PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Budi Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang terjadi pada tahun 1998 membuka keran baru dalam konteks ketatanegaraan dan pembangunan nasional di Indonesia. Pembangunan yang pada masa Orde Baru mengusung sentralisasi bergeser menjadi desentralisasi. Momentum otonomi daerah yang dilegalisasi melalui UU No. 32 Tahun 2004 menjadi tonggak peralihan kebijakan tersebut. Dari sinilah kemudian agenda pembangunan nasional yang diidealisasikan mengakar ke bawah, mengedepankan kearifan lokal dan mengusung kepentingan masyarakat disemaikan. Dalam konteks ini pembangunan daerah diarahkan untuk kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya. Dalam perjalanannya saat ini, kebijakan otonomi daerah yang sudah memasuki lebih dari satu dasawarsa telah memunculkan dialektika pembangunan nasional. Struktur sosial dan organisasi sosial birokrasi ketatanegaraan berubah, terdistribusikan dari pusat ke daerah. Kepemimpinan politik pun sudah berpindah dari pusat menuju daerah. Namun, pertanyaannya sudahkah implementasi dari otonomi daerah dengan kebijakan desentralisasinya tersebut mampu mengintrodusir pembangunan yang berkeadilan. Sudahkah kebijakan tersebut menyejahterakan masyarakat atau hanya memindahkan kekuasaan plus kesejahteraan elit dari tingkat pusat ke raja-raja kecil di daerah. Kedua pertanyaan tersebut menjadi proposi penting yang sering muncul dalam wacana dan penelitian tentang demokratisasi-desentralisasi, yang dalam kurun melalui Pilkada telah berlangsung 282 kali pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota (Sudiarto: 2011). Terkait hal itu, mengutip beberapa penelitian, seperti Abrori (2003), Choi (2007), Buehler (2007), Yusoff (2010), dan Alamsyah (2010) menjelaskan bahwa desentralisasi di Indonesia pasca Orde Baru telah memunculkan orang-orang kuat lokal. Mereka memasuki berbagai aspek kehidupan di daerah dan memberi pengaruh signifikan terhadap perubahan di tingkat lokal. Dalam konteks ini, kebijakan otonomi-desentralisasi tidak hanya membuka ruang baru bagi sirkulasi elit lokal dalam kancah politik pembangunan saat ini, namun juga mempengaruhi munculnya oligarki kekuasaan dan politik kekerabatan/ kekeluargaan di dalam ruang demokratisasi. Salah satu elit lokal yang menjadi orang kuat lokal tersebut adalah jawara. Kemunculan jawara sebagai elit lokal memiliki sejarah sendiri dan selalu berupaya untuk beradaptasi dengan konteks sosial, politik, dan ekonomi yang berubah-ubah. Menurut Ekadjati (1995: ) kemunculan jawara sebagai elit lokal tak lepas dari sifat legendaris dan kharismatis yang melekat pada diri jawara yang lambat laun menjadikan kelompok masyarakat ini dipandang sebagai sebuah lembaga adat dan mereka dipandang sebagai kelompok elit dalam stratifikasi sosial masyarakat Banten (Ekadjati, 1995: ). Sebagai kelompok sosial yang telah dipandang menjadi sebuah elit lokal, tentunya kelompok jawara memiliki sumber kekuasaan. Dalam konteks budaya lokal, sumber kekuasaan
2 2 yang dimiliki jawara dapat menjadi faktor integrasi dan dapat pula menjadi faktor konflik. Keduanya tidak dapat dilepaskan dari empat hal, yakni kesaktian, keberanian, kepemimpinan informal, dan perintah (Sunatra, 1997: 217). Dalam konteks kekinian, sumber kekuasaan Jawara tidak hanya ditentukan dan identitik dengan kesaktian semata, namun dapat juga berupa pengakuan simbolisasi identitas kejawaraan dan faktor penguasaan ekonomi, termasuk di dalamnya penguasaan jaringan, dan posisi-posisi penting dalam bidang bisnis. Alamsyah (2010) dalam kajiannya tentang Bantenisasi Demokrasi menguraikan bahwa dominasi kekuasaan politik Jawara di Serang telah menjadi kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang khas. Dari tingkat propinsi hingga desa-desa kekuasaan pemerintahan didistribusikan dan dipegang oleh jawara. Identitas jawara menjadi instrumen dan ciri penting dari peta politik demoktatisasi lokal yang tumbuh di Banten pasca-soeharto. Dalam konteks ini menurut Alamsyah (2010) telah terjadi proses polarisasi Bantenisasi kekuasaan politik jawara. Sementara itu, kajian Hidayat (dalam Nordholt dan Klinken 2009: ) berupaya menjelaskan kekuasaan dari keluarga X (penguasa Banten), menguraikan bagaimana keluarga ini meraih dan mengkonsolidasikan kekuasaannya pasca-soeharto. Kombinasi antara jaringan sosial, politik uang, intimidasi, penguasaan atas proyek-proyek pembangunan pemerintah adalah beberapa faktor yang memungkinkan keluarga X dapat meraih dan mengkonsolidasikan kekuasaannya. Tuan Besar, begitu istilah yang diberikan Hidayat untuk orang paling berkuasa dalam keluarga X, berperan besar dalam mengendalikan sepak-terjang keluarga ini. Tuan Besar tak memiliki kekuasaan formal non governing elite, tetapi ia berperan penting dalam mengendalikan pemerintahan lokal di belakang layar, yang dikonseptualisasikan Hidayat sebagai shadow-state (Hidayat dalam Nordholt dan Klinken 2009: 303). Kajian lainnya dilakukan oleh Abrori (2003), yang menjelaskan bahwa Keberadaan jawara sebagai elit sosial berpengaruh dan cenderung mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Orientasi politik jawara memperlihatkan perilaku yang tidak lepas dari kepentingan ekonomi. Untuk itu, mereka berusaha mempertahankan legitimasi kepemimpinan mereka. Pengejaran nilai ekonomi dan adanya otoritas tradisionalnya itu menjadi semakin kuat karena mereka mampu menguasai lembaga-lembaga strategis di bidang ekonomi dan politik, seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah, Kadin Daerah dan lain sebagainya (ekonomi) dan wakil gubemur, walikota, lurah, dan kepala desa (politik), serta beberapa organisasi kepentingan lainnya. Dengan penguasaan tersebut perilaku politik jawara akhirnya mendapat legitimasi struktural. Sementara itu, mereka pun kuat secara internal karena mendapatkan dukungan dari anak buahnya yang mudah dimobilisasi. Pola hubungan mereka yang bersifat patrimonial menjadikan anak buah terikat dengan pemimpin jawara. Jawara pun berusaha menjalin hubungan baik dengan elit-elit lain, seperti birokrat, partai dan militer. Hubungan ini bersifat simbiosis yang sangat menekankan keuntungan bagi masing-masing pihak. Dengan budaya politik, otoritas tradisional, penguasaan pada lembaga-lembaga strategis, legitimasi struktural, patrimonialisme pemimpin, dan hubungan simbiosis dengan elit lain, kekuasaan jawara adalah sangat kuat untuk konteks politik lokal. Dengan kekuasaannya itu, mereka berusaha mengontrol terhadap lembagalembaga yang dikuasainya, terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang
3 3 berseberangan dengannya dan terhadap kelompok-kelompok kritis. Kekuasaan yang dipegang oleh segelintir jawara dengan jaminan kekuatan fisik (magi dan persilatan) dan kemampuan ekonomi, mereka sebenarnya menerapkan sistem pemerintahan oligarki. Sistem ini semakin tumbuh subur karena selain mendapat dukungan dari mitra-mitranya, juga karena pola interaksi yang mereka kembangkan adalah model patrimonial di mana ketua jawara diakui sebagai patronnya. Dengan model ini, upaya kontrol (pengawasan) terhadap lembagalembaga berseberangan dan kelompok-kelompok kritis menjadi sangat efektif karena para jawara, dengan partisipasi bentuk kaula partisipan, mudah untuk memobilisasi massa yang mereka miliki. Dengan sistem pemerintahan yang menganut sistem oligarki dan kondisi Banten yang demikian, maka perkembangan demokrasi dan civil society di Banten menjadi persoalan yang sangat serius. Pada tingkat tertentu, proses yang berlangsung malah memunculkan terjadinya decivilisasi yang membuat masyarakat Banten tidak berdaya, tidak mandiri, tak tercerahkan, dan dikuasai oleh ketakutan menyuarakan hak individunya. Dari beberapa kajian tersebut, terdapat beberapa kekosongan analisa yang menjadi celah dan titik signifikansi kebaruan kajian ini. Baik Alamsyah, Hidayat, maupun Abrori, pertama, gagal melihat aspek-aspek kesejarahan jawara secara komprehensif, di mana akar keberadaan jawara berada di pedesaan dan salah satunya berawal dari pesisir. Kedua, dalam penelusuran penulis hampir tidak ada satupun literatur mengkaji tentang elit jawara di pesisir Tangerang padahal kejawaraan di Tangerang memiliki ciri yang unik antara persinggungan budaya Banten, Betawi, dan China. Ketiga, Alamsyah, Hidayat, dan Abrori fokus melihat kepemimpinan jawara pada konteks makro, dan meninggalkan analisis pada konteks mikro. Keempat, pilihan wilayah pesisir menjadi penting sebab masyarakat pesisir merupakan kelompok yang paling marginal sekaligus merupakan basis massa jawara. Keempat hal di atas menjadi poin penting yang signifikan dan relevan untuk dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, pada titik inilah, tulisan ini bermaksud untuk mengisi kekosongan-kekosongan kajian dan analisa tentang kepemimpinan jawara di pedesaan pesisir Tangerang pada masa desentralisasi, seperti yang nampak kosong pada kajian Alamsyah, Hidayat, dan Abrori. Permasalahan Penelitian Secara empiris pedesaan pesisir merupakan ruang sosial yang signifikan pada era desentralisasi sebagai lokus kajian sosiologi pedesaan. Terlebih lagi bagi pedesaan pesisir Tangerang yang merupakan pinggiran dari kawasan metropolitan Jakarta. Keberadaannya tidak hanya dilihat dari potensi sumberdaya alam yang dimiliki, tetapi juga dilihat sebagai instrumen politik negara. Pada posisi ini secara keseluruhan, ruang sosial pesisir Tangerang memiliki dinamikanya yang mendalam sebagai produk kontestasi negara, pasar, dan masyarakat yang menetap di area tersebut. Dalam konteks ini, peran signifikan desentralisasi-otonomi pesisir berkelitkelindan dengan dinamika kepemimpinan kuasi pemerintahan lokal, elit lokal, dan kemunculan orang kuat lokal dalam hal ini Jawara.
4 4 Kekuasaan jawara sebagai orang kuat lokal dalam prosesnya hadir dan beradaptasi dengan konteks sosial, ekonomi, dan politik. Otoriterianisme dan industrialisasi (pembangunan) menjadi titik penting yang mengubah posisi jawara dari sekedar buruh, petani, petambak, nelayan, dan penjaga keamanan (security informal), non pemerintahan (non-governing), kelas yang dikuasai (the rulled class) menjadi kepanjangan tangan rezim yang hidup dari rente proyek-proyek pemerintah dan pemodal swasta. Pola relasi sosial jawara dengan jaringannya dari patron-klien menjadi hubungan fungsional yang kemudian bersifat pragmatisopportunis. Dengan posisinya tersebut, pada masa otoritarianisme jawara dan keturunannya mengakumulasi beragam sumberdaya yang dimilikinya tersebut sebagai modal untuk meraih dan mengkonsolidasikan kekuasaannya pada masa desentralisasi. Sumber kekuasaan jawara diperoleh melalui basis ekonomi, di samping pola lama yaitu melalui kharisma/citra, keturunan, dan jaringan yang disesuaikan dengan iklim demokrasi-desentralisasi. Karena tumbuh dan ditopang oleh rente dari proyek-proyek pemerintah dan pemodal swasta, maka kekuasaan jawara lebih banyak ditujukan untuk menguasai sektor-sektor strategis dan melayani pemodal. Posisi yang strategis tersebut dalam konteks geopolitik Tangerang semakin menjadikan posisi jawara kian mapan dan signifikan. Dalam kenyataan ini, politik pembangunan dan kebijakan jawara sebagai pemimpin di pedesaan pesisir Tangerang perlu ditinjau dan di analisa. Apakah kedekatannya dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemodal membawa perbaikan dan signifikansi bagi pembangunan masyarakat pesisir Tangerang, atau sebaliknya politik pembangunan semakin membuat masyarakat pesisir tak berdaya. Berdasarkan uraian di atas, maka ada tiga pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini: 1. Bagaimana konteks historis, sosial, dan jaringan jawara di Pedesaan Pesisir Tangerang? 2. Bagaimana otonomi daerah dan desentralisasi memungkinkan munculnya kepemimpinan dan konsolidasi kekuasaan jawara di Pedesaan Pesisir Tangerang yang semula non governing elite (the rulled class) menjadi governing elite (the rulling class)? 3. Bagaimana gaya kepemimpinan, program kebijakannya, dan implikasi kepemimpinan terhadap kesejahteraan masyarakat di pedesaan pesisir Tangerang? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan yang akan dicapai penelitian ini ialah: 1. Mengkaji konteks historis, sosial, dan jaringan jawara di pesisir Tangerang; 2. Menganalisa kemunculan kepemimpinan jawara yang semula non governing elite (the rulled class) menjadi governing elite (the rulling class);
5 5 3. Mengkaji gaya kepemimpinan, program kebijakannya, dan implikasi kepemimpinan terhadap kesejahteraan masyarakat di pedesaan pesisir Tangerang. Kegunaan Penelitian Kegunaan atau signifikansi dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan tentang dinamika otonomi daerahdesentralisasi yang ternyata mampu membuka ruang bagi munculnya kepemimpinan entitas lokal jawara menjadi elit baru dipanggung demokratisasi Indonesia. Dinamika otonomi-desentralisasi ini secara lebih kongkret akan dilihat dari kepemimpinan dan politik pembangunan yang dilakukan oleh Jawara dalam setting desa memiliki pengaruh signifikan bagi berlangsungnya hegemoni jawara di Banten tingkat propinsi. Selain itu, secara khusus tulisan ini dapat menjadi bahan diskusi tentang: a. Kajian awal mengenai kepemimpinan jawara di pedesaan pesisir Tangerang. b. Sudut pandang otonomi daerah-desentralisasi dan ruang sosial pedesaan pesisir Tangerang yang merupakan penyangga ibukota Jakarta, menjadi kekhasaan dialektika kejawaraan di Tangerang dalam tarik-menarik kontestasi Negara (Jakarta) dan Banten. c. Membaca dan memahami realitas sistem bantenisasi birokrasi yang berwajah oligarki-monarkhi kejawaraan dan politik kekerabatan, yang ironisnya hadir dalam ruang demokratisasi Indonesia. d. Membangun tesis tentang adanya gejala theatrical leadership (kepemimpinan teater) di pedesaan pesisir Tangerang khususnya, dan Banten pada umumnya. Teathrical leadership ialah suatu epifenomena di mana dalang kepemimpinan adalah orang tua; tokoh utamanya sebagai pemimpin adalah anak, menantu, suami, istri, keponakan, panggungnya adalah desa, banten; penulis skenarionya para pemodal; sementara rakyat sebagai pemilih adalah penonton; sistem politiknya, politik keluarga/kekerabatan; pemerintahannya, oligarki; dan demokrasinya, demokrasi kontekstual/bantenisasi demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan data dan analisis yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai penelitian dengan judul ekonomi politik pembangunan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di
Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya
Lebih terperinciDEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI
Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,
Lebih terperinciKEPEMIMPINAN ELIT LOKAL DI PEDESAAN PADA ERA DESENTRALISASI
KEPEMIMPINAN ELIT LOKAL DI PEDESAAN PADA ERA DESENTRALISASI Studi Kepemimpinan Jawara di Pesisir Tangerang AHMAD TARMIJI ALKHUDRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,
BAB V KESIMPULAN Politisasi identitas Betawi dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, yaitu dengan penggunaan pakaian yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Elite Lokal untuk
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Elite Lokal 1. Pengertian Elite Politik Lokal Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Elite Lokal untuk melihat dan menganalisis peran organisasi pencak silat dalam
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama
BAB VI PENUTUP 1. KESIMPULAN Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama di tahun-tahun awal Orde Baru. Walaupun struktur politik nasional maupun lokal mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan politik demokratik berjalan semenjak reformasi tahun 1998. Perkembangan tersebut dapat dilihat melalui sejumlah agenda; penyelenggaraan
Lebih terperinciPERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS
PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER
145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya
BAB V KESIMPULAN Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya ekonomi yang dimiliki seseorang mampu menempatkannya dalam sebuah struktur politik yang kuat dan penting. Yang secara
Lebih terperinciBAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN
BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciTUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015
TUGAS ILMUWAN POLITIK DALAM PENGAWALAN POTENSI RESIKO JELANG PEMILUKADA 2015 Oleh : Tedi Erviantono (Dosen Prodi Ilmu Politik FISIP Universitas Udayana) Disampaikan dalam Munas Forum Dekan FISIP se Indonesia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Melalui uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kerjasama internasional memiliki peranan penting dalam mendukung pencapaian nasional,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat sipil lahir dari interaksi sosial masyarakat yang terbina berkat ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh sebagai penyeimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas
Lebih terperinciBAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar
BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita
Lebih terperinciBab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai
Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah
BAB VI KESIMPULAN Sampai pada saat penelitian lapangan untuk tesis ini dilaksanakan, Goenawan Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah Tempo dalam waktu yang relatif lama,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari temuan penelitian di lapangan dan didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas penguasaan tanah ulayat oleh negara sejak masa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta
BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari
Lebih terperinciKekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara
Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara Abdil Mughis Mudhoffir http://indoprogress.com/2016/12/kekerasan-sipil-dan-kekuasaan-negara/ 15 December 2016 IndoPROGRESS KEBERADAAN kelompok-kelompok sipil yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
16 METODOLOGI PENELITIAN Paradigma, Pendekatan, dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma kritis 6. Penggunaan paradigma kritis, dimaksudkan agar dapat menelusuri lebih dimensi struktur
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan
Lebih terperinciMenuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015
Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015 1 Konteks Regulasi terkait politik elektoral 2014 UU Pilkada
Lebih terperinciBAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN
BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah melalui perjalanan panjang selama kurang lebih 7 tahun dalam pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 15 Januari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat Banten terdapat dua tipe kepemimpinan tradisional yang samasama memiliki pengaruh, yaitu kepemimpinan kiai dan jawara. Kiai merupakan gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal tahun 2001 secara resmi pemerintah mengimplementasikan paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinciKesimpulan. Bab Sembilan
Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara, peranan Negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (Government) menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dibawah undang undang ini tidak sekedar memindahkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi terhadap semua aspek penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan
Lebih terperinciPikada Sebagai Instrumen Sirkulasi Elit Politik Lokal. Oleh: Prayudi. Laporan Penelitian Individu
Pikada Sebagai Instrumen Sirkulasi Elit Politik Lokal Oleh: Prayudi Laporan Penelitian Individu Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI 2016 1 RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Pendahuluan Pilkada serentak 2015 telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mayoritas masyarakat memiliki keinginan untuk maju berkembang menjadi lebih baik. Keinginan tersebut diupayakan berbagai cara, salah satunya adalah melalui kegiatan
Lebih terperinciPenguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik
Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung
Lebih terperinciSeperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang. 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit harus jeli
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dibangun dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Untuk mempertahankan pengaruh dan kekuasaan maka elit
Lebih terperinciperkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada
ix B Tinjauan Mata Kuliah uku Materi Pokok (BMP) ini dimaksudkan sebagai bahan rujukan utama dari materi mata kuliah Perekonomian Indonesia yang ditawarkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Mata
Lebih terperinci8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI
8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pedesaan adalah bagian integral dari pembangunan daerah dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Idealnya, program-program
Lebih terperinciPARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)
PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga
Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( boundary-less world) memberikan peluang sekaligus tantangan bagi seluruh negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan arti keseimbangan antar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak perusahaan yang
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN
Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk
Lebih terperinciGOOD GOVERNANCE. Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007
GOOD GOVERNANCE Bahan Kuliah 10 Akuntabilitas Publik & Pengawasan 02 Mei 2007 Latar Belakang Pada tahun 1990an, dampak negatif dari penekanan yang tidak pada tempatnya terhadap efesiensi dan ekonomi dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Acara Temu Muka dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum
Lebih terperinciII. PENDEKATAN TEORITIS
II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik sendiri hakikatnya adalah sebagai sarana bagi masyarakat atau suatu kelompok yang memiliki kepentingan yang sama serta cita-cita yang sama dengan mengusung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak. Sehingga, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mulai dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001, pemekaran daerah kabupaten dan kota dan juga propinsi menjadi suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah
Lebih terperinciAPLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1
APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh (Abdul Hamid:2010) Universitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh (Abdul Hamid:2010) Universitas Diponogoro dalam Memetakan Aktor Politik Lokal Banten Pasca Orde Baru Studi Kasus : Kiai dan Jawara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan
Lebih terperinciKode : Tinggkat/Semester : III/V (Tiga/Lima) : Jeni Minan, S.Sos., M.Soc.sc
YAYASAN PENDIDIKAN BANTEN RAYA PANDEGLANG SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK STISIP BANTEN RAYA Satuan Acara Perkuliahan Mata Kuliah : Sistem Politik Program studi : Ilmu Pemerintahan Kode : SKS
Lebih terperinciPokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara
Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2 Oleh Dadang Juliantara Kalau (R)UU Kebudayaan adalah jawaban, apakah pertanyaannya? I. Tentang Situasi dan Kemendesakkan.
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KE DEPAN
BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan kota kecil di Joglosemar dalam konteks sistem perkotaan wilayah Jawa Tengah dan DIY. Ada empat pertanyaan yang ingin dijawab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis suatu daerah dapat menentukan kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi segala kebutuhannya untuk pembangunan maupun kesejahteraan penduduknya. Namun,
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah
174 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah Marx yang mengulas arsitektural pemerintahan sebagai objek material membuahkan hasil yang menunjukkan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya adalah sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia itu sendiri memerlukan interaksi
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun
BAB VI PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pada awalnya penulis ingin mengetahui peran komunikasi dalam hal ini melalui konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dapat mendorong proses penganggaran
Lebih terperincipengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.
Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciGarry,. In Search of Middle Indonesia. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Resensi Buku
Resensi Buku Van Klinken, Garry (ed). 2016. In Search of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota-Kota Menengah di Indonesia. KITLV-Jakarta dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jumlah halaman: xiv + 318.
Lebih terperinciAKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB
AKUNTANSI PEMERINTAHAN Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB Penjelasan Akuntansi pemerintah memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain pemerintah yang memiliki wilayah lebih
Lebih terperinciPrayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA
Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan
Lebih terperinciBAB V. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di bab-bab sebelumnya. menunjukkan terjawabnya rumusan masalah tersebut.
BAB V Kesimpulan Penelitian ini berangkat dari sebuah rumusan masalah mengenai konstruksi diskursif pengetahuan dan praktek keagamaan Islam Wetu Telu di Lombok. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan
Lebih terperinciPara filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama
Lebih terperinciBAB IV DISKUSI TEORITIK
BAB IV DISKUSI TEORITIK Teori yang digunakan dalam analisa ini bermaksud untuk memahami apakah yang menjadi alasan para buruh petani garam luar Kecamatan Pakalmelakukan migrasi ke Kecamatan Pakal, Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah satunya bertujuan melembagakan penyelesaian konflik agar konflik itu tidak melebar menjadi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat
260 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Tinggi rendahnya transformasi struktur ekonomi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:
Lebih terperinciPERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA 2013 IAN UNY UTAMI DEWI
PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA 2013 IAN UNY UTAMI DEWI utami.dewi@uny.ac.id Teori Klasik tentang Elite dalam setiap masyarakat..terdapat dua kelas penduduk..satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang
Lebih terperinciStruktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele
Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa perubahan pada sistem politik di Indonesia seperti
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Reformasi membawa perubahan pada sistem politik di Indonesia seperti sistem pemilu, sistem kepartaian, sistem hubungan pusat dan daerah. Perubahan tersebut
Lebih terperinciDari Ide ke Perkumpulan
TENTANG Dari Ide ke Perkumpulan Organisasi Non Pemerintah adalah terjemahan Indonesia untuk non governmental organization sementara organisasi masyarakat sipil, terjemahan bahasa Indonesia untuk Civil
Lebih terperinci