BAB I PENDAHULUAN. adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mayoritas masyarakat memiliki keinginan untuk maju berkembang menjadi lebih baik. Keinginan tersebut diupayakan berbagai cara, salah satunya adalah melalui kegiatan pendidikan. Sebagai bagian dari masyarakat, kegiatan pendidikan selalu terkait dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat. Khususnya pendidikan politik yang membekali masyarakat menjadi warga negara yang berwawasan kebangsaan. Pendidikan politik inilah yang mentransfer nilai-nilai dan ideologi-ideologi politik dari generasi ke-generasi selanjutnya. Untuk membangun kesadaran pendidikan politik, yang memiliki peranan secara fundemental adalah partai politik. Karena, partai politik memiliki jangkauan yang luas sehingga tersebar hampir diseluruh dunia. Sebagaimana catatan para ahli, pada tahun 1950-an hampir semua nation state di dunia, baik di Negara maju maupun berkembang sudah mengenal dan memiliki partai politik (Dhakidae, 1985:189). Runtuhnya rezim Orde Baru pada akhir Mei 1998, iklim politik Indonesia begitu terbuka dan mengubah tatanan politik kepartaian di Indonesia. Nampak terlihat maraknya kelahiran partai-partai politik. Pada era reformasi partai politik telah mengubah relasi antara rakyat dengan penguasa, yaitu dari semula yang mendiskualifikasikan rakyat dari panggung politik menjadi rakyat sebagai aktor dan poros penting dalam relasi politik. Dalam demokrasi kontemporer, partai

2 politik telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetisi dan mendapatkan kendali atas institusi-institusi politik. Lebih dari itu, kehadiran partai politik di Indonesia pada era reformasi telah mengubah sirkulasi elit politik. Sirkulasi telah mengalami perubahan secara signifikan, dimana sebelumnya sirkulasi tertutup menjadi sirkulasi terbuka. Dengan adanya kebebasan partai politik di Indonesia jabatan-jabatan politik dapat diakses dari dan oleh semua kalangan masyarakat tanpa membatasi kalangan dan strafikasi kelas sosial tertentu. Partai politik yang beragam ideologi dan platform politik, dituntut untuk menciptakan kader partai politik yang berkualitas dan berwawasan nasional. Dalam penciptaan kader-kader politik yang berkualitas, tentunya internal partai politik mampu memberikan fasilitas pendidikan politik yang efektif. Karena, pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan para kader politik maupun warga negara untuk menggeluti persoalan politik dalam bentuk partisipasi politik. Peranan partai politik dalam menciptakan kader-kader politik yang berkualitas harus dilakukan untuk menyiapkan mereka menjadi pemimpin yang berkualitas, baik dalam internal partai maupun pada seluruh masyarakat. Karena pada dasarnya, partai politik merupakan perpanjangan tangan dari aspirasi rakyat terhadap pemerintah. Sebagaimana Roskin (dalam Oman Sukmana ed, 2010: 118) menyatakan bahwa partai politik berfungsi sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah, agregasi kepentingan, integrasi kedalam sistem politik, sosialisasi politik, mobilisasi pemilih, dan mengorganisasikan pemerintah.

3 Secara institusi, partai politik yang profesional sukses dalam menciptakan kader-kadernya menjadi politisi yang cerdas, santun, dan memiliki integras tinggi. Olehnya, pendidikan politik dalam internal partai politik sangat penting dilakukan dengan efektif, komitmen, dan konsisten. Menimbang pentingnya pendidikan politik yang memberi persiapan terhadap kader partai politik untuk menggeluti persoalan sosial dalam medan kehidupan dalam bentuk partisipasi, menyiapkan kader-kader politik untuk mengemban tanggung jawab, dan memberi kesempatan agar bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Pada era reformasi, partai politik di Indonesia merupakan wadah penampung aspirasi rakyat perlu membenahi diri agar mampu menemukan metode dan cara inovatif untuk berinteraksi dengan masyarakat yang telah mengalami dinamika politik. Hal ini dapat terwujud melalui proses pendidikan politik. Dengan demikian, partai politik akan mendapatkan peranan yang lebih baik terhadap rakyat, bangsa, dan negara. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 mencantumkan peran dan fungsi politik sebagai sarana; a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

4 d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Peran dan fungsi partai politik yang tercantum dalam Undang-Undang di atas, memperjelas bahwa partai politik memiliki peran dan fungsi yang fundamental dalam menciptakan kedewasaan wawasan berpolitik terhadap para kader politik dan warga negara. Sementara Firmansyah (2007;88) memperjelas tentang peranan partai politik; Pertama, Partai politik sebagai agen sosial, yaitu partai politik memiliki tanggung jawab yang harus diemban. Orang-orang yang masuk ke suatu partai politik diharapkan tidak hanya memfokuskan diri mereka pada cara mendapatkan kekuasaan. Karena kekuasaan hanyalah instrumen, bukan tujuan akhir. Sementara tujuan akhirnya adalah menciptakan kondisi yang lebih baik bagi bangsa dan negara, dan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Kedua, Partai politik sebagai pelayan publik, eksistensi partai politik tidak dapat dipisahkan dari keberadaan masyarakat. Karena dari masyarakatlah partai politik dilahirkan. Karenanya, keberadaan partai politik harus melayani kepentingan masyarakat secara luas, bangsa dan negara. Hal-hal yang dilakukan oleh partai politik harus berorientasi pada perbaikan kondisis sosial masyarakat, dan tidak hanya terfokus pada apa yang dirasakan benar oleh partai politik tersebut. Partai politik harus selalu hadir untuk berkontribusi pada penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi publik.

5 Ketiga, Partai politik sebagai agen pembaharuan, partai politik dituntut bukan semata-mata mengikuti keinginan masyarakat. lebih dari itu, partai politik diharapkan memiliki visi dan tujuan jangka panjang yang jelas tentang perkembangan bangsa dan negara. Partai politik harus mampu menjadi motor penggerak utama dalam perubahan sosial. Ketika terdapat ketidakberesan dalam masyarakat, partai politik dituntut untuk dapat memperbaikinya dan berada di garis depan untuk membukan jalan ke arah yang lebih baik. Hal ini membawa implikasi bahwa partai politik harus memiliki kesadaran yang selangkah lebih maju dibandingkan dengan kesadaran masyarakat. Partai politik harus memiliki kemampuan analisis yang baik terhadap situasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga kemudian dapat memperkirakan apa yang akan terjadi dan bagaimana langkah antisipasi terhadap situasi yang berkembang pada saat ini, dan Keempat, Partai politik sebagai harapan sosial, dengan melihat apa yang dapat dilakukan partai politik untuk memengaruhi kebijakan publik, sangat wajar kalau harapan yang diberikan masyarakat kepada partai politik menjadi sangat besar. Beban yang diberikan masyarakat kepada partai politik juga semakin tinggi. Partai politik semakin dituntut untuk lebih berorientasi kebangsaan ketimbang hanya mengejar target dan kepntingan partai. Masyarakat berharap bahwa partai politik membawa harapan untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran bangsa. Partai politik memiliki akses dan peranan penting dalam bekerja untuk kesejahteraan masyarakat baik pada skala nasional maupun lokal. Namun, pada kenyataannya partai politik tidak jarang ditemukan dalam mengabaikan fungsinya. Dimana partai politik hanya diposisikan sebagai kendaraan politik,

6 untuk meraih kepentingan politik, menduduki jabatan politik dengan orientasi mendapatkan kekuasaan. Sehingga jabatan kekuasaan dimanfaatkan untuk kepentingan diri, keluarga, kolega, dan kelompok kepentingan lainnya. Penyimpangan kekuaasaan yang dilakukan oleh kader partai politik tidak hanya sebatas pusat (negara), namun lebih marak terjadi di daerah. Dimana daerah mempunyai wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagaimana dipertegas Lukman Hakim (2012: 33). Secara garis besar dapat dikatan bahwa, hadirnya satuan pemerintahan teritorial yang lebih kecil dalam wilayah negara kesatuan Indonesia yaitu pemerintahan daerah, yang di dalamnya mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya, dapat dijelaskan dengan alasan berikut: Pertama, sebagai perwujudan fungsi dan peran Negara modern, yang lebih menekankan pada upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state). Peran tersebut membawa konsekuensi pada semakin luasnya campur tangan negara dalam mengatur dan mengurus aktivitas warga negara demi pencapaian tujuan negara; dan, Kedua, hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari perspektif politik. Negara sebagai organisasi kekuasaan, yang di dalamnya terdapat lingkungan-lingkungan kekuasaan, baik dari tingkat suprastruktur maupun infrastruktur, cenderung menyalahgunakan kekuasaan. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan tonggak baru penataan pemerintahan daerah di Indonesia. Disebut demikian sebab UU tersebut memiliki filosofi dan paradigma yang berbeda dengan UU sebelumnya. UU No.5/1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, menggunakan filosofi keseragaman dan kesatuan,

7 maka UU No. 22/1999 menggunakan filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. UU tersebut, kemudian derevisi melalui UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Revisi ini semakin mempertegas dan memperjelas orientasi tujuan dan arah desentralisasi pemerintahan (Zainur Wula, 2012: 64). Ketetapan serta pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian derevisi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan tentang Pemerintahan Daerah, menjadi perhatian khusus para elit politik lokal untuk ramai-ramai membentuk pemerintahan yang diurus oleh rumah tangganya sendiri. Berangkat dari inisiatif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, sehingga pada tanggal 17 Oktober 2001, Kota Batu secara resmi dipisahkan sebagai Daerah Otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang dan meliputi tiga Kecamatan. Yankni, Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo, dan terdiri 19 desa serta 4 kelurahan. Melihat dari peta Kecamatan di Kota Batu yang didiami oleh tiga kecamatan, menandakan bahwa wilayah kekuasaan administratifnya tidak begitu luas. Dengan itu, organisasi partai politik memiliki peluang untuk membangun serta meningkatkan mutu pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap kader politik dan masyarakat Kota Batu secara keseluruhan. Terbentuknya Kota Batu pada tahun 2001, memiliki magnet tersendiri dari partai politik untuk menyebarkan kekuasaan politiknya. Begitu halnya Partai Demokrat yang dideklarasikan pada 17 agustus 2002 di Jakarta dengan penggerak utama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang mengusung gagasan nasionalisme-religius (Urbaningrum dalam Pamungkas, (2011: 129) juga ikut

8 serta dalam penyebaran kekuasaan tersebut, sehingga pada tahun 2002 Partai Demokrat hadir di tengah-tengah masyarakat Kota Batu. Namun, peresmian Partai Demokrat di Kota Batu baru dapat dilaksanakan pada tahun 2003 yang dimandatkan kepada Andrek Prana, dengan masa bakti Pada masa bakti Andrek Prana lah awal mula proses pelaksanaan pendidikan politik terhadap kader Partai Demokrat. Pada tahun Partai Demokrat Kota Batu beralih kekuasaan kepada M. Djoko Lestariono, SH. Peralaihan kekuasaan ini, melalui jalur kompetisi demokrasi yang dilakukan oleh internal Partai Demokrat pada tahun 2007 tersebut. Arus dinamika politik yang mengalir begitu deras pada saat itu, sehingga Partai Demokrat secara kredibilitas menurun, hal ini ditandai dalam pemilihan legislatif. Dimana pada masa jabatan M. Djoko Lestariono, Partai Demokrat harus puas dengan mendapatkan tiga kursi Legislatif di kantor DPRD Kota Batu melalui keputusan KPU yang merupakan representatif dari masyarakat Kota Batu. Sementara, di masa jabatan Andrek Prana mengutus perwakilan Partai Demokrat di kursi legislatif yang berjumlah empat legislator. Faktor dominan turunnya kredibilitas Partai Demokrat pada masa jabatan M. Djoko Lestariono, ialah menurunnya pelaksanaan pendidikan politik. Sehingga, berdampak buruk pada kualitas para kader yang diusung dalam kompetisi Legisltif (caleg). Memasuki tahun 2012 masa jabatan M. Djoko Lestariono, beralih pada Norma Nengsih yang memenangi kompetisi elit dalam perebutan kekuasaan sebagai ketua DPC Partai Demokrat Kota Batu. Adapun

9 kompetitornya ialah Djoko Lestariono, SH, Dr. Sunardi, SH, MH dan Norma Nengsih, SE. Partai Demokrat Kota Batu kembali optimis dalam memulihkan kredibilitasnya pada masyarakat. Pendidikan politik dijadikan alat yang relevan untuk memulihkan kembali kredibilitas tersebut, dimana pendidikan politik berfungsi dalam menciptakan kesadaran politik terhadap kader-kadernya. Namun, di sisi lain Partai Demokrat masih merekrut Calon Legislatif untuk diusung pada pemilu tahun 2014 dari eksternal Partai Demokrat. Dalam perekrutan ini, menuai tanda tanya tentang kapabilitas politik yang dimiliki para kader politik. Partai Demokrat Kota Batu yang masih relatif mudah membutuhkan perhatian khusus mengenai pendidikan politik yang ditarapkan terhadap kader politik dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan itu, memiliki daya tarik tersendiri buat penulis untuk memahami model pendidikan politik yang dibangun dan ditarapkan oleh Partai Demokrat. Ada beberapa penyebab yang melahirkan daya tarik tersebut: Pertama, Partai Demokrat secara dominan menargetkan kemenangan Pemilihan Legislatif pada tahun 2014, yang menjadi skala prioritas. Sementara, pendidikan politik sedikit tergeser, dan Kedua. Partai Demokrat diposisikan sebagai agen menjembatani aspirasi rakyat. Namun, sebagian elit politik menjadikan partai politik sebagai alat strategis untuk merebut kekuasaan yang dicita-citakan. Melalui dua realitas di atas, maka seharusnya memahami kembali pendidikan politik dalam internal Partai Demokrat yang bertujuan melahirkan

10 kepribadian dan kesadaran berpolitik terhadap kader politik. Dengan itu, Partai Demokrat menjadi agen perubahan untuk menuju perpolitikan kader dan masyarakat yang lebih efektif. Kehadiran variabel partai politik, memiliki ideologi mengarah pada kesejahteraan bersama, sehingga pendidikan politik menjadi skala prioritas yang harus dilakukan oleh internal Partai politik dengan konsisten dalam menciptakan pemimpin-pemimpin dan kader-kader politik yang berkualitas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka penelitian ini berusaha menjawab pokok permasalahan, yakni : Bagaimana Model Pendidikan Politik dalam Internal Partai Politik (S tudi Partai Demokrat Kota Batu)? C. Tujuan Masalah Tujuan pokok yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah untuk memahami Model Pendidikan Politik dalam Internal Partai Politik (Studi Partai Demokrat Kota Batu) D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat memberi khasanah politik terkhusus pada pendidikan politik dalam internal Partai Politik. 2. Penelitian ini diupayakan dapat digunakan sebagai acuan Partai Politik dalam menjalankan pendidikan politik.