PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan"

Transkripsi

1 PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan beberapa asumsi untuk mendukung penyusunan model. Asumsi-asumsi tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan produksi dan jadwal induk produksi secara keseluruhan. Dalam pembuatan model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus ini digunakan beberapa asumsi, yaitu: 5. Model yang dikembangkan berdasarkan parameter prakiraan jumlah penjualan periode, prakiraan jumlah pasokan bahan baku buah, umur simpan buah, kemampuan produksi, ketersediaan sumberdaya dan jumlah persediaan. 6. Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi ini diasumsikan bahwa proses produksi berjalan lancar, harga bahan baku tidak berubah, serta sumberdaya dan fasilitas yang digunakan selama proses produksi tetap selama proses perencanaan. 7. Jumlah permintaan bulanan di disagregasi menjadi permintaan mingguan dengan asumsi pada minggu pertama sejumlah 10 persen, minggu kedua 30 persen, minggu ketiga 40 persen dan minggu keempat 20 persen dari prakiraan jumlah penjualan jus. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar ini terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis model dan sistem manajemen basis data. Sistem manajemen basis model tersusun dari enam basis model yang terhubung oleh empat basis data. Adapun rancang bangun sistem penunjang keputusan dapat dilihat pada Gambar 14.

2 Gambar 14 Rancang bangun SPK perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar Sistem Pengolahan Terpusat Sistem pengolahan terpusat berfungsi untuk memadukan dan mengendalikan sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sistem yang lain dalam bentuk baku dan mengirim keluaran ke sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi

3 utama dari sistem pengolahan terpusat adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antar sistem. Sistem pengolahan terpusat mengatur interaksi antara sistem manajemen basis data, sistem basis model dan sistem manajemen dialog. Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen basis dialog merupakan penghubung antara pengambil keputusan (pengguna) dengan sistem pengolahan terpusat. Fungsi utama sistem ini adalah untuk menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sistem manajemen dialog ini dibuat untuk memudahkan pengguna untuk berdialog dengan model. Sistem manajemen dialog dilengkapi dengan fasilitas untuk mengedit, menghapus dan menganalisis data-data yang tersedia dengan lengkap untuk setiap model. Sistem Manajemen Basis Data Basis data berfungsi menyimpan data yang dibutuhkan baik data masa lalu maupun data hasil pengolahan atau keluaran model. Basis data merupakan basis penyimpanan data bagi seluruh model yang berguna dalam komputasi. Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan masukan data sebagai berikut: a. Basis Data Penjualan Jus Basis data penjualan jus berisi data penjualan masing-masing jus. Data ini berasal dari hasil prakiraan jumlah penjualan masing-masing jenis jus. Perhitungan prakiraan jumlah penjualan menggunakan data masa lalu jumlah penjualan masing-masing jus. b. Basis Data Pasokan Bahan Baku Buah Segar Basis data pasokan bahan baku buah segar ini berisi jumlah pasokan masing-masing jenis buah segar. Data ini berasal dari data masa lalu jumlah pasokan buah segar, kemudian di lakukan prakiraan untuk menentukan prakiraan jumlah pasokan buah segar pada periode yang akan datang. Hasil prakiraan ini selanjutkan akan dijadikan data pasokan bahan baku buah segar pada periode perencanaan.

4 c. Basis Data Kapasitas Produksi Basis data kapasitas produksi berisi mengenai ketentuan batas maksimum produk yang dapat dihasilkan dari suatu proses produksi, dengan hitungan per hari atau per bulan. Selain itu, berisi pula tentang kapasitas gudang puree dan kapasitas gudang jus yang akan membatasi jumlah persediaan di perusahaan. d. Basis Data Biaya Basis data biaya ini berisi tentang biaya produksi untuk masing-masing produk yang ada di PT. Amanah Prima Indonesia. Selain itu, berisi data tentang biaya penyimpanan baik penyimpanan dalam bentuk puree maupun penyimpanan dalam bentuk jus. Sistem Manajemen Basis Model Basis model terdiri dari rumus-rumus yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang akan mengolah data masukan sesuai dengan manajemen dialog dalam sistem. Basis model dalam sistem penunjang keputusan yang dikembangkan ini terdiri dari model prakiraan pasokan bahan baku buah segar, model prakiraan penjualan jus, model laju kerusakan buah segar, model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi, model perencanaan produksi agregat dan model jadwal induk produksi. Masukan yang sangat dibutuhkan oleh model-model tersebut adalah hasil prakiraan pasokan buah segar dan hasil prakiraan jumlah penjualan jus. Hasil prakiraan tersebut akan disimpan dalam basis data yang akan digunakan oleh model terkait sesuai dengan kebutuhan untuk diolah menjadi masukan data bagi model terkait lainnya. Basis model tersebut adalah sebagai berikut: a. Model Prakiraan Pasokan Bahan Baku Buah Segar Prakiraan pasokan bahan baku buah segar menggunakan data masa lalu jumlah pasokan bahan baku buah masing-masing jenis buah setiap bulannya. Model identifikasi ordo ARIMA adalah ARIMA (p,d,q)(p,d,q) s untuk data pasokan bahan baku buah segar. Selain itu dapat pula ditunjukkan dengan persamaan yang dinyatakan dengan X j t. Jika X j t merupakan prakiraan jumlah pasokan periode ke-t jenis buah j, е t adalah error periode ke-t, ө 1 adalah koefisien moving average (MA), Ø 1 adalah koefisien autoregressive (AR) dan Φ 1 adalah

5 koefisien seasonal autoregressive (SAR) maka model prakiraan pasokan bahan baku buah adalah sebagai berikut: Pasokan buah jambu (0, 1, 1) (0, 1, 0) 12 X t jambu = X t-1 jambu + X t-12 jambu - X t-13 jambu + е t ө 1 е t-1 (29) Pasokan buah sirsak (0, 0, 1) (1, 1, 0) 12 X t sirsak = X t-1 sirsak + Φ 1 X t-12 sirsak - X t-24 sirsak + е t - ө 1 е t-1 (30) Pasokan buah nenas (1, 0, 0) (0, 1, 0) 12 X t nenas = Ø X t-13 nenas - X t-12 nenas - Ø X t-1 nenas (31) Pasokan buah apel (0, 1, 1) (0, 1, 0) 12 X t apel = X t-1 apel + X t-12 apel - X t-13 apel + е t - ө 1 е t-1 (32) Pasokan buah strawberi (1, 1, 0) (1, 1, 0) 12 X t strawberi = X strawberi t-1 + Ø 1 X strawberi t-1 - Ø 1 X strawberi t-2 + X strawberi t-12 + Φ 1 X strawberi t-12 - X strawberi t-13 + Φ 1 X strawberi t-13 Ø 1 X strawberi t-13 Ø 1 Φ 1 X strawberi t-13 + Ø 1 Φ 1 X strawberi t-14 Ø 1 X strawberi t-14 Φ 1 X strawberi t-24 + Φ 1 X strawberi t-25 + Ø 1 Φ 1 X strawberi strawberi t-25 + Ø 1 Φ 1 X t-26 (33) Teknik prakiraan pasokan bahan baku buah segar menggunakan teknik ARIMA dengan bantuan minitab Hasil keluaran nilai е t, ө 1, Ø 1 dan Φ 1 dari model-model pasokan bahan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Nilai-nilai koefisien model prakiraan jumlah pasokan buah segar No Jenis Pasokan Buah Koefisien Error (е t ) Koefisien MA Koefisien AR (Ø 1 ) Koefisien SAR (Φ 1 ) (ө 1 ) 1 Jambu Sirsak Nenas Apel Strawberi Ket : Data diolah

6 b. Model Prakiraan Penjualan Jus Prakiraan penjualan masing-masing jus menggunakan data masa lalu jumlah penjualan setiap bulannya. Prakiraan jumlah penjualan diartikan sebagai jumlah permintaan pasar. Model identifikasi ordo ARIMA adalah ARIMA (p,d,q)(p,d,q) s untuk data penjualan jus. Selain itu dapat pula ditunjukkan dengan persamaan yang dinyatakan dengan X j t. Jika X j t merupakan prakiraan jumlah penjualan periode ke-t jenis jus j, е t adalah error periode ke-t, ө 1 adalah koefisein moving average (MA), Ө 1 adalah koefisien seasonal moving average (SMA), Ø 1 adalah koefisien autoregressive (AR), µ adalah koefisien konstanta dan Φ 1 adalah koefisien seasonal autoregressive (SAR) maka model prakiraan penjualan jus adalah sebagai berikut: Penjualan jus jambu (1, 0, 0) (1, 1, 1) 12 X t jambu = X jambu t-1 + Ø 1 X jambu t-1 - Ø 1 X jambu t-2 + Φ 1 X jambu t-12 - Φ 1 X jambu t-13 - Ø 1 Φ 1 X jambu t-13 + Ø 1 Φ 1 X jambu t-14 + е t - Ө 1 е t-12 + µ (34) Penjualan jus sirsak (1, 0, 0) (0, 1, 1) 12 X t sirsak = Ø 1 X t-1 sirsak + X t-12 sirsak - Ø 1 X t-13 sirsak + е t - Ө 1 е t-12 + µ 1 (35) Penjualan jus nenas (1, 0, 0) (0, 1, 1) 12 X t nenas = Ø 1 X t-1 nenas + X t-12 nenas - Ø 1 X t-13 nenas + е t - Ө 1 е t-12 + µ 1 (36) Penjualan jus apel (0, 0, 1) (1, 1, 0) 12 X t apel = X apel t-1 + Ø 1 X apel t-1 - Ø 1 X apel apel t-2 + Φ 1 X t-12 - Φ 1 X apel t-13 Ø 1 Φ 1 X apel t-13 + Ø 1 Φ 1 X apel t-14 + е t - ө 1 е t-12 + µ (37) Penjualan jus strawberi (1, 0, 1) (1, 1, 0) 12 X t strawberi = Ø 1 X strawberi t-1 - Ø 1 X strawberi t-13 - Ø 1 Φ 1 X strawberi t-13 + Φ 1 X strawberi t-24 + Ø 1 Φ 1 X strawberi t-25 + е t - ө 1 е t-1 (38)

7 Teknik prakiraan penjualan jus menggunakan teknik ARIMA dengan bantuan minitab Hasil keluaran nilai е t, ө 1, θ 1, Ø 1 dan Φ 1 dari model-model penjualan jus dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Nilai-nilai koefisien model prakiraan jumlah penjualan jus No Jenis Pasokan Buah Koefisien Konstanta (µ) Koefisien Error (е t ) Koefisien MA (ө 1 ) Koefisien SMA (θ 1 ) Koefisien AR (Ø 1 ) Koefisien SAR (Φ 1 ) 1 Jambu , ,5761-0, Sirsak 2482,1 0,2550-0,7017 0, Nenas 3876,3 0,2491-0,7023 0, Apel 9924,8 0,0640-0, , Strawberi - 0,1785 0,6785-0,9993-0,9777 Ket : Data diolah c. Model Laju Kerusakan Bahan Baku Buah Distribusi umur hidup (random lifetime) suatu produk merupakan salah satu alat yang dapat menggambarkan panjang umur dari produk secara sistematis. Umur hidup tersebut digambarkan baik melalui fungsi densitas, fungsi distribusi kumulatif, fungsi keandalan dan fungsi laju deteriorisasi. Jika f(t) menyatakan fungsi densitas dari variabel acak t yang kontinyu menggambarkan panjang umur suatu produk, maka f (t) memiliki sifat seperti yang dinyatakan pada persamaan (Jonrinaldi, 2004), berikut: f (t) 0 (39) = 1 (40) Fungsi distribusi kumulatif, F(t) menyatakan probabilitas bahwa umur hidup produk berada dalam interval (0,t); yang dinyatakan dengan persamaan berikut: (41) (42) Fungsi keandalan, R(t) menyatakan probabilitas bahwa suatu produk akan bertahan hidup dalam interval (0, t) atau probabilitas bahwa produk akan rusak setelah saat t. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai berikut:

8 (43) berikut: Karena F(t) dan R(t) bersifat mutually exclusive, maka berlaku persamaan F(t) = 1 (R(t) (44) Fungsi laju kerusakan (θ(t)) menyatakan peluang bahwa produk akan rusak sesaat setelah t dengan syarat produk tetap baik sampai t yang dinyatakan dengan persamaan: (45) Berdasarkan uji distribusi, diperoleh laju kerusakan buah jambu, sirsak, nenas, apel dan strawberi mengikuti laju distribusi eksponensial. Maka perhitungan laju kerusakan masing-masing buah adalah sebagai berikut: (46) (47) (48) (49) Fungsi distribusi masing-masing buah adalah sebagai berikut: f (t) jambu = 0,0598 е -0,0598 t (50) f (t) sirsak = 0,112 е -0,112 t (51) f (t) nenas = 0,0427 е -0,0427 t (52) f (t) apel = 0,0323 е -0,0323 t (53) f (t) strawberi = 0,251 е -0,251 t (54) Berdasarkan fungsi ditribusi tersebut diatas, maka nilai tengah laju kerusakan buah jambu adalah 0,0598; sirsak adalah 0,112; nenas adalah 0,0427; apel adalah 0,0323; dan buah strawberi adalah 0,251.

9 d. Model Ketersediaan Bahan Baku Buah yang Layak di Produksi Manajemen persedian bahan baku buah segar mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan proses produksi jus. Sifat bahan baku buah segar yang mudah rusak dan bersifat musiman dan permintaan terhadap produk terus berlangsung sehingga penanganan persediaan bahan baku buah segar harus diperhatikan dengan baik. Bahan baku buah segar yang dipasok diproduksi menjadi jus dan sebagian lagi diproduksi sebagai puree. Produksi puree merupakan salah satu cara untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku buah segar yang disebabkan oleh faktor musiman dari buah segar dan sifatnya yang mudah rusak (peishable). Puree digunakan digunakan pada saat pasokan buah segar tidak mencukupi jumlahnya dan bukan musim panen buah. Pasokan bahan baku buah segar diperoleh langsung dari petani yang sudah terikat kontrak kerjasama dengan perusahaan. Hal ini memudahkan dalam pengawasan mutu bahan baku, sehingga bahan baku buah segar yang sudah sampai di gudang persediaan merupakan bahan baku yang bermutu baik dan siap untuk diproses selanjutnya. Penentuan jumlah produksi jus dan puree berdasarkan pada prakiraan jumlah pasokan buah segar (FP jt ) dan prakiraan penjualan jus (F jt ). Persediaan buah segar (IS jt ) berasal dari prakiraan pasokan buah segar (FP jt ) dan stok awal buah segar (SAB jt ). Stok awal buah segar diperoleh dari jumlah stok sisa buah segar periode sebelumnya (SSB jt-1 ). Jika t adalah periode (bulan) dan j adalah jenis produk maka j = 1 adalah jambu; j = 2 adalah sirsak; j = 3 adalah nenas; j=4 adalah apel, dan j= 5 adalah strawberi. IS jt = SAB jt + FP jt (55) SAB jt = SSB jt-1 (56) Persediaan bahan baku buah segar tidak semuanya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jus dan puree. Hal ini disebabkan adanya faktor kerusakan dari buah segar itu sendiri. Penentuan jumlah bahan baku buah segar yang layak digunakan (IB jt ) adalah jumlah persediaan bahan baku buah segar

10 dikurangi dengan jumlah buah yang rusak (z jt ). Penentuan jumlah bahan baku yang rusak memperhitungkan laju kerusakan buah (z j ). IB jt = IS jt Σ zj(t) (57) Σ z jt = j x (FP jt + SAB jt ) (58) Pasokan bahan baku buah segar diutamakan langsung diproduksi menjadi jus (JS j ), sedangkan sisa bahan baku diproduksi menjadi puree (PR j ). Produksi jus dapat diproduksi langsung dari buah segar (JSB jt ) dan diproduksi dari puree (JSP jt ). Kekurangan bahan baku akan diatasi dengan menggunakan persediaan puree pada periode sebelumnya (I 1jt-1 ). Kebijakan perusahaan untuk menetapkan persediaan akhir periode adalah 10 persen dari prakiraan penjualan (0,1 F jt ). Jika kelebihan persediaan bahan baku buah segar yang layak digunakan maka penentuan jumlah produksi jus berdasarkan pada jumlah penjualan dan jumlah persediaan akhir periode yaitu 10 persen dari prakiraan penjualan jus dikurangkan dengan jumlah stok awal jus (SAJ jt ). Faktor koreksi yang harus diperhatikan dalam pembuatan puree adalah jumlah puree yang dihasilkan oleh 1 (satu) kg buah segar (k j ). Sedangkan pada produksi jus faktor koreksinya adalah jumlah jus yang dihasilkan dari 1 (satu) kg buah segar (d j ) Jika d j. IB jt < F jt (59) maka akan diproduksi jus dari buah : JSB jt = IB jt x d j dan (60) dari pure : JSP jt = (F jt JSB jt ) + 0,1 F jt (61) jika d j. IB jt = F jt (62) maka akan diproduksi jus dari buah : JSB jt = IB jt x d j dan (63) dari puree : JSP jt = 0,1 Fjt (64) jika d j. IB jt > F jt (65) maka akan diproduksi jus dan puree jus dari buah : JSBj = F jt SAJ jt + 0,1Ft dan (66) produksi puree : PR j = (d j. IB jt JSB jt ) x k j (67)

11 Jumlah persediaan jus (I 2jt ) adalah jumlah produksi jus baik yang berasal dari bahan baku buah segar (JSB jt ) maupun yang berasal dari bahan baku puree (JSP jt ) serta stok awal jus (SAJ jt ). Stok awal jus merupakan stok sisa jus periode sebelumnya (SSJ jt-1 ). I 2jt = JSB jt + JSP jt + SAJ jt (68) SAJ jt = SSJ jt-1 (69) Jumlah persediaan puree (I 1jt ) adalah jumlah produksi puree dan stok awal puree (SAP jt ). Stok awal jus adalah stok sisa jus periode sebelumnya (SSP jt-1 ). I 1jt = PR jt + SAP jt (70) SAP jt = SSP jt-1 (71) Stok sisa buah segar (SSB jt ) adalah persediaan buah segar yang layak digunakan (IB jt ) dikurangi jumlah jus yang diproduksi dari buah segar (JSB jt ) dan jumlah produksi puree (PR jt ). Faktor koreksi yang perlu diperhatikan adalah kg buah yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 (satu) liter jus (v j ) dan kg buah segar yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 (satu) kg puree (w j ). SSBjt = IBjt { (JSBjt x vj) + (PRjt x wj)} (72) Stok sisa puree (SSP jt ) adalah persediaan puree dikurangi dengan jumlah puree yang digunakan untuk memproduksi jus dengan fator koreksi jumlah puree yang dihasilkan oleh 1 (satu) kg buah segar (k j ). Sedangkan stok sisa jus (SSJ jt ) merupakan persediaan jus dikurangi dengan prakiraan penjualan jus (F jt ) pada periode tersebut. SSP jt ={ I 1jt (JSP jt x k j )} (73) SSJ jt = I 2jt F jt (74) Diagram alir model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi dapat dilihat pada Gambar 15.

12 Gambar 15 Diagram alir model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi

13 e. Model Perencanaan Produksi Agregat Pemenuhan permintaan konsumen terhadap jus harus direncanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan sifat bahan baku jus yang tidak pasti. Pada perencanaan produksi agregat bertujuan untuk meminimumkan biaya produksi. Jumlah jus yang diproduksi lebih dari satu jenis, jumlah penjualan terhadap masing-masing produk berbeda dan sumberdaya yang digunakan untuk proses produksi adalah sama, sehingga perencanaan produksi harus dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan biaya produksi. Model matematika perencanaan produksi agregat dikembangkan dari model programa linier. Fungsi objektif dari model perencanaan produksi agregat adalah meminimumkan total biaya proses produksi masing-masing produk baik produksi jus, produksi puree dan jumlah persediaan jus dan puree. Jika i adalah jenis proses, j adalah jenis produk dan t adalah periode dan variabel-variabel keputusan Xijt adalah jumlah liter jus yang diproduksi dari buah segar dan puree pada jam kerja regular, Yijt jumlah liter jus yang diproduksi dari buah segar dan puree pada jam kerja lembur, Iijt adalah jumlah persediaan jus dan puree, C ij, A ij, B ij adalah biaya-biaya produksi jus dan puree pada jam kerja regular, jam kerja lembur dan biaya persediaan jus dan puree, maka fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut: Minimasi TC jambu = (75) Minimasi TC sirsak = (76) Minimasi TC nenas = (77) Minimasi TC apel = (78) Minimasi TC strawberi = (79) Kendala yang harus diperhatikan adalah kendala persediaan. Persediaan pada tahap proses pembuatan jus dan tahap pembuatan puree dengan memperhatikan jumlah penjualan jus (F jt ). Jumlah persediaan puree adalah jumlah persediaan puree periode sebelumnya (I 1jt-1) ), jumlah produksi puree pada jam produksi regular (X 1jt ) dan jam produksi lembur (Y 1jt ) dikurangi jumlah puree yang digunakan untuk pembuatan jus baik yang diproduksi pada jam kerja regular (X 3jt ) maupun jam kerja lembur (Y 3jt ). Jumlah persediaan jus secara keseluruhan

14 (IJ jt ) adalah hasil penjumlahan dari persediaan jus dari buah segar (I 2j t) dan persediaan jus dari puree (I 3j t). Penentuan jumlah persediaan jus pada akhir periode (IJ jt ) adalah jumlah persediaan jus pada periode sebelumnya (IJ jt-1 ) dan jumlah produksi jus dari buah segar pada jam kerja regular (X 2jt ) maupun jam kerja lembur (Y 2jt ), selain itu jumlah produksi jus yang menggunakan puree pada jam produksi regular (X 3jt ) dan jam produksi lembur (Y 3jt ) dikurangi dengan prakiraan jumlah penjualan jus pada periode tersebut (F jt ). ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5(80) ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5(81) ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (82) Jumlah produksi puree dan jus, serta jumlah persediaannya dibatasi oleh kapasitas gudang produk jadi (G) dan kapasitas gudang produk antara (puree) (K). Selain itu terdapat kebijakan perusahaan yaitu untuk mengantisipasi permintaan jus ditetapkan persediaan penyangga sebanyak 10 persen dari prakiraan jumlah penjualan jus. ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (83) ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (84) ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (85) Jumlah prakiraan penjualan jus pada setiap periode menjadi kendala dalam penentuan jumlah perencanaan produksi. Jumlah produksi jus baik yang diproduksi dari bahan baku buah segar yang diproduksi pada jam kerja regular (X 2jt ), jam kerja lembur (Y 2jt ), dan jumlah produksi jus dari bahan baku puree yang diproduksi pada jam kerja regular (X 3jt ) dan jam kerja lembur (Y 3jt ) serta jumlah persediaan jus pada periode sebelumnya (IJ jt-1 ) lebih dari atau sama dengan prakiraan penjualan (F jt ). ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (86) Selain itu, penentuan jumlah produksi dibatasi oleh jumlah ketersediaan buah yang layak (IB jt ). Jumlah produksi puree dan jumlah produksi jus dari bahan

15 baku buah segar adalah sama dengan jumlah ketersediaan buah yang layak digunakan. ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (87) Jumlah produksi jus yang berasal dari puree yang diproduksi pada jam kerja regular (X 3jt ) dan jam kerja lembur (Y 3jt ) tidak melebihi dari ketersediaan puree pada periode sebelumnya (I 1jt-1 ). ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (88) Kendala lain adalah kapasitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan proses produksi. Apabila proses produksi tidak dapat diselesaikan pada jam kerja regular, maka dapat dilanjutkan pada jam kerja lembur. Kapasitas produksi dipengaruhi oleh kecepatan produksi dan ketersediaan jam kerja yag ada selama periode perencanaan. Jumlah produksi jus dari buah segar (X 2jt ), produksi jus dari puree (X 3jt ) dan produksi puree (X 1jt ) sama dengan kapasitas maksimum produksi pada jam kerja regular (Pt). Begitu juga jumlah produksi pada jam kerja lembur dibatasi dengan jumlah kapasitas maksimum jam kerja lembur (St). ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (89) ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (90) Variabel keputusan untuk pemodelan perencanaan produksi adalah jumlah produksi jus dari buah segar (X 2jt ), jumlah produksi jus dari puree (X 3jt ) jumlah produksi puree (X 1jt ) dan jumlah persediaan jus (I 2jt ) dan puree (I 1jt ) harus lebih dari atau sama dengan nol. Periode pada perencanaan produksi adalah 12 bulan ke depan. X ijt, Y ijt, I ijt 0 (91) Variabel keputusan yang diperoleh akan diperhitungkan dengan biayabiaya yang terkait dengan proses produksi. Biaya-biaya tersebut adalah biaya

16 memproduksi buah segar menjadi jus (C 2j ), biaya produksi buah segar menjadi puree (C 1j ) pada jam kerja regular dan biaya produksi puree menjadi jus (C 3j ). Sedangkan biaya produksi pada jam kerja lembur adalah biaya produksi buah segar menjadi puree (A 1j ), biaya produksi dari buah segar menjadi jus (A 2j ) dan biaya produksi puree menjadi jus (A 3j ). Selain itu, biaya persediaan untuk puree (B 1j ) dan biaya persediaan untuk jus (B 2j ). Perumusan matematika untuk perhitungan biaya produksi untuk masing-masing jenis jus adalah sebagai berikut: Biaya produksi buah menjadi jus pada jam kerja regular = X 2jt x C 2jt (92) Biaya produksi buah menjadi puree pada jam kerja regular = X 1jt x C 1jt (93) Biaya produksi puree menjadi jus pada jam kerja regular = X 3jt x C 3jt (94) Biaya produksi buah menjadi jus pada jam kerja lembur = Y 2jt x A 2jt (95) Biaya produksi buah menjadi puree pada jam kerja lembur = Y 1jt x A 1jt (96) Biaya produksi puree menjadi jus pada jam kerja lembur = Y 3jt x A 3jt (97) Biaya persediaan jus dari buah = (X 2jt +Y 2jt )xb 1jt (98) Biaya persediaan jus dari puree = (X 3jt +Y 3jt )xb 1jt (99) Biaya persediaan puree = (X 1jt +Y 1jt )xb 1jt (100) Gambar 16 menunjukkan diagram alir model perencanaan produksi agregat jus.

17 Gambar 16 Diagram alir model perencanaan produksi agregat jus

18 f. Model Jadwal Induk Produksi Produk jus dikemas dalam kemasan 330 ml, 1 liter dan 5 liter. Penentuan jumlah produksi masing-masing kemasan merupakan kebijakan perusahaan. Jumlah produksi yang optimum yang dihasilkan dari pemodelan perencanaan produksi agregat akan dijadikan masukan pada jadwal induk produksi. Pemodelan jadwal induk produksi akan memberikan gambaran jumlah produksi masing-masing produk dalam periode mingguan. Masukan lain yang digunakan adalah jumlah pesanan yang telah dibukukan oleh perusahaan (CO/costumer order), lead time, kebijakan perusahaan dalam sekali produksi akan memenuhi permintaan selama berapa periode dan jumlah awal persediaan (I 0 ). Gambar 17 menggambarkan diagram alir model jadwal induk produksi jus. Pemodelan jadwal induk produksi menggunakan jadwal induk perspektif. Perhitungan jumlah produksi yang harus diselesaikan pada minggu yang bersangkutan (JIP-R) yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan pada periode selanjutnya. Notasi j merupakan jenis jus, n adalah kemasan jus (n : 1 (kemasan 330 ml), n : 2 (kemasan 1 liter), dan n : 3 (kemasan 5 liter), m adalah periode minggu ke-m. Sedangkan jumlah produksi yang dijadwalkan untuk mulai diproduksi (JIP-S) ditentukan dari JIP-R. Formulasi matematika dirumuskan sebagai berikut: JIP-R jnm = [max {GR jnm, CO jnm } I jnm-1 ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (101) Pemodelan penjadwalan produksi selain memberikan gambaran jumlah produksi pada periode mingguan, juga akan memberikan informasi untuk menetapkan hari atau minggu untuk pengiriman pesanan atau permintaan produk yang baru (AP/Available to Promise). Dengan kata lain, Available to Promise akan memberikan informasi jumlah permintaan yang dapat di penuhi selama periode produksi selain dari jumlah permintaan yang telah dibukukan. Available to Promise telah memperhitungkan on hand inventory (OH), permintaan atau order yang telah dipenuhi, jumlah produksi yang telah dijadwalkan (JIP-R). Perhitungan Available to Promise dirumuskan sebagai berikut:

19 AP jn1 = I 0 + JIP-R jnm1 CO jnm1 ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (102) AP jnm = AP jn1 + JIP-Rjn m CO jnm ; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5 (103) Jumlah persediaan produk yang ada pada periode-m (on hand inventory, OH=I jnm ) adalah jumlah persediaan sebelumnya dan jumlah produksi yang harus selesai pada periode-m dikurangi maksimum dari jumlah produksi mingguan (GR m ) dan jumlah permintaan yang telah dibukukan (CO jnm ). Perumusan jumlah persediaan pada periode-m adalah sebagai berikut: OH jnm (I jnm ) = I jn0 +JIP-R jn1 Max {GR jnm, CO jnm }; untuk setiap j = 1, 2, 3, 4, 5(104) Gambar 17 Diagram alir model jadwal induk produksi jus

20 Hubungan Antar Model Hasil keluaran dari model prakiraan jumlah pasokan bahan baku buah segar dan prakiraan jumlah penjualan jus akan dijadikan masukan untuk model perencanaan produksi. Pemodelan jadwal induk produksi akan menggunakan keluaran dari model perencanaan produksi agregat. Jumlah pasokan bahan baku buah segar, jumlah ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi, produk jadi, persediaan produk antara (puree) dan jumlah penjualan berperan sebagai sinkronisasi jumlah produksi jus. Keterkaitan antar variabel keputusan dalam model sangat bermanfaat dalam perumusan algoritma penyelesaian model. Gambar 18 akan memberikan gambaran proses integrasi dalam pengembangan model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar.

21 Gambar 18 Proses integrasi pengembangan model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar

22 Konfigurasi Model Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar terdapat dalam suatu paket program yang dinamakan Rp_JUS (Perencanaan Produksi Agregat dan Jadwal Induk Produksi Jus) untuk membantu dalam ketersediaan bahan baku buah segar, perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi induk jus. Program Rp_JUS ini merupakan perwujudan integrasi dari model prakiraan pasokan bahan baku buah segar, model prakiraan penjualan jus, model laju kerusakan buah, model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi, model perencanaan produksi agregat dan model jadwal induk produksi induksi jus. Pemodelan perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar bertujuan untuk membantu pengambilan keputusan dalam merencanakan dan pengendalikan proses produksi jus sehingga dapat meminimumkan biaya produksi dan memaksimumkan keterbatasan kapasitas pabrik. Seluruh model perlu dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah sistem penunjang keputusan. Proses ini dibuat dengan mengintegrasikan semua model sehingga dapat digunakan untuk penunjang keputusan dalam perencanaan dan jadwal induk produksi jus. Keluaran utama dari sistem penunjang keputusan ini adalah rencana produksi jus yang mampu memenuhi permintaan dengan memperhatikan keterbatasan kapasitas yang dimiliki. Aplikasi program ini, dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Pascal, dengan aplikasi pengembangannya menggunakan Turbo Delphi. Program Microsoft Office Excel 2007 digunakan untuk mengolah data, Minitab 14.0 sebagai alat dalam pengolahan data prakiraan jumlah pasokan bahan baku buah segar dan prakiraan penjualan jumlah jus. Tampilan awal Rp_JUS dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.

23 Gambar 19 Tampilan awal program Rp_JUS Gambar 20 Tampilan layar utama Input Model Produksi jus yang dihasilkan adalah lima jenis jus, sehingga bahan baku yang digunakan juga berbeda. Input dari model ini adalah data prakiraan pasokan bahan baku buah segar, data prakiraan penjualan, data jam kerja, data kapasitas produksi, data biaya produksi dan data biaya penyimpanan. Input data utama adalah data prakiraan pasokan buah segar dan prakiraan penjualan jus masing-masing buah segar selama 12 periode. Tampilan input data dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22.

24 Gambar 21 Tampilan input prakiraan penjualan jus Gambar 22 Tampilan input prakiraan pasokan buah segar Pasokan bahan baku buah segar tidak datang sekaligus, waktu kedatangan pasokan bahan baku akan menjadi masukan pada jumlah ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi. Tampilan waktu kedatangan pasokan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Gambar 23 berikut ini: Gambar 23 Tampilan waktu kedatangan pasokan buah segar

25 Produk jus yang dihasilkan dikemas dalam tiga kemasan yaitu 330 ml, 1 liter dan 5 liter. Persediaan awal masing-masing jus akan dijadikan input pada model penjadwalan induk produksi. Tampilan input persediaan awal masingmasing jus dapat dilihat pada Gambar 24 berikut ini: Gambar 24 Tampilan input persediaan awal jus Biaya-biaya yang berhubungan dengan proses produksi akan dijadikan input pada perhitungan model perencanaan produksi agregat. Tampilan input biaya produksi untuk masing-masing produk dapat dilihat pada Gambar 25 berikut ini: Gambar 25 Tampilan input biaya Output Model Output dari model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar dalam program Rp_JUS adalah jumlah persediaan bahan baku buah segar yang layak diproduksi selama 12 periode (bulan) yang akan datang, perencanaan produksi masing-masing jus periode bulanan dan jadwal induk produksi jus tiap kemasan dalam periode mingguan.

26 Model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi menggunakan teknik formulasi matematika dengan menggunakan data masukan model prakiraan jumlah penjualan jus, model prakiraan pasokan bahan baku buah segar, model laju kerusakan buah segar. Model ini akan menghasilkan jumlah bahan baku buah segar yang layak diproduksi menjadi jus dan jumlah buah segar yang akan diproduksi menjadi puree. Tampilan output model persediaan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Gambar 26 berikut ini: Gambar 26 Tampilan output model persediaan bahan baku buah segar Model perencanaan produksi agregat menggunakan program linier dengan menggunakan hasil keluaran dari model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi, data jam kerja, kapasitas produksi, dan data biaya produksi serta biaya penyimpanan. Model ini akan menghasilkan rencana produksi masing-masing jus selama 12 periode. Tampilan output model perencanaan produksi agregat dapat dilihat pada Gambar 27 berikut ini: Gambar 27 Tampilan output model perencanaaan produksi agregat

27 Model jadwal induk produksi jus menggunakan teknik jadwal induk perspektif yang akan menghasilkan jadwal induk produksi dalam periode mingguan. Tampilan output model jadwal induk produksi jus dapat dilihat pada Gambar 28 berikut ini: Gambar 28 Tampilan output model jadwal induk produksi

MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR

MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR MODEL PENUNJANG KEPUTUSAN JADWAL PRODUKSI JUS BUAH SEGAR Iffan Maflahah 1, Machfud 2, dan Faqih Udin 2 1 Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura 2 Jurusan Teknologi Industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi Proses produksi adalah suatu rangkaian operasi yang dilalui bahan baku baik secara fisik maupun kimia untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai jualnya.

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH

PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DAN JADWAL INDUK PRODUKSI JUS BERBAHAN BAKU BUAH SEGAR IFFAN MAFLAHAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1.

V. PEMODELAN SISTEM. Pengguna. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Pusat. Gambar 7. Konfigurasi Program Aplikasi SCHATZIE 1. V. PEMODELAN SISTEM 5.1. KONFIGURASI SISTEM Model perencanaan bahan baku industri teh di PTPN VIII Kebun Cianten dirancang dan dibuat dalam satu paket komputer sistem manajemen yang diberi nama SCHATZIE

Lebih terperinci

V. PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem

V. PEMODELAN SISTEM Pendekatan Sistem Analisis Sistem V. PEMODELAN SISTEM 5.1. Pendekatan Sistem 5.1.1.Analisis Sistem Kegiatan awal dalam rantai pasok mangga gedong gincu adalah pemanenan. Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam),

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SISTEM

BAB IV PEMODELAN SISTEM BAB IV PEMODELAN SISTEM 4.1 ASUMSI PERHITUNGAN MODEL Model pengendalian persediaan galon menggunakan berbagai asumsi untuk memberikan batasan terhadap model yang merepresentasikan sistem sebenarnya. Asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN BAB III METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Manajemen rantai pasok merupakan salah satu alat bersaing di industri, mulai dari pasokan bahan baku, bahan tambahan, kemasan, pasokan produk akhir ke tangan konsumen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Bahan baku merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam memperlancar proses produksi. Banyaknya yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rinadya Yoghurt yang berlokasi di Bukit Asri Ciomas Blok A5 No. 9, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan suatu industri. Bahan baku yang baik menjadi salah satu penentu mutu produk yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan

Lebih terperinci

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 253 266. PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan dan pola data yang sistematis (Makridakis, 1999). Peramalan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasi masukan (input) menjadi hasil keluaran

Lebih terperinci

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING

BAB 3 LINEAR PROGRAMMING BAB 3 LINEAR PROGRAMMING Teori-teori yang dijelaskan pada bab ini sebagai landasan berpikir untuk melakukan penelitian ini dan mempermudah pembahasan hasil utama pada bab selanjutnya. 3.1 Linear Programming

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan urutan langkah-langkah yang dibuat secara sistematis dan logis sehingga dapat dijadikan pedoman yang jelas dan mudah untuk menyelesaikan permasalahan. Tiap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN Bab ini meliputi 2 bagian utama, yaitu analisis data dan hasil penelitian. Analisis data menjabarkan dan mengalkulasikan penelitian yang telah dipaparkan secara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 65 BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Landasan Teori Menurut Sugiyono (2004), metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah

Lebih terperinci

Outline 0 PENDAHULUAN 0 FORMULASI MODEL 0 FORMULASI MODEL DETERMINISTIK 0 FORMULASI MODEL STOKASTIK

Outline 0 PENDAHULUAN 0 FORMULASI MODEL 0 FORMULASI MODEL DETERMINISTIK 0 FORMULASI MODEL STOKASTIK Outline 0 PENDAHULUAN 0 FORMULASI MODEL 0 FORMULASI MODEL DETERMINISTIK 0 FORMULASI MODEL STOKASTIK Pendahuluan 0 Dalam formulasi model, seorang analis dipengaruhi oleh pengalaman dalam bidang profesinya

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 6 Salah satu metode heuristik yang digunakan untuk memecahkan JSP adalah Algoritma Giffler and Thompson. Metode ini digunakan memecahkan permasalahan JSP dengan tujuan meminimumkan makespan. Bentuk metode

Lebih terperinci

Metode Deret Berkala Box Jenkins

Metode Deret Berkala Box Jenkins METODE BOX JENKINS Metode Deret Berkala Box Jenkins Suatu metode peramalan yang sistematis, yang tidak mengasumsikan suatu model tertentu, tetapi menganalisa deret berkala sehingga diperoleh suatu model

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PTPN IV Medan, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Untuk menganalisi permasalahan pengoptimalan produksi, diperlukan data dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan

Lebih terperinci

APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT

APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT Saintia Matematika Vol. 1, No. 5 (2013), pp. 419 433. APLIKASI PROGRAM DINAMIK UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA TOTAL PADA PENGENDALIAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT (STUDI KASUS: PTPN IV (PERSERO) PKS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Menurut Kristanto (2003:2), sistem adalah kumpulan elemen elemen dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada sistem

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SURYA MEDIA PERDANA SURABAYA SKRIPSI Oleh : TRI PRASETYO NUGROHO

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SURYA MEDIA PERDANA SURABAYA SKRIPSI Oleh : TRI PRASETYO NUGROHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk. Produksi utama dari Pabrik

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk. Produksi utama dari Pabrik BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pabrik Kopi Banaran merupakan unit usaha dari PT. Perkebunan Nusantara IX yang mengolah kopi basah menjadi kopi kering serta memproduksi produk hilir, yaitu kopi bubuk.

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. 5. Mesin yang digunakan adalah dua buah mesin.

IV. PEMODELAN SISTEM. 5. Mesin yang digunakan adalah dua buah mesin. IV. PEMODELAN SISTEM A. ASUMSI PERHITUNGAN MODEL Perencanaan penjadwalan produksi menggunakan beberapa asumsi, asumsi-asumsi ini merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan produksi secara keseluruhan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 OBSERVASI LAPANG Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan. Perusahaan memproduksi berbagai

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Persediaan Menurut Jacob, Chase, Aquilo (2009: 547) persediaan merupakan stok dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk produksi. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Inventory atau Persediaan Inventory adalah item atau material yang dipakai oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk menjalankan bisnisnya[10]. Persediaan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan produksi sebagai suatu perencanaan taktis yang bertujuan untuk memberikan keputusan berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H

KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA. Oleh PATAR NAIBAHO H KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA Oleh PATAR NAIBAHO H24050116 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK Patar Naibaho H24050116. Kajian Perencanaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO Persediaan : PENGERTIAN - Segala sesuatu/sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (Sofjan Assauri,1984). Setiap kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini diberikan beberapa konsep dasar yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini, seperti pengertian persediaan, metode program linier. 2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan METODE BOX JENKINS Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan utk semua tipe pola data. Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Manajemen inventory merupakan suatu faktor yang penting dalam upaya untuk mencukupi ketersediaan stok suatu barang pada distribusi dan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 ANALISA PERHITUNGAN LEVEL, CHASE DAN MIXED STRATEGY

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 ANALISA PERHITUNGAN LEVEL, CHASE DAN MIXED STRATEGY BAB V ANALISA HASIL. 5.1 ANALISA PERHITUNGAN LEVEL, CHASE DAN MIXED STRATEGY BAB V ANALISA HASIL 5.1 1. Analisa Perhitungan Level, Chase dan Mixed Strategy Level strategic dimana tingkat produksi tetap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengumpulan data. Analisis dan pemodelan data. Implementasi Aplikasi. Pengujian Aplikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Pengumpulan data. Analisis dan pemodelan data. Implementasi Aplikasi. Pengujian Aplikasi BAB III METODE PENELITIAN Terdapat beberapa tahapan metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini. Berikut skema metodologi penelitian secara umum seperti pada gambar 3.1 di bawah ini Pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Di dalam melakukan suatu kegiatan dan analisis usaha atau produksi bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Produksi dan operasi dalam ekonomi menurut Assauri (2008) dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijual kembali. Sebagai salah satu asset penting dalam sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijual kembali. Sebagai salah satu asset penting dalam sebuah perusahaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan memenuhi kebutuhan tertentu, misalnya digunakan dalam proses produksi atau untuk dijual kembali.

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING Aghia Hersandi R., Laila Nafisah, ST.,MT (1) Gunawan Madyono P., ST.,MT (2) Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan datang. Peramalan adalah proses untuk memperkirakan kebutuhan di masa datang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN LINIER: FORMULASI DAN PEMECAHAN GRAFIS

PEMROGRAMAN LINIER: FORMULASI DAN PEMECAHAN GRAFIS RISET OPERASIONAL Riset operasi adalah metode yang digunakan untuk memformulasikan dan merumuskan permasalahan sehari hari ke dalam pemodelan matematis untuk memperoleh solusi yang optimal. Bagian terpenting

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Sistem Produksi Secara umum produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m )

BAB III PEMBAHASAN. = tujuan atau target yang ingin dicapai. = jumlah unit deviasi yang kekurangan ( - ) terhadap tujuan (b m ) BAB III PEMBAHASAN A. Penyelesaian Perencanaan Produksi dengan Model Goal Programming Dalam industri makanan khususnya kue dan bakery, perencanaan produksi merupakan hasil dari optimisasi sumber-sumber

Lebih terperinci

nilai a. Penentuan nilai a harus diperhatikan ploting data yang akan diramal, jika

nilai a. Penentuan nilai a harus diperhatikan ploting data yang akan diramal, jika 67 BABV PEMBAHASAN 5.1 Analisis Peramalan Peramalan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan gudang cat di PT. Mekar Armada Jaya ( New Armada ). PT. Mekar Armada Jaya ( New Armada ) sendiri menerapkan sistem

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGENDALIAN IKAN CAKALANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN INVENTORI PROBABILISTIK

PERENCANAAN PENGENDALIAN IKAN CAKALANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN INVENTORI PROBABILISTIK PERENCANAAN PENGENDALIAN IKAN CAKALANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN INVENTORI PROBABILISTIK Prima Denny Sentia 1, Didi Asmadi 2, Ilham Akbar Al Fadil 3 Program Studi Teknik Industri, Universitas Syiah Kuala,

Lebih terperinci

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK Robby Hidayat, Moses L.Singih, Mahasiswa MMT ITS Manajemen Industri Email : Robbie_First@Yahoo.Com ABSTRAK PT. Siantar Top Tbk adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. Program linier (Linier Programming) Pemrograman linier merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, kondisi persaingan yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber kas negara yang digunakan untuk pembangunan. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah Flowchart pemecahan masalah merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan pada saat melakukan penelitian. Dimulai dari tahap observasi di PT. Agronesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan dari industri atau perusahaan adalah menciptakan laba yang maksimal. Salah satu bentuk usahanya adalah dengan memaksimumkan hasil produksi atau meminimumkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah pemikiran terhadap suatu besaran, misalnya permintaan terhadap satu atau beberapa produk pada periode yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, persaingan yang terjadi dalam perusahaan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, persaingan yang terjadi dalam perusahaan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi, persaingan yang terjadi dalam perusahaan semakin ketat. Akibatnya perusahaan mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan, dimana salah satu tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan produksi sebagai suatu keputusan awal yang mempengaruhi aktifitas pada kegiatan lainnya memiliki peran penting untuk mengantisipasi terjadinya inefisiensi

Lebih terperinci

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING. Oleh: Rossy Susanti ( )

OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING. Oleh: Rossy Susanti ( ) OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING Oleh: Rossy Susanti (1207 100 007) Dosen Pembimbing: Drs. Suharmadi S., DiplSc.,MPhil JURUSAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang II.. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Harga Konsumen (IHK Menurut Monga (977 indeks harga konsumen adalah ukuran statistika dari perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang didapatkan.

Lebih terperinci

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Teori Inventori Inventory merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Dalam perancangan sistem terlebih dahulu harus mengerti sub sistem. Sub sistem yaitu serangkaian kegiatan yang dapat ditentukan identitasnya, yang

Lebih terperinci

berhati-hati dalam melakukan perencanaan agar tidak terjadi kekosongan stok akan bahan baku dan produk jadi. Salah satu kesalahan perencanaan yang dil

berhati-hati dalam melakukan perencanaan agar tidak terjadi kekosongan stok akan bahan baku dan produk jadi. Salah satu kesalahan perencanaan yang dil Penyusunan Jadwal Induk Produksi Pada PT. Hitachi Construction Machinery Indonesia Alden Siregar (30404050) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Contact Person : Alden

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pada Umumnya semua perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang manufactur (proses) tidak terlepas dari masalah perencanaan produksi. Dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri manufaktur Indonesia saat ini semakin mengalami perkembangan yang sangat pesat dan persaingan yang ketat di industrinya untuk dapat mencapai loyalitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Persediaan Merujuk pada penjelasan Herjanto (1999), persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pangan menjadi salah satu industri terbesar di Indonesia dalam hal jumlah perusahaan dan nilai tambah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 1.8 Persediaan 2.1.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi tiap saat di bidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

4.10 Minimum Order Struktur Produk BAB 5 ANALISA 5.1 Pengolahan Data Perhitungan Coefficient of Variance

4.10 Minimum Order Struktur Produk BAB 5 ANALISA 5.1 Pengolahan Data Perhitungan Coefficient of Variance ABSTRAK Dalam industri manufaktur, ketersediaan bahan baku merupakan salah satu bagian yang penting dalam menunjang kelancaran operasi. Dengan ketersediaan bahan baku yang memadai, maka kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

MODEL LAJU PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH (IDR) TERHADAP POUNDSTERLING (GBP) DENGAN METODE MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR)

MODEL LAJU PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH (IDR) TERHADAP POUNDSTERLING (GBP) DENGAN METODE MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR) Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 56 64 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND MODEL LAJU PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH (IDR) TERHADAP POUNDSTERLING (GBP) DENGAN METODE MARKOV SWITCHING

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #7

Pembahasan Materi #7 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Pengertian Moving Average Alasan Tujuan Jenis Validitas Taksonomi Metode Kualitatif Metode Kuantitatif Time Series Metode Peramalan Permintaan Weighted Woving

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran dan 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2012-2013 dan bertempat di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Persaingan yang makin ketat dalam dunia usaha di Indonesia membuat banyak perusahaan harus mengatur kembali dalam upaya untuk mempertahankan atau memperluas pangsa pasar yang semakin sempit. Setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan keuntungan untuk kelancaraan kontinuitas usahanya dan mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pabrik yang mengolah hasil laut seperti udang, ikan, sotong dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. pabrik yang mengolah hasil laut seperti udang, ikan, sotong dengan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Didalam pengelolaan unit usahanya PT. Central Windu Sejati, merupakan pabrik yang mengolah hasil laut seperti udang, ikan, sotong dengan sistem pembekuan.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Industri Manufaktur

II. TINJAUAN PUSTAKA Industri Manufaktur 68 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Manufaktur Manufaktur berasal dari kata manufacture yang berarti membuat dari tangan (manual) atau dengan mesin, sehingga menghasilkan suatu barang (Prawirosento,

Lebih terperinci

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA PENDAHULUAN Prediksi data runtut waktu.

Lebih terperinci

MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY

MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY MODEL KEBIJAKAN CAN ORDER PADA DUA ESELON RANTAI PASOK DENGAN SISTEM VENDOR MANAGED INVENTORY Disusun oleh : Ihwan Hamdala NRP : 2509203007 Dibimbing oleh: Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng., PhD Nani

Lebih terperinci