APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO 2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH NOOR AENNI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN NOOR AENNI. E Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RACHMAD HERMAWAN. Kabupaten Kudus sebagai wilayah berkembang akan mengalami pengalihfungsian lahan bervegetasi menjadi pemukiman dan fasilitas publik yang lain, serta mengalami penambahan jumlah konsumsi bahan bakar. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan gas CO 2 di udara. Hal ini dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup, sehingga salah satu cara efektif dan efisien untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan penerapan konsep ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui kecukupan luasan RTH sebagai penyerap gas CO 2 di tahun 2011 dan (2) Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus tahun Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan di dalam proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan, pengembangan, perencanaan dan pembangunan RTH di Kabupaten Kudus. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kudus pada bulan bulan Juni 2010-Februari Data yang dikumpulkan meliputi data atribut berupa tingkat konsumsi bahan bakar, jumlah dan jenis hewan ternak, jumlah penduduk. Data spasial berupa peta, citra dan ground control point di Kabupaten Kudus. Berdasarkan data yang diperoleh, emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar) sebesar 1.454,82 Gg, dari ternak sebesar 3,791 Gg, dari sawah sebesar 14,556 Gg dan dari penduduk 272,59 Gg. Total emisi CO 2 adalah 1.744, 704 Gg/tahun. Berdasarkan data citra landsat dan kondisi lapang Kabupaten Kudus dapat diklasifikasikan ke dalam 7 tipe penutupan lahan. Penutupan lahan vegetasi rapat sebesar 4.223,73 ha atau 9,31% dan vegetasi jarang sebesar ,40 ha (30,54%), sehingga luas RTH sebesar ,13 ha (39,86%). Tutupan lahan terbangun seluas 5.781,05 ha (12,75%), untuk pertanian seperti sawah, semak dan rumput sebesar ,45 ha (42,78%) dan badan air dan lahan terbuka memiliki luasan sebesar 726,39 ha (1,60%). Kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO 2. Berdasarkan jumlah emisi CO 2, Kabupaten Kudus membutuhkan ,106 ha RTH (66,46%), sedangkan luas RTH yang tersedia adalah ,31 ha (39,86%). Tingginya emisi CO 2 yang terdapat di Kabupaten Kudus menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar ,79 ha. Nilai emisi CO 2 pada tahun 2016 sebesar 1.794,016 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah ,545 ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra Kata kunci : Ruang terbuka hijau, Emisi karbon dioksida, Daya serap

3 SUMMARY NOOR AENNI. E Application of GIS and Remote Sensing in Determining the Adequacy and Prediction of Green Space Area as a Sink CO 2 in Kudus District, Central Java. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and RACHMAD HERMAWAN. Kudus District as developing regions has been facing conversion of vegetation land become residential areas and other public facilities. These will lead to more consumption of fuel. As a result atmospheric CO 2 increase and worsen quality of the environment. One of the effective and efficient way to reduce the impact is application of the green space concept in spatial planning area of the Kudus District. The aims of this study were as follows (1) Determine the adequacy of green space area as an absorber of CO 2 gas in 2011 and (2) Prediction of green space requirements in the Kudus District in The result of the study was to provide information and input in the decision making process for management, development, planning and construction of green space in the District Kudus. The research was conducted in the Kudus District in June 2010-February The data collected was included data attribute as a fuel consumption rate, amount and type of livestock, the total population. The spatial data was consist of imagery map and ground control points in the Kudus District. Based on the data obtained, CO 2 emissions from energy (fuel) amounted to Gg, from livestock amounted to Gg, from paddy fields amounted to Gg and from the population amounted to Gg. Total CO 2 emission was 1.744, 704 Gg /year. Based on data from Landsat image and field conditions Kudus district could be classified into 7 land cover types. Vegetation land covered ha or 9.31%, and sparse vegetation amounted to ha (30.54%), in total there was ha (39.86%) of green open space. Built areas amounted of ha (12.75%). Agriculture area such as paddy fields, bush and grass amounted of ha (42.78%), and water bodies and open land of ha (1, 60%). Area needed for green space in the Kudus District was identified by the approach of CO 2 absorption. Based on the amount of CO 2 emissions, the Kudus District required ha green open space meanwhile available green open space only was about ha (39.86%), and therefore needed additional green openspace of about 11906,8 ha Based on prediction, emission of CO2 in 2016 would reach to Gg and needed of about ha green open space based on available green open space in Keywords: Green open space, Emissions of carbon dioxide, Sink, Landsat, GIS

4 APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO 2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH NOOR AENNI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Noor Aenni NRP E

6 Judul Skripsi Nama NIM : Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. : Noor Aenni : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal Lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kudus, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Nur Ali dan Ibu Parisih. Tahun 1994 penulis lulus dari TK Pertiwi Ngembal Rejo, kemudian tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SDN 2 Ngembal Rejo Kudus. Selanjutnya penulis lulus dari SLTPN 3 Bae Kudus tahun 2003 dan SMAN 1 Bae Kudus tahun Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mulai aktif belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB tahun Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro Keskeretariatan periode , anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) periode Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Kamojang tahun Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)- HIMAKOVA di Taman Nasional Manupeu Tanadaru tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri tahun Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Orang tua (Bapak Nur Ali dan Ibu Parisih), kakak (Nurul Isnaeni), adik (Muh. Arfan Lubis) beserta semua anggota keluarga lainnya atas doa dan dukungannya. 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Rachmad Hermawan, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Seluruh dosen, staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis selama kuliah. 4. Terima kasih kepada staf PT. Djarum Kab. Kudus, Pura Group Kab. Kudus, PR Sukun Kab. Kudus dan seluruh dinas Kabupaten Kudus yang telah membantu melengkapi data di lapangan. 5. Terima kasih kepada Septa Febrina Heksaputri, S. Hut, Reni Lestari, S. Hut, Ari Listyowati, S. Hut, Arga Pandiwijaya, S. Hut, Amrizal Yusri, S. Hut, Stefhen Daniel, S. Hut, Andina N., S. Hut, Afroh Manshur, S. Hut, Muis Fajar, S. Hut, Asri Joni, S. Hut, Harry Tri Atmojo A., S. Hut, Febriyanto Kolanus, S. Hut atas bantuan, kebersamaaan dan semangatnya. 6. Teman-teman di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial atas pertukaran ilmu, kerjasama dan bantuan yang diberikan.

9 7. Seluruh keluarga besar Departemen KSHE terutama teman-teman KSHE dan teman-teman Autis 43 Cendrawasih atas bantuan, kebersamaan dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini. 8. Teman-teman Wisma Blobo atas bantuan, semangat dan kekeluargaannya yang diberikan. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Penulis

10 i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-nya dalam menyusun skripsi yang berjudul Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO 2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sehingga akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi semua pihak yang membutuhkan khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan kehutanan di Indonesia. Bogor, Juni 2011 Penulis

11 ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Hidup Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap gas CO Karbon Dioksida Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau Perencanaan RTH dengan Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan Iklim Topografi Keadaan Penduduk, Sosial Budaya dan Ekonomi i ii iii iv v

12 iii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di Kabupaten Kudus Penutupan Lahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus Perubahan dan Prediksi Peningkatan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 berdasarkan emisi CO Implikasi pada Kebijakan Pembangunan Wilayah Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

13 iv DAFTAR TABEL No Halaman 1. Jenis, bentuk dan sumber data penelitian Nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar Faktor emisi dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak Faktor emisi dari penggelolaan pupuk berdasarkan temperatur atau iklim Jumlah konsumsi bahan bakar di Kabupaten Kudus tahun Kandungan emisi CO 2 aktual dari konsumsi energi pada tahun Jenis dan jumlah ternak di Kabupaten Kudus pada tahun Total emisi CO 2 yang berasal dari ternak pada tahun Total emisi CO 2 yang berasal dari penduduk Kabupaten Kudus pada tahun Luas penutupan lahan di Kabupaten Kudus Penutupan lahan ruang terbuka hijau, areal terbangun, pertanian dan penggunaan lain Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan UU No. 26 Tahun Kebutuhan luasan ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus Rencana penggunaan lahan Kabupaten Kudus... 53

14 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Lokasi penelitian di Kabupaten Kudus Bagan alir pembuatan peta digital Diagram alir tahapan pengolahan citra Proses perencanaan luasan RTH di Kabupaten Kudus Vegetasi rapat di Kecamatan Gebog Foto tipe penutupan lahan (a) Jalur hijau di Kecamatan Gebog b) Tempat Pemakaman Umum di Kecamatan Kota Foto tipe penutupan lahan (a) Semak belukar di Pegunungan Muria, Kecamatan Gebog (b) Semak dan rumput di Kecamatan Kaliwungu Foto tipe penutupan lahan(a) dan (b). Persawahan di Kecamatan Mejobo Foto tipe penutupan lahan (a) dan (b) Lahan terbuka untuk proyek waduk di Kecamatan Jekulo Foto Lahan terbangun di Kecamatan Kota Foto Sungai Gelis di Kecamatan Kota Peta penutupan lahan Kabupaten Kudus tahun

15 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Perhitungan emisi CO 2 yang berasal dari energi tahun Perkembangan emisi CO 2 aktual yang berasal dari energi Tahun Perhitungan emisi CO 2 yang berasal dari peternakan tahun Perkembangan total emisi CO 2 yang dihasilkan oleh ternak dari tahun 1992 s/d 2008 di Kabupaten Kudus Perhitungan emisi CO 2 yang berasal dari hasil klasifikasi tipe penutupan sawah tahun Perhitungan emisi CO 2 yang berasal dari penduduk tahun Penentuan luasan ruang terbuka hijau Penutupan lahan per wilayah kecamatan tahun Penentuan prediksi luas ruang terbuka hijau tahun Hasil uji akurasi... 82

16 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian di berbagai wilayah berkembang, seperti Kabupaten Kudus meliputi perkembangan pusat perdagangan, industri, pemukiman dan pertambahan jumlah kendaraan bermotor akan mengubah pola penggunaan lahan dan berbagai sarana dan prasarana fisik sebagai penunjang aktifitas penduduk kota. Perubahan fisik yang dilakukan di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan, sehingga terjadi ketidakseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Penggunaan lahan bervegetasi untuk berbagai kebutuhan perkembangan kota, seimbang dengan berkurangnya jumlah tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini akan mengurangi produksi oksigen karena proses fotosintesis yang terhambat dan semakin berkurang. Aspek kualitas lingkungan lain seperti kualitas tanah dan air juga akan menurun, sehingga fungsi kehidupan lingkungan perkotaaan akan terganggu. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa suatu wilayah kota diwajibkan memiliki ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas kota dan minimal 20% adalah ruang terbuka hijau publik. Seiring dengan peningkatan jumlah urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan semakin tingginya perubahan penggunaan lahan yang mengakibatkan RTH, keadaan ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan di daerah perkotaan. Peningkatan penduduk di Kabupaten Kudus pada tahun 2007 adalah jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk tiap tahun mencapai angka 0,64%. Sektor industri menjadi sumber penghidupan tenaga kerja dan tiang penyangga utama dari perekonomian di Kabupaten Kudus. Selain sektor industri, sektor pertanian, perdagangan dan rumah tangga juga berperan dalam membentuk perekonomian yang kuat di Kabupaten Kudus. Industri yang tumbuh terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu kecamatan Kota, Jati, dan Kaliwungu. Dilihat dari jenis industrinya, terdapat tiga jenis industri andalan daerah ini, yaitu industri tembakau; industri percetakan, penerbitan, dan kertas; dan industri

17 2 makanan dan minuman. Menurut data Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM (2008) industri tembakau dan rokok di kabupaten ini memang memegang peranan penting yang dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai orang pada tahun Potensi perkembangan industri pada tahun 2008 adalah unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak orang. Wilayah Kabupaten Kudus terletak pada jalur transportasi yang sangat strategis, antara Jakarta-Semarang-Surabaya dan Jepara-Kudus-Solo, serta daerah Segitiga Emas yang menghubungkan Jepara-Semarang-Surabaya, sehingga mempunyai prospek yang baik di bidang industri dan perdagangan. Dampak perkembangan perekonomian seperti ini akan berpengaruh langsung terhadap penurunan kualitas lingkungan Kabupaten Kudus. Salah satu solusi untuk membantu meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Kudus adalah dengan menerapkan konsep ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH), termasuk jalur hijau, taman kota, dan hutan kota memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dalam merancang masa depan perkotaan, sehingga dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui luasan ruang terbuka hijau yang optimal menyerap gas CO 2 di Kabupaten Kudus. Perencanaan ruang terbuka hijau untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dimanfaatkan secara optimal dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan ini diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan Kabupaten Kudus yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sehingga mewujudkan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi masyarakat Kabupaten Kudus. Para peneliti Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam IPCC Assesment Report telah menghasilkan dokumen-dokumen ilmiah yang menyimpulkan bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia memberikan kontribusi pada peningkatan gas rumah kaca dan akan menyebabkan peningkatan suhu atmosfer. Terkait dengan hasil Conference of the Parties (COP) 15 mengenai tindak lanjut dari hasil United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada level yang tidak membahayakan

18 3 kehidupan karena perubahan dari sistem ilkim serta Copenhagen Accord yang menyatakan bantuan negara terhadap penurunan emisi karbon. Salah satu bentuk usaha sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca adalah dengan pemilihan terhadap jenis-jenis tanaman ruang terbuka hijau yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap CO 2. Ruang terbuka hijau merupakan penyerap CO 2 yang berperan dalam mengendalikan jumlah CO 2 yang ada di udara. Informasi mengenai besarnya emisi CO 2 dan luasan RTH akan sangat membantu untuk mengarahkan dan menyesuaikan pengembangan RTH sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adanya bantuan penginderaan jauh satelit yang mampu menyediakan data dengan cakupan luas, didukung dengan Sistem Informasi Geografi (SIG), maka perencanaan spasial pembangunan ruang terbuka hijau akan lebih mudah dan cepat dilakukan Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui besarnya emisi CO 2 dan distribusi serta kecukupan luasan ruang terbuka hijau di Kabupaten Kudus Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kecukupan luasan RTH sebagai penyerap gas CO 2 di Kabupaten Kudus tahun Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH sebagai penyerap gas CO 2 di Kabupaten Kudus tahun Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dan pihak terkait lainnya dalam proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan, pengembangan, perencanaan dan pembangunan RTH serta memberikan gambaran mengenai distribusi RTH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus.

19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Hidup Berdasarkan UU RI No. 32 Tahun 2009, tentang lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Lingkungan hidup merupakan jumlah semua komponen biotik maupun abiotik serta kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati. Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan yang dinamis. Manusia akan menyesuaikan kegiatannya dengan kondisi lingkungan sesuai dengan perubahan lingkungan hidup yang tidak statis. Perubahan perilaku manusia ini akan mengakibatkan perubahan nilai sumberdaya dalam lingkungan hidup. Wibisono (1995) menjelaskan bahwa lingkungan memiliki defenisi agregat (kumpulan) dari seluruh kondisi eksternal dan pengaruh-pengaruhnya. Sastrawijaya (1991) menyimpulkan bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian, maupun industri non-migas lainnya, maka semakin meningkatnya tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah yang disebabkan oleh buangan industri-industri tersebut. 2.2 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengartikan RTH merupakan area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja ditanam. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota

20 5 paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Menurut Simonds (1983) diacu dalam Wijayanti (2003), RTH di perkotaan memiliki fungsi yaitu: penjaga kualitas lingkungan, penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-paru kota, penyangga sumber air dalam kota, mencegah erosi dan sarana pendidikan. Berdasarkan PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan (RTHKP), adapun maanfaat RTHKP yaitu : a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah, b. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, d. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, h. Memperbaiki iklim mikro dan i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. 2.3 Hutan Kota Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun pada tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Hutan kota adalah pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yang memberikan dua manfaat pokok bagi masyarakat dan lingkungannya yaitu manfaat konservasi dan manfaat estetika. Hutan kota merupakan tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaaan khusus lainnya (Fakuara 1987, diacu dalam Dahlan 1992). Menurut Rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Februari (1991), diacu dalam Dahlan (1992) hutan kota merupakan suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohon di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora, dan

21 6 fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan RTH pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Hutan kota dapat berupa jalur hijau (pohon peneduh jalan, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi rel kereta api, jalur hijau di tepi sungai maupun di luar kota); tanaman kota yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah; kebun dan halaman; kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; hutan lindung; pekuburan dan tanaman pemakaman pahlawan (Dahlan 1992). 2.4 Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap gas CO 2 Menurut Dahlan (2004) berbagai kegiatan di perkotaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti solar, minyak, tanah dan batu bara. Proses pembakaran akan menghasilkan CO 2. Keberadaan gas CO 2 di perkotaan akhir-akhir ini mengalami peningkatan konsentrasi di udara ambien yang sangat berarti. Bahaya paling utama adalah peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca. Ogawa (1991) dalam Gusmalina (1995) melaporkan bahwa konsentrasi CO 2 selama 250 tahun terakhir (sejak 1974) naik dari 280 ppm sampai 350 ppm. Perkiraan dalam 100 tahun mendatang atau sekitar tahun 2090 terjadi kenaikan konsentrasi CO 2 dua kali lipat. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi. Ruang terbuka hijau merupakan penyerap CO 2 yang cukup penting namun tumbuhan seperti fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra juga sangat berperan mnyerap CO 2. Tanaman di RTH baik di dalam maupun di luar kawasan perkotaan akan menyerap gas CO 2 melalui proses fotosintesis (Fakuara 1987, diacu dalam Dahlan 1992). Lebih dari 13% karbon di atmosfir digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya (Salisbury & Ross 1995). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam telah meneliti kemampuan penyerapan CO 2 yang hasilnya berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon hutan

22 7 dan umur tegakan (Departemen Kehutanan 2005). Menurut Heriansyah dan Mindawati (2005) bahwa hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO 2 dari atmosfir dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman. Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO 2 dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4 dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman C-3 memfiksasi CO 2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO 2 melalui daur C4 asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang memfiksasi CO 2 menjadi asam malat (Dahlan 2004). Tanaman C-4 umumnya memiliki laju fotosintesis tertinggi, tanaman CAM paling lambat laju fotosintesis, sedangkan C-3 berada di antara kedua ektrim tersebut (Lakitan 1993). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah pohon berumur tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson 1999). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman (Kusmana et al.1992). Biomassa atau bahan oganik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksia dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). 2.5 Karbon Dioksida Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan rumus kimia CO 2 dimana molekulnya terdiri dari suatu atom karbon dan dua atom oksigen, yang merupakan bahan pembentuk udara paling banyak keempat (Neiburger 1995). Prawirowardoyo (1996) menyatakan bahwa karbon dioksida yang masuk ke atmosfir dapat berasal dari dua sumber yaitu : a. Sumber alami Sumber alami yang paling penting adalah proses pernapasan mahluk hidup, baik di darat maupun di lautan dan perubahan bahan organik. b. Sumber buatan Sumber buatan adalah CO 2 hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, pembakaran hutan dan perubahan tata guna lahan. Dahlan (2004)

23 8 menyatakan bahwa kegiatan di perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti: bensin, solar, minyak tanah, dan batu bara, proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO 2. Karbon dioksida (CO 2 ) dihasilkan dari oksidasi karbon yang terdapat di dalam bahan bakar selama proses pembakaran terjadi. Menurut DEFRA (2005) jumlah emisi gas karbodioksida yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar antara lain : a. Bensin menghasilkan 2,31 kg/l emisi karbon dioksida b. Solar menghasilkan 2,63 kg/l emisi karbon dioksida c. Minyak tanah menghasilkan 2,52 kg/l emisi karbon dioksida d. LPG menghasilkan 1,50 kg/l emisi karbon dioksida e. LNG menghasilkan 1,78 kg/l emisis karbon dioksida Emisi metana (CH 4 ) oleh hewan ruminansia dihasilkan melalui proses metanogenesis di dalam sistem pencernaan rumen. Metana termasuk salah satu gas atmosfir yang memberikan efek rumah kaca, walaupun komposisi metana di atmosfir jauh lebih rendah dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO 2 ), yaitu hanya 0,5% dari jumlah CO 2, koefisisen daya tangkap panas metana jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 15% pemanasan global disumbang oleh metana. Jumlah metana dalam waktu 250 tahun terakhir,meningkat lima kali lipat dari jumlah CO 2. Sekitar 50% emisi metana hasil aktivitas manusia berasal dari kegiatan pertanian. Sebesar 20-60% dari jumlah emisi metana berasal dari peternakan, terutama ternak ruminansia. Seekor sapi dewasa dapat mengemisi kg metana per tahun. Estimasi emisi metana secara global oleh ternak ruminansia berkisar antara juta ton per tahun, sementara emisi total metana global per tahun (Departemen Pertanian 2008). Jumlah CH 4 yang dihasilkan tergantung dari jenis ternak umur ternak, berat badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan, serta energi yang dikeluarkan oleh ternak. CH 4 diproduksi selama sistem pencernaan ternak tersebut normal (IPCC 1996). Proses fermentasi yang merupakan akhir dari sistem pencernaan pakan dalam rumen ternak menghasilkan CH 4, gas ini juga dihasilkan dari proses

24 9 dekomposisi pupuk pada saat kondisi anaerob. Bahan organik membusuk di dalam lingkungan anaerob, bakteri metagonik berperan menghasilkan CH 4. Keadaan ini sering terjadi ketika jumlah ternak terlalu banyak. Faktor yang mempengaruhi emisi gas CH 4 dari pupuk ternak adalah jumlah pupuk yang dihasilkan dan jumlah pupuk yang dikomposkan secara anaerob. Jumlah pupuk yang dihasilkan tergantung jumlah yang diproduksi per ternak dan jumlah ternak. Jumlah pupuk yang dikomposkan secara anaerob tergantung dari bagaimana pengelolaannya. Gas CH 4 yang teroksidasi dengan O 2 akan menghasilkan CO 2 dan H 2 O (IPCC 1996, diacu dalam Qodriyanti 2010). Tanah yang bersifat anaerob kuat, senyawa karbon mengalami reduksi secara mikrobiologi menjadi CH 4 (metana). CH 4 terutama terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian terbentuk dari reduksi senyawa CO 2. Pengelolaan lahan sawah dan keadaan tanah sawah yang cenderung memacu metanogenesis adalah pemupukan organik dengan jerami dan kompos, tanah berkadar bahan organik tinggi, dan tanah bertekstur berat dengan kandungan lempung montmorilonit tinggi (tanah vertisol). 2.6 Kebutuhan Luasan RTH Penetapan besarnya luasan RTH sangatlah diperlukan karena fungsinya akan terasa jika luasannya cukup untuk mengoptimalkan dari fungsi RTH tersebut. Menurut Dahlan (2004) penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan melalui pendekatan parsial dan pendekatan global Pendekatan parsial Pendekatan parsial merupakan pendekatan yang menyisihkan sebagian dari wilayah kota untuk dijadikan kawasan RTH. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan (1) persentase, (2) luasan per kapita dan (3) issu penting yang muncul di perkotaan tersebut. 1. Berdasarkan persen luas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Luasan lahan untuk hutan kota selama ini

25 10 merupakan sisa dari berbagai peruntukan. Misalnya Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 ( diacu dalam Dahlan 2004) tentang Kawasan Industri menetapkan 70% lahan untuk industri, 10% untuk jaringan lahan, 5% untuk jaringan utilitas, 5% untuk jaringan umum dan 10% untuk RTH. Pendekatan di kawasan permukiman digunakan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Bangunan sebesar 60 70%, prasarana antara 15 20%, sarana berkisar antara 20 25%, yang terdiri dari: sarana lingkungan seperti sarana peribadatan, pendidikan, olahraga dan perbelanjaan. Sisanya sebesar 8 10% untuk penghijauan. Haris (2006) menentukan distribusi dan kecukupan RTH (studi kasus di Kota Bogor) berdasarkan INMENDAGRI No.14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan menyatakan bahwa 40%-60% dari total suatu wilayah harus dihijaukan, sehingga dari peraturan tersebut, wilayah kota yang harus dijadikan RTH sebesar 6.345,53 ha atau 56,63% dari luasan keseluruhan wilayah Kota Bogor. Qodriyanti (2010) menentukan distribusi dan kecukupan RTH (studi kasus di Kota Pematangsiantar) berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota paling sedikit 10% dari luas wilayah kota. Wilayah kota Pematangsiantar berdasarkan data interpretasi citra diperoleh luas wilayah sebesar 8.016,3 ha dan berdasarkan peraturan tersebut 10% dari luasan wilayah kota yang harus dijadikan hutan kota adalah sebesar 801,63 ha. 2. Berdasarkan luasan perkapita Pendekatan yang kedua yaitu pendekatan luasan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Dewan kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m 2 /penduduk dan Amerika telah menetapkan 60 m 2 /penduduk sedangkan di Dearah Khusus Ibukota Jakarta taman bermain dan olahraga 1,5 m 2 /penduduk (Rifai 1989, diacu dalam Dahlan 2004), sedangkan (Soeseno 1993, diacu dalam Dahlan 2004) menetapkan 40 m 2 /penduduk kota. 3. Berdasarkan issu penting Suatu kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor serta industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang dibangun harus bedasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap dan menjerap polutan. Kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat dan laut sementara

26 11 jumlah kendaraan dan industri besar, menengah dan kecilnya sangat banyak yang kesemuanya menghasilkan karbon dioksida. Sehubungan dengan itu semua, maka penetapan luasan hutan kota harus berdasarkan analisis penyerapan karbon dioksida. Rosa (2005) menentukan luasan optimal hutan kota (studi kasus di Kota Palembang) berdasarkan kemampuan menyerap gas CO 2 yang dihasilkan oleh penduduk dan pembakaran BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG didapatkan luasan hutan kota yang dibutuhkan Kota Palembang pada tahun 2005 adalah sebesar 2.465,88 ha Pendekatan global Pendekatan ini menganggap bahwa semua wilayah administrasi kota dan kabupaten sebagai areal wilayah hutan kota dan penggunaan lahan seperti : pemukiman, industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, olahraga, dan kesenian serta keperluan lainnya dianggap sebagai enclave yang harus dihijaukan agar fungsi hutan kota dapat terwujud secara nyata. 2.7 Perencanaan RTH dengan Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Remote Sensing atau penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillsesand dan Kiefer 1990). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan (Lo 1995). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) terdapat dua proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik, dan data lapangan. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-updatde, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis (Rind 1992 dalam Prabowo et al. 2005). Menurut Aronoff (1989) sistem informasi geografis adalah suatu sistem berdasarkan

27 12 komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan. Gistut (1994) dalam Prahasta (2005) menjelaskan bahwa SIG merupakan sistem yang kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen yaitu (1) perangkat keras, (2) perangkat lunak, (3) data dan informasi geografi dan (4) manajemen. Penggunaan penginderaan jauh dan SIG dapat juga diintegrasikan dengan berbagai metode untuk mengambil keputusan terhadap penggunaan lahan. Penelitian Pauleit dan Duhme (2004) menjelaskan bahwa SIG dapat dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai pola spasial dan fungsi lingkungan dari kota Munich.

28 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan Luasan RTH sebagai Rosot dilaksanakan di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Februari Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Interpretasi citra satelit dan pengolahan data perhitungan untuk memperkirakan emisi CO 2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi di Kabupaten Kudus dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2010 dan Maret-Mei Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1dan SPSS 15. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat Enhanced Thematic Mapper (ETM) (+) path/row : 120/065, dengan tanggal akuisisi 14 Juni 2009, peta administrasi Kabupaten Kudus dan Data Statistik Kabupaten Kudus yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kabupaten Kudus, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan Planologi Kehutanan dan Data Statistik beberapa industri di Kabupaten Kudus.

29 14 Gambar 1 Lokasi Penelitian di Kabupaten Kudus.

30 Tahapan Penelitian Inventarisasi dan pengumpulan data Tahap ini meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi dan peta yang diperlukan untuk penentuan luas RTH. 1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital) Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software Arc View versi 3.3 dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan menggunakan SIG dapat diilustrasikan seperti Gambar 2. Peta Digital RTRWK Digitasi on Screen Koreksi Transformasi Koordinat Scanning Peta Rupa Bumi Labeling dan Atributing Peta RTRWK Gambar 2 Bagan alir pembuatan peta digital. 2) Studi pustaka Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, RTH dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, antara lain : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pendapatan Daerah Kudus, Pertamina, Dinas Peternakan dan Perikanan, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan. Jenis, bentuk dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 1.

31 16 3) Wawancara Wawancara dilakukan dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dan instansi-instansi yang terkait dalam pengembangan RTH serta masyarakat di sekitar wilayah RTH. Tabel 1 Jenis, bentuk dan sumber data penelitian No. Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Aspek klimatologis Deskripsi BPS 1. Suhu udara, kelembaban relatif, curah hujan, persentase sinar matahari, kecepatan angin 2. Geologi dan goegrafi Deskripsi dan BPS dan Batas tapak, letak geografi, luas Peta Bappeda wilayah 3. Tata Guna Lahan Deskripsi Bappeda 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi Bappeda 5. Pemandangan dan Akustik Deskripsi dan Lapang Foto 6. Demografi Penduduk Deskripsi BPS Kepadatan dan jumlah penduduk 8. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Bensin, solar, LPG, Industrial Fuel Oil dan minyak tanah Deskripsi BPS, PT. Pura Group, PT. Djarum, PR Sukun, Dinas Perdagangan, 9. Jumlah dan Jenis Hewan Ternak Deskripsi Dinas Peternakan dan Perikanan 10. Kendaraan Bermotor Jenis dan jumlah Deskripsi Dinas Perhubungan 4) Observasi dan ground check Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi RTH serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut Pengolahan dan analisis data Analisis data digunakan untuk mengetahui apakah luasan RTH yang terdapat di Kabupaten Kudus saat ini telah memenuhi standar optimum terutama berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku dan kemampuan RTH dalam menyerap CO 2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM (bensin, solar atau Industrial Fuel Oil (IFO), minyak tanah dan pelumas) serta bahan bakar gas berupa LGP dan batu bara, ternak dan areal persawahan.

32 17 1) Penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 Analisis kebutuhan luas RTH dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. 2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO 2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO 2 yang terdapat di Kabupaten Kudus adalah metode yang dikeluarkan oleh IPCC tahun Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak dan sawah. a) Energi Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO 2 di udara, emisi CO 2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Pengukuran aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO 2 adalah dengan mengetahui jenis bahan bakar yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara : C (TJ/tahun) = a (10 3 ton/tahun) x b (TJ/10 3 ton)... Persamaan (1) Keterangan : C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun) a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (10 3 ton/tahun) b = Nilai kalori bersih / faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/10 3 ton) Nilai kalori bersih yang dihasilkan oleh setiap bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar Nilai kalori bersih dari bahan bakar Produk minyak sulingan Faktor (TJ/10 3 ton) Bensin 44,80 Solar / IFO 43,33 Minyak tanah 44,75 LPG 47,31 Sumber : IPCC (1996).

33 18 Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan cara : E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ)... Persamaan (2) Keterangan : E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun) d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ) Faktor emisi karbon yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar Faktor emisi karbon Bahan bakar Faktor emisi (t C/TJ) Bensin 18,9 Solar / IFO 20,2 Minyak tanah 19,5 LPG 17,2 Sumber : IPCC (1996) Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara: G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f... Persamaan (3) Keterangan : G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun) f = Fraksi CO 2, fraksi CO 2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99 sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995 H = Emisi CO 2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg CO 2 /tahun) Sehingga total emisi CO 2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas dapat diperoleh dengan cara : H (Gg CO 2 /tahun) = G (Gg C/tahun) x (44/12) Persamaan (4) b) Ternak Metana merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Metana dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Faktor emisi berdasarkan proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.

34 19 Emisi metana dari proses fermentasi didapat dari : Tabel 4 Faktor emisi dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak Faktor emisi CH 4 dari hasil fermentasi Ternak Faktor (Kg/ekor/tahun) Sapi potong 44 Kerbau 55 Domba 8 Kambing 5 Kuda 18 Babi 1,5 Unggas Tidak diperkirakan Sumber : IPCC (1996) C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun)... Persamaan (5) Keterangan : C = Emisi metana dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor) b = Faktor emisi CH 4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) Metana yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur hangat, faktor ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Faktor emisi dari penggelolaan pupuk berdasarkan temperatur atau iklim Faktor emisi CH 4 dari pengelolaan pupuk Ternak Faktor(Kg/ekor/tahun) Domba 0,37 Kambing 0,23 Kuda 2,77 Unggas 0,023 Kerbau 3 Babi 7 Sapi potong 2 Sumber : IPCC (1996) Emisi metana dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari : E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun)... Persamaan (6) Keterangan : E = Emisi metana dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) d = Faktor emisi CH 4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) F = Total emisi metana berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun) Sehingga total emisi metana yang dihasilkan oleh ternak adalah : F (Gg CH 4 /tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun) Persamaan (7)

35 20 Metana yang dihasilkan diubah menjadi CO 2 melalui rekasi kimia yaitu : CH O 2 CO H 2 O c) Pertanian (areal persawahan) Dekomposisi anaerobik dari bahan organik di areal persawahan menghasilkan metana yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Metana yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen. D (Gg CH 4 /tahun) = a (m 2 ) x b x c (g/m 2 ) x d (tahun)... Persamaan (8) Keterangan : D = Total emisi metana dari areal persawahan (Gg/tahun) a = Luas areal persawahan (m 2 ) b = Nilai ukur faktor emisi CH 4 c = Faktor emisi (18 g/m 2 ) d = Jumlah masa panen per tahun (tahun) d) Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut : K KP(t) = (J PT(t).K Pt )... Persamaan (9) Keterangan : K KP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton CO 2 /tahun) J PT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa) K Pt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0,96 Kg CO 2 /jiwa/hari (0,3456 ton CO 2 /jiwa/tahun) e) Penentuan luas RTH berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO 2 Kebutuhan akan luasan optimum RTH berdasarkan daya serap CO 2 dapat diperoleh dari kemampuan RTH dalam menyerap CO 2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan RTH berdasarkan daya serap CO 2 serta membandingkannya dengan kondisi RTH sekarang (eksisting). Kebutuhan RTH diperoleh dari jumlah emisi CO 2 yang terdapat di Kabupaten Kudus dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap CO 2. Rumus :

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT KARBONDIOKSIDA (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) KAMALUDIN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) BERDASARKAN SERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Lubena Hajar Velayati 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK

ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK ANALISIS PERUBAHAN LUAS TUTUPAN LAHAN BERVEGETASI TERHADAP PENYERAPAN GAS CO 2 DI KOTA PONTIANAK Habib Abdullah 1, Agus Ruliyansyah 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERDASARKAN EMISI KARBONDI- OKSIDA DI KOTA PRABUMULIH PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEBUTUHAN HUTAN KOTA BERDASARKAN EMISI KARBONDI- OKSIDA DI KOTA PRABUMULIH PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 1 (Juli 2016): 45-52 e-issn: 2460-5824 Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl/ doi : 10.19081/jpsl.6.1.45 KEBUTUHAN HUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan menganalisis Ruang Terbuka Hijau. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci