PENGARUH PERLAKUAN TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN KELAPA SAWIT (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERLAKUAN TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN KELAPA SAWIT (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau)"

Transkripsi

1 PENGARUH PERLAKUAN TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN KELAPA SAWIT (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau) SINTONG MARULITUA PASARIBU DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 213

2 ABSTRACT SINTONG MARULITUA PASARIBU. Effect of Water Conservation Technique on Palm Oil Plantation Evapotranspiration (Case study: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau). Supervised by HANDOKO and BREGAS BUDIANTO. Water conservation by form of rorak (silt pit) is one of rainwater harvesting methods that can be applied in palm oil plantation to fulfill plants water requirements. Installation of rorak can increase surface water utilization and irrigation water use efficiency. This study aimed to analyze the effect of water conservation technique on soil water content and evapotranspiration of palm oil plantations. This research was conducted by measuring the soil water content in experimental blocks (7, 8, and 18) and control blocks (6, 16, and 17). Twenty five set soil moisture sensor devices were planted on each block. Soil water content was calculated by using soil water content calibration curves obtained through previous research. Evapotranspiration was calculated by using water balance approach in palm oil plantation. As the results, the level of soil water content and evapotranspiration in experimental blocks was higher than the control blocks. Daily average evapotranspiration in experimental and control blocks respectively were 3.9 mm and 3.7 mm. The values of water storage in experimental blocks except block 7 were greater than the water storage in control blocks. Keywords: evapotranspiration, soil water content, water conservation technique, water storage.

3 ABSTRAK SINTONG MARULITUA PASARIBU. Pengaruh Perlakuan Teknik Konservasi Air terhadap Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau). Dibimbing oleh HANDOKO dan BREGAS BUDIANTO. Teknik konservasi air dalam bentuk pembuatan rorak (silt pit) adalah salah satu metode pemanenan air hujan yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman di lahan perkebunan kelapa sawit. Instalasi rorak dapat meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan efisiensi pemakaian air irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perlakuan konservasi air terhadap kadar air tanah dan evapotranspirasi tanaman kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kadar air tanah pada blok perlakuan (7,8,18) dan blok kontrol (6,16,17). Setiap blok ditanam perangkat sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah. Perhitungan kadar air tanah dilakukan menggunakan persamaan dari kurva kalibrasi kadar air tanah. Evapotranspirasi tanaman dihitung dengan menggunakan pendekatan neraca air yang didasarkan pada masukan dan keluaran air pada lahan tanaman kelapa sawit. Secara umum, tingkat kadar air tanah dan evapotranspirasi blok perlakuan lebih tinggi dibandingkan blok kontrol. Evapotranspirasi harian blok perlakuan dan blok kontrol selama pengukuran adalah 3.9 mm dan 3.7 mm. Cadangan air (water storage) blok perlakuan kecuali blok 7 lebih besar dibandingkan cadangan air pada blok kontrol. Kata kunci: cadangan air, evapotranspirasi, kadar air tanah, teknik konservasi air.

4 PENGARUH PERLAKUAN TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN KELAPA SAWIT (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau) SINTONG MARULITUA PASARIBU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 213

5 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Perlakuan Teknik Konservasi Air terhadap Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit (Studi kasus : PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau) : Sintong Marulitua Pasaribu : G2487 Pembimbing I, Disetujui oleh, Pembimbing II, Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc Ir. Bregas Budianto, Ass.dpl NIP NIP Diketahui oleh, Ketua Departemen Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 23 Maret 199. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Pasaribu dan Ibu R. Siahaan. Pendidikan formal penulis diawali pada tahun 1996 di SD Negeri Hutabarat Hapoltahan kecamatan Tarutung. Pada tahun 22 hingga 24 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Tarutung hingga lulus pada tahun 25. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Tarutung dan lulus pada tahun 28. Pada tahun 28 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada program studi Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti anggota dan sekretaris retreat angkatan Komisi Pelayanan Khusus UKM PMK IPB pada tahun 21, koordinator divisi Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI) tahun 21/211, aktif dalam berbagai kegiatan dan struktur Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO). Penulis pernah menjadi perwakilan IPB dalam The 4 th World Student Environmental Summit di Swedia pada tahun 211 dan Asia Pacific UNEP TUNZA di India pada tahun 212. Penulis melakukan praktek kerja (magang) selama 5 hari di PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Departemen Fire and Aviation Riau Fiber tahun 211. Penulis melakukan penelitian dan tugas akhir pada bulan Mei sampai dengan Agustus 212 di perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah, kabupaten Rokan Hulu, Riau sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dengan judul skripsi Pengaruh Perlakuan Teknik Konservasi Air terhadap Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau) dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc dan Ir. Bregas Budianto, Ass.dpl.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan anugerah yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul Pengaruh Perlakuan Teknik Konservasi Air terhadap Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit (Studi kasus: PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau). Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yesus Kristus dan kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Pasaribu dan Ibunda R. Siahaan serta saudara-saudaraku yang saya sayangi. Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini akan sulit terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis juga berterimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir Handoko, M.Sc selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass.dpl selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan selama penelitian dan perkuliahan. 2. Bapak Hidayat Pawitan selaku pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan akademik, nasehat, dan masukan kepada penulis selama masa perkuliahan. 3. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku kepala Departemen Geofisika dan Meteorologi 4. Seluruh staf perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau. Khususnya kepada administratur, kepala kebun, dan asisten afdeling Bravo yang telah memfasilitasi dan membantu penulis selama penelitian. 5. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah mendidik dan mengajarkan banyak ilmu selama penulis masih duduk di bangku kuliah. 6. Seluruh kakak/abang dan adik kelas Departemen Geofisika dan Meteorologi. 7. Rekan satu bimbingan akademik Hidayat Pawitan Aulia Maharani serta seluruh temanteman GFM 45 (Dewa, Ketty, Fida, Fitra, Faiz, Ratna Dilla, Ferdy, Yuda, Iput, Akfia, Okta, Dila Peracitra, Asep, Mirna, Fitri, Firman, Maria, Dewi, Tiska, Putri, Geno, Ruri, Nia, Nadita, Widya, Citra, Fatchah, Topik, Ria, Farah, Aila, Selma, Annisa, Emod, Mela, Pungki, Adhitya, Sarah, Adi, Yoga, Ian, Dody, Fella, Erna, Fauzan, Dicky) 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ilmiah ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritk dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Bogor, Januari 213 Sintong Marulitua Pasaribu

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Penyebaran Kelapa Sawit Morfologi dan Pertumbuhan Kelapa Sawit Akar Batang Daun Bunga dan Buah Ekofisiologi Kelapa Sawit Faktor Iklim Faktor Edafik Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Kebutuhan Air Tanaman Kelapa Sawit Evapotranspirasi Teknik Konservasi Tanah dan Air... 5 III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Perlakuan Percobaan Pengukuran Nilai Hambatan Sensor Kadar Air Tanah Pengukuran Tinggi Air dalam Rorak dan Curah Hujan Perhitungan Kadar Air Tanah Perhitungan Evapotranspirasi... 7 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Hubungan Curah Hujan dengan Ketersediaan Air dalam Rorak Perubahan Kadar Air Tanah Hubungan Curah Hujan dengan Evapotranspirasi Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

9 ix DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi dan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia ETp dan ETa tanaman kelapa sawit pada berbagai umur Analisis tekstur tanah lokasi penelitian Perbandingan cadangan air blok kontrol dan perlakuan DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi kelapa sawit Buah kelapa sawit Skema sensor blok (a) perlakuan, (b) kontrol Kombinasi sensor kadar air tanah Teknik konservasi air Pengukuran curah hujan Batas kecamatan Rambah Samo, kabupaten Rokan Hulu, Riau Curah hujan bulanan di lokasi penelitian Pengaruh curah hujan terhadap volume air di dalam rorak (a) blok 8 (b) blok Perubahan kadar air tanah pada kedalaman (a) -1 cm (b) 1-2 cm Profil vertikal rata-rata kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan setiap kedalaman (a) minggu awal pengukuran (1-13 Mei 212), (b) minggu pertengahan pengukuran (2-8 Juli 212), (c) pengukuran minggu terakhir (27 Agustus-1 September 212), dan (d) rata-rata minggu awal sampai dengan akhir pengukuran (8 Mei-1 September 212) Hubungan curah hujan dengan kadar air tanah (a) blok 6 (b) blok 17 (c) blok 7 (d) blok 8 (e) blok Perbandingan curah hujan total, curah hujan netto, evapotranspirasi, dan limpasan permukaan masing-masing blok Hubungan curah hujan netto dengan evapotranspirasi tanaman dan limpasan permukaan pada (a) blok perlakuan (b) blok kontrol Perbandingan evapotranspirasi kontrol dan perlakuan 13

10 x DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pengukuran kadar air tanah, tinggi air dalam rorak, dan curah hujan Waktu pengukuran kadar air tanah masing-masing blok Data tinggi air dalam rorak Data curah hujan harian masing-masing blok Contoh kurva kalibrasi pada berbagai kedalaman (a) Blok 8 dan (b) Blok Bentuk topografi blok perlakuan, (a) Blok 7, (b) Blok 8, (c) Blok Volume air dalam rorak Evapotranspirasi dan limpasan permukaan masing-masing blok Contoh data kadar air tanah (%volume) rata-rata selama pengukuran per sensor blok perlakuan (blok 8) dan blok kontrol (blok 17)... 38

11 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menjadi komoditas andalan industri agribisnis di Indonesia. Pada tahun 21, penerimaan devisa negara dari perkebunan kelapa sawit mencapai 2 miliar US Dollar. Menurut Badan Pusat Statistik (211), luas areal perkebunan dan produksi tanaman kelapa sawit di Indonesia meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir (Tabel 1). Tabel 1 Produksi dan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Tahun Produksi (ribu ton) Luas lahan (ribu hektar) (Sumber: BPS 211) Menurut Lubis (1992), kelapa sawit dapat tumbuh di lintang antara 12 o LU dan 12 o LS dengan jumlah curah hujan optimum 2-25 mm/tahun dan merata sepanjang tahun tanpa ada kemarau panjang. Oleh karena itu, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di Indonesia karena selain terletak pada posisi lintang yang strategis, Indonesia juga memiliki curah hujan yang tinggi dan lama penyinaran yang cukup. Jumlah curah hujan tahunan di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman kelapa sawit kecuali di beberapa provinsi seperti Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan (Murtilaksono et al. 27). Kelapa sawit membutuhkan air dalam jumlah yang banyak untuk mencukupi kebutuhan selama pertumbuhan dan produksi. Kekurangan air pada tanaman kelapa sawit akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit baik fase vegetatif maupun generatif (Balitklimat 27). Dengan kata lain, ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama produksi kelapa sawit. Oleh sebab itu, pengelolaan air di perkebunan kelapa sawit di daerah dengan periode kering yang jelas sangat perlu diperhatikan. Defisit air yang terjadi pada musim kemarau dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buah kelapa sawit. Pertumbuhan dan perkembangan bunga dan buah yang terganggu pada akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Sebaliknya, pada musim hujan terjadi kelebihan air yang menyebabkan aliran permukaan dan erosi (Murtilaksono et al. 27). Besarnya aliran permukaan dan erosi mampu mengikis permukaan tanah sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah. Fenomena tersebut mendorong diperlukannya manajemen air hujan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit. Teknik konservasi air dalam bentuk pembuatan rorak (silt pit) adalah salah satu metode pemanenan air hujan yang dapat diterapkan di lahan perkebunan kelapa sawit. Rorak digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tersimpan sementara dan secara perlahan meresap ke dalam tanah sehingga mempengaruhi kandungan air dalam pori-pori tanah. Laju kehilangan air (evapotranspirasi) dari tanaman kelapa sawit cukup tinggi karena luas bidang penguapan pada daun relatif besar. Evapotranspirasi selain digunakan dalam pendugaan ketersediaan air tanah, juga merupakan indikator kebutuhan air tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai pengaruh teknik konservasi air terhadap ketersediaan air dan evapotranspirasi pada lahan perkebunan kelapa sawit. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perlakuan konservasi air terhadap kadar air tanah dan evapotranspirasi tanaman kelapa sawit. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Penyebaran Kelapa Sawit Kelapa sawit Afrika berasal dari benua Afrika yang terdapat di sepanjang kawasan pantai Liberia dan Angola (2-3 km) dan kemudian menyebar ke utara, selatan, dan timur Senegal, Samudera Hindia, Tanzania, dan Madagaskar (Sheil et al. 29). Elaeis guineensis merupakan jenis pohon kelapa sawit hutan tropis asli dari Afrika Barat dan Tengah sedangkan Elaeis oleifera atau kelapa sawit Amerika berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Sheil et al. 29, Depperin 27). Taksonomi tanaman kelapa sawit dalam dunia botani adalah sebagai berikut (Pahan 211),

12 2 Divisi Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Spesies : Embryophyta Siphonagama : Angiospermae : Monocotyledonae : Arecaceae : Cocoidae : Elaeis : 1. E. guineensis Jacq. 2. E. oleifera (H.B.K) Cortes 3. E. odora Kelapa sawit diintroduksikan pertama kali ke Indonesia pada tahun 1848 oleh pemerintah Kolonial Belanda (Sheil et al. 29). Pada tahun 1911, perusahaan perkebunan kelapa sawit didirikan di Deli (Sumatera Utara), Pulau Raja (Asahan), dan Sungai Liput (Aceh). Kelapa sawit (E. guineensis) telah diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, dan beberapa daerah dengan skala yang lebih kecil (Pahan 211). 2.2 Morfologi dan Pertumbuhan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan salah satu spesies cocoideae dengan habitus terbesar (Pahan 211). Morfologi tanaman kelapa sawit terdiri atas dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium) sedangkan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Sastrosayono 23). Deskripsi morfologi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut, Bunga Jantan Serbuk Bunga Jantan Bunga Betina Akar (radix) Daun (folium) Biji Sawit TBS Batang (caulis) Gambar 1 Morfologi kelapa sawit (Sumber: koeh ler/ PALMOEL.jpg) Akar Sistem perakaran kelapa sawit dalam Pahan (211) merupakan sistem akar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer keluar dari pangkal batang dengan diameter 6-1 mm dan menyebar secara horizontal. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder dengan diameter 2-4 mm. Akar sekunder kemudian bercabang membentuk akar tersier dengan diameter mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener. Akar kuartener dengan diameter.1-.3 mm dan panjang 1-4 mm merupakan akar absorpsi utama (feeding root). Sastrosayono (23) menyebutkan bahwa jika aerasi cukup baik, akar tanaman kelapa sawit dapat menembus kedalaman 8 meter di dalam tanah dan akar yang tumbuh ke samping dapat mencapai radius 16 meter Batang Pertumbuhan memanjang batang tanaman kelapa sawit tidak terlihat pada tahun-tahun pertama pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Bagian pangkal atau poros batang terlihat membesar dengan diameter mencapai 6 cm. Batang akan mengalami penyusutan setelah tahun pertama atau kedua dengan diameter 4 cm tetapi pertumbuhan tinggi batang menjadi lebih cepat (Pahan 211). Menurut Sastrosayono (23), batang mulai memperlihatkan pertumbuhan memanjang setelah tanaman berumur 4 tahun. Pertumbuhan tinggi batang dapat mencapai cm per tahun tergantung pada keadaan lingkungan dan keragaman genetik. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai umur tahun. Bekas pelepah daun mulai rontok dari bagian tengah ke bagian atas dan bawah (Pahan 211) Daun Daun kelapa sawit dibentuk di dekat titik tumbuh. Daun kelapa sawit yang panjangnya mencapai 9 m terdiri atas satu pelepah daun utama, satu helai daun mencapai dengan panjang 1.2 m dan 1-16 pasang helai anak daun (Siregar 1998). Anak daun (leaf leat) pada daun normal berjumlah 8-12 lembar. Dua lembar daun kelapa sawit biasanya akan tumbuh setiap bulan dimana pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya membentuk sudut 135 o. Helaian daun semakin lama akan semakin berat yang mengakibatkan daun semakin melengkung ke bawah. Kedudukan daun pada batang dirumuskan dengan rumus daun (phylotaxis) 3/8 artinya pada setiap 3

13 3 putaran terdapat 8 daun. Daun kesembilan berada di garis lurus dari daun yang pertama (Sastrosayono 23) Bunga dan Buah Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Namun, adakalanya bunga jantan dan bunga betina dijumpai pada satu tandan (hermafrodit). Bunga jantan dan betina muncul dari ketiak daun (Pahan 211). Bunga jantan selalu masak lebih dahulu dari bunga betina sehingga penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan sangat jarang terjadi. Bunga betina pada tanaman kelapa sawit muda tumbuh lebih banyak daripada bunga jantan sehingga membutuhkan bantuan penyerbukan oleh manusia (Sastrosayono 23). Tanaman kelapa sawit mulai berbuah saat berumur 18 bulan setelah tanam. Buah kelapa sawit menempel di karangan yang sering disebut tandan buah. Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Satu tandan buah kelapa sawit terdiri atas puluhan sampai ribuan buah. Tandan buah akan mencapai ukuran terbesar pada umur bulan (Sastrosayono 23). Buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe (buah batu) yang terdiri atas eksokarp (kulit buah), mesokarp (sabut), daging buah, endocarp (cangkang), dan kernel (inti) (Siregar 1998). Gambar 2 Buah kelapa sawit (Sumber: T39E5.gif) 2.3 Ekofisiologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan tertentu untuk dapat tumbuh dengan optimal, baik pertumbuhan vegetatif maupun generatif (PPKS 26). Dalam konteks ekofisiologi, faktor lingkungan yang dominan untuk menentukan keberhasilan budidaya kelapa sawit adalah faktor iklim dan keadaan tanah (edafik) Faktor Iklim Kelapa sawit tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah beriklim tropis yang terletak di antara 13 o LU sampai 12 o LS terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Selatan (Hazriani 24). Kelapa sawit umumnya dikembangkan pada daerah yang memiliki curah hujan lebih dari 2 mm/tahun atau berkisar 17-3 mm/tahun atau paling sedikit 15 mm/bulan atau sebesar 5-6 mm/hari serta bulan kering kurang dari satu bulan dalam satu tahun (Murtilaksono et al. 27). Menurut PPKS (26), kelapa sawit masih dapat dibudidayakan pada lokasi dengan curah hujan kurang dari 2 mm/tahun dengan syarat tidak boleh ada defisit air lebih dari 25 mm. Lokasi dengan jumlah curah hujan lebih dari 25 mm/tahun juga masih berpotensi untuk budidaya kelapa sawit asalkan jumlah hari hujan setahun tidak lebih dari 18 hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada kisaran suhu o C dengan suhu minimum 18 o C dan suhu maksimum 32 o C. Produksi tertinggi tandan buah segar diperoleh dari daerah dengan rata-rata suhu tahunan berkisar antara o C. Tanaman sawit liar di daerah khatulistiwa masih dapat menghasilkan buah pada ketinggian 1.3 m di atas permukaan laut. Dengan demikian, kelapa sawit diperkirakan masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 2 o C. Pertumbuhan kelapa sawit terhambat pada suhu 15 o C (Pahan 211 dan PPKS 26). Disamping curah hujan dan suhu, kelapa sawit juga membutuhkan kelembaban dan lama penyinaran untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Pahan (211), lama penyinaran yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit yaitu 5-7 jam /hari dengan kelembaban udara 8%. Lama penyinaran berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan tingkat asimilasi, pembentukan bunga (sex ratio), dan produksi buah (Setyamidjaja 1991). Pahan (211) menambahkan bahwa kecepatan angin optimum sebesar 5-6 km/jam dapat membantu penyerbukan bunga kelapa sawit.

14 Faktor Edafik Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan dengan baik di tanah mineral maupun di tanah gambut (PPKS 26). Menurut Sastrosayono (26), kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di beberapa jenis tanah dengan syarat tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang pada musim hujan (drainase baik). Sifat fisik tanah dan lahan pada tanah mineral yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit agar tumbuh dan berkembang dengan baik antara lain: solum yang tebal (lebih dari 8 cm), tekstur tanah yang optimal (perbandingan pasir 2-6%, debu 1-4%, dan liat 2-5%), drainase yang baik, topografi yang tidak ekstrim, dan ph tanah Budidaya kelapa sawit di lahan gambut perlu memperhatikan tingkat kematangan dan kedalaman gambut, pengelolaan air (water management), penanganan defisiensi hara mikro, dan penurunan muka air tanah (PPKS 26). Selain sifat-sifat fisik dan kimia, letak dan keadaan topografis lahan untuk perkebunan kelapa sawit juga perlu diperhatikan (Setyamidjaja 1991). Kriteria kemiringan lahan yang baik untuk pengusahaan kelapa sawit adalah lebih kecil dari 12 o. Kemiringan lahan lebih dari 23 o sangat tidak baik untuk membudidayakan kelapa sawit karena sangat berpotensi untuk mengakibatkan erosi dan mempersulit proses pengangkutan dan distribusi hasil panen (Pahan 211). 2.4 Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit berpeluang menghasilkan tandan buah segar sepanjang tahun. Proses pembentukan buah, dimulai dari penyerbukan sampai pematangan, sangat dipengaruhi oleh dinamika iklim terutama curah hujan. Oleh karena itu, lama proses pematangan buah di beberapa kawasan dapat berbeda, misalnya di Sumatera memerlukan waktu 5-6 bulan, Malaysia memerlukan waktu 5.5 bulan, dan di Afrika Barat memerlukan waktu 6-9 bulan. Proses pematangan buah dalam satu tandan tidak terjadi sekaligus tetapi dimulai dari bagian atas dan samping yang terkena sinar matahari menuju ke arah pangkal. Tandan buah telah siap dipanen apabila beberapa buah telah terlepas secara alami (Setyamidjaja 1991). Tandan buah kelapa sawit mencapai matang panen setelah tanaman berumur 3-4 tahun di lapangan. Produktivitas tandan buah kelapa sawit mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun dan kemudian menurun hingga umur 25 tahun (umur ekonomis). Jumlah tandan buah per pohon dipengaruhi oleh laju produksi daun, rasio seks bunga, dan kegagalan pembentukan tandan (gugur bunga). Studi kasus di Malaysia menunjukkan bahwa cekaman kekeringan mengakibatkan terjadinya penurunan rasio seks bunga betina terhadap bunga jantan bulan setelah kekeringan (Darlan 211). 2.5 Kebutuhan Air Tanaman Kelapa Sawit Kebutuhan air tanaman kelapa sawit pada dasarnya berbeda disetiap fase pertumbuhan. Rata-rata kebutuhan air tanaman kelapa sawit pada fase pembibitan (nursery) selama 12 bulan adalah 2.25 liter/polibag atau setara dengan curah hujan 3.4 mm/hari. Penyiraman tidak perlu dilakukan apabila hujan turun curahan minimum 8 mm. Kebutuhan air tanaman kelapa sawit umur 11 tahun di perkebunan komersial sekitar 1.95 mm per tahun (Pahan 211). Menurut Murtilaksono et al. (27) kelapa sawit membutuhkan air paling sedikit 15 mm/bulan atau 5-6 mm/hari. Kelapa sawit tidak hanya mengalami defisit air pada kondisi curah hujan rendah tetapi juga pada kondisi curah hujan tinggi dengan periode bulan kering yang panjang (Rahutomo 27). Defisit air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan laju fotosintesis dan gangguan distribusi asimilat. Kurangnya ketersediaan air juga berdampak negatif pada fase pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit (Balitklimat 27). Kekeringan mulai terjadi apabila defisit air mencapai 2 mm pada tanaman kelapa sawit (Siregar et al. 1995). Kekeringan pada bagian vegetatif menyebabkan penutupan stomata daun dan menghambat pertumbuhan pelepah sedangkan kekeringan pada bagian generatif menyebabkan penurunan produksi tanaman (Balitklimat 27). Defisit air yang tinggi menyebabkan kegagalan matang panen sehingga buah menjadi busuk. Pengaruh ini secara langsung menyebabkan penurunan produksi tandan buah segar (Rahutomo 27). 2.6 Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah ukuran total kehilangan air dari suatu luasan lahan melalui evaporasi permukaan tanah dan transpirasi permukaan daun (Handoko 1993). Evapotranspirasi akan berlangsung apabila ketersediaan air tidak terbatas bagi stomata tanaman dan permukaan tanah. Kebutuhan air

15 5 potensial untuk tanaman kelapa sawit (evapotranspirasi potensial, ETp) rata-rata adalah 4 mm/hari atau 12 mm/bulan sedangkan kebutuhan air potensial tanaman kelapa sawit (ETp) pada musim kemarau adalah 5-6 mm/hari atau mm/bulan (Siregar et al. 26). Kebutuhan air potensial (ETp) dan aktual (ETa) tanaman kelapa sawit menurut umur di lapangan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 ETp dan ETa tanaman kelapa sawit pada berbagai umur ETp ETp Umur (mm/hari) (mm/hari) ETa Tanaman musim musim (mm/hari) (tahun) kemarau hujan > Rerata (Sumber: Siregar et al. 26) 2.7 Teknik Konservasi Air dan Tanah Prinsip teknik konservasi air adalah pemanfaatan air yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien dengan mengatur waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir dan mampu menyediakan air pada waktu musim kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan air tanah dan meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi. Prinsip konservasi tanah tergantung pada pengendalian kelebihan air yang mengalir di atas permukaan tanah. Teknik konservasi tanah dilakukan dengan metode vegetatif dan mekanik Konservasi tanah secara vegetatif menggunakan vegetasi untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan sedangkan konservasi tanah secara mekanik menerapkan semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan, erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah (Arsyad 2). Tindakan konservasi air diperlukan untuk mengelola air hujan yang jatuh di permukaan lahan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Salah satu teknik konservasi air dan tanah yang umum diterapkan di perkebunan kelapa sawit adalah pembuatan rorak. Menurut Agus dan Ruitjer (24), rorak adalah lubang kecil yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tersimpan untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam pori-pori tanah sehingga mengurangi aliran permukaan dan erosi. Rorak (silt pit) dapat dibuat dengan ukuran dalam 6 cm, lebar 5 cm, dengan panjang sekitar 4-5 meter. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lain berkisar 1-15 meter sedangkan jarak horizontal berkisar antara 2 meter pada lereng yang landai dan agak miring sampai 1 meter pada lereng yang curam (Arsyad 2). Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi (daya serap atau infiltrasi rendah) dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek (Agus dan Ruitjer 24). III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah (ASTRA Group) afdeling Bravo dari bulan Mei sampai dengan Agustus 212. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB dari September sampai dengan Oktober 212. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian payung Manajemen Air Hujan yang dilaksanakan oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk di Riau dan Kalimantan Tengah dengan luas areal 4 ha pada tahun Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sensor kadar air tanah, penakar hujan, kantong plastik, penggaris, cangkul, tali rafia, timbangan digital, patok kayu, baterai kering 9 volt, alat tulis, buku folio, digital multimeter, Microsoft Office 27, dan 6 blok lahan perkebunan kelapa sawit. 3.3 Metode Penelitian Perlakuan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan mengukur kadar air tanah pada 6 blok lahan kelapa sawit. Blok-blok tersebut terdiri atas 3 blok perlakuan (dengan rorak) dan 3 blok kontrol (tanpa rorak). Blok perlakuan meliputi blok 7, 8, dan 18 sedangkan blok kontrol meliputi blok 6, 16, dan 17. Setiap blok ditanam perangkat sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah. Pengambilan data kadar air tanah untuk masing-masing blok dilakukan dengan selang waktu satu minggu.

16 Pengukuran Nilai Hambatan Sensor Kadar Air Tanah Sensor kadar air tanah yang digunakan terbuat dari elektroda batang aluminium yang dirangkai pada sebuah pipa PVC sepanjang 2 meter. Nilai hambatan listrik sensor kadar air tanah diukur pada 11 titik kedalaman yaitu 1, 2, 4, 6, 8, 1, 12, 14, 16, 18, dan 2 cm dari permukaan tanah. Di setiap titik kedalaman, terdapat 4 buah kabel dengan warna yang berbeda dan tidak bersentuhan satu sama lain. Kombinasi 2 warna sensor kadar air tanah di setiap kedalaman menghasilkan 6 kali ulangan pengukuran (Lampiran 1). Sensor kadar air tanah sebanyak 25 buah dipasang sejajar dengan jarak setiap sensor 1 meter di antara rorak. Sebanyak 4 buah sensor dipasang di bagian atas rorak pertama, 17 buah sensor di antara rorak pertaman dan rorak kedua, dan 4 buah sensor dipasang setelah rorak kedua. Sensor pada blok kontrol dipasang sama seperti pada blok perlakuan namun tanpa rorak. (a) Gambar 4 Kombinasi sensor kadar air tanah Pengukuran Tinggi Air dalam Rorak dan Curah Hujan Teknik konservasi air yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembuatan rorak dengan ukuran panjang 9 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1 m pada 3 blok perlakuan. Pembuatan rorak mengikuti kontur masingmasing blok perlakuan dan di bagian ujung rorak digali semacam saluran air kecil atau tali air (Lampiran 1). Pembuatan tali air bertujuan untuk mengumpulkan air hujan yang jatuh pada lahan ke dalam rorak secara maksimal dan mengurangi aliran permukaan. Jarak pembuatan rorak adalah dua pokok tanaman kelapa sawit. Rorak digali di dekat tumpukan pelepah daun kelapa sawit agar tidak mengganggu jalur panen. Tanah dari penggalian rorak ditimbun di dekat rorak mengikuti kemiringan lahan. Hal ini dilakukan agar air yang tertampung dalam rorak dapat tertahan apabila volume air yang masuk dalam rorak melebihi kapasistas volume maksimum. Tinggi air dalam rorak diukur dengan menggunakan penggaris (Lampiran 3). (b) Gambar 3 Skema sensor blok (a) perlakuan, (b) kontrol Pengukuran tahanan sensor kadar air tanah dilakukan dengan menggunakan perangkat elektronik kombinasi antara pengukur impedansi listrik, digital multimeter, dan baterai 9 volt. Pengukuran sensor setiap blok dilakukan satu kali dalam seminggu. Selang waktu pengukuran kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan tertera pada Lampiran 2. Gambar 5 Teknik konservasi air Curah hujan ditampung dengan menggunakan penakar hujan yang terbuat dari pipa paralon berdiameter 11 cm atau luas penampang 13 cm 2. Penakar hujan berisi botol seberat 32 gram yang digunakan

17 7 sebagai media untuk menampung air hujan yang jatuh (Lampiran 1). Pengambilan data curah hujan dilakukan setiap hari (harian) dengan menimbang berat air hujan yang tertampung dalam botol menggunakan timbangan digital pada masing-masing blok (Lampiran 4). Keterangan: ETa t : evapotranspirasi aktual hari ke-t (mm) Ro t : limpasan permukaan hari ke-t (mm) θ t : kadar air tanah hari ke-t (mm) θ t -1 : kadar air tanah hari ke-(t-1) (mm). P t : curah hujan netto IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 6 Pengukuran curah hujan Perhitungan Kadar Air Tanah Kadar air tanah masing-masing kedalaman (1, 2, 4, 6,, 2 cm) blok perlakuan dan blok kontrol dalam persen volume dihitung dengan: 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Lokasi perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Asahan Indah terletak di dekat garis ekuator dengan ketinggian antara 4-21 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis, lokasi penelitian berada di antara o o 49 6 LU dan 1 o o BT. Lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau. %Vol = 1. (W n -W )/V tanah (1) W n W : berat tanah setelah evaporasi (gr) : berat sensor dan sampel tanah setelah dikeringkan (gr) V tanah : volume tanah (cm 3 ) Nilai-nilai yang diperoleh dari proses kalibrasi penelitian sebelumnya menghasilkan kurva kalibrasi yang menghubungkan antara kadar air tanah dan nilai impedansi tanah (Lampiran 5). Persamaan-persamaan dari kurva kalibrasi tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (persamaan 1) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume Perhitungan Evapotranspirasi Evapotranspirasi tanaman dihitung dengan pendekatan neraca air yang didasarkan pada masukan (input) dan keluaran (output) air pada lahan tanaman kelapa sawit untuk masing-masing perlakuan (Persamaan 2). θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ).(2) sehingga ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t.(3) Gambar 7 Batas kecamatan Rambah Samo, kabupaten Rokan Hulu, Riau. (sumber: google maps 212) Lokasi penelitian merupakan wilayah dengan kondisi topografis miring. Kemiringan masing-masing blok penelitian (blok kontrol dan blok perlakuan) hasil analisis penelitian Dwiyandi (211) cukup beragam (Lampiran 6). Kondisi topografis ini mengakibatkan sebagian curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan menjadi limpasan permukaan (run off). Hal ini dapat mempengaruhi jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Teknik konservasi air berupa pembuatan rorak perlu diterapkan untuk mengurangi aliran permukaan agar air hujan yang jatuh tidak langsung melimpas tetapi tertampung sementara di dalam rorak. Air yang tertampung dapat menjadi cadangan air permukaan (water storage) untuk memenuhi

18 8 kebutuhan air tanaman pada saat tidak terjadi hujan dan musim kemarau. Curah hujan rata-rata dalam kurun waktu enam tahun terakhir yang diperoleh dari stasiun cuaca PT. Sawit Asahan Indah adalah 342 mm/tahun. Curah hujan tertinggi selama penelitian terjadi pada bulan Juli dan terendah terjadi pada bulan Agustus (Gambar 8). Curah hujan bulanan minimum yang terukur selama penelitian lebih dari 6 mm. Oleh karena itu, bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus tidak termasuk dalam kategori bulan kering (curah hujan bulanan < 6 mm) dan kebutuhan air tanaman sawit di lokasi penelitian dalam kurun waktu 4 bulan tersebut sudah tercukupi (Lampiran 3). Curah Hujan (mm) Mei Juni Juli Agustus Gambar 8 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian Hasil analisis tekstur tanah pada blok kontrol dan blok perlakuan di lokasi penelitian (Tabel 3) menunjukkan kemiripan tekstur tanah antara blok kontrol dan blok perlakuan. Tekstur tanah berpasir mendominasi blok kontrol dan blok perlakuan. Tekstur tanah blok kontrol dan blok perlakuan pada kedalaman -3 cm didominasi oleh tekstur lempung berpasir dan pada kedalaman 3-6 cm tekstur tanah didominasi oleh tekstur pasir berlempung. Secara umum, kandungan pasir pada blok kontrol dan blok perlakuan mengalami peningkatan setiap penambahan kedalaman tanah. Tekstur tanah debu dan liat pada lokasi penelitian mengalami penurunan setiap penambahan kedalam tanah. Tekstur tanah pasir berlempung memiliki tekstur yang kasar (pori-pori tanah besar) sehingga air yang tertampung ke dalam rorak lebih mudah meresap ke dalam tanah. 4.2 Hubungan Curah Hujan dengan Ketersediaan Air dalam Rorak Hujan merupakan sumber air yang paling utama untuk berbagai tanaman pertanian termasuk perkebunan kelapa sawit. Sumber air lain misalnya air sungai praktis hanya untuk skala kecil saja seperti irigasi (penyiraman) pembibitan kelapa sawit (Siregar 26). Curah hujan mempengaruhi kemampuan rorak dalam menyimpan air. Hubungan antara curah hujan dan cadangan air yang tertampung di dalam rorak blok perlakuan saling berkaitan. Volume air dalam rorak akan bertambah apabila terjadi hujan dan volume air akan berkurang pada saat tidak terjadi hujan. Rorak tidak langsung mengalami kekeringan pada saat tidak ada hujan namun tinggi permukaan dan volume air akan berangsur-angsur menurun (Gambar 9). Penurunan volume air dalam rorak dapar disebabkan oleh proses perkolasi, pergerakan air secara lateral, dan evapotranspirasi. Volume rorak blok perlakuan mencapai m 3 pada saat tidak terjadi hujan selama beberapa minggu (Lampiran 7). Blok 7, 8, dan 18 merupakan blok-blok yang diberi perlakuan teknik konservasi air (rorak). Selama masa pengukuran pada ketiga blok tersebut, rorak blok 7 tidak pernah terisi air. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografis blok 7 yang lebih curam dibandingkan blok 8 dan 18. Kondisi lereng yang curam pada blok 7 menyebabkan erosi dan limpasan permukaan sangat mudah terjadi. Erosi dan limpasan permukaan yang terjadi mengakibatkan sedimentasi pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga air hujan yang turun tidak dapat masuk dan terkumpul ke dalam rorak. Tabel 3 Analisis tekstur tanah lokasi penelitian Batas Horison Tekstur Tanah (%) Batas Horison Tekstur Tanah (%) Blok Blok Atas - bawah Atas - bawah perlakuan Pasir Debu Liat kontrol Pasir Debu Liat (cm) (cm) (Sumber: PT Sawit Asahan Indah 28)

19 9 Volume air dalam rorak (m 3 ) 6, 5, 4, 3, 2, 1, (a) Curah hujan (mm), Julian date Volume air dalam rorak (m 3 ) 6, 5, 4, 3, 2, 1, (b) Curah Hujan (mm), Julian date curah hujan rorak atas rorak bawah Gambar 9 Pengaruh curah hujan terhadap volume air di dalam rorak (a) blok 8 (b) blok 18 Hazriani (29) menyatakan bahwa topografi merupakan salah satu unsur faktor lingkungan yang penting dalam menentukan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Unsur-unsur topografi yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman adalah ketinggian lahan di atas permukaan laut, relief, dan lereng. Kondisi lereng pada blok 7 menjadi salah satu faktor pembatas bagi tanaman kelapa sawit dalam memenuhi kebutuhan air. 4.3 Perubahan Kadar Air Tanah Menurut Saribun (27), ketersediaan air tanah tergantung pada curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi, dan tinggi muka air tanah. Nilai kadar air tanah blok perlakuan (blok 8 dan blok 18) lebih fluktuatif dibanding nilai kadar air tanah blok kontrol (blok 16 dan blok 17) (Gambar 1). Hal tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam rorak dan curah hujan. Kondisi rorak yang tidak terisi air menyebabkan perubahan nilai kadar air tanah blok 7 (blok perlakuan) tidak terlalu fluktuatif. Rorak yang tidak terisi air disebabkan oleh kondisi topografis blok 7 yang curam sehingga limpasan permukaan dan erosi cukup besar. Limpasan permukaan dan erosi tanah membawa deposit tanah pada tali air dan bagian tepi rorak sehingga menyebabkan kapasitas rorak untuk menampung air berkurang. Volume rorak blok 8 dan blok 18 bagian atas dan bawah berbeda. Volume rorak atas blok 8 lebih besar dibandingkan volume rorak bawah dan volume rorak atas blok 18 lebih kecil dibandingkan volume rorak bawah. Volume rorak atas blok 8 lebih banyak terisi air disebabkan oleh daerah tangkapan air rorak atas lebih luas, tali air yang masih terawat, dan tidak adanya benteng penghalang

20 1 6 KAT (%vol) Blok 7 Blok 8 Blok 16 Blok 17 Blok Minggu ke- (a) KAT (%vol) Blok 7 Blok 8 Blok 16 Blok 17 Blok Minggu ke- (b) Gambar 1 Perubahan kadar air tanah pada kedalaman (a) -1 cm (b) 1-2 cm. [catatan: blok kontrol (16,17) dan blok perlakuan (7,8,18)] atau gundukan tanah di sekitar rorak. Volume rorak blok 18 bagian atas lebih kecil disebabkan oleh gundukan tanah atau benteng penghalang dan tali air yang tidak terawat di sekitar rorak atas sehingga volume air rorak bawah lebih besar dibanding rorak atas. Secara keseluruhan nilai kadar air tanah blok perlakuan selalu lebih tinggi dibandingkan blok kontrol. Kadar air tanah blok perlakuan pada kedalaman -1 cm dan 1-2 cm lebih besar dibanding kadar air tanah blok kontrol. Dari dua kedalaman, -1 cm dan 1-2 cm, dapat dilihat dengan jelas bahwa kadar air tanah blok dengan rorak dan terisi air lebih besar dibanding blok tanpa rorak (blok kontrol) dan blok 7 yang tidak terisi oleh air. Kadar air tanah blok perlakuan dan blok kontrol lebih besar pada kedalaman 1-2 cm dibanding kedalaman -1 cm. Profil vertikal kadar air tanah (% volume) terhadap kedalaman (Gambar 11) menunjukkan bahwa blok dengan perlakuan rorak memiliki profil kadar air tanah semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman sedangkan blok tanpa perlakuan rorak memiliki profil kadar air tanah yang fluktuatif seiring dengan bertambahnya kedalaman. Kadar air tanah blok perlakuan selalu lebih besar dibandingkan blok kontrol dimulai dari minggu pertama pengukuran sampai minggu terakhir pengukuran (minggu ke-17) meskipun nilai kadar air tanah blok perlakuan mengalami penurunan pada kedalaman 14 cm. Nilai kadar air tanah blok perlakuan kembali mengalami peningkatan pada kedalaman 16-2 cm. Nilai kadar air tanah blok perlakuan dan blok kontrol dipengaruhi oleh volume air dalam rorak dan curah hujan di lokasi penelitian dari minggu awal pengukuran sampai minggu ke-17. Nilai kadar air tanah blok kontrol pada minggu awal pengukuran berkisar antara 7-18%, minggu pertengahan pengukuran 7-2%, dan minggu terakhir pengukuran 7-22%. Nilai kadar air tanah blok perlakuan berkisar antara 12-22% pada minggu awal pengukuran, 1-26% pada minggu pertengahan, dan 9-2% pada minggu terakhir pengukuran. Nilai kadar air tanah rata-rata blok kontrol dan blok perlakuan dari minggu awal sampai dengan terakhir pengukuran (Gambar 11d) menunjukkan bahwa nilai kadar air tanah blok perlakuan dari minggu awal sampai minggu terakhir pengukuran lebih besar dari blok kontrol.

21 11 Kedalaman (cm) Kadar Air Tanah (% vol) Kedalaman (cm) Kadar Air Tanah (% vol) (a) Kedalaman (cm) Kadar Air Tanah (% vol) (c) (b) Kadar Air Tanah (% vol) Kedalaman (cm) Blok Kontrol (d) Blok Perlakuan Gambar 11 Profil vertikal rata-rata kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan setiap kedalaman (a) minggu awal pengukuran (1-13 Mei 212), (b) minggu pertengahan pengukuran (2-8 Juli 212), (c) minggu terakhir pengukuran (27 Agustus-1 September 212), dan (d) rata-rata minggu awal sampai dengan akhir pengukuran (8 Mei-1 September 212). Tekstur tanah lempung berpasir dengan kandungan pasir >7% memiliki kemampuan menahan air dan kandungan hara yang rendah sedangkan tekstur liat dengan kandungan liat >35% memiliki kemampuan menahan air dan hara yang tinggi. Menurut Enni et al. (28), pola perubahan kadar air tanah tiap kedalaman menurut waktu mengikuti pola curah hujan dan fluks aliran air. Apabila terjadi hujan maka diikuti oleh kenaikan kadar air tanah pada hari berikutnya, dimana peningkatan kadar air tanah terjadi lebih dulu pada lapisan atas atas diikuti lapisan di bawahnya. Apabila tidak terjadi hujan, aliran air terjadi sebaliknya yaitu dari bawah ke atas (fluks negatif) melalui pori-pori mikro secara tak jenuh akibat proses evapotranspirasi. Kadar air tanah pada blok kontrol dan blok

22 12 KAT (%vol) CH (mm) KAT (%vol) CH (mm) Minggu ke- Minggu ke- (a) blok 6 [Kontrol] (b) blok 7 [Perlakuan] KAT (%vol) CH (mm) KAT (%vol) CH (mm) Minggu ke- Minggu ke- (c) blok 16 [Kontrol] (d) blok 8 [Perlakuan] KAT (%vol) CH (mm) KAT (%vol) CH (mm) Minggu ke- CH KAT Minggu ke- CH KAT (e) blok 17 [Kontrol] (f) blok 18 [Perlakuan] Gambar 12 Hubungan curah hujan dengan kadar air tanah (a) blok 6 (b) blok 17 (c) blok 7 (d) blok 8 (e) blok 18 perlakuan (Gambar 12) mengalami peningkatan saat setelah terjadi hujan. Kadar air tanah blok kontrol dan perlakuan mengalami penurunan saat intensitas hujan rendah dan tidak ada kejadian hujan. 4.4 Hubungan Curah Hujan dengan Evapotranspirasi Curah hujan (dan atau irigasi) merupakan masukan air dalam neraca air tanaman sedangkan output neraca air berupa limpasan

23 13 (a) blok 6 (b) blok 7 (c) blok 16 (d) blok 8 ( (e) blok 17 (f) blok 18 Keterangan: Pg Pn ETa+RO = curah hujan total (gross precipitation) = curah hujan netto (net precipitation) = evapotranspirasi aktual ditambah limpasan permukaan (run off) Gambar 13 Perbandingan kumulatif curah hujan total, curah hujan netto, evapotranspirasi, dan limpasan permukaan masing-masing blok [catatan: blok kontrol (6,16,17) dan blok perlakuan (7,8,18)]

24 14 dan evapotranspirasi. Evapotranspirasi disebut juga sebagai pemakaian konsumtif air untuk menunjukkan jumlah air yang dikonsumsi oleh tanaman (Hazriani 24). Menurut Risza (21), perimbangan antara evapotranspirasi dan curah hujan selama periode tertentu menunjukkan keadaan defisit air atau surplus air di dalam tanah. Sumber utama ketersediaan air untuk tanaman kelapa adalah air hujan dan ketersediaan air dalam tanah. Berdasarkan literatur, kelapa sawit umumnya akan mengalami defisit air apabila berada pada kondisi curah hujan yang rendah atau curah hujan yang cukup tinggi namun memiliki bulan kering yang panjang. Hubungan antara curah hujan total (Pg), curah hujan netto (Pn), evapotranspirasi dan limpasan permukaan (ETa+RO) ditunjukkan oleh Gambar 13. Curah hujan netto diperoleh dari selisih curah hujan total dengan curah hujan yang diintersepsi oleh tanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, nilai curah hujan netto selalu berada dibawah nilai curah hujan total. Dari keseluruhan grafik curah hujan total, curah hujan netto, dan evapotranspirasi, secara umum nilai evapotranspirasi tanaman kelapa sawit lebih besar atau hampir sama dengan nilai curah hujan netto. Hal ini berlaku untuk blok kontrol dan blok perlakuan. Akan tetapi, ada dua kondisi dimana curah hujan netto berada jauh di bawah evapotranspirasi yaitu pada Gambar 13 (d) dan (f). Hal ini disebabkan oleh tidak adanya hujan dalam beberapa selang waktu pengukuran sehingga ketersediaan air dalam rorak dan tanah tidak mencukupi. Disamping itu, periode musim kemarau yang terjadi selama masa pengukuran juga menyebabkan evapotranspirasi menjadi lebih tinggi dibanding curah hujan total dan curah hujan netto. 4.5 Evapotranspirasi Tanaman Kelapa Sawit Menurut Direktorat Irigasi (1986), curah hujan netto merupakan besar curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan air (evapotranspirasi). Curah hujan netto tergantung pada sifat hujan, jenis tanaman, dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Evapotranspirasi aktual (ETa) adalah tinggi air yang dibutuhkan untuk mengganti sejumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi pada tanaman yang sehat. Nilai evapotranspirasi aktual merepresentasikan nilai kebutuhan air yang harus diberikan ke tanaman, atau merupakan Evapotranspirasi (mm) Evapotranspirasi (mm) (a) (b) Pn Minggu ke- Eta+RO (Perlakuan) Pn Minggu ke- Eta+RO (Kontrol) Gambar 14 Hubungan curah hujan netto dengan evapotranspirasi tanaman dan limpasan permukaan pada (a) blok perlakuan (b) blok kontrol dasar dalam pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman di lapang (Aqil et al. 27). Keterkaitan antara curah hujan netto dengan evapotranspirasi dan limpasan permukaan (run off) ditunjukkan oleh Gambar 14. Evapotranspirasi dan limpasan permukaan (run off) blok perlakuan dan blok kontrol meningkat saat terjadi hujan dan mengalami penurunan saat tidak ada kejadian hujan dari minggu awal pengukuran sampai minggu terakhir pengukuran. Hal ini disebabkan oleh fluktuasi hari hujan yang mempengaruhi kandungan air dalam tanah dan ketersediaan air dalam rorak. Disamping itu, periode musim kemarau yang terjadi selama pengukuran (Mei sampai dengan Agustus) juga mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah. Evapotranspirasi dan limpasan permukaan rata-rata blok kontrol adalah 25.7 mm/minggu sedangkan evapotranspirasi dan limpasan permukaan rata-rata blok perlakuan adalah 27.3 mm/minggu selama 16 minggu Curah hujan netto (mm) Curah hujan netto (mm)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit berasal dari benua Afrika. Delta Nigeria merupakan tempat dimana fosil tepung sari dari kala miosen yang bentuknya sangat mirip dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Teknik Konservasi Tanah dan Air

II. TINJAUAN PUSTAKA Teknik Konservasi Tanah dan Air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teknik Konservasi Tanah dan Air Masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA

DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA DAMPAK KEKERINGAN DAN GANGGUAN ASAP AKIBAT EL NINO 2015 TERHADAP PERFORMA TANAMAN KELAPA SAWIT DI BAGIAN SELATAN SUMATERA Nuzul Hijri Darlan, Iput Pradiko, Muhdan Syarovy, Winarna dan Hasril H. Siregar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Tim KITA PPKS Dalam uraian ini akan ditampilkan Frequently Ask Questions (FAQ) atau pertanyaan yang sering disampaikan terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Kata Elaeis berasal dari kata Elaion berarti minyak dalam

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. 6 Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. Kehilangan Air Tanaman Kentang Data yang digunakan untuk menduga nilai kehilangan air tanaman kentang melalui perhitungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya di Brazil. Spesies E. oleifera dan E. odora berasal dari kawasan Amerika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Agribisnis kelapa sawit membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik mulai dari proses perencanaan bisnis hingga penjualan crude palm oil (CPO) ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN MUSTIKA PT SAJANG HEULANG MINAMAS PLANTATION KALIMANTAN SELATAN Oleh CINDY CHAIRUNISA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI (PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) TANAMAN KELAPA IKLIM IKLIM TANAH AGRO EKOLOGI TANAMAN KELAPA Suhu rata rata tahunan adalah 27 C dengan fluktuasi 6 7 C Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit merupakan sub keluarga cocoideae yang paling besar habitusnya. Klasifikasi tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah salah satu jenis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KADAR AIR TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UNIT USAHA REJOSARI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII, LAMPUNG

KARAKTERISTIK KADAR AIR TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UNIT USAHA REJOSARI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII, LAMPUNG KARAKTERISTIK KADAR AIR TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT UNIT USAHA REJOSARI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII, LAMPUNG Oleh: RUDI SITANGGANG A24103001 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (Rainfall Analysis in Kebun Rambutan oil palm plantation PT Perkebunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan. menuju ke saluran-saluran (sungai, danau, atau laut) (Haridjaja dkk, 1990).

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan. menuju ke saluran-saluran (sungai, danau, atau laut) (Haridjaja dkk, 1990). TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah bagian dari hujan atau presipitasi yang alirannya menuju ke saluran-saluran (sungai, danau, atau laut) (Haridjaja dkk, 1990). Selama aliran permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya dari Brasilia. Di Brasilia tanaman ini tumbuh secara liar atau setengah liar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit di Afrika diklasifikasikan oleh Jacquin pada tahun 1763 sebagai

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT. Oleh MARNI A

PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT. Oleh MARNI A PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT Oleh MARNI A24104059 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN MARNI. Penerapan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konservasi Tanah Salah satu faktor yang cukup penting dan peranannya sangat besar dalam usaha perkebunan kelapa sawit adalah kondisi sumberdaya lahannya. Keadaan tanah kebun inti I

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit 41 PEMBAHASAN Penurunan produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan, faktor tanaman, dan teknik budidaya tanaman. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

KAJIAN KESENJANGAN GAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA KELAS KESESUAIAN LAHAN S2 DI AFDELING I KEBUN PAYA PINANG PT. PAYA PINANG GROUP.

KAJIAN KESENJANGAN GAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA KELAS KESESUAIAN LAHAN S2 DI AFDELING I KEBUN PAYA PINANG PT. PAYA PINANG GROUP. Jurnal Penelitian STIPAP, 2013, (1) : 2-3 KAJIAN KESENJANGAN GAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT PADA KELAS KESESUAIAN LAHAN S2 DI AFDELING I KEBUN PAYA PINANG PT. PAYA PINANG GROUP 1 Mardiana Wahyuni, Hasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP KETERSEDIAAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau)

PENGARUH TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP KETERSEDIAAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau) PENGARUH TEKNIK KONSERVASI AIR TERHADAP KETERSEDIAAN AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus : PT. SAWIT ASAHAN INDAH, Rokan Hulu, Riau) AFDAL JULIANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Dan Morfologi Kelapa Sawit 1. Akar Kelapa sawit termasuk sebagai tanaman monokotil, mempunyai akar serabut. Akar pertama yang muncul dari biji yang berkecambah disebut radikula

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Penanaman dilakukan dengan menanam di Kebun Raya Bogor,

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Tanpa air makhluk hidup tidak akan dapat melangsungkan hidupnya dalam waktu yang lama. Persediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Tandan Buah Segar 4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi dan BTR kelapa sawit 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penunasan terhadap Produksi, Jumlah Tandan dan BTR Pengaruh penunasan dilihat dari pengaruhnya terhadap produksi, jumlah tandan dan bobot tandan rata-rata pada setiap kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah

KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah 12 KEADAAN UMUM Letak Wilayah Administratif Teluk Siak Estate PT Aneka Intipersada secara geografis terletak di Desa Tualang Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Konsep pengembangan

Lebih terperinci

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014

Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, Agustus 2014 Seminar Nasional BKS PTN Barat Manurung et al.: Implementasi Pemupukan Kelapa Sawit 643 Bandar Lampung, 19-21 Agustus 2014 IMPLEMENTASI PEMUPUKAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) POLA MASYARAKAT PADA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi NERACA AIR Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi 1. Neraca Air Umum Tanpa memperhatikan pengaruh faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate 48 PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate Dalam kegiatan agribisnis kelapa sawit dibutuhkan keterampilan manajemen yang baik agar segala aset perusahaan baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995).

TINJAUAN PUSTAKA. musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet Tanaman karet memiliki akar tunggang, akar lateral menempel pada akar tunggang. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah yang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM

I. TINJAUAN PUSTAKA. (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi. (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM I. TINJAUAN PUSTAKA Penetapan Kebutuhan Air Tanaman (a) Pendekatan klimatologi---evaporasi & Transpirasi (b) Pola trsnpirasi tanaman nanas sebagai tanaman CAM 2.1.2 Ekologi Nenas Sunarjono (2004) menyatakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit diperkirakan berasal dari Afrika Barat dan Amerika Selatan. Tanaman ini lebih berkembang di Asia Tenggara. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai taraf penunasan dibangun melalui dua kegiatan yaitu (1) percobaan lapangan, dan (2) penyusunan model. Percobaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci