BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Widya Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 13 BAB II LANDASAN TEORI II.1Penerimaan Diri II.1.A Definisi Germer (2009) menyatakan bahwa orang yang menerima dirinya adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun pikiran yang ada pada dirinya dari waktu ke waktu. Orang yang menerima dirinya juga mampu merangkul apapun yang muncul atau ada dalam dirinya, menerima dari waktu ke waktu sebagaimana yang ada pada dirinya. Definisi menurut Hurlock (1974) yang menyatakan bahwa penerimaan diri adalah tingkat dimana individu memiliki kesadaran mengenai karakteristik dirinya, mampu dan mau hidup dengan kondisi itu. Jersild dalam Hurlock (1974) juga menjelaskan mengenai penerimaan diri: The self-accepting person has a realistic appraisal of his resorces combined with appreciation of his own worth ; assurance about standards and convictions of his own without being a slave to the opinions of others; and realistic assessment of limitations without irrational self-reaproach. Self-accepting people recognize their assets and are free to draw upon them even if they are not all that could be desired. They also recognize their 13
2 14 shortcomings without needlessly blaming themselves (Jersild, dalam Hurlock 1974, hal. 434) Berdasarkan definisi di atas, maka Jersild menyimpulkan bahwa orang-orang yang menerima dirinya memiliki penilaian realistis terhadap sumber daya yang dimilikinya yang dikombinasikan dengan penghargaan atas dirinya sendiri; yakin akan standar dan diri sendiri tanpa harus dikendalikan oleh orang lain; dan memiliki penilaian realistis mengenai keterbatasan tanpa harus mencela diri sendiri. Orang yang menerima dirinya menyadari aset-aset yang dimiliki dan bebas untuk menggunakannya bahkan jika aset tersebut tidak diinginkan. Mereka juga mengetahui kelemahannya tanpa perlu menyalahkan dirinya. Dari pernyataan beberapa tokoh di atas mengenai penerimaan diri, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah suatu kondisi di mana individu sadar akan segala yang dimilikinya dan bersedia untuk hidup dari waktu ke waktu dengan apa yang dimilikinya tersebut baik itu berupa kelebihan ataupun kekurangan. Individu yang menerima dirinya akan merasakan kenyamanan pada apa yang dia miliki. II.1.B Tahap Penerimaan Diri Germer (2009) menyatakan bahwa proses penerimaan diri sebagai bentuk keadaan melawan ketidaknyamanan terjadi dalam tahapantahapan; ada pelunakan progresif, atau tidak ada perlawanan, untuk menghadapi penderitaan. Proses awal yang terjadi adalah rasa kebencian,
3 15 selanjutnya proses dimulai dengan keingintahuan akan masalah, dan jika hal-hal tersebut berjalan dengan baik maka akan berakhir dengan merangkul apapun yang terjadi dalam hidup seorang individu. Proses ini biasanya berlangsung lama dan alami. Individu tidak dapat maju ketahapan selanjutnya jika ia tidak merasa sepenuhnya nyaman pada satu tahapan. Tahapan-tahapan penerimaan diri tersebut adalah sebagai berikut. Tahap 1: Aversion kebencian/keengganan, menghindari, resisten Reaksi alami pada perasaan yang membuat tidak nyaman adalah kebencian atau keengganan. Kebencian/keengganan ini juga dapat membentuk keterikatan mental atau perenungan mencoba mencari tahu bagaimana cara untuk menghilangkan perasaan tersebut. Tahap 2: Curiosity melawan rasa tidak nyaman dengan perhatian Pada tahapan ini individu mulai memiliki pertanyaan-pertanyaan pada hal-hal yang dirasa perlu untuk diperhatikan. Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya muncul adalah Perasaan apa ini? Apa artinya perasaan ini? Kapan perasaan ini terjadi?. Tahap 3: Tolerance menanggung derita dengan aman Toleransi berarti menanggung rasa sakit emosional yang dirasakan, tetapi individu tetap melawannya dan berharap perasaan tersebut akan segera hilang. Tahap 4: Allowing membiarkan perasaan datang dan pergi
4 16 Pada tahapan ini individu membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi. Tahap 5: Friendship merangkul, melihat nilai-nilai yang tersembunyi Individu melihat nilai-nilai yang ada pada waktu keadaan sulit menimpanya. Hala ini merupakan tahapan terakhir dalam penerimaan diri. II.1.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Hurlock (1974) dalam buku Personality Development mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, seperti: 1. Pemahaman Diri Pemahaman diri seseorang tidak ditentukan oleh kapasitas intelektualnya, tapi melalui kesempatan untuk menggali potensi dalam dirinya. Individu harus memiliki kesempatan untuk mencoba kemampuannya tanpa harus dihalangi oleh orang lain. Pemahaman dan penerimaan diri berhubungan erat. Semakin baik seseorang memahami dirinya, semakin dapat ia menerima dirinya, dan sebaliknya. Kurangnya pemahaman diri dapat mengarah kepada kesenjangan antara konsep diri yang ideal dan gambaran yang ia terima melalui kontak sosial, yang membentuk dasar konsep diri. 2. Harapan yang Realistik Ketika harapan seseorang untuk sebuah pencapaian bersifat realistis, maka kinerjanya akan meningkat sesuai dengan harapannya.
5 17 Hal ini akan berkontribusi kepada kepuasan diri yang sangat penting dalam penerimaan diri. Harapan dapat menjadi kenyataan ketika seseorang cukup memahami dirinya sendiri untuk dapat mengenali keterbatasan dan kekuatannya. 3. Tidak Adanya Hambatan di Dalam Lingkungan Ketidakmampuan seseorang untuk mencapai tujuan hidup yang realistis dapat berasal dari hambatan yang berasal dari lingkungan yang tidak dapat dikendalikan, misalnya seperti diskriminasi ras, jenis kelamin, maupun agama. Ketika hal ini terjadi, seseorang yang mengetahui potensinya akan sulit untuk menerima diri. Ketika lingkungan mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan, maka ia akan puas dengan pencapaian yang membuktikan bahwa harapannya adalah suatu hal yang realistis. 4. Sikap-Sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan Seseorang yang mendapatkan sikap yang menyenangkan dari masyarakat lebih dapat menerima dirinya. Tiga hal yang mengarah kepada evaluasi sosial yang menyenangkan adalah tidak adanya prasangka terhadap individu dan anggota keluarganya; memiliki keahlian sosial; dan mau untuk menerima kelompok. 5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat Stres secara emosional dapat mengarah kepada ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Ketidakseimbangan fisik yang diikuti oleh stres emosional dapat membuat seseorang bekerja
6 18 dengan kurang efisien, mengakibatkan kelelahan, dan bereaksi secara negatif kepada orang lain. Tidak adanya stres dapat membuat seseorang melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya. Selain itu, seseorang dapat menjadi lebih rileks dan bahagia. Kondisi sepeti ini berkontribusi kepada evaluasi sosial yang baik yang menjadi dasar bagi evaluasi dan penerimaan diri yang baik pula. 6. Pengaruh Keberhasilan Pengaruh kegagalan dapat mengarah kepada penolakan diri, dan pengaruh kesuksesan dapat mengarah kepada penerimaan diri. Kegagalan yang seringkali dirasakan seseorang akan membuat kesuksesan diartikan lebih bermakna. 7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik Seseorang yang mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang menyesuaikan diri dengan baik dapat mengembangkan sikap yang positif terhadap hidup dan berperilaku yang mengarah kepada penilaian dan penerimaan diri yang baik. 8. Perspektif Diri Seseorang yang dapat melihat dirinya sama seperti orang lain melihat dirinya memiliki pemahaman diri yang baik dibandingkan dengan seseorang yang perspektif dirinya cenderung sempit dan terdistorsi. Perspektif diri yang baik dapat mendukung penerimaan diri.
7 19 9. Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik Inti dari konsep diri yang menentukan penyesuaian diri seseorang di masa depan berawal dari masa kanak-kanak. Pengasuhan secara demokratis mengarah kepada pola kepribadian yang sehat. Selain itu pada pengasuhan ini, peraturan-peraturan yang dijelaskan kepada anak dapat membuat anak dihormati sebagai seorang manusia. Anak akan belajar untuk menghormati dirinya dan bertanggung jawab untuk mengendalikan perilakunya dengan kerangka peraturan yang telah ditetapkan. 10. Konsep Diri yang Stabil Konsep diri yang stabil merupakan cara seseorang melihat dirinya dengan cara yang sama sepanjang waktu. Konsep diri yang baik mengarah kepada penerimaan diri, sedangkan konsep diri yang buruk mengarah kepada penolakan diri. Jika seseorang mengembangkan kebiasaan untuk menerima dirinya, maka hal itu akan menguatkan konsep diri yang baik sehingga penerimaan diri akan menjadi suatu kebiasaan bagi individu tersebut. II.1.D Dampak Penerimaan Diri Penelitian menunjukkan pengaruh yang luas dari penerimaan diri. Hurlock (1974) membagi dampak dari penerimaan diri menjadi dua kelompok besar terhadap penyesuaian diri dan penyesuaian sosial.
8 20 1. Dampak Terhadap Penyesuaian Diri Orang dengan penerimaan diri mampu mengenali kelebihan maupun kekurangannya. Salah satu karakteristik orang yang penyesuaian dirinya baik adalah ia dapat mengenali dan menekankan kelebihannya terlebih dahulu dibandingkan dengan kekurangannya. Seseorang dengan penerimaan diri yang baik memiliki kepercayaan diri dan self-esteem yang baik. Ia mau untuk menerima kritikan. Ia bahkan membuat critical self-appraisals untuk membantunya mengenali dan memperbaiki kelemahannya. Penerimaan diri diikuti dengan personal security. Hal ini mendorong seseorang untuk percaya bahwa ia dapat mengendalikan permasalahan hidup dan bahwa ia diterima oleh orang-orang penting di dalam hidupnya. Orang-orang yang menerima dirinya mampu mengevaluasi diri secara realistis sehingga ia dapat menggunakan kapasitas dirinya secara efektif. Orang yang dapat menerima dirinya tidak mau menjadi orang lain. Ia puas dengan menjadi dirinya sendiri. Ia akan meningkatkan kualitas dirinya yang baik dan menghilangkan kuailtas diri yang buruk. 2. Dampak Terhadap Penyesuaian Sosial Penerimaan diri seseorang diikuti oleh penerimaan oleh orang lain. Orang-orang yang mampu menerima dirinya tertarik untuk berhubungan dengan orang lain dan merasa empati kemampuan
9 21 untuk menempatkan diri dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan orang lain. Hasilnya, ia akan memiliki penyesuaian sosial yang lebih baik. Orang-orang yang menerima dirinya memiliki toleransi kepada orang lain, mengabaikan kelemahannya. Toleransi juga sejalan dengan keinginan untuk menolong orang lain. Ia mau untuk membantu orang lain yang memerlukan bantuannya. Secara umum, semakin seseorang dapat menerima dirinya, ia akan lebih diterima orang lain di kehidupan sosial. II.1.E Ciri-Ciri Orang yang Menerima Dirinya Ciri-ciri orang yang menerima dirinya menurut Sheere (dalam Cronbach, 1963) adalah : a. Mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupannya. b. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan orang lain. c. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. d. Menerima pujian dan celaan secara objektif. e. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya.
10 22 Berdasarkan beberapa ciri di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri orang yang menerima dirinya adalah orang yang merasa dirinya berharga dengan menerima kekurangan dan kelebihan dirinya serta berpikir objektif akan kritikan atau celaan yang diterimanya. Sehingga mempunyai keyakinan untuk menghadapi kehidupannya dengan bertanggung jawab akan setiap perilakunya. II.2 Tunadaksa II.2.A Definisi Tunadaksa berasal dari kata tuna yang berarti rugi atau kurang, dan daksa yang berarti tubuh. Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, istilah yang sering digunakan untuk menyebut anak tunadaksa adalah anak yang memiliki cacat fisik, tubuh atau cacat orthopedi. Dalam bahasa asing sering dikenal dengan istilah crippled, physically handicapped, physically disable, dan sebagainya. Keragaman istilah yang dikemuakakan untuk menyebutkan tunadaksa tergantung dari alasan para ahli yang menentukan. Meskipun istilah yang dikemukakan berbeda, tapi secara material pada dasarnya memiliki makna yang sama (Pendidikan, 2006). Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1980 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat menyebutkan bahwa penderita cacat adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan memiliki kelainan fisik dan atau mental yang oleh karenanya dapat
11 23 menjadi rintangan atau hambatan bagi dirinya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Undang-Undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pada bagian penjelasan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara (Raharjo, dalam Wrastari, 2003). Menurut Mangunson (dalam Suranti, 2008) cacat fisik didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh seperti keadaan normal. Berdasarkan ketiga definisi di atas, cacat fisik adalah kelainan fisik dan atau mental sehingga timbul rintangan dan hambatan yang mengakibatkan tubuh tidak mampu berfungsi secara normal. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tunadaksa yang sering juga disebut cacat fisik adalah seseorang yang memiliki hambatan fisik yang mengakibatkan munculnya beberapa gangguan pada fungsi tubuh, seperti gerak tubuh ataupun mental yang tidak dapat berfungsi secara normal. II.2.B Penyebab Tunadaksa Suhartono (dalam Suranti, 2008) menemukan sebab-sebab cacat fisik sebagai berikut: 1. Cacat sejak lahir karena proses kelahiran individu sudah dalam keadaan cacat.
12 24 2. Cacat non bawaan adalah cacat yang dialami individu bukan sejak lahir tetapi terjadi pada masa pertumbuhan yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan dan peperangan. Menurut Koening (dalam Somantri, 2006), tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan, meliputi: 1. Club-foot (kaki seperti tongkat) 2. Club-hand (tangan seperti tongkat) 3. Polydctylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki) 4. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka) 5. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya) 6. Cretinism (kerdil atau katai) 7. Mycrocepalus (kepala yang kecil, tidak normal) 8. Hydrocepalus (kepala yang besar karena adanya cairan) 9. Herelip (gangguan pada bibir dan mulut) 10.Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu)
13 25 b. Kerusakan pada waktu kelahiran : 1. Erb s palys (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu kelahiran) 2. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah) c. Infeksi : 1. Tuberkolosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku) 2. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena bakteri) 3. Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan) 4. Tuberkolosis pada lutut atau sendi lain d. Kondisi traumatik : 1. Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan) 2. Kecelakaan akibat luka bakar 3. Patah tulang II.2.C Tunadaksa Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Koening (dalam Somantri, 2006) menyebutkan bahwa salah satu penyebab seorang individu menjadi penyandang tunadaksa adalah dikarenakan kecelakaan, yang mana salah satu bentuk kecelakaan adalah
14 26 kecelakaan saat berkendara yang sering dikenal dengan kecelakaan lalu lintas (Baltus, 1983). Hawari (1996) menyatakan bahwa pada dasarnya cacat fisik karena kecelakaan merupakan sumber stres yang menimbulkan depresi. Orang yang mengalami kecelakaan terkadang dihadapkan pada ketidakpastian mengenai keadaannya, apalagi setelah dia mengetahui keadaan fisiknya yang tidak sesuai dengan harapannya. Keadaan seperti ini bisa menyebabkan depresi sebab dia sendiri belum siap secara mental untuk menerima keadaannya. II.2.D Reaksi Terhadap Kondisi Tunadaksa Berbagai reaksi yang timbul pada tunadaksa dipengaruhi oleh berbagai faktor (Hurlock, 1974), yaitu : a. Usia ketika terjadinya cacat tubuh dapat mempengaruhi reaksi individu mengenai kondisi kecacatannya. Jika cacat tubuh terjadi pada awal kehidupan, biasanya penyesuaian yang terjadi akan sangat baik. b. Reaksi masyarakat cenderung lebih menyenangkan pada cacat tubuh daripada cacat mental. c. Berat ringannya kecacatan. d. Pengakuan adanya perbedaan. e. Sikap sosial atau masyarakat yang berakibat pada sikap individu. f. Sikap individu terhadap cacat yang ditentukan oleh sikap sosial.
15 27 II.3 Remaja II.3.A Definisi Pengertian remaja menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2007) adalah transisi perkembangan yang dimulai dari usia 10 atau 11 tahun hingga awal usia dua puluhan yang berhubungan dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Masa remaja diawali dengan dimulainya pubertas, sebuah proses yang mengarah kepada kematangan seksual atau kesuburan kemampuan untuk bereproduksi. Remaja menurut Dariyo (2004) adalah masa transisi satau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial yang berkisar di antara usia tahun sampai 21 tahun. Thornburg (dalam Dariyo 2004) membagi remaja ke dalam tiga tahap, yaitu remaja awal (usia tahun), remaja tengah (usia tahun), dan remaja akhir (usia tahun). Berdasarkan definisi di atas, masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang diawali oleh masa pubertas di usia 10 hingga 21 tahun dengan perubahan pada aspek fisik, psikis, dan psikososial. Masa remaja juga terbagi ke dalam 3 tahap, yaitu remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. II.3.B Tugas Perkembangan Remaja Pada tahap remaja, Havighurst (dalam Agustiani, 2006) menggambarkan delapan tugas perkembangan remaja yaitu:
16 28 1. Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan teman seusia dari kedua jenis kelamin. 2. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial. 3. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif. 4. Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. 5. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga. 6. Menyiapkan diri untuk karir ekonomi. 7. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam berperilaku mengembangkan ideologi. 8. Mencapai dan diharapkan untuk memiliki tingkah laku sosial secara bertanggung jawab. II.3.C Remaja Penyandang Tunadaksa Kondisi tunadaksa dapat terjadi pada siapa saja tidak terkecuali remaja. Remaja penyandang tunadaksa akan memiliki permasalahan, salah satunya adalah permasalahan pada gambaran tubuh (body image), yang merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja. Somantri (2006) menjelaskan bahwa kondisi tunadaksa yang dialami pada remaja akan membawa pengaruh pada persepsi gambaran tubuh mereka, hal ini merupakan bentuk permasalahan dalam perkembangan kepribadian pada tunadaksa. Kekurangan pada bagian tubuh remaja
17 29 penyandang tunadaksa dapat membuat mereka menunjukkan sikap rendah diri, cemas, dan agresif. Hill dan Mönks (dalam Mönks dan Knoers, 1999 : hal.268), menyatakan bahwa penyimpangan-penyimpangan pada masa remaja akan menimbulkan masalah-masalah yang berhubungan dengan penilaian diri dan sikap sosialnya, oleh karena itu kondisi tunadaksa pada masa remaja akan mempengaruhi penilaian diri remaja sedemikian rupa sehingga menghambat perkembangan kepribadian yang sehat. Conger (dalam Crider dkk., 1983), menyatakan bahwa cacat tubuh (tunadaksa) yang berat akan mempengaruhi penilaian diri remaja. II.4 Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Tunadaksa karena Kecelakaan Lalu Lintas Kondisi ketidaknormalan yang dialami oleh seorang remaja dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikisnya. Penyebab ketidaknormalan pada seorang remaja dapat terjadi karena bawaan lahir atau karena kejadiankejadian selama masa hidup yang menimbulkan bekas yang tidak normal. Walaupun kedua penyebab tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan kehidupan seorang remaja, namun penyebab yang dikarenakan tidak bawaan dari lahir akan lebih buruk mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis remaja tersebut. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang sudah
18 30 merasakan keleluasaan dalam hidupnya akan berat menerima ketika dihadapkan pada keterbatasan (Patty & Johnson, 1953). Salah satu kondisi yang membuat remaja menjadi tidak normal adalah kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat memakan korban jiwa dan dapat juga meninggalkan bekas luka yang sangat parah, dalam hal ini seperti amputasi pada salah satu anggota tubuh. Kondisi ketidaknormalan karena amputasi ini dapat disebut cacat fisik atau tunadaksa. Remaja tunadaksa karena kecelakaan lalu lintas akan mengalami berbagai macam dampak dari hilangnya salah satu anggota tubuhnya tersebut. Somantri (2006) menjelaskan dampak tunadaksa secara perkembangan sosial dan kepribadian, di mana secara perkembangan sosial anak tunadaksa akan memiliki konsep diri yang negatif akibat kerap kali mendapat ejekan dari lingkungan disekitarnya. Hal tersebut dapat membuat anak tunadaksa manarik diri dari lingkungan sekitarnya. Jika seorang remaja dibiarkan untuk tidak bergaul dalam lingkungan sekitarnya, maka remaja tersebut akan kehilangan kesempatan untuk bereksperimen mengenai peran dan ideologi yang berbedabeda yang nantinya akan disesuaikan dengan dirinya (Schultz & Schultz, 1994). Dampak lainnya secara perkembangan kepribadian adalah anak tunadaksa kerap kali menunjukkan sifat rendah diri, cemas, dan agresif. Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh terlihat atau tidak terlihatnya kecacatan yang dimiliki yang berkaitan dengan gambaran tubuh.
19 31 Kecacatan yang dialami oleh remaja penyandang tunadaksa karena kecelakaan lalu lintas harus bisa diterima oleh remaja tersebut. Penerimaan akan dirinya yang tidak lagi sempurna ini akan membantu remaja tunadaksa lebih mudah menjalani kehidupan dengan kecacatan yang dimiliki. Penerimaan diri dapat membantu penyandang tunadaksa menjalani hidupnya agar lebih bahagia dan sejahtera walaupun dengan kekurangan yang dimilikinya. Penerimaan diri menurut Germer (2009) adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun pikiran yang ada pada dirinya dari waktu ke waktu. Orang yang menerima dirinya juga mampu merangkul apapun yang muncul atau ada dalam dirinya, menerima dari waktu ke waktu sebagaimana yang ada pada dirinya. Pada seorang remaja yang sedang mengalami berbagai macam perubahan seperti fisik, mental, maupun kehidupan sosial, tentunya penerimaan diri ini sangat dibutuhkan agar memperoleh kebahagian (Hurlock, 1993). Seseorang yang ingin menerima dirinya akan masuk dalam sebuah proses. Germer (2009) menjelaskan mengenai proses penerimaan diri yang dibagi ke dalam lima tahapan, yaitu tahap pertama adalah kebencian atau keengganan (aversion), pada saat seseorang dihadapkan pada kondisi tidak nyaman, maka orang tersebut akan merasa enggan atau benci pada hal yang membuatnya tidak nyaman tersebut. Tahap kedua adalah keingintahuan (curiosity), orang tersebut akan mulai untuk mencari tahu hal-hal yang berkaitan dengan perasaan tidak nyamannya tersebut seperti ada apa dengan perasaannya, apa yang terjadi, apa maksud dari perasaannya tersebut. Selanjutnya tahap ketiga
20 32 yaitu toleransi, individu tersebut mulai mengurangi perasaan tidak nyamannya, namun tetap mempunyai keinginan agar perasaan tersebut segera hilang. Tahap keempat adalah membiarkan perasaan datang dan pergi (allowing), individu membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi sebagaimana mestinya. Tahap terakhir dari penerimaan diri adalah melihat nilai-nilai yang tidak terlihat (friendship), individu sudah mulai beradaptasi dengan perasaan tidak nyamannya tersebut dan mulai melihat hikmah dari kondisi atau kejadian yang memberikan perasaan tidak nyaman terhadapnya. Pencapaian setiap tahapan penerimaan diri dapat dibantu dengan faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan diri yang dikemukakan oleh Hurlock (1974). Untuk bisa menerima dirinya seseorang harus paham akan dirinya sendiri. Hal tersebut merupakan faktor penerimaan diri yang oertama menurut Hurlock (1974). Orang yang memiliki pemahaman diri akan mengetahui potensi dalam dirinya yang dapat membantu untuk menciptakan konsep diri yang ideal untuk dirinya. Faktor kedua adalah harapan yang realistik, di mana harapan dengan pencapaian yang realistik akan memberikan kepuasan diri yang berpengaruh terhadap penerimaan diri. Faktor ketiga adalah tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, seseorang yang tidak mempunyai hambatan dalam lingkungannya akan lebih mudah mengetahui potensi yang ada pada dirinya dan mudah untuk menerima dirinya. Seseorang juga akan lebih mudah menerima dirinya apabila mendapat perlakuan yang menyenangkan dari masyarakat. Hal tersebut merupakan faktor keempat dalam penerimaan diri. Selanjutnya faktor kelima adalah tidak adanya gangguan emosional yang berat,
21 33 orang yang tidak memiliki gangguan emosional seperti stres akan lebih bahagia dan dapat memberikan evaluasi sosial yang baik yang menjadi dasar dari evaluasi dan penerimaan diri yang baik pula. Orang yang berhasil dan memperoleh kesuksesan akan mengarah terhadap penerimaan diri. Hal tersebut merupakan faktor keenam penerimaan diri. Identifikasi terhadap orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan mengembangkan sikap positif pada diri seseorang yang nantinya berpengaruh terhadap penilaian dan penerimaan diri yang baik. Faktor kedelapan adalah perspektif diri, orang yang melihat dirinya sama seperti orang lain melihat dirinya dikatakan dapat mendukung penerimaan diri. Pola asuh dimasa kecil juga mempengaruhi penerimaan diri karena hal tersebut berkontribusi terhadap konsep diri seseorang. Faktor terakhir adalah konsep diri yang stabil, di mana dalam hal ini seseorang yang menerima dirinya akan mampu melihat dirinya dengan cara yang sama sepanjang waktu.
22 34 II.5 Kerangka Teoritis Kecelakaan Lalu Lintas pada Masa Remaja Kondisi Traumatik: Amputasi Tunadaksa Menarik diri dari lingkungan, konsep diri negatif, rendah diri, cemas, agresif (Somantri, 2006) Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan Diri (Hurlock, 1974) pemahaman diri, harapan yang realistik, tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik, perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil. Penerimaan Diri Tahapan Penerimaan Diri (Germer, 2009) Aversion Curiosity Tolerance Allowing Friendship Keterangan: : melihat proses penerimaan diri : dipengaruhi Gambar 1. Gambaran Proses Penerimaan Diri Remaja Tunadaksa karena Kecelakaan Lalu Lintas
BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
15 BAB II LANDASAN TEORI A. Family Matters 1. Defenisi Konsep mattering didefenisikan sebagai sebuah persepsi mengenai kebermaknaan individu didalam lingkungan sekitarnya (Elliot,2009). Seseorang dapat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian diri 1. Pengertian penyesuaian diri Menurut Satmoko (dalam Ghufron, 2011) penyesuaian diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri,
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI SISWA TUNADAKSA DI SEKOLAH UMUM (STUDI KASUS PADA SISWA PENYANDANG CEREBRAL PALCY, POLIOMYELITIS, DAN CONGENITAL AMPUTATION DI SMA/MA REGULER) Asrorul Mais Lailil Aflahkul Yaum Prodi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5).
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk
Lebih terperinciGAMBARAN PROSES PENERIMAAN DIRI REMAJA TUNADAKSA KARENA KECELAKAAN LALU LINTAS. Hana Zafirah Ardani* & Indri Kemala Nasution* ABSTRAK
GAMBARAN PROSES PENERIMAAN DIRI REMAJA TUNADAKSA KARENA KECELAKAAN LALU LINTAS Hana Zafirah Ardani* & Indri Kemala Nasution* ABSTRAK Penelitian ini bertujun untuk mengetahui bagaimana proses penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.
BAB II LANDASAN TEORI A. PENERIMAAN DIRI A.1. Definisi Penerimaan Diri Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.
1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Masa Remaja 1. Pengertian Masa Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunadaksa 1. Pengertian Tunadaksa Menurut Hikmawati (2011), penyandang tunadaksa adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinci: Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan : Septian Agung W./ : Anita Zulkaida, Spsi., Msi Abstraksi
Judul Nama/NPM Pembimbing : Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan : Septian Agung W./10503167 : Anita Zulkaida, Spsi., Msi Abstraksi Penyesuaian diri sangat penting dalam pembentukan pribadi,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Menurut Victor frankl sebagaimana dikutip Bastaman bahwa hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia adalah hasrat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang
9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gay 2.1.1 Definisi Gay Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang mempunyai orientasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel tuna daksa merupakan sebutan bagi mereka para penyandang cacat fisik. Ada beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada manusia hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia dilahirkan. Salah satu fase yang dilewati itu adalah masa remaja. Masa remaja merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan. 2.1.1 Pengertian Peranan. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut salah satu teori utama pemilihan pasangan, Developmental
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemilihan Pasangan 1. Pengertian Pemilihan Pasangan Menurut salah satu teori utama pemilihan pasangan, Developmental Process Theories, pemilihan pasangan adalah suatu proses penyaringan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan. kelebihan dan kekurangan dalam dirinya.
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Hurlock dalam Sari (2002:34) mengemukakan bahwa Penerimaan diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes
BAB V PEMBAHASAN A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes grafis dan observasi mendapatkan hasil yang berbeda pada masingmasing subyek. Penelitian yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Psychological Well-Being II.A.1. Definisi Psychological Well-Being Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff (dalam Strauser, Lustig, dan Ciftcy, 2008)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kecacatan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan oleh setiap individu karena dengan kondisi cacat individu mempunyai keterbatasan atau hambatan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
Lebih terperinciPENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNADAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR SKRIPSI
PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNADAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan mampu menjalani kehidupannya dengan baik, akan tetapi tidak semua orang mampu mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki keinginan untuk lahir dengan kondisi fisik yang normal dan sempurna, namun pada kenyataannya ada manusia yang tidak dapat mendapatkan kesempurnaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang semakin tinggi untuk mendapatkan suatu pekerjaan atau kesempatan bekerja bagi individu
Lebih terperinciPENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar
TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. artinya saling membutuhkan yang lain sebagai hal yang esensial dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial artinya saling membutuhkan yang lain sebagai hal yang esensial dalam hidupnya. Manusia tidak mampu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang
Lebih terperinciyang tidak terduga. Seperti seseorang yang mengalami kecelakaan, memperoleh penyakit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan luka sehingga merusak kesem
SELF-DISCLOSURE PADA REMAJA YANG MENGALAMI KETUNADAKSAAN KARENA KECELAKAAN ABSTRAK Seorang remaja yang menyandang cacat fisik (tuna daksa) bawaan yang sudah sejak lahir dihadapkan kepada kenyataan bahwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang
BAB II LANDASAN TEORI A. Dewasa Awal 1. Definisi dewasa awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila
BAB I PENDAHULULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang-orang yang cacat tubuhnya atau cacat fisik adalah mereka yang tubuhnya tidak normal sehingga sebagian besar kemampuannya untuk berfungsi di masyarakat
Lebih terperinciHubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel
Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak
7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat
Lebih terperinciPenyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI
Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami hakekat penyesuaian diri Mampu menjelaskan ciri penyesuaian diri yang efektif Mampu merefleksikan derajat penyesuaian diri sendiri
Lebih terperinciSTRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi
STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Diajukan oleh : DONA ENDARJANTI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri 1. Pengertian Penerimaan diri adalah sikap pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas kualitas, bakat bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinci