BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini akan dikemukakan dalam empat bagian yang disusun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini akan dikemukakan dalam empat bagian yang disusun"

Transkripsi

1 48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini akan dikemukakan dalam empat bagian yang disusun berdasarkan pertanyaan penelitian. Bagian pertama adalah hasil analisis pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengungkap keterampilan presentasi siswa. Pada bagian ke dua, dikemukakan kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peer assessment tersebut. Selanjutnya yang ke tiga adalah hasil analisis mengenai kemampuan siswa dalam melakukan peer assessment. Pada bagian terakhir, dikemukakan tanggapan guru dan siswa mengenai penerapan peer assessment pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengungkap keterampilan presentasi siswa. 1. Pelaksanaan Peer Assessment pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Mengungkap Keterampilan Presentasi Siswa Secara garis besar, terdapat lima kegiatan penting yang dilakukan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran Jigsaw. Kelima kegiatan tersebut adalah 1) Pemberian motivasi siswa; 2) Pemberian latihan melakukan peer assessment pada siswa; 3) Implementasi peer assessment pada pembelajaran Jigsaw alat indera; 4) Komunikasi hasil peer assessment kepada siswa; 5) Pemanfaatan hasil peer assessment. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu kronologi proses yang berurutan berdasarkan waktu

2 49 pelaksanaannya. Secara umum kronologi proses tersebut dapat diilustrasikan dengan gambar 4.1. Memberi informasi ttg p.a kpd siswa (pengertian, tujuan, keuntungan) Pemberian motivasi siswa Memberi tahu rencana penerapan p.a. pd pemb Siswa termotivasi Memberitahukan kontribusi hasil p.a thd nilai akhir Pengembangan & Negosiasi Kriteria Latihan p.a Diskusi aturan main p.a Task rubrik Simulasi menilai teman Observasi kel oleh observer Implementasi P.A. pada Pemb. Jigsaw Observasi kelas oleh guru Hasil observasi Nilai Feedback Komunikasi Hasil Siswa melakukan p.a presentasi Pengumuman langsung di kelas Informasi perseorangan Siswa guru Pemanfaatan Hasil Diskusi dgn guru dan staf kurikulum ttg kontribusi nilai p.a Gambar 4.1. Kronologi Proses Pelaksanaan Peer Assessment Ket : p.a : Peer Assessment (Sumber data : Catatan Penelitian)

3 50 a. Pemberian Motivasi Siswa Pada pertemuan pertama materi sistem ekskresi, dilakukan kegiatan pemberian motivasi kepada siswa. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memberikan informasi mengenai peer assessment di akhir pembelajaran. Informasi yang diberikan meliputi pengertian peer assessment, tujuannya, kelebihan peer assessment dari sistem penilaian yang lain, serta memberitahukan keuntungan yang akan didapatkan siswa jika mengikuti peer assessment. Selain itu siswa juga diberitahukan bahwa peer assessment akan dicoba untuk diterapkan pada pembelajaran kelompok. Pada kesempatan ini, guru juga mengajak siswa untuk turut berpartisipasi dalam pelaksanaan peer assessment. Siswa juga diberitahu bahwa hasil peer assessment ini akan memberikan kontribusi pada nilai akhir semester mereka. Hasil angket (gambar 4.2.) menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa (89,58 %) mengaku memahami adanya keuntungan mengikuti peer assessment dan berminat mengikuti peer assessment. Sementara itu, hasil observasi menunjukkan bahwa ketika siswa diberitahu manfaat atau keuntungan mengikuti peer assessment, mereka terkesan tak acuh dan tidak menunjukan ekspresi ketertarikan pada peer assessment. Hasil wawancara dengan siswa diketahui bahwa siswa merasa tidak berkepentingan dalam urusan penilaian karena hal tersebut merupakan tugas dan kewenangan guru....saya tidak begitu memikirkan itu, itu kan tugas guru... Setelah diyakinkan bahwa hasil peer assessment ini akan diusahakan dapat memberi kontribusi nilai pada rapor, barulah siswa terlihat berminat mengikuti

4 51 peer assessment. Siswa mengaku tertarik mengikuti peer assessment karena tertarik dengan kontribusi nilainya. Berikut adalah jawaban siswa saat ditanya mengenai alasan mengikuti peer assessment :...saya mengikuti peer assessment karena hasilnya akan dimasukkan jadi nilai psikomotor.... Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa peer assessment merupakan sesuatu yang baru bagi siswa yang menjadi subjek penelitian. Maka proses pemberian motivasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Proses pemberian motivasi pada siswa dapat dilakukan dengan cara memberitahukan informasi sedini mungkin kepada siswa mengenai peer assessment terutama mengenai tujuan dan manfaatnya. Kendala dalam kegiatan ini yaitu siswa tidak begitu merespon ketika diberitahu keuntungan yang menurut mereka abstrak. Siswa baru tertarik pada peer assessment setelah mengetahui bahwa nilai hasil peer assessment akan masuk menjadi nilai rapor. Hal ini berarti

5 52 bahwa siswa lebih tertarik mengikuti peer assessment jika menyadari adanya manfaat yang nyata bagi mereka. Bagi sebagian besar siswa nilai rapor adalah tolak ukur keberhasilan belajar. b. Latihan Peer Assessment Pemberian latihan peer assessment kepada siswa pertama kali dilaksanakan ketika pertemuan kedua materi sistem ekskresi. Pembelajaran saat itu menggunakan metode berfikir-berpasangan-berbagi (Think-pair-share). Diskusi singkat diadakan di awal pembelajaran untuk merumuskan kriteria penilaian komunikasi lisan siswa. Hasil observasi menunjukkan, hanya lima orang siswa (10,20 %) yang terlibat diskusi secara aktif. Artinya, dari 48 siswa yang hadir hanya sebagian kecil siswa saja yang ikut memberikan masukkan secara lisan. Siswa yang lain hanya mengikuti dan menyepakati apa yang didiskusikan. Siswa yang memberi masukkan pun harus dibimbing dengan pertanyaan-pertanyaan pengarah. Setelah mendapatkan kriteria sederhana, selanjutnya dilaksanakan pembelajaran. Di akhir pembelajaran, siswa dipersilahkan untuk memberikan penilaian terhadap komunikasi lisan temannya saat berbagi pemahaman materi (diskusi) berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil latihan pertama ini dapat disimpulkan bahwa ketika pengembangan kriteria dilakukan dengan cara diskusi langsung di kelas, hanya sebagian kecil siswa saja yang berkontribusi memberikan masukan kriteria

6 53 penilaian. Hal ini berarti diskusi langsung bersama seluruh anggota kelas tidak efektif untuk mengembangkan kriteria penilaian presentasi. Latihan tahap ke dua dilaksanakan saat pembelajaran materi sistem ekskresi manusia melalui metode Jigsaw. Pada kesempatan ini, kriteria penilaian dituliskan oleh guru di papan tulis. Kriteria yang digunakan adalah hasil penyusunan kembali oleh guru berdasarkan kriteria pada saat latihan pertama dengan penambahan dan pengurangan. Pada saat diskusi Jigsaw, siswa dipersilakan menilai setiap presentasi teman sekelompoknya menggunakan kriteria yang ada pada papan tulis. Penilaian ini menjadi tugas perseorangan dan boleh dikerjakan secara individual di rumah. Hasil penilaian harus dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. Siswa juga dipersilakan untuk menuliskan masukkan kriteria secara tertulis pada lembar penilaian tersebut. Berdasarkan hasil pengumpulan lembar penilaian, hampir seluruh kriteria yang diperoleh masih sama dengan kriteria yang dituliskan oleh guru di papan tulis pada awal pembelajaran. Siswa hanya mengubah kriteria dari segi struktur dan redaksi kalimat. Akan tetapi, ada hal menarik dari latihan ke dua ini. Sebagian besar siswa berinisiatif untuk membuat format penilaian yang sama untuk seluruh kelas dan format tersebut diketik rapih. Setelah itu mereka memperbanyak format tersebut dan selanjutnya masing-masing siswa menuliskan hasil penilaiannya pada format tersebut dengan tulisan tangan. Sebagian kecil lainnya mengerjakan penilain pada buku catatan khusus biologi. Kesimpulan dari hasil latihan kedua adalah bahwa ketika siswa diminta untuk mengerjakan penilaian di rumah, sebagian besar siswa cenderung malas

7 54 untuk mengerjakan karena memiliki banyak tugas akademik lain. Siswa diduga baru mengerjakan penilaian sesaat sebelum hasil penilaian harus dikumpulkan. Hal ini berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa format penilaian diperbanyak pagi hari sebelum pengumpulan lembar penilaian. Hal ini diperkuat dengan pengakuan siswa: format ini ada seorang yang bikin pak. Karena bagus, kami print dan terus difotocopy... fotocopynya tadi pagi, Pak. Hasil wawancara lainnya menunjukkan bahwa siswa mengaku memiliki banyak tugas yang harus dikerjakan...tugas kami banyak, Pak. Belum sempat mengerjakan, jadi kami mengerjakan tugas bapak tadi pagi... Latihan yang ketiga merupakan simulasi dari implementasi peer assessment. Kegiatan yang dilakukan adalah pembelajaran Jigsaw materi sistem koordinasi. Sebelumnya siswa telah diberi task untuk membuat poster. Sebelum mulai pembelajaran, siswa mendapatkan task dan rubrik penilaian presentasi. Selanjutnya, guru menjelaskan secara singkat isi task dan rubrik tersebut. Saat pembelajaran, siswa harus mempresentasikan posternya. Ketika presentasi berlangsung, siswa lain dalam kelompok tersebut menyimak dan mengobservasi presentasi. Penilaian dilakukan setiap presentasi selesai. Penilaian menggunakan kriteria hasil akhir pengembangan bersama siswa yang telah disusun menjadi rubrik. Pada latihan ini observer yang telah dilatih dua kali turut hadir untuk mencoba melakukan pengamatan gejala yang muncul pada saat diskusi kelompok. Observer juga memegang rubrik penilaian presentasi dan diminta untuk menyamakan persepsi pengamatan dengan siswa. Setelah pembelajaran selesai, siswa diberi lembar negosiasi yang berisi daftar kriteria

8 55 penilaian dan kolom tanggapan siswa terhadap kriteria tersebut disertai saran perbaikan rubrik dan task. Lembar tersebut dikumpulkan bersama hasil penilaian. Lembar negosiasi yang belum selesai diisi dapat dikumpulkan dua hari kemudian. Hasil dari kegiatan ini, lembar negosiasi yang kembali hanya sebanyak 27 lembar (56,2 %). Siswa yang tidak mengembalikan lembar negosiasi mengaku lembar tersebut hilang atau tertinggal di rumah. Dari jumlah yang kembali pada umumnya siswa menyetujui kriteria yang ada pada daftar dan mengaku telah mengerti kriteria yang diajukan. Dari 22 indikator kriteria yang ada pada daftar, kurang dari setengahnya yang dikomentari. Hasil kegiatan simulasi dapat digunakan untuk menyiapkan strategi mengantisipasi masalah yang mungkin muncul saat implementasi. Dalam simulasi ini, observer berusaha untuk menyamakan persepsi mengenai standar penilaian untuk meminimalkan perbedaan penafsiran amatan. Akan tetapi perbedaan penilaian siswa dan observer tetap terjadi. Pemberian lembar negosiasi dapat menjaring keterangan mengenai pemahaman siswa terhadap kriteria. Kesimpulan yang dapat ditarik dari latihan ke tiga adalah bahwa simulasi peer assessment penting untuk dilakukan. Hasil latihan peer assessment sebanyak tiga kali menunjukkan bahwa hampir separuh siswa (47,92 %) mengaku tidak ikut serta memberikan masukkan dalam pengembangan kriteria penilaian presentasi. Dari alasan angket diketahui bahwa rata-rata siswa mengaku pasif dan siap menerima saja hasil pengembangan kriteria. Hasil angket dan catatan penelitian mengenai kontribusi siswa dalam pengembangan kriteria presentasi disajikan dalam gambar 4.3.

9 56 Hasil akhir pengembangan kriteria didapatkan 30 kriteria presentasi. Sebagian besar dari kriteria ini adalah hasil pengembangan peneliti dan observer, hanya sebagian kecil saja dari kriteria ini yang merupakan hasil masukkan dari siswa. Ketika ditanyakan pada siswa tentang pengembangan kriteria, siswa menjawab Saya hanya ikut setuju saja karena takut salah. Jadi menurut saya kriteria langsung aja tetapkan oleh guru! Saya akan setuju-setuju saja asal kriterianya jelas. 4.16% Tidak memberi masukan 10.20% kriteria Memberi masukan tertulis 37.72% 47.92% Memberi masukan secara langsung dan lisan Tidak menjaw ab/tidak mengisi angket Gambar 4.3. Kontribusi sisw a dalam mengembangkan kriteria presentasi Hampir seluruh siswa (87,50 %) mengaku memahami aspek-aspek (kriteria) yang akan dinilai beserta standar penilaian yang ada pada lembar penilaian. Seluruh siswa (100 %) juga mengaku mengetahui aturan main peer assessment. Dalam catatan peneliti, hampir seluruh siswa selalu mengikuti latihan yang diadakan sebanyak tiga kali. Selain itu, seluruh siswa setidaknya pernah mengikuti latihan menilai.. Tapi hasil angket menunjukkan bahwa tidak semua siswa mengaku pernah mengikuti latihan. Hanya 89,58 % siswa yang mengaku pernah mengikuti latihan. Diduga siswa yang mengaku tidak pernah mengikuti latihan adalah yang tidak mengikuti simulasi dan yang tidak menyadari bahwa

10 57 sebenarnya latihan itu dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran sebelumnya. Hasil angket secara lengkap ditunjukkan dengan gambar 4.4. Kesimpulan dari pelaksanaaan latihan peer assessment ini adalah: 1) pengembangan kriteria dengan melibatkan siswa kurang efektif jika dilakukan melalui diskusi langsung bersama seluruh siswa di kelas; 2) pengembangan kriteria dengan sistem tertulis pun kurang mendapatkan apresiasi siswa; 3) negosiasi kriteria dapat memberikan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa akan kriteria penilaian serta didapatkan kesepakatan akan standar penilaian; 4) simulasi peer assessment penting dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik pada siswa mengenai apa yang harus ia lakukan; 5) kegiatan simulasi dapat menberikan gambaran kesulitan yang muncul pada pelaksanaan peer assessment sehingga guru dapat menyusun strategi untuk mengantisipasinya.

11 58 c. Implementasi Peer Assessment Tahap implementasi peer assessment dilangsungkan pada pembelajaran materi alat indera manusia dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, lalu-lintas guru tidak terlalu lancar karena jumlah siswa banyak sementara ruangan sempit. Kehadiran 12 orang observer menambah sesak ruangan kelas. Namun, mobilitas guru masih dapat dilakukan ke setiap kelompok. Suasana kelas saat pembelajaran ribut karena pada saat bersamaan setidaknya ada 12 orang siswa yang melakukan presentasi. Akan tetapi menurut pengakuan seluruh observer, mereka masih bisa mendengar dengan jelas suara siswa saat presentasi. Kegiatan presentasi tidak begitu terhambat oleh adanya peer assessment karena dalam task sudah diatur kapan siswa harus menilai dan kapan siswa harus menyimak dan melakukan presentasi. Kegiatan peer assessment juga berlangsung lancar, tidak terhambat oleh kejadian apapun. Selain itu, terdapat satu orang siswa yang materi presentasinya sama dengan rekannya yang lain karena siswa tersebut tidak hadir saat pembagian tugas kelompok dan rekannya tidak memberitahu. Presentasi siswa dengan materi yang sama tidak begitu diperhatikan rekan sekelompoknya. Siswa mengaku materi yang disampaikan sudah tidak menarik lagi karena sudah dipresentasikan sebelumnya jadi terkesan mengulang. Secara umum kegiatan peer assessment lancar, hanya saja sebagian kecil siswa tidak memberikan alasan penilaian untuk seluruh kriteria, padahal telah disediakan kolom untuk itu. Diduga siswa malas untuk memberikan komentar atau tidak tahu alasan apa yang harus dituliskan.

12 59 Berdasarkan angket siswa, sebagian besar siswa (68,75 %) merasa waktu yang diberikan untuk menilai teman sekelompok cukup luang. Hal ini mengindikasikan bahwa penilaian siswa akan lebih akurat karena tidak dikejar waktu. Secara umum, situasi pembelajaran saat impelmentasi peer assessment dapat disimpulkan berlangsung baik. Waktu yang diberikan selama lima menit untuk setiap kali peer assessment cukup luang, karena setiap siswa sudah memahami benar kriteria dan standar penilaian. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Setidaknya, 88,89 % dari waktu yang tersedia untuk pembelajaran saat itu digunakan oleh siswa untuk belajar dalam kelompok Jigsaw. Porsi guru sebagai pusat kegiatan saat itu hanya 11,11 % yaitu saat membuka dan menutup kegiatan.. Waktu pembelajaran menjadi bertambah karena ada anggota kelompok yang menggunakan waktu presentasi lebih dari yang disediakan. Selain itu, siswa juga terlena dengan diskusi sehingga memakan waktu yang lebih. Presentasi materi yang sama menurunkan antusiasme siswa. Siswa menganggap presentasi materi yang sama hanya ulangan presentasi sebelumnya. Menurut catatan peneliti dan observer, siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari tidak satupun siswa yang izin keluar kelas atau melakukan aktivitas lain yang mengganggu jalannya pembelajaran. Diduga hal ini dikarenakan siswa tidak mau kehilangan point. Alasannya, dalam kriteria penilaian terdapat aspek mengikuti dan menyimak presentasi dengan serius dan empatik. Sebagian besar siswa (54,17 %) merasa konsentrasinya tidak terpecah ketika harus presentasi, menyimak sekaligus

13 60 menilai teman. Hal ini berarti sebagian besar siswa sudah mampu mengatur prioritas kegiatan. Dalam melakukan peer assessment, siswa mengaku jujur dalam menilai (100,00 %), tidak terpengaruh orang lain (87,50 %), tidak bergantung penilaian rekan yang lain (95,84 %), tidak berpihak pada teman yang pintar dan sahabat (91,67 %), dan tidak menjelekan penilaian pada orang yang tidak disukai (95,24%). Dalam catatan peneliti dan observer, siswa memang mengerjakan penilaian sendiri-sendiri di tempat masing-masing. Menurut hasil wawancara non formal, siswa mengatakan...belum tentu teman yang lain benar dalam menilai, setiap orang kan mempunyai pendapat yang berbeda. Sebagian besar siswa (66,67 %) merasa percaya diri saat menilai teman. Hampir separuh siswa (39,58 %) mengaku takut salah dalam memberikan penilaian. Penilaian siswa sebagian besar (66,67 %) tidak dipengaruhi oleh suasana hati. Hasil angket mengenai kondisi siswa saat melakukan penilaian disajikan pada gambar 4.5. Sebagian besar siswa (64,58 %) mengaku merasa nyaman dan tidak terganggu saat dinilai dan saat melakukan penilaian. Walaupun ada observer yang mengawasi pada setiap kelompok, hampir seluruh siswa (93,75 %) sepakat merasa tidak terganggu saat presentasi. Begitu pula saat melakukan penilaian siswa hampir seluruhnya (91,67 %) mengaku tidak diintervensi atau diganggu oleh observer. Bahkan hanya sebagian kecil saja (18,75 %) yang mengaku merasa tidak nyaman dengan adanya observer. Hasil angket mengenai kondusifitas penilaian disajikan pada gambar 4.6.

14 61

15 62 Berdasarkan hasil temuan saat implementasi peer assessment, dapat disimpulkan bahwa kondisi siswa mendukung terhadap proses penilaian. Kondisi ini memberikan arti bahwa peer assessment dilakukan siswa dengan sungguhsungguh. Terdapat dugaan siswa berlaku seperti demikian karena ingin mendapatkan point sempurna dan diduga karena siswa merasa kinerjanya diamati oleh observer. Namun, terdapat sedikit gangguan. Menurut beberapa observer, siswa cenderung lebih peduli pada bagusnya presentasi daripada penilaian. Hal ini berarti, siswa lebih ingin mendapatkan nilai yang bagus dari presentasi daripada harus memberi nilai. Siswa memiliki anggapan bahwa bagaimanapun ia menilai temannya, tidak akan berpengaruh pada nilai yang diperoleh. d. Komunikasi Hasil Peer Assessment Setelah tahap implementasi, dilakukan tindak lanjut terhadap hasil peer assessment. Hasil penilaian yang didapatkan diolah oleh guru dan dijadikan nilai kemudian diumumkan di depan kelas dihadapan seluruh siswa. Hasil pekerjaan tiap siswa dibacakan satu-persatu. Berdasarkan data angket, sebagian besar siswa (95,84 %) mengaku mengetahui hasil pekerjaannya karena diumumkan oleh guru. Akan tetapi, hasil ini tidak dibahas dan tidak diberi komentar satu-persatu secara jelas karena waktu tidak cukup. Siswa juga tidak mendapatkan lembar hasil penilaian secara tertulis karena lembaran tersebut bersatu untuk semua kelompok. Siswa tidak begitu peduli dengan hasil penilaian presentasi. Terbukti dangan sikap siswa yang lebih peduli dengan nilai ulangan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya permintaan saat itu untuk mengumumkan hasil ulangan harian saja.

16 63 Kondisi ini mengindikasikan bahwa siswa memiliki pandangan bahwa nilai ulangan harian lebih penting dari hasil peer assessment. Diduga kuat siswa telah memiliki pemahaman bahwa yang paling penting dalam nilai rapor adalah nilai kognitif. Dalam pandangan siswa, nilai ini ditentukan oleh nilai ulangan harian dan ulangan umum, bukan oleh hasil peer assessment. Hampir seluruh siswa (85,41 %) merasa cukup puas dengan mengetahui bahwa hasil presentasinya diperiksa oleh guru. Berdasarkan angket siswa (79,17%) mengaku mendapatkan komentar dari hasil pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena saat siswa konsultasi perseorangan tentang hasil ulangan, guru memanfaatkan kesempatan itu untuk memberitahukan nilai presentasi dan memberi komentar pada siswa. Tidak terdapat cukup waktu dalam menyelenggarakan diskusi untuk memperdebatkan hasil penilaian yang diberikan temannya. Artinya siswa kurang mendapatkan kesempatan untuk protes dan klarifikasi nilai. Waktu yang disediakan oleh guru untuk mendiskusikan hasil peer assessment tersita oleh adanya remedial ulangan harian. Namun berdasarkan hasil angket, hampir seluruh siswa (79,17 %) mengaku percaya pada penilaian yang diberikan oleh temannya. Hampir seluruh siswa (87,50 %) juga tidak merasa dirugikan dengan penilaian yang diberikan oleh teman sendiri. Hasil angket mengenai komunikasi hasil penilaian disajikan dalam gambar 4.7.

17 64 Berdasarkan temuan pada kegiatan komunikasi hasil penilaian, dapat disimpulkan bahwa siswa kurang begitu peduli dengan hasil peer assessment. Siswa lebih peduli pada hasil ulangan harian. Dibutuhkan waktu khusus untuk melaksanakan diskusi untuk membahas hasil peer asssessment. Pelaksanaan peer assessment ini memberikan feedback bagi siswa dan guru. Feedback ini dapat dirasakan manfaatnya mulai dari sebelum pembelajaran, yaitu membuat siswa menjadi lebih mempersiapkan diri untuk mempelajari materi yang akan dipresentasikan (89,58 %), dan siswa berusaha menampilkan kinerja terbaik saat belajar karena mmengetahui akan dinilai oleh teman (93,75 %). Sebagian besar siswa (70,83 %) mengaku menjadi tahu kekurangannya dalam melakukan presentasi dan menilai teman sendiri dari hasil penilaian sesama. Terlebih lagi, hampir seluruh siswa (81,25 %) mengaku mempunyai rencana untuk meningkatkan kemampuannya dalam menilai setelah mengetahui hasil peer assessment.

18 65 Guru juga mendapatkan manfaat dari feedback yang diperoleh. Guru punya rencana untuk lebih sering melaksanakan pembelajaran kooperatif yang bisa mengakomodasi pengembangan presentasi siswa. Hasil wawancara dengan guru pun menggembirakan, karena beliau mengatakan saya akan mencoba menerapkan peer assessment pada setiap pembelajaran tapi metode pembelajaran dan aspek yang diukurnya bervariasi. Guru juga berencana akan merekomendasikan presentasi dengan metode seperti ini daripada presentasi atau diskusi kelas karena terbukti efektif. e. Pemanfaatan Hasil Peer Assessment Ketika dilakukan upaya memanfaatkan hasil peer assessment untuk bisa berkontribusi pada nilai akhir siswa, guru mendapatkan kendala yang berat. Awalnya guru menentukan perbandingan bobot penilaian guru dan siswa adalah 1:3. Tapi kenyataanya justru nilai presentasi tidak berkontribusi sama sekali terhadap nilai rapor. Hal ini disebabkan karena guru penanggung jawab mata

19 66 pelajaran hanya meminta nilai hasil ulangan harian dan tugas saja. setelah menelusuri rekap nilai untuk rapor yang ada pada bagian kurikulum, ternyata pada umumnya guru tidak memanfaatkan nilai psikomotor. Ada juga yang nilai psikomotornya relatif sama untuk semua siswa. Begitu pula pada rekap nilai pada buku pribadi siswa di BK yang diminta dituliskan oleh guru hanyalah nilai kognitif saja. Diduga, terdapat pemahaman yang sama antara guru dan siswa bahwa nilai kognitif hasil belajar adalah aspek yang sangat penting dalam pembelajaran serta jeuh lebih penting dari nilai psikomotor. Dari temuan-temuan yang muncul sepanjang proses penelitian dapat dikemukakan mutu pelaksanaan dari masing-masing aspek peer assessment. Mutu pelaksanaan peer assessment tersebut disajikan pada tabel 4.2. Tabel 4.1. Mutu Pelaksanaan Peer Assessment No Aspek peer assessment Mutu pelaksanaan 1. Pemotivasian Siswa terhadap peer Baik, kendala yang ditemukan hanya sedikit dan assessment tidak berpengaruh signifikan 2 Latihan peer assessment sekaligus Pengembangan dan Negosiasi Kriteria Baik, kendala yang ditemukan hanya sedikit dan tidak berpengaruh signifikan Penilaian Presentasi bersama Siswa 3 Situasi/kondisi pembelajaran Baik, kendala yang ditemukan hanya sedikit dan tidak berpengaruh signifikan 4 Kondisi Siswa saat Pembelajaran Baik, kendala yang ditemukan hanya sedikit dan Berlangsung tidak berpengaruh signifikan 5 Komunikasi hasil penilaian bersama siswa Cukup baik, terdapat beberapa kendala yang cukup berarti namun masih dapat diselesaikan 6 Perolehan feedback dari peer sangat baik tanpa ada kendala apapun assessment 7 Pemanfaatan hasil pseer assessment kurang baik, kendala yang ditemukan sulit diatasi 8 Efisiensi Cukup baik, terdapat beberapa kendala yang cukup berarti namun masih dapat diselesaikan Secara umum, pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran kooperatif Jigsaw untuk mengungkap kemampuan presentasi siswa sudah baik. Namun

20 67 pelaksanaan tersebut tidak lepas dari adanya kendala sehingga pelaksanaannya belum optimal. 2. Kendala-Kendala yang Ditemukan dalam Pelaksanaan Peer assessment Berdasarkan temuan pada pelaksanaan peer assessment, dapat diidentifikasi kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran Jigsaw. Kendala-kendala tersebut disajikan pada tabel 4.3. Tabel 4.2. Kendala Yang Ditemukan Dalam Pelaksanaan Peer Assessment No Tahapan peer assessment 1 Pemotivasian Siswa terhadap peer assessment 2 Latihan peer assessment sekaligus Pengembangan dan Negosiasi Kriteria Penilaian Presentasi bersama Siswa 3 Situasi/kondisi pembelajaran Kendala yang ditemukan Siswa belum merasakan keuntungan peer assessment yang nyata sehingga pada awal pengenalan peer assessment siswa kurang begitu merespon. Hanya sebagian kecil dari siswa yang ikut mengembangkan kriteria penilaian Negosiasi sukar dilakukan melalui diskusi secara langsung Negosiasi tertulis kurang mendapat apresiasi siwa mobilisasi terganggu. suara gaduh. Faktor penyebab Siswa lebih tertarik untuk mengikuti ulangan. Selain itu, Siswa belum pernah melakukan peer assessment jadi belum merasakan manfaatnya. Siswa lebih percaya pada manfaat yang kongkrit seperti kontribusi terhadap nilai rapor Nilai rapor dianggap tolak ukur kesuksesan belajar Siswa mengaku pasif dan cenderung ikut-ikutan saja Waktu yang tidak memadai, tidak mungkin dilakukan di luar jam karena kesibukan siswa yang padat Siswa tidak begitu peduli pada kriteria penilaian Ruangan sempit, terlalu banyak siswa dan observer Presentasi serentak 4 Kondisi Siswa saat Pembelajaran Berlangsung 5 Komunikasi hasil penilaian bersama siswa Waktu pembelajaran melebihi alokasi Siswa cenderung lebih fokus atau peduli pada bagusnya presentasi daripada pemberian nilai. Nilai siswa tidak dikomentari satu-persatu di depan kelas secara langsung Siswa tidak mendapatkan lembaran hasil penilaian secara tertulis Beberapa presentasi siswa yang melebihi waktu dan siswa terlena dengan diskusi Kemampuan mempresentasikan dirasa lebih penting daripada kemampuan menila Waktu yang tidak memungkinkan, siswa yang tidak begitu peduli dangan hasil peer assessment

21 68 7 Pemanfaatan hasil peer assessment Tidak terdapat prosedur keluhan untuk memperdebatkan hasil penilaian Pemanfaatan nilai presentasi untuk nilai rapor tidak terlaksana 8 Efisiensi banyak waktu yang dibutuhkan untuk untuk menerapkan peer assessment Repot dalam mengelaola peer assessment Butuh biaya untuk pengadaan instrumen dan kebutuhan lainnya 9 Kendala lain Sulit untuk membuat instrumen untuk menilai komunikasi individu Ada siswa yang materi presentasinya sama terbentur sistem penilaian di sekolah, guru penanggunag jawab mata pelajaran hanya meminta nilai hasil ulangan saja Peer assessment ini baru dilakukan pertama kali jadi pasti banyak pengorbanan. Butuh waktu dan usaha yang keras sementara kesibukan guru bukan hanya ini Jumlah murid yang tidak pas, siswa tidak mendapatkan task. 3. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Peer Assessment Kemampuan siswa dalam melakukan peer assessment yang akan dilaporkan adalah mengenai indeks kesesuaian penilaian antara siswa dengan guru serta perbandingan nilai yang diberikan siswa dengan nilai yang diberikan guru. Dalam konteks ini guru diwakili oleh observer yang telah dilatih oleh peneliti. Siswa dan observer melakukan observasi terhadap amatan yang sama yaitu presentasi dengan menggunakan rubrik presentasi. Hasil penilaian antara siswa dengan observer kemudian dianalisis dan dicari harga indeks kesesuaian penilaiannya. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa hampir seluruh siswa (81,25 %) mampu melakukan peer assessment dengan baik. Sebagian kecil lainnya (18,75 %) berada pada kategori cukup.

22 69 Kel Tabel 4.3. Indeks Kesesuaian Penilaian Siswa dengan Observer Penilai % kesepakatan dengan observer Rata-rata % Penilaian Penilaian Penilaian kesepakatan ke-1 ke-2 ke-3 kategori A Cukup B Cukup C Baik D Cukup A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Cukup C Baik D Baik A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Baik C Baik D Baik A Baik B Cukup C Baik D Cukup A Baik B Baik C Baik D Cukup A Baik B Baik C Baik D Baik A Cukup B Baik C Cukup D Baik

23 70 Perbandingan antara nilai yang diberikan siswa dengan nilai yang diberikan guru dapat dilihat pada lampiran 4.5. Berdasarkan tabel tersebut, sebanyak 76 penilaian siswa (52,8 %) lebih rendah dari guru. Sebanyak 51 penilaian (35,4 %) lebih tinggi dari guru. Sisanya, sebanyak 17 penilaian (11,8 %) sama dengan penilaian guru. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan siswa memberikan nilai yang lebih tinggi daripada guru. Siswa melakukan penilaian sebanyak tiga kali. Total penilaian siswa adalah 144 penilaian. Berdasarkan data, hanya 11,11 % penilaian siswa yang konsisten selalu lebih rendah atau selalu lebih tinggi. Hasil penilaian lainnya tidak konsisten. Penilaian tersebut terkadang lebih tinggi atau lebih rendah dari guru. Hal ini menunjukkan adanya faktor subjektifitas dalam penilaian presentasi siswa. Setiap penilai memungkinkan untuk memiliki interpretasi berbeda dalam setiap amatan. Hanya terdapat 17 (11,80) penilaian siswa yang nilainya sama dengan observer. Nilai yang sama antar siswa dengan observer belum tentu menunjukkan indeks kesesuaian penilaian. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa siswa sudah dapat dikatakan mampu melakukan penilaian terhadap presentasi temannya. Akan tetapi, terdapat unsur subjektifitas dalam penilaian tersebut. Subjektifitas penilaian dipengaruhi oleh banyak variabel.

24 71 4. Tanggapan Guru dan Siswa Mengenai Penerapan Peer assessment a. Tanggapan Siswa Tanggapan siswa mengenai penerapan peer assessment pada pembelajaran kooperatif didapatkan dari hasil angket siswa. Angket diberikan setelah seluruh tahapan pelaksanaan peer assessment selesai. Gambar 4.9. menunjukkan hasil tanggapan siswa mengenai penerapan peer assessment. Berdasarkan hasil tersebut, pada umumnya siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap penerapan peer assessment. Hal senada juga didapatkan dari hasil wawancara siswa. Secara umum, hasil wawancara terhadap perwakilan siswa

25 72 menunjukkan bahwa peer assessment dapat digunakan untuk menilai proses presentasi siswa dalam kelompok dan siswa percaya bahwa peer assessment akan memberikan manfaat bagi mereka. Dengan demikian, peer assessment dapat diterapkan pada pembelajaran yang mereka laksanakan untuk menilai presentasi selanjutnya. b. Tanggapan Guru Tanggapan guru mengenai penerapan peer assessment pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengungkap kecakapan berkomunikasi lisan siswa didapatkan dari hasil wawancara dengan salah seorang guru biologi yang ikut serta mengamati pelaksanaan peer assessment. Namun, guru biologi yang diwawancara bukan guru yang mengajar di kelas penelitian. Beliau juga merupakan anggota staf kurikulum bagian akademik. Materi wawancara terbagi menjadi beberapa bagian yaitu: 1) kelebihan dan kelemahan peer assessment; 2) apresiasi terhadap peer assessment; 3) rencana penerapan peer assessment. 1). Kelebihan dan Kelemahan Peer Assessment Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa guru berpendapat peer assessment dapat mengungkap proses dalam kelompok. Peer assessment juga dianggap baik untuk menilai presentasi. Guru juga menganggap bahwa peer assessment dapat membantu meringankan tugasnya untuk menilai kegiatan yang sukar teramati. Berikut petikan wawancaranya: peer assessment dapat membantu guru dalam menilai kerja pada kelompok karena guru cuma ada seorang sementara siswa banyak. Jadi, penilaian akan lebih baik dan objektif jika dilakukan oleh sesama siswa....penilaian

26 73 presentasi dapat juga menggunakan peer assessment tapi kriterianya jangan banyak-banyak supaya siswa bisa lebih fokus dalam menilai. Menurut pengamatan guru siswa sudah mampu objektif dalam menilai. Siswa juga akan mendapatkan feedback positif dari peer assessment yang bermanfaat untuk memperbaiki kualitas belajarnya. Kendala dalam melaksanakan peer assessment menurut guru terutama adalah menyita banyak waktu untuk mempersiapkan segala keperluannya. Selain itu, peer assessment terkesan merepotkan. Hal tersebut yang membuat guru malas untuk melaksanakan peer assessment. 2) Apresiasi Guru Terhadap Peer Assessment Secara umum guru memberikan apresiasi yang sangat positif terhadap penerapan peer asssessment. Beliau setuju dengan penerapan peer assessment untuk menilai presentasi lisan siswa dalam kelompok. Beliau mengemukakan bahwa peer assesment juga dapat digunakan untuk menilai keterampilan proses yang lain. Menurut guru, peer assessment tidak mudah untuk diterima oleh beberapa guru yang ortodok. Alasan utamanya adalah merepotkan dan mereka cenderung berorientasi hasil. Padahal menurut beliau jika mau sedikit berusaha, peer assessment dapat dilaksanakan. Saya pribadi setuju dengan peer assessment, tidak hanya untuk komunikasi saja, bisa juga untuk menilai praktikum dan sebagainya. Namun, tidak semua guru bisa menerima inovasi. Biasanya guru yang ortodok tidak menerima sistem yang macam-macam. Kalau guru-guru muda mungkin bisa menerima peer assessment.

27 74 3) Rencana Guru untuk Menerapkan Peer Assessment Setelah mengamati proses pelaksanaan peer assessment pada pembelajaran kooperatif, guru memiliki rencana untuk menerapkan peer assessment pada pembelajaran yang ia laksanakan. Guru juga berencana untuk menerapkan peer assessment untuk metode belajar yang bervariasi agar siswa tidak bosan. Guru merencaranakan untuk menerapkan peer assessment dengan cara yang sederhana saja. hasil peer assessment menurut guru akan dimanfaatkan untuk nilai psikomotor siswa dan dapat dimasukkan menjadi nilai rapor. Guru berencana akan mendiskusikan penerapan peer assessment dengan guru biologi yang lain dalam forum MGMP. InsyaAlloh saya akan menerapkan peer assessment dalam pembelajaran, tapi tidak setiap saat, khawatir siswa jadi bosan. Metode p[embelajaran yang digunakan pun harus bervariasi agar tidak monoton....insya Alloh dalam forum MGMP akan saya diskusikan... Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru memberikan tanggapan yang sangat baik terhadap penerapan peer assessment. Guru menyadari akan arti penting dan manfaat peer assessment bagi guru dan siswa. Hal ini memberikan tanda bahwa penerapan peer assessment dapat dilaksanakan di sekolah ini. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa masalah yang penting untuk dibahas. Masalah tersebut berkaitan dengan kendala yang ditemukan dalam penerapan peer assessment pada pembelajaran kooperatif.

28 75 1. Pemberian Motivasi Siswa Hasil penelitian menunjukkan bahwa peer assessment adalah sesuatu yang baru bagi siswa. Sebelum penelitian dilakukan, siswa pada umumnya tidak mengetahui peer assessment dan belum pernah melaksanakan peer assessment. Siswa memandang bahwa penilaian adalah tugas dari guru. Hal ini selaras dengan pendapat yang diungkapkan oleh Brown et al. (1994), Zariski (1996) serta Lie dan Angelique (2003) bahwa siswa memandang guru lebih banyak tahu dalam hal penilaian. Siswa juga menyatakan bahwa mereka berada di sekolah untuk diajari bukan untuk mengajar. Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian motivasi kepada siswa penting dilakukan supaya siswa tertarik untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan peer assessment. Pemberitahuan rasionalisasi, tujuan dan keuntungan peer assessment akan membuat siswa dan tertarik untuk mengikuti peer assessment (Brown et al., 1994; Bostock, 2000; Lie dan Angelique, 2003). Berdasarkan hasil observasi saat kegiatan pemberian motivasi, siswa awalnya tidak menunjukkan ekspresi ketertarikan pada peer assessment. Siswa tidak bertanya lebih jauh mengenai peer assessment. Ternyata, siswa menganggap keuntungan dari peer assessment terlalu abstrak dan belum terasa manfaatnya. Hal ini dikarenakan siswa belum memiliki pengalaman mengikuti peer assessment sebelumnya, jadi manfaat peer assessment belum mereka rasakan. Setelah melaksanakan peer assessment, barulah siswa mengaku mengetahui tujuan peer assessment dan menyadari adanya keuntungan yang akan mereka peroleh dengan mengikuti peer assessment. Hal itu selaras dengan pendapat Zariski (1996) yang mengemukakan bahwa siswa perlu melaksanakan peer assessment terlebih dahulu

29 76 untuk merasakan manfaatnya secara langsung. Agar siswa tertarik untuk melaksanakan peer assessment, maka guru harus mengintegrasikan peer assessment pada pembelajaran yang positif, tidak mengancam dan menarik. Selain masalah tersebut, terdapat hal lain yang menjadi kendala dalam motivasi siswa untuk melaksankakan peer assessment. siswa pada umumnya memiliki pandangan bahwa nilai yang menjadi tolak ukur keberhasilan belajar mereka adalah nilai rapor. Dalam persepsi siswa yang mempengaruhi nilai rapor adalah aspek kognitif seperti hasil ulangan harian, ulangan umum dan tugas. Hal ini diperparah dengan metode pembelajaran dan penilaian konvensional yang biasa diterapkan oleh guru, sehingga pandangan siswa tersebut seolah-olah menjadi benar. Rustaman et al. (2000) menyebutkan bahwa kondisi penilaian di sekolah saat ini cenderung untuk menekankan pada penilaian hasil belajar kognitif dan melupakan aspek psikomotor. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam memberikan motivasi kepada siswa diperlukan adanya stimulus yang nyata dalam pandangan siswa. Peneliti memberitahukan pada siswa bahwa hasil peer assessment akan digunakan sebagai nilai psikomotor dalam rapor. Hal ini dilakukan agar siswa bersemangat untuk dapat melaksanakan peer assessment. Strategi ini ternyata sangat ampuh, siswa tertarik untuk mengikuti peer assessment. Bahkan, dalam alasan angket siswa mengaku bahwa mereka mengikuti peer assessment karena tahu hasilnya akan dimasukkan ke dalam nilai psikomotor pada rapor. Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan pemberian motivasi kepada siswa adalah bahwa pemberian motivasi penting dilakukan sebelum melaksanakan

30 77 peer assessment apalagi jika siswa belum berpengalaman dalam melaksanakannya. Pemberian motivasi dapat dilakukan dengan cara memberitahukan tujuan dan keuntungan peer assessment. Keuntungan peer assessment yang diberikan harus yang bersifat nyata dalam pandangan siswa. 2. Pengembangan Kriteria dan Latihan Peer Assessment Seperti yang telah disinggung sebelumnya, siswa pada umumnya belum berpengalaman dalam melakukan peer assessment. Oleh sebab itu pelatihan penting untuk dilakukan untuk memberi bekal pengalaman bagi siswa (Isaacs, 1999; Bostock, 2000; Wilson, 2002; Ho, 2003; Lie dan Angelique, 2003; Wheater et al., 2005; Zulrahman, 2007). Permasalahan yang ditemukan dalam latihan adalah hanya sebagian kecil siswa yang terlibat dalam pengembangan kriteria penilaian. Siswa mengaku pasif dan menerima saja apa yang telah ditentukan. Hal ini diduga bahwa siswa tidak memiliki resiko apapun jika tidak ikut mengembangkan kriteria. Siswa juga merasa lebih baik mengerjakan aktivitas lain daripada harus repot mengembangkan kriteria. Padahal, keikutsertaan siswa dalam pengembangan kriteria akan membuat siswa merasa lebih memiliki proses penilaian (Bostock, 2000). Selain itu, siswa juga akan lebih memahami kriteria penilaian jika mereka sendiri yang mengembangkannya (Lie dan Angelique, 2003). Pengembangan kriteria oleh siswa sebenarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap proses pelaksanaan peer assessment. Hal ini ditunjukkan dengan pelaksanaan peer assessment yang lancar. Siswa juga mengaku memahami

31 78 kriteria penilaian walaupun tidak ikut mengembangkan kriteria tersebut. Tidak ada jaminan bahwa siswa yang aktif dalam pengembangan kriteria akan sangat baik dalam kinerjanya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Wheater et al. (2005) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kontribusi siswa dalam mengembangkan kriteria dengan nilai kinerja siswa yang bersangkutan. Penilai tidak mempertimbangkan bahwa siswa yang dinilainya adalah siswa yang berkontribusi dalam pengembangan kriteria atau bukan. Dengan mempertimbangkan kurang efektifnya pengembangan kriteria penilaian oleh siswa, maka peneliti menyarankan untuk peer assessment yang diselenggarakan pada tingkat SMA pembuatan kriteria sebaiknya dilakukan oleh guru. Guru mengembangkan kriteria berdasarkan indikator presentasi. Kemudian hasilnya baru dikomunikasikan dengan siswa. Hal tersebut selaras dengan pendapat Isaacs (1999) bahwa terdapat alternatif dalam pengembangan kriteria penilaian yaitu dengan cara pengembangan kriteria dilakukan oleh guru atau guru memberikan lembaran kriteria untuk dipahami oleh siswa. Permasalahan lainnya adalah latihan terlalu menyita banyak waktu. Lie dan Angelique (2003) menyarankan agar proses persiapan peer assessment dilakukan di luar jam pelajaran. Namun, hal itu kurang memungkinkan untuk dilakukan pada penelitian ini mengingat siswa dan guru juga memiliki kegiatan lain. Selain itu, banyaknya kegiatan latihan membuat siswa menjadi jenuh. Hal ini selaras dengan pendapat Ho (2003) yang menyatakan bahwa peer assessment terkadang membuat siswa jenuh. Siswa merasa bosan karena harus terus menerus melakukan

32 79 penilaian, padahal mereka menganggap bahwa hal tersebut seharusnya bukan pekerjaan mereka. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa sebaiknya kegiatan pelatihan cukup dilakukan sekali saja asal efektif. Pengembangan kriteria lebih baik dilakukan oleh guru tanpa melibatkan siswa. Hal ini untuk menghemat waktu dikarenakan subjek penelitian umumnya kurang berani untuk memberikan masukan. Apalagi untuk hal yang dianggap kurang penting dan tidak beresiko apapun bagi mereka jika tidak terlibat. Hasil pengembangan tersebut lalu didiskusikan bersama siswa dengan tujuan agar siswa mengetahui dan memahami kriteria yang dinilai dan siswa mengerti apa yang ia cari ketika penilaian. Setelah itu, kriteria boleh dibawa dan didiskusikan bersama teman sekelompok masingmasing untuk disamakan persepsi penilaiannya. 3. Implementasi Peer Assessment pada Pembelajaran Kooperatif Tahapan implementasi berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan siswa sudah terlatih dalam situasi yang sama. Siswa lebih aktif dan antusias dalam pembelajaran. guru tidak lagi dominan dalam pembelajaran. Hal ini selaras dengan pernyataan Lie (2002) bahwa dalam kelompok belajar kooperatif, siswa lebih aktif dalam belajar. Selain itu, dengan melakukan penilaian, siswa menjadi terlibat secara aktif dalam presentasi (Wheater et al., 2005). Waktu penilaian yang melebihi alokasi jam pelajaran disebabkan adanya kelompok yang terlalu lama dalam presentasi dan diskusi. Padahal di awal pembelajaran siswa telah diberitahukan alokasi waktu untuk setiap presentasi

33 80 yang dilakukan. Bahkan, efisiensi waktu menjadi salah satu kriteria dalam penilaian. Pengelolaan waktu yang baik dibutuhkan oleh seorang presenter dalam presentasi.( tion%20assessment%20rubric.doc). Waktu yang melebihi alokasi ini diduga karena siswa terlena dengan waktu sehingga asyik berdiskusi. Hal ini menunjukkan bahwa peer assessment membuat presentasi siswa lebih hidup dan siswa lebih antusias. Namun, lebihnya waktu pembelajaran menjadi catatan dalam penelitian ini. Siswa juga mengaku nyaman dalam melakukan penilaian. Pembelajaran harus dilakukan dalam kondisi yang nyaman agar hasilnya baik (Rustaman et al., 2000) Namun, masih terdapat kendala dalam tahapan implementasi ini yaitu mobilisasi guru menjadi terhambat karena jumlah siswa yang banyak, ditambah dengan hadirnya observer, sementara ruangan kelas sempit sehingga suara kelas menjadi gaduh. Menurut Wheater et al. (2005), suasana kelas saat pelaksanaan peer assessment harus kondusif dan mendukung pelaksanaan peer assessment. Oleh sebab itu, saat impelmentasi siswa dibebaskan untuk menempati tempat yang paling dianggap nyaman dalam belajar. Kondisi siswa saat melakukan peer assessment sudah baik. Siswa jujur, tidak memihak, tidak bergantung pada suasana hati dan tidak merasa terganggu dalam penilaian. Pengelompokkan yang heterogen dan lintas kelompok sosial juga membuat kondisi siswa lebih baik dalam melakukan penilaian. Menurut Bostock (2000) dan Hughes (2006), kondisi siswa yang baik akan menentukan hasil penilaian. Hasil penilaian akan lebih akurat dan dapat dipercaya.

34 81 Menurut beberapa observer, dalam proses presentasi ada beberpa siswa yang lebih fokus pada bagus tidaknya cara penyampaian presentasi daripada memberikan penilaian. Hal ini berarti, siswa lebih ingin mendapatkan nilai yang bagus dari presentasi daripada harus memberi nilai. Siswa memiliki anggapan bahwa bagaimanapun ia menilai temannya, tidak akan berpengaruh pada nilai yang diperoleh. Hal ini dapat disebabkan karena siswa belum memahami bahwa kecakapan menilai merupakan hal yang penting untuk dimiliki (Bostock, 2000). Selain itu, siswa belum menyadari bahwa sebenarnya kecakapan dalam melakukan penilaian akan memberikan kontribusi terhadapa nilai.. Padahal, sebelum pembelajaran dimulai, guru telah memberitahukan bahwa kecakapan siswa dalam menilai juga akan diperiksa dengan cara mencocokkan jawaban penilaian dengan penilaian observer. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa saat implementasi tidak terdapat kendala yang begitu berarti. Kendala yang muncul hanya bersifat teknis dan human error yang masih dapat ditoleransi. Hal ini dikarenakan siswa telah memiliki pengalaman latihan, memahami kriteria dan task penilaian, sudah mulai senang dalam pembelajaran bahkan disuga siswa telah mulai merasakan manfaat dengan adanya peer assesment ini. 4. Komunikasi Hasil Penilaian Setelah tahapan implementasi selesai didapatkan hasil penilaian. Hasil penilaian ini dikomunikasikan kepada seluruh siswa dengan cara mengumumkan hasil penilaian di depan kelas. Hasil peer assessment penting untuk

35 82 dikomuniasikan agar siswa tahu kelemahannya dan mendapatkan feedback dari hasil penilaian tersebut (Ho, 2003; Wheater et al., 2005; Wilson, 2002) Tidak semua hasil penilaian dikomentari secara lisan satu persatu karena waktu yang tidak memungkinkan. Waktu yang tidak mendukung ini menyebabkan tidak terlaksananya diskusi untuk me-review hasil penilaian dengan semua anggota kelas. Padahal diskusi ini penting sebagi suatu prosedur keluhan untuk memperdebatkan hasil penilaian siswa (Wheater et al., 2005). Selain itu, ketika proses komunikasi hasil itu berlangsung siswa tidak begitu peduli pada hasil peer assessment, akan tetapi siswa lebih peduli pada nilai ulangan yang akan diumumkan saat itu juga. Kondisi ini berlangsung pada saat siswa akan mengahadapi ulangan umum dan siswa tersebut menunggu nilai ulangan harian yang akan diumumkan. Ketidakpedulian siswa terhadap hasil peer assessment ini dikarenakan siswa merasa bahwa penilaian tersebut tidak begitu penting. Pandangan siswa ini disebabkan selama ini penilaian terhadap kinerja dengan peer assessment tidak pernah dilakukan di sekolah. 5. Pemanfaatan Hasil Peer Assessment Kendala yang dirasakan paling berat dalam penerapan peer assessment ini adalah pemanfaatan hasil peer assessment untuk nilai sumatif. Menurut Bostock (2000), hasil peer assessment dapat digunakan untuk nilai formatif maupun sumatif. Pada awal penelitian, telah direncanakan bahwa hasil peer assessment ini akan diusahakan untuk dapat memberikan kontribusi pada nilai akhir (sumatif) siswa. Namun, hal tersebut tidak dapat terpenuhi karena hasil belajar siswa yang

36 83 dimanfaatkan untuk nilai sumatif saat itu adalah hasil ulangan harian dan ulangan umum saja. Peneliti telah merekomendasikan hal ini kepada guru penanggungjawab mata pelajaran. Namun, sepertinya untuk saat ini nilai hasil peer assessment belum dapat termanfaatkan sebagai nilai sumatif. Perlu perencanaan yang matang sehingga hasil peer assessment ini dapat dimanfaatkan untuk nilai sumatif. Hal ini juga didukung oleh pernyataan. Bostock (2000) bahwa biasanya guru tidak sempat meluangkan waktu untuk memasukkan hasil peer assessment ini menjadi nilai sumatif. Selain itu, hasil peer assessment ini masih harus dilakukan pengulangan karena dikhawatirkan belum reliabel. Dengan pertimbangan tersebut, Lie dan Angelique (2003) dan Zulrahman (2007) mengungkapkan bahwa hasil peer assessment ini lebih baik digunakan untuk kepentingan formatif saja. lebih jauhnya Biggs et al. (Bostock 2000) menyatakan bahwa peer assessment tidak semata-mata melibatkan siswa dalam membuat judgement (keputusan akhir) terhadap kinerja siswa lain melainkan lebih menitikberatkan kepada pengembangan kriteria dan memperoleh keterangan seputar peningkatan proses belajar siswa. 6. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Peer Assessment Berdasarkan hasil penelitian, terungkap bahwa hampir seluruh siswa (81,25 %) mampu melakukan peer assessment dengan baik. Sebagian kecil lainnya (18,75 %) berada pada kategori cukup. Keterangan tersebut mengindikasikan bahwa siswa sudah mempu menilai rekannya. Hal ini dikarenakan siswa telah mengalami latihan dengan baik. Latihan tersebut membuat mereka memahami

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan peer assessment pada kegiatan praktikum titrasi argentometri untuk menilai kinerja siswa SMK KIMIA kelas XI. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Penelitian ini menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu pelaksanaan peer assessment, model pembelajaran Jigsaw, dan kemampuan berkomunikasi lisan siswa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Asih Rohaeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Asih Rohaeni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi perlu dimiliki oleh setiap siswa. Sebagai seorang ilmuan, siswa diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kemampuan kinerja adalah aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kemampuan kinerja adalah aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Kemampuan kinerja adalah aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam kelompok selama berlangsung kegiatan praktikum, yang diharapkan muncul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena bertujuan untuk mengungkapkan suatu fenomena dalam pembelajaran dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Judul Halaman PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v x xi xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal dilakukan di kelas VIII E SMP N 2 Susukan semester I tahun ajaran 2012 / 2013 pada kompetensi dasar mendiskripsikan hubungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal dilakukan di kelas VII F SMP N 2 Susukan semester 2 tahun ajaran 2013 / 2014 pada kompetensi dasar mendiskripsikan Potensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, rancangan penelitian, instrumen penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian

BAB III METODE PENELITIAN. mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai implementasi peer assessment dalam penilaian komunikasi siswa melalui pembelajaran inkuiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum SDN Mangunsari 06 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN Mangunsari 06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Alamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian akan dijelaskan dalam beberapa bagian yaitu mengenai pelaksanaan peer dan self assessment, peer dan self assessment dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 2. Sumber belajar adalah daya yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan

BAB III METODE PENELITIAN. sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 2. Sumber belajar adalah daya yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan 33 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 2. Sumber belajar adalah daya

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Berdasarkan masalah yang ditemukan, metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto (2010:128), penelitian tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari pendidikan. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu persoalan penting bagi kemajuan bangsa. Dalam hal ini sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya proses pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan sebuah metode penelitian yang dilakukan di dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Motode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktikum juga dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. praktikum juga dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama dalam kelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses penemuan fakta, konsep, dan prinsip. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai hasil penelitian yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai hasil penelitian yang 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan secara rinci mengenai hasil penelitian yang meliputi temuan-temuan dari seluruh kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Orientasi dan Identifikasi Masalah Penelitian yang dilakukan penulis meliputi tiga kegiatan, yaitu : 1) kegiatan orientasi dan identifikasi masalah, 2) tindakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas II SD Kutowinangun 08. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu alat komunikasi untuk saling berinteraksi dalam kehidupan manusia baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini berawal dari keresahan penulis terhadap pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS masih dianggap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN. Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Bati-Bati Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut pada Tahun Pelajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PADA MATA KULIAH GEOGRAFI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2006A DI JURUSAN GEOGRAFI-FIS-UNESA Sri Murtini *) Abstrak : Model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri I Tulang Bawang Tengah Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri I Tulang Bawang Tengah Kecamatan 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Siklus I Kelas X ATPH dan X ATU Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri I Tulang Bawang Tengah Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat,

Lebih terperinci

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM

Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih. asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen BM 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Model Pembelajaran kooperatif dengan tipe Group Investigation ini masih asing bagi siswa kelas XI 6 Program Keahlian Multi Media SMK Kristen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas 4 SDN Salatiga 09. Total jumlah siswa di kelas 4 berjumlah 38 siswa, dengan total

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran dan Subyek Penelitian Sekolah Dasar Negeri Suruh 02 berlokasi di Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Subyek dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diperoleh data-data berupa hasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diperoleh data-data berupa hasil BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian tindakan kelas ini diperoleh data-data berupa hasil tes formatif dan tes sub sumatif yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa, hasil

Lebih terperinci

BAB II KEGIATAN PPL. a. Persiapan di Universitas Negeri Yogyakarta 1) Orientasi Pembelajaran Mikro

BAB II KEGIATAN PPL. a. Persiapan di Universitas Negeri Yogyakarta 1) Orientasi Pembelajaran Mikro BAB II KEGIATAN PPL A. KEGIATAN PPL Rangkaian kegiatan PPL dimulai sejak mahasiswa di kampus sampai di SMA Negeri 7 Purworejo. Penyerahan mahasiswa di sekolah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2014. Praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Tuntutan masyarakat semakin kompleks dan persaingan pun semakin ketat. Sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN Lalfakhiroh, Atmadji, Implementasi Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Teknik Komputer dan Jaringan IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal (Pra Siklus) Kondisi awal adalah kondisi belajar siswa sebelum penelitian tindakan kelas dilakukan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KEGIATAN PPL. a. Persiapan di Universitas Negeri Yogyakarta 1) Orientasi Pembelajaran Mikro

BAB II KEGIATAN PPL. a. Persiapan di Universitas Negeri Yogyakarta 1) Orientasi Pembelajaran Mikro BAB II KEGIATAN PPL A. KEGIATAN PPL Rangkaian kegiatan PPL dimulai sejak mahasiswa di kampus sampai di SMA Negeri 7 Purworejo. Penyerahan mahasiswa di sekolah dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2015.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN.

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN. Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 1, No. 3, Juli 2016 ISSN 2477-2240 (Media Cetak) 2477-3921 (Media Online) IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus 47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dua kali pertemuan dengan alokasi waktu untuk satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. profil sekolah penelitian baik penelitian tindakan kelas maupun penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. profil sekolah penelitian baik penelitian tindakan kelas maupun penelitian 62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Interpretasi Studi Awal 1. Deskripsi Studi Awal Deskripsi studi awal penelitian ini adalah dengan mendeskripsikan profil sekolah penelitian baik penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas melalui model pembelajaran langsung dengan permainan balok pecahan pada mata pelajaran matematika materi pecahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan telah mendorong berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan kooperatif tipe group investigation (GI) pada mata pelajaran IPS dengan materi Perjuangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VB SDN 25 Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VB SDN 25 Kota 8 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Refleksi Awal Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VB SDN Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VB SDN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3). 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan model yang efektif digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif menggunakan pendekatan student

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang menggunakan paham kontruktivisme pembelajaran merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. 21 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 20 Tolitoli Dinayanti Mahasiswa Program Guru Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Negeri Tlahap cenderung bersifat konvensional ceramah yang berpusat pada guru. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Observasi awal yang dilakukan di kelas IIIA SD Negeri Tlahap, peneliti berhasil menemukan beberapa permasalahan yang terjadi di dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tarigan dalam Munthe (2013:1), dalam silabus pada KD 13.1 disebutkan, bahwa salah satu kompetensi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan siswa berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Sekolah Dasar Negeri 08 Salatiga. Subyek yang menjadi fokus penelitian adalah siswa kelas 2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui metode pembelajaran kooperatif Think Pair Share yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui metode pembelajaran kooperatif Think Pair Share yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Pra Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Tindakan Kelas adalah merupakan salah satu cara dalam perbaikan peningkatan kualitas dalam belajar dan pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Pra Siklus Peneliti terlebih dahulu melaksanakan observasi pembelajaran di kelas II MI Raudlatussibyan Sampang Karangtengah Demak pada hari Senin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Berdasarkan pengamatan hasil belajar kelas I SD Negeri 4 Boloh pada awal semester 2 Tahun pelajaran 2011 / 2012, banyak siswa yang kurang aktif,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 dilatarbelakangi oleh adanya masalah dalam pembelajaran IPS terutama masalah hasil belajar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini dilakukan melalui praktik pembelajaran di kelas 6 SD Negeri 2 Getas Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora, dengan jumlah siswa

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. dilaksanakan di MTs. Sunan Kalijogo Pati kelas VII A tahun ajaran 2013

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA. dilaksanakan di MTs. Sunan Kalijogo Pati kelas VII A tahun ajaran 2013 38 A. Pelaksanaan Lesson Study BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Kegiatan penelitian dimulai pada tanggal 21 September sampai 3 Oktober 2013 dengan dengan tiga kali siklus kegiatan dan pengamatan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN Deskripsi mengenai hasil penelitian merupakan jawaban atas rumusan masalah yang diungkapkan pada Bab I akan disajikan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR CERITA PENDEK MELALUI METODE JIGSAW inamika Vol. 3, No. 3, Januari 2013 ISSN 0854-2172 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI UNSUR-UNSUR ERITA PENEK MELALUI METOE JIGSAW S Negeri Kasimpar Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI 244 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 2, No. 1, 2008, hlm 244-249 HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI Wisnu Sunarto, Woro Sumarni, Eli

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil tempat di SMKN 12 Bandung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil tempat di SMKN 12 Bandung BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran setting Penelitian Penelitian Tindakan Kelas yang mengambil tempat di SMKN 12 Bandung ini, pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut : 1. Perencanaan,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN YULI AMBARWATI Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Berdasarkan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI KELAS X3 SMAN 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh: Hardani Endarwati

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada kelas X 1

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada kelas X 1 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada kelas X 1 dengan jumlah siswa 33 orang mulai tanggal 18 Oktober 2010 sampai 15 November

Lebih terperinci

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI Tulungagung PENERAPAN MODEL KOOPERATIF THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN KENDALREJO 01 KECAMATAN TALUN KABUPATEN BLITAR Oleh ; Ria Fajrin Rizqy Ana Dosen STKIP PGRI

Lebih terperinci

Mondang Syahniaty Elfrida Sinaga Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam Surel :

Mondang Syahniaty Elfrida Sinaga Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam Surel : PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE THINK PAIR SHARE PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM Mondang Syahniaty Elfrida Sinaga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Pra Tindakan

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Pra Tindakan BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Pra Tindakan Penelitian di kelas X 3 di SMA Negeri Kebakkramat dimulai dengan melakukan wawancara dan observasi sebleum pelaksanaan model pembelajaran Think Pair Share

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE TIMED PAIR SHARE UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

2015 PENERAPAN METODE TIMED PAIR SHARE UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, relevansi pendidikan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap bangsa karena melalui pendidikan warga negara akan siap dalam menghadapi setiap perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

Moh. Nurman Bagus Satrio Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata kunci: kalimat utama dalam paragraf, STAD

Moh. Nurman Bagus Satrio Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia. Kata kunci: kalimat utama dalam paragraf, STAD PENINGKATAN KEMAMPUAN MENEMUKAN KALIMAT UTAMA DALAM PARAGRAF PADA SISWA KELAS VIIB SMP 17 AGUSTUS 1945 CLURING MENGGUNAKAN METODE STAD TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Moh. Nurman Bagus Satrio Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. disarankan adalah penelitian tindakan. Dari namanya itu sendiri sudah. bukanlah kepentingan guru) (Arikunto, 2012:2).

BAB III METODE PENELITIAN. disarankan adalah penelitian tindakan. Dari namanya itu sendiri sudah. bukanlah kepentingan guru) (Arikunto, 2012:2). 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Proses Tindakan Pada dasarnya ada beragam penelitian yang dapat dilakukan oleh guru, misalnya penelitian deskritif, penelitian eksperimen, dan penelitian tindakan. Diantara

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN KINERJA DENGAN TEKNIK SELF ASSESSMENT SEBAGAI EVALUASI KINERJA MAHASISWA PADA PRAKTIKUM FISIKA DASAR II

BAB IV PENILAIAN KINERJA DENGAN TEKNIK SELF ASSESSMENT SEBAGAI EVALUASI KINERJA MAHASISWA PADA PRAKTIKUM FISIKA DASAR II BAB IV PENILAIAN INERJA DENGAN TENI SELF ASSESSMENT SEBAGAI EVALUASI INERJA MAHASISWA PADA PRATIUM FISIA DASAR II Hasil penelitian ini akan dijelaskan menjadi tiga bagian sesuai dengan pertanyaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa dikembangkan sesuai dengan bakat dan kemampuan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Sekolah Dasar Negeri Mangunsari 02 Salatiga dengan jumlah siswa 17 siswa. Sebelum dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Awal Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti terhadap hasil belajar siswa kelas 5 SDN Karangduren 04 sebelum dilaksanakan penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kegiatan belajar-mengajar berlangsung suatu proses pembelajaran dan evaluasi. Untuk mendapat out-put belajar-mengajar yang berkualitas diharapkan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 15 Bandar lampung pada kelas X 2

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 15 Bandar lampung pada kelas X 2 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 15 Bandar lampung pada kelas X 2 dengan jumlah siswa 28 orang mulai tanggal 29 April 2010 sampai 17 Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengarkan adalah salah satu komponen kecakapan yang dimiliki oleh seseorang ketika mereka memiliki kecakapan interpersonal skills yang baik. Sebuah komunikasi yang

Lebih terperinci

Oleh Saryana PENDAHULUAN

Oleh Saryana PENDAHULUAN PENDAHULUAN INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (Laporan Hasil Penelitian Tindakan kelas) Oleh Saryana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan yang paling utama dalam dunia pendidikan sekolah adalah terjadinya proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengurus surat izin penelitian dari

BAB IV HASIL PENELITIAN. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengurus surat izin penelitian dari BAB IV HASIL PENELITIAN A. Paparan Data 1. Paparan Data Pra Tindakan Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengurus surat izin penelitian dari Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas XI IPS2 SMA NEGERI 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas XI IPS2 SMA NEGERI 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas XI IPS2 SMA NEGERI 1 GROBOGAN semester II tahun ajaran 2013-2014 pada kompetensi dasar mengenal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini mengenai deskripsi pra siklus, deskripsi siklus 1, dan deskripsi siklus 2. Deskripsi siklus 1 tentang perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu aspek yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran yaitu kualitas proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Perencanaan Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Perencanaan Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team BAB IV HASIL PENELITIAN A. Perencanaan Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VII di SMP Negeri 3 Gunung Talang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Kondisi Awal Penelitian dilakukan di kelas IV SDN Watuagung 01 pada semester II tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 14 siswa pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebenarnya di lapangan sebagai data awal siswa sebelum peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebenarnya di lapangan sebagai data awal siswa sebelum peneliti BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pra Siklus Tahap pra siklus dilakukan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya di lapangan sebagai data awal siswa sebelum peneliti melakukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran BAB V PEMBAHASAN A. Pengelolaan Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Penilaian kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 19 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura Ni Wayan Lasmini SD Negeri 2 Tatura, Palu, Sulawesi Tengah ABSTRAK Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan demi mencapai suatu keberhasilan. usaha, kemauan dan tekat yang sungguh-sungguh.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan demi mencapai suatu keberhasilan. usaha, kemauan dan tekat yang sungguh-sungguh. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia semakin pesat. Hal ini ditunjukkan karena adanya peningkatan kualitas pendidikan yang semakin meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Meryland pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu fondasi yang menentukan ketangguhan dan kemajuan suatu bangsa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Menghitung Luas Bangun Datar Melalui Metode Penemuan Terbimbing di Kelas IV SD Negeri 3 Marowo Nurhasnah, Rizal, dan Anggraini Mahasiswa Program Guru Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci