BAB II DASAR TEORI 2.1. PERANCANGAN PIPELINE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1. PERANCANGAN PIPELINE"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI.1. PERANCANGAN PIPELINE Banyak faktor yang arus dipertimbangkan dalam pembuatan atau perancangan pipeline, seperti sifat dan jumla fluida yang dialirkan, panjang pipeline, wilaya yang dilalui, dan batasan-batasan lingkungan. Untuk mengasilkan suatu sistem transmisi pipeline yang optimum, diperlukan kajian teknik (engineering) dan ekonomi yang cukup kompleks untuk menentukan diameter, material, tebal, rute pipeline, termasuk perangkat perangkat tambaan yang arus dimiliki sistem pipa untuk mengurangi resiko kegagalan. Rancangan pipeline dari segi kajian teknik atau mekanik terdiri atas beberapa aspek, antara lain: 1) Ukuran pipeline (pipeline sizing) Ukuran pipeline (diameter) ditentukan ole kriteria idrolik sistem fluida yang disalurkan. ) Ketebalan pipa (wall tickness) Tujuan dari desain ketebalan pipa adala menentukan kandidat / calon tebal pipa nominal dan toleransi yang digunakan dalam proses desain pipeline. 3) Material Material pipeline (pipa yang belum disambung) perlu untuk ditentukan karena pertimbangan material mempunyai pengaru pada karakteristik pipeline, yaitu ketebalan pipa, sifat fluida kerja yang masi diijinkan untuk disalurkan, dan metode penyambungan linepipe menjadi pipeline. 4) Buckling Dibedakan menjadi dua macam, yakni local buckling dan global buckling. Buckling local (local buckling) Local buckling menyatakan deformasi plastis pada penampang pipa, yang disebabkan ole tekanan eksternal maupun karena kombinasi tekanan eksternal dengan bending. Terjadinya collapse (penyok) ini bisa terus merambat di sepanjang pipa. Hal inila yang disebut dengan propagating buckle. II-1

2 Untuk mengatasi adanya perambatan buckling pada pipa, maka bisa dilakukan dengan memasang buckle arrestor yang membatasi perambatan buckle, seingga buckle anya merambat sampai batas buckle arrestor ini. (a) (b) Gambar.1 Local Buckling ; (a) collapse, (b) propagating buckle, dan (c) foto local buckling pada suatu pipa [7] Global buckling Global buckling adala defleksi berlebi yang terjadi pada keseluruan pipeline. Terdapat tiga jenis global buckling, yaitu: i) Upeaval buckling pada pipa terpendam (buried pipe), ii) Lateral buckling, dan iii) Downward pada freespan. II-

3 Gambar. Upeaval Buckling [7] 5) Tegangan (stress) Tegangan pada pipeline terjadi akibat beban-beban statik dan beban dinamik. Beban statik terdiri dari berat pipa, berat pelapis pipa (coating), berat alat alat yang terpasang pada pipa, serta beban operasi seperti tekanan fluida dan perubaan temperatur operasi. Selain itu terdapat beban dinamik yang dapat berasal dari aktivitas alam seperti angin dan gempa. Aspek-aspek perancangan pipeline di atas arusla memenui persyaratan persyaratan dan aturan aturan yang terdapat dalam code dan standard perancangan sistem pipa yang tela ada. II-3

4 .. KONSEP UMUM UPHEAVAL BUCKLING Sistem pipeline arus cukup kuat untuk menaan beban operasi selama operasi dan instalasi pipeline. Selama operasi pipeline akan mengalami pembebanan internal dan external load berupa perubaan tekanan dan temperatur fluida yang mengalir di dalamnya, serta perubaan tekanan dari luar. Alasan utama dilakukannya penguburan pipa penyalur di dalam tana adala untuk melindungi jalur pipa dari kemungkinan kerusakan akibat aktivitas daratan. Pada saat operasional pipa, temperatur pipa akan mengalami kenaikan temperatur dibandingkan temperatur pada saat instalasi pipa. Kenaikan temperatur ini akan menyebabkan pipa mengalami elongasi (memanjang) yang besarnya tergantung pada sifat mekanika material pipa. Namun karena kondisi pipa yang dikubur di dalam tana, maka pipa tidak dapat mengalami elongasi karena ditaan ole gaya friksi tana dan berat timbunan tana di atas pipa. Kombinasi external dan internal load operasional pipa seperti perbedaan temperatur, tekanan, dan gaya friksi tana akan mengasilkan gaya aksial tekan efektif pada pipa. Jika pada pipa terdapat lekukan awal atau ketidaklurusan yang terjadi akibat kesalaan instalasi atau ketidakrataan permukaan tana tempat pipa diletakkan maka gaya aksial efektif pipa ini akan beruba menjadi gaya tekan vertikal pipa teradap lapisan tana di atasnya. Gaya vertikal pipa ini akan ditaan ole berat tana. Jika total berat tana di atas pipa dan pipa tidak lagi mampu menaan gaya vertikal pipa, maka bagian pipa yang tela memiliki lekukan awal ini akan cenderung bergerak ke atas mendorong timbunan tana di atasnya. Pada akirnya pipa akan mengalami displacement yang cukup besar atau munculnya sejumla panjang bagian pipa yang tela melengkung ingga keluar dari permukaan timbunan tana. Fenomena pelengkungan pipa ini disebut dengan upeaval buckling seperti yang ditunjukkan pada Gambar.3. II-4

5 Gambar.3 Ilustrasi Mekanisme Upeaval Buckling [1] Berikut akan diuraikan proses terjadinya upeaval buckling : 1. Pada saat dilakukan instalasi pipeline, pipa diletakkan di atas tana atau di dalam parit (trenc). Pada saat instalasi ini terdapat kemungkinan ketidakrataan (imperfection) permukaan tana atau parit yang memang sulit untuk diindari. Selain itu juga terdapat faktor ketidaklurusan pipa yang dapat disebabkan karena kesalaan instalasi atau rute pipeline yang memang tidak lurus.. Ketika pipa suda dipendam dan mulai beroperasi, akan mulai terbentuk gaya aksial akibat perbedaan temperatur pada saat instalasi dengan saat pipa beroperasi serta gaya aksial akibat tekanan fluida. 3. Kombinasi gaya aksial pipa, imperfection tana, dan ketidaklurusan pipa akan menginisiasi terjadinya upeaval buckling seingga menyebabkan gaya aksial beruba menjadi gaya vertikal ke atas. 4. Gaya tekan vertikal ke atas akan ditaan ole berat timbunan tana di atas pipa dan berat pipa itu sendiri, namun jika tidak dapat tertaan maka pipa akan melengkung ke atas ingga keluar dari permukaan timbunan tana di atas pipa. II-5

6 Ole karena itu disain sistem pipa arusla mendukung agar buckling tidak terlalu cepat terjadi karena bagaimanapun ekspansi termal sebagai inisiator terjadinya buckling tidak dapat diindari. Ada beberapa faktor yang mempercepat terjadinya upeaval buckling adala ketidakrataan permukaan tempat pipa diletakkan, rendanya taanan gesek lokal, beban yang terlalu besar, serta out-of-straigtness (ketidaklurusan). Fenomena upeaval buckling pada pipa yang dikubur di dalam tana (buried pipeline) dapat diindari dengan meningkatkan taanan teradap gaya ke atas seperti dengan menamba berat lapisan timbunan di atas pipa. Pencegaan dengan cara ini akan bekerja efektif jika dilakukan pada bagian pipa yang paling berpotensi untuk mengalami upeaval buckling. Bagian bagian ini perlu ditemukan terlebi daulu dan untuk setiap bagian perlu dilakukan peritungan berapa berat timbunan tana yang dibutukan. Secara skematik mekanisme Upeaval buckling dapat ditunjukkan pada skema berikut : Upeaval buckling Mecanism UHB Operating temperature iger tan ambient Parameter Hig pressure Axial restraint (friction) Expansion Axial Compresive Load Imperfection of te soil Vertical Component Exceed Soil Resistance Upeaval buckling Gambar.4 Gambar Skematik Mekanisme Upeaval Buckling [] II-6

7 .3. Analisis Ketebalan Pipa Ketebalan pipa akan diperitungkan sesuai dengan code standar ASME B , dimana ketebalan pipa dirancang untuk memperole peningkatan safety factor teradap perubaan internal load. Penentuan ketebalan pipa atau disain tekanan internal pipa adala sebagai berikut : D o t Gambar.5 Gambar Penampang Pipa P Do t =.1) S ( F E T ) Dimana : t = Ketebalan minimum pipa (mm) P = Tekanan disain (MPa) D o S = Diameter eksternal pipa (mm) = Specified Minimum Yield Stress (MPa) F = Faktor disain (untuk pipeline gunakan F = 0.7) E = Faktor join longitudinal ( E = 1) T = Faktor temperatur = 1 untuk pipa baja dengan temperatur operasi di bawa 50F.4. Analisis Tegangan Untuk mengetaui kelayakan operasi pada suatu sistem perpipaan diperlukan analisis tegangan pipa (pipe stress analysis), dimana asil koreksi ini akan dikoreksi kembali teradap aturan aturan yang ada dalam code disain pipa yang digunakan. II-7

8 .4.1. Beban pada Sistem Perpipaan Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak dan kompleks. Beban beban pada sistem perpipaan dapat diklasifikasikan secara sederana sebagai berikut : 1. Beban sustain (Sustain Load) Beban sustain merupakan beban yang dialami ole instalasi sistem pipa secara terus menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan ole tekanan internal fluidan atau gas yang dialirkan dan beban berat. Beban berat ini berasal dari : - Live load, yaitu berat fluida atau gas yang mengalir melalui sistem pipa - Dead load, yang meliputi berat pipa secara keseluruan itu sendiri termasuk komponen komponen permanen yang dipasang pada sistem pipa.. Beban occasional (Occasional Load) Beban occasional merupakan beban dinamik yang bekerja pada sistem pipa seperti beban angin dan beban gempa yang terjadi di tempat pemasangan pipa. 3. Beban ekspansi termal (Expansion Load) Beban ekspansi termal terjadi akibat perbedaan temperatur fluida atau gas yang dialirkan dengan temperatur dinding pipa.4.. Teori Tegangan Pada Sistem Pipa Teori tegangan pada sistem pipa merupakan pengembangan dari teori tegangan dalam mekanika. Ole sebab itu juga digunakan ukum mekanika untuk melakukan peritungan dan analisa tegangan pada sistem pipa. Beban yang bekerja pada sistem pipa akan menyebabkan timbulnya tegangan di dinding pipa. Kombinasi tegangan tegangan yang bekerja pada dinding pipa akan menyebabkan regangan atau defleksi. Besarnya tegangan akibat beban operasi tekanan internal dari gas atau fluida yang dialirkan di dalam pipa dapat diturunkan dari persamaan mekanika untuk bejana berdinding tipis [3]. II-8

9 Gambar.6 Diagram Analisis Bejana Tekan Silindris [3] Analisa bejana tekan dinding tipis akan dimulai dengan meninjau sebua bejana silindris seperti yang ditunjukkan pada.6. Sebua segmen dipisakan dari silinder dengan membuat dua bidang tegak lurus teradap sumbu silinder tersebut seperti pada Gambar.6(b). Tegangan yang terjadi pada irisan silinder ini adala tegangan tegangan normal 1 dan, dengan tekanan internal fluida yang bekerja sebesar p dan radius dalam silinder r i. Gaya yang timbul akibat tekanan internal yang bekerja tegaklurus pada suatu luas kecil tak beringga Lr i dθ silinder ini adala sebesar plr i dθ, Gambar.6(c). Maka pada ara mendatar komponen gaya yang timbul adala (plr i dθ) cosθ. Dengan menerapkan kesetimbangan statik gaya yang bekerja pada irisan silinder ini diperole ubungan : π P = plri cos dθ = pri L 0 Cara lain yang lebi sederana adala dengan memandang bawa kedua gaya P melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A 1, Gambar.6(d). Luas A 1 ini adala r i L, seingga P = A 1 p = r i Lp. Kedua gaya P ini mendapat perlawanan dari gaya gaya yang terbentuk dalam potongan membujur dengan luas bidang A = L(r o r i ). Jika tegangan normal rata rata yang bekerja pada potongan membujur adala 1, maka gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder adala L(r o r i ) 1. Maka dengan mempersamakan kedua gaya maka r i Lp = L (r o r i ) 1. Karena tebal dinding silinder adala t = r o r i, maka pernyataan terakir dapat disederanakan menjadi : II-9

10 pr = i 1.) t Tegangan yang diberikan pada persamaan. ini dikenal dengan tegangan keliling (circumferential stress) atau tegangan gelung (oop stress). Tegangan normal yang lain bekerja secara longitudinal/membujur seperti yang terliat pada Gambar.6(b) dan dapat dipecakan dengan persoalan gaya aksial sederana. Dengan membuat irisan yang tegak lurus sumbu silinder maka diperole diagram benda bebas seperti pada Gambar.6(f). Dari gambar ini diketaui bawa gaya yang dibentuk ole tekanan dalam adala pπ dan gaya yang dibentuk ole tegangan membujur r i dalam dinding adala ( πr πr ). Dengan menyamakan kedua gaya ini maka diperole o i pπr i = ( πr πr ) o i = r o pr i ri = ( r + r )( r r ) o pr i i o i Tetapi karena t = r o r i, serta dengan memberikan pendekatan pada bejana dinding tipis dimana r o r i maka : = pr i t.3) Tegangan yang diberikan pada persamaan.3 ini dikenal dengan tegangan longitudinal (longitudinal stress). Secara teoritis, tegangan oop dan tegangan longitudinal yang bekerja pada pipa sama dengan yang bekerja pada bejana tekan dinding tipis. Namun pada instalasi dan operasional pipa yang sesunggunya dibutukan rancangan serta peritungan yang lebi mendekati kondisi di lapangan yang sebenarnya. Ole karena itu, metode peritungan dan analisa tegangan tegangan yang mungkin bekerja pada sistem pipa tela diatur mengikuti code standar tertentu sesuai dengan operasi dan kondisi sistem pipa tersebut. Dalam al ini untuk pipa penyalur liquid digunakan code standar ASME B Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbon and Oter Liquid. Selain itu juga akan digunakan code standar lain yang bersesuaian dengan kondisi internal dan eksternal sistem pipa. II-10

11 Sesuai dengan kode standar ASME B , maka terdapat batasan batasan besarnya tegangan bekerja yang diijinkan pada sistem pipa baik pada saat instalasi maupun pada saat pipa beroperasi. Berdasarkan code ini tegangan bekerja yang diijinkan pada sistem pipa penyalur adala : Tabel.1 Batasan Tegangan Ijin pada Masing Masing Kondisi Disain [4] Design Condition Allowable Hoop Stress Longitudinal Stress Combined Stress Operation 7% SMYS 80% SMYS 90% SMYS Hydrotesting 90% SMYS - 96% SMYS Installation 7% SMYS 80% SMYS 90% SMYS Sebagai catatan, yang menjadi peratian disini adala tegangan bekerja pada saat operasional sistem pipa penyalur Tegangan Hoop S H P S H Gambar.7 Ara Hoop Stress Teradap Potongan Melintang Pipa Tegangan oop atau tegangan gelung merupakan tegangan yang bekerja pada pipa dalam ara tangensial atau circumferential. Besarnya tegangan ini tergantung pada besar tekanan internal dimana besarnya bervariasi teradap tebal dinding pipa seperti yang ditunjukkan pada Gambar.7. II-11

12 Peritungan tegangan oop atau tegangan gelung akan mengikuti code standar ASME B sebagai berikut : = ( P P ) e t D o Dimana : = Hoop Stress (MPa) P e P D o t = Tekanan eksternal (MPa) = Tekanan internal (MPa = Diameter eksternal pipa (mm) = Ketebalan pipa (mm) Persamaan diatas adala persamaan tegangan oop untuk offsore pipeline. Pada offsore pipeline, besar pembebanan eksternal yang terjadi cukup signifikan untuk diperitungkan pengarunya teradap tegangan oop. Namun pada onsore pipeline, tekanan eksternal sering diabaikan dalam pengarunya pada tegangan oop. Seingga digunakan persamaan tegangan oop yang parameternya tela lebi disederanakan sebagai berikut [4] : P Do =.4) t Tegangan oop pada saat pipa beroperasi arusla memenui kriteria tegangan oop yang diijinkan sebagai berikut [4] : P Do = 0. 7SMYS.5) t.4.4. Tegangan Longitudinal Hal yang terpenting dalam analisa tegangan longitudinal adala dengan meninjau apaka pipeline berada dalam kondisi tertaan (restraint) atau tidak tertaan (unrestraint). Sebelum pipa mengalami upeaval buckling, pipa berada dalam kondisi tertaan. Pada kondisi ini, pipa tidak dapat berekspansi karena tertaan ole gaya friksi tana di sekeliling pipa tersebut. II-1

13 Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang timbul sebagai kombinasi pengaru komponen sebagai berikut : 1. Tegangan kompresif akibat ekspansi termal Perbedaan temperatur saat instalasi dan operasi pipeline menyebabkan timbulnya ekspansi termal dalam ara longitudinal pipa. Namun karena pipeline berada dalam kondisi yang disebut restrained pipeline, maka pipa tidak dapat mengalami ekspansi seingga timbul tegangan tekan termal sebagai berikut [4,5,6] : ( T T1 = Eα ).6) T Dimana : E = Modulus Young =,07E+5 (MPa) α = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 ( C -1 ) T T 1 = Temperatur operasi maksimum ( C) = Temperatur instalasi ( C) Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan kompresif.. Tegangan tensile Pada saat pipa beroperasi atau bertekanan, maka tekanan internal di dalam pipa akan menimbulkan tegangan oop dan tegangan longitudinal. Namun dapat terbentuk tegangan lain sebagai reaksi tegangan dari tegangan oop atau tegangan longitudinal akibat tekanan internal pipa. Hal ini tergantung pada kondisi pipa tertaan atau tidak, atau sering disebut restraint dan unrestraint. a) Tegangan longitudinal pada pipa restraint Pada pipa yang berada pada kondisi tertaan, maka akan timbul reaksi tegangan tarik akibat pengaru Poisson dari tegangan oop. Sebagaimana diketaui bawa pengaru Poisson menggambarkan rasio regangan yang terjadi pada ara melintang teradap regangan pada ara longitudinal. Dengan kata lain, tegangan oop akan menimbulkan pengaru tegangan tarik Poisson pada ara longitudinal. Tegangan tarik longitudinal akibat pengaru Poisson pada pipa kondisi tertaan adala [4,5,6] : II-13

14 = υ.7 a) P Dimana : υ = Poisson s Ratio = 0,3 = Tegangan oop (Mpa) b) Tegangan longitudinal pada pipa unrestraint Sedangkan pada kondisi pipa unrestraint, maka akan terbentuk tegangan longitudinal sebagai pengaru langsung dari tekanan internal di dalam pipa. Teori tegangan ini bersesuaian dengan tegangan longitudinal yang terjadi pada bejana tipis seperti yang tela diuraikan sebelumnya. Tegangan longitudinal akibat tekanan internal pada pipa kondisi tidak tertaan adala [4,5,6] : Dimana : P D o t PDo P = =.7 b) 4t = Tekanan internal pipa (MPa) = Diameter eksternal pipa (mm) = Ketebalan pipa (mm) = Tegangan oop (Mpa) Melalui kedua komponen tegangan termal dan tegangan pengaru Poisson ini, maka tegangan longitudinal pada pipa yang berada dalam kondisi restraint adala [4,5,6] : ( T T1 = υ Eα ).8) L Dimana : υ = Poisson s Ratio = 0,3 E = Tegangan oop (Mpa) = Modulus Young =,07E+5 (MPa) α = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 ( C -1 ) T = Temperatur operasi maksimum ( C) II-14

15 T 1 = Temperatur instalasi ( C) Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan kompresif. Tegangan ini dikenal sebagai tegangan kompresif maksimum yang dapat terbentuk pada pipa dalam kondisi restraint Tegangan Ekivalen von Mises Tegangan tegangan yang bekerja pada ara yang berbeda beda pada pipa dapat dipandang secara menyeluru dengan menggunakan ubungan von Mises seingga diperole tegangan ekivalen von Mises sebagai berikut [4] : Dimana : E ( ) 3τ = + L L + E.9 a) = Tegangan ekivalen von Mises (MPa) = Tegangan oop (MPa) L τ = Tegangan longitudinal (MPa) = Tegangan geser tangensial (MPa) Tegangan geser tangensial biasanya relatif kecil dibandingkan dengan tegangan tegangan lain yang bekerja seingga dapat diabaikan dalam analisis selanjutnya, seingga persamaan dapat direduksi menjadi [4] : E = + L ( ) L.9 b) Tegangan ekivalen pada saat pipa beroperasi arusla memenui kriteri tegangan ekivalen yang diijinkan. Tegangan ekivalen yang diijinkan didasarkan pada kriteria code standar yang digunakan sebagai berikut [4] : ( ) 0. SMYS.10) E = + L L 9 II-15

16 .5. Gaya Aksial Sebagaimana tela diuraikan bawa terjadinya upeaval buckling disebabkan ole gaya aksial efektif yang bekerja pada sistem pipa. Gaya aksial efektif ini merupakan gaya yang bekerja pada sumbu pipa seingga mendorong terjadinya defleksi secara global ke ara vertikal. Karena pipa diletakkan secara orizontal, maka gaya aksial yang terjadi pada pipa merupakan gaya yang terbentuk ole tegangan longitudinal. Secara umum, gaya aksial sangat dipengarui ole pengaru ekspansi termal. Selain dipengarui ole tegangan longitudinal kompresif akibat pengaru ekspansi termal, gaya aksial efektif pada pipa yang berada pada kondisi restraint juga dipengarui ole tekanan internal di dalam pipa. Pada pipa kondisi tertaan, maka pada dinding pipa akan terbentuk tegangan kompresif pada ara longitudinal. Tegangan longitudinal kompresif akibat tekanan internal ini dinyatakan sebagai perbandingan luas penampang internal pipa dengan luas penampang baja, yaitu sebagai berikut [5,8,9,10,11,1] : PA i s =.11) As Dimana : s = Tegangan longitudinal akibat tekanan internal (Mpa) P = Tekanan internal pipa (MPa) A i = Luas penampang internal pipa (mm ) A s = Luas potongan melintang pipa (mm ) Pada pipa yang tertaan, tegangan tegangan yang bekerja pada ara longitudinal, yaitu tegangan termal, tegangan Poisson, dan tegangan akibat tekanan internal akan menyebabkan gaya aksial pada pipa. Resultan gaya aksial efektif inila yang menyebabkan pipa mengalami tekukan ke ara vertikal pipa. Resultan gaya aksial efektif pada pipa restraint adala [5,8,9,10,11,1] : F ( T T ) As = PAi + As Eα 1 υ.1) Dimana : F = Gaya aksial efektif (N) P = Tekanan internal (MPa) II-16

17 = Tegangan oop (MPa) E = Modulus Young =,07E+5 (MPa) α = Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 ( C -1 ) T T 1 = Temperatur operasi maksimum ( C) = Temperatur instalasi ( C) π A i = Luas penampang internal = ( D o t) (mm ) 4 A s = Luas potongan melintang pipa = π ( D o t)t (mm ) Gaya aksial efektif ini merupakan driving force terjadinya upeaval buckling. Gaya aksial ini ditaan atau dilawan ole gaya yang berlawanan ara. Gaya lawan ini berasal dari gaya friksi tana serta berat pipa itu sendiri. Gaya friksi tana merupakan gaya yang berasal dari asil interaksi permukaan tana dan permukaan pipa yang saling bersentuan. Gaya friksi tana berasal dari tana yang menaan di sekeliling pipa dan tana timbunan yang berada di atas pipa..6. Gaya Friksi Seperti tela diuraikan di atas bawa tegangan longitudinal akan menyebabkan terbentuknya gaya aksial efektif yang mendorong terjadinya tekukan pada pipa. namun penekukan ini belum akan terjadi jika gaya aksial efektif ini masi dapat ditaan ole gaya friksi yang bekerja pada pipa. Gaya friksi pada pipa merupakan kombinasi gaya friksi tana di sekeliling pipa serta berat pipa itu sendiri. Analisa dan peritungan gaya friksi ini akan mengikuti code standar ASME B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII. Pada standar ini disediakan peritungan gaya friksi yang bekerja pada sistem pipa penyalur yang berada dalam kondisi restraint atau tertaan. Besarnya gaya friksi tana tergantung pada jenis tana backfill yang digunakan serta ketinggian timbunan tana di atas pipa. Selain itu juga terdapat pengaru lebar trenc pipa yang akan dibaas lebi lanjut. Besar gaya friksi tana dan berat pipa dapat dinyatakan sebagai berikut [13] : f = μ ( P A + W )L.13) c c p. II-17

18 Dimana : f = Gaya friksi total per satuan panjang pipa (N) μ = Koefisien friksi, (0.3 min s.d 0.5 max) P c = Tekanan tana yang bekerja pada pipa (N/ m ) A c W p = Luas penampang segmen pipa per satuan panjang (m /m panjang pipa) = Berat pipa dan isinya per satuan panjang (N/m) Pada pipa yang dipendam dengan kedalaman tertentu, maka pipa akan mengalami pembebanan tana atau sering disebut vertical eart load. Pembebanan tana yang berlangsung di atas pipa yang dipendam dapat ditunjukkan pada Gambar.8 berikut ini. Gambar.8 Pembebanan Soil Prism di Atas Pipa yang Dipendam di Bawa Tana [6] Pembebanan tana di atas pipa akan memberikan tekanan vertikal ole tana pada pipa yang berada di bawanya. Tekanan ini sekaligus bekerja sebagai gaya friksi yang akan menaan gaya aksial efektif penyebab upeaval buckling atau sering disebut sebagai bagian dari uplift resistance. Secara sederana besar tekanan vertikal tana ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut [6,13] : P c = γh.14 a) Dimana : γ = Berat jenis tana (N/m 3 ) II-18

19 H = Kedalaman pipa di bawa tana (m) P c = Tekanan tana yang bekerja pada pipa (N/m ) Berdasarkan asil penelitian eksperimental yang tela banyak dilakukan, persamaan di atas berlaku pada pipa yang dipendam pada kedalaman sampai 3 kali diameter pipa. Sedangkan untuk pipa yang dipendam di bawa tana pada kedalaman lebi dari 3 kali diameter pipa, terdapat pengaru lebar trenc pipa. Untuk mengetaui pengaru lebar trenc pipa teradap tekanan tana yang bekerja pada di atas pipa, maka digunakan teori Marston yang juga meneliti interaksi tana dengan pipa yang dipendam. Pada instalasi sistem pipa penyalur minyak baik yang dipendam di bawa tana, maka pipa akan ditempatkan di dalam sebua trenc atau parit tana. Biasanya ukuran trenc dan jenis tana backfill yang digunakan tela didisain agar cukup dapat menaan pipa untuk tidak bergeser pada saat operasinya. Instalasi ini juga bertujuan agar memenui kondisi dimana pipa disebut fully restrained pipeline seingga pipa tidak mengalami ekspansi akibat operasi termal. Instalasi trenc pipa yang akan dipendam di bawa tana yang biasa dilakukan dapat diliat melalui Gambar.9. Gambar.9 Skematik Instalasi Pipa di Dalam Trenc II-19

20 Berdasarkan teori Marston, maka tekanan tana yang bekerja di atas pipa yang dipendam pada kedalaman lebi dari 3 kali diameter pipa adala sebagai berikut [6,13,15] : P = γc B.14 b) c d d Dimana : P c = Tekanan tana yang bekerja pada pipa (N/m ) γ = Berat jenis tana (N/m 3 ) C d = Parameter non-dimensi berdasarkan Tabel. BBd = Lebar trenc pipa (m) Berdasarkan penelitian dan teori Martson [1], arga koefisien C d dapat diperole dengan menggunakan persamaan berikut [15] : C D Kμ ' H B 1 e D =.15) Kμ' Dimana : C d K = Koefisien ditc = Koefisien lateral eart pressure Rankine μ = tan φ = Koefisien friksi backfill H = Kedalaman pipa di bawa tana BBd = Lebar trenc pipa (mm) Berdasarkan persamaan ini, arga koefisien C d dapat dinyatakan pada tabel berikut sesuai dengan rasio H/B d. II-0

21 Tabel. Harga koefisien C D yang digunakan pada persamaan Martson [13] APPROXIMATE SAFE WORKING VALUES OF CD FOR USE IN MODIFIED MARSTON FORMULA Ratio H/BD Damp Top Soil and Dry and Wet Sand Saturated Top Soil Damp Yellow Clay Saturated Yellow Clay TEORI BUCKLING KOLOM Buckling kolom merupakan fenomena pelengkungan yang terjadi pada kolom yang mengalami beban kompresif yang biasanya diberikan secara axial. Secara umum terdapat tiga kategori jenis kolom, yaitu kolom pendek (sort columns), kolom menenga (intermediate columns), dan kolom panjang (long columns). Perbedaan ketiga jenis kolom ini dapat diitung berdasarkan Slenderness Ratio (rasio kerampingan). Rasio kerampingan sebua kolom merupakan perbandingan antara panjang efektif kolom teradap jari jari girasinya. Jari jari girasi sebua kolom tergantung bentuk penampang kolom tersebut. Namun secara umum jari jari girasi dapat dituliskan sebagai berikut [3,16] : r = I / A.16) II-1

22 Dimana : r = Jari jari girasi kolom I = Momen inersia kolom A = Luas penampang potongan melintang kolom Slenderness Ratio = Le / r.17) Dimana : L e = Panjang efektif kolom Perlu diperatikan bawa L e bukan merupakan panjang kolom yang sebenarnya, melainkan panjang efektif kolom. Panjang efektif kolom tergantung bagaimana kondisi tumpuan ujung ujung kolom. Hubungan panjang efektif kolom dan panjang kolom yang sebenarnya dapat dituliskan sebagai berikut [3,16] : L e = kl.18) Dimana k adala konstanta panjang efektif. Nilai dari k bergantung pada bagaiman kondisi tumpuan ujung ujung kolom, ujung ujung dijepit, ujung ujung dipasak, atau kombinasi dari keduanya. Masing masing kondisi tumpuan ujung ujung kolom memiliki cara penurunan rumus sendiri seingga diperole nilai konstanta panjang efektif k untuk masing masing kondisi. Namun untuk kasus kasus umum tertentu, nilai konstanta panjang efektif k tela ditentukan. Untuk memaami bagaimana sebua kolom dapat mengalami pelengkungan atau buckling, maka terlebi daulu dipili sebua kasus dasar dimana buckling dapat terjadi. Sebagai kasus dasar, digunakan kasus kolom dengan ujung ujung dipasak seperti yang terliat pada gambar.10 a). Kasus kolom dengan ujung ujung dipasak ini juga digunakan untuk menurunkan rumus kritis Euler. II-

23 Gambar.10 Panjang Efektif Kolom dengan Ujung ujung Pengekang yang Berlainan [3,16].7.1. Penurunan Rumus Umum Buckling-Euler Peratikan sebua batang atau kolom yang ujung ujungnya mendapat pembebanan axial tekan seperti pada Gambar.11. Jika kolom ini dianggap sebagai batang yang lurus sempurna, maka batang ini akan tetap lurus sempurna selama beban yang diberikan kurang dari beban kritis P cr (disebut juga beban Euler). Jika diberikan beban yang lebi dari beban kritis P cr, maka batang akan mengalami defleksi dan melengkung. Jika beban dilepaskan, batang tetap akan berada pada kondisi melengkung karena batang tela mengalami beban melebii beban kritis P cr seingga dikatakan batang tela mengalami kegagalan dalam bentuk buckling. Melalui Gambar.11 dapat diliat diagram benda bebas kolom yang diberikan pembebanan axial P akan mengalami momen lentur M dengan besar defleksi y. Maka Momen lentur yang dialami kolom dapat dituliskan sebagai berikut [3,16] : Dimana diketaui : M = Py.19) d y = dx M EI.0) II-3

24 Gambar.11 Buckling pada Kolom dengan Ujung ujung Dipasak [3,16] Substitusi persamaan.19 dan.0, maka akan diasilkan persamaan kurva elastis untuk kolom ini adala : d y = dx P EI y.1) Bentuk persamaan.1 dapat diseranakan dengan menggunakan bentuk λ = P / EI dengan menukar letak persamaan, maka akan diperole : dan d y + λ y = 0.) dx Ini merupakan persamaan yang bentuknya merupakan persamaan differensial orde kedua, yang memiliki bentuk penyelesaian umum sebagai berikut : y = Asin λx + B cosλx.3) Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas. Dimana A dan B adala tetapan tetapan tertentu yang arus ditentukan dari syarat syarat batas. Syarat syarat ini adala pada saat x = 0 dan x = L, maka diperole : II-4

25 y = 0 pada x = 0 0 = A sin 0 + B cos 0 atau B = 0 y = 0 pada x = L 0 = Asin λl.4) Persamaan.4 dapat dipenui dengan mengambil A = 0 atau λ L = 0 seperti yang dapat diliat dari persamaan.4, bawa dengan mengambil. Namun akan memberikan jawab trivial (trivial solution) yang artinya tidak terjadi defleksi atau buckling. Sedangkan dengan mengambil A = 0 λ L = 0, selain akan memberikan jawab trivial juga akan mengindikasikan tidak ada beban yang bekerja pada kolom (ingat ubungan λ = P / EI ). Ole karena itu dibutukan alternatif jawaban lain agar persamaan ini memiliki jawab yang berarti. Persamaan.4 dapat dipenui pula jika faktor sinus sama dengan nol. Untuk memenui bentuk sinus sama dengan nol, maka λ L arus sama dengan n π, dimana n adala bilangan bulat. sin λ L = 0 jika λl = nπ.5) Maka dengan menggunakan bentuk penyederanaan λ = P / EI dan λl = nπ, maka diperole ubungan : nπ P / EI =.6) L Maka gaya kritis yang membuat kolom menjadi melengkung adala : P cr n π EI =.7) L Untuk memenui kriteria beban kritis Euler maka arus dicari arga terkecil dari beban P, yaitu dengan mengambil n arus sama dengan satu. Maka rumus beban Euler untuk kolom dengan ujung ujung pasak adala [3,16] : P cr π EI =.8) L Dimana I adala momen inersia terkecil dari kolom dengan L adala panjang kolom. II-5

26 Menurut persamaan kurva elastis pada persamaan.3, maka kurva elastis pada beban kritis Euler dimana λ = π / L adala [3] : π y = Asin x.9) L Kasus buckling yang terjadi pada kolom dengan ujung ujung pasak atau bundar sering kali disebut sebagai kasus dasar buckling kolom Euler. Namun agar persamaan beban kritis Euler pada persamaan.9 dapat diberlakukan secara umum untuk semua kondisi ujung ujung kolom, maka persamaan.9 dapat dimodifikasi dengan mengganti panjang kolom L dengan panjang efektif kolom L e. Maka diperole persamaan umum beban kritis Euler untuk setiap kondisi ujung ujung kolom : P cr π EI =.30) L e Melalui persamaan umum beban kritis ini, dapat juga diketaui persamaan umum tegangan kritis : Pcr π EI cr = =.31) A L A e Dengan menerapkan ubungan jari jari girasi diperole [3,16] : r = I / A pada persamaan.31, maka π E =.3) cr ( L r) e Persamaan tegangan kritis ini merupakan fungsi Modulus Young dari material kolom dan slenderness ratio..7.. ANALISA BALOK KOLOM (BEAM-COLUMNS) Sebua balok yang diberikan gaya tekan axial dengan beban tambaan berupa gaya transversal di tenga tenga balok disebut sebagai balok-kolom (beam-columns). Pada bagian ini akan diberikan sebua conto kasus sederana untuk menggambarkan pengaru gaya aksial. II-6

27 Peratikan sebua balok-kolom elastis yang diberikan gaya aksial P dan beban transversal ke atas F di tenga tenga bentangan balok seperti yang ditunjukkan pada Gambar.1. Gambar.1 Balok-Kolom yang Mengalami Gaya Aksial dan Gaya Transversal [3] Diagram benda bebas untuk balok-kolom yang mengalami defleksi ditunjukkan pada Gambar.1(b). Berdasarkan diagram ini dapat diketaui bawa momen lentur M dapat dinyatakan sebagai pengaru gaya aksial P, defleksi y, dan gaya transversal F. Secara matematis ubungan momen lentur total M dapat dinyatakan sebagai berikut [3] : M ( F ) x (0 x L / ) = Py.33) Dimana diketaui : d y = dx M EI.34) Substitusi persamaan.33 dan.34, maka akan diasilkan persamaan kurva elastis untuk balok-kolom ini adala : d y EI + Py = ( F )x dx.35) Bentuk persamaan.35 dapat disederanakan dengan menggunakan bentuk dan dengan beberapa penyederanaan, maka diperole persamaan differensial sebagai berikut : λ = P / EI d y λ F + λ y = x (0 x L ).36) dx P II-7

28 Persamaan differensial ini memiliki penyelesaian lengkap sebagai berikut : y = C1 sin λ x + C cosλx ( F P)x.37) Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas untuk menentukan tetapan C 1 dan C. Syarat syarat ini adala : a) y = 0 pada x = 0 0 = C1 sin 0 + C cos0 C = 0 b) y'= 0 pada x = L 0 a y' = C1λ cosλx Cλ sin λx Masukkan C = 0 y' = C1λ cosλx F P F P λl y' ( L / ) = 0 = C1λ cos C 1 F = Pλ cos ( λl ) F P Dengan memasukkan tetapan C 1 dan C ke dalam persamaan penyelesaian umum.37, maka diperole : F y = sin λx ( F P) x.38) Pλ cos ( λl ) Defleksi maksimum yang dapat terjadi adala pada tenga tenga bentang atau pada x = L /. Maka dengan memasukkan x = L / pada persamaan.38 diperole defleksi maksimum balok-kolom sebagai berikut : y max F = [ tan( λl ) λl ].39) Pλ Secara matematis, defleksi maksimum yang dapat terjadi adala tak beringga. Kondisi yang memenui syarat defleksi tak ingga adala jika λl = nπ. Pernyataan ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : II-8

29 λl P L nπ = =.40) EI Pernyataan matematis ini sama dengan seperti pada saat penurunan rumus kritis Euler, dimana λl = nπ. Maka beban kritis terkecil pada kasus balok-kolom yang ditinjau adala P cr π EI =.41) L.7.3. Pengaru Slenderness Ratio L e / r Berdasarkan asil eksperimental yang tela banyak dilakukan ole peneliti, ditemukan bawa kegagalan dalam bentuk buckling dapat terjadi pada kolom yang cukup panjang. Sedangkan pada kolom yang pendek, modus kegagalan lebi banyak terjadi dalam bentuk yielding. Parameter panjang atau tidaknya sebua kolom ditentukan ole slenderness ratio ( L e / r ). Harga L e / r yang besar menunjukkan bawa kolom tersebut termasuk dalam kategori long-columns (kolom-panjang), sedangkan arga L e / r yang kecil menunjukkan bawa kolom tersebut termasuk sort-columns (kolom-pendek). Secara umum tela diberikan nilai eksak batasan untuk masing masing jenis kolom berdasarkan rasio sebagai berikut [3,16] : Sort Column : 0 < L e / r < 60 Intermediate Column : 60 < L e / r < 10 Long Column : 10 < L e / r < 300 L e / r Pada Gambar.13 berikut ini ditunjukkan pengaru slenderness ratio teradap panjang kolom, modus kegagalan, dan keefektifan penggunaan rumus buckling Euler. Melalui Gambar.13 dapat diketaui bawa mekanisme kegagalan buckling anya terjadi pada daera tertentu yaitu pada daera dimana kolom cukup panjang. Kolom yang pendek tidak akan mengalami kegagalan melalui mekanisme buckling namun akan mengalami deformasi plastis biasa atau yielding. II-9

30 Gambar.13 Modus Kegagalan Sebagai Fungsi Slenderness Ratio Kolom [3,] II-30

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE

ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE ANALISIS KASUS UPHEAVAL BUCKLING PADA ONSHORE PIPELINE Diajukan untuk meraih gelar sarjana Teknik Metalurgi pada Program Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi Bandung TUGAS AKHIR Oleh: Depita Harahap

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE 1 STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE Saiful Rizal 1), Yoyok S. Hadiwidodo. 2), dan Joswan J. Soedjono

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-154 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

Gb. 2.9 Balok Menerus

Gb. 2.9 Balok Menerus BALOK TERLENTUR 1 Jarak Bentang a Panjang perletakan dari sebua balok diatas dua perletakan arus diambil paling tinggi l/0 jarak antara kedua ujung perletakan Jarak-bentang diambil sebesar jarak antara

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline 1 Analisa Pemasangan Loop Ekspansi Akibat Terjadinya Upheaval Buckling Pada Onshore Pipeline Hariono, Handayanu, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692 4.1 Flowchart Perancangan GRP Pipeline Menurut ISO 14692-3 bagian 7.10 perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan material komposit

Lebih terperinci

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom]

VII. KOLOM Definisi Kolom Rumus Euler untuk Kolom. P n. [Kolom] VII. KOOM 7.1. Definisi Kolom Kolom adalah suatu batang struktur langsing (slender) yang dikenai oleh beban aksial tekan (compres) pada ujungnya. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan sisa (residual stress ), f r = 70 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action

Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16 dan Corrective action JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisa Penyebab Terjadinya Upheaval buckling pada Pipeline 16" dan Corrective action Fahmi Fazlur Rahman, Wisnu Wardhana, Yoyok Setyo Hadiwidodo Jurusan

Lebih terperinci

IX. TEGANGAN PADA BEJANA DINDING TIPIS

IX. TEGANGAN PADA BEJANA DINDING TIPIS IX. TEGANGAN PADA BEJANA DINDING TIPIS 9.1. Pengertian Bejana Tekan Bejana tekan (essure vessels) merupakan struktur tertutup ang mengandung gas atau airan ang ditekan. Beberapa bentukna seperti silinder,

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan Bab 7 Kolom 7.1. Stabilitas Kolom Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan bahwa agar struktur dan elemen-elemennya dapat berfungsi mendukung beban harus memenuhi persyaratan keku-atan, kekakuan dan stabilitas.

Lebih terperinci

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal V. BATANG TEKAN Elemen struktur dengan fungsi utama mendukung beban tekan sering dijumpai pada struktur truss atau frame. Pada struktur frame, elemen struktur ini lebih dikenal dengan nama kolom. Perencanaan

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 009 SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Suciati

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan Teori Perpipaan 2.1.1 Definisi Sistem Perpipaan Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya digunakan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi

Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-10 1 Optimasi konfigurasi sudut elbow dengan metode field cold bend untuk pipa darat pada kondisi operasi Yopy Hendra P., Daniel M Rosyid, dan Yoyok S Hadiwidodo

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi 8 Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi ; Model Matematika dari Masala yang Berkaitan dengan ; Ekstrim Fungsi Model Matematika dari Masala

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Metode Desain LRFD dengan Analisis Elastis o Kuat rencana setiap komponen struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan yang ditentukan berdasarkan kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Tegangan tarik putus (ultimate stress ), f u = 370 MPa Tegangan sisa (residual stress

Lebih terperinci

Pertemuan XIV IX. Kolom

Pertemuan XIV IX. Kolom ertemuan XIV IX. Kolom 9. Kolom Dengan Beban Aksial Tekan Suatu batang langsing ang dikenai tekanan aksial disebut dengan kolom. Terminologi kolom biasana digunakan untuk menatakan suatu batang vertikal.

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV. ANALISIS PERANCANGAN

IV. ANALISIS PERANCANGAN IV. ANALISIS PERANCANGAN A. Rangka Analisis rangka dilakukan berdasarkan daya atau kekuatan tarik yang dimiliki ole traktor penarik (rotary and traktor Yanmar YZC). Besarnya daya tarik traktor diperole

Lebih terperinci

Matematika ITB Tahun 1975

Matematika ITB Tahun 1975 Matematika ITB Taun 975 ITB-75-0 + 5 6 tidak tau ITB-75-0 Nilai-nilai yang memenui ketidaksamaan kuadrat 5 7 0 atau atau 0 < ITB-75-0 Persamaan garis yang melalui A(,) dan tegak lurus garis + y = 0 + y

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

4.1. nti Tampang Kolom BB 4 NSS BTNG TEKN Kolom merupakan jenis elemen struktur ang memilki dimensi longitudinal jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi transversalna dan memiliki fungsi utama menahan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING ) [C]2011 : M. Noer Ilham Gaya tarik pada track stank akibat beban terfaktor, T u = 50000 N 1. DATA BAHAN PLAT SAMBUNG DATA PLAT SAMBUNG Tegangan leleh baja, f

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir

Lebih terperinci

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m Soal 2 Suatu elemen struktur sebagai balok pelat berdinding penuh (pelat girder) dengan ukuran dan pembebanan seperti tampak pada gambar di bawah. Flens tekan akan diberi kekangan lateral di kedua ujung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT Kolom Pendek : kolom dimana beban ultimate tidak direduksi oleh deformasi lentur karena eksentrisitas tambahan Δ diabaikan atau terjadi jauh dari penampang

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI (3.1)

BAB III LANDASAN TEORI (3.1) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kelangsingan Kelangsingan suatu kolom dapat dinyatakan dalam suatu rasio yang disebut rasio kelangsingan. Rasio kelangsingan dapat ditulis sebagai berikut: (3.1) Keterangan:

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13

Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI. 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa. 5th failure July 13 BAB II DASAR TEORI 2.1 Lokasi dan kondisi terjadinya kegagalan pada sistem pipa 4th failure February 13 1st failure March 07 5th failure July 13 2nd failure Oct 09 3rd failure Jan 11 Gambar 2.1 Riwayat

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA Alderman Tambos Budiarto Simanjuntak NRP : 0221016 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PLAT KOPEL A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL BB V INYEMEN VERTIK linyemen vertikal adala perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan lajur ara atau melalui tepi dalam masing masing perkerasan

Lebih terperinci

Kuliah ke-5 TEGANGAN PADA BALOK. 2 m 2 m 2 m. Bidang momen. Bidang lintang A B B C D D

Kuliah ke-5 TEGANGAN PADA BALOK. 2 m 2 m 2 m. Bidang momen. Bidang lintang A B B C D D Jalan Sudirman No. 69 Palembang 0 Telp: 07-70,706 Fax: 07-77 Kulia ke- TEGNGN PD BOK Pada bab ini dibaas ubungan antara momen lentur dan tegangan lentur ang terjadi, dan ubungan antara gaa geser dan tegangan

Lebih terperinci

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan

2 BAB II TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka. Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan 2 BAB II TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Suatu sistem perpipaan dapat dikatakan aman apabila beban tegangan yang terjadi mempunyai nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 1 dari tegangan yang diijinkan (allowable

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI 03-1726-2002 DAN FEMA 450 Calvein Haryanto NRP : 0621054 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK

DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK DESAIN TEGANGAN PADA JALUR PEMIPAAN GAS DENGAN PENDEKATAN PERANGKAT LUNAK Erinofiardi, Ahmad Fauzan Suryono, Arno Abdillah Jurusan Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. W.R. Supratman Kandang

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tekan Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tekan Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR DAFTAR ISI

PROPOSAL TUGAS AKHIR DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PERSEMBAHAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN...xii

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1. Evaluasi Perhitungan Secara Manual 1. Tegangan-tegangan utama maksimum pada pipa. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut : - Diameter luar pipa (Do)

Lebih terperinci

III. TEGANGAN DALAM BALOK

III. TEGANGAN DALAM BALOK . TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan

BAB VII PENUTUP Perancangan sistem perpipaan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari hasil perancangan dan analisis tegangan sistem perpipaan sistem perpipaan berdasarkan standar ASME B 31.4 (studi kasus jalur perpipaan LPG dermaga Unit 68 ke tangki

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

Jurnal Teknika Atw 1

Jurnal Teknika Atw 1 PENGARUH BENTUK PENAMPANG BATANG STRUKTUR TERHADAP TEGANGAN DAN DEFLEKSI OLEH BEBAN BENDING Agung Supriyanto, Joko Yunianto P Program Studi Teknik Mesin,Akademi Teknologi Warga Surakarta ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14 Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Pondasi Pertemuan 12,13,14 Sub Pokok Bahasan : Pengantar Rekayasa Pondasi Jenis dan Tipe-Tipe Pondasi Daya Dukung Tanah Pondasi Telapak

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

Limit Fungsi. Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Menghitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri

Limit Fungsi. Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Menghitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri 7 Limit Fungsi Limit Fungsi di Suatu Titik dan di Tak Hingga ; Sifat Limit Fungsi untuk Mengitung Bentuk Tak Tentu ; Fungsi Aljabar dan Trigonometri Cobala kamu mengambil kembang gula-kembang gula dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENDAHULUAN Perancangan stabilitas struktur baja adalah kombinasi analisis untuk menentukan kuat perlu penampang struktur dan mendesainnya agar mempunyai kekuatan yang memadai.

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN TEGANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS TEKNO EKONOMIK

ANALISIS PERBANDINGAN TEGANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS TEKNO EKONOMIK ANAISIS PERBANDINGAN TEGANGAN PADA ONSHORE PIPEINE MENGGUNAKAN MATERIA GASS-REINFORCED POYMER (GRP) DAN CARBON STEE BERBASIS TEKNO EKONOMIK Naja Himawan (1), Imam Rocani (), Hasan Ikwani (3) 1 Maasiswa

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH

ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH ANALISIS CANTILEVER BEAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOLUSI NUMERIK TUGAS KULIAH Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus kuliah MS 4011 Metode Elemen Hingga Oleh Wisnu Ikbar Wiranto 13111074 Ridho

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN RANGKA ATAP MONOFRAME MENGGUNAKAN PROFIL C GANDA DENGAN SAMBUNGAN LAS

STUDI KEKUATAN RANGKA ATAP MONOFRAME MENGGUNAKAN PROFIL C GANDA DENGAN SAMBUNGAN LAS STUDI KEKUATAN RANGKA ATAP MONOFRAME MENGGUNAKAN PROFIL C GANDA DENGAN SAMBUNGAN LAS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh:

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci