar negari oleh Bank Dunia atau lembaga internasional lainnya. d. Sebagai dasar pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan bagi perusahaan untuk dasar penyusunan perencanaan produk dan perkembangan sumber daya modal. Pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan meningkatkan minat para investor untuk menanamkan modalnya sehingga

36 21 mampu meningkatkan investasi domestik yang saat ini kurang baik. Selain itu dengan adanya pertumbuhan ekonomi dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian suatu negara yang dapat membentuk terciptanya kegiatan ekonomi yang ditunjang tabungan dan investasi domestik dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat Krisis Ekonomi Krisis Moneter Asia Krisis moneter Asia diawali dengan krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian menjalar ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran Krisis Minyak Dunia 2005 Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak yang terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak Nigeria. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besarbesaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan lemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai ASEAN Krisis Keuangan Global Krisis keuangan global diawali dengan kredit macet perumahan beresiko tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN 5+3 dalam bentuk bangkrutnya bank atau institusi keuangan multinasional Amerika Serikat, meningkatnya inflasi, meningkatnya pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok,

37 22 sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi yang tentunya berdampak terhadap kesenjangan tabungan dan investasi. 2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan analisis data panel untuk mengetahui kesenjangan tabungan dan investasi domestik terhadap delapan negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea Selatan, Jepang dan China pada kurun waktu dan akan dianalisis lima variabel yaitu FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi. Park dan Shin (2009), melakukan penelitian yang berjudul Saving, Investment, and Current Account Surplus in Developing Asia. Penelitian tersebut menggunakan persamaan tabungan untuk 137 negara dan persamaan investasi untuk 141 negara pada periode waktu dan Metodologi yang digunakan adalah panel data dengan fixed effects model. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa di negara-negara ASEAN banyak terjadi kondisi oversaving dan underinvestment sehingga menyebabkan current account surplus. Hal ini dipengaruhi oleh masalah struktural di negara tersebut serta beberapa faktor yang mempengaruhi tabungan dan investasi seperti pendapatan per kapita, jumlah populasi, dan dummy krisis Asia. Purba (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan dua variabel terikat yaitu tabungan swasta dan investasi swasta serta variabel bebas pendapatan nasional, tingkat suku bunga, inflasi, rasio investasi pemerintah serta variabel dummy krisis ekonomi pada tahun menggunakan pendekatan Error-Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian ini adalah pendapatan nasional, suku bunga, inflasi berkorelasi positif dengan tabungan swasta baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan pada investasi swasta, pendapatan nasional berkorelasi positif, sedangkan inflasi dan rasio investasi pemerintah berkorelasi negatif. Untuk variabel krisis ekonomi berkorelasi negatif pada tabungan dan investasi swasta.

38 23 Felipe, Kintanar, dan Lim (2005) melakukan penelitian yang berjudul Asia s Current Account Surplus: Savings glut or Investment Drough. Penelitian ini dilakukan terhadap negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina pada tahun menggunakan panel data dengan variabel tingkat investasi, tingkat tabungan, tingkat kredit domestik, tingkat profit, serta dummy negara dan tahun. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa negara di ASEAN mengalami surplus current account dikarenakan karena rendahnya investasi dan bukan dikarenakan tingginya tabungan. Rendahnya investasi ini merupakan dampak dari adanya krisis global tahun 1998 yang menyebabkan banyak negara ASEAN mengalami collaps keuangan sehingga negara-negara ASEAN memilih untuk menyimpan tabungan dan menggunakannya sebagai cadangan investasi dibandingkan untuk berinvestasi. Anoruo (2001) melakukan penelitian yang berjudul Saving-Investment Connection : Evidence From The Asean Countries. Penelitian ini menggunakan data gross domestic saving and investment untuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand pada tahun Penelitian ini menggunakan pendekatan Granger-causality test berdasarkan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang, mobilitas modal rendah pada negara yang diamati. Untuk negara Indonesia dan Singapura dinyatakan bahwa investasi mempengaruhi tabungan. Sedangkan di negara Filipina terjadi hal sebaliknya dimana tabungan mempengaruhi investasi. Dan untuk negara Malaysia dan Thailand terjadi kausalitas dua arah yang menandakan tabungan dan investasi saling mempengaruhi. Boon (2000) melakukan penelitian yang berjudul Savings, Investment and Capital Flows: An Empirical Study On The Asean Economies. Penelitian ini dilakukan terhadap lima negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina pada tahun untuk variabel gross domestic saving dan gross domestic investment menggunakan pendekatan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka pendek, tidak terdapat efek kausalitas satu arah dimana tabungan mempengaruhi investasi di semua negara kecuali Singapura. Sedangkan efek kausalitas terjadi

39 24 dimana investasi mempengaruhi tabungan pada negara Indonesia dan Thailand. Sedangkan untuk negara Malaysia dan Filipina tidak terdapat hubungan kausalitas antara tabungan dan investasi. Shiimi dan Kadhikwa (1999) melakukan penelitian yang berjudul Savings and Investment in Namibia. Penelitian ini menggunakan dua persamaan, untuk persamaan tabungan menggunakan variabel gross national disposable income, tingkat suku bunga deposit dan inflasi. Untuk persamaan investasi menggunakan variabel GDP riil, tingkat suku bunga pinjaman, dan rasio investasi pemerintah terhadap GDP, masing-masing pada tahun di negara Namibia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat tabungan dipengaruhi real national disposable income dan inflasi serta tingkat investasi dipengaruhi oleh suku bunga, GDP Riil dan investasi pemerintah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah perbedaan berdasarkan regional yaitu Kawasan ASEAN 5+3, berdasarkan analisis yaitu menggunakan panel data, berdasarkan waktu penelitian yaitu pada tahun dan berdasarkan variabel yang akan dianalisis yaitu FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi, dan dummy krisis ekonomi. 2.6 Kerangka Pemikiran Konseptual Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting dalam pengembangan perekonomian di negara-negara ASEAN 5+3. Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN 5+3 menjanjikan potensi ekonomi yang sangat potensial. Agar dapat menuai manfaat optimal dari integrasi ekonomi, setiap negara dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Dalam kaitan ini, bank sentral memiliki peran yang signifikan melalui kebijakan moneternya untuk mendorong investasi yang tinggi guna meningkatkan stok kapital fisik (physical capital). Bukti empiris menggunakan data savinginvestment gap untuk negara-negara di kawasan ASEAN 5+3 pada tahun menunjukkan bahwa terjadi surplus dari kesenjangan tabungan dan investasi domestik, kecuali untuk negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa kondisi di negara ASEAN 5+3 umumnya terjadi oversaving dan underinvestment.

40 25 Dari sisi domestik, walaupun stabilitas ekonomi makro bisa dijaga, sejumlah masalah struktural seperti iklim investasi, infrastruktur, produktivitas dan daya saing (sisi penawaran) masih membayangi pencapaian pertumbuhan yang lebih cepat dan berkualitas. Hal ini antara lain karena struktur perekonomian pascakrisis lebih ditopang oleh konsumsi dan ekspor, sementara investasi belum menunjukkan peran yang signifikan. Terjadinya kondisi oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN 5+3. Sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlihat melalui pendapatan per kapita yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat tabungan masyarakat dan meningkatkan tingkat tabungan domestik. Sedangkan kondisi underinvestment di negara-negara ASEAN 5+3 terjadi karena beberapa faktor mulai dari masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrastruktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk. Serta adanya antisipasi pasca krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan negara-negara di ASEAN 5+3 menyimpan dana tabungan domestik sebagai dana cadangan guna mengantisipasi terjadinya krisis yang serupa. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan analisis terhadap beberapa faktor seperti foreign direct investment, tingkat inflasi, jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi guna menstabilkan kondisi kesenjangan tabungan dan investasi, yang bermanfaat sebagai rekomendasi kebijakan yang tepat bagi pemerintah. Karena dengan terciptanya kondisi keseimbangan tabungan dan investasi domestik akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN 5+3. Adapun skema alur kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 6. Skema diawali dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi sehingga menyebabkan kondisi tabungan domestik yang oversaving dan investasi domestik yang underinvestment. Kondisi ini melahirkan kesenjangan surplus tabungan dan investasi domestik dan akan dianalisis secara deskriptif dan inferensia sehingga melahirkan implikasi kebijakan pembangunan bagi negara ASEAN 5+3.

41 26 Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN5+3 - Indonesia - Thailand - Malaysia - China - Singapura - Korea Selatan - Filipina - Jepang Tabungan Domestik Investasi Domestik Oversaving Underinvestment Kesenjangan Positif Tabungan dan Investasi Analisis Deskriptif Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan : 1. FDI 2. Tingkat Inflasi 3. Total Populasi 4. Pertumbuhan GDP 5. Krisis Ekonomi Analisis Panel Data Implikasi Kebijakan Pembangunan Bagi Negara ASEAN 5+3 Gambar 6. Skema Alur Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7 Hipotesis Penelitian Dugaan sementara berdasarkan landasan teori dan konsep yang digunakan, dapat ditentukan beberapa hipotesis yaitu : 1. FDI, tingkat inflasi, dan total populasi berpengaruh positif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik. 2. Pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap kesenjangan tabungan dan investasi domestik.

42 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu pada delapan negara ASEAN 5+3 yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Jepang dan China. Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memliki jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Tabel 1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data Variabel Data yang Digunakan Sumber Data (1) (2) (3) SIGAP Persentase Kesenjangan antara Tabungan ADB Domestik dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP World Bank Tahunan (data dalam persen) CPI Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer Price Index Tahunan (data dalam persen) World Bank TP Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah World Bank jiwa) GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi World Bank Tahunan (data dalam persen) DKRISIS Variabel dummy krisis 3.2 Metode Pengolahan Data Pengolahan atas data sekunder untuk variabel kesenjangan tabungan dan investasi, FDI Inflow, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan tabungan dan investasi domestik menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Office Excel 2007 dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2007 meliputi pembuatan tabel

43 28 dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikasi analisis regresi data panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya. 3.3 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deksriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 meliputi perkembangan tabungan dan investasi domestik dan beberapa variabel lain seperti FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi di negara ASEAN 5+3. Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi data panel. Baltagi (2008) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut : 1. Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual dalam satu periode waktu. 2. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar dan lebih efisien. 3. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change). 4. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja. 5. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni. 6. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro.

44 Uji Stasioneritas Data Panel Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian penelitian menggunakan data dengan series yang yang mengandung tren, maka perlu dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak menunjukkan spurious regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data level, maka seperti biasanya, harus dilakukan pembedaan pertama (first differencing) untuk menghindari terjadinya hasil yang misleading. Perlu diingat bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel, maka pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang biasa, tetapi menggunakan panel unit root. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005) untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar. Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama seperti pada pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dan Phillips Perron (PP). Statistik uji yang digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung s test; serta individual unit root yang terdiri statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS), ADF Fisher test dan PP Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang menyatakan bahwa series dari data panel tidak mengandung unit root maka estimasi bisa dilaksanakan Metode Estimasi Regresi Data Panel Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan y it (variabel terikat) dengan x it (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam sebuah persamaan berikut: y it = α + βxj it + ε it (3.1)

45 30 Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain : 1. Pooled Least Square Model Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : (3.2) dimana : = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section α = intercept yang konstan antar waktu dan cross section = slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t. N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Kelemahan Pooled Least Square Model ini adalah dugaan parameter β akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda. 2. Fixed Effect Model Fixed effect model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effect model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat korelasi antara ε dan x. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed effect it it model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : Y = β + β X + β X + u it 1i 2 2it 3 3it it (3.3)

46 31 Keputusan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit. 3. Random Effect Model Random Effect Model disebut juga komponen error (error component model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar waktu yang dimasukkan ke dalam error. Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : (3.4) dengan (3.5) dimana : ~ N (0, δu 2 ) = komponen cross section error ~ N (0, δv 2 ) = komponen time series error 2 ~ N (0, δw ) = komponen error kombinasi Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya Pengujian Model Data Panel Statis Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Chow Test Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H : Pooled Least Square Model 0 H : Fixed Effect Model 1

47 32 Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F-Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: / ~, (3.6) / dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N = jumlah data cross section T = jumlah data time series K = jumlah variabel independen Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu,. Jika nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya. 2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 : Random Effect Model H 1 : Fixed Effect Model Sebagai dasar penolakan H 0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi squar e. Statistik Hausman dirumuskan dengan: ~ (3.7) dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H 0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu pula sebaliknya.

48 Metode Evaluasi Model Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai dilakukan, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut: 1. Kriteria Ekonometrika 2. Kriteria Statistik 3. Kriteria Ekonomi Kriteria Ekonometrika Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut : a. Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik. b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien. Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut: 1. Normalitas Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah: H 0 : Residual berdistribusi Normal H 1 : Residual tidak berdistribusi Normal

49 34 Dasar penolakan H 0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α sebesar 0,05 dimana jika lebih besar menandakan H 0 tidak ditolak dan residual berdistribusi normal. 2. Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas dapat terlihat melalui: a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menghitung korelasi antara dua variabel bebas. Serta cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel. 3. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ 2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Guajarati (2006) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah : a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased Estimator (LUE). b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien.

50 35 c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya. Uji heteroskedastisitas dapat diatasi mengggunakan metode GLS Weight Cross-section yang tersedia dalam program EVIEWS Autokorelasi Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate, sehingga R 2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F- statistic menjadi tidak valid. Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EVIEWS 6.0 dibandingkan dengan DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-watson stat terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel D L dan D U. Jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : Tidak terdapat autokorelasi H 1 : Terdapat autokorelasi Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut : 0 < d < D L : tolak H 0, ada autokorelasi positif D L d D U : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan D U < d < 4 D U : terima H 0, tidak ada autokorelasi 4 - D U d 4-D L : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4 D L < d < 4 : tolak H 0, ada autokorelasi negatif

51 Kriteria Statistik Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa pengujian antara lain sebagai berikut: a. Koefesien Determinasi (R 2 ) Nilai koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R 2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik. b. Uji F-statistic Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : β 1 =β 2 = =β k =0 H 1 : minimal ada salah satu β j yang tidak sama dengan nol Tolak H 0 jika F-statistic > F α(k-1,nt-n-k) atau Prob(F-statistic) < α. Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. c. Uji t-statistic Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: H 0 : β j = 0 H 1 : β j 0

52 37 Tolak H 0 jika t-statistic > t α/2(nt-k-1). Jika H 0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial memengaruhi variabel dependen Kriteria Ekonomi Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan kesesuaian dengan logika. 3.5 Perumusan Model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan lima variabel independen, dengan variabel dependennya SIGAP dan variabel independennya adalah FDI, CPI, TP, GROWTH, dan DKRISIS. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel SIGAP, FDI, CPI, dan GROWTH disajikan dalam satuan persentase, sedangkan variabel TP disajikan dalam satuan jumlah jiwa. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhir, variabel independen TP yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan diinterpretasikan hasilnya. Dengan model tersebut diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan. Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut : SIGAP it = α +β 1 FDI it + β 2 CPI it + β 3 ln(tp it ) + β 4 GROWTH it + β 5 DKRISIS + ε it (3.8) dimana: SIGAP it = Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen) FDI it = Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)

53 38 CPI it = Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer Price Index Tahunan (data dalam persen) TP it = Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah Jiwa) GROWTH it = Tingkat Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen) DKRISIS = Variabel dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi. 3.6 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini antara lain: a. SIGAP Variabel SIGAP merupakan variabel yang merepresentasikan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Nilai variabel SIGAP merupakan nilai akhir dari pengurangan Gross Domestic Saving terhadap Gross Domestic Capital Formation atas dasar persentase terhadap GDP Tahunan. b. FDI Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan nilai FDI Inflow suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP. c. CPI Variabel CPI merupakan variabel yang merepresentasikan tingkat inflasi suatu negara berdasarkan Consumer Price Index selama satu tahun pada suatu negara. d. TP Variabel TP merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah populasi manusia di suatu negara dalam satuan jumlah jiwa. e. GROWTH Variabel GROWTH merupakan variabel yang merepresentasikan pertumbuhan ekonomi. Nilai variabel GROWTH ini merupakan nilai tingkat rata-

54 39 rata pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Riil per tahun atas dasar harga konstan tahunan dalam persentase. f. DKRISIS Variabel DKRISIS merupakan variabel dummy yang digunakan dalam persamaan regresi karena variabel tersebut sifatnya kualitatif. Suatu cara untuk membuat data kuantitatif dari data kualitatif adalah dengan cara memberikan nilai satu atau nol. Dalam penelitian ini digunakan variabel DKRISIS untuk menerangkan pertumbuhan ekonomi pada saat krisis, baik krisis moneter Asia tahun , krisis minyak dunia tahun 2005, maupun krisis keuangan tahun , sedangkan nilai nol diberikan pada pertumbuhan ekonomi pada saat tidak krisis.

55 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki implikasi penting pada perkembangan ekonomi ASEAN 5+3. Jumlah investasi dalam negeri yang dibiayai dari tingkat tabungan nasional dapat dilihat secara tersirat dari rasio tingkat tabungan domestik untuk menilai total investasi (sebagai persen rasio dari GDP), yang juga merupakan ukuran dari kesenjangan investasi dan tabungan. Gambar 7 menunjukkan rata-rata persentase kesenjangan tabungann dan investasi terhadap GDP negara ASEAN Rata-rata Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik (persen GDP) Negara Sumber : Asian Development Bank , (data diolah) Gambar 7. Perkembangan Rata-rata Persentase Kesenjangann Tabungann dan Investasi Terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun (persen GDP) Kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 menunjukkan terjadinya surplus kesenjangan kecuali untuk negara Filipina. Hal tersebut membuktikan bahwa pada umumnya di negara ASEAN+5

56 41 mengalami oversaving dan underinvestment. Kesenjangan surplus terbesar dialami oleh negara Singapura dan Malaysia. Sedangkan satu-satunya negara di wilayah ASEAN 5+3 yang mengalami kesenjangan defisit adalah negara Filipina. Pada negara Malaysia kesenjangan berubah dari negatif menjadi positif terjadi setelah adanya krisis ekonomi tahun Selama periode sebelum krisis tahun kesenjangan tabungan dan investasi domestik mencapai defisit hingga 10,2 persen dari GDP, dengan sebagian pembiayaan dipenuhi oleh arus masuk modal asing. Sejak awal krisis tahun 1998, investasi telah jatuh tetapi tingkat tabungan tetap tinggi. Dengan tabungan domestik melebihi investasi, kesenjangan berubah dari negatif ke positif mulai tahun 1998 hingga saat ini. Adanya kesenjangan surplus dalam jumlah yang sangat besar menunjukkan bahwa di negara Malaysia terdapat keterbatasan kapasitas dalam ekonomi untuk menghasilkan peluang investasi yang cukup untuk menyerap tabungan dalam negeri. Surplus saat ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi Malaysia sedang didorong oleh sektor ekspor, perekonomian domestik tetap lemah, dengan kelebihan tabungan selama investasi. Kondisi kesenjangan defisit yang terjadi di negara Filipina pada dasarnya adalah hasil dari ketidakseimbangan jangka pendek termasuk beberapa masalah struktural yang timbul dari ketidakmatangan lembaga keuangan dan juga kondisi perekonomian di negara Filipina, salah satunya berakibat pada tingkat tabungan yang rendah, sehingga tingkat tabungan domestik tersebut tidak mampu menutupi kebutuhan pembiayaan investasinya. Kondisi ini mengakibatkan tingkat ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap faktor eksternal dan rentan terhadap goncangan perekonomian dunia. Oleh karena itu, Filipina harus melaksanakan reformasi struktural di sektor industri agar lebih kompetitif guna meningkatkan daya saing dan menghasilkan tabungan domestik yang lebih tinggi. Kondisi ratarata tabungan dan investasi domestik di negara ASEAN 5+3 pada tahun disajikan dalam Gambar 8.

57 42 Rata-rata Tabungan dan Investasi Domestik (persen GDP) Negara Tabungan Domestik Investasi Domestik Sumber : Asian Development Bank , (dataa diolah) Gambar 8. Perkembangan Rata-rata Persentase Tabungan Domestik dan Investasi Domestik Terhadap GDP Negara ASEAN 5+3 Tahun (persen GDP) Fakta yang dialami oleh negara ASEAN 5+3 adalah kesenjangan surplus sehingga menyebabkan tabungan nasional tidak digunakan untuk investasi bruto menunjukkan pertumbuhan yang tidak berkelanjuta an dalam jangka panjang. Sehingga investasi domestik perlu bangkit untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dimana kondisi kesenjangan surpluss terjadi akibat melemahnya investasi pasca krisis ekonomi tahun 1998 dengan tingkat tabungan yang tetap tinggi. Pada umumnya negara di kawasan ASEAN menggunakan tabungan domestik sebagai dana cadangan guna menanggulangi terjadi krisis serupa seperti tahun Mereka memutuskan untuk mempertahankan tingkat tabungan dan berdampak pada terciptanya kesenjangan surplus. Sedangkan kondisi sebaliknya terjadi pada negara ASEAN 5+3 yang mengalami kesenjangan defisit yaitu Filipina, dimana tingkat tabungan domestik menunjukkan jumlah yang rendah sehingga tidak mampu menutupi pembiayaan investasi domestik.

58 Rata-rata FDI Inflow (persen GDP) Negaraa 4.2 Gambaran Umum FDI Inflow Negara ASEAN 5+3 Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN secara mum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutamaa pada dekade terakhir. Namun apabila terjadi penurunan FDI Inflow itu dapat disebabkan oleh penurunan daya saing yang dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang terjadi di negaraa ASEAN 5+3. Gambar 9 memperlihatkan rata-rata persentase FDI Inflow terhadap GDP masing- masing negara ASEAN 5+3. Sumber : World Bank , (data diolah) Gambar 9. Perkembangan Rata-rata Persentase FDI Inflow Terhadap Negaraa ASEAN Tahun ( persen GDP) GDP Selama tahun , Jepang merupakan negara dengan rata-rata jumlah persentase FDI Inflow yang paling sedikit di negara ASEAN 5+3, yaitu hanya sebesar 0.16 persen GDP. Hal tersebutt dikarenakan lambannya pertumbuhan ekonomi serta ketidakstabilan inflasi yang terjadi di negara Jepang. Kondisi lainnya adalah birokrasi yang tidak mendukung adanya modal asing. Akan tetapi sejak tahun 2003, Jepang mulai menyadari pentingnya FDI dan pada tahun 2005 kontribusi FDI Inflow di Jepang mulai menunjukkan peningkatan, hal tersebut merupakan hasil reformasi yang dilakukan pemerintah Jepang seperti pembukaan berbagai sektor ekonomi Jepang untuk investasi modal asing,

59 44 reorganisasi industri untuk mendorong perusahaan asing yang memasuki Jepang, dan peningkatan sejumlah saham yang tersedia di pasar. Singapura menjadi negara ASEAN 5+3 dengan jumlah rata-rata FDI Inflow terbesar di negara ASEAN 5+3, yaitu sebesar persen GDP. Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN 5+3 lain dan cenderung meningkat. Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Singapura FDI dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, FDI dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan produksi. 4.3 Gambaran Umum CPI Negara ASEAN 5+3 Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk pemerintahan suatu negara karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. CPI merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan tingkat inflasi suatu negara. Keberadaan inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya. Akan tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan. Sebaliknya jika inflasi berada pada tingkat terlalu rendah juga merupakan kondisi yang buruk, karena harga menjadi jatuh dan menyebabkan kontraksi ekonomi. Oleh karena itu pemerintahan suatu negara wajib mengontrol inflasi melalui inflation targeting. Gambar 10 memperlihatkan perkembangan rata-rata persentase CPI negara ASEAN 5+3 tahun

60 Rata-rata FDI Inflow (persen GDP) Negaraa Sumber : World Bank , (data diolah) Gambar 10. Perkembangan Rata-rata Persentase CPI Negara ASEAN 5+3 Tahun (persen GDP) Pada tahun , Indonesia merupakan negara yang memilikii nilai rata-rata inflasi tertinggi di negara ASEAN 5+3, yaitu sebesar 12,18 persen. Inflasi di negara Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga minyak bumi di pasar internasional yang dapat mendorong lebih lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan. Di masaa depan ancaman lonjakan hargaa minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara Indonesia. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibatkan kenaikan biaya energi. Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan. Sedangkan Jepang menjadi negara yang memiliki rata-rata inflasi terendah, bahkan mengalami deflasi di negara ASEAN 5+3 yaitu sebesar persen. Deflasi di Jepang menandakan bahwa tingkat harga umum di negara Jepang jatuh.

61 46 Penurunan harga mungkin terdengar seperti berita baik bagi konsumen, tetapi sebenarnya hal ini buruk bagi seluruh masyarakat. Deflasi di Jepang diawali dengan jatuhnya harga perumahan dan pasar saham pada awal tahun Hingga saat ini Jepang masih berusaha untuk mengatasi kondisi deflasi yang menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi melalui reformasi struktural baik di bidang ekonomi dan fiskal. 4.4 Gambaran Umum Total Populasi Negara ASEAN 5+3 Jumlah total populasi di negara ASEAN 5+3 dari tahun memperlihatkan trend yang selalu meningkat dari tahun ke tahun baik secaraa total negara ASEAN 5+3 maupun jika dilihat dari masing-masing negara ASEAN 5+3. Gambar 11 menunjukkan rata-rata total populasi negara ASEAN 5+3 periode tahun Perkembangan Jumlah Populasi (Ribu Jiwa) Negara Sumber : World Bank ( ), Data Diolah. Gambar 11. Perkembangan Rata-rata Total Populasi Negara ASEAN 5+3 Tahun (Ribu Jiwa) Gambar 11 memperlihatkan bahwaa China dan Indonesia merupakan dua negara ASEAN 5+3 yang memiliki rata-rataa jumlah total populasi tertinggi selama tahun , dimana Indonesia sebesar 202 juta jiwa dan China sebesar 1,2

62 47 milyar jiwa. Hal tersebut sesuai dengan fakta bahwa Indonesia dan China merupakan dua negara yang termasuk dalam negara yang memiliki jumlah populasi tertinggi di dunia. Sedangkan jumlah populasi terendah terdapat di negara Singapura yaitu sebesar 3,6 juta jiwa, hal tersebut menyebabkan Singapura sangat bergantung kepada tenaga kerja asing terutama di sektor keterampilan rendah seperti konstruksi, jasa katering serta pembantu rumah tangga. Jumlah populasi yang tinggi saja ternyata tidak cukup menjadi modal untuk menyeimbangkan kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Hal yang paling utama dari pertumbuhan penduduk adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik sangat diperlukan dalam memperkecil kesenjangan tabungan dan investasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas sumber daya manusia di suatu negara dapat tercermin melalui nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu indikator untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia pada suatu negara dalam tiga dimensi dasar yang tercermin dalam taraf pendidikan, kesehatan, serta kemampuan daya beli. Tabel 2. Nilai Indeks Pembangunan Manusia Negara ASEAN 5+3 Tahun 2011 Negara Nilai IPM Peringkat (180 negara) (1) (2) (3) Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina Korea Selatan Jepang China Sumber : United Nations Development Programme, 2012 (data diolah)

63 48 Tabel 2 menunjukkan nilai IPM dari masing- masing negara ASEAN 5+3 pada tahun Negara dengan nilai IPM tertinggi adalah Jepang dengan nilai IPM dan menempati peringkat 12, hal tersebut dikarenakan Jepang telah selama beberapa dekade memiliki penduduk yang berpendidikan tinggi, memiliki tingkat melek huruf sangat tinggi, dan mengembangkan begitu banyak industri teknologi tinggi. Sedangkan nilai IPM terendah ditempati oleh negara Indonesia dengan nilai dan menempati peringkat 124. Hal tersebut dikarenakan adanya kesenjangan dalam pembangunan di Indonesia yang tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan tersebut terdapat dalam aksestabilitas dan kualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tengah mengupayakan berbagai program percepatan, salah satunya pembangunan infrastruktur melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Nasional (MP3EI). 4.5 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN 5+3 Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 pada tahun cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 serta adanya krisis ekonomi yang terjadi baik krisis tahun 1998 yang terjadi di ASEAN, krisis tahun 2005 akibat naiknya harga minyak dunia maupun adanya krisis global pada tahun Setiap gejolak yang terjadi dalam perekonomian dunia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy). Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa negara dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah China sebesar 9.9 persen, hal tersebut dikarenakan China merupakan negara yang memiliki perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 10 persen selama 30 tahun terakhir. China juga merupakan eksportir terbesar dan importir barang terbesar kedua di dunia. China menunjukkan orientasi tingkat pendapatan yang lebih tinggi sebagai bukti produktivitas ekonominya yang telah meningkat pesat. Perbaikan besar yang dilakukan oleh China dalam rangka

64 49 memacu pertumbuhan ekonomi tercermin baik dalam faktor jangka pendek dan perubahan struktur jangka panjang, dimana China telah melakukan serangkaian reformasi struktural dalam beberapa tahun terakhir dengan berinvestasi dalam jaminan sosial dan mempromosikan konsumsi domestik. Namun ekonomi China masih perlu menyeimbangkan kembali pertumbuhan ekonominya untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Jepang adalah negara yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah dibandingkan negara ASEAN 5+ 3 lainnya pada tahun yaitu sebesar 0. 8 persen. Hal tersebut sangat mengherankan karena Jepang adalah salah satu negara maju, penyebab Jepang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah dibandingkan negara ASEAN lainnya adalah rendahnya investasi asing yang masuk ke Jepang, terutama investasi langsung asing yang merupakan salah satu faktor pemacu pertumbuhan ekonomi suatuu negara. Berikut ini adalah rata-rata pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 Tahun : Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi (persen) Negara Sumber : World Bank , (data diolah) Gambar 12. Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan 5+3 Tahun (Persen) Ekonomi Negara ASEAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Tabungan 2.1.1 Pengertian Tabungan Domestik Tabungan nasional adalah jumlah dari tabungan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengujian Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek pembangunannya. Tentunya ketersediaan modal sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi. Bagi sebuah negara,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA

Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Bab 5 PEREKONOMIAN TERBUKA Makroekonomi Perekonomian Terbuka : Konsep Dasar Perekonomian Tertutup dan Terbuka Perekonomian tertutup adalah perekonomian yang tidak berinteraksi dengan perekonomian lain

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas, walaupun disadari bahwa proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilititasnya dengan tujuan akhir meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka panjang disetiap periode. Dalam setiap periode upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang di kawasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, ingin mencoba untuk dapat membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan II. LANDASAN TEORI A. Investasi 1. Pengertian Investasi Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran pemerintah untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN...xiii

DAFTAR ISI. DAFTAR LAMPIRAN...xiii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iv DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL...xi DAFTAR LAMPIRAN...xiii ABSTRAKSI...xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1 1.2. Perumusan Masalah...4 1.3.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu. angkatan kerja. Terakhir yaitu kemajuan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu. angkatan kerja. Terakhir yaitu kemajuan teknologi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang menunjukkan besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam suatu perekonomian. Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia agar dapat berdiri sejajar dengan negara maju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan termasuk sebagai salah satu negara berkembang di dunia membutuhkan dana untuk mendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada hakekatnya adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Nyaris tidak ada satu orang pun yang mengira kalau negara kita akan diterpa krisis ekonomi hingga separah ini. Perekonomian Indonesia yang boleh dikatakan stabil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H14094021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kurs (Nilai Tukar) a. Pengertian Kurs Beberapa pengertian kurs di kemukakan beberapa tokoh antara lain, menurut Krugman (1999) kurs atau exchange rate adalah

Lebih terperinci

Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi

Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi Perdagangan, Globalisai, dan Neraca Pembayaran Internasional. Pengantar Ilmu Ekonomi Pokok bahasan pertemuan ke-13 Manfaat perdagangan internasional. Keunggulan dalam perdagangan internasional. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terakhir ini digunakan sebagai kounter indikator terhadap ukuranukuran

BAB I PENDAHULUAN. yang terakhir ini digunakan sebagai kounter indikator terhadap ukuranukuran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indikator terakhir keberhasilan pembangunan suatu bangsa adalah ukuran keadilan sosial dan kesinambungan. Tolok ukur pembangunan yang terakhir ini digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah

I. PENDAHULUAN. mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan modal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Permodalan tersebut salah satunya didapat dari ekspor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci