Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak"

Transkripsi

1 81 Aktivitas yang diakomodasikan pada zona ini adalah jenis aktivitas pasif seperti pemeliharaan sungai, penelitian, pengenalan nama-nama tanaman dan dudukduduk serta belajar. Zona rehabilitasi semi intensif, akan dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau dan peruntukan pemukiman yang dapat berfungsi sebagai sabuk hijau sungai dan sekaligus yang mampu mengakomodir aktivitas masyarakat dalam bersosialisasi. Pada zona ini selain taman-taman umum, sarana pengolah limbah, peribadatan dan air PDAM dapat diakomodasikan pada zona ini. Zona rehabilitasi intensif akan dikembangkan sebagai ruang publik dan peruntukan pemukiman. Ruang publik dapat berupa taman lingkungan, taman siring dan pasar terapung. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dan untuk keberlangsungan aspek biofisik sungai pada kawasan. Permukiman dengan KDB sedang, pasar, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau dapat diakomodasikan pada zona ini. Pada zona ini dilakukan penataan sedemikian rupa termasuk di dalamnya penetapan arah orientasi rumah untuk menghadap ke sungai sehingga pemandangan alami sungai dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan konstruksi yang diwajibkan menggunakan konstruksi rumah panggung, penempatan lokasi pengelolaan limbah rumah tangga serta prasarana publik. Gambar 27 mengilustrasikan pengembangan konsep ruang. Gambar 27. Ilustrasi Pengembangan Konsep Ruang Pada Tapak

2 Konsep Sirkulasi Sirkulasi pada kawasan harus mampu menyatukan peruntukan lahan yang telah ditetapkan. Sistem sirkulasi ini dipisahkan menjadi 2 yaitu jalur darat (jalur kendaraan dan jalur pejalan kaki) dan jalur air (jalur taxi air, perahu sampan). Sirkulasi darat dalam hal ini jalur pejalan kaki dapat melalui daerah hijau dan jembatan penyeberangan. Fasilitas jalur pedestrian ini harus berintegrasi dengan lokasi halte kendaraan umum atau dermaga. Sistem sirkulasi pejalan kaki ini juga termasuk penyediaan jalur yang dapat dilalui pemakai kursi roda. Untuk itu penyediaan struktur ramp sangat mendukung keberhasilan dalam sistem ini. Sirkulasi pedestrian berada pada sepanjang tepian sungai. Kedua jalur pedestrian akan terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan bagi kendaraan bermotor. Jalur-jalur pedestrian ini akan terhubung dengan ruangruang publik seperti taman dan plaza sebagai destinasi masing-masing zona. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam berjalan akan ditempatkan fasilitas berupa shelter yang akan ditempatkan pada titik-titik tertentu. Jalur ini berfungsi untuk mengakomodir masyarakat dan pemerintah daerah dalam melakukan pemeliharaan terhadap sungai dan untuk menikmati keindahan sungai. Selain itu juga berguna sebagai jalan lingkungan bagi warga yang dapat memudahkan mereka dalam bersosialisasi. Jalur kendaraan bermotor mengikuti pola jalan yang sudah ada. Namun dibutuhkan alokasi area sebagai tempat parkir pada area tertentu (area yang menjadi pusat aktivitas) seperti pasar agar tidak menimbulkan kemacetan pada kawasan. Jembatan-jembatan yang dapat mengakomodasi kendaraan bermotor juga akan diimplementasikan di dalam rencana tapak. Hal ini bertujuan untuk menyediakan akses dan jalur sirkulasi manusia dan komoditas lain antar area dikedua sisi sungai. Diharapkan kondisi tersebut dapat mempermudah akses pendistribusian barang dalam kegiatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat di tapak dapat merata. Struktur jembatan dibuat dengan menerapkan teknik eko-hidraulik dan dibuat dengan bentuk melengkung. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu sistem transportasi air yang akan dikembangkan dan tidak menurunkan kondisi biofisik pada kawasan.

3 83 Selain itu juga akan dikembangkan sirkulasi air yang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan user dalam menjangkau tempat-tempat tertentu yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat. Tujuan lain yang ingin dicapai yaitu untuk menghidupkan aktivitas dan ekonomi di Sungai Kelayan. Untuk menghubungkan sirkulasi darat dan air akan dibuat beberapa darmaga di tapak. Pertimbangan dalam penempatan dermaga di titik-titik tertentu yaitu faktor intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai. Gambar 28 mengilustrasikan pengembangan konsep sirkulasi. Gambar 28. Ilustrasi Pengembangan Konsep Sirkulasi Pada Tapak

4 Konsep Vegetasi Konsep vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi riparian (ecoton) dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat (bantaran sungai) sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh/ ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian memiliki fungsi baik ditinjau secara ekologi maupun secara hidraulik. Secara hidraulik, vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga stabilitas tebing sungai, baik dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-daun tumbuhan di pinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi ini dapat meningkatkan turbulensi aliran hingga energi aliran dapat diredam. Vegetasi riparian dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran sekunder memanjang sungai. Fungsi hidraulik yang lain yakni bahwa perakaran vegetasi merupakan komponen stabilitas tebing sungai sekaligus sebagai barrier untuk mengurangi erosi samping sungai, baik erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari aliran permukaan di samping kanan dan kiri sungai (Maryono, 2008). Fungsi ekologi vegetasi riparian adalah sebagai berikut (Maryono, 2008): 1. Sebagai tempat hidup flora dan fauna sungai 2. Sebagai tempat penyelamatan diri fauna sungai ketika banjir 3. Sebagai komponen peneduh sungai sehingga membatasi perkembangan tumbuhan air, menjaga suhu air relatif rendah dan stabil, mengurangi laju penguapan air, serta membatasi kehilangan kandungan oksigen terlarut 4. Sebagai komponen penggembur sekaligus pengikat tanah tebing sungai 5. Sebagai pengikat zat hara dalam tanah sehingga mengurangi kehilangan zat hara tanah piggir sungai akibat pencucian 6. Sebagai pemasok bahan makanan bagi fauna berupa daun, buah serta bagian tumbuhan yang telah tua dan jatuh ke perairan untuk kemudian membusuk. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan

5 85 lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicaari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia Gramineae) dan kangkungkangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah. Pada vegetasi darat lebih ditekankan pada fungsi ekologis dan arsitektural. Pilihan jenis vegetasi memperhatikan kesesuaian vegetasi terhadap penggunaan dan kondisi lahan. Dalam hal ini pertimbangan lebih dominan pada fungsi arsitektural vegetasi. Gambar 29 mengilustrasikan pengembangan konsep vegetasi pada tapak dan Tabel 14 menunjukkan hubungan jenis vegetasi dengan fungsi. Gambar 29. Ilustrasi Pengembangan Konsep Vegetasi Pada Tapak

6 86 Tabel 14. Matrik Hubungan Jenis Vegetasi dengan Fungsi No. Fungsi Jenis Vegetasi Riparian Darat Ekologi : Habitat Satwa Konservasi tanah (Penguat tebing Sungai) Sumber makanan Filter air Arsitektural: Estetika Naungan Pembatas Pengarah Visual Pereduksi Bau Konsep Permukiman Kawasan Sungai Kelayan merupakan kawasan terpadat dari segi populasi penduduk di Kota Banjarmasin. Hal ini berimplikasi pada kebutuhan ruang untuk papan (pemukiman) bagi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat mengokupasi sempadan sungai untuk mendirikan rumah sehingga pada sempadan sungai pada saat ini sudah terpenuhi oleh pemukiman penduduk dengan KDB yang sangat tinggi. Pemukiman ini telah menjadikan sungai sebagai bagian belakang dari tata rumah masyarakat sehingga sungai menjadi sasaran untuk membuang sampah dan kotoran/limbah rumah tangga. Oleh karena itulah permukiman masyarakat yang berada di bantaran dan sempadan sungai ada yang direlokasi dan akan dilakukan penataan ulang. Rumah warga yang dipertahankan yaitu yang memenuhi kriteria sebagai rumah ekologis (Tabel 15). Peremajaan harus dilakukan agar kondisi biofisik kawasan meningkat dan ekosistem di dalamnya terjaga. Tipe pemukiman ini akan diintroduksikan ke dalam zona rehabilitasi semi intensif dan zona rehabilitasi intensif. Perubahan atau penambahan arah orientasi rumah yang mewajibkan rumah menghadap ke sungai juga akan dilakukan sehingga sungai bukan lagi menjadi bagian belakang (backyard) rumah penduduk. Dalam penerapannya yang menjadi dasar penataan pola pemukiman adalah Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000),

7 87 Tabel 15. Kriteria Penilaian Kondisi Bangunan Data Faktor Kriteria Pola Pemukiman Keaslian Linear mengikuti sungai Orientasi Menghadap sungai dan jalan Arsitektur bangunan dan struktur Arsitektur bangunan Bahan bangunan Tradisional Rumah panggung Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak mencemari lingkungan maupun membutuhkan energi yang berlebihan Kayu ulin Fasilitas Kondisi fasilitas yang tersedia Sumber: Mac Kinnon dalam Dara ( 2010) Tersedia dengan kondisi baik Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau Permukiman di kawasan tepian Sungai Kelayan merupakan permukiman tradisional dengan ciri khas arsitektural rumah panggung. Gaya arsitektur ini merupakan karakter lokal yang dapat mendukung waterfront city di Kota Banjarmasin. Pembuangan limbah secara langsung ke sungai dari rumah-rumah yang berada di tepi sungai pada kawasan ini menyebabkan pencemaran air sungai. Oleh karena itu, perlu adanya sistem sanitasi yang akan diintroduksikan ke dalam tapak untuk menyaring atau memfilter limbah tersebut agar tidak mencemari sungai. Salah satu cara yang efektif adalah pembuatan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dengan sistem septictank komunal. Septictank komunal adalah bak penampungan yang dibuat untuk menampung limbah domestik dari rumah atau lebih dengan sistem perpipaan. Limbah ini di tampung ke dalam bak penampungan kotoran yang kedap air. Gambaran mengenai sistem sanitasi komunal ini dapat dilihat pada Gambar 30.

8 Keterangan: 1. Saluran Pipa 2. Bak Penampung Gambar 30. Gambar Ringkasan Sistem Septictank Komunal Sumber: Rhomaidhi, Perencanaan Lanskap Rencana lanskap Sungai Kelayan sebagai upaya revitalisasi sugai melalui pendekatan biofisik adalah hasil akhir perencanaan yang merupakan 1 penggabungan dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi dan rencana aktivitas serta fasilitas. Rencana lanskap ini menyajikan lokasi objek di kawasan perencanaan beserta fasilitas pendukungnya. Perencanaan dalam bentuk gambar (landscape plan) dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 32,34 dan 36 menunjukkan Gambar Rencana Detail pada Tapak. Gambar 33,35 dan 37 mengilustrasikan Tampak Potongan pada masing-masing Gambar Rencana Detail.

9 31 89

10

11 91 A A Gambar 33. Tampak Potongan A-A 91

12

13 93 B B Gambar 35. Tampak Potongan B-B 93

14

15 95 C C Gambar 37. Tampak Potongan C-C 95

16 Rencana Ruang Zona rehabilitasi non intensif adalah zona yang berfungsi sebagai pengaman daerah sungai. Luas zona ini pada tapak adalah ± 1,74 Ha, luas ini mendekati 16% dari luas total tapak. Zona rehabilitasi intensif adalah zona yang berfungsi sebagai areal yang mengakomodasikan kegiatan manusia namun tetap memperhatikan aspek biofisik kawasan sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada tapak. Luas zona rehabilitasi intensif pada tapak adalah 5,49 Ha, luas ini mendekati 51% dari luas tapak Sedangkan zona rehabilitasi semi intensif adalah areal peralihan (transisi) antara zona rehabilitasi non intensif dan zona rehabilitasi intensif. Luas zona rehabilitasi semi intensif pada tapak adalah 3,57 Ha, luas ini mendekati 33% dari luas tapak. Pembagian zona berdasarkan analisis dan sintesis akan mengakomodasikan penggunaan lahan berdasarkan RDTRK Kecamatan Banjarmasin Selatan 2007 yakni peruntukan sabuk hijau sungai pada kawasan pemukiman. Pada zona rehabilitasi non intensif, penggunaan lahan yang diakomodasikan adalah ruang terbuka hijau (sabuk hijau sungai), pada zona rehabilitasi semi intensif penggunaan lahan yang akan diakomodasikan adalah pemukiman, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau, sedangkan pada zona rehabilitasi intensif adalah pemukiman, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau. Pembagian zona berdasarkan rehabilitasi lahan dan rencana penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Pembagian Penggunaan Lahan pada masing-masing Zonasi pada Tapak No. Zonasi 1. Zona Rehabilitasi Intensif 2. Zona Rehabilitasi Semi Intensif 3. Zona Rehabilitasi Non Intensif Tata Guna Lahan Pemukiman Fasilitas Umum Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Fasilitas Umum Ruang Terbuka Hijau Persentase Penggunaan Lahan 51% 33% Ruang Terbuka Hijau 16%

17 97 Pada Tabel 17. dapat dilihat pembagian masing-masing zona berdasarkan rehabilitasi lahan dan rencana tata guna lahan. Selain memperhatikan kondisi tapak, pembagian zona ini juga mengacu pada peraturan pemerintah yang disesuaikan dengan perencanaan kawasan sempadan sungai pada kawasan pemukiman dalam hal ini Dinas Tata Kota Kota Banjarmasin dan Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan Di Kawasan Tepi Air (Dirjen Cipta Karya, 2000) yang menyebutkan bahwa luasan maksimum bangunan yang berada di sempadan sungai maksimal adalah 25%. Namun pada studi ini mengingat budaya masyarakat setempat yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan sungai maka penyediaan lahan untuk ruang terbangun akan ditambah yakni sebesar 60% (sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 yang menyatakan bahwa suatu wilayah seharusnya memiliki perbandingan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau sebesar 60 : 40). Berdasarkan hal tersebut maka ditentukan luasan daerah terbangun di tapak yang digunakan untuk pemukiman sebesar 45% dan penggunaan untuk fasilitas umum sebesar 15% sedangkan luas ruang terbuka hijau adalah sisanya dari luas total tapak. Ruang terbuka hijau meliputi jalur hijau tepi sungai, jalur hijau tepi jalan dan taman-taman umum di tepian sungai. Fasilitas-fasilitas umum yang diakomodasikan pada tapak harus mendukung daerah pusat kota yang akan dikembangkan. Pada Tabel 18 dapat dilihat masing-masing zona pada keadaan awal dan hasil perencanaan. Pemukiman. Kawasan ini menempati urutan terbesar pada tapak, yaitu sebesar 45%. Pada kawasan ini dibagi menjadi dua zona, yaitu zona rehabilitasi intensif dan zona rehabilitasi semi intensif yang mengakomodasikan pemukiman penduduk dan kegiatan-kegiatan user di kawasan. Tabel 17. Pembagian Zona pada Tapak Area (%) Penggunaan Lahan Zona Rehabilitasi Zona Rehabilitasi Zona Rehabilitasi Jumlah Intensif Semi Intensif Non Intensif Pemukiman 30,0 15,0 0 45,0 Fasilitas Umum 10,0 5,0 0 15,0 RTH 11,0 13,0 16,0 40,0 Jumlah 51,0 33,0 16,0 100,0

18 98 Tabel 18. Perubahan Luasan Zona Sebelum dan Sesudah Perencanaan Penggunaan Lahan Area (%) Awal Perencanaan Pemukiman 69,6 45,0 Fasilitas Umum 14,4 15,0 RTH 15,9 40,0 Jumlah 100,0 100,0 Fasilitas Umum. Fasilitas umum di kawasan perencanaan mengalami kenaikan secara persentase pada saat sebelum dan sesudah dilakukan perencanaan yakni dari 14,4% menjadi 15,0%. Fasilitas umum yang akan diakomodasikan pada tapak adalah fasilitas yang menunjang penggunaan lahan di tapak yaitu fasilitas umum yang harus ada di kawasan pemukiman. Ruang Terbuka Hijau. Ruang terbuka hijau mendapat persentase yang besar di tapak yakni 40,0%. Persentase yang besar ini disebabkan karena tapak berada di jalur sungai yang harus dikonservasi dan harus dijadikan ruang terbuka hijau. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi biofisik kawasan. Ruang terbuka hijau di tapak terdapat di semua zona, baik zona rehabilitasi intensif, zona rehabilitasi semi intensif dan zona rehabilitasi non intensif. Distribusi ruang terbuka hijau pada masing-masing zona di tapak dapat dilihat pada Tabel Rencana Sirkulasi Jalur sirkulasi adalah jalur yang digunakan untuk lalu lintas baik kendaraan maupun manusia. Jalur sirkulasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari jalur sirkulasi darat dan air. Jalur sirkulasi yang baik adalah jalur sirkulasi yang memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk berjalan dengan aman. Sirkulasi manusia sebaiknya dipisahkan dengan kendaraan. Di sepanjang jalan sebaiknya disediakan saluran drainase, tempat pembuangan sampah, lampu penerangan dan jalur hijau. Jalur sirkulasi darat dalam hal ini jalur pejalan kaki dapat melalui daerah hijau, jembatan penyeberangan atau melalui bangunan (pergola). Fasilitas jalur pedestrian ini harus berintegrasi dengan lokasi halte kendaraan umum atau dermaga. Adapun lebar jalur pedestrian minimal 2,40 m dan harus menerus, ataupun berujung pada berbagai fasilitas untuk publik. Sistem sirkulasi pejalan

19 99 kaki ini juga termasuk penyediaan jalur yang dapat dilalui pemakai kursi roda. Untuk itu penyediaan struktur ramp sangat mendukung keberhasilan dalam sistem ini. Sirkulasi pedestrian berada pada sepanjang tepian sungai. Kedua jalur pedestrian akan terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki dan bagi kendaraan bermotor. Jalur-jalur pedestrian ini akan terhubung dengan ruang-ruang publik seperti taman dan plaza sebagai destinasi masingmasing zona. Fasilitas penunjang pada sirkulasi ini seperti shelter (rest area) sebagai area peristirahatan sementara pada beberapa titik dan fasilitas lainnya seperti darmaga. Letak shelter direncanakan setiap m, hal ini disesuaikan dengan jarak lelah manusia dalam berjalan kaki. Jalur kendaraan bermotor direncanakan mengikuti pola jalan yang sudah ada. Namun dibutuhkan alokasi area sebagai tempat parkir pada area tertentu (area yang menjadi pusat aktivitas) seperti pasar agar tidak menimbulkan kemacetan pada kawasan. Jembatan-jembatan yang dapat mengakomodasi kendaraan bermotor juga akan diimplementasikan di dalam tapak. Hal ini bertujuan untuk menyediakan akses dan jalur sirkulasi manusia dan komoditas lain antar area di kedua sisi sungai. Diharapkan kondisi tersebut dapat mempermudah akses pendistribusian barang dalam kegiatan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat di tapak dapat merata. Struktur jembatan dibuat dengan menerapkan teknik eko-hidraulik dan dibuat dengan bentuk melengkung. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu sistem transportasi air yang akan dikembangkan dan tidak menurunkan kondisi biofisik pada kawasan. Selain jalur sirkulasi di atas, di tapak juga perlu diakomodasikan jalur sirkulasi untuk kendaraan pemelihara sungai yang dinamakan jalan inspeksi tepi sungai. Jalan tepi sungai ini dapat dimanfaatkan pula oleh penduduk sebagai sarana untuk beraktivitas (jogging, jalan-jalan, sightseeing). Selain itu juga akan dikembangkan sirkulasi air yang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan user dalam menjangkau tempat-tempat tertentu yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan jalan darat. Tujuan lain yang ingin dicapai yaitu untuk menghidupkan aktivitas dan ekonomi di Sungai Kelayan. Untuk menghubungkan sirkulasi darat dan air akan dibuat beberapa darmaga di tapak. Pertimbangan dalam penempatan dermaga di titik-titik tertentu yaitu faktor

20 100 intensitas aktivitas yang ada di tapak tersebut. Perlindungan bantaran sungai dengan teknik eko-hidraulik juga akan diterapkan untuk mencegah efek negatif dari sistem transportasi air ini. Efek negatif yang ditimbulkan dari aktivitas transportasi sungai diantaranya, kerusakan struktur dasar sungai, kerusakan proteksi tebing sungai, peningkatan polusi air dan menurunnya kualitas dan kuantitas habitat sungai dan akibat selanjutnya adalah penurunan jumlah flora dan fauna sungai. Oleh karena itu teknik eko-hidraulik akan diimplementasikan dalam mengurangi efek negatif tersebut yakni dengan cara dikembangkan pelindung tebing dari vegetasi yang ditanam di sepanjang sungai (Gambar 38). Gambar 38. Ilustrasi Rencana Sirkulasi pada Tapak Rencana Vegetasi Rencana Vegetasi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu vegetasi riparian dan vegetasi darat. Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di perbatasan antara air dan darat sedangkan vegetasi darat ialah vegetasi yang tumbuh/ ditanam darat tepatnya di area terluar dari vegetasi riparian. Vegetasi riparian lebih difungsikan pada perlindungan tebing dan sumber nutrie bagi satwa perairan. Jenis vegetasi riparian yang paling tepat adalah dengan menggunakan tanaman-tanaman endemik kawasan. Tanaman endemik yang ada di sepanjang alur sungai dapat diidentifikasi dan dipilih yang paling sesuai untuk keperluan lindungan tebing di tempat tersebut. Dalam hal ini, tidak semua vegetasi di pinggir sungai cocok untuk berbagai tempat. Karena jenis tanaman di

21 101 suatu tempat dipengaruhi oleh faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari, serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Pada umumnya vegetasi yang ada sangat spesifik untuk penggal sungai tertentu. Maka perlu dicari jenis vegetasi yang cocok untuk daerah yang akan dilindungi. Pada pemilihan jenis vegetasi ini sangat perlu dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia Gramineae) dan kangkungkangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi. Sedangkan yang sifatnya getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah. Pada penanaman vegetasi tersebut, sangat diperlukan perlindungan awal sampai vegetasi tersebut tumbuh dan berakar kuat sebelum terkena banjir atau arus yang relatif kuat. Dengan demikian akan sangat baik jika ditanam pada pertengahan musim kemarau atau akhir musim penghujan. Sehingga pada musim penghujan berikutnya tanaman sudah kuat menahan energi aliran air (Maryono, 2008). Berdasarkan hasil studi yang dilakukannya Budinetro dalam (Maryono, 2008), terdapat tiga usulan jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia tang bisa digunakan, yaitu Vetiveria zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan) dan bambu. Rumpur vetiver adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 m), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara denga tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah umurnya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun. Jenis vetiver yang diintroduksi ke Indonesia adalah yang tidak menghasilkan biji dan tidak mempunyai stolon yang dapat menghasilkan tanaman baru. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya. Satu jalur vetiver sepanjang kontur akan berfungsi mengikat tanah serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga dapat terbentuk bangku terasering stabil. Ipomoea carnea disebut juga karangkungan atau kangkung londo atau lompong-lompongan, termasuk Familia Convolvulaceae (golongan kangkung-

PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG

PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG 40 PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami dengan memperbaiki dan mengembalikan

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL Konsep Lanskap Total Konsep total dari perancanaan ini adalah menata apa yang ada saat ini dan mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI

KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI 42 KONSEP EKOHIDRAULIK SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN EROSI A. A. Sg. Dewi Rahardiani 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun Jenis Penggunaan Lahan

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan urutan terbesar penggunaan lahan saat ini, tapak dibedakan penggunaan lahannya untuk pemukiman, fasilitas umum, industri kayu, ruang terbuka hijau (sawah, tegalan, hutan), dan jalan. Luasan

Lebih terperinci

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI.1. Konsep Desain Lanskap Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin menitikberatkan kepada sungai sebagai pusat perhatian dan pemandangan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep 37 V. KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL LAMPIRAN XII PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015 2035 KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL 1. MS Mangrove atau

Lebih terperinci

6.1 Peruntukkan Kawasan

6.1 Peruntukkan Kawasan 6.1 Peruntukkan Kawasan BAB VI RBAN DESIGN GIDELINES Peruntukan kawasan di Sempadan Sungai Jajar ditentukan dengan dasar : 1. Hasil analisis zoning 2. Karakteristik penggunaan lahan Peruntukkan kawasan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA 6.1. Konsep Hutan Kota Perencanaan hutan kota ini didasarkan pada konsep hutan kota yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kota Banjarmasin terhadap ruang publik. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS 41 V. ANALISIS DAN SINTESIS V.1. Analisis V.1.1. Kondisi Fisik V.1.1.1. Lokasi, Luas dan Batas Tapak Tapak berada di pusat kota dan merupakan bagian dari kawasan tepian Sungai Martapura dengan penggunaan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK HANDOUT PERKULIAHAN MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU PROF. Dr. H. MAMAN HILMAN, MPd, MT. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA RENANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI ILIWUNG, JAKARTA Konsep Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Dalam mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata diperlukan konsep sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP SUNGAI KELAYAN SEBAGAI UPAYA REVITALISASI SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN

PERENCANAAN LANSKAP SUNGAI KELAYAN SEBAGAI UPAYA REVITALISASI SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERENCANAAN LANSKAP SUNGAI KELAYAN SEBAGAI UPAYA REVITALISASI SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN Landscape Planning for Kelayan River to Support Revitalization in Banjarmasin City South Kalimantan

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar mengacu kepada tema yang telah diusung yaitu Ekspos Arsitektur untuk Rakyat, dalam tema ini arsitektur haruslah beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN Berangkat dari permasalahan utama pada bab sebelumnya disimpulkan tiga kata kunci yang mendasari konsep desain yang akan diambil. Ketiga sifat tersebut yakni recycle, community

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Peraturan pada tapak Lokasi Tapak : Jl. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur Luas Lahan : 18.751,5 m 2 KDB : 40 % Luas

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEWA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS 5.1. Konsep Filosofis Dilatarbelakangi oleh status kawasan industri Cikarang yang merupakan kawasan industri

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat 1 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan komponen sosial masyarakat, usaha dan ekonomi, serta lingkungan sebagai pendekatan pembangunan permukiman yang berkelanjutan KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Metode Umum Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau tahapan-tahapan dalam merancang, yang disertai dengan teori-teori dan data-data yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka didapatkan hasil kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: A. KESIMPULAN Perkembangan kegiatan pariwisata menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taman merupakan fasilitas publik yang disediakan oleh Pemerintah Kota, yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial dan memperindah

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP

PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP J. Tek. Ling Vol.11 No.2 Hal. 189-195 Jakarta, Mei 2010 ISSN 1441-318X PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP Euthalia Hanggari

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Herwin Sutrisno, ST., MT 1 Abstrak Semakin padatnya

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISA KAWASAN. Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal,

BAB 2 ANALISA KAWASAN. Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal, BAB 2 ANALISA KAWASAN Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dari kawasan tersebut. Data kawasan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Dasar Pendekatan Metode pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan landasan perencanaan dan perancangan arsitektur. Dengan metode pendekatan diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN 23 BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 Konsep Desain Lanskap kampus Fakultas Seni Rupa dan Desain menitikberatkan pada sebuah plaza dengan amphitheatre di bagian tengah kampus yang menghubungkan semua gedung

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Metode perancangan dalam seminar ini yaitu berupa penjelasan dari awal proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan obyek perancangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN VI.1. KESIMPULAN Kegiatan pasar minggu pagi di kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada diminati oleh kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat luas sebagai sarana relaksasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut :

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut : BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan Untuk mendukung tema maka konsep dasar perancangan yang digunakan pada Pasar Modern adalah mengutamakan konsep ruang dan sirkulasi dalam bangunannya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep diambil dari tema Re-

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep diambil dari tema Re- BAB 6 HASIL PERANCANGAN A. Hasil Rancangan Kawasan Konsep yang digunakan dalam perancangan Griya Seni dan Budaya Terakota ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep diambil dari tema Re- Inventing Tradition

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Yang menjadi dasar dari perencanaan dan perancangan Mesjid di Kebon Jeruk adalah : Jumlah kapasitas seluruh mesjid pada wilayah

Lebih terperinci

BAGIAN 4 DISKRIPSI HASIL RANCANGAN

BAGIAN 4 DISKRIPSI HASIL RANCANGAN BAGIAN 4 DISKRIPSI HASIL RANCANGAN 1.1 Property size, KDB, KLB A. KDB koefisien dasar bangunan (KDB) menengah (20% - 50%) 50% x 9850m 2 = 4925 m 2, sedangkan luas bangunan yang adalah 4356,3 m 2 B. KLB

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci