BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu lain (Candra & Ibung, 2008). Bentuk kekerasan ini dapat memberikan dampak buruk terhadap berbagai aspek kepribadian individu yang mengalaminya. Lebih lanjut, Engel (2002) mengemukakan kekerasan emosi sebagai bentuk dari setiap perilaku tanpa ada sentuhan fisik yang dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol, mengintimidasi, menundukkan, merendahkan martabat, menghukum, atau mengisolasi orang lain dengan menggunakan penurunan status, penghinaan, atau ketakutan orang lain. Kekerasan emosi tidak hanya ditunjukkan dengan perilaku negatif melainkan juga dengan sikap negatif yang ditampilkan individu terhadap individu lain. Kekerasan emosi juga digambarkan sebagai bentuk cuci otak dengan menghilangkan kenyamanan individu yang mengalami kekerasan emosi, perasaan keberhargaan, kepercayaan, dan konsep diri secara perlahan. Daniels-Lake (2010) juga menyatakan bahwa kekerasan emosi merupakan segala hal yang berkaitan untuk menundukkan atau mengekspos seseorang dengan perilaku yang merugikan orang tersebut secara emosi maupun psikologis. Jantz & McMurray (2013) mengemukakan kekerasan emosi sebagai pola konsisten dalam memberi perlakuan secara tidak adil kepada orang lain dalam 22

2 periode waktu tertentu dan biasanya cukup lama. Kekerasan emosi dapat dilakukan secara sengaja untuk mengubah pandangan individu yang mengalami kekerasan emosi dengan tujuan untuk mengontrol individu tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kekerasan emosi merupakan setiap bentuk perlakuan tidak adil kepada individu lain yang dilakukan oleh orang yang sama secara sengaja dengan tujuan untuk mengontrol, mengintimidasi, dan mengisolasi individu tersebut secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. 2. Bentuk Kekerasan Emosi Kekerasan emosi tidak hanya dilihat dalam bentuk verbal atau perkataan melainkan juga dalam beberapa bentuk lainnya dengan berbagai tingkatan. Daniels-Lake (2010) mengemukakan beberapa bentuk kekerasan emosi yang dapat dilakukan dalam lingkungan sehari-hari, yaitu: a. Pengharapan yang salah Bentuk kekerasan emosi dilakukan dengan mengharapkan segala sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Sebaik apapun hasil kerja individu yang mengalami kekerasan emosi, pada akhirnya pelaku kekerasan emosi juga tidak menunjukkan kepuasan terhadap hasil tersebut. b. Menciptakan konflik dan krisis secara terus menerus Bentuk kekerasan emosi lain juga dilakukan oleh individu yang sengaja memulai pertengkaran, menciptakan masalah, dan berkonflik dengan orang lain secara terus menerus. Individu yang berperilaku seperti ini biasanya tidak 23

3 menyadari bahwa mereka melakukan kekerasan emosi tetapi dampak dari perilaku ini tetap dirasakan oleh individu yang mengalaminya. c. Pemerasan emosi Bentuk pemerasan emosi dilakukan secara sadar maupun tidak sadar dengan memaksa orang lain untuk mengikuti kehendak individu yang melakukan kekerasan emosi dengan cara memanipulasi perasaan takut, rasa bersalah, dan lain sebagainya dari individu yang mengalami pemaksaan. Hal yang menjadi fokus dalam tindakan ini adalah pemerasan emosi dilakukan sebagai bentuk kontrol atau dominasi. d. Perilaku agresi Perilaku agresi yang ditunjukkan dalam kekerasan emosi biasanya dilakukan secara langsung dan mudah dilihat. Perilaku ini termasuk memberi label nama, menyalahkan tanpa sebab, dan mengancam. e. Perilaku merendahkan Kekerasan emosi juga dapat dilakukan dalam bentuk kritikan yang diberikan secara terus menerus dan dapat terlihat seperti menyalahkan individu lain. Beberapa individu yang menunjukkan perilaku ini terlihat seperti ingin membantu individu lain. Namun, jika kritik diberikan secara terus menerus dan tidak untuk membangun, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan emosi yang digunakan untuk mengontrol individu lain. f. Penyangkalan Penyangkalan dapat berupa penolakan dari lingkungan sekitar atau lebih dalam lagi dapat mengbah pandangan, perasaan, dan kepercayaan. Hal ini 24

4 dapat terjadi ketika seorang menyangkal suatu kejadian yang diyakini individu lain sudah terjadi. Penyangkalan secara langsung dapat berpengaruh terhadap harga diri individu yang mengalaminya. Lebih jauh lagi, individu tersebut dapat mempertanyakan realita dalam hidupnya karena penyangkalan yang dialami akan membuat individu tersebut meragukan persepsi, pengalaman, atau pemikirannya sendiri. g. Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk dari penolakan termasuk menolak untuk mendengarkan, menolak untuk berkomunikasi, dan menarik diri secara emosi. Bentuk yang paling sering terlihat dari kekerasan emosi ini adalah mendiamkan orang lain. Tindakan ini sering digunakan untuk mengontrol individu lain yang mengalami kekerasan emosi ini. h. Penghapusan Kekerasan emosi ini dapat dilihat dalam bentuk menolak, menghakimi, mengolok, dan mengurangi perasaan atau pengalaman orang lain, serta tindakan yang bertujuan untuk mengontrol perasaan atau durasi waktu perasaan dapat muncul. Hal ini dapat menyebabkan seseorang merasa bahwa ia memiliki kegilaan atau kondisi mental yang buruk ketika sebenarnya ia memiliki mental yang sehat. i. Perilaku mendominasi Perilaku mendominasi biasanya terlihat dalam suatu hubungan ketika seseorang selalu mencoba untuk mengontrol perilaku dan pemikiran individu lain hingga membuatnya secara sukarela bergantung pada individu tersebut. 25

5 Ketika seorang individu didominasi oleh individu lain, ia akan kehilangan rasa hormat pada dirinya sendiri dan biasanya berlangsung dalam periode yang panjang. Hal ini dapat membuat individu tersebut memiliki perasaan tidak berharga karena kontrol yang selama ini terjadi membuatnya merasa bahwa ia tidak dapat menghadapi hidupnya. 3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Emosi Kekerasan emosi dapat terjadi tanpa disadari baik olrh individu yang melakukan kekerasan maupun individu yang mengalami kekerasan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan seorang melakukan kekerasan emosi, antara lain: (Einarsen, Hoel, Zapf, & Cooper, 2003; Susilowati, 2008) a. Pernah mengalami kekerasan emosi b. Memiliki persepsi bahwa efek dari kekerasan emosi tidak akan terlihat di lingkungan c. Ingin menjaga citra diri terutama pada lingkungan yanfg menanamkan budaya hirarki d. Ingin mengontrol lingkungan e. Adanya media sosial yang menunjukkan kekerasan emosi dalam lingkungan 4. Dampak Kekerasan Emosi Menurut Jantz & McMurray (2009) kekerasan emosi yang berlangsung dalam periode yang cukup lama dapat menjadi pengalaman traumatis yang tidak terselesaikan. Pengalaman kekerasan emosi yang dialami individu dapat bervariasi dan menyerang aspek kepribadian. Oleh karena itu, dapak yang dirasakan juga bervariasi mulai dari ketidakpuasan dalam membangun sebuah 26

6 hubungan, berbagai bentuk kecemasan, gangguan tidur, kesulitan dalam proses belajar, gangguan makan. Tingkat keparahan yang dialami akibat pengalaman kekerasan emosi tergantung dari bentuk kekerasan emosi dan durasi terjadinya pengalaman tersebut (McCluskey & Hooper, 2000). Hal ini juga didukung oleh pernyataan Gimpel & Holland (2003) yang menyatakan bahwa kekerasan emosi dapat berdampak pada kondisi psikolohis individu yang mengalaminya seperti perilaku kasar dan agresi, depresi, kegagalan dalam membentuk herga diri, mencari penerimaan orang lain secara berlebihan, takut akan penolakanm tidak mampu dalam membuat keputusan, bahkan mampu melakukan kekerasan verbal pada orang lain. Individu yang baru saja mengalami kekerasan emosi biasanya menunjukkan perasaan tidak berdaya, merasa bersalah, sendirian, ditolak, rendah diri, dan menghindar dari hubungan sosial (Jantz & McMurray, 2009). B. PENERIMAAN DIRI 1. Pengertian Penerimaan Diri Ciri utama dari individu yang sehat secara mental yaitu mampu memiliki penerimaan diri yang baik (Petranto, 2005; Widyarini, 2009). Menurut Hurlock (1974), penerimaan diri dapat dilihat dari sejauh mana seorang ondividu mampu menyadari karakteristik kepribadian yang dimilikinya dan bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut. Lebih lanjut, Widyarini (2009) mengemukakan bahwa individu yang sudah memiliki penerimaan diri berarti menerima semua 27

7 keberadaaan dirnya baik dari sisi kelebihan maupun kekurangannya dan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan tersebut. Individu yang menerima dirinya memmiliki penilaian yang ralistis dari sumber daya atau kelebihan-kelebihan yang ia miliki, di mana hal tersebut dikombinasikan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri tanapa memikirkan pendapat orang lain. Namun, bukan berarti bahwa ia tidak pernah merasa kecewa terhadap dirinya atau gagal mengenali kesalahannya sendiri sebagai suatu kesalahan melainkan tetap mengakui kegagalan dan kekecewaannya tanpa perlu menyalahkan diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1995). Berdasarkan beberapa pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa individu yang mampu menerima dirinya berarti mampu memahami dan menerima segala pengalaman dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri mereka, serta mengembangkan potensi dalam diri mereka tanpa merasa malu atau menyalahkan diri sendiri atas kekurangan yang dimiliki. 2. Karakteristik Individu yang Memiliki Penerimaan Diri Menurut Sherer (dalam Sari & Nuryoto, 2002), karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri, yaitu: a. Memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan b. Menganggap diri berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain c. Menyadari kekurangan serta kelebihan dan tidak merasa malu terhadap dirinya d. Berani memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya 28

8 e. Menerima pujian atau celaan yang diberikan pada dirinya secara objektif f. Mempercayai prtinsip-psinsip atau standar hidupnya tanpa dipengaruhi oleh opini orang lain g. Tidak merasa malu atau merasa bersalah atas dorongan dan emosi-emosi yang ada pada dirinya 3. Tahapan Mencapai Penerimaan Diri Germer (2009) menyatakan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki pandangan positif mengenai siapa dirinya sesuai dengan kenyataan yang ia alami. Namun hal ini tidak mucul dengan sendirinya melainkan harus dikembangkan oleh individu tersebut. Oleh karena itu, peneriman diri dibentuk dalam tahapan-tahapan berikut: (Germer, 2009) a. Penghindaran (aversion) Reaksi awal individu jika dihadapkan dengan perasaan yang tidak menyenangkan biasanya adalah sebuah penolakan dengan berusaha untuk menghidari situasi tersebut. Sedangkan beberapa orang lain memilih untuk melakukan pertahanan atau berusaha mencoba menghilangkan situasi tidak menyenangkan tersebut. Beberapa orang lain bereaksi dengan melakukan perenungan terhadap kondisi yang ia alami. Hal ini merupakan reaksi naluriah setiap individu ketika berhadapan degan situasi yang tidak menyenangkan. b. Keingintahuan (curiosity) Ketika penghindaran tidak berhasil dalam menghilangkan perasaan tidak menyenangkan yang dialami, biasanya akan muncul rasa penasaran mengenai 29

9 situasi dan kondisi yang terjadi hingga perasaan tidak menyenangkan muncul pada individu yang mengalami hal tersebut. Hal ini membuat individu tersebut mulai mempelajari lebih lanjut permasalahan yang ia alami walaupun hal tersebut menimbulkan kecemasan pada dirinya. c. Toleransi (tolerance) Selanjutnya individu yang sudah memiliki informasi yang cukup mengenai kondisi tidak menyenangkan yang dialami akan memberikan toleransi terhadap perasaan tidak menyenangkan tersebut dengan menahannya dan membangun harapan bahwa perasaan tidak menyenangkan tersebut akan hilang dengan sendirinya. d. Membiarkan mengalir (allowing) Dalam pertahanan yang dibentuk selama individu tersebut membangun harapan bahwa perasaan tidak menyenangkan akan hilang dengan sendirinya, individu tersebut membiarkan perasaan tidak menyengkan datang dan pergi begitu saja. Ia secara terbuka membiarkan perasaan tersebut mengalir dengan sendirinya. e. Persahabatan (friendship) Pada akhirnya, individu yang mengalami perasaan tidak menyenangkan tersebut akan mulai bangkit serta mencoba untuk menemukan dan memberi penilaian lain terhadap kondisi permasalahan yang dialami. Hal ini membuat individu tersebut mulai merasa bersyukur atas manfaat yang ia dapatkan dari pengalaman dan perasaan sebelumnya. 30

10 4. Kondisi yang Mendukung Proses Penerimaan Diri Hurlock (1974) menjelaskan beberapa kondisi yang mendukung seseorang untuk dapat menerima dirinya sendiri, antara lain: a. Pemahaman diri Pemahaman diri adalah persepsi tentang diri sendiri yang dibuat secara jujur, tidak berpura-pura, dan bersifat realistis. Persepsi atas diri ditandai dengan keaslian (genuineness), apa adanya, realistis, jujur, dan tidak menyimpang. Pemahaman diri bukan hanya terpaku pada mengenal atau mengakui fakta tetapi juga merasakan pentingnya fakta-fakta tersebut. b. Sikap sosial yang mendukung Tiga kondisi utama yang menghasilkan evaluasi positif terhadap diri setiap individu yaitu; tidak adanya prasangka terhadap orang lain, adanya penghargaan terhadap kemampuan-kemampuan sosial, dan kesediaan individu mengikuti tradisi suatu kelompok sosial. Individu yang memiliki hal tersebut diharapkan mampu menerima dirinya. c. Harapan yang realistis Harapan yang realistis muncul jika seorang individu menentukan sendiri harapannya yang disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan dirinya berdasarkan kelebihan dan kekurangan dalam mencapai tujuannya, bukan harapan yang ditentukan orang lain terhadap dirinya. d. Tidak adanya hambatan lingkungan Ketidakmampuan untuk meraih harapan realistis dapat juga disebabkan oleh berbagai hambatan dari lingkungan. Bila lingkungan sekitar tidak 31

11 memberikan kesempatan atau bahkan menghambat seseorang untuk dapat mengekspresikan diri maka penerimaan diri akan sulit untuk dicapai. Namun, jika lingkungan dan significant others turut memberikan dukungan, maka kondisi ini dapat mempermudah pemahaman diri hingga individu tersebut memiliki penerimaan diri yang baik. e. Tidak adanya stres emosional Ketiadaan gangguan yang menyebabkan stres berat akan membuat individu dapat bekerja secara optimal, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif terhadap dirinya. Kondisi ini diharapkan dapat membuat individu tersebut mampu menghasilkan evaluasi diri yang positif sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai. f. Jumlah keberhasilan Saat seseorang mengalami keberhasilan atau kegagalan, ia akan memperoleh penilaian sosial dari lingkungannya. Ketika seseorang memiliki aspirasi tinggi, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh penilaian sosial tentang kesuksesan maupun kegagalan tersebut. Individu tersbeut kemudian akan menjadi lebih mudah dalam menerima diri sendiri terkait dengan kondisi di mana ia telah terpuaskan dengan keberhasilan yang telah dicapainya tanpa memikirkan pendapat lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan dirinya. g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik Ketika seorang individu mampu mengidentifikasi diri dengan orang lain yang memiliki penyesuaian diri yang baik, maka hal tersebut dapat membantunya dalam mengembangkan sikap positif dan menumbuhkan penilaian diri yang 32

12 baik. Lingkungan rumah dengan model identifikasi yang baik akan membentuk kepribadian sehat pada individu yang memiliki hal tersebut sehingga ia mampu memiliki penerimaan diri yang baik. h. Perspektif diri Individu yang mampu melihat dirinya sebagaimana perspektif orang lain memandang dirinya, akan membuat individu tersebut menerima dirinya dengan baik. Hal ini diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Usia dan tingkat pendidikan seseorang juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan perpektif diri sendiri. Sebuah perspektif diri yang baik memudahkan akses terhadap penerimaan diri. i. Pola asuh masa kecil yang baik Meskipun penyesuaian diri pada setiap individy berubah secara terusmenerus karena adanya peningkatan dan perubahan dalam hidupnya, hal tersebut dianggap dapat menentukan baik atau buruknya penyesuaian diri dengan mengarahkan pada masa kecilnya. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa kanak-kanak sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan diri seseorang tetap ada walaupun usia individu tersebut terus bertambah. Dengan demikian, pola asuh juga turut mempengaruhi bagaimana seseorang dapat mewujudkan penghayatan penerimaan diri. j. Konsep diri yang stabil Individu dianggap memiliki konsep diri yang stabil jika dalam setiap waktu ia mampu melihat kondisinya dalam keadaan yang sama. Jika seseorang ingin mengembangkan kebiasaan penerimaan diri, ia harus melihat dirinya sendiri 33

13 dalam suatu cara yang menyenangkan untuk menguatkan konsep dirinya sehingga penerimaan diri tersebut akan menjadi suatu kebiasaan. 5. Dampak Penerimaan Diri Hurlock (1972) menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik akan memiliki penyesuaian diri dan sosial yang baik. Hal ini merupakan dampak dari adanya poenerimaan diri individu seperti dalam pemaparan berikut: a. Penyesuaian diri Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik berarti mampu memahami segala kelebihan dan kekurangan dirinya. Salah satu karakteristik individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah memiliki keyakinan diri sendiri. Keyakinan ini muncul ketika individu sudah mengenali kekurangan dan kelebihan yang ia miliki, dengan kata lain, individu yang memiliki peneriman diri yang baik akan memiliki penyesuaian diri yang baik juga. Selain itu, individu yang memiliki penerimaan diri yang baik juga dapat menerima kritik terhadap dirinya tanpa ada penolakan sehingga dapat mengevaluasi diri secara realistis. Hal ini akan membantu individu tersebut dalam memanfaatkan potensi dalam dirinya secara efektif. b. Penyesuaian sosial Individu yang memiliki penerimaan diri biasanya akan merasa aman untuk berempati pada orang lain. Hal ini terjadi karena penerimaan diri biasanya diikuti dengan adanya penerimaan dari orang lain sehingga individu tersebut dapat lebih mudah merasa diterima oleh lingkungan sosialnya. Sedangkan 34

14 orang yang merasa rendah diri atau tidak adekuat dengan lingkungannya akan cenderung untuk bersikap dengan orientasi terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, individu yang memiliki penerimaan diri yang baik dapat memiliki penyesuaian sosial yang baik dengan adanya sikap empati terhadap lingkungan sosialnya. C. DINAMIKA PENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI KEKERASAN EMOSI Penerimaan diri dapat berarti menerima kelebihan dan kekurangan dalam dirinya serta pengalaman yang telah ia lalui tanpa adanya rasa bersalah atas kehidupannya. Individu yang sudah menerima kelebihan maupun kekurangan yang dimilikinya berarti sudah memiliki penerimaan diri yang tinggi sehingga ia tidak lagi merasa bersalah atas dirinya sendiri sebagai akibat dari tekanan dan penolakan yang dialami dari lingkungan dalam bentuk kekerasan emosi (Widyarini, 2009). Hurlock (1974) mengemukakan beberapa kondisi yang dapat mendukung penerimaan diri individu yakni pemahaman diri, tidak ada stres emosional, tidak ada hambatan lingkungan, dan lain sebagainya. Penerimaan diri dapat lebih mudah dicapai jika lingkungan mendukung dalam memberikan pemahaman dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri masing-masing individu. Dukungan ini berperan pada masing-masing individu karena pemahaman diri tidak didapatkan begitu saja melainkan melalui berbagai penilaian terhadap diri sendiri maupun pengalaman yang telah dilewati (Semiun, 2006). 35

15 Akan tetapi, beberapa individu lebih berfokus pada penerimaan dalam lingkungan sosial (Widyarini, 2009). Pola pikir, keyakinan, kebiasaan, dan nilainilai yang dianut dalam suatu kelompok masyarakat akan diadopsi begitu saja oleh anggota kelompok di dalamnya. Hal ini dilakukan agar ia dapat berpikir dan bertindak secara efisien, tidak berkonflik dengan anggota lain dalam kelompok tersebut. Namun terkadang, tidak semua nilai dan pola pikir suatu masyarakat sesuai dengan anggotanya secara personal. Meskipun begitu, mereka selalu dituntut untuk menerima nilai-nilai dalam lingkungannya, bahkan hal ini dapat menjadi sebuah tekanan kepada individu tersebut terutama ketika nilai-nilai dan pola pikir dalam lingkungannya tidak sesuai dengan dirinya sendiri. Pada akhirnya, tuntutan-tuntutan dalam lingkungan terlihat sebagai sebuah kekerasan yang berdampak pada kondisi psikologis korbannya (Gimpel & Holland, 2003), yaitu kekerasan emosi di mana individu yang mengalami hal tersebut akan merasakan ketidaknyamanan (Engel, 2002). Ketidaknyamanan ini membuat individu tersebut merasa ada permasalahan dalam hidupnya selama ia mengalami kekerasan emosi. Hal ini terjadi karena kekerasan emosi yang berlangsung selama periode tertentu dapat menjadi seperti sebuah permasalahan yang tidak terselesaikan bagi individu yang mengalaminya (Jantz & McMurray, 2009). Peterson, Maier, dan Seligman (1993) dalam bukunya menyatakan bahwa ketika permasalahan muncul secara terus menerus hingga individu tersebut merasa tidak sanggup untuk mengontrol kondisi yang sedang dihadapinya, maka akan muncul perasaan negatif seperti marah, cemas, dan depresi. 36

16 Kekerasan emosi dikatakan memiliki dampak sepanjang perkembangan kehidupan individu yang mengalaminya. Hal ini terjadi karena perkembangan merupakan tahap berkelanjutan yang terjadi selama proses kehidupan.. Pengalaman kekerasan emosi yang dialami dapat membuat individu merasa dirinya selalu melakukan kesalahan, tidak berguna, tidak dicintai, bahkan mengarahkan pada usaha untuk mengakhiri hidup (Daniels-Lake, 2010). Hal ini terjadi karena individu yang mengalami kekerasan emosi menyatakan bahwa mereka merasa hampa dan kebingungan dalam menjalani hidup, tidak memiliki hubungan dengan kenyataan, bahkan beberapa individu lain mengalami psikosomatis (Lachkar, 2004). Penelitian Rallis, Deming, Glenn, dan Nock (2012) mengenai hubungan antara emptiness dengan nonsuicidal self-injury juga menyatakan bahwa kekerasan emosi yang dialami pada masa kanak-kanak memiliki hubungan paling signifikan terhadap kehampaan yang dialami pada masa dewasa dan mengarahkan pada usaha menyakiti diri sendiri. Selain itu, kekerasan emosi dapat berupa ketidakpuasan pelaku kekerasan terhadap korbannya sehingga korban kekerasan emosi merasa bersalah atas dirinya walaupun ia tidak sedang melakukan suatu kesalahan (Susilowati, 2008). Dengan berbagai dampak yang dirasakan sebagai akibat dari pengalaman kekerasan yang terjadi pada hidupnya, korban kekerasan emosi akan mengalami hambatan dalam memahami dirinya yang sesungguhnya.ketidakmampuan dalam memahami potensi dan kekurangan dirinya membuat individu tersebut tidak mampu melihat lingkungan dan kehidupannya secara objektif sehingga ia 37

17 mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Semiun, 2006). Pada kenyataannya, terdapat beberapa individu yang juga mengalami kekerasan emosi mampu memahami dirinya dan menerima kelebihan, kekurangan, dan pengalaman yang telah dilalui sebagai bagian dari dirinya. Pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangan diri sendiri membuat mereka tetap bertahan menjalani kehidupan dan mengembangkan potensi dirinya walaupun tetap mendapat penolakan dari lingkungannya. Mereka tidak lagi menunjukkan tanda-tanda depresi, kecemasan, kesepian, bahkan mereka tidak lagi meragukan diri mereka sendiri. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melihat dinamika yang terjadi dalam diri individu yang mengalami kekerasan emosi hingga mencapai penerimaan diri dan menerima pengalaman kekerasan emosi sebagai bagian dari dirinya sehingga dampak negati dari kekerasan emosi yang dapat menghambat pengembangan dirinya tidak lagi dirasakan. 38

18 D. PARADIGMA BERPIKIR Pengalaman kekerasan emosi Bagaimana penerimaan diri korban kekerasan emosi? Tidak merasakan dampak Merasakan dampak: Depresi Gagal membentuk harga diri Menerima kelebihan, kekurangan, dan pengalaman sebagai bagian dari dirinya tanpa rasa bersalah Penerimaan diri Tidak mampu membuat keputusan Faktor pendukung: Pemahaman diri Tidak ada hambatan lingkungan Tidak ada stress emosional Pola asuh masa kecil yang baik Harapan yang realistis Sikap sosial yang mendukung Jumlah keberhasilan Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik Konsep diri yang stabil 39

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu. BAB II LANDASAN TEORI A. PENERIMAAN DIRI A.1. Definisi Penerimaan Diri Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami hakekat penyesuaian diri Mampu menjelaskan ciri penyesuaian diri yang efektif Mampu merefleksikan derajat penyesuaian diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA DENGAN LEBIH BAIK ERIK HADI SAPUTRA 1 BELAJAR MENGENALI DIRI ANDA MEMERLUKAN SATU SIFAT YANG SANGAT PENTING : KEJUJURAN 2 CITRA DIRI 1. CITRA TUBUH SOSOK YANG NYATA. KONKRET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, individu berkembang dari masa kanak-kanak yang sepenuhnya tergantung pada orangtua, ke masa remaja yang ditandai oleh pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan BAB ll TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Kebahagiaan A. Kebahagiaan Menurut kamus umum, kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasaan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Esteem 1. Definisi Self-Esteem Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri (self esteem) merupakan apa yang kita rasakan berdasarkan pengalaman yang kita peroleh selama menjalani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja cenderung diartikan oleh banyak orang sebagai usia bermasalah. Hal tersebut dikarenakan pada masa remaja banyak terjadi perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung yang beralamat di Jl. Cihampelas No 167. 2. Populasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi kehidupan setiap orang ialah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ialah masa yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI II.1Penerimaan Diri II.1.A Definisi Germer (2009) menyatakan bahwa orang yang menerima dirinya adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI

PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI Danu Hoedaya Ilustrator: Didin Budiman Kementerian Negara Pemuda & Olahraga Republik Indonesia Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Pengembangan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut. Dalam profesi kedokteran terdapat tiga komponen penting yaitu komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta komponen hubungan interpersonal antara dokter dan pasien.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan

Lebih terperinci

KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK ATAUPUN PSIKIS

KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK ATAUPUN PSIKIS KEPERCAYAAN DIRI ATAU LEBIH DIKENAL DENGAN ISTILAH PERCAYA DIRI/PD NIA SUTISNA PLB FIP UPI KEPECAYAAN DIRI YAITU SUATU KEMAMPUAN PENAMPILAN HIDUP SEHARI-HARI YANG DISADARI, BAIK BERUPA AKTIVITAS FISIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendefinisian dan klarifikasi istilah dilakukan di awal penelitian dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendefinisian dan klarifikasi istilah dilakukan di awal penelitian dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi Pendefinisian dan klarifikasi istilah dilakukan di awal penelitian dengan tujuan menyamakan persepsi mengenai hal yang sedang dibahas. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak belajar tentang banyak hal, sejak lahir ke dunia ini. Anak belajar untuk mendapatkan perhatian, memuaskan keinginannya, maupun mendapatkan respon yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017 oleh: Dr. Rohmani Nur Indah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Angket 1: Beri tanda berdasarkan pengalaman anda di masa kecil A. Apakah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran. 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran 1. Pengertian Emotional Abuse pada Remaja Akhir yang Berpacaran Menurut Jantz & McMurray (2003) emotional abuse sulit ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

Avoiding Reality in Counseling (Menghindari Realita Dalam Konseling)

Avoiding Reality in Counseling (Menghindari Realita Dalam Konseling) Avoiding Reality in Counseling (Menghindari Realita Dalam Konseling) Oleh: Rahayu Ginintasasi JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2008 Avoiding Reality in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah kelompok umur 10-20 tahun. Masa remaja terdiri dari tiga subfase yang jelas, yaitu masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

CHAPTER EIGHT Emotional Determinants. (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock)

CHAPTER EIGHT Emotional Determinants. (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock) CHAPTER EIGHT Emotional Determinants (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap

BAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap BAB IV ANALISIS Hasil penelitian ialah dari seluruh responden yang berjumlah III orang diketahui, dari II anak menyatakan bahwa dapat menerima sebagai anak yang memiliki ibu berstatus narapidana sejak

Lebih terperinci

Konsep diri, KDK, Sal

Konsep diri, KDK, Sal KONSEP DIRI S A L B I A H, S K p Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL 1. Teori Asosiasi Diferensial (differential association Theory) Teori ini dikembangan oleh Edwin Sutherland pada tahun 1930-an,

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan

Lebih terperinci