ADOPSI INOVASI DALAM PEMBERDAYAAN BISNIS MIKRO. Oleh: Dra. Eny Kustiyah, MM (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADOPSI INOVASI DALAM PEMBERDAYAAN BISNIS MIKRO. Oleh: Dra. Eny Kustiyah, MM (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta)"

Transkripsi

1 ADOPSI INOVASI DALAM PEMBERDAYAAN BISNIS MIKRO ADOPSI INOVASI DALAM PEMBERDAYAAN BISNIS MIKRO Oleh: Dra. Eny Kustiyah, MM (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik Surakarta) Abstrak Sebagai upaya pemberdayaan bisnis mikro komunikasi pembangunan sangat berperanan. Peranan inovasi dalam komunikasi pembangunan di antaranya adalah adopsi inovasi. Inovasi sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan, diterapkan/dilaksanakan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikanperbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masayarakat yang bersangkutan menjadi tidak berarti bila tidak diadopsi oleh masyarakat. Dalam pemberdayaan bisnis mikro suatu inovasi dapat diadopsi kecepatannya dipengaruhi oleh banyak factor. Faktor-faktor tersebut meliputi: Pertama, Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsik yang melekat pada inovasinya sendiri maupun sifat ekstrinsik yang dipengaruhi keadaan lingkungannya. Kedua, Sifat sasarannya, Ketiga, Cara pengambilan keputusan terlepas dari ragam karakteristik individu dan masyarakatnya, cara pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi suatu inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Keempat, Saluran komunikasi yang digunakan. Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat dismpaikan lewat media massa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan mudah menerima inovasi yang disampaikan melelui media massa, maka proses adopsi adopsi akan berlangsung relative lebih cepat dibanding dengan inovasi yang harus disampaikna lewat media antar pribadi, di samping itu juga faktor keadaan penyuluh. Kata Kunci: Adopsi, Inovasi, Pemberdayaan, Bisnis Mikro I. PENDAHULUAN a. Latar belakang Potensi usaha kecil untuk tumbuh ditentukan terutama oleh aspek permintaan dari pasar terhadap produk tersebut. Banyak Usaha kecil sulit berkembang dan tidak dapat bertahan hidup semata-mata karena tidak ada pasar untuk produknya. Untuk dapat masuk ke pasar dan mempertahankan posisi pasarnya, aspek persaingan menjadi sangat krusial untuk ditelaah. Mempelajari potensi pasar dan daya saing usaha kecil akan menggambarkan situasi nyata yang dihadapi oleh usaha kecil sebagai bagian dari aktivitas ekonomi yang ada. Potensi pasar dari produk atau jasa yang dihasilkan usaha kecil dipengaruhi terutama oleh karakteristik demand dan supply dari produk atau jasa tersebut. Demand yang besar terhadap suatu produk atau jasa belum tentu secara otomatis menjadi peluang pasar bagi usaha kecil, karena hal ini biasanya akan menarik unit usaha yang lebih besar untuk melakukan penetrasi pasar. Sebaliknya, ada kasus GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

2 dimana pertumbuhan produk tertetu yang negatif misalnya karena tingkat konsumsi yang berkurang, membuat produk tersebut menjadi lebih effektif diproduksi oleh usaha skala kecil. Ini berarti terbukanya peluang pasar bagi usaha kecil. Bahkan ada kecenderungan terjadinya gejala Small Sizing, bahwa hanya perusahaan berukuran kecil dan sedang atau perusahaan besar yang sudah merestruktur dirinya menjadi kecil yang bertahan hidup. Gejala pengecilan skala usaha ini banyak dilakukan dengan cara restrukturisasi, mencari ukuran kecil yang optimal agar keluwesan dan kecepatan bertindak dalam era persaingan yang cepat ini dapat diperoleh. Berbagai laporan juga mendukung adanya kecenderungan ini; Mc Kinsey misalnya, dalam laporannya berjudul Emerging Exporters menyebutkan bahwa memang di dunia ini terjadi pergeseran ke arah flexible manufacturing dan penerapan pola outsourcing sehingga perusahaan kecil merupakan bagian yang makin memainkan peran penting dalam peta bisnis dunia. Hal ini dilakukan untuk membuatnya lebih innovatif dan fleksibel dalam melakukan penetrasi pasar. Gejala lain dalam upaya menjaga keunggulan karena skala kecil ini adalah makin berkurangnya upaya menggabung / merger dan pengambilalihan perusahaan antar negara yang membuat perusahaan makin besar, dan menggantikannya dengan kerjasama strategis (strategic alliances), suatu kerjasama internasional antar perusahaan kecil. Melalui cara ini, mereka tetap meraih keuntungan perusahaan berskala kecil: yaitu luwes, cepat beradaptasi dan innovatif; tetapi juga mempunyai jaringan dan daya saing besar yang dimasa lalu hanya dimiliki oleh perusahaanperusahaan besar. Gejala kerjasama strategis ini juga merupakan refleksi ketakutan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menjadi besar lagi yang bertentangan dengan kecenderungan yang sedang berlangsung. Dengan demikian ke depan bisnis mikro akan lebih berkembag apabila diberdayakan sebagaimana mestinya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana peran inovasi dalam penyampaian pesan pembangunan? 2. Bagaimana adopsi inovasi dalam komunikasi pembangunan? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecepatan inovasi adopsi? 4. Bagaimana proses difusi inovasi dalam proses pembangunan? C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dengan pemberdayaan masyarakat ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran inovasi dalam penyampaian pesan pembangunan dalam rangka pemberdayaan bisnis mikro? 2. Untuk mengetahui adopsi inovasi dalam komunikasi pembangunan dalam pemberdayaan bisnis mikro? 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecepatan inovasi adopsi? 4. Untuk mengetahui bagaimana proses difusi inovasi dalam proses pembangunan dalam pemberdayaan bisnis mikro? II. Tinjauan Teori a. Inovasi Sebagai Pesan Pembangunan GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

3 Inti dari setiap upaya pembangunan yang disampaikan melalui komunikasi pembangunan, pada dasarnya ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup yang mencakup banyak aspek baik ekonomi, sosial, budaya, iedeologi, politik maupun pertahanan dan keamanan. Karena itu pesanpesan pembangunan yang dikomunikasikan harus mampu mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang memiliki sifat pembaharuan yang biasa disebut dengan istilah keinovatifan atau innovativeness. Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai : ide-ide baru, praktek-praktek baru atau obyek-obyek yang dirasakan sesuai sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat sasaran. Sedangkan Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Pengertian baru di sini mengandung makna bukan sekedar: baru diketahui oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum diterima secera luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam penegrtian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian yang merangkum dari berbagai definisi inovasi adalah: Sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan diterapkan/ dilaksanakan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masayarakt yang bersangkutan (Totok Mardikanto, 1988). 2. Adopsi Inovasi dalam Komunikasi Pembangunan Istilah adopsi, dalam proses komunikasi pembangunan, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Karena adopsi merupakan hasil dari kegiatan penyampaian pesan yang berupa inovasi melalui komunikasi pembangunan maka proses adopsi itu dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi pembangunan yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku. Pengertian adopai sering rancu dengan adaptasi yang berarti penyesuaian. Di dalam proses adopsi, dapat juga berlangsung proses penyesuaian, tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Sedang adopsi, benar-benar meruapkan proses penerimaan sesuatu yang baru (inovasi), yaitu menerima sesuatu yang baru yang GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

4 ditawarkan dan diupayakn oleh pihak lain (penyuluh). 3. Tahapan adopsi Pada dasarnya proses adopsi inovasi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/ menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial) dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Tahapan-tahapan adopsi itu adalah: 1) Awaraness, atau keasadaran, yaitu sasaran mulai sadar setelah mengetahui tentang adanya inovasi yang disampaikan atau ditawarkan oleh penyuluh melalui komunikasi pembangunan. 2) Interest, atau tumbuhnya minat. Tahapan ini seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. 3) Evaluation, atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi, setelah memeproleh informasi yang lebih lengkap atau penjelasan lebih mendalam tentang inovasi tersebut dari penyuluh atau pihak-pihak yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan (a.l produsen, pedagang, lembaga, dinas/ instansi). Pada tahap penilaian ini masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi maupun aspekaspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional. 4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi. Kegiatan mencoba ini seringkali harus dilakukan berulang-ulang sampai yang bersangkutan benar-benar meyakini tentang manfaat dan keunggulan inovasi yang dita-warkan dibanding dengan kebiasaankebiasaan atau tekno-logi yang telah biasa diterapkan (yang akan digantikan). 5) Adopsi atau menerima menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/- diamatinya sendiri. Pada tahapan ini, masyarakat dengan kemauan dan upayanya sendiri berusaha memenuhi segala persyarakat yang diperlukan, serta telah siap menanggung segala resiko yang harus dihadapinya. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi Kecepatan adopsi ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu : 1) Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsic yang melekat pada inovasinya sendiri maupun sifat ekstrinsik yang dipengaruhi keadaan lingkungannya (Totok Mardikanto, 1988). 2) Sifat sasarannya Sehubungan dengan ragam golongan masyarakat ditinjau dari kecepatannya mengadopsi inovasi, Lionberger (1960) mengemukakan beberapa faktor yang mempenga- GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

5 ruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi yang meliputi : a) Luas usaha tani, semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. b) Tingkat pendapatan, seperti halnya luas usaha tani, petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi. c) Keberanian mengambil resiko, sebab, pada tahap awal biasanya tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan. Karena itu individu yang memiliki keberanian menghadapi resiko biasanya lebih inovatif. d) Umur, semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatankegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. e) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri. Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di luar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat. f) Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif, skeptis (tidak percaya) pada sesuatu yang baru. g) Sumber informasi yang dimanfaatkan. Golongan yang inovatif biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi seperti : lembaga pendidikan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinasdinas yang terkait, media massa, tokoh-tokoh masyarakt (petani) setempat maupun dari luar, maupun lembaga-lembaga komersial (pedagang dll). Berbeda dengan golongan yang inovatif, golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh (petani) setempat, dan relative sedikit memanfaatkan informasi dari media massa. Selain itu, Dixon (1982) mengemukakan beberapa sifat individu yang sangat berperan dalam mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi, yang berupa : a) Prasangka inter personal Adanya sifat sekelompok masyarakat (terutama yang masih tertutup) untuk mencurigai setiap tindakan orang-orang yang berasal dari luar system sosialnya, seringkali berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi. Karena itu, proses adopsi inovasi dapat dipercepat jika penyuluh dapat memanfaatkan tokoh-tokoh atau panutan masyarakat setempat. Sebab, di dalam masyarakat sasaran seperti ini, mereka akan cepat mengadopsi inovasi yang disampaikan oleh orang--orang yang telah mereka kenal dan pihak-pihak yang senasib dan sepenanggungan. b) Pandangan terhadap kondisi lingkungannya yang terbatas. Foster (1965) dan Shanin (1973) dariu hasil pengamatannya menyimpulkan bahwa kecepatn adopsi inovasi sangat tergantung pada persepsi sasaran terhadap keadaan lingkungan sosial di sekitarnya. Jelasnya, jika keadaan masyarakat GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

6 (sosial ekonomi, teknologi yang diterapkan) relative seragam, mereka akan kurang terdorong untuk mengadopsi inovasi yang ditawarkan guna melakukan perubahanperubahan. Sebaliknya, jika ada seseorang atau beberapa anggota masyarakat sasaran yang memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimilikinya, mereka akan cenderung berupaya keras untuk melakukan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan atau perbaikan mutu hidup mereka sendiri dan masyarakatnya. c) Sikap terhadap penguasa Di dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya terdapat dualisme tentang sikap masyarakat terhadap penguasanya. Di satu pihak, elit penguasa dinilai sebagai kelompok yang selalu mendominasi dan mengeksploitasi warga masyarakat pada umumnya, dan di pihak lain dinilai sebagai pelindung dan kelompok yang memegang kekuasaan mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Dualisme terhadap penguasa seperti ini, juga berpengaruh kepada kecepatan adopsi inovasi, terutama jika kgiatan penyuluhannya selalu diikitui/didampingi atau dilaksanakan sendiri oleh aparat pemerintah. Sehingga kehadiran aparat penguasa kadang-kadang sangat diperlukan, tetapi di pihak lain seringkali juga harus dihindarkan. d) Sikap kekeluargaan Sebagaimana juga telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, tidak satupun warga masyarakat sasaran yang mampu mengambil keputusan secara individual, tanpa mengikutsertakan keluarga atau kerabat dekatnya. Oleh sebab itu, di dalam system sosial yang sikap kekeluargaannya masih tebal, adopsi inovasi berlangsung relative lambat, karena setiap pengambilan keputusan untuk mengadopsi selalu harus menunggu kesepakatan seluruh anggota keluarga atau kerabatnya. Dan ini relative berbeda dengan masyarakat komersial yang individualistis, yang pada umunya dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengadops inovasi yang ditawarkan penyuluhnya. e) Fatalisme Fatalisme adalah suatu kondisi yang memunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk merencanakan masa depannya sendiri, sebagai akibat dari pengaruh faktor-faktor luar yang tidak mampu dikuasainya. Kondisi seperti ini, umumnya dimiliki oleh masyarakat petani yang kehidupan maupun usaha taninya rmasih sangat tergantung kepada keadaan alam, dan atau diperkuat lagi dengan system pemerintahan otoriter yang kurang memeberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam kondisi fatalisme seperti itu, adopsi inovasi akan berlangsung lamban, karena akan menghadapi resiko dan ketidakpastian yang sangat besar. f) Kelemahan aspirasi Sebagai akibat lanjutan dari kondisi fatalisme adalah lemahnya aspirasi atau cita-cita untuk menikmati kehidupan yang lebih baik. Dalam kondisi seperti ini, sebagian besar masyarakat sasaran akan bersifat pasrah, dan cukup puas dengan apa yang dinikmati tanpa adanya cita-cita dan harapan untuk dapat hidup yang lebih baik. Sehingga, setiap inovasi yang GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

7 ditawarkan akan sangat lamban diadopsi. g) Hanya berpikir untuk hari ini Dengan lemahnya aspirasi yang disebabkan oleh fatalisme di atas, warga masyarakat yang bersangkutan tidak pernah berpikir tentang hari esok. Yang menyelimuti hati dan pikiran mereka hanyalah: bagaimana untuk bisa hidup hari ini sepuas-puasnya, sedang hari esok tergantung pada nasib. Masyarakat seperti ini hanya berpandangan quick yielding yang cepat dapat dinikmati, dan akan sangat mengadopsi inovasi yang umumnya berupa investasi untuk mencvapai tujuan perbaikan mutu hidup dalam jangka panjang. h) Kosmopolitness, yaitu tingkat hubungannya dengan dunia luar di luar system sosialnya sendiri. Kosmopolitnes dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan serta pemanfaatan media massa. Bagi warga masyarakat yang relative lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat. Tetapi, bagi yang lebih localite (tertutup, terkungkung dalam system sosialnya sendiri), proses adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih baik seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar system sosialnya sendiri. i) Kemampuan berpikir kritis, dalam arti kemampuan untuk menilai sesuaatu keadaan (baik/buruk, pantas/tidak pantas, dll). Akibatnya adalah, meskipun inovasi yang ditawarkan itu akan benar-benar dapat memberikan peluang untuk meraih mutu hidup yang lebih baik, proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi tetap juga berjalan lamban. j) Tingkat kemajuan peradabannya Kemajuan tingkat peradaban, akan sangat menentukan ragam dan mutu kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh setiap individu dalam system sosial yang bersangkutan (Lippit, 1958). Karena itu, tingkat adopsi inovasi di dalam masyarakat yang lebih maju akan relative lebih cepat, karena setiap warga masyarakat terdorong untuk selalu ingin memenuhi kebutuhankebutuhan yang terus menerus mengalami perubahan, baik dalam ragam kebutuhannya maupun mutu yang diinginkannya. 3).Cara pengambilan keputusan Terlepas dari ragam karakteristik individu dan masyarakatnya, cara pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi suatu inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Tentang hal ini, jika keputusan adopsi dapat dilakukan secara pribadi (individual) relative lebih cepat dibanding pengambilan keputusan berdasarkan keputusan bersama (kelompok) warga masyarakat yang lain, apalagi jika harus menunggu peraturan-peraturan tertentu (seperti: rekomendasi pemerintah/penguasa). 4) Saluran komunikasi yang digunakan Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat dismpaikan lewat media massa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan mudah menerima inovasi yang disampaikan melelui media massa, maka proses adopsi adopsi akan berlangsung relative GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

8 lebih cepat dibanding dengan inovasi yang harus disampaikna lewat media antar pribadi. Sebaliknya, jika inovasi tersebut relative sulit disampaikan lewat media massa atau sasarannya belum mampu (dapat) memanfaatkan media massa, inovasi yang disampaikan lewat media antar pribadi akan lebih cepat dapat diadopsi masyarakat sasarannya. 5) Keadaan penyuluh Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas, kecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk mempromosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Demikian juga, jika penyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan trampil menggunakan saluran komunikasi yang paling efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan yang lainnya. 5. Difusi Inovasi Dalam Proses Pembangunan Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah:perembesan adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam system sosial masyarakat sasaran yang sama. Berlangsungnya proses difusi inovasi sebenarnya tidak berbeda dengan proses adopsi inovasi. Seperti di atas sudah dikemukakan, kecepatan adopsi (dan difusi) juga tergantung kepada aktivitas yang dilakukukan oleh penyuluhnya sendiri. Sehubungan dengan itu, selaras dengan percakapan tentang kekuatan-kekuatan yang mendorong penyuluhan dan percakapan tentang peran penyuluh, setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses difusi/inovasi, melalui: a) Melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah masyarakatnya, serta kebutuhan-kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya. b) Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya, dengan cara menunjukkan: kelemahankelemahan mereka, masalahmasalah mereka, adanya kebutuhan-kebutuhan baru yang mendorong mereka untuk siap melakukan perubahan-perubahan; sedemikian rupa sehingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubahan-perubahan. c) Menjalin hubungan erat dengan masyarakat sasaran, dan bersamaan dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya untuk memabntu mereka serta membuat mereka yakin bahwa dia mampu mewujudkan mereka untuk memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan baru tadi. d) Mendukung dan memabntu masyarakat sasaran, agar keinginan-keinginan (untuk melakukan perubahan) tadi dapat benar-benar menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan. e) Memantabkan hubungan dengan masyarakat, dan pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan-perubahan tan- GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

9 pa harus selalu menggatungkan bantuan guna melaksanakan perubahan-perubahan yang dapat mereka prakarsai dan dilaksanakan sendiri. III. Pembahasan Sebagai upaya pemberdayaan bisnis mikro komunikasi pembangunan sangat berperanan. Peranan inovasi dalam komunikasi pembangunan di antaranya adalah adopsi inovasi. Inovasi sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan, diterapkan/- dilaksanakan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masayarakat yang bersangkutan menjadi tidak berarti bila tidak diadopsi oleh masyarakat. Dengan demikian inovasi akan berarti dan memberi manfaat bila inovasi diketahui dan dierima oleh masyarakat dan selanjutnya diadopsi. Sudah barang tentu inovasi tidak begitu saja diterima oleh masyarakat bila masyarakat menilai bahwa inovasi ersebut tidak memberikan keuntungan padanya. Poses adopsi memerlukan waktu, tidak begitu saja suatu inovasi lahir langsung disambut dan diadopsi, tetapi melalui suatu tahapan. Adapun tahapan dalam adopsi inovasi meliputi: Pertama, Awaraness, atau keasadaran, yaitu sasaran mulai sadar setelah mengetahui tentang adanya inovasi yang disampaikan atau ditawarkan oleh penyuluh melalui komunikasi pembangunan. Kedua, Interest, atau tumbuhnya minat. Tahapan ini seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh. Ketiga, Evaluation, atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi, setelah memeproleh informasi yang lebih lengkap atau penjelasan lebih mendalam tentang inovasi tersebut dari penyuluh atau pihak-pihak yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan (a.l produsen, pedagang, lembaga, dinas/instansi). Artinya butuh waktu cukup lama suatu inovasi diadopsi oleh masyarakat. Dalam pemberdayaan bisnis mikro suatu inovasi dapat diadopsi kecepatannya dipengaruhi oleh banyak factor. Factor-faktor tersebut meliputi: Pertama, Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsic yang melekat pada inovasinya sendiri maupun sifat ekstrinsik yang dipengaruhi keadaan lingkungannya. Kedua, Sifat sasarannya, Ketiga, Cara pengambilan keputusan terlepas dari ragam karakteristik individu dan masyarakatnya, cara pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi suatu inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Keempat, Saluran komunikasi yang digunakan. Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat dismpaikan lewat media massa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan mudah menerima inovasi yang disampaikan melelui media massa, maka proses adopsi adopsi akan berlangsung relative lebih cepat dibanding dengan inovasi yang harus disampaikna lewat media antar GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

10 pribadi, di samping itu juga factor keadaan penyuluh Selain faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas, kecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk mempromosikan inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Demikian juga, jika penyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan trampil menggunakan saluran komunikasi yang paling efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih cepat dibanding dengan yang lainnya. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa proses adopsi tidak selalu mengalir secara langsung atau linier, tetapi juga dapat melalui peremesan. Perembesan ini yang dikenal dengan istilah difusi. Proses difusi inovasi adalah: perembesan adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam system sosial masyarakat sasaran yang sama. Berlangsungnya proses difusi inovasi sebenarnya tidak berbeda dengan proses adopsi inovasi. Bedanya adalah, jika dalam proses adopsi pembawa inovasinya berasal dari luar system sosial masyarakat sasaran, sedang dalam proses difusi, sumber informasi berasal dari dalam system sosial masyarakat sasaran itu sendiri. Memperhatikan hal tersebut maka dalam pemberdayaa bisnis mikro seorang penyuluh hendaknya: Pertama, melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah masyarakatnya, serta kebutuhan-kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya. Kedua, membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya, dengan cara menunjukkan: kelemahan-kelemahan mereka, masalah-masalah mereka, adanya kebutuhan-kebutuhan baru yang mendorong mereka untuk siap melakukan perubahan-perubahan; sedemikian rupa sehingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubahan-perubahan. Ketiga, menjalin hubungan erat dengan masyarakat sasaran, dan bersamaan dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya untuk memabntu mereka serta membuat mereka yakin bahwa dia mampu mewujudkan mereka untuk memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan baru tadi. Keempat, mendukung dan memabantu masyarakat sasaran, agar keinginan-keinginan (untuk melakukan perubahan) tadi dapat nbenarbenar menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan. Dan kelima, memantabkan hubungan dengan masyarakat, dan pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan-perubahan tanpa harus selalu menggatungkan bantuan guna melaksanakan perubahan-perubahan yang dapat mereka prakarsai dan dilaksanakan sendiri. IV. Kesimpulan Berdasarkan uaraian tersebut maka dapat disimpulkan dalam pemberdayaan bisnis mikro seorang penyuluh hendaknya: 1. Melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah masyarakatnya, serta kebutuhan-kebutuhan nyata GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

11 (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya. 2. Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya, dengan cara menunjukkan: kelemahan-kelemahan mereka, masalah-masalah mereka, adanya kebutuhankebutuhan baru yang mendorong mereka untuk siap melakukan perubahan-perubahan; sedemikian rupa sehingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubahanperubahan. 3. Menjalin hubungan erat dengan masyarakat sasaran, dan bersamaan dengan itu semakin menunjukkan kesiapannya untuk memabntu mereka serta membuat mereka yakin bahwa dia mampu mewujudkan mereka untuk memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhankebutuhan baru tadi. 4. mendukung dan memabantu masyarakat sasaran, agar keinginan-keinginan (untuk melakukan perubahan) tadi dapat benar-benar menjadi tindakan nyata untuk melakukan perubahan. Dan kelima, memantabkan hubungan dengan masyarakat, dan pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan-perubahan tanpa harus selalu menggatungkan bantuan guna melaksanakan perubahanperubahan yang dapat mereka prakarsai dan dilaksanakan sendiri. DAFTAR PUSTAKA Mardikanto. T A Selecting Reading in Agricultural Extension: Lesson and Practices., A Selecting Reading in Agricultural Extension: Change, Challenge, and Solutions Redifinisi dan revitalisasi Penyuluhan Pertanian , 2007 a. Pengantar Ilmu Pertanian. Surakarta. Pusat Pengembangan Agribisnis dan Pengembangan Sosial , 2007 b. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta. Pusat Pengembangan Agribisnis dan Perhutanan Sosial. Mc. Porter, Competitive Strategy, Naisbitt, John, Global Paradox: The Bigger the World Economy, the More Powerful Its Smallest Players, Swanson (ed) Improving Agricultural Extension: A Reference ManualFAO United Nations Rome. GEMA, Th. Th. XXIII/41/Agustus Januari

TEMANGGUNG (25/11/2015)

TEMANGGUNG (25/11/2015) 2015/11/25 13:42 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENYEBARLUASAN INOVASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN MELALUI METODE DEMONSTRASI CARA/HASIL TEMANGGUNG (25/11/2015) www.pusluh.kkp.go.id Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inovasi Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide, praktik atau objek yang dirasa baru oleh individu atau unit adopsi lain. Sifat dalam inovasi tidak hanya pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Teori Adopsi dan Difusi Inovasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi.

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Alur Pikir Proses Penelitian Kerangka berpikir dan proses penelitian ini, dimulai dengan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan termasuk pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Pengertian padi organik dan padi konvensional

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Pengertian padi organik dan padi konvensional II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian padi organik dan padi konvensional Pada pengertian sebenarnya organik tidak hanya tertuju pada produk atau kandungan bahan-bahan di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN

BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN BAB III MATERI PENYULUHAN KEHUTANAN A. RAGAM MATERI PENYULUHAN Materi penyuluhan kehutanan, pada hakekatnya merupakan segala pesan-pesan mengenai pengelolaan hutan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang

program yang sedang digulirkan oleh Badan Litbang Pertanian adalah Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian di Indonesia telah mengalami perubahan yang pesat. Berbagai terobosan yang inovatif di bidang pertanian telah dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Konvensional Pertanian Konvensional adalah sistem pertanian tradisional yang mengalami perkembangan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga bisa dikatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) pola tanam bergilir, yaitu menanam tanaman secara bergilir beberapa jenis TINJAUAN PUSTAKA Pengaturan Pola Tanam dan Tertib Tanam (P2T3) Pola tanam adalah pengaturan penggunaan lahan pertanaman dalam kurun waktu tertentu, tanaman dalam satu areal dapat diatur menurut jenisnya.

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN. Dra. Ida Yustina, Msi

PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN. Dra. Ida Yustina, Msi PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN Dra. Ida Yustina, Msi Bagian Administrasi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Pengertian Perencanaan Program Penyuluhan Venugopal

Lebih terperinci

PERAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN SEMARANG, PROPINSI JAWA TENGAH

PERAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN SEMARANG, PROPINSI JAWA TENGAH PERAN KOMUNIKASI DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI PERAH DI KABUPATEN SEMARANG, PROPINSI JAWA TENGAH Siwi Gayatri dan Dyah Mardiningsih Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang siwi_gayatri@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN MENGOPTIMALKAN BARANG BEKAS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai fungsi dan tujuan yang harus diperhatikan. Fungsi dan tujuan tersebut dapat dilihat pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak.

TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya tanaman tanamannya anak beranak. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Sawah Tumbuhan padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tumbuhan padi bersifat merumpun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

PENGANTAR PERKOPERASIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983), II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Landasan Teori 1. Penerapan Inovasi pertanian Inovasi merupakan istilah yang sering digunakan di berbagai bidang, seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian.

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini diawali dari fenomena-fenomena yang berkembang di masyarakat yaitu (1) perubahan lingkungan strategis seperti perdagangan

Lebih terperinci

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri

DIFUSI INOVASI. Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri DIFUSI INOVASI M ETODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti Fakultas Pertanian Unsri Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi 1. Sifat inovasi (keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 277 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Umum Pelaksanaan penguatan civic governance melalui partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Bandung belum dapat dilaksanakan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Paradigma Adopsi Inovasi Paradigma lama kebijakan pembangunan selama ini mengalami distorsi terhadap pluralitas bangsa dengan melakukan perencanaan program

Lebih terperinci

PERAN KEPEPIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PENERIMAAN INOVASI PERTANIAN. Oleh Damayanti Suhita

PERAN KEPEPIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PENERIMAAN INOVASI PERTANIAN. Oleh Damayanti Suhita PERAN KEPEPIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PENERIMAAN INOVASI PERTANIAN Oleh Damayanti Suhita Abstract For the farming community leadership charismatic is identical with prestige. whatever the instruction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sesuatu yang penting dan sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Di Indonesia masalah pendidikan menjadi hal yang paling utama yang mendapatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEGIATAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA KEGIATAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI 10 HUBUNGAN ANTARA KEGIATAN PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI Oleh : Arip Wijianto*, Emi Widiyanti * ABSTRACT Extension activity at district

Lebih terperinci

PENGERTIAN PENYULUHAN

PENGERTIAN PENYULUHAN PENGERTIAN PENYULUHAN Istilah penyuluhan (extension) pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 untuk menggambarkan program pendidikan bagi orang dewasa di Negara Inggris (Cambridge University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat, sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah yang mereka hadapi, melalui kemitraan, transparasi, kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha kecil menengah (UKM) sering disebut juga sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan penting untuk suatu Negara atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam semua aspek kehidupan manusia termasuk

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Landasan berpikir penelitian ini dimulai dari pemikiran bahwa setiap insan manusia termasuk petani memiliki kemampuan dalam melaksanakan suatu tindakan/perilaku

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME ( PTK di Kelas VIII Semester 2 SMP Ne geri 1 Nogosari) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan bahwa proses difusi, inovasi dan adopsi motor trail pada komunitas BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari data-data penelitian yang diperoleh di lapangan yakni melalui kuesioner, wawancara dan hasil pengamatan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia bisnis saat ini semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi pelaku bisnis. Agar dapat memenangkan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING (PTK Terhadap Siswa Kelas VII MTs Negeri Penawangan) SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayuran sehingga potensi produk sayuran memiliki peluang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. sayuran sehingga potensi produk sayuran memiliki peluang besar untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara tropis memiliki potensi untuk menghasilkan aneka macam sayuran sehingga potensi produk sayuran memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Sayur-sayuran merupakan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERDASARKAN PADA KATEGORI ADOPTER Oleh Ir. Gede Sedana, M.Sc. MMA Dosen Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra ABSTRAK Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, yakni dengan adanya kompetitor yang memiliki produk dan desain outlet yang sama, seperti Kebab Kings, Kebab Abror

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia semakin dimanjakan dalam memenuhi kepuasan dan kebutuhan hidupnya. Manusia semakin mudah dalam mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya.

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam suatu organisasi/instansi dipandang sebagi sumber daya. Sumber daya atau penggerak dari suatu organisasi/instansi yang merupakan suatu penegasan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditujukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skala prioritas utama dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di

Lebih terperinci

Skripsi Oleh : Nanik Ramini NIM K

Skripsi Oleh : Nanik Ramini NIM K INOVASI PEMBELAJARAN DENGAN PENGGUNAAN MACROMEDIA FLASH UNTUK PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI MELALUI METODE GROUP INVESTIGATION DI SMA PANCASILA I WONOGIRI Skripsi Oleh : Nanik Ramini NIM K 4303042

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

Farah Esa B

Farah Esa B ALTERNATIF PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI SISTEM PENILAIAN KINERJA (Studi Kasus pada RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kab. Wonogiri) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roda pemerintahan terus bergulir dan silih berganti. Kebijakan baru dan perubahan sistem kerap muncul sebagai bentuk reformasi dari sistem sebelumnya. Dampak

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2005 2009 didasarkan pada tujuan pembangunan

Lebih terperinci

ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA ABSTRACT

ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA ABSTRACT 1 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA Totok Mardikanto Guru Besar Penyuluhan Pertanian pada Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRACT C onsidering aspect of human resources

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sering muncul ketika pertama kali mengkaji inovasi adalah masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Inovasi pengertian inovasi telah ditelaah dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, seperti manajemen bisnis, sosiologi, antropologi dan psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi penting dalam kemajuan peradaban modern (Sesen, 2013; Shane dan Venkataraman, 2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,

Lebih terperinci

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis PASAR KONSUMEN DAN TINGKAH LAKU KONSUMEN DALAM MEMBELI Pasar konsumen: Semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

Burhanudin AY ISSN :

Burhanudin AY ISSN : PENGEMBANGAN INDUSTRI MEBEL KAYU DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT DI KABUPATEN KLATEN (STRATEGI UNTUK MENJADIKAN PENGUSAHA MANDIRI) Burhanudin AY (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daya saing merupakan indikator untuk dapat bersaing dengan negaranegara lain di dunia pada era globalisasi. Daya saing akan lahir dari sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah menyelesaikan pendidikannya adalah aktor-aktor penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum muda Indonesia adalah masa depan bangsa. Setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 16 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi pembangunan masyarakat yang telah diterima secara luas adalah definisi yang telah ditetapkan oleh Peserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiiki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenarankebenaran

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan melakukan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan melakukan berbagai cara untuk menarik minat konsumen terhadap produk mereka. Syarat agar suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. comparative advantage menjadi competitive advantage. Seiring dengan. lingkungan yang terus berubah ataupun semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. comparative advantage menjadi competitive advantage. Seiring dengan. lingkungan yang terus berubah ataupun semakin berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi sangat berdampak pada ketatnya persaingan bisnis, hal ini ditandai dengan era perdagangan bebas yang telah menggeser paradigma bisnis dari comparative advantage

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara pesaing juga melakukan hal yang serupa. Kondisi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sementara pesaing juga melakukan hal yang serupa. Kondisi tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan berusaha untuk mencari keunggulan kompetitif, sementara pesaing juga melakukan hal yang serupa. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan PENDAHULUAN Latar Belakang Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian besar masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Radar Lampung dan surat kabar Tribun Lampung, surat kabar Radar

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Radar Lampung dan surat kabar Tribun Lampung, surat kabar Radar 143 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil perhitungan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manusia ( SDM ) yang lebih penting dari investasi modal fisik. Pendidikan memberikan sumbangan yang amat

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Pemikiran Konseptual Pemikiran konseptual pada penelitian ini didasarkan pada pencarian dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh Jatis Mobile dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

Pemahaman mengenai proses perencanaan sumber daya manusia. Pemahaman mengenai proses rekrutmen. Pemahaman mengenai sumber-sumber rekrutmen

Pemahaman mengenai proses perencanaan sumber daya manusia. Pemahaman mengenai proses rekrutmen. Pemahaman mengenai sumber-sumber rekrutmen Pemahaman mengenai proses perencanaan sumber daya manusia. Pemahaman mengenai proses rekrutmen. Pemahaman mengenai sumber-sumber rekrutmen BAB 4. PERENCANAAN SDM & PROSES REKRUTMEN 2 1 Kegagalan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI FILOSOFI PEMBELAJARAN I. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 12/19/2013

DAFTAR ISI FILOSOFI PEMBELAJARAN I. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 12/19/2013 FILOSOFI PEMBELAJARAN DAFTAR ISI 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN Harsono Bagian Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran/ Pusat Pengembangan Pendidikan Universitas Gadjah Mada 2 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1.1.Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk peningkatan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di

PENDAHULUAN. bagi masyarakat peternak di Kabupaten Pandeglang. Usaha peternakan kerbau di 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Pandeglang merupakan sentra populasi kerbau di Provinsi Banten dengan jumlah populasi kerbau sebesar 29.106 ekor pada tahun 2012 (Arfiani, 2016). Beternak

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem dan Metode Penyuluhan

Rancang Bangun Sistem dan Metode Penyuluhan Rancang Bangun Sistem dan Metode Penyuluhan Oleh : Agussalim, S.ST (Penyuluh Perikanan di Aceh Utara, Aceh) Sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka Otonomi Daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah dalam menjalankan manajemennya sehari-hari merasakan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan mampu bersaing diera globalisasi. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tercermin dari penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila

BAB I PENDAHULUAN. ini tercermin dari penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pengakuan akan kedudukan dan peran penting agama ini tercermin dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan tegnologi yang terus berkembang pesat sekarang ini akan membawa dampak kemajuan diberbagai bidang kehidupan, oleh karena itu pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Produk merupakan salah satu aspek penting dalam variabel marketing mix.

BAB II LANDASAN TEORI. Produk merupakan salah satu aspek penting dalam variabel marketing mix. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Tentang Produk Produk merupakan salah satu aspek penting dalam variabel marketing mix. Produk juga merupakan salah satu variabel yang menentukan dalam kegiatan usaha,

Lebih terperinci

dari modernitas ke postmodernitas secara historis.

dari modernitas ke postmodernitas secara historis. BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Terdapat dua kesimpulan umum yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini. Pertama, media massa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan sebagai bagian kehidupan masyarakat dunia pada era global harus dapat memberi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Kelompok tani adalah petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan kesamaan kondisi lingkungan

Lebih terperinci