ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT SKRIPSI MILA JAMILAH H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT SKRIPSI MILA JAMILAH H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

3 RINGKASAN MILA JAMILAH. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI) Sayuran adalah salah satu bagian dari subsektor hortikultura yang cukup penting. Konsumsi sayuran per kapita Indonesia tahun 2002 sebesar 32,89 kg/tahun meningkat menjadi 35,33 kg/tahun dan pada tahun Pemenuhan kebutuhan akan produk pertanian sebagian besar disuplai dari perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan kawasan perdesaan. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kawasan rintisan agropolitan yang didirikan pada tahun 2002 dengan komoditas unggulan wortel dan bawang daun. Permasalahan yang dihadapi petani wortel dan bawang daun di kawasaan agropolitan Cianjur adalah adanya risiko produksi. Hal ini dapat dilihat dari produktivitas wortel dan bawang daun yang berfluktuasi dari tahun Permasalahan lain yang dihadapi petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur adalah pemasaraan wortel dan bawang daun yang harus kontinu dilakukan setiap hari. Faktor risiko pada kegiatan produksi wortel dan bawang daun disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi wortel dan bawang daun pada faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti, pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Jika terjadi masalah dalam kegiatan produksi maka kegiatan pemasaran pun akan ikut terhambat. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dari kedua komoditas tersebut dan mencari strategi penanganan untuk mengatasi risiko produksi di kawasan agropolitan Cianjur. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur dan menganalisis alternatif penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Penelitian dilakukan di kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat yang meliputi dua Desa yaitu di Desa Sindang Jaya (Kecamatan Cipanas) dan di Desa Sukatani (Kecamatan Pacet) yang menjadi kawasan inti pengembangan agropolitan. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei Responden penelitian ini sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 petani wortel dan 30 petani bawang daun, diambil secara purposive. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani wortel dan bawang daun di lokasi penelitian. Sementara itu data sekunder diperoleh dari Agropolitan Cianjur, Dinas Pertanian Cianjur, Sub Terminal Agribisnis Cigombong, Direktorat Hortikultura, BPS, internet, dan buku literatur serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis risiko dengan perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation.

4 Dari hasil penilaian risiko menggunakan ukuran coefficient variation yang dilihat dari return produktivitas, diketahui bahwa budidaya wortel menghadapi risiko produksi sebesar 0,26. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,26 satuan atau 26 persen. Sedangkan risiko produksi budidaya bawang daun sebesar 0,29. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,29 satuan atau 29 persen. Strategi pengelolaan risiko produksi wortel dan bawang daun yang dapat diterapkan petani di kawasan agropolitan Cianjur bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Ada enam strategi yaitu, pertama, penyiraman pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan pada pagi atau sore hari untuk wortel dan penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih wortel disebar serta penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 minggu sekali pada pagi atau sore hari untuk bawang daun atau menggunakan mulsa plastik. Kedua, menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Penyemprotan dengan pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang daun dipanen serta melakukan penyiangan (ngoyos) sebanyak tiga kali selama musim tanam yaitu 30 HST menggunakan tangan, 60 HST menggunakan garpu kecil, dan 75 HST menggunakan tangan untuk wortel dan penyiangan (ngoyos) sebanyak satu kali selama satu musim tanam dan pembumbunan sebanyak dua kali selama satu musim tanam untuk bawang daun. Ketiga, meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat. Keempat, penggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP. Kelima, meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel dan bawang daun serta meningkatkan pengawasan terhadap petani penggarap. Keenam, melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.

5 ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT MILA JAMILAH H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat : Mila Jamilah : H Disetujui, Pembimbing Ir. Popong Nurhayati, MM NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tangal Lulus :

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2010 Mila Jamilah H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 28 Oktober Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Miran dan Ibu Sarinah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurun Najah I pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 10 Tangerang Selatan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 4 Tangerang Selatan diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis terlibat dalam organisasi intra kampus dan beberapa kepanitian. Penulis pernah menjadi pengurus Shariah Economics Student Club (SESC) divisi Usaha Mandiri tahun

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata ala atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan Agropolitan Cianjur. serta menganalisis alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dalam rangka pengembangan agribisnis wortel dan bawang daun di Indonesia khususnya di Kawasan Agropolitan Cianjur. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan masukan maupun referensi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, November 2010 Mila Jamilah

10 UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. dan Dra. Yusalina, MS. atas kritik dan saran serta kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian sidang Penulis. 3. Ir. Anita Ristianingrum, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan. 4. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 5. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, dan Dik Laela yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral maupun materi, serta menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini. 6. Qurrota A yun yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi. 7. Pengurus Agropolitan Cianjur, terutama Bapak Mulyadi yang bersedia memberikan bantuan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 8. Keluarga Bapak H. Sugilar serta petani wortel dan petani bawang daun yang telah bersedia menjadi responden peneltian ini. 9. Sahabat AGB43 yang selalu memberikan semangat kepada penulis serta sahabat kostan Bateng69. Bogor, November 2010 Mila Jamilah

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup... 8 II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Agropolitan Kajian Usahatani Wortel dan Bawang Daun Kajian Risiko Bisnis Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Konsep Risiko Sumber-Sumber Risiko Manajemen Risiko Kerangka Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Sampel Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Risiko Analisis Pendapatan Usahatani Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM WILAYAH Karakteristik Wilayah Kawasan Agropolitan Cianjur Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Sarana dan Prasarana Pendukung Pertanian di Kawasan Agropolitan Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat pendidikan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Pengalaman Bertani Luas Lahan xii xiv xv

12 5.2.6 Status Kepemilikan Lahan Pola Pengusahaan Lahan Pemasaran Wortel dan Bawang Daun Penggunaan Input Usahatani Wortel dan Bawang Daun Biaya Produksi Usahatani Wortel dan Bawang Daun Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Wortel dan Bawang Daun VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun Sumber-Sumber Risiko Produksi di Kawasan Agropolitan Cianjur Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani Alternatif Penanganan Risiko Produksi VII KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 84

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di IndonesiaTahun Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan CipanasTahun Produksi, Luas Panen, Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas Tahun Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Indonesia Tahun Pembagian Sampel Petani Wortel dan Petani Bawang Daun Per Desa Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sindangjaya dan Sukatani Tahun Persentase Umur Petani Wortel dan Bawang Daun di kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Tingkat pendidikan Petani Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Pengalaman Bertani Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Luas Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Status Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Persentase Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Persentase Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Rata-rata Penggunaan Input Wortel per 1000 m2 Menurut Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun

14 18. Rata-rata Penggunaan Input Bawang Daun per 1000 m 2 Menurut Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Wortel per Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun (Rp/1000m 2 ) Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Daun per Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun (Rp/1000m 2 ) Peluang dan Produktivitas Wortel dan Bawang Daun pada Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah di Kawasan Agropolitan Cianjur Nilai Expected Value, Variance, Standars Deviation, dan Coefficient Variation Wortel dan Bawang Daun Dilhat dari Return Produktivitas di Kawasan Agropolitan Cianjur Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Wortel Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Daun Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Wortel Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Daun Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Wortel yang Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Daun yang Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur... 71

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tingkat Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Risk-Uncertainty Continum Hubungan Antara Varian dan Expected Return Kerangka Pemikiran Operasional Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan Agopolitan Cianjur Tahun Komponen Biaya Produksi Wortel dan Bawang Daun per Musim Tanam pada Tahun Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih Usahatani Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih Usahatani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Rata-rata Produktivitas Wortel dan Bawang Daun per Musim Tanam pada Tahun

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Proses Produksi dan Hama PenyakitWortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Proses Produksi dan Hama Penyakit Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Konsumsi Sayuran Per Kapita IndonesiaTahun (Kg/Th) Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur Tahun (ton) Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun Saluran Tataniaga Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Analisis Usahatani Wortel per Musim Tanam (Rp/1000m 2 ) Analisis Usahatani Bawang Daun per Musim Tanam (Rp/1000m 2 ) Perhitungan Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun... 97

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor pertanian. Berdasarkan data yang terlihat pada Tabel 1, sebesar 14,39 persen penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor pertanian. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di Indonesia Tahun 2008 No Sektor Usaha PDB (persen) 1 Industri pengolahan 27,87 2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 14,39 3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,97 4 Pertambangan dan Penggalian 10,97 5 Jasa-jasa lain 9,76 6 Bangunan 8,46 7 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7,44 8 Pengangkutan dan Komunikasi 6,31 9 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,82 Total PDB 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) Sektor pertanian terdiri dari beberapa sektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura, dan perkebunan. Salah satu sektor yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka atau obat-obatan. Menurut data Departemen Pertanian Republik Indonesia (2009), nilai Produk Bruto (PDB) subsektor hortikultura dari tahun 2004 hingga 2008 mengalami peningkatan setiap tahun seperti digambarkan pada Tabel 2.

18 Tabel 2. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode No Kelompok Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp.) Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) Buah-buahan ,49 5,59 8,89 0,35 2 Sayuran ,34 4,36 1,78 3,46 3 Biofarmaka ,07 14,56 4,36 0,16 4 Tanaman Hias ,57 0,77 0,07 12,46 Total Hortikultura ,17 5,25 5,61 2,23 Sumber : Ditjen Hortikultura (2009) Sebagai penyumbang PDB pertanian yang cukup penting, subsektor hortikultura juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Subsektor hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting dan berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu bagian subsektor hortikultura yang cukup penting adalah sayuran. Pada tahun , perkembangan PDB sayuran terus meningkat dari Milyar Rupiah pada tahun 2004 menjadi Milyar Rupiah pada tahun 2008 (Ditjen Hortikultura, 2009). Dari sisi ekonomi, sayuran merupakan tanaman hortikultura yang penting karena mampu memberikan sumbangan kepada PDB hortikultura terbesar kedua setelah buah-buahan (Ditjen Hortikultura 2009). Kebutuhan sayuran akan selalu mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2009, pada tahun 2002 konsumsi sayuran per kapita Indonesia sebesar 32,89 kg/tahun, pada tahun 2005 meningkat 7,4 persen menjadi 35,33 kg/tahun dan pada tahun 2008 sebesar 39,45 kg/tahun atau meningkat sebesar 11,7 persen dari tahun 2005 (Lampiran 3). Pemenuhan kebutuhan akan produk pertanian sebagian besar disuplai dari perdesaan. Menurut Djakapermana (2003), kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Pengembangan agropolitan ini dilakukan agar terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan 2

19 agropolitan sebagai penyedia produk pertanian dengan wilayah kabupaten, kota maupun provinsi sebagai daerah konsumsi komoditas pertanian. Program Pengembangan Agropolitan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap perekonomian perdesaan sehingga sejak tahun 2003 Indonesia telah berada pada fase percepatan pertumbuhan ekonomi menuju pertumbuhan berkelanjutan (Wibowo, 2004). Menurut Departemen Pertanian (Deptan) tahun 2008, kawasan rintisan agropolitan dengan komoditas unggulan sayuran adalah kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat. Agropolitan Cianjur merupakan salah satu agropolitan yang cukup sukses karena banyak dikunjungi negara asing, sebagai tempat penelitian, dan sayurannya yang berkualitas baik. Kawasan agropolitan Cianjur memiliki beberapa komoditas unggulan seperti wortel, bawang daun, kubis, petsai, dan lobak (Tabel 3). Dilihat dari jumlah produksi (ton), wortel dan bawang daun merupakan dua komoditas yang paling banyak dibudidayakan di kawasan agropolitan Cianjur. Tabel 3. Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas Tahun Jenis Sayuran Produksi (ton) Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) Wortel , , , ,81-5,12-8,66-18,84 Bawang Daun 7.774, , , ,52 7,81-34,80 25,96 Kubis , , ,59-18,83 32,76-12,25 Petsai/ Sawi ,37-65,97 67,85-22,65 Lobak ,38 15,90-23,79 14,98 Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2009) Pada tahun 2005, produksi wortel di kawasan agropolitan Cianjur terus mengalami penurunan hingga tahun 2009 menjadi ton. Sementara itu, bawang daun mengalami fluktuasi produksi dari tahun Pada tahun 2006 produksi bawang daun mengalami penurunan menjadi 7.392,2 ton, lalu meningkat pada tahun 2007 menjadi ton, kemudian menurun kembali pada tahun 2008 menjadi 4.181,3 ton hingga akhirnya meningkat lagi sebesar ton pada tahun

20 Tabel 4. Produksi, Luas Panen, Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas Tahun Wortel Bawang Daun Tahun Luas Produk Luas Produk Produksi Produksi Panen tivitas Panen tivitas (ton) (ton) (Ha) (Ton/Ha) (Ha) (Ton/Ha) , , , , , , , , , , , , , , , ,19 Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2009) Wortel dan bawang daun juga merupakan dua komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Jumlah produksi wortel menempati urutan pertama terbesar dan produksi bawang daun menempati urutan kedua terbesar dari 23 jenis sayuran yang ada di kabupaten Cianjur dari tahun 2001 hingga 2008 (Lampiran 4). Produktivitas wortel dan bawang daun di kabupaten Cianjur juga mengalami fluktuasi produksi tiap tahunnya (Tabel 5). Tabel 5. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun Tahun Produktivitas (Ton/Ha) Wortel Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) Produktivitas (Ton/Ha) Bawang Daun Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) , , ,11 7,50 26,10-0, ,41-1,14 26,36 0, ,82-12,15 26,72 0, ,04-11,15 17,56-20, ,71 10,92 10,99-23,01 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2009) Dilihat dari sakala nasional, produktivitas wortel dan bawang daun ternyata juga mengalami fluktuasi produktivitas (Tabel 6). Wortel dan bawang daun termasuk ke dalam 10 komoditas sayuran unggulan Negara Indonesia dilihat dari jumlah produktivitasnya pada tahun 2008 (Lampiran 5). Produktivitas 4

21 nasional wortel terus mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga tahun Sedangkan produktivitas nasional bawang daun mengalami fluktuasi. Tabel 6. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Indonesia Tahun Tahun Produktivitas (Ton/Ha) Wortel Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) Produktivitas (Ton/Ha) Bawang Daun Persentase Pertumbuhan Pertahun (%) ,55 0 8, ,53 2,88 10,4 7, ,85 0,90 11,04 2, ,97-2,53 11,13 0, ,78-6,90 10,11-4, ,67-0,37 10,65 2,60 Sumber : Ditjen Hortikultura (2009) Produktivitas dari wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur yang relatif berfluktuasi mengindikasikan adanya risiko pada proses produksi. Adanya faktor risiko berpotensi menurunkan produksi kedua komoditas tersebut. Hasil produksi yang menurun bisa menyebakan potensi kerugian bagi pelaku usaha (petani). Agar potensi kerugian akibat fluktuasi produktivitas wortel dan bawang daun tidak terjadi maka kajian tentang risiko produksi cukup dibutuhkan petani. Berdasarkan keterangan tersebut, maka diperlukan penelitian untuk mengkaji bagaimana tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di Kabupaten Cianjur khususnya di kawasan agropolitan Cianjur. 1.2 Perumusan Masalah Wortel dan bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup penting dikonsumsi. Konsumsi wortel dan bawang daun yang cukup tinggi mengindikasikan permintaan kedua komoditas tersebut juga turut meningkat. Konsumsi wortel Nasional meningkat dari 0,94 kg/tahun pada tahun 2006 menjadi 1,14 kg/tahun pada tahun 2008 dan volume impor bawang daun meningkat kg/tahun pada tahun 2007 menjadi kg/tahun pada tahun 2008 (Ditjen Hortikultura, 2010). Hal ini merupakan peluang pasar untuk memenuhi permintaan konsumen. 5

22 Petani sayuran di kawasan agropolitan memasarkan produk mereka di sekitar wilayah Cianjur dan Jabodetabek seperti, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Bogor, Pasar Depok, Pasar Tangerang, Pasar Bekasi dan Pasar Cianjur. Selain pasar yang disebutkan di atas, pemasaran sayuran juga dilakukan ke restoran, hotel, dan supermarket. Khusus pemasaran sayuran ke restoran dan hotel hanya berada di wilayah Puncak-Cipanas. Pemasaran sayuran ke restoran, hotel, dan supermarket lebih sulit penanganannya dibandingkan dengan pemasaran ke pasar tradisional (Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Bogor, Pasar Depok, Pasar Tangerang, Pasar Bekasi dan Pasar Cianjur). Pemasaran sayuran ke restoran, hotel, dan supermarket membutuhkan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang sudah ditentukan sesuai dengan kontrak pembelian, seperti spesifikasi kualitas produk. Pemasaran sayuran di kawasan agropolitan Cianjur terutama komoditas wortel dan bawang daun ke pasar tradisional maupun restoran, hotel, dan supermarket dilakukan setiap hari. Maka dari itu untuk memenuhi permintaan sayuran terutama wortel dan bawang daun dibutuhkan kontinuitas produksi kedua komoditas tersebut agar pemasaran keduanya tidak terhambat. Harga jual wortel dan bawang daun dari petani merupakan harga yang ditentukan oleh harga kesepakatan pasar yang umumnya berdasarkan kondisi permintaan dan penawaran dari Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Namun, beberapa petani yang bisa memasarkan produk mereka ke restoran, hotel, atau supermarket mendapatkan harga yang umumnya lebih tinggi dibandingkan harga yang ditentukan pasar. Pada waktu pengambilan data, rata-rata petani memperoleh harga wortel sebesar Rp per kilogram dan harga bawang daun sebesar Rp per kilogram untuk pemasaran ke pasar Cianjur dan Jabodetabek. Produktivitas wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur mengalami fluktuasi dari tahun (Gambar 1). Produktivitas wortel terus mengalami fluktuasi tiap tahunnya dan produktivitas bawang daun terus mengalami penurunan meskipun pada tahun 2008 mulai meningkat. Gambaran mengenai tingkat produktivitas wortel dan bawang daun seperti yang terlihat pada Gambar 1 menunjukkan produktivitas kedua sayuran tersebut relatif berfluktuasi dengan produktivitas yang cenderung menurun. Produktivitas yang cenderung menurun mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi kedua 6

23 komoditas tersebut. Faktor risiko pada kegiatan produksi wortel dan bawang daun disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi wortel dan bawang daun pada faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti, pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Gambar 1. Tingkat Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2009) Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi dari wortel dan bawang daun. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditas wortel dan bawang daun memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Jika terjadi masalah dalam kegiatan produksi maka kegiatan pemasaran pun akan ikut terhambat. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. 2. Bagaimana alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. 7

24 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. 2. Menganalisis alternatif penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi petani wortel dan bawang daun khususnya di kawasan agropolitan Cianjur, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam manajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usahanya. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis wortel dan bawang daun. 3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis. 4. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Komoditas yang dikaji adalah wortel dan bawang daun. Hal ini dikarenakan komoditas ini adalah komoditas unggulan di kawasan agropolitan Cianjur. 2. Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko produksi serta alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi tersebut. 3. Penelitian ini menggunakan data input output usahatani selama tiga musim tanam pada tahun Data tersebut digunakan untuk mengetahui gambaran umum usahatani wortel dan bawang daun. Sementara itu, untuk menganalisis tingkat risiko produksi menggunakan data output selama 10 kali musim tanam. 8

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Agropolitan Menurut Dinas Pertanian Cianjur (2003), agropolitan terdiri dari dua kata yaitu agro dan politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota, sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di daerah kota. Definisi agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, mengelola kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya Kawasan agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa sentra produksi pertanian yang ada disekitarnya dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi ditentukan dengan memperlihatkan skala ekonomi. Program pengembangan agropolitan adalah program pengembangan yang berbasis pertanian di kawasan agribisnis yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergiskan berbagai potensi yang ada untuk mendorong, berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah Beberapa penelitian yang dilakukan di kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat diantaranya dilakukan oleh Pruliyan (2005), Hutagulung (2005), dan Mulhayati (2005). Penelitian Pruliyan (2005) mengkaji usahatani sayuran dan strategi pengembangan usahati sayuran dengan metode R/C rasio dan Matriks QSPM. Berbeda dengan penelitian Hutagulung (2005) yang mengkaji optimisasi produksi sayuran. Penelitian Mulhayati (2005) juga berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu mengkaji saluran pemasaran wortel dengan metode margin pemasaran dan farmer share. Pruliyan (2005) dalam penelitiannya Analisis Keragaan Usahatani dan Srategi Pengembangan Usahatani Sayur di Kawasan Agropolitan Cianjur menyatakan secara umum kegiatan usahatani masih layak dilakukan dengan nilai R/C rata-rata untuk petani berlahan luas adalah 1,23 dan pada petani berlahan sempit nilai R/C rata-rata sebesar 1,09. Tingkat pendapatan dan produksi sangat dipengaruhi oleh harga jual komoditi yang diusahakan. Berdasarkan hasil analisis

26 Matriks QSPM diperoleh strategi pembentukan lembaga penunjang serta sarana pendukung pertanian mendapat prioritas paling tinggi. Pilihan strategi selanjutnya adalah mengoptimalkanbperan dan fungsi dari kelompok tani. Kemudian pilihan berikutnya adalah pengembangan pertanian organik. Pilihan strategi keempat yaitu peningkatan kualitas SDM. Pilihan alternatif strategi terakhir yaitu pengembangan Agrowisata. Hutagulung (2005) dalam penelitiannya Optimisasi Produksi Sayuran di Kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat menyatakan pada kondisi aktual, lahan di kawasan agropolitan dialokasikan untuk pola I sebesar 9 persen, pola II sebesar 25 persen, pola III sebesar 2 persen, pola IV sebesar 16 persen, pola V sebesar 10,7 persen, pola VI sebesar 16 persen, pola VII sebesar 10,7 persen. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi aktual sebesar 39 milyar rupiah. Kondisi optimal menghasilkan tingkat alokasi lahan sebagai berikut pola I sebesar 13,7 persen, pola II sebesar 6,6 persen, pola III sebesar 0 persen, pola IV sebesar 22,4 persen, pola V sebesar 4,1 persen, pola VI sebesar 8,9 persen, pola VII sebesar 14,9 persen. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal sebesar 46,5 milyar rupiah. Mulhayati (2005) dalam penelitiannya Saluran Pemasaran Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur menyatakan berdasarkan perhitungan margin pemasaran dan farmer share, saluran pemasaran wortel yang paling efisien dan memberikan bagian terbesar untuk petani adalah saluran pemasaran II (petanipedagang pengumpul-pedagang pengecer(pasar TU Kemang Bogor)). Rasio keuntungan biaya tertinggi pada pemasaran wortel terdapat pada saluran pemasaran III (petani-pedagang pengecer(pasar Bekasi)), maka saluran pemasaran III dapat menjadi alternatif salauran pemasaran yang dapat digunakan jika prioritas yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan petani. 2.2 Kajian Usahatani Wortel dan Bawang Daun Wortel dan bawang daun merupakan dua jenis tanaman yang berumur pendek. Menurut Pitojo (2006), wortel (Daucus caroca L.) adalah tanaman yang berasal dari Asia Selatan dan Barat yang kemudian menyebar ke Cina dan seluruh daerah Mediteran. Tanaman ini tumbuh pada daerah yang sejuk dengan suhu 20 0 C 10

27 dengan ph tanah netral sekitar 6,6. Perkembangbiakkan wortel dengan cara penyerbukan pada bunganya. Tanaman wortel dapat dipanen setelah berumur 3-4 bulan, tergantung varietasnya. Menurut Cahyono (2005), bawang daun (Allium fistulosum L.) adalah tanaman yang berasal dari benua Asia yang memiliki iklim tropis. Keadaan iklim yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah suhu udara 19 0 C-24 0 C dengan ph tanah 6,5-7,5. Bawang daun yang ditanam dari bibit anakan bisa dipanen pada umur 2,5 bulan. Jika bibit yang ditanam berasal dari biji, bawang daun dapat dipanen pada umur 5 bulan. Beberapa penelitian dengan komoditas wortel dan bawang daun diantaranya dilakukan oleh Pasaribu (2007), Ruhmayanti (2008), Sumiyati (2006), dan Darwiyah (2006). Beberapa penelitian dengan komoditas wortel mengkaji analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, seperti yang dilakukan oleh Pasaribu (2007) dan Ruhmayanti (2008). Penelitian dengan komoditas bawang daun dilakukan oleh Darwiyah (2006) dan Sumiyati (2006). Selain itu ada pula yang menganalisis hanya usahataninya saja seperti yang dilakukan oleh Ruhmayanti (2008). Penelitian Pasaribu (2007), Darwiyah (2008), Sumiyati (2006) sama-sama menggunakan metode R/C rasio dan rasio NPM-BKM. Sedangkan penelitian Ruhmayanti (2008) hanya menggunakan metode R/C rasio. Pasaribu (2007) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal menyatakan, analisis pendapatan usahatani didapat bahwa R/C rasio atas biaya tunai sebesar 4,26 dan R/C rasio biaya total sebesar 2,45. Berdasarkan analisis faktor produksi, didapat model produksi dengan R 2 dan R 2 adjusted masing-masing sebesar 73,7 persen dan 65,9 persen. Dari model tersebut, penggunaan benih dan tenaga kerja pria berpengaruh nyata terhadap produksi wortel pada selang kepercayaan 95 persen. Sedangkan pupuk kandang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Dengan nilai elastisitas benih sebesar 0,542, penggunaan tenaga kerja pria sebesar 0,408, dan pupuk kandang sebesar 0,049. Selain itu penggunaan faktor produksi belum digunakan secara efisien karena rasio masing-masing faktor produksi tidak sama dengan 11

28 satu. Dimana rasio NPM-BKM lahan sebesar 1,35, benih sebesar 38,6, pupuk urea sebesar 2,37, pupuk TSP sebesar 11,36, pupuk KCl sebesar 10,48, pupuk kandang sebesar 33,78, obat cair sebesar -1,11, serta penggunaan tenaga kerja pria dan wanita masing.masing sebesar 3,24 dan -1,27. Ruhmayanti (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani Wortel di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani wortel dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat produksi wortel. Penelitian tersebut menyatakan bahwa usahatani wortel di desa Sukatani pada musim hujan dan kemarau layak karena nilai R/C atas biaya total baik pada kelompok petani strata I maupun strata II lebih dari satu. Sementara faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi wortel adalah luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk KCl, dan tenaga kerja. Darwiyah (2006) dalam penelitiannya Analisis Usahatani dan Sistem Penjualan Bawang Daun di Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur menyatakan penggunaan faktor produksi bibit, tenaga kerja, pupuk kandang, urea, NPK, dan pestisida belum efisien karena rasio NPM dan BKM lebih dari satu, sedangkan untuk faktor produksi pupuk TSP tidak efisien, karena rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Oleh karena itu penambahan penggunaan pupuk TSP tidak akan meningkatkan produksi karena penggunaannya sudah berlebihan. Faktor produksi bibit, pupuk kandang, dan TSP berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang daun, dan secara keseluruhan model layak atau signifikan pada taraf nyata lima persen, Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada kondisi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Hasil analisis pendapatan, baik atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total menunjukkan bahwa usahatani di daerah penelitian menguntungkan, karena penerimaannya lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan. sistem penjualan yang dilakukan terdiri dari sistem borong dan sistem jual langsung setelah panen. Sumiyati (2006) dalam penelitiannya Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus Desa Sindangjaya Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat) menyatakan nilai 12

29 R/C usahatani bawang daun pada kondisi optimal sebesar 8,13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2,32. Faktor produksi untuk lahan, bibit, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan wanita berpengaruh nyata, sedangkan pupuk TSP tidak nyata. Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale), hal ini ditunjukkan oleh jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21. Penggunaan faktorfaktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. 2.4 Kajian Risiko Bisnis Menurut Robison dan Barry (1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara konsep risiko dan ketidakpastian. Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman, maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko. Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian. Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan, dan risiko finansial (Harwood et al, 1999). Beberapa penelitian dengan kajian risiko dilakukan oleh Fariyanti (2008), Tarigan (2009), Sulistiawati (2005) dan Utami (2009). Fariyanti (2008) meneliti mengenai Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedaticity (GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Adapun komoditas yang diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah daripada 13

30 kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi (portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan harga produk adalah dengan mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obatobatan, dan tenaga kerja. Sementara strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yaitu dengan penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan serta berkelompok pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan pemasaran. Tarigan (2009) melakukan penelitian mengenai Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Hati Organic Farm serta menganalisis alternatif penanganan risiko produksi dalam menjalankan usaha sayuran organik. Analisis risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiaatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang diteliti pada kegiatan spesialisasi meliputi brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sementara pada kegiatan portofolio komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan bayam hijau, dan cabai keriting dengan brokoli. Analisis risiko produksi dilakukan dengan berdasarkan nilai produktivitas dan pendapatan bersih perusahaan dari kegiatan yang dilakukan. berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting, risiko tertinggi dari keempat komoditas tersebut adalah bayam hijau. Sementara berdasarkan pendapatan bersih pada brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting, risiko tertinggi dimiliki oleh komoditas cabai keriting. Analisis risiko yang dilakukan pada kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. 14

31 Sulistiyawati (2005) dalam penelitiannya Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usahatani Sayur-Sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menyatakan pendapatan yang diterima Perusahaan Pacet Segar setiap bulan dari masing-masing komoditas yang diusahakannya mengalami tingkat efisiensi yang lumayan besar karena memiliki R/C rasio lebih dari satu. Komoditas jagung acar memiliki risiko total yang lebih rendah dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh komoditas lain karena fluktuasi pendapatannya relatif stabil dibandingkan komoditas lain. Diversifikasi yang dilakukan Perusahaan Pacet Segar mengandung risiko yang cukup besar. Hal ini dilihat berdasarkan analisis korelasi bahwa sebagian besar kombinasi antar komoditas yang diusahakan memiliki nilai koefisien korelasi yang positif artinya kombinasi antar komoditas tersebut memiliki hubungan yang erat sehingga apabila komoditas yang satu merugi maka komoditas yang lainnya pun merugi. Berdasarkan optimalisasi pendapatan dan risiko, komoditas daun bawang, bunga kol, wortel baby dan wortel memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan komoditas lain. Utami (2009) melakukan penelitian mengenai Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah, menganalisis perilaku penawaran bawang merah, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Analisis risiko produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation serta penggunaan analisis regresi linier berganda untuk analisis perilaku penawaran. Hasil penelitian menunjukkan, dilihat dari sisi penerimaan usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp ,9 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp per hektar. Dari nilai tersebut maka, jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dijelaskan oleh pengaruh 15

32 beberapa variabel yaitu harga output, variasi harga output, harga bibit, variasi harga bibit, harga pupuk (Urea, NPK, TSP, KCl), biaya obat-obatan, nilai ekspektasi produksi, dan variasi produksi. Model yang diperoleh mampu menggambarkan variasi dari kuantitas bawang merah yang ditawarkan sebesar 91 persen. Variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai ekspektasi produksi berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dan variabel harga bibit berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Dari beberapa penelitian tentang kajian risiko bisnis, terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Penelitian yang dilakukan Fariyanti (2008), Tarigan (2009), dan Utami (2009) memiliki persamaan yaitu menganalisis risiko produksi. Namun, masing-masing penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu penelitian Fariyanti (2008) menganalisis perilaku ekonomi rumah tangga petani dan juga menganalisis risiko harga, dan penelitian Utami (2009) yang juga menganalisis perilaku penawaran petani. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan Sulistiawati (2005), kajian risiko yang dianalisis merupakan risiko diversifikasi dan juga analisis pendapatan. Penelitian Sulistiawati lebih mengkhususkan kajian risiko tentang diversifikasi Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko, terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penggunaan alat analisis risiko seperti yang dilakukan oleh Tarigan (2009) dan Utami (2009) yaitu menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation serta persamaan dari lokasi penelitian seperti yang dilakukan oleh Pruliyan (2005), Darwiyah (2006), dan Sumiyati (2006) yang bertempat di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet-Cipanas Kabupaten Cianjur. Persamaan kajian risiko produksi dan risiko harga dalam penelitian ini juga sama seperti yang dilakukan oleh Fariyanti (2008) meskipun terdapat perbedaan dalam alat analisis yang digunakan. Selain itu persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada komoditas yang dianalisis yaitu wortel dan bawang daun seperti yang 16

33 dilakukan Pasaribu (2007), Ruhmayanti (2008), Darwiyah (2006), Sumiyati (2006). Adapun perbedaaan ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis risiko produksi pada dua komoditas yaitu wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur serta mencari alternatif strategi untuk mengatasi risiko produksi pada wortel dan bawang daun. Beberapa penelitian mengenai risiko produksi sebelumnya menganalisis pada perusahaan agribisnis, komoditas yang berbeda, dan lokasi penelitian yang berbeda pula. 17

34 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian. Namun demikian secara ilmiah kedua konsep tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian merupakan suatu kondisi yang tidak dapat diketahui atau diperkirakan sebelumnya oleh pengambil keputusan. Sedangkan, risiko adalah suatu kondisi yang menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman (Robison & Barry 1987). Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dalam suatu continuum dapat dilihat dari Gambar 2. Peluang dan Hasil diketahui RISKY EVENTS Peluang dan Hasil tidak diketahui UNCERTAINT EVENTS Gambar 2. Risk-Uncertainty Continuum Sumber : Debertin (1986) Gambar 2 menunjukkan bahwa pada continuum sebelah kiri menggambarkan kejadian yang berisiko yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Sementara continuum yang disebelah kanan menggambarkan kejadian yang tidak pasti yang mana peluang dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan secara pasti. Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Menurut Robison dan Barry (1987), alat analisis yang umum digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model. Model ini digunakan karena danya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu yang ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility). Berdasarkan realita, nilai utilitas itu sangat sulit diukur sehingga dalam

35 menganalisis menggunakan nilai return. Return bisa berupa produktivitas, harga, dan pendapatan. Menurut Debertin (1986), terdapat tiga kategori individu dalam menghadapi risiko (decision theory), yaitu Risk Averter, Risk Neutral, dan Risk Taker. Perilaku individu dalam menghadapi risiko ini dapat dijelaskan dengan teori utilitas seperti terlihat pada gambar 3. Expected Return U 1 Risk Averter U 2 Risk Neutral U 3 Risk Taker/Lover Varian Return Gambar 3. Hubungan Antara Varian dan Expected Return Sumber : Debertin, 1986 Gambar 3 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan ukuran dari tingkat risiko yang dihadapi, dengan return yang diharapkan (expected return) yang merupakan ukuran dari tingkat kepuasan pembuat keputusan. Perilaku pembuat keputusan (decision theory) dalam menghadapi risiko tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori berikut : 1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U 1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian return semakin tinggi, maka expected return juga akan tinggi. Karena, begitu varian return rendah, maka risk averter akan langsung keluar dari bisnis tersebut, contoh : asuransi. 19

36 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U 2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian return semakin tinggi, maka expected return akan tetap. 3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover) menunjukkan jika U 3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return yang diharapkan lebih rendah. Artinya, jika varian return semakin tinggi, maka expected return akan turun. Jadi, begitu varian return tinggi, maka risk lover akan tetap menjalani bisnis tersebut karena menganggap risiko tersebut bukanlah masalah yang harus dikhawatirkan. Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi, fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis. Beberapa contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis diantaranya adalah adanya fluktuasi produksi, fluktuasi harga output, atau fluktuasi pendapatan untuk setiap satuan yang sama. Pengukuran risiko dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Beberapa ukuran dalam menghitung risiko diantaranya yaitu, varian, standar deviasi, dan koefisien variasi. Konsep risiko yang dijelaskan di atas mempunyai kaitan dengan konsep peluang (probability). Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Menurut Hanafi (2009), ada tiga metode menentukan peluang, yaitu : 1. Metode Klasikal yaitu, menentukan peluang dengan besaran yang sama. Contoh, penentuang peluang koin, gambar 0,5 dan angka 0,5. 2. Metode Frekuensi Relatif yaitu, menentukan peluang berdasarkan persentase. Contoh, tingkat pendidikan dibagi jumlah penduduk. 3. Metode Subyektif yaitu, menentukan peluang berdasarkan pengalaman sebelumnya. 20

37 3.1.2 Sumber-Sumber Risiko Risiko pada kegiatan pertanian bersifat unik dibandingkan yang lain. Hal ini dikarenakan ketergantungan aktivitas pertanian terhadap kondisi alam teutama iklim dan cuaca. Menurut Harwood et al. (1999), menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian, yaitu meliputi: 1. Production or Yield Risk Faktor risiko produksi dalam kegiatan pertanian disebabkan adanya beberapa hal yaitu, serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban, teknologi, input, dan bencana alam. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Akibat risiko produksi tersebut berpengaruh terhadap penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. 2. Price or Market Risk Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada umumnya, kegiatan produksi pertanian merupakan proses yang lama. Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Begitu pula dengan harga input yang dapat berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return yang diperoleh petani. 3. Institutional risk Institutional risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah yang mempengaruhi sektor pertanian. Misalnya, adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input. Secara umum, institutional risk ini cenderung tidak dapat diantisipasi sebelumnya. 4. Financial Risk Finacial risk atau risiko finansial ini dihadapi oleh petani pada saat petani meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate). 21

38 3.1.3 Manajemen Risiko Menurut Lam (2003) bahwa majemen risiko dapat didefinisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profit. Hal penting untuk mengoptimalkan profit adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam proses bisnis perusahaan. Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Secara khusus manajemen risiko diartikan sebagai pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh keputusan yang diambilnya dalam menggarap situasi yang tidak pasti. Pemahaman manajemen risiko yang baik akan dapat mengurangi kerugian. Dengan kata lain, akan dapat menambah tingkat keyakinan bagi pembuat keputusan dalam mengurangi risiko kerugian. Manajemen risiko sangat penting dalam pelaksanaannya karena hal ini akan berakibat pada hasil atau keuntungan perusahaan. Menurut Lam (2003) ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat penting dalam pengelolaan suatu perusahaan yakni mengelola risiko adalah tugas manajemen, manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai aset pemegang saham, manajemen risiko dapat mengurangi volatilitas pendapatan, dan dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finasial. Dalam hal ini dilakukan pemahaman akan risiko yang mencangkup adanya kesadaran risiko, melakukan pengukuran risiko dan dapat mengendalikannya. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengolahan serta koordinasi dalam pengelolaan setiap risiko yang ada. Dengan adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang ada dalam perusahaan. Manajemen risiko juga dapat dilakukan dengan adanya kesadaran akan risiko yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang 22

39 ada, mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekuensi risiko-risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya. Menurut Hanafi (2009), manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem pengelolaan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko sehingga organisasi bisa bertahan, atau barangkali mengoptimalkan risiko. Risiko ada dimana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena itu risiko penting untuk dikelola. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini. 1. Identifikasi risiko Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadap oleh suatu organisasi. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. 2. Evaluasi dan pengukuran risiko Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko akan lebih mudah dikendalikan. Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi. 3. Pengelolaan risiko Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konseskuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghndaran, ditahan (rentention), diversifikasi, transfer risiko (asuransi), pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk financing). Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Menurut Harwood et al. (1999), alternatif penanganan risiko produk pertanian dapat diatasi dengan cara diversifikasi usaha, integrasi vertikal, 23

40 kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi. Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi. Menurut Fariyanti (2008), diversifikasi mampu untuk mengurangi risiko, meskipun risiko yang dihadapi dalam melakukan kombinasi beberapa kegiatan usaha tidak mungkin sama dengan nol. 3.2 Kerangka Operasional Konsumsi akan bawang daun dan wortel mengalami peningkatan, sehingga permintaan bawang daun dan wortel juga mengalami peningkatan (Ditjen Hortikultura, 2010). Pemasaran bawang daun dan wortel di kawasan agropolitan Cianjur dihadapkan pada kekontinuitasan ketersediaan kedua komoditas tersebut untuk dipasarkan. Para petani di kawasan agropolitan Cianjur dihadapkan pada kendala fluktuasi produksi kedua komoditas tersebut sehingga mengindikasikan adanya risiko produksi. Risiko produksi yang terjadi akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Adanya faktor risiko pada kegiatan produksi wortel dan bawang daun bisa menyebabkan potensi kerugian. Seperti halnya karakteristik produksi di sektor pertanian, aktivitas produksi bawang daun dan wortel sangat bergantung pada faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti, pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Faktor-faktor tersebut mengindikasikan adanya risiko produksi bawang daun dan wortel di tingkat petani yang berpotensi menimbulkan kerugian. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi wortel dan bawang daun. Dalam hal ini akan diperoleh hasil analisis dari tingkat risiko produksi untuk mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin diperoleh dari usahatani wortel dan bawang daun. Maka dari itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun. 24

41 Langkah-langkah yang dilakukan penelitian ini adalah dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebakan risiko produksi seperti, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca, tingkat kesuburan lahan, efektivitas pengunaan input, keterampilan sumber daya manusia yang kurang, kemudian dilakukan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang terjadi pada komoditas wortel dan bawang daun untuk kemudian mencari alternatif penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.. Permintaan Wortel dan Bawang Daun yang Meningkat Kontinuitas Pemasaran Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Fluktuasi Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur. Analisis Risiko Produksi: Wortel Bawang Daun Variance Standard Deviation Coefficient Variation Permasalahan Produksi : Faktor iklim dan cuaca Pengaruh hama dan penyakit tanaman Tingkat kesuburan lahan Efektivitas penggunaan input Keterampilan SDM yang kurang Analisis Deskriptif Alternatif Penanganan Risiko Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional 25

42 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan sentra produksi sayuran dengan komoditas unggulan wortel dan bawang daun. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian di dua Desa yaitu Desa Sindang Jaya (Kecamatan Cipanas) dan Desa Sukatani (Kecamatan Pacet) yang menjadi kawasan inti pengembangan agropolitan. Waktu pra penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2010 yaitu terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Sedangkan pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei Metode Penentuan Sampel Petani sayuran yang menjadi anggota agropolitan Cianjur berjumlah 100 orang dari sembilan kelompok yang tersebar di kedua Desa (lima kelompok di Sindangjaya dan empat kelompok di Sukatani. Dari 100 orang petani sayur tersebut diambil 30 orang petani yang sedang menanam wortel dan 30 orang petani yang sedang menanam bawang daun secara purposive. Pembagian jumlah responden dari kedua Desa yang menjadi kawasan inti agropolitan Cianjur terdapat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Pembagian Sampel Petani Wortel dan Petani Bawang Daun per Desa Desa Petani Wortel (orang) Petani Bawang Daun (orang) Sindangjaya Sukatani Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani wortel dan bawang daun di lokasi penelitian. Sementara itu data sekunder diperoleh dari, Agropolitan Cianjur, Dinas Pertanian Cianjur, Sub Terminal Agribisnis Cigombong, Direktorat Hortikultura, BPS, internet, dan buku

43 literatur serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini. 4.4 Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan petani sebagai responden dan responden lain yang terkait dengan penelitian ini seperti pengelola Agropolitan Cianjur, pengelola STA Cigombong, Dinas Pertanian Cianjur dan Petugas Penyuluh Lapang. Metode pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi atau pengamatan, wawancara langsung melalui kuisioner, serta membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam penelitian. 4.5 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dalam penelitian ini mengunakan Microsoft Excel Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan umum lokasi penelitian, manajemen risiko yang diterapkan di lokasi penelitian, dan alternatif strategi untuk mengurangi risiko produksi. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui analisis risiko yang meliputi variance, standard deviation, dan coefficient variation Analisis Risiko Probabilitas adalah nilai atau angka yang terletak antara 0 dan 1 yang diberikan kepada masing-masing kejadian. Apabila nilai suatu peluang adalah 1, maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian, yang berarti peristiwa yang diperkirakan pasti terjadi. Penentuan peluang menggunakan metode subyektif yang diperoleh berdasarkan dari suatu kejadian pada kegiatan budidaya yang dapat diukur dari pengalaman yang dialami petani. Peluang dari masing-masing kegiatan budidaya akan diperoleh pada setiap kondisi yakni tertinggi, normal, dan 27

44 terendah. Pembagian tiga kondisi ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fariyanti (2008) dan Tarigan (2009). Pengukuran peluang (P) pada setiap kondisi diperoleh frekuensi kejadian setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. Asumsi yang digunakan dalam menentukan periode waktu proses produksi adalah 10 kali produksi. Asumsi ini digunakan karena masa tanam kedua komoditas berkisar empat bulan dan dalam setahun umumnya petani melakukan tiga kali penanaman. Penggunaan 10 kali musim tanam ini juga diasumsikan agar fluktuasi produktivitas wortel dan bawang daun bisa terlihat. Selain itu utuntuk memudahkan petani dalam mengingat dalam mengingat hasil produksinya. Frekuensi kejadian pada kondisi tertinggi menunjukkan berapa kali petani mengalami produktivitas tertinggi dalam 10 kali produksi. Frekuensi kejadian pada kondisi normal menunjukkan berapa kali petani mengalami produktivitas normal dalam 10 kali produksi. Frekuensi kejadian pada kondisi terendah menunjukkan berapa kali petani mengalami produktivitas terendah dalam 10 kali produksi. Secara sistematis dapat dituliskan : P = f/t Keterangan: f = frekuensi kejadian (kondisi tertinggi, normal, dan terendah) T = periode waktu proses produksi (asumsi 10 kali produksi) Peluang yang dihitung dari dua komoditas yaitu bawang daun dan wortel. Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu dan secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut : Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat dilakukan dengan menggunakan Expected return. Rumus Expected return dituliskan sebagai berikut : Dimana : E(Ri) = Expected return Pi = Peluang dari suatu kejadian 1,2,3, ( 1 = Kondisi Tertinggi, 2 = Kondisi Normal, 3 = Kondisi Terendah) Ri = Return 28

45 Aspek risiko diukur dengan melihat nilai return pada setiap kejadian. Return merupakan hasil pada setiap kejadian (tinggi, normal, rendah). Return yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi wortel dan bawang daun merupakan nilai produktivitas (kw/1000 m 2 ). Penggunaan satuan 1000 m 2 digunakan karena rata-rata luas lahan wortel dan bawang daun setiap persilnya sekitar 1000 m 2. Namun, untuk menyamakan dengan satuan produktivitas nasional (ton/ha) maka perhitungan risiko pada penelitian ini dikonversi menjadi ton/ha. Mengukur sejauh mana risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha terhadap hasil yang diperoleh digunakan pendekatan sebagai berikut: a. Variance Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut. σ l 2 ^ 2 Dimana : σ l 2 = Variance dari return P i = Peluang dari suatu kejadian 1,2,3, ( 1= Kondisi Tertinggi, 2= Kondisi Normal, 3 = Kondisi Terendah ) R ij = Return R i = Expected return b. Standard Deviation Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan, sehingga semakin kecil nilai standars deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut: Dimana : σ l = Standard deviation σ l 2 = Variance c. Coefficient Variation σ l = σ l 2 Semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Rumus coefficient variation adalah : CV = σ l / R i 29

46 Dimana : CV = Coefficient variation σ l = Standard deviation R i = Expected return Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan bersih petani adalah selisih hasil dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (biaya bibit, pupuk, obat, tenaga kerja, sewa lahan, penyusutan peralatan, dan pengeluaran umum usahatani). Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi: Pd = TR TC Dimana : Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya 4.6 Definisi Operasional 1. Peluang (P) merupakan frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung. 2. Expected return adalah jumlah dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi peluang masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti. 3. Return merupakan hasil yang diterima dari setiap kejadian, return yang digunakan yaitu produktivitas yang diterima petani. 4. Variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan Expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. 5. Standard deviation merupakan dari akar kuadrat dari nilai variance. 6. Coefficient variation merupakan rasio standard deviation dengan return yang diharapkan (expected return). 7. Continuum merupakan rangkaian kesatuan. 8. Volatilitas merupakan tingkat variabilitas hasil potensial. 9. Perishable yaitu barang yang tidak tahan lama atau mudah busuk. 10. Voluminious yaitu barang yang berukuran besar. 11. Bulky yaitu barang yang membutuhkan banyak tempat. 30

47 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Karakteristik Wilayah Kawasan Agropolitan Cianjur Pengembangan perdesaan dengan pendekatan agropolitan menunjuk Kabupaten Cianjur sebagai daerah rintisan atau daerah contoh pengembangan program agropolitan bagi daerah lain. Program agropolitan ini sudah berjalan sejak tahun 2002 dengan tujuan untuk meningkatkan percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota serta mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis berdasarkan pertimbangan utama fungsi wilayah perencanaan sebagai kawasan konversi tanah dan air (Deptan Cianjur, 2004). Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur menetapkan dua desa yang terbagi dalam dua kecamatan sebagai desa inti dari program agropolitan yaitu, Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet. Kedua desa tersebut dipilih karena sesuai dengan persyaratan dikembangkannya suatu wilayah sebagai kawasan agropolitan dan termasuk ke dalam desa dengan tingkat produksi sayuran yang tinggi. Selain itu, penetapan kedua desa tersebut sebagai daerah pengembangan kawasan agropolitan juga didasarkan pada beberapa kebijakan baik nasional maupun regional seperti tercantum dalam Master Plan Agropolitan Cianjur tahun 2004, diantaranya : 1. Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, Tentang RTRW Nasional dimana Kawasan Puncak ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sektor andalan pertanian tanaman pangan. 2. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999, tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor Puncak Cianjur. 3. Berdasarkan RTRW Kabupaten Cianjur, Kota Cipanas termasuk dalam jenjang IB yaitu kota-kota yang berfungsi sebagai pusat-pusat produksi, koleksi dan distribusi dengan lingkup pelayanan regional. 4. Keputusan Bupati Cianjur No Kep. 175-Pc2002, tentang Penentuan Desa Inti Pusat Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan, menetapkan Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya sebagai desa inti pusat rintisan.

48 5. Surat Bupati Cianjur Nomor 900/0313/Bappeda perihal kesediaan menyediakan Cost Sharing Proyek P2SDPP dalam mendukung kegiatan pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya. 6. Keputusan Bupati Nomor 521.3/Kep.148-Pe/2002 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Kawasan Agropolitan. 7. Keputusan POKJA Program Pengembangan Agropolitan Nomor /2281/Distan tentang Pembentukan Korlap dan Pemandu Program Pengembangan Kawasan Agropolitan POKJA Cianjur Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan Penelitian dilakukan pada dua Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan yaitu Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Kedua Desa tersebut berada di wilayah Cianjur Utara dengan bentuk wilayah sebagian besar berbukit atau bergununggunung. Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani dipilih sebagai Daerah Inti Pusat Rintisan Agropolitan karena memiliki keunggulan di sektor pertanian khususnya hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang menjadi komoditi utama di kedua desa tersebut adalah wortel dan bawang daun. Pola tanam yang digunakan di kedua desa tersebut umumnya tumpangsari, hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian yang dapat dialami oleh para petani. Desa Sindangjaya sebagai salah satu desa percontohan memiliki luas wilayah 512 hektar yang terbagi atas lima kedusunan yaitu Kemang, Jolok, Sindangjaya, Ciherang, dan Gunung Batu. Disebelah utara desa ini berbatasan dengan Desa Cimacan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukatani, sebelah timur dengan Desa Sindanglaya, dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi (Taman Nasional Gede Pangrango). Desa Sukatani yang memiliki luas wilayah 376 hektar ini terdiri dari empat kedusunan yaitu Pasir Kampung, Barukupa, Kayumanis serta Gunung Putri. Desa Sukatani berbatasan dengan Desa Sindangjaya di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Cipendawa, sebelah selatan dengan Desa Cipanas, dan di bagian barat berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gede Pangrango (Kabupaten Sukabumi). 32

49 Kedua desa ini dilalui jalan raya utama yang menghubungkan Ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dengan Ibukota Negara Indonesia (Jakarta). Jarak Desa Sindangjaya dari pusat pemerintahan kecamatan adalah dua kilometer, serta jarak Desa Sukatani dari pusat pemerintahan kecamatan adalah enam kilometer. Sedangkan jarak dengan Ibukota Kabupaten adalah 18 kilometer untuk Desa Sindangjaya dan 17 kilometer untuk Desa Sukatani. Lokasi kedua desa ini berjarak sekitar 100 kilometer dari Ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 90 kilometer dari Ibukota Negara Indonesia (DKI Jakarta). Desa Sindangjaya serta Sukatani merupakan desa di daerah dataran tinggi yang terletak pada ketinggian meter dpl. Kisaran suhu pada Desa Sindangjaya antara 25 0 C-30 0 C dan Desa Sukatani memiliki kisaran suhu 20 0 C C. Banyaknya curah hujan yang diterima adalah mm/tahun dengan jumlah hari hujan pertahun rata-rata 186 hari. Jenis tanah di Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol, dengan kemiringan tanah antara dan ph tanah 5,5 7,5. Berdasarkan letak dan kondisi geografis di atas, wilayah seperti ini sangat cocok untuk budidaya sayuran, diantaranya wortel dan bawang daun. Jumlah penduduk di Desa Sindangjaya adalah jiwa dengan jumlah penduduk pria jiwa dan jumlah penduduk wanita sebanyak jiwa yang terdapat dalam kepala keluarga. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai petani. Selain sebagai petani, mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai karyawan, wiraswasta, pertukangan, buruh tani, dan pensiunan (Desa Sindangjaya, 2009). Desa Sukatani memiliki jumlah penduduk jiwa dengan komposisi jumlah penduduk wanita sebanyak jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak jiwa. Jumlah kepala keluarga yang terdapat di desa ini sebanyak 3129 KK. Adapun sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Sukatani sama seperti penduduk Desa Sindangjaya yaitu sebagai petani. Namun, ada pula yang bermata pencaharian sebagai buruh tani, swasta, wiraswasta, pegawai negeri, montir, sopir, ojek, dan TNI/POLRI (Desa Sukatani, 2009). Sebagian besar penduduk di Desa Sindangjaya hanya menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat SD yaitu sebanyak orang. Sebanyak orang tidak tamat SD, tamatan SMP sebanyak orang dan tamatan SMA 33

50 sebanyak 915 orang. Adapun penduduk Desa Sindangjaya yang menamatkan pendidikannya hingga perguruan tinggi sebanyak 100 orang. Penduduk Desa Sukatani juga sebagian besar hanya menamatkan pendidikannya hingga tingkat SD yaitu sebanyak orang, ada pula yang tidak tamat SD yaitu sebanyak orang. Sedangkan tamatan SMP sebanyak orang, tamatan SMA sebanyak 418 orang dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 297 orang. Hal ini berarti jumlah lulusan perguruan tinggi di Desa Sukatani lebih banyak dibandingkan dengan Desa Sindangjaya (Profil Desa, 2009). Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sindangjaya dan Sukatani Tahun 2009 Tingkat Pendidikan Desa Sindangjaya Jumlah (Orang) Desa Sukatani Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Sumber: Data Profil Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani (2009) Kegiatan pertanian khususnya usahatani di kedua desa didukung oleh kondisi tanah dengan struktur gembur dan beremah. Hal ini menyebabkan tanaman dapat tumbuh dengan subur. Pengairan dilakukan dengan mengalirkan air dari mata air ke selokan di sekitar kebun melalui pipa yang disambung dan diatur dari kolam-kolam penampungan. Namun, belum semua lahan dapat dilalui oleh pipa-pipa ini, sehingga petani masih ada yang mengandalkan air dari hujan, demikian pula pada musim kemarau ketika pasokan air berkurang. Tanaman yang sebagian besar diusahakan pada dua desa ini adalah sayuran. Komoditi utamanya adalah wortel dan bawang daun. Selain kedua komoditi tersebut, petani juga membudidayakan berbagai jenis sayur lainnya terutama sayuran dataran tinggi. Kegiatan usahatani dilakukan dengan dua sistem yaitu monokultur dan tumpangsari. Namun, sebagian besar petani melakukan 34

51 kegiatan usahatani dengan sistem tumpangsari. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko kerugian sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Rata-rata petani yang melakukan sistem tumpangsari menanam empat komoditi dalam satu kali tanam. Penentuan jenis tanaman biasanya didasarkan pada kemampuan musim dan perkiraan harga jual. Tanaman yang biasa dimanfaatkan untuk tumpangsari diantaranya wortel, bawang daun, lobak, caisim, kailan, bit, daun ketumbar, horinso, dan tangoh. Dalam setahun sebagian besar petani di kedua desa melakukan penanaman sebanyak tiga kali, sehingga dapat dikatakan bahwa di kedua desa terdapat tiga kali musim tanam dalam satu tahun Sarana dan Prasarana Pendukung Pertanian di Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari delapan kabupaten yang ikut dalam program rintisan kawasan pengembangan agropolitan. Selama pelaksanaan program dari tahun 2002 di Desa Sindangjaya dan Sukatani telah dibangun berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan pertanian serta berbagai kegiatan yang membantu dalam pengembangan kawasan agropolitan. Pembangunan sarana yang telah dilakukan yaitu pembuatan jalan baik jalan raya yang menghubungkan desa-kota maupun jalan setapak di kebun. Selain itu, dibangun pula tempat pertemuan dan kantor pengelola agropolitan. Bangunan ini juga berfungsi sebagai pos pelayanan agen hayati (pos hati) yang menyediakan beraneka ragam kebutuhan pertanian organik, seperti pupuk dan pestisida organik. Disamping itu, didirikan pula halte agropolitan, sarana pengolahan hasil agropolitan (packing house), gudang tempat pencucian sayur, dan wisma tamu. Untuk mendukung kegiatan usahatani diusahakan pula sarana pengairan berupa bak penampungan dan pipa air. Terdapat beberapa kelembagaan petani di kawasan agropolitan diantaranya sembilan kelompok tani binaan agropolitan yang tersebar di kedua desa, yaitu empat kelompok di Desa Sukatani dan lima kelompok di Desa Sindangjaya, kelompok hortikultur, kelompok P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya), dan kelompok pelayanan agen hayati. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan, yaitu kegiatan pembinaan pada kelompok wanita petani untuk mengembangkan home industry, pelatihan (bokashi, pestisida nabati, manajemen 35

52 usahatani), magang dan studi banding. Selain pembinaan, pada masing-masing kelompok juga telah dilengkapi dengan sarana untuk administrasi. Untuk menunjang kegiatan pemasaran telah didirikan Sub Terminal agribisnis (STA) Cigombong. Pembentukan STA Cigombong difungsikan sebagai pusat informasi pasar dan pusat transaksi. Adanya STA diharapkan mampu memberikan kepastian dalam pemasaran sayur serta kepastian harga jual yang layak bagi komoditi sayur. Namun sebagian besar petani di Desa Sindangjaya dan Sukatani enggan memanfaatkan STA karena letaknya yang jauh, harga jual yang relatif sama, serta pembayaran yang tidak tunai. Kelembagaan petani yang saat ini telah ada di kawasan agropolitan belum memberikan manfaat yang optimal terhadap kegiatan usahatani di kawasan agropolitan. Hingga saat ini masih banyak petani yang enggan untuk ikut dalam kelompok tani karena dirasakan tidak ada manfaat yang berarti dengan mengikuti kelompok tani tersebut. Sehingga banyak petani yang berjalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Dalam hal pemasaran produk sayuran, halte agribisnis dan STA yang telah dibangun belum dapat memberikan manfaat dan peranan yang optimal untuk memasarkan produk pertanian dari para petani di kawasan agropolitan. Sehingga banyak petani yang lebih memilih menjual hasil pertaniannya kepada pedagang pengumpul. Kurang optimalnya peranan kelembagaan petani yang ada di kawasan agropolitan ini dikarenakan belum terintegrasinya kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga petani tersebut serta belum jelasnya program yang akan dilaksanakan oleh agropolitan. Manfaat yang paling dirasakan petani dan warga sekitar selama adanya program pengembangan agropolitan adalah adanya pembangunan sarana jalan. Jalan setapak di kebun serta jalan yang menghubungkan antar desa-kota telah memudahkan dalam penyaluran dan pengangkutan sayuran dan mengurangi biaya transportasi bagi para petani dan pedagang pengumpul. Namun demikian, pembangunan jalan ini dirasakan belum merata di kedua desa, sehingga manfaatnya dirasa kurang maksimal. Disamping jalan, sarana air yang disediakan ternyata juga belum mampu menjangkau keseluruhan kawasan. Sehingga 36

53 sebagian besar petani yang tidak terjangkau sarana pengairan masih bergantung pada air hujan. Saat ini, kondisi jalan menuju kawasan agropolitan sudah banyak yang rusak parah. Jembatan penghubung Des Sindangjaya dan Sukatani juga sudah terputus akibat longsor. Menurut Rustandi (2009), proyek agropolitan di Pacet, Cipanas, hanya menitikberatkan pada pengembangan infrastruktur atau material tanpa didukung pengembangan kelembagaan, ekonomi, dan sumber daya manusia. 5.2 Karakteristik Responden Umur Responden Petani wortel dan bawang daun yang menjadi responden penelitian ini berada dalam kisaran umur 20 tahun hingga 60 tahun. Dari 30 responden petani wortel yang diteliti, sebagian besar petani dalam rentang umur tahun. Secara umum, petani yang berusia di atas 40 tahun lebih banyak dibandingkan petani berusia dibawah 40 tahun. Jumlah petani yang berusia antara pun sedikit yaitu hanya 1 orang. Hal ini berarti sebagian besar petani wortel yang menjadi responden sudah berusia cukup tua. Sementara itu, dari 30 responden petani bawang daun yang diteliti, sebagian besar petani berada dalam rentang umur tahun dan tahun. Secara umum, petani yang berusia di atas 30 tahun lebih banyak dibanding yang dibawah 30 tahun. Jumlah petani yang berusia antara pun sedikit yaitu hanya dua orang. Hal ini berarti sebagian besar petani bawang daun yang menjadi responden sudah berusia cukup tua. Maka dari itu, dapat diindikasikan bahwa tingkat regenerasi petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur cukup rendah dan minat generasi muda dalam bidang pertanian wortel dan bawang daun di Kawasan Agropolitan Cianjur cukup rendah. Petani yang sudah cukup tua (51 tahun ke atas) lebih banyak menggunakan tenaga kerja untuk menggarap lahan yang dimilikinya dibandingkan petani yang usianya relatif lebih muda (di bawah 50 tahun). Namun, penggunaan tenaga kerja ini juga mempertimbangkan faktor modal yang dimiliki petani. 37

54 Tabel 9. Persentase Umur Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Umur (Tahun) Petani Wortel Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Petani Bawang Daun Jumlah Responden (Orang) Persentase ,33 2 6, , , , , , ,33 >60 2 6,67 1 3,33 Total Hasil di lapangan menunjukkan umur petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agopolitan Cianjur didominasi oleh usia tahun yang merupakan usia relatif tua. Petani yang lebih tua umumnya lebih sulit menerima inovasi baru dibandingkan petani yang lebih muda usianya. Maka dari itu, petani wortel dan petani bawang daun di Agropolitan Cianjur relatif lebih enggan menanggung risiko. Hasil penelitian di lapangan juga diperkuat oleh penelitian Widodo (1988) dalam Soekartawi (1993), petani yang lebih tua biasanya mempunyai kemampuan berusahatani yang lebih baik karena lebih berpengalaman dan keterampilannya lebih baik, tetapi biasanya lebih konservatif dan mudah lelah. Sedangkan petani muda mungkin lebih sedikit pengalaman, tetapi biasanya memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat tenaganya. Faktor sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru inilah yang cenderung membentuk perilaku petani muda usia untuk lebih berani menanggung risiko usaha. Pernyataan di atas juga konsiten dengan Soekartawi (1993) yang menyatakan, petani yang relatif muda usianya relatif lebih berani menerima risiko. (%) Tingkat Pendidikan Responden Sebagian besar petani wortel dan petani bawang daun yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Sebagian besar petani wortel mengenyam pendidikan tidak tamat sekolah dasar 38

55 yaitu 36,67 persen. Sementara tingkat pendidikan yang hanya sampai sekolah dasar juga sebesar 36,67 persen dari total petani wortel yang menjadi responden. Sementara itu, sebagian besar petani bawang daun yang menjadi responden dalam penelitian ini juga memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Sebesar 23,33 persen responden tidak tamat sekolah dasar dan 43,33 persen responden tamat sekolah dasar dari total petani bawang daun yang menjadi responden. Secara umum bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur masih cukup rendah. Meskipun demikian, menurut Soekartawi (1993), pendidikan merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang tidak terlalu mempengaruhi keputusan petani dalam mengambil risiko. Pendidikan formal tidak banyak mempengaruhi keputusan berusahatani petani, karena dalam pendidikan formal tidak diajarkan pengetahuan khusus berusahatani. Dalam prakteknya, pengetahuan dan keterampilan berusahatani diperoleh petani dari pengalaman turun-temurun yang diajarkan orang tua dan pengamatan yang diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan yang pernah diikuti serta pengamatan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tingkat pendidikan petani wortel dan bawang daun yang umumnya masih rendah tidak terlalu mempengaruhi keputusan petani dalam mengambil risiko. Tabel 10. Persentase Tingkat Pendidikan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Petani Wortel Persentase (%) Petani Bawang Daun Jumlah Responden (Orang) Persentase Tidak sekolah 1 3,33 1 3,33 Tidak tamat SD 11 36, ,33 SD 11 36, ,33 SMP 3 10, ,67 SMA 4 13, ,33 S Total (%) 39

56 5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden petani wortel memiliki tanggungan keluarga dua hingga lima anggota keluarga. Sebagian besar responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak empat anggota keluarga. Sementara jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai tujuh anggota keluarga. Disisi lain, rata-rata jumlah tanggungan keluarga pada petani bawang daun berkisar antara dua sampai empat anggota keluarga. Sementara jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai sembilan anggota keluarga. Besarnya jumlah tanggungan keluarga petani responden ini menunjukkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Hasil dilapangan menunjukkan jumlah tanggungan keluarga petani wortel dan jumlah tanggungan keluarga petani bawang daun di kawasan agopolitan Cianjur didominasi oleh dua hingga empat orang. Semakin banyak beban tanggungan keluarga, semakin besar pula kebutuhan untuk bekerja keras, berkorban lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, semakin banyak beban tanggungan keluarga petani wortel dan petani bawang daun akan membuat petani tersebut berperilaku dan lebih berani untuk menanggung risiko. Pernyataan ini konsisten dengan hasil penelitian Soekartawi (1993) yang menyatakan semakin banyak tanggungan keluarga yang dimiliki akan membuat petani lebih berani menanggung risiko. Tabel 11. Persentase Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Petani Wortel Petani Bawang Daun Jumlah Jumlah Jumlah Tanggungan Persentase Persentase Responden Responden (%) (%) (Orang) (Orang) 0 1 3, , , , , , , , , , , , , , Total

57 5.2.4 Pengalaman Bertani Sebagian besar petani wortel dan bawang daun yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani wortel dan bawang daun dalam rentang waktu yang cukup lama. Hampir seluruh petani responden telah bertani wortel dan bawang daun tidak kurang dari 10 tahun. Bahkan ada petani responden telah bertani selama lebih dari tiga puluh tahun yaitu 6,67 persen petani wortel dan 3,33 persen petani bawang daun. Persentase terbesar petani responden dengan pengalaman bertani wortel adalah dalam rentang waktu 21 hingga 30 tahun. Sedangkan persentase terbesar petani responden dengan pengan pengalaman bertani bawang daun adalah dalam rentang waktu 21 hingga 40 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur sudah cukup berpengalaman. Adapun lama pengalaman bertani wortel dan bawang daun petani responden dijelaskan pada Tabel 11. Tabel 12. Persentase Pengalaman Bertani Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Pengalaman Bertani (Tahun) Petani Wortel Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Petani Bawang Daun Jumlah Responden (Orang) Persentase < , , , , , , , ,67 >40 2 6,67 1 3,33 Total Berusahatani wortel dan bawang daun merupakan kegiatan usahatani yang berlangsung turun-temurun bagi petani di kawasan agropolitan Cianjur. Dengan semakin lamanya pengalaman petani berarti mereka lebih trampil dan mempunyai pengetahuan tentang kemungkinan yang terjadi sebagai konsekuensi atas keputusan yang diambilnya. Persentase terbesar pengalaman petani wortel dan petani bawang daun yang lebih dari 21 tahun menunjukkan sikap petani yang lebih berani dalam menanggung risiko. Pernyataan tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan Soekartawi (1993) yang menyatakan makin (%) 41

58 bertambahnya pengalaman petani akan membuat petani semakin berani menanggung risiko Luas Lahan Berdasarkan luas lahan yang digarap untuk usahatani wortel dan bawang daun, hampir seluruh petani responden menggarap lahan dengan luas kurang dari satu hektar. Persentase tertinggi adalah petani responden dengan luas lahan kurang dari seperempat hektar yaitu sebesar 56,67 persen reponden petani wortel dan 50 persen responden petani bawang daun. Luasan lahan yang dikerjakan oleh petani responden ini menunjukkan seberapa besar skala usahatani yang dilakukan. Dari sudut pandang tradisional terutama di daerah perdesaaan, luas lahan yang dimiliki seseorang mencerminkan status ekonomi. Tabel 13. Persentase Luas Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Luas Lahan (Ha) Petani Wortel Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Petani Bawang Daun Jumlah Responden (Orang) Persentase < 0, , ,00 0,25-0,5 6 20, ,00 0, , ,00 > , ,00 Total Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh petani responden masih sangat kecil. Luas lahan relatif kecil yang dimiliki oleh petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur menunjukkan semakin enggan petani wortel dan petani bawang daun dalam mengambil risiko. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian Soekartawi (1993), yang menyatakan terdapat hubungan yang negatif antara luas lahan yang dimiliki dengan keengganan petani pada risiko atau dengan kata lain petani semakin berani menanggung risiko Status Kepemilikan Lahan (%) 42

59 Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani responden dikelompokkan menjadi petani dengan status lahan milik sendiri, sewa, garapan, gadai, milik dan gadai serta milik dan sewa. Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden terbesar adalah petani dengan status lahan milik sendiri, yaitu sebesar 66,67 persen pada responden petani wortel dan 86,67 persen pada responden petani bawang daun. Persentase petani dengan status lahan sewa untuk wortel sebanyak 3,33 persen dan petani bawang daun sebanyak tidak ada (0 persen). Persentase terbesar kedua berdasarkan status lahan yaitu petani dengan status lahan milik sendiri dan sewa. Sebanyak 13,33 persen petani wortel memiliki lahan milik sendiri dan juga sewa serta petani bawang daun sebanyak 6,66 persen memiliki lahan milik sendiri dan sewa. Adapun status kepemilikan lahan petani responden dijelaskan pada Tabel 14. Tabel 14. Persentase Status Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Status Lahan Petani Wortel Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Petani Bawang Daun Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Milik sendiri 20 66, ,67 Sewa 1 3, Garapan 2 6,67 1 3,33 Gadai 1 3, Milik dan Gadai 2 6,67 1 3,33 Milik dan sewa 4 13,33 2 6,67 Total Hasil di lapangan menunjukkan, status kepemilikan lahan yang sebagian besar dimiliki sendiri oleh petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur mempengaruhi keputusan petani mengambil risiko. Beberapa faktor penyebab yang diduga mendukung pernyataan ini adalah karena adanya jaminan kepastian hukum atas tanah milik dan berusahatani di tanah milik sendiri relatif lebih sedikit pengeluarannya karena tidak mengeluarkan biaya sewa tanah. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Scoot, 1977 dalam Soekartawi, 1993, 43

60 yang mengatakan petani pemilik meskipun hanya pemilik kecil, petani tersebut memiliki sendiri sarana subsistensinya dan keleluasaaan yang lebih besar untuk menggunakannya Pola Pengusahaan Lahan Umumnya terdapat tiga musim tanam wortel dan bawang daun dalam satu tahun di kawasan agropolitan Cianjur. Ketiga musim tanam tersebut yaitu pertama pada bulan Mei-Agustus, kedua Januari-April, dan ketiga September-Desember. Tingkat produktivitas wortel dan bawang daun pada ketiga musim tanam tersebut berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca serta aspek teknis. Hasil tertinggi diperoleh pada musim pertama yaitu pada rentang waktu antara bulan Mei hinga Agustus. Pada rentang bulan Mei hingga Agustus ini merupakan musim panas namun ketersediaan air tanah juga cukup memadai yang mana sesuai dengan syarat ekologi tanaman wortel dan bawang daun. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah hama dan penyakit tanaman pada wortel dan bawang daum relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim ketiga, yaitu pada rentang waktu antara bulan Januari hingga April. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut merupakan musim hujan sehingga terdapat banyak penyakit tanaman yang relatif susah ditangani. Umumnya terdapat tiga macam pola pengusahaan lahan yang dominan dilakukan oleh petani wortel di kawasan agropolitan Cianjur yaitu, menanam wortel sepanjang tahun, menanam wortel di musim pertama (Mei-Agustus) dan kedua (Januari-April) dan di musim ketiga (September-Desember) menyelangnya dengan menanam sayuran lain seperti lobak, brokoli, kalian, seledri, pakcoy, dan yang ketiga menam wortel di musim pertama (Mei-Agustus), lalu menanam sayuran lain di musim kedua (Januari-April) dan menanam wortel lagi di musim ketiga (September-Desember). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 5 dan 6. 44

61 Mei-Agts Jan-April Sept-Des Wortel Wortel Wortel Wortel Wortel Wortel Lobak / Brokoli / Seledri / Pakcoy / Kailan Lobak / Brokoli / Seledri / Pakcoy / Kailan Wortel Pola I Pola II Pola III Gambar 5. Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Hasil penelitian di lapangan menunjukkan petani wortel yang menjadi responden lebih banyak menggunakan pola pengusahaan lahan I yaitu sebesar 53,33 persen. Sementara itu, pola pengusahaan lahan II digunakan petani sebesar 23,33 persen dan pola pengusahaan lahan III dilakukan petani sebesar 23,33 persen (Tabel 15). Tabel 15. Persentase Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Pola Pengusahaan Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Pola I 16 53,33 Pola II 7 23,33 Pola II 7 23,33 Total Terdapat empat macam pola pengusahaan lahan bawang daun yang umumnya dilakukan oleh petani responden di kawasan agropolitan Cianjur. Pola pengusahaan lahan yang pertama yaitu menanam bawang daun sepanjang tahun (tiga kali dalam setahun). Pola kedua yaitu menanam bawang daun di musim kedua (Januari-April), di musim pertama menanam brokoli dan musim ketiga menanam sayuran lain seperti seledri atau lobak. Pola ketiga yaitu menanam bawang daun di musim pertama dan ketiga, di musim kedua menanam sayuran lain seperti brokoli atau lobak. Pola keempat yaitu menanam bawang daun di musim pertama dan kedua dan di musim ketiga menanam sayuran lain. 45

62 Mei-Agts Jan-April Sept-Des Pola I Pola II Pola III Pola IV Gambar 6. Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Hasil penelitian di lapangan menunjukkan petani bawang daun yang menjadi responden lebih banyak menggunakan pola pengusahaan lahan I yaitu sebesar 63,33 persen. Sementara itu, pola pengusahaan lahan III digunakan petani sebesar 20 persen, pola pengusahaan lahan II digunakan petani sebesar 10 persen, dan pola pengusahaan IV digunakan petani sebesar 6,67 persen (Tabel 16). Tabel 16. Bawang Daun Bawang Daun Bawang Daun Brokoli Bawang Daun Seledri/ Lobak Bawang Daun Brokoli/ Lobak Bawang Daun Bawang Daun Bawang Daun Buncis Persentase Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Pola Pengusahaan Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Pola I 19 63,33 Pola II 3 10 Pola III 6 20 Pola IV 2 6,67 Total Pola pengusahaan lahan yang dijelaskan seperti pada Gambar 5 dan 6 merupakan pola pengusahaan lahan petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam wortel dan bawang daun secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Dibandingkan dengan wortel, modal yang dibutuhkan untuk menanam bawang daun relatif lebih tinggi. Selain faktor modal dan jenis musim tanam yang dihadapi, keputusan petani dalam menanam juga dipengaruhi oleh faktor alam seperti iklim dan cuaca. Kebijakan petani dalam mengatur pola pengusahaan lahan bisa mempengarui produksi wortel dan bawang daun yang dihasilkan. Penanaman wortel dan penanaman bawang daun yang dilakukan terus- 46

63 menerus sepanjang tahun pola seperti pola tanam I memiliki risiko produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pola tanam lainnya. Penanaman wortel dan penanaman bawang daun yang dilakukan sepanjang tahun bisa menurunkan kesuburan tanah di lahan tersebut dan bisa mendatangkan penyakit bengkak akar pada wortel yang sulit diatasi Pemasaran Wortel dan Bawang Daun Aspek produksi sangat erat kaitannya dengan aspek pemasaran. Jika terjadi masalah di dalam produksi seperti hasil produksi yang kurang dari jumlah yang harus dipasarkan, maka permasalahan di aspek pemasaran akan terjadi yaitu kelangkaan barang. Adanya risiko produksi yang terjadi pada usahatani wortel dan bawang daun bisa mengakibatkan terganggunya masalah pemasaran wortel dan bawang daun tersebut. Menurut Ayun, 2010, saluran pemasaran wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan melibatkan beberapa lembaga tataniaga diantaranya adalah pedagang pengumpul di tingkat desa, supplier, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Para petani di kawasan agropolitan menjual hasil panen wortel dan bawang daun secara perseorangan walaupun mereka telah tergabung dalam kelompok tani. Meskipun di kawasan agropolitan tersebut terdapat Sub Terminal Agribisnis (STA), para petani lebih memilih untuk memasarkan hasil panennya kepada para pedagang pengumpul di tingkat desa. Hal ini karena akses yang lebih mudah dan murah dibandingkan harus melalui STA. Terdapat empat saluran tataniaga wortel dan bawang daun yang ada di kawasan agropolitan. Masing-masing saluran tataniaga ini memasarkan wortel dan bawang daun ke beberapa daerah yaitu Cianjur, Jakarta, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Saluran tataniaga wortel dan bawang daun di kawasan agopolitan Cianjur terdiri dari empat saluran (Lampiran 6), yaitu : 1. Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengecer Konsumen 2. Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen 3. Petani Pedagang Pengumpul Desa Konsumen (Restoran) 4. Petani Pedagang Pengumpul Desa Supplier Pedagang Pengecer (Supermarket) Konsumen 47

64 Para petani di kawasan agropolitan tidak terikat hanya pada satu pedagang pengumpul saja karena terdapat sangat banyak pedagang pengumpul di kawasan agropolitan. Jadi petani dapat memilih dengan bebas kepada pedagang pengumpul mana ia akan menjual hasil panennya. Dari 30 responden petani wortel yang diwawancarai, terdapat tujuh orang petani yang bekerja sampingan sebagai pedagang pengumpul. Sedangkan dari 30 responden petani bawang daun yang diwawancarai, juga terdapat tujuh orang petani yang bekerja sampingan sebagai pedagang pengumpul Penggunaan Input Usahatani Wortel dan Bawang Daun Penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun tidak terlalu berbeda jauh antara musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17. Rata-rata Penggunaan Input Wortel per 1000 m 2 Menurut Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Input Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3 Urea (kg) 47,27 40,60 39,77 Poska (kg) 14,17 14,17 14,00 TSP (kg) 26,00 34,33 25,50 Kandang (kg) 657,67 657,67 673,33 KCl (kg) 4,93 4,93 5,27 ZA (kg) 31,23 29,83 31,40 Kapur pertanian (kg) 10,83 10,83 10,83 NPK (kg) 23,53 23,70 23,37 kompos (kg) 10,67 10,67 10,67 SP (kg) 1,67 1,67 1,67 Pusri (kg) 8,33 8,33 8,33 Bibit (kuintal) 0,78 0,78 0,78 Obat-obatan (Rp) , , ,53 TK luar keluarga (HOK) 105,77 114,57 106,77 48

65 Perhitungan penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun dibagi ke dalam tiga musim tanam. Data rata-rata penggunaan input pada usahatani wortel dan usahatani bawang daun diperoleh mulai tahun September 2009 hingga Mei Dari Tabel 17 dan 18 dapat dilihat bahwa penggunaan input setiap musim berbeda satu dengan lainnya. Penggunaan pupuk berubahubah setiap musim tanam meskipun tidak terlalu signifikan. Penggunaan pupuk di musim ketiga umumnya lebih sedikit dibandingkan musim pertama dan kedua, hal ini disebabkan musim ketiga merupakan musim hujan sehingga penggunaan pupuk berkurang. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diketahui bahwa sangat sedikit petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur yang menggunakan pupuk organik. Tabel 18. Rata-rata Penggunaan Input Bawang Daun per 1000 m 2 Menurut Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Input Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3 Urea (kg) 54,73 54,73 49,73 Poska (kg) 8,00 8,33 10,00 TSP (kg) 32,00 32,83 25,50 Kandang (kg) 850,00 721,00 791,67 KCl (kg) 10,67 10,83 12,50 ZA (kg) 29,83 30,50 35,50 Kapur pertanian (kg) 42,50 42,50 42,50 NPK (kg) 12,67 12,67 14,33 mutiara (kg) 1,67 1,67 1,67 SP (kg) 1,67 1,67 1,67 Bibit (kuintal) 12,95 12,95 12,95 Obat-obatan (Rp) , , ,80 TK luar keluarga (HOK) 88,97 91,27 90,07 Pemupukan wortel dan bawang daun biasanya dilakukan antara tiga hingga empat kali pemupukan. Pemupukan pertama dilakukan setelah pengolahan lahan (tanah dicangkul). Pemupukan pertama cukup hanya dengan menggunakan pupuk kandang atau TSP saja. Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan selang 49

66 waktu satu bulan setelah benih ditanam. Pemupukan kedua dan seterusnya dilakukan setelah penyiangan lahan. Adapun jenis dan dosis pupuk yang digunakan pada pemupukan kedua dan seterusnya biasanya tidak begitu berbeda. Jenis pupuk yang berbeda biasanya diberikan pada pemupukan pertama dengan kedua. Secara umum, dosis pemupukan antara satu petani dengan lainnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi, jenis pupuk yang digunakan belum tentu sama antara satu petani dengan petani lainnya. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel Kabupaten Cianjur Jawa Barat, penggunaan pupuk kandang sebanyak ton/ha dan urea 100 kg/ha. Sementara itu, penggunaan pupuk kandang untuk budidaya bawang daun menurut SOP Direktorat Jendral Hortikultura juga sebesar ton/ha. Jika dibandingkan dengan SOP, yang ada penggunaan pupuk kandang pada budidaya wortel dan budidaya bawang daun di kawasan agropolitan memiliki jumlah yang lebih sedikit, namun penggunaan urea pada wortel lebih banyak. Penggunaan input seperti pupuk dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi karena dalam kegiatan produksi pupuk sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk terlalu rendah atau terlalu tinggi menyebabkan produksi tidak stabil. Penggunaan pupuk kandang yang tidak sesuai (efektif) bisa menurunkan produksi yang dihasilkan sehingga meningkatkan terjadinya risiko produksi pada wortel dan bawang daun. Penggunaan obat-obatan oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur relatif bervariasi. Jenis obat-obatan yang digunakan oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur meliputi pestisida, insektisida, dan fungisida lainnya. Obat-obatan yang banyak digunakan petani wortel di agropolitan diantaranya dursban, antracol, dan supergo. Sementara itu obat-obatan yang digunakan petani bawang daun diantaranya antracol, dursban, decis, supergro, dan winder. Intensitas rata-rata penyemprotan dengan obat-obatan antara sepuluh hari hingga sebulan sekali. Bahkan untuk keadaan tertentu pengobatan dilakukan setiap tujuh hari sekali. Rata-rata petani wortel dan bawang daun membeli obat-obatan secara sendiri-sendiri di toko atau kios pertanian. Berdasarkan wawancara di lapangan, sebagian besar responden membeli obatobatan untuk wortel dan bawang daun secara kontan atau tunai. 50

67 Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel Kabupaten Cianjur Jawa Barat dan Direktorat Jendral Hortikultura, pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan bila serangan mencapai ambang pengendalian, sesuai dengan kondisi serangan OPT dan hentikan penyemprotan minimal dua minggu sebelum panen. Intensitas penyemprotan yang terlalu banyak tanpa memperhatikan kondisi serangan OPT bisa menurunkan produksi yang dihasilkan sehingga meningkatkan terjadinya risiko produksi pada wortel dan bawang daun. Penggunaan obat-obatan yang efektif bisa mengurangi risiko produksi. Artinya, penggunaan obat-obatan dilakukan pada saat ada serangan hama dan penyakit tanaman saja sehingga menyebabkan kondisi produksi stabil. Input usahatani wortel dan bawang daun yang penting lainnya adalah bibit wortel dan bawang daun. Kualitas bibit wortel dan bawang daun ini sangat menentukan seberapa besar produktivitas wortel dan bawang daun nantinya. Di kawasan agropolitan Cianjur bibit wortel dan bawang daun yang digunakan umumnya adalah bibit lokal varietas Cipanas, namun ada pula dari petani responden yang mulai mencoba menggunakan bibit impor khususnya bibit wortel Jepang yang tentunya lebih mahal harganya dari bibit wortel lokal. Tidak setiap musim tanam petani wortel membeli bibit. Beberapa petani wortel membudidayakan sendiri bibit wortel. Sedangkan untuk bibit bawang daun, para petani responden selalu menggunakan hasil panen sebelumnya untuk dijadikan bibit kembali pada musim tanam berikutnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan modal. Bibit bawang daun yang banyak digunakan di kawasan Agropolitan Cianjur diantaranya RP dengan ciri-ciri batang daun besar, bulat, padat, berwarna putih, dan harganya pun relatif lebih tinggi dibandingkan dari varietas lain. Kegiatan usahatani wortel dan bawang daun merupakan kegiatan yang bersifat padat karya. Menurut hasil di lapangan, penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani wortel relatif lebih banyak dibandingkan kegiatan usahatani bawang daun. Penggunaan tenaga kerja mulai dari proses pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, penyemprotan, penyiraman hingga pasca panen. Diantara kegiatan produksi, penggunaan tenaga kerja paling banyak yaitu 51

68 pada kegiatan pengolahan lahan sebelum penanaman. Adapun biaya tenaga kerja di kawasan agropolitan Cianjur berkisar Rp hingga Rp per HOK untuk tenaga kerja laki-laki, dan Rp hingga Rp per HOK untuk tenaga kerja perempuan. Namun untuk biaya penyiraman yang dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki lebih mahal dua kali lipat dari biaya tenaga kerja pada proses kegiatan usahatani yaitu berkisar antara Rp hingga Rp per HOK. Upah yang diterima tenaga kerja di kawasan agropolitan Cianjur sudah merupakan harga kesepakatan yang terbentuk antara petani pemilik dengan para tenaga kerja. Upah minimal Rp per HOK juga merupakan upah standar di Kabupaten Cianjur (Dinas Pertanian Cianjur). Jumlah jam kerja petani di kawasan agropolitan Cianjur hanya 5 jam yaitu dari jam 7 pagi hingga 12 siang. Berbeda dengan jumlah jam kerja HOK umumnya yaitu 8 jam. Perhitungan HOK penggunaan input tenaga kerja menggunakan perhitungan (1 orang x 1 hari x jam kerja) dibagi 5 jam Biaya Produksi Usahatani Wortel dan Bawang Daun Pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur, komponen biaya produksi terdiri dari biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya panen, penyusutan peralatan, opportunity lahan, dan pengeluaran umum. Dari komponen biaya tersebut tidak keseluruhannya dikeluarkan secara tunai. Misalnya, biaya bibit wortel dan bawang daun dan biaya tenaga kerja untuk laki-laki. Tidak semua petani membeli bibit wortel dan bawang daun secara tunai setiap musim tanam. Beberapa petani menggunakan bibit wortel yang dibudidayakan sendiri dan menggunakan bibit bawang daun yang disimpan dari hasil panen sebelumnya. Biaya tenaga kerja untuk laki-laki yang dikeluarkan merupakan jumlah dari biaya upah tunai dengan biaya upah natura (makanan dan minuman). Biaya opportunity lahan untuk lahan milik sendiri diperoleh dari harga sewa tanah yang berlaku di kawasan agropolitan Cianjur yaitu Rp per 1000 m 2 per tahun. Sedangkan biaya opportunity lahan untuk lahan yang menyewa dan gadai digunakan harga sewa dan gadai yang diterima petani tersebut. Sementara itu, biaya opportunity lahan untuk lahan yang dibagi hasil diperoleh dari pendapatan 52

69 kotor yang diterima. Biaya penyusutan diperoleh dari biaya penyusutan peralatan pertanian seperti kored, cangkul, sabit, parang, semprotan, dan sebagainya. Biaya penyusutan diperoleh dari harga beli dibagi umur ekonomis. Pengeluaran umum diperoleh dari biaya yang umumnya tetap dibayarkan petani setiap tahunnya seperti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB). Pembayaran PBB masing-masing petani tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh letak lahan yang berbeda. PBB lahan yang dekat dengan jalan raya akan lebih mahal dibandingkan lahan yang jauh dari jalan raya. Jika petani tidak memiliki lahan sendiri (sewa, gadai, bagi hasil), biaya PBB dianggap nol. Tabel 19. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Wortel per Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun (Rp/1000 m 2 ) Biaya Produksi Musim 1 (Rp) Musim 2 (Rp) Musim 3 (Rp) Biaya bibit , , ,43 Biaya pupuk , , ,27 Biaya obat-obatan , , ,93 Biaya tenaga kerja , , ,30 Biaya panen , , ,60 Penyusutan , , ,40 Oportunity Lahan , , ,00 Pengeluaran umum , , ,83 Biaya Total , , ,76 Pendapatan kotor , , ,20 Pendapatan bersih , ,29 ( ,56) Besarnya biaya produksi yang ditanggung oleh petani wortel dan bawang daun berbeda satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Lampiran 7 dan 8. Ratarata biaya produksi pada usahatani wortel dan bawang daun per 1000 m 2 lahan di kawasan agropolitan tersebut dijelaskan pada Tabel 19 dan

70 Tabel 20. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Daun per Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun (Rp/1000 m2) Biaya Produksi Musim 1 (Rp) Musim 2 (Rp) Musim 3 (Rp) Biaya bibit , , ,13 Biaya pupuk , , ,60 Biaya obat-obatan , , ,30 Biaya tenaga kerja , , ,32 Biaya panen , , ,90 Penyusutan , , ,80 Oportunity Lahan , , ,27 Pengeluaran umum , , ,60 Biaya Total , , ,92 Pendapatan kotor , , ,87 Pendapatan bersih , , ,95 Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani wortel yaitu sebesar Rp ,30 pada musim pertama, Rp ,27, pada musim kedua, dan Rp ,76, pada musim ketiga. Sementara itu rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani bawang daun yaitu sebesar Rp ,17 pada musim pertama, Rp ,67, pada musim kedua, dan Rp ,92 pada musim ketiga. Perbedaan besarnya biaya total setiap musim ini disebabkan karena adanya perubahan pada penggunaan jumlah dan beberapa harga input. Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi yang paling tinggi adalah biaya bibit dan tenaga kerja. Adapun biaya produksi tertinggi yang dikeluarkan secara tunai meliputi biaya bibit, pupuk, obatobatan, biaya tenaga kerja dan biaya panen. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani wortel dan bawang daun berbeda pada setiap musim tanam. Biaya tenaga kerja pada musim kedua paling tinggi dibandingkan dengan musim pertama dan ketiga. Hal ini disebabkan pada musim kedua merupakan musim kemarau sehingga membutuhkan tambahan biaya tenaga kerja untuk kegiatan penyiraman ditambah dengan biaya upah yang lebih tinggi dua kali lipat 54

71 dibandingkan biaya tenaga kerja normal. Rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani wortel dan bawang daun pada musim tanam pertama berbeda dengan musim tanam kedua dan ketiga. Biaya bibit wortel terbesar dikeluarkan petani pada musim pertama yaitu sebesar Rp ,21 per 1000 m 2. Sedangkan untuk biaya bibit bawang daun terbesar dikeluarkan pada musim ketiga yaitu sebesar Rp ,13. Hal ini disebakan oleh naik-turunya harga bibit setiap musim tanam. Sementara komponen biaya pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan tidak berbeda jauh pada setiap musim tanam Pada musim-musim tertentu beberapa harga pada komponen biaya mengalami perubahan. Sementara komponen biayabiaya yang lain cenderung stabil dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Komponen Biaya Produksi Wortel dan Bawang Daun per Musim Tanam pada Tahun Perhitungan biaya produksi wortel dan biaya produksi bawang daun dibagi ke dalam tiga musim. Musim pertama merupakan perhitungan biaya produksi bulan Mei 2010, musim kedua merupakan bulan Januari 2010, dan musim ketiga merupakan bulan September Komponen biaya produksi yang paling tinggi yaitu bibit dan tenaga kerja bisa sangat mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Jika tambahan biaya tenaga kerja untuk penyiraman tidak dikeluarkan, akibatnya meningkatkan risiko produksi yang dihasilkan akan berkurang karena tanaman mengalami kekeringan. 55

72 Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Wortel dan Bawang Daun Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata pendapatan usahatani wortel di kawasan agropolitan Cianjur dalam satu tahun adalah Rp ,33 per 1000 m 2 dan keuntungan usahatani bawang daun dalam satu tahun adalah Rp ,47 per 1000 m 2. Akan tetapi, pendapatan usahatani wortel dan bawang daun berbeda-beda pada setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata pendapatan yang diperoleh petani wortel adalah sebesar Rp ,43 per 1000 m 2 pada musim pertama sedangkan pada musim kedua sebesar Rp ,57 per 1000 m 2. Pada musim ketiga rata-rata pendapatan usahatani wortel terus menurun yaitu mencapai Rp ,20 per 1000 m 2. Sedangkan rata-rata pendapatan yang diperoleh petani bawang daun pada musim pertama adalah sebesar Rp ,43 per 1000 m 2, pada musim kedua sebesar Rp ,50 per 1000 m 2 dan di musim ketiga jauh menurun sebesar Rp ,95 per 1000 m 2. Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata keuntungan usahatani wortel di kawasan agropolitan Cianjur dalam satu tahun adalah sebesar Rp ,87 per 1000m 2. Sedangkan keuntungan usahatani bawang daun dalam satu tahun sebesar Rp ,71 per 1000m 2. Seiring dengan pendapatan yang diperoleh petani, keuntungan dari kegiatan usahatani wortel dan bawang daun ini juga bervariasi setiap musimnya. Keuntungan tertinggi diperoleh pada saat musim pertama (Mei 2010) yaitu sebesar Rp ,14 per 1000m 2. Sementara pada musim kedua (Januari 2010) keuntungan sebesar Rp ,29 per 1000m 2. Adapun pada musim ketiga (September 2009) rata-rata keuntungan benilai negatif dengan nilai mencapai Rp ,56 per 1000m 2.Sedangkan untuk bawang daun, keuntungan di musim pertama sebesar Rp ,26 per 1000m 2, di musim kedua sebesar Rp ,50 per 1000m 2 dan di musim ketiga sebesar Rp ,95 per 1000m 2. 56

73 Gambar 8. Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih Usahatani Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Perbedaan pendapatan dan keuntungan usahatani wortel dan bawang daun yang berbeda-beda pada setiap musim tanam ini dipengaruhi oleh perbedaan produksi yang dihasilkan, penggunaan input yang berbeda, perbedaan harga input yang dikeluarkan pada setiap musim tanam. Perbedaan ini juga disebabkan oleh perbedaan harga jual wortel dan bawang daun setiap musim tanam. Gambar 9. Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih Usahatani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun Dari Gambar 8 dan 9 di atas dapat diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur berfluktuasi setiap musim tanamnya. Fluktuasi keuntungan yang diperoleh petani 57

74 wortel dan petani bawang daun tersebut merupakan akibat yang ditimbulkan karena adanya risiko produksi. Keuntungan terendah yang diperoleh petani wortel dan petani bawang daun lebih dominan terjadi pada musim ketiga yang merupakan musim hujan. Hal ini disebabkan karena produksi wortel dan bawang daun relatif akan menurun pada jika dibudidayakan pada musim hujan. Maka dari itu untuk mengurangi risiko produksi sebaiknya menghindari menanam wortel dan bawang daun pada musim hujan. 58

75 VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI 6.1 Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun Petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Untuk itu, agar kerugian dapat diminimalisir maka pelaku usaha wortel dan bawang daun harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Besarnya tingkat risiko tidak dapat diukur secara tepat karena usaha di bidang pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor alam. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko produksi wortel dan bawang daun dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas wortel (ton/ha). Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi yaitu, kondisi hasil terendah, normal, dan tertinggi. Sementara penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas wortel dan bawang daun (ton/ha) dalam 10 kali masa tanam (Lampiran 9). Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Peluang dan Produktivitas wortel dan bawang daun dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Peluang dan Produktivitas Wortel dan Bawang Daun pada Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah di Kawasan Agropolitan Cianjur Wortel Bawang Daun Kondisi Peluang Produktivitas Peluang Produktivitas (ton/ha) (ton/ha) Tertinggi 0,31 37,10 0,30 25,92 Normal 0,43 28,33 0,42 20,04 Terendah 0,26 17,78 0,28 11,14 Berdasarkan Tabel 21 dapat disimpulkan bahwa peluang keuntungan usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur masih relatif tinggi yaitu sebesar 0,74 atau 74 persen untuk wortel dan 0,72 atau 72 persen

76 untuk bawang daun. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan peluang pada kondisi normal dan kondisi tertinggi. Oleh karena itu budidaya wortel dan budidaya bawang daun masih cukup menguntungkan diusahakan. Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai risiko dapat dianalisis dengan melihat expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation, seperti yang terlihat pada Tabel 22. Nilai expected return menggambarkan tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Nilai expected return merupakan penjumlahan produktivitas pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah dikali masing-masing peluang pada ketiga kondisi tersebut. Tabel 22. Nilai Expected Return, Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation Wortel dan Bawang Daun Dilihat dari Return Produktivitas di Kawasan Agropolitan Cianjur Ukuran Wortel Bawang Daun Expected Return 28,31 19,31 Variance 52,78 32,02 Standard deviation 7,26 5,66 Coefficient variation 0,26 0,29 Nilai expected value wortel sebesar 28,31 ton/ha dan nilai expected value bawang daun sebesar 19,31 ton/ha. Nilai ini berarti, sebesar 28,31 ton/ha jumlah produktivitas wortel diharapkan terjadi oleh petani wortel dan sebesar 19,31 ton/ha jumlah produktivitas bawang daun diharapkan terjadi oleh petani bawang daun. Nilai variance untuk wortel adalah 52,78. Nilai ini berarti, sebesar 52,78 ton/ha penyimpangan kerugian usaha budidaya wortel yang dihadapi petani. Standard deviation untuk wortel adalah sebesar 7,26 atau sebesar 25,65 persen dari nilai expected return yang diperoleh petani. Nilai ini berarti, sebesar 7,26 ton/ha fluktuasi keuntungan yang dihadapi petani wortel di kawasan agropolitan Cianjur. Nilai Standard deviation untuk bawang daun adalah sebesar 5,66 atau sebesar 29,31 persen dari nilai expected return yang diperoleh petani. Nilai ini berarti sebesar 5,66 ton/ha fluktuasi keuntungan yang dihadapi petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Nilai coefficient variation wortel sebesar 26 60

77 persen dan nilai coefficient variation sebesar 29 persen. Nilai ini berarti, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh, maka risiko (kerugian) yang dihadapi petani wortel dan petani bawang daun sebesar coefficient variation wortel dan bawang daun. Dari ketiga ukuran risiko tersebut, nilai coefficient variation yang paling menentukan tingkatan risiko. Menurut hasil pengamatan dilapangan, tingkat risiko produksi wortel yang lebih kecil dibandingkan tingkat risiko produksi bawang daun disebabkan oleh penggunaan input. Input wortel menggunakan benih sedangkan input bawang daun menggunakan bibit yang diperoleh dari hasil panen musim sebelumnya. Benih yang digunakan untuk usahatani wortel umumnya merupakan benih yang dibeli petani di toko saprotan. Benih tersebut tentunya sudah lulus uji kualitas sehingga layak untuk beredar dipasaran. Bibit yang digunakan untuk usahatani bawang daun merupakan produksi dari panen musim sebelumnya yang disisihkan. Meskipun tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit sudah merupakan hasil pemilihan. Namun, seringkali petani kurang memperhatikan umur tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit. Bibit bawang daun yang baik adalah jika umurnya sudah 4 bulan dan tidak terserang hama penyakit. Penggunaan bibit pada bawang daun juga menimbulkan potensi kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan benih wortel pada saat penanaman. Kondisi kekeringan ini bisa terjadi pada saat menanam worteldan bawang daun pada musim kemarau. Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa dilihat dari nilai varian, usahatani wortel mempunyai nilai varian yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani bawang daun. Demikian halnya dengan nilai standar deviasi pada usahatani wortel mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan usahatani bawang daun. Namun demikian dilihat dari nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa usahatani wortel mempunyai nilai yang lebih kecil dari usahatani bawang daun. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah produksi yang diharapkan ternyata usahatani wortel menghadapi risiko produksi yang lebih kecil dibandingkan bawang daun. Setelah mengetahui seberapa besar tingkat risiko produksi yang terdapat pada usahatani wortel dan usahatani bawang daun, kemungkinan terjadinya kerugian diharapkan dapat diminimalisir segera oleh petani sebagai pelaku usaha. 61

78 Meminimalisir kerugian pada usahatani wortel dan usahatani bawang daun dapat dilakukan melalui analisis alternatif penanganan risiko produksi yang akan dijabarkan pada sub bab selanjutnya. Jika terjadinya risiko produksi dapat dicegah atau dikurangi dengan adanya strategi penanganan risiko produksi, maka kemungkinan panen dengan produksi yang menurun dapat dicegah. Oleh karena itu, kekontinuitasan pemasaran wortel dan bawang daun yang setiap hari dilakukan petani di agropolitan Cianjur tidak akan terhambat Sumber-Sumber Risiko Produksi di Kawasan Agropolitan Cianjur Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Faktor alam dan lingkungan tersebut yaitu, serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban, bencana alam, teknologi, dan input. Selain itu, sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky. 1. Faktor Iklim dan Cuaca Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Hal ini disebabkan karena perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, saat ini kondisi cuaca sering berubah-ubah dan tidak sesuai lagi dengan siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca sangat mempengaruhi pertumbuhan wortel dan bawang daun. Selain itu, cuaca juga sangat terkait dengan munculnya hama dan penyakit tanaman. Secara teknis, wortel dan bawang daun membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Kedua tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. Namun, bila kekurangan air relatif lama akan mengganggu pertumbuhan tanaman baik wortel maupun bawang daun karena bisa menyebabkan kekeringan dan tanaman mati. Sebaliknya, kelebihan air yang umumnya terjadi pada musim hujan dapat mengakibatkan kematian tanaman karena serangan penyakit (busuk). Menurut kondisi di lapangan, tanaman wortel dan tanaman bawang daun tidak akan disiram 62

79 pada musim hujan (biasanya pada musim ke tiga) dan peralihan kemarau (biasanya pada musim pertama). Penyiraman hanya dilakukan pada musim kemarau panjang saja (biasanya pada musim ke dua). Jika suhu udara terlalu tinggi (lebih dari 25 o C) seringkali menyebabkan umbi wortel kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam dan untuk bawang daun akan menghambat pertumbuhan atau bahkan membuat tanaman mati akibat penguapan (transpirasi) yang berlebihan. Jika suhu udara terlalu rendah ( kurang dari 14 o C), maka umbi wortel yang terbentuk menjadi panjang kecil dan untuk tanaman bawang daun suhu yang terlalu rendah bisa membuat tanaman mati. Dilihat dari perkembangan produktivitas selama satu tahun, secara umum produktivitas usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur sangat bervariasi setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Adapun informasi mengenai tingkat produktivitas wortel dan bawang daun setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Rata-rata Produktivitas Wortel dan Bawang Daun per Musim Tanam pada Tahun Produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu pada musim pertama yaitu antara bulan Mei hingga Agustus. Pada rentang waktu tersebut, kondisi cuaca relatif mendukung pertumbuhan wortel dan bawang daun. Penyebabnya adalah pada rentang waktu bulan Mei-Agustus tersebut cuaca relatif cerah dengan suhu yang agak panas. Sementara itu, seperti yang terlihat pada Gambar 13, 63

80 tingkat produktivitas wortel dan bawang daun pada musim kedua (Januari-April) dan musim ketiga (September-Desember) lebih rendah dengan perbedaan yang cukup signifikan. 2. Faktor Hama dan Penyakit Tanaman Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah terpenting yang dihadapi dalam kegiatan budidaya wortel dan bawang daun. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman wortel mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bunga. Sedangkan untuk tanaman bawang daun bisa menyerang mulai dari akar, batang, dan daun. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman dapat menjadi faktor risiko usahatani wortel dan bawang daun. Terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya panen wortel dan bawang daun di agropolitan Cianjur, mulai dari jenis ulat, kutu, lalat, cacing, dan sebagainya. Bagian tanaman wortel dan bawang daun yang diserang pun bervariasi. Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur dijelaskan pada Tabel 23 dan Tabel 24. Tabel 23. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Wortel Jenis Hama Ciri-Ciri Bentuk Serangan Ulat tanah Ulat tanah berwarna coklat sampai hitam, panjangnya Menyerang bagian pucuk atau titik tumbuh tanaman wortel antara 4-5 cm dan yang masih muda. Akibat bersembunyi di dalam tanah. serangan, tanaman layu atau Serangga dewasa berupa terkulai, terutama pada kupu-kupu berwarna coklat tua, bagian sayap depannya bagian tanaman yang dirusak hama bergaris-garis dan terdapat titik putih Kutu daun Kutu daun dewasa berwarna hijau sampai hitam, hidup berkelompok di bawah daun atau pada pucuk tanaman Lalat Yang sering merusak tanaman wortel adalah larvanya. Menyerang tanaman dengan cara mengisap cairan selnya, sehingga menyebabkan daun keriting atau abnormal Menyerang masuk ke dalam umbi dengan cara menggerek atau melubanginya 64

81 Tabel 24. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Daun Jenis Hama Ciri-Ciri Bentuk Serangan Kutu Bawang Berwarna cokelat kelabu Terdapat bercak-bercak yang dengan panjang kurang mengkilau dan bintik-bintik lebih 1 mm, sedang putih yang merupakan bekas larvanya berawarna gigitan pada daun kuning muda Ulat daun Saat masih muda berwarna hijau daun dengan panjang sekitar 2,5 cm Ulat tanah Menyerang pada saat malam hari Menyerang tanaman yang masih muda Dapat menular Hama sieur Menyerang pada musim kemarau terutama saat matahari terik Berwarna kuning, putih, dan merah Cacing akar Bentuknya seperti cacing yang sangat kecil Daun yang diserang terlihat menerawang (tembus cahaya) atau bercak-bercak putih Menyerang pada bagian leher umbi sehingga menyebabkan batang jatuh ke tanah Daun yang diserang berwarna keabu-abuan jika dilihat dari jauh Tanaman yang terserang pangkal titik tumbuhnya bengkak dan ujung akarnya kering dan busuk sehingga menjadi kerdil Selain hama, juga terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman wortel dan bawang daun mulai dari cendawan (jamur) dan nematoda (cacing). Penyakit yang paling sering menyerang wortel disebabkan oleh cendawan dan nematoda. Sedangkan penyakit pada bawang daun paling sering disebabkan oleh cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang. Pembusukan akibat serangan cendawan biasanya kering, namun adapula yang membuat basah dan berbau. Gambaran mengenai jenis-jenis penyakit pada tanaman wortel dan bawang daun dapat dilihat pada Tabel 25 dan Tabel

82 Tabel 25. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Wortel Jenis Penyakit Keterangan Bercak daun Bercak-bercak berwarna coklat muda atau putih dengan pinggiran berwarna coklat tua sampai hitam pda daun Menyebabkan daun mengeriting, daun akan mati jika bercak menggelang pada tangkai Bengkak akar Umbi dan akar tanaman wortel menjadi salah bentuk, Wortel berbenjol-benjol abnormal Hawar daun Bercak-bercak kecil pada daun berwarna coklat tua sampai hitam.pada umbi ada gejala bercak-bercak tidak beraturan bentuknya, kemudian membusuk berwarna hitam sampai hitam kelam. Busuk pangkal Daun berwarnai kemerahan, tangkai daun juga, tanaman umbi batang kerdil, pangkal umbi wortel membusuk dan bau Baik hama maupun penyakit, kedua-duanya dapat menimbulkan kerugian pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Setiap hama maupun penyakit memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda satu sama lain. Apabila tidak ditangani dengan tepat, serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal panen hingga seratus persen. Meskipun beberapa jenis hama ataupun penyakit pada tanaman wortel dan bawang daun muncul secara musiman, namun ada kalanya kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Tabel 26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Daun Jenis Penyakit Bercak ungu Busuk (Sulidat) Busuk batang Layu daun leher Keterangan Ujung daun mengering dan tanaman mati Pangkal batang busuk Daun berwarna putih dan diliputi oleh bulu-bulu berwarna hitam dan akhirnya mati Menyebabkan pangkal batang menjadi lunak dan berwarna abu-abu, kebasahan, dan akhirnya membusuk daun menguning dan layu mendadak 66

83 3. Tingkat Kesuburan Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini, lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga pemanfaatannya harus seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuian dan daya dukung lahan terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan. Salah satu bagian dari daya dukung lahan tersebut adalah tingkat kesuburan lahan. Kondisi tanah yang berbukit-bukit di lapangan menunjukkan perbedaan dalam tingkat kesuburan. Tanah yang letaknya menghadap sinar matahari langsung ke sebelah timur merupakan lahan yang paling subur. Meskipun penggunaan pupuk kandang selalu dilakukan khusunya untuk pemupukan tahap pertama (setelah pengolahan lahan). Namun, penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang sudah berlangsung lama di kawasan agropolitan Cianjur bisa memicu hilangnya kesuburan tanah di daerah tersebut. Kesuburan lahan juga erat kaitanya dengan pengaturan pola tanam. Pengaturan pola tanam yang baik yaitu tidak menanam komoditas yang sama sepanjang tahun akan mempertahankan kesuburan tanah. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih ada beberapa petani wortel dan petani bawang daun yang menanam komoditas tersebut sepanjang tahun. Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Perbedaan struktur maupun tekstur tanah ini biasanya sesuai dengan jenis tanahnya. Penggunaan bahan-bahan kimia yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah. 4. Efektivitas Penggunaan Input Dalam usahatani wortel dan bawang daun, komponen terpenting dari variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja. Efektivitas penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Hal ini dikarenakan penggunaan setiap input akan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil 67

84 risiko produksi yang dihadapi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun. Kondisi di lapangan menunjukkan, masih ada beberapa petani yang kurang memperhatikan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Mereka cenderung terus menggunakan pupuk dan obat-obatan tanpa memperhatikan ambang batas penggunaannya. Contoh kongkritnya yaitu penyemprotan pestisida yang dilakukan terus-menerus hingga panen, padahal hama yang ada pada lahan belum tentu ada. Petani tersebut berprinsip lebih baik mencegah daripada mengobati. Kualitas bibit sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani. Berdasarkan informasi di lapangan bibit tanaman wortel bisa diperoleh langsung di toko sarana produksi pertanian terdekat ataupun membenihkan sendiri. Sedangkan tanaman bawang daun lebih banyak menggunakan bibit yang dibenihkan sendiri. Bibit juga ditunjukkan dari ketahanan bibit wortel dan bawang daun terhadap hama dan penyakit. Wortel dan bawang daun merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Namun jika dibandingkan, bawang daun lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman daripada tanaman bang daun. Alokasi pupuk maupun obat-obatan untuk tanaman bawang daun relatif lebih banyak dibandingkan tanaman wortel. Penggunaan obat-obatan untuk membasmi hama dan penyakit yang terkadang tidak dapat dipastikan dalam menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang. Bahkan pada beberapa kasus justru menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit tertentu. Begitu pula dengan pupuk yang digunakan. Belum tentu alokasi pupuk yang lebih banyak dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak pula. Terlebih, adanya dugaan bahwa kondisi tanah di sebagian besar wilayah kawasan agropolitan Cianjur yang hampir jenuh terhadap bahan-bahan kimia. 5. Keterampilan Sumber Daya Manusia yang Kurang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu modal dalam menjalankan suatu usaha. SDM dari petani yang kurang baik bisa mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil di lapangan, ada 11 orang petani wortel dari 30 orang sampel yang tidak pernah mengikuti pelatihan pertanian. Sedangkan petani bawang daun yang tidak pernah mengikuti pelatihan pertanian 68

85 ada sembilan orang dari 30 orang sampel. Meskipun sebagian besar petani wortel dan petani bawang daun pernah mengikuti pelatihan pertanian namun kegiatan tersebut dirasa para petani sudah lama sekali dilakukan. Keberadaan PPL juga sudah dirasa kurang oleh para petani, sehingga petani sulit memperoleh informasi terbaru mengenai proses budidaya yang baik. Beberapa kelompok tani yang berada di bawah naungan agropolitan juga sudah tidak berjalan program dan kepengurusannya. Termasuk Agropolitan yang keberadaannya dirasa petani sudah kurang berperan selam dua tahun terakhir Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa hal yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun adalah sebagai berikut : 1. Faktor Iklim dan Cuaca Pada musim kemarau panjang, umumnya petani melakukan dua kali penyiraman selama musim tanam ke lahan wortel dan lahan bawang daun yang mengalami kekeringan. Penyiraman dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki dengan biaya dua hingga tiga kali lebih mahal dari biaya tenaga kerja biasa. Penyiraman biasa dilakukan malam hari untuk menghindari suhu yang panas di siang hari. 2. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Wortel dan bawang daun merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit pada tanaman wortel dapat menyerang mulai dari akar, umbi, batang, dan daun (Tabel 27). Sedangkan pada tanaman bawang daun, hama dan penyakit dapat menyerang akar, batang, dan daun (Tabel 28). Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunaan obat-obatan tertentu, penyiangan, dan sebagainya. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, rata-rata frekuensi penyemprotan tanaman berkisar dua hingga sepuluh kali selama musim tanam untuk tanaman wortel dan untuk tanaman bawang daun tiga hingga dua belas kali 69

86 selama musim tanam. Sebagian besar petani tidak terlalu menyesuaikan perlakuan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan musim dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan atau dengan kata lain penyemprotan dilakukan tetap di setiap musim. Penyemprotan baru dihentikan satu minggu sebelum panen. Namun, ada pula beberapa petani yang menyesuaikan perlakuan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun dengan musim dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Tabel 27. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Wortel yang Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur Jenis Hama dan Penyakit Perlakuan Ulat tanah Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Kutu daun Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Lalat Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Bercak daun Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Bengkak akar Wortel Memberokan lahan dan melaksanakan pergiliran tanaman di lahan yang akan ditanami wortel Membuang tanaman yang terserang penyakit Tidak menggunakan umbi yang terserang penyakit untuk perbanyakan benih biji wortel Hawar daun Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Merotasi lahan dengan tanaman lain Busuk pangkal batang Membuang tanaman yang terinfeksi Meskipun petani wortel dan bawang daun sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, tetapi upaya-upaya tersebut belum bersifat terpadu. Petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur cenderung menggunakan obat-obatan melebihi dosis yang ditentukan dengan meningkatkan intensitas penyemprotan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut, petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur belum memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu ini dikarenakan masih terbatasnya pengetahuan petani bawang merah dalam melakukan hal 70

87 tersebut. Terlebih serangan hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun tersebut sering kali berubah dari waktu ke waktu. Tabel 28. Cara pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Daun yang Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur Jenis Hama dan Penyakit Perlakuan Kutu Bawang Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Menambah frekuensi penyiangan Membuang yang sudah terinfeksi Ulat daun Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Ulat tanah Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Hama sieur Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Cacing akar Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Bercak ungu Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Menambah frekuensi penyiangan Membuang yang sudah terinfeksi Busuk daun (Sulidat) Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Menambah frekuensi penyiangan Membuang yang sudah terinfeksi Busuk leher batang Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Menambah frekuensi penyiangan Membuang yang sudah terinfeksi Layu Penyemprotan secara rutin dengan pestisida Membuang yang sudah terinfeksi Kondisi lahan yang digunakan untuk usahatani bawang daun di lapangan selurunya masih berupa lahan terbuka. Hal ini bisa mempengaruhi mempengaruhi lebih banyak tumbuhnya gulma dan cendawan di dalam tanah. Pengendalian hama dan penyakit juga bisa dilakukan dengan kegiatan penyioangan (ngoyos). Sebagian besar petani di kawasan agropolitan Cianjur melakukan penyiangan sebanyak 2 kali untuk wortel dan 1 kali penyiangan untuk bawang daun atau tidak melakukan penyiangan untuk bawang daun. Penyiangan wortel dilakukan pada 30 HST dan 60 HST dengan menggunakan tangan. Program penyuluhan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun sangat dibutuhkan petani. Saat ini program penyuluhan mengenai budidaya wortel dan bawang daun belum berjalan efektif dikarenakan fungsi agropolitan yang ada sudah tidak berjalan dengan baik selama dua tahun terakhir ini. 71

88 3. Tingkat Kesuburan Lahan Kondisi Petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agropolitan kurang memperhatikan masalah kesuburan lahan. Meskipun pupuk kandang selalu digunakan oleh petani di kawasan agropolitan Cianjur. Namun, petani lebih banyak menggunakan pupuk kimia dibandingkan pupuk kandang. Kemauan petani untuk beralih ke pertanian organik secara bertahap pun dirasa masih sangat kurang. Menurut petani, kondisi lahan mereka masih subur mengingat lokasi lahan di kaki gunung Gede Pangrango yang masih aktif. Namun jika dibiarkan pupuk kimia terus-menerus digunakan dalam waktu yang lama, akan sangat mungkin lahan di wilayah tersebut menjadi rusak dan tidak subur lagi. Petani dikawasan agropolitan Cianjur baru menggunakan 6,5-6,7 ton/hektar pupuk kandang untuk tanaman wortel dan 7,2-8,5 ton/hektar pupuk kandang untuk tanaman bawang daun. Kesuburan lahan juga erat kaitanya dengan pengaturan pola tanam. Masih ada beberapa petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur melakukan pola tanam yang cenderung belum mengikuti pola tanam yang ditentukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu tidak menanam komoditas yang sama secara terus-menerus sepanjang tahun. Ketidakteraturan dalam waktu menanam ini dapat menyebabkan pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan menjadi tidak efektif dan kesuburan tanah pun menjadi menurun. Hanya sebagian kecil petani wortel dan bawang daun yang mulai menerapkan pola tanam yang dengan komoditas yang berbeda sepanjang tahun. 4. Efektivitas Penggunaan Input Seperti yang sudah dijelaskan di biaya produksi usahatani wortel dan usahatani bawang daun pada Tabel 19 dan 20. Penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun tidak terlalu berbeda jauh antara musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja. Sebagian besar petani wortel dan petani bawang daun yang menjadi sampel kurang begitu memperhatikan penggunaan pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja yang sesuai dengan SOP yang ada. Kebayakan petani menggunaan input produksi hanya berdasarkan pengalaman saja. 72

89 5. Keterampilan SDM yang Kurang Hanya beberapa petani wortel dan bawang daun dari 60 sampel yang mau berusaha sendiri mengatasi permasalahan SDM yang dihadapi. Peningkatan SDM biasanya dilakukan petani adalah dengan mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh perusahaan obat-obatan. Hingga saat ini hanya satu kelompok tani yang tengah bekerjasama dengan lembaga pendidikan seperti Institut Pertanian Bogor dalam meningkatkan pertanian diwilayahnya. 6.2 Alternatif Penanganan Risiko Produksi Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko produksi. Terlebih, berdasarkan observasi di lapangan, rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani wortel dan bawang daun selama bertahun-tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun tingkat risiko usahatani wortel dan bawang daun yang relatif tinggi, tetapi usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan. Namun, beberapa tindakan petani dalam menghadapi adaya risiko produksi ternyata belum begitu dapat meminimalkan kerugian yang dialami. Kegagalan produksi dianggap sebagai kejadian yang wajar di bidang pertanian. Dengan mengetahui bahwa usaha budidaya wortel dan bawang daun berpotensi untuk terjadinya risiko produksi maka perencanaan penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan kesadaran akan risiko serta kesadaran untuk melakukan penanganan risiko. Dalam kajian ini, diharapkan dapat memberi gambaran kepada petani terhadap usaha budidaya wortel dan bawang daun dalam merumuskan alternatif penanganan dalam mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun. Proses yang dilakukan dalam perumusan alternatif pengelolaan risiko dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap risiko yang terjadi serta penyebabnya, kemudian dilakukan pengukuran besarnya risiko dan selanjutnya ditentukan langkahlangkah penanganan yang efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Dari identifikasi risiko yang dilakukan diperoleh hasil bahwa petani di kawasan agropolitan Cianjur mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya wortel dan bawang daun yang diusahakan. Risiko produksi tersebut disebabkan 73

90 oleh berbagai faktor ntara lain perubahan iklim dan cuaca, serangan hama dan penyakit, tingkat kesuburan lahan, serta efektivitas penggunaan input. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap risiko produksi tersebut dan diperoleh hasil sebesar 0,23 untuk tanaman wortel dan 0,23 untuk tanaman bawang daun. Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan hasil produksi dengan adanya risiko produksi. Dari data diatas, maka dapat ditentukan alternatif penanganan dalam menangani risiko produksi budidaya wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi, strategi penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun yang dapat dilakukan oleh petani diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi. Musim kemarau yang berkepanjangan bisa menyebabkan kekeringan pada tanaman, terlebih lagi tanaman dengan lokasi lahan yang jauh dari sumber air. Cek suhu serta kelembaban lahan dengan melihat kondisi tanaman dan tanah secara langsung. Pengecekan kondisi lahan sebaiknya dilakukan sesering mungkin, jadi apabila suhu mulai meningkat maka secepatnya dilakukan penyiraman. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel Kabupaten Cianjur, tidak ada batas barapa kali penyiraman budidaya wortel dalam satu kali musim tanam. Penyiraman budidaya wortel pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan. Pada musim kemarau, penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih disebar. Jika dua kali penyiraman kebutuhan air pada tanaman wortel dirasakan oleh petani cukup, maka tidak perlu lagi menambahkan penyiraman. Namun, jika dua kali penyiraman dirasakan petani belum cukup, maka petani bisa menambahkan penyiraman menjadi tiga sampai empat kali. Penyiraman sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari saat matahari tidak terlalu terik sehingga bisa mengurangi penguapan. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Bawang Daun, penyiraman dilakukan hanya pada musim kemarau sebanyak 1 minggu sekali pada pagi atau sore hari. Aternatif lain untuk mengatasi cuaca adalah pengunaan mulsa plastik. Mulsa plastik mengurangi penguapan air tanah dan 74

91 memantulkan sinar ultraviolet matahari. Kegiatan ini bertujuan agar kelembaban tanaman dan tanah dapat selalu terjaga sehingga tanaman tidak rusak. 2. Menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Tujuan PHT adalah agar organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dapat terkendali tanpa merusak lingkungan untuk serta mencegah kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil (kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk. SOP tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman wortel yaitu : a. Melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap OPT di lahan secara berkala. b. Menentukan jenis tindakan yang perlu segera dilakukan c. Pengendalian OPT dilakukan bila serangan mencapai ambang pengendalian, sesuai dengan kondisi serangan OPT, fase/stadium tanaman, dan sesuai teknik yang dianjurkan. Menurut SOP Budidaya Wortel, penyemprotan dengan pestisida yang selalu rutin dilakukan petani pada saat musim hama dan penyakit wortel harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dipanen. Pengendalian hama juga dilakukan dengan cara penyiangan (ngoyos). Penyiangan ini bertujuan mencegah hama dari rumput liar (gulma) serta memusnahkan tanaman yang sudah terjangkit hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali, penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST (Hari Setelah Tanam) dengan menggunakan tangan untuk mengatur jarak tanam, penyiangan ke dua dilakukan pada saat tanaman berumur 60 HST menggunakan garpu kecil untuk menggundukan tanah pada pangkal tanaman, dan penyiangan ke tiga pada saat tanaman berumur 75 HST dengan menggunakan tangan. SOP tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman bawang daun yaitu : a. Lakukan pengamatan secara rutin pada kondisi pertanaman. Utamakan pengendalian secara mekanis dan kultur teknis (tanaman yang terserang hama/penyakit dicabut dengan tangan atau pisau, dibuang dan dibakar atau dikubur sejauh mungkin dari lokasi kebun). 75

92 b. Lakukan prosedur pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida secara selektif apabila tanaman terserang hama atau penyakit. c. Hentikan penyemprotan minimal 2 minggu sebelum panen. d. Pencampuran pestisida dengan air dilakukan secara hati-hati dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Musnahkan sisa pestisida, botol atau kaleng bekas wadah di tempat pembuangan limbah atau dikubur ke dalam tanah yang jauh dari sumber air. e. Cuci bersih peralatan setelah dipergunakan f. Buang limbah pencucian ke dalam bak peresapan dan tidak boleh mencemari sumber air. Penyiangan (ngoyos) pada tanaman bawang daun dilakukan sebanyak 1 kali. Penyiangan dilakukan setelah tanam berumur 7 hari. Jika terdapat tanaman yang rusak atau menunjukkan gejala kerusakan, maka dibuang saja. Selain penyiangan, dibutuhkan pula kegiatan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan pada umur HST setinggi 10 cm dan pada umur 70 HST menjadi 40 cm, dengan cara menggemburkan dan menaikkan tanah dengan menggunakan cangkul. Alternatif lain yaitu penggunaan mulsa hitam perak karena warna hitam pada permukaan plastik yang dipasang menghadap tanah dapat menekan pertumbuhan gulma dan cendawan di dalam tanah. 3. Meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan yang tepat dan merotasikan pola tanam. Perotasian tanaman sejenis minimal 1 kali masa tanam dan maksimal 2 kali masa tanam (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur). Menurut SOP budidaya wortel, pemupukan yang tepat khususnya pemupukan susulan (pemupukan ke 1 dan 2) mengacu pada lima hal yaitu, dosis, cara, waktu, tempat, dan jenis. Pemberian pupuk pertama (setelah pengolahan tanah) sebanyak ton/hektar pupuk kandang. Pupuk susulan diberikan diberikan saat tanaman berumur 30 HST dan 60 HST. Pemberian pupuk susulan dilakukan setelah penyiangan 1 dan 2 dengan dosis 100 kg/ha urea dan 100 kg/hektar SP36. Pupuk SP36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk gelintiran (granular) yang komponen utamanya mengandung unsur hara fosfor berupa monokalsium fosfat dengan rumus kimia Ca (H2PO4)2, dibuat dari bahan dengan bantuan fosfat alam. 76

93 Menurut SOP budidaya bawang daun, penggunaan pupuk kandang pada pemupukan pertama yaitu ton/hektar. Pemupukan susulan dilakukan pada usia 21 HST (seminggu sekali) dengan konsentrasi 4 kg NPK / 200 liter air. Aplikasinya 200 mililiter/tanaman. NPK merupakan campuran urea, TSP, KCL dengan perbandingan 25 : 7 : Penggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP. Komponen terpenting dari variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja. Penggunaan input yang tepat akan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko produksi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbedabeda terhadap tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun. Benih wortel yang digunakan petani di kawasan agropolitan Cianjur sebanyak 7,8 kuintal/hektar, pupuk kandang sebanyak 6,5-6,7 ton/hektar, pupuk urea sebanyak kg/hektar. Menurut SOP Budidaya Wortel, standar benih yang baik yaitu memiliki daya kecambah lebih dari 90 persen, warna dan ukuran benih seragam, utuh, dan tidak cacat. Jika penanaman dilakukan pada musim kemarau, benih harus direndam air selama jam sampai kelihatan pecah, ditiriskan hingga cukup kering, baru bisa digunakan. Benih digunakan sebanyak 8 kg/ha. Penggunaan pupuk kandang sebanyak ton/ha, pupuk urea sebanyak 200 kg/ha. Penggunaan bibit dan pupuk urea yang melebihi batas penggunaan bibit dan pupuk urea pada tanaman wortel akan menurunkan produktivitas wortel dan meningkatkan pengeluaran input sehingga keuntungan yang didapatkan berkurang. Sementara itu, penggunaan pupuk kandang perlu ditingkatkan sesuai SOP yang ada agar produktivitas wortel meningkat. Benih bawang daun yang digunakan petani di kawasan agropolitan Cianjur sebanyak 129,5 kuintal/hektar, pupuk kandang sebanyak 7,2-8,5 ton/hektar, pupuk urea sebanyak kg/hektar. Menurut SOP Bawang Daun, penggunaan bibit bawang daun yang baik yaitu benih yang dipilih merupakan benih yang jelas varietasnya (tepat jenis) dengan potensi yang sesuai dengan karakteristik varietas tersebut, memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan agroklimat setempat. Penanaman benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam pagi atau sore hari setelah jam untuk menghindari 77

94 stres karena terik matahari. Bibit yang digunakan adalah bibit yang sudah berumur 4 bulan. Penggunaan bibit sebanyak bibit/ha Penggunaan pupuk urea sebanyak 775,6 kg/hektar, dan penggunaan pupuk kandang sebanyak ton/hektar. 5. Meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia. Petani dalam menjalankan kegiatan usahatani harus didukung oleh sumberdaya manusia yang sudah diorganisasikan dengan baik sesuai jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan. Petani pemilik sebaiknya melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja yang menggarap lahannya. Keterampilan petani pemilik dan petani penggarap tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihanpelatihan kemampuan budidaya tanaman wortel dan bawang daun Pelatihan kemampuan budidaya seharusnya sudah merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan petani di lokasi penelitian mengingat kawasan penelitian merupakan kawasan agropolitan. Namun, hal ini tidak demikian adanya karena peranan agropolitan dirasa sudah kurang aktif lagi dalam membina petani dan kelompok tani yang ada di wilayah tersebut. Selain pelatihan budidaya, petani juga dapat mengikuti pelatihan mengenai manajemen pengelolaan usahatani dan pengelolaan keuangan. 6. Melakukan diversifikasi dengan cara tumpangsari. Tumpangsari merupakan cara tanam jenis tanaman lain, sebagai tanaman selingan di lahan yang ditanami jenis tanaman utama. Tanaman wortel bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lain yang ditanam di pingir bedengan. Sedangkan tanaman bawang daun bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lain disetiap sela-sela jarak tanaman bawang daun. Tanaman wortel bisa ditumpangsarikan dengan tanaman bawang daun dan tanaman bawang daun bisa ditumpangsarikan dengan tanaman bayam, ketumbar, bit, pakcoy. Pola tumpangsari ini bisa memberikan pendapatan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola monokultur. Petani di lokasi penelitian sudah mengetahui dan banyak yang mulai menerapkan pola tumpangsari ini, namun belum semua petani melakukannya. 78

95 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 6.2 Kesimpulan 1. Dilihat dari return produktivitas, risiko produksi wortel di kawasan agropolitan Cianjur sebesar 0,26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,26 satuan atau 26 persen. Sementara itu, risiko produksi yang dihadapi petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur adalah sebesar 0,29 atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,29 satuan atau 29 persen. Nilai ini diperoleh dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation. 2. Alternatif penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur yaitu : a. Melakukan penyiraman l pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan pada pagi atau sore hari untuk tanaman wortel. Pada musim kemarau, penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih wortel disebar. Penyiraman pada musim kemarau untuk bawang daun dilakukan 1 minggu sekali pada pagi atau sore hari. Aternatif lain untuk mengatasi cuaca adalah pengunaan mulsa plastic untuk tanaman bawang daun. b. Menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Penyemprotan dengan pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang daun dipanen. Pengendalian hama juga dilakukan dengan cara penyiangan (ngoyos) untuk wortel sebanyak tiga kali selama musim tanam yaitu 30 HST menggunakan tangan, 60 HST menggunakan garpu kecil, dan 75 HST menggunakan tangan. Pengendalian hama juga dilakukan dengan cara penyiangan (ngoyos) untuk bawang daun sebanyak satu kali selama satu musim tanam dan pembumbunan sebanyak dua kali selama satu musim tanam. c. Meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat d. Penggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP.

96 e. Meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel. Selain itu, petani pemilik sebaiknya melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja yang menggarap lahannya. f. Melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari. 6.3 Saran 1. Petani sebaiknya melakukan pengaturan pola tanam sesuai dengan saran yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian setempat. 2. Peningkatan pemberdayaan Petugas Penyuluh Lapangan dalam memberikan informasi secara aktif dan kontinu. 3. Mengaktifkan kembali peran Agropolitan yang kurang berperan saat ini. 4. Mengaktifkan dan mengefektifkan peran kelembagaan kelompok tani. 5. Petani sebaiknya menjalin kemitraan dengan pedagang maupun perusahaan pengolahan. 80

97 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian Cianjur Master Plan Agropolitan Cianjur. Cianjur. [Anonim] Wisata Agropolitan. [21 Agustus 2010]. Pamuji H et al Menuju Megapolitan Pertanian. [21 Agustus 2010]. Ayun, Qurrota Analisis Sistem Tataniaga Bawang Daun Di Kawasan Agropolitan Cianjur [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Penyuluh Pertanian Program Penyuluhan Pertanian Kecamatan Ciapanas Kabupaten Cianjur. [BPP] Badan Penyuluhan Pertanian Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Wortel dan Bawang Daun. Cianjur : BPP Kecamatan Cipanas. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha. Jakarta: BPS Indonesia. Cahyono, Bambang Seri Budidaya Bawang Daun. Yogyakarta : Kanisius. Darmawi, Herman Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi Aksara. Darwiyah, Wiwi Analisis Usahatani dan Sistem Penjualan Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Debertin, D.L Agricultural Productin Economics Macmillan Publishing Comapany New York. Pemerintah Desa Sindangjaya Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan Sindangjaya. Cianjur. Pemerintah Desa Sukatani Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan. Cianjur. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Cianjur. [Ditjen Hortikultura] Nilai PDB Berdasarkan Harga Berlaku. Jakarta: Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura] Produktivitas Wortel dan Bawang Daun. Jakarta: Ditjen Hortikultura.

98 [Ditjen Hortikultura] Impor Bawang Daun. Jakarta: Ditjen Hortikultura. [Ditjen Hortikultura] Konsumsi Wortel. Jakarta: Ditjen Hortikultura. Djaka, RD Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Rangka Pengembangan Wilayah Berbasih Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Ditjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. Fariyanti, Anna Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hanafi, M. Mamduh Manajemen Risiko Edisi Kedua. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta. Harwood, et al Managing Risk in Farming Concepts, Research, and Analysis. Agricultural Economic Report no US Department of Agriculture. Hutagulung, Mercio Optimisasi Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lam, James Enterprise Risk Manajemen. Jakarta : PT Ray Indonesia. Mulhayati, Atti Saluran Pemasaran Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Utami, D. Anisa Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tarigan, E.S. Putri Analisis Risiko produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pasaribu, Pananda Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pitojo, Setijo Benih Wortel. Yogyakarta : Kanisius. Pruliyan, A. Nugroho Analisis Keragaan Usahatani dan Strategi Pengembangan Usahatani Sayur di Kawasan Agropolitan Cianjur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 82

99 Rachmina, Dwi. dan Burhanuddin Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB. Ruhmayati, Siti Analisis Usahatani Wortel di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. dkk Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. [SOP] Standar Operasional Prosedur Budidaya Wortel Kabupaten Cinajur Jawa Barat Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. [SOP] Standar Operasional Prosedur Budidaya Bawang Daun Direktorat Jenderal Hortikultura Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Sulistiyawati Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usahatani Sayur-Sayuran pada Perusahaan Pacet Segar Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumiyati Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [Susenas] Survei Sosial Ekonomi Nasional Konsumsi Sayuran per Kapita Indonesia. Jakarta: Survei Sosial Ekonomi Nasional. Wibowo, S Pengembangan Agropolitan dalam Rangka Mendukung Ekonomi Perdesaan di Indonesia [Abstrak]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 83

100 L A M P I R A N

101 Lampiran 1. Proses Produksi dan Hama Penyakit Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Proses Produksi Wortel 1. Penyiapan lahan 2. Lahan siap tanam 4. Penyiangan umur 1 bulan 5. Wortel umur 3 bulan 7. Proses Pencucian 3. Bibit wortel 6. Pemanenan umur 4 bulan 8. Wortel siap dipasarkan Hama dan Penyakit Wortel Ulat Tanah Akar Serabut Busuk umbi Bengkak akar

102 Lampiran 2. Proses Produksi dan Hama Penyakit Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 Proses Produksi Bawang Daun 1. Penyiapan lahan 2. Lahan sudah ditanami bibit 3. Penyiangan 4. Bawang daun siap panen 5. Bawang daun dibersihkan 6. Bawang daun siap dipasarkan Hama dan Penyakit Bawang Daun Ulat Tanah Ulat Daun Bercak Ungu Bercak Daun 86

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 109 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan dan hasil analisis data yang telah penulis lakukan dalam penelitian tentang Pengaruh Agribisnis Hortikultura Terhadap Kesejahteraan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Vol. 1, No. 1, Maret 2011

Vol. 1, No. 1, Maret 2011 ISSN 2252-5491 Vol. 1, No. 1, Maret 2011 Forum Agribisnis Agribusiness Forum Analisis Risiko Produksi Wortel Dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat Mila Jamilah dan Popong Nurhayati

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

CISARUA, Oleh : A

CISARUA, Oleh : A i ANALISISS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI WORTEL MEMILIH SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI DESA TUGU SELATAN, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR Oleh : AGUNGG BUDI SANTOSO A14104013 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 2 Desember 2015 92 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Wahyu Wahyuna 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian memiki arti penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pemerintah telah menetapkan pertanian sebagai prioritas utama pembangunan di masa mendatang. Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES

RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES SKRIPSI ANISA DWI UTAMI H34053128 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK PADA PT MASADA ORGANIK INDONESIA DI BOGOR JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK PADA PT MASADA ORGANIK INDONESIA DI BOGOR JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK PADA PT MASADA ORGANIK INDONESIA DI BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI PUTRI ANNISA CHER H34070052 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI CAISIN (Brassica rapa cv. caisin) DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MEIRANTI YUDI PRATIWI H34096061 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Kawasan Agropolitan Cianjur Agropolitan (agro = pertanian; politan = kota) adalah suatu konsep kota pertanian yang diharapkan mampu memacu berkembangnya sistem dan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI BUNCIS MINI PADA PD PACET SEGAR, KABUPATEN CIANJUR MARISA IBELA GUSTIANI

PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI BUNCIS MINI PADA PD PACET SEGAR, KABUPATEN CIANJUR MARISA IBELA GUSTIANI i PENGELOLAAN RISIKO PRODUKSI BUNCIS MINI PADA PD PACET SEGAR, KABUPATEN CIANJUR MARISA IBELA GUSTIANI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 ii ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci