Toolkit Pendekatan SKT. Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Toolkit Pendekatan SKT. Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi"

Transkripsi

1 Toolkit Pendekatan SKT Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi Versi 1.0 : Agustus 2015

2 Usulan sitiran: Mission statement related quote the importance HCS Approach Steering Group, Eds. (2015). The HCS Approach Toolkit. Version 1.0. of the HCS concept cannot be overstated, etc, etc, Kuala Lumpur: HCS Approach Steering Group. Icatur susamet omnihilist re nos et in nos exces escid Anggota Kelompok Pengarah Pendekatan SKT hingga tanggal 20 Maret 2015: mint vention seipicim hillab ipsum ut quis cam sitis Agropalma (Komite Eksekutif) earum Asia Pulp & Paper que (Komite omnis Eksekutif) autemqui ut quam excea Cargill Daemeter Forest Heroes Forest Peoples Programme (Komite Eksekutif) Golden Agri-Resources (Komite Eksekutif) Golden Veroleum (Liberia) Inc. Greenpeace (Komite Eksekutif) Musim Mas National Wildlife Federation New Britain Palm Oil Ltd. Proforest Rainforest Action Network(Komite Eksekutif) Rainforest Alliance TFT (Komite Eksekutif) Unilever (Komite Eksekutif) Union of Concerned Scientists Wilmar International Ltd. (Komite Eksekutif) WWF ((Komite Eksekutif) Hak Cipta Komite Pengarah Pendekatan SKT, Maret 2015 Proyek ini memiliki izin berdasarkan Creative Commons Attribution- NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License Silakan mengunjungi laman berikut untuk melihat salinan izin. Laporan ini dapat digunakan, dicetak ulang atau didistribusikan secara keseluruhan atau sebagian dengan mencantumkan sumber. Laporan ini tidak diperbolehkan untuk dijual kembali atau digunakan untuk tujuan komersial apapun.

3 GAMBARAN UMUM DOKUMEN DAFTAR ISI Gambaran Umum dokumen Daftar Isi P2: Pendahuluan P4: Singkatan dan Definisi P6: Bab 1: Pendekatan Stok Karbon Tinggi dalam konteks dan kerangka Toolkit Pendekatan SKT P11: Bab 2: Menghormati hak masyarakat atas tanah mereka dan atas Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan dalam Pendekatan Stok Karbon Tinggi P28: Bab 3: Melakukan klasifikasi vegetasi awal melalui analisis citra P54: Bab 4: Inventarisasi hutan dan estimasi stok karbon P69: Bab 5: Konservasi Patch Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi: Latar belakang dan prinsip P77: Bab 6: Decision Tree Analisis Patch SKT P93: Bab 7: Kesimpulan P96: Daftar Pustaka 1

4 PENDAHULUAN PENDAHULUAN DARI KOMITE EKSEKUTIF KOMITE PENGARAH SKT Pendahuluan Telah ada kesepakatan umum global di antara berbagai kalangan, seperti perusahaan, lembaga penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang konservasi dan lingkungan, pemerintah, dan masyarakat yang bergantung pada hutan, mengenai perlunya menghentikan deforestasi di kawasan tropis. Hutan tropis memiliki keanekaragaman kehidupan tertinggi di Bumi dan memberikan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh penduduk Bumi. Tanpa hutan tropis, maka manusia, bidang usaha, dan planet Bumi tidak akan dapat bertahan. Namun demikian, bagaimana cara perusahaan dan petani memastikan bahwa mereka tidak berkontribusi terhadap deforestasi hutan tropis melalui perkebunan baru untuk memproduksi pangan, bahan bakar, pakan dan serat yang kita perlukan seiring dengan peningkatan populasi penduduk? Bagaimana kita dapat membedakan lahan terdegradasi yang berpotensi sesuai untuk pengembangan perkebunan dan pertanian dengan kawasan hutan yang perlu dilindungi? Pendekatan yang ada saat ini, seperti misalnya proses Nilai Konservasi Tinggi (NKT), monitoring emisi gas rumah kaca, pemetaan partisipatif dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan memberikan atau tidak memberikan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan - FPIC), memang dapat memperlambat deforestasi dan menjamin keberlangsungan mata pencaharian masyarakat, tetapi pendekatan tersebut tidak berhasil menghentikan pembukaan hutan secara keseluruhan. Walaupun tetap dianggap penting, pendekatan yang ada tidak mencakup semua kawasan hutan alami yang perlu dilindungi sehingga tidak memberikan panduan yang memadai untuk penerapan komitmen kebijakan Nihil Deforestasi. Sangat penting pula untuk memiliki definisi praktis mengenai hutan alami yang dapat dimanfaatkan oleh konsesi Untuk menanggapi tantangan tersebut dan mengikuti komitmen Nol Deforestasi yang tegas, maka Golden Agri-Resources (GAR) bekerja sama dengan Greenpeace dan TFT telah merintis metodologi yang disebut dengan Pendekatan Stok Karbon Tinggi untuk mengidentifikasi kawasan hutan alami. Mulai tahun 2010 hingga 2014 berbagai proses untuk menentukan kawasan hutan tropis potensial yang layak serta lahan terdegradasi telah diujicobakan di Indonesia dan Liberia dengan mengombinasikan perhitungan simpanan karbon, konservasi keanekaragaman hayati, serta hak dan mata pencaharian masyarakat lokal. Pada bulan Agustus 2014, Komite Pengarah Pendekatan SKT dibentuk dari pemangku kepentingan yang berasal dari berbagai kalangan dibentuk mengawasi penyusunan metodologi dan penggunaannya di lapangan. Untuk menstandarisasi dan membuat metodologi ini tersedia bagi praktisi yang memerlukannya, maka Komite Pengarah mempublikasikan metodologi SKT sebagai Versi Pertama dari Toolkit Pendekatan SKT agar dapat digunakan dalam uji coba lebih lanjut dan untuk keperluan konsultasi yang lebih luas. Kami akan secara berkala memberikan pembaharuan terhadap toolkit ini beserta bab-bab Bagaimana kita dapat membedakan lahan terdegradasi yang berpotensi cocok untuk mendirikan perkebunan dan pertanian dengan kawasan hutan yang perlu dilindungi? baru mengenai cara melestarikan, merestorasi dan memonitor hutan SKT. Kami sangat menerima berbagai umpan balik bagi pendekatan ini serta masukan kepada Komite Pengarah mengenai penerapan pendekatan di berbagai kawasan tropis untuk memperkuat dan menyempurnakan metodologi ini. Komite Pengarah Pendekatan SKT sedang menyusun serangkaian syarat Kontrol Kualitas bagi para pengguna dan dalam waktu bersamaan meminta praktisi Pendekatan SKT untuk menerapkan metodologi ini sebagaimana dijelaskan di dalam toolkit. Bagi para pengguna Pendekatan SKT, sangat penting untuk mengingat bahwa pengidentifikasian hutan SKT hanyalah salah satu dari beberapa aspek kritis perencanaan pemanfaatan lahan pada lanskap hutan. Lahan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat lokal sehingga kawasan ber-nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan lahan gambut juga harus dilindungi. Selama proses SKT dan khususnya pada fase akhir metodologi, Pendekatan SKT ini terintegrasi dengan berbagai kategori pemanfaatan lahan tersebut. Maka dari itu, pendekatan ini mengandalkan adanya kajian NKT, pemetaan partisipatif, penghormatan terhadap hak-hak adat dan adanya FPIC pada rencana kawasan konservasi yang diusulkan, yang dilakukan dengan sangat baik. Sebagai penutup, kami berterima kasih kepada para penulis dan pengulas yang telah berkontribusi dalam penyusunan toolkit ini dan semua pihak yang telah berbagi mengenai visi kami tentang Pendekatan SKT dan kontribusinya untuk mengakhiri deforestasi. Marcus Colchester Forest Peoples Programme Aida Greenbury Asia Pulp and Paper Peter Heng Golden Agri-Resources Scott Poynton TFT Grant Rosoman Greenpeace Komite Editorial Toolkit SKT mewakili Komite Pengarah Pendekatan SKT 2

5 PENDAHULUAN PENDAHULUAN DARI KOMITE EKSEKUTIF KOMITE PENGARAH SKT Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Pendekatan praktis menuju Nihil Deforestasi Disusun oleh Peter Heng (Golden Agri-Resources), Scott Poynton (TFT) dan Grant Rosoman (Greenpeace) Nihil Deforestasi merupakan seruan bagi konsumen di seluruh dunia yang memiliki kepedulian. Para konsumen tersebut muak dengan gambar mengenai masyarakat terusir dari tanah mereka sendiri dan orang utan diselamatkan dari fragmen-fragmen hutan yang kecil di antara lahan luas yang dibuka demi perkebunan industri terbaru. Namun demikian, untuk mempraktikkan Nihil Deforestasi beberapa pertanyaan kompleks berikut ini perlu untuk dijawab: Apa yang sebenarnya mencirikan suatu hutan? Saat ini sebagian besar lanskap hutan tropis tidak secara keseluruhan berupa tutupan hutan, tetapi memiliki campuran vegetasi yang dinamis, mulai dari padang rumput hingga belukar sampai hutan regenerasi hingga hutan dengan kerapatan dan tajuk yang tinggi. Dimana letak garis yang membedakan hutan dan bukan hutan dengan segala definisi internasional yang tidak praktis mengenai hutan? Atribut dan syarat apa saja yang dapat memungkinkan suatu hutan tropis untuk memelihara dan memulihkan fungsinya sebagai suatu hutan? Apakah ukuran suatu patch atau petak hutan penting untuk keberlangsungannya? Dapatkah kita merancang mosaik hutan yang sehat pada kawasan yang aktif secara ekonomi yang memelihara cadangan karbon dan keanekaragaman hayati dan mengintegrasikannya dengan alat konservasi yang lain? Haruskah Areal dengan nilai karbon rendah dan patch keanekaragaman hayati dikorbankan demi pembangunan untuk memrioritaskan konservasi patch hutan yang terhubung dengan baik dan berukuran lebih besar? Bagaimana cara untuk mempertimbangkan jumlah hutan yang tersisa pada suatu lanskap? Bagaimana hak dan kebutuhan masyarakat lokal ditanggapi pada saat proses penghentian deforestasi? Dukungan dan keterlibatan masyarakat lokal pada tingkat mana yang diperlukan untuk mencapai konservasi hutan dalam jangka panjang dan jangka pendek? Apa peran pemerintah dalam pencapaian Nihil Deforestasi? Pendekatan SKT ini sudah merupakan suatu alat praktis yang dapat digunakan untuk produk apapun dan di negara manapun yang memiliki iklim tropis lembab untuk menanggapi kebutuhan atas perlindungan hutan di dalam pembangunan pertanian Penyusunan Pendekatan SKT ini dimulai pada akhir tahun 2010 oleh Golden Agri-Resources (GAR), TFT dan Greenpeace pada saat penyusunan Kebijakan GAR mengenai Konservasi Hutan. Kegiatan penyusunan ini melewati berbagai tantangan untuk mendefinisikan hutan dan untuk mencapai konservasi hutan-hutan tersebut dalam jangka panjang sebagaimana dijelaskan di atas. Karena pendekatan ini telah diuji coba di beberapa konsesi kelapa sawit yang berkaitan dengan GAR di Kalimantan Barat (Indonesia) dan Liberia serta melalui kajian SKT di perusahaan-perusahaan lain di berbagai wilayah Indonesia dan Papua Nugini. Dua fase dari pendekatan ini telah mendapatkan ulasan terpisah dari para ahli dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun metodologi yang dijelaskan dalam toolkit ini. Pada tahun 2014, berbagai perusahaan di sektor kelapa minyak sawit dan pulp dan kertas serta perusahaan penghasil barang konsumsi kunci, berkomitmen untuk menggunakan Pendekatan SKT dalam penerapan ikrar Nihil Deforestasi - nya masing-masing. Ikrar dari berbagai pihak tersebut sangat memberikan dorongan dan desakan untuk penyelesaian toolkit versi pertama bagi para praktisi yang ingin membangun perkebunan secara bertanggung jawab di lanskap hutan tropis. Walaupun umpan balik dari penerapan pendekatan yang telah dilakukan akan meningkatkan kualitas metodologi ini, kami percaya bahwa Pendekatan SKT ini sudah merupakan suatu alat praktis yang dapat digunakan bagi produk apapun dan di negara manapun yang memiliki iklim tropis untuk menanggapi kebutuhan atas perlindungan hutan di dalam pembangunan pertanian. Kami mengharapkan adanya pembelajaran dari kajian SKT di kawasan-kawasan baru sebagaimana kita memulai perjalanan Nihil Deforestasi ini secara bersama-sama. Semua foto: hak cipta TFT Pendekatan SKT merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Jika dibandingkan dengan kajian karbon, pendekatan SKT merupakan alat yang lebih pragmatis bagi perencanaan penggunaan lahan yang menyediakan metodologi untuk menerapkan konsep Nihil Deforestasi di konsesi aktif yang direncanakan akan dibangun di negara-negara tropis. Pendekatan ini bertujuan untuk menghormati hak adat dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta secara bersamaan mempertimbangkan realitas operasi perusahaan. Singkatnya, pendekatan ini menawarkan suatu pergeseran paradigma untuk menyertakan konservasi hutan sebagai dasar bagi ekspansi pertanian apapun pada lanskap hutan tropis. 3

6 SUATU TOOLKIT BAGI PELAKSANA SKT SINGKATAN DAN DEFINISI Singkatan dan definisi ISTILAH SINGKATAN DEFINISI Diameter Setinggi Dada DBH Diameter pohon yang biasanya diukur pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (lihat Bab 4) Kajian Dampak Lingkungan dan Sosial KDLS Free, Prior and Informed FPIC Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan. Consent Prinsip yang mengatur bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya atas proyek yang diusulkan yang dapat memberikan dampak terhadap tanah yang masyarakat tersebut miliki, duduki atau gunakan secara adat atau cara lainnya. (Sumber: FPP) Geographic Information System GIS Sistem Informasi Geografis. Sistem komputer yang mampu menyusun, menyimpan dan menampilkan informasi yang diidentifikasi berdasarkan lokasinya di muka bumi (Dari USGS) Global Positioning System GPS Sistem Pemosisi Global. Sistem yang menggunakan sinyal dari satelit untuk memberikan informasi mengenai keberadaan Anda serta menunjukkan arah untuk menuju lokasi lain (Dari Webster.com) Stok Karbon Tinggi SKT Hutan SKT adalah hutan yang teridentifikasi melalui Pendekatan SKT sebagai kawasan berhutan dengan prioritas untuk dilindungi dari konversi Nilai Konservasi Tinggi NKT Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah nilai atau atribut biologis, ekologis, sosial atau budaya yang berkaitan dengan ekosistem alam atau yang dikelola secara tradisional, yang dianggap memiliki signifikansi luar biasa atau peranan yang sangat penting pada tingkat nasional, regional atau global. Kawasan pengelolaan NKT merupakan kawasan penting dalam lanskap yang perlu untuk dikelola secara baik untuk memelihara atau meningkatkan satu NKT atau lebih. Kawasan yang memiliki atribut demikian meliputi NKT 1: Kawasan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang signifikan secara global, regional atau nasional (seperti contohnya endemisme, spesies terancam punah, refugia). NKT 2: Lanskap yang signifikan secara global, regional atau nasional di mana populasi yang layak dari sebagian besar atau seluruh spesies memiliki pola persebaran dan kelimpahan alami. NKT 3: Kawasan yang berada di dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau terancam punah. NKT 4: Kawasan yang menyediakan jasa lingkungan mendasar pada situasi penting (seperti contohnya perlindungan daerah tangkapan air, kontrol erosi). NKT 5: Kawasan yang fundamental dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (seperti misalnya subsisten, kesehatan) 4

7 SUATU TOOLKIT BAGI PELAKSANA SKT SINGKATAN DAN DEFINISI ISTILAH SINGKATAN DEFINISI NKT 6: Kawasan yang penting bagi identitas budaya tradisional masyarakat lokal (wilayah yang signifikan secara budaya, ekologis, ekonomi atau religi yang teridentifikasi melalui kerjasama dengan masyarakat lokal terkait (Sumber: HCV Network) Hutan Kerapatan Tinggi HK3 Salah satu kelas vegetasi SKT Lanskap tutupan hutan tinggi Lanskap dengan tutupan hutan alami lebih dari 80% International Union for the Conservation of Nature IUCN Lanskap Mosaik geografis yang terdiri dari berbagai ekosistem yang berinteraksi sebagai akibat dari pengaruh interaksi geologis, topografis, tanah, iklim, biotik dan manusia di kawasan tersebut (Sumber: IUCN) Hutan Kerapatan Rendah HK1 Salah satu kelas vegetasi SKT Lanskap Tutupan Hutan Rendah Lanskap dengan tutupan hutan alami kurang dari 30% Hutan Kerapatan Menengah HK2 Salah satu kelas vegetasi SKT Lanskap Tutupan Hutan Lanskap dengan tutupan hutan alami antara 30 Menengah hingga 80% Hasil Hutan Non-Kayu HHNK Produk atau jasa apapun selain kayu yang dihasilkan di dalam hutan. HHNK meliputi buah dan kacang-kacangan, sayuran, ikan dan satwa buru, tumbuhan obat, resin, ekstrak dan berbagai jenis kulit kayu dan serat seperti misalnya bambu, rotan dan berbagai tumbuhan palem serta rumput-rumputan (Sumber: CIFOR) Pengurangan Emisi dari REDD+ Suatu kerangka kerja yang sedang disusun oleh PBB di Deforestasi dan Degradasi mana melalui kerangka kerja tersebut negara-negara (PBB-REDD+) berkembang diberi penghargaan secara finansial atas (a) Pengurangan emisi dari deforestasi; (b) Pengurangan emisi dari degradasi hutan; (c) Konservasi stok karbon hutan; (d) Pengelolaan hutan secara berkelanjutan; dan/ atau (e) Peningkatan stok karbon hutan (Dari the REDD Desk, 2015) Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO Area yang dialokasikan agar tidak dipakai untuk aktifitas apapun (set-aside) Sebidang lahan di dalam konsesi swasta atau lahan pertanian yang tidak akan ditanami tanaman komersial Hutan Regenerasi Muda HRM Salah satu kelas vegetasi SKT 5

8 BAB 1 STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT Bab 1 Stok Karbon Tinggi dalam konteks dan garis besar Pendekatan SKT Oleh Charlotte Opal, TFT DAFTAR ISI BAB P7: Pendahuluan P8: Pendekatan SKT dalam konteks P9: Gambaran umum Pendekatan SKT dan Toolkit Pendekatan SKT P10: Tindak lanjut dari Toolkit Pendekatan SKT 6

9 BAB 1 STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT Pendahuluan Dalam lima tahun terakhir, banyak perusahaan terkemuka di bidang industri kedelai, minyak sawit, pulp dan kertas, dan daging sapi setuju untuk menghapus deforestasi dari kegiatan dan rantai pasoknya. Sebagian besar bahkan telah setuju untuk melindungi kawasan ber-nilai Konservasi Tinggi (kawasan NKT). Akan tetapi, banyak hutan sekunder yang berfungsi sebagai penyimpan karbon esensial, habitat bagi keanekaragaman hayati, dan penyedia hasil hutan bagi masyarakat lokal yang tidak dianggap sebagai kawasan NKT. Terdapat beberapa definisi yang lebih luas mengenai hutan, tetapi definisi tersebut tidak cukup praktis untuk dapat mengimplementasikan komitmen perusahaan terhadap Nihil Deforestasi di kawasan tropis. Diperlukan suatu metodologi yang praktis, kuat secara ilmiah dan hemat biaya yang dapat membedakan kawasan hutan yang layak dengan kawasan yang terdegradasi dan memiliki karbon dan nilai keanekaragaman hayati yang lebih rendah Maka dari itu, diperlukan suatu metodologi yang praktis, kuat secara ilmiah dan hemat biaya yang dapat membedakan kawasan hutan yang layak dengan kawasan yang terdegradasi dan memiliki karbon dan nilai keanekaragaman hayati yang lebih rendah. Pendekatan Stok Karbon Tinggi (SKT) ini merupakan metodologi praktis pertama yang telah diuji dan dikembangkan di berbagai konsesi aktif di Asia dan Afrika dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Pendekatan ini merupakan alat yang relatif sederhana sehingga perusahaan perkebunan dapat menggunakannya untuk melakukan pembangunan baru yang dalam waktu bersamaan dapat menjamin bahwa hutan dilindungi dari konversi. Secara lebih luas Pendekatan SKT ini melakukan stratifikasi vegetasi yang terdapat pada suatu hamparan menjadi beberapa kelas. Setiap kelas vegetasi divalidasi melalui kalibrasi dengan estimasi stok karbon pada biomasa pepohonan di atas tanah. Diagram berikut ini menunjukkan empat kelas hutan SKT. Ambang batas bagi hutan SKT potensial berada di antara kelas Hutan Regenerasi Muda (HRM) dan Belukar (B). Toolkit Pendekatan SKT ini akan memberikan panduan para praktisi melalui berbagai tahap pengidentifikasian hutan SKT, yaitu mulai dari stratifikasi awal terhadap vegetasi melalui citra satelit dan plot lapangan, melalui proses Decision Tree untuk mengkaji nilai konservasi patch hutan SKT pada lanskap dan memastikan hak dan mata pencaharian masyarakat dihormati, hingga proses pembuatan peta final mengenai konservasi dan pemanfaatan lahan. Bab ini menggambarkan secara singkat proses SKT dan garis besar toolkit ini, yang diawali dengan gambaran umum Pendekatan SKT dalam konteks yang lebih luas. KLASIFIKASI SKT 7

10 BAB 1 STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT Konteks penerapan pendekatan SKT Pertama, penting untuk dicatat bahwa metodologi SKT ini dirancang untuk penggunaan di lanskap dan mosaik hutan terfragmentasi di kawasan tropis lembab. Metodologi ini nantinya dapat diadaptasi untuk jenis vegetasi lain seperti sabana tropis atau hutan iklim atau boreal, tetapi pengulangan pertama ini dikembangkan untuk mengidentifikasi kawasan hutan alami di kawasan tropis lembab, dan toolkit ini akan menjelaskan bagaimana penggunaannya dalam konteks tersebut. Kedua, walaupun konsep hutan ber-stok Karbon Tinggi memiliki kata karbon pada judulnya, konsep tersebut tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat ukur simpanan karbon ataupun berbagai jenis jejak atau penghitungan karbon lainnya. Terdapat berbagai alasan lain mengapa hutan harus dilindungi, bukan hanya karena hutan merupakan simpanan karbon yang sangat penting. Dalam Pendekatan SKT ini, estimasi kandungan karbon dalam vegetasi digunakan untuk membantu membedakan berbagai jenis vegetasi: secara umum semakin tinggi kandungan karbon mengindikasikan vegetasi yang lebih rapat dan struktur yang lebih kompleks. Maka dari itu, Pendekatan SKT ini hanya menggunakan pendugaan biomasa di atas tanah pada pohon dengan DBH lebih dari atau sama dengan 5 cm. Biomassa di atas tanah lainnya dan karbon di bawah tanah lainnya diperhitungkan. (Namun, tanah berkarbon tinggi seperti gambut dipertimbangkan dalam pendekatan ini dengan dimasukkan ke dalam kawasan yang akan dilindungi dan dikonservasi pada tahap final perencanaan pemanfaatan lahan yang terintegari. TAHAPAN-TAHAPAN DALAM PROSES Ketiga, Pendekatan SKT ini memang berdasarkan hasil interpretasi dan analisis GIS dan penginderaan jarak jauh, ilmu kehutanan dan konservasi, tetapi metodologi untuk menentukan hutan SKT dirancang untuk mempertimbangkan perbedaan tipe dan kondisi hutan setempat. Hal ini berarti bahwa walaupun metodologi yang sama digunakan untuk mengidentifikasi hutan SKT di setiap negara dan peraturan yang dijelaskan di dalam toolkit ini diterapkan secara konsisten, hasil setiap kajian dapat berbeda-beda tergantung pada konteks lanskap lokalnya. Nilai karbon di atas tanah rata-rata dihitung untuk kelas-kelas yang diidentifikasi, tetapi kemungkinan besar nilainya akan berbeda-beda antar negara dan bahkan pada negara yang sama. Terakhir, Pendekatan SKT ini dirancang untuk digunakan secara paralel dan terintegrasi dengan strategi tata guna lahan dan konservasi lainnya. Hal-hal yang tercakup di dalamnya adalah Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dan perlindungan lahan gambut, zona riparian, kawasan NKT, dan kawasan yang penting bagi masyarakat lokal dan masyarakat adat untuk kegiatan budaya dan ekonomi. Memang benar jika berbagai aspek lain ini belum dikaji dan dipetakan dengan baik, maka tahapan-tahapan yang diatur di dalam Pendekatan SKT ini tidak dapat terselesaikan sepenuhnya karena peta final mengenai pemanfaatan lahan dan konservasi yang terintegrasi tidak dapat disusun. 8

11 BAB 1 STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT Gambaran umum Pendekatan SKT dan Toolkit Pendekatan SKT Toolkit ini dimaksudkan untuk digunakan oleh praktisi yang hendak memastikan tidak dilakukannya pembukaan hutan di dalam konsesi yang diperuntukkan sebagai areal penanaman baru. Metodologi SKT ini akan mendapatkan hasil yang paling baik jika diterapkan oleh tim yang terdiri dari para ahli dengan berbagai keahlian. Keahlian tersebut dapat berbeda-beda, mulai dari analisis hak kepemilikan lahan dan pemetaan partisipatif hingga analisis citra satelit, inventarisasi hutan, kajian keanekaragaman hayati dan perencanaan lanskap. Maka dari itu, bab-bab berikut ini lebih bersifat teknis dengan tujuan praktisi terlatih dapat menggunakannya di lapangan untuk mengimplementasikan Pendekatan SKT dengan hanya sedikit panduan tambahan. Sebagaimana telah disebutkan di atas, Pendekatan SKT ini dimaksudkan untuk diintegrasikan dengan perencanaan pemanfaatan lahan secara keseluruhan yang juga melindungi kawasan NKT, lahan gambut dan lahan-lahan lain yang penting untuk masyarakat. Karena proses-proses tersebut telah dijabarkan dengan baik oleh sumber lainnya, maka toolkit ini tidak membahas proses tersebut secara rinci dengan asumsi bahwa ketika studi SKT dimulai, maka kajian berkualitas tinggi mengenai nilai-nilai lain tersebut telah dilakukan. Meskipun demikian, para penulis telah berusaha sebaik mungkin untuk menyoroti tahapan-tahapan tersebut di dalam metodologi SKT dimana kajian-kajian lain diperlukan secara khusus. Urutan bab dalam Toolkit SKT ini mengikuti urutan kajian SKT. Toolkit ini membawa penggunanya melalui tahapan pertama yaitu pelibatan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan ke dalam proses dan semua tahapannya, hingga tahap membuat proposal mengenai kawasan hutan SKT yang perlu untuk dikonservasi dan kawasan yang sesuai untuk dilakukannya pembangunan. Setiap tahapan dalam Pendekatan SKT dan bab pada Toolkit yang berkaitan diuraikan di sebelah kanan. Bab kesimpulan-kesimpulan pendek menyoroti bagian-bagian untuk pengkajian lebih lanjut. Pendekatan SKT ini dimaksudkan untuk diintegrasikan dengan perencanaan pemanfaatan lahan secara keseluruhan yang juga melindungi kawasan NKT, lahan gambut dan lahan-lahan lain yang penting untuk masyarakat Memasukkan Pendekatan SKT ke dalam konteks sosialnya BAB 2: MENGHORMATI HAK MASYARAKAT ATAS TANAH MEREKA DAN ATAS PERSETUJUAN ATAS DASAR INFORMASI DI AWAL TANPA PAKSAAN DALAM PENDEKATAN STOK KARBON TINGGI Agar proses SKT dapat berjalan dengan baik dan hutan dapat dikonservasi, maka masyarakat lokal harus diintegrasikan ke dalam proses ini mulai dari awal. Bab ini memberikan gambaran umum mengenai bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam perencanaan pemanfaatan lahan dan mengintegrasikan proses SKT dengan FPIC, yaitu hak masyarakat lokal untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya terhadap proyek apapun yang memberikan dampak terhadap lahan, mata pencaharian dan lingkungan mereka. Suatu studi kasus pendek mengenai bagaimana suatu perusahaan menangani konflik masyarakat selama studi percontohan SKT berlangsung juga disajikan dalam bab ini. Fase Pertama: Pembuatan peta indikatif hutan SKT pertama BAB 3: KLASIFIKASI VEGETASI AWAL MELALUI ANALISIS CITRA Tahap pertama dari Pendekatan SKT ini adalah untuk mengklasifikasikan vegetasi ke dalam kelas-kelas yang relatif homogen berdasarkan citra satelit. Teknik stratifikasi tak terbimbing (unsupervised) vs. terbimbing (supervised) vs. visual dibahas bersama beserta gambaran umum dari basis data citra dan alat yang tersedia. Dalam bab ini, terdapat juga contoh citra satelit dari studi-studi SKT untuk menunjukkan bagaimana klasifikasi awal dilakukan. BAB 4: INVENTARISASI HUTAN DAN ESTIMASI STOK KARBON Pada tahapan selanjutnya dilakukan pengambilan contoh di lapangan atas kelas vegetasi yang diajukan dalam tahapan pertama. Bab ini menjelaskan bagaimana memilh plot sampel, mengukur vegetasi, memperkirakan biomassa di atas tanah dan menyempurnakan klasifikasi. Pada akhir Fase Pertama, peta indikatif kawasan hutan SKT akan dibuat dengan dilengkapi patch hutan SKT dari berbagai ukuran dan konektivitas yang teridentifikasi. Fase Kedua: Analisis patch SKT dan pembuatan peta indikatif konservasi/pengembangan BAB 5: KONSERVASI PATCH HUTAN SKT: LATAR BELAKANG DAN PRINSIP Peta yang dibuat di Fase Pertama kemungkinan besar akan berisi beberapa kawasan hutan besar serta beberapa patch hutan kecil yang terisolasi. Bab ini akan memberikan ulasan mengenai penelitian dan literatur ilmiah mengenai konservasi yang berkaitan dengan analisis patch hutan dalam suatu lanskap, dan menjelaskan bagaimana parameter yang berbeda, termasuk di dalamnya bentuk, ukuran, konfigurasi, dan konektivitas mendukung keputusan mengenai konservasi patch di dalam Decision Tree SKT. BAB 6: DECISION TREE ANALISIS PETAK HUTAN SKT Patch hutan SKT dianalisis menggunakan parameter yang berbeda, yaitu dengan menggunakan perpaduan alat GIS, analisis manual dan pemeriksaan lapangan. Bab ini menjelaskan mengenai Pohon Keputusan SKT yang merupakan alat sederhana untuk menangani serangkaian keputusan kompleks yang harus dibuat mengenai setiap patch SKT. Panduan yang diberikan adalah mengenai bagaimana patch diklasifikasikan pada setiap tahap Decision Tree. Tahap akhir Decision Tree mengintegrasikan hutan SKT dengan kawasan konservasi dan pengelolaan lainnya, termasuk lahan gambut, kawasan NKT dan kawasan yang penting bagi masyarakat, dan diikuti oleh penyusunan proposal kawasan pengembangan dan konservasi. 9

12 BAB 1 STOK KARBON TINGGI DALAM KONTEKS DAN GARIS BESAR PENDEKATAN SKT Tindak lanjut dari Toolkit Pendekatan SKT Toolkit Pendekatan SKT edisi pertama ini bertujuan untuk menyatukan pengetahuan yang didapat melalui gelombang pertama uji coba dan inovasi SKT, termasuk di dalamnya menguji metodologi yang digunakan dalam studi percontohan yang dilaksanakan pada tahun 2011 hingga 2014 di berbagai perkebunan kelapa sawit dan pulp dan kertas di Indonesia, Liberia dan Papua Nugini. Ketika menerbitkan metodologi ini, Komite Pengarah Pendekatan SKT berharap agar toolkit ini digunakan untuk mengimplementasikan kajian SKT pada ekspansi pertanian di semua wilayah tropis, termasuk pada transparansi proses dan hasil pembuatan keputusan. Metodologi SKT ini dapat sedikit berubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan mengenai konservasi yang menjadi dasarnya, dan pastinya berbagai pelajaran akan diambil melalui pengujian lebih lanjut. Maka dari itu metodologi edisi pertama ini dimaksudkan agar digunakan untuk keperluan konsultasi yang lebih luas dan untuk mendapatkan umpan balik lebih banyak. Tetapi, Komite Pengarah Pendekatan SKT tidak memprediksi adanya perubahan besar pada metodologi ini dan penyempurnaan apapun perlu disetujui oleh Komite Pengarah. Perusahaan yang berkomitmen terhadap Pendekatan SKT harus percaya bahwa hasil kajian SKT menggunakan toolkit ini merupakan hasil yang kokoh, relevan dan diterima dengan baik di masa mendatang, bahkan jika seiring dengan berjalannya waktu dilakukan berbagai penyempurnaan minor pada metodologi ini. Walaupun Pendekatan SKT ini sendiri merupakan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif, toolkit ini akan beradaptasi dan berubah berdasarkan saran dan penelitian ilmiah serta inovasi dan pengalaman dari perusahaan, LSM, dan para pakar yang menggunakan toolkit ini Akhir kata, toolkit versi pertama ini membawa para praktisi kepada hasil berupa peta kawasan konservasi/pengembangan yang diusulkan. Dengan demikian, kawasan hutan SKT (terintegrasi dengan kawasan konservasi lainnya) perlu untuk dikonservasi bersama dengan masyarakat lokal dan perlindungan hukumnya terjamin. Berbagai inovasi juga diperlukan untuk mendanai perlindungan hutan SKT serta untuk pengelolaan dan monitoringnya. Pada tahun 2015 Komite Pengarah Pendekatan SKT akan mengumpulkan berbagai pengalaman dan memimpin diskusi mengenai aspek-aspek tersebut dengan tujuan menyusun panduan dan modul tambahan untuk toolkit ini untuk menanggapi aspek-aspek tersebut. Maka dari itu, Toolkit Pendekatan SKT ini seyogyanya dianggap sebagai dokumen hidup yang akan diperbaharui dan diberi penambahan seiring berjalannya waktu dan penyempurnaan metodologi. Walaupun Pendekatan SKT ini sendiri merupakan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif, toolkit ini akan beradaptasi dan berubah berdasarkan saran dan penelitian ilmiah serta inovasi dan pengalaman perusahaan, LSM, dan para pakar yang menggunakan toolkit ini untuk mengimplementasikan komitmen mereka dalam upaya menghapuskan deforesasi. Semua foto: hak cipta TFT 10

Toolkit Pendekatan SKT. Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi

Toolkit Pendekatan SKT. Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi WWW.HIGHCARBONSTOCK.ORG Toolkit Pendekatan SKT Pendekatan Stok Karbon Tinggi: Mempraktikkan Nihil Deforestasi Versi 1.0 : Agustus 2015 Usulan sitiran: Mission statement related quote the importance HCS

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

Studi Hutan SKT. dipresentasikan di. Seminar REDD+ Task Force. Arief Muria Perkasa Program Manager TFT

Studi Hutan SKT. dipresentasikan di. Seminar REDD+ Task Force. Arief Muria Perkasa Program Manager TFT Studi Hutan SKT dipresentasikan di Seminar REDD+ Task Force Seminar sehari dunia bisnis dan REDD+ di Indonesia "Green Practices untuk mengurangi emisi karbon pada industri berbasis lahan" Jakarta, 5 Juni

Lebih terperinci

HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi

HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi HIGH CARBON STOCK (HCS) Sejarah, Kebijakan dan Identifikasi Oleh : The Forest Trust Indonesia Latar Belakang : seruan dari konsumen di seluruh dunia yang memiliki kepedulian terkait dengan Nihil Deforestasi

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA SOLUSI Masa depan perdagangan internasional Indonesia tidak harus bergantung pada deforestasi. Sinar Mas Group adalah pemain terbesar dalam sektor-sektor pulp dan kelapa sawit, dan dapat memotori pembangunan

Lebih terperinci

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan

Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Untuk diterbitkan segera Siaran Pers Golden Agri Resources Memprakarsai Keterlibatan Industri untuk Konservasi Hutan Jakarta, Singapura, 9 Februari 2011 Golden Agri Resources Limited (GAR) dan anakanak

Lebih terperinci

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 21 Maret 2013 Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 5 Februari 2013 mungkin merupakan hari paling penting dalam sejarah APP. Pada tanggal tersebut kami mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutan, dengan

Lebih terperinci

Bekerja sama untuk konservasi hutan

Bekerja sama untuk konservasi hutan Bekerja sama untuk konservasi hutan 1 Presentasi ini dikeluarkan oleh Golden Agri-Resources Ltd ( GAR atau Perusahaan ) guna keperluan pemberian informasi. Presentasi ini memuat pernyataan-pernyataan,

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015 Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik

Lebih terperinci

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru 1 November 2016 Judul Dokumen: Kode Dokumen: Lingkup: Jenis Dokumen: FAQ Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,

Lebih terperinci

GAR dan SMART melaksanakan proyek pilot konservasi hutan stok karbon tinggi

GAR dan SMART melaksanakan proyek pilot konservasi hutan stok karbon tinggi Untuk didistribusikan segera GAR dan SMART melaksanakan proyek pilot konservasi hutan stok karbon tinggi Proyek pilot akan menjadi katalis bagi proses pelibatan para pemangku kepentingan untuk mencari

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN AREAL STOK KARBON TINGGI UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN AREAL STOK KARBON TINGGI UNTUK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT No Dokumen Halaman 1 dari 13 AREAL STOK KARBON TINGGI UNTUK Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh 1 No Dokumen Halaman 2 dari 13 Riwayat Perubahan Dokumen Tanggal Uraian Oleh 2 No Dokumen Halaman 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Nita Murjani n.murjani@cgiar.org Regional Communications for Asia Telp: +62 251 8622 070 ext 500, HP. 0815 5325 1001 Untuk segera dipublikasikan Ilmuwan

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global. BAB V KESIMPULAN Greenpeace sebagai organisasi internasional non pemerintah yang bergerak pada bidang konservasi lingkungan hidup telah berdiri sejak tahun 1971. Organisasi internasional non pemerintah

Lebih terperinci

Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru RSPO secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada: i. Para Anggota dari Kelompok Kerja Pengurangan Emisi RSPO ii. Perusahaan anggota RSPO yang ikut serta

Lebih terperinci

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC)

Kebijakan Asosiasi. Tanggal Berlaku PfA berlaku secara efektif sejak menerima dukungan dari Stakeholder Advisory Committee (SAC) Kebijakan Asosiasi Tujuan Pada bulan Juni 2015, APRIL telah menerapkan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan ("SFMP") 2.0 1 yang menyatakan komitmen Grup APRIL untuk: mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MENCIPTAKAN HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah Ringkasan Eksekutif Bismart Ferry Ibie Nina Yulianti Oktober 2016 Nyahu Rumbang Evaphilo Ibie RINGKASAN EKSEKUTIF Kalimantan Tengah berada di saat

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktik-Praktik REDD+ yang Menginspirasi MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT MELALUI PENGUKURAN KARBON PARTISIPATIF DI INDONESIA Apa» Pengukuran karbon

Lebih terperinci

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut

APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut APP melaporkan perkembangan implementasi pengelolaan lahan gambut Jakarta, 12 November 2015 Asia Pulp & Paper Group (APP) menyambut baik instruksi Presiden Indonesia untuk perbaikan pengelolaan lahan gambut,

Lebih terperinci

Indikator Kinerja untuk Evaluasi APP FCP dan Komitmen Tambahan Version 2.0, 12 Mei 2014

Indikator Kinerja untuk Evaluasi APP FCP dan Komitmen Tambahan Version 2.0, 12 Mei 2014 Indikator Kinerja untuk Evaluasi APP FCP dan Komitmen Tambahan Version 2.0, 12 Mei 2014 Performance Indicators: APP Forest Conservation Policy Evaluation, v2.0 12 Mei 2014 1 Dokumen ini merumuskan Indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

GAR adalah salah satu perusahaan perkebunan minyak

GAR adalah salah satu perusahaan perkebunan minyak GAR adalah salah satu perusahaan perkebunan minyak sawit terkemuka dengan lahan tertanam total seluas 485,606 hektar (termasuk perkebunan plasma) pada 31 Desember 2015, berlokasi di Indonesia. Perusahaan

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

Forest Stewardship Council

Forest Stewardship Council Forest Stewardship Council Roadmap menuju diakhirinya dis-asosiasi dari APP DRAF 6 Disetujui dengan syarat pada tanggal 9 Februari 2017 Di bulan Oktober 2007, Forest Stewardship Council (FSC) melakukan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

Sustainability Policy

Sustainability Policy Sustainability Policy Progress Report 4 Dec 2014-31 Mar 2015 Komitmen Kelestarian Kebijakan Kelestarian Musim Mas Membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. Laporan Triwulan terhadap Perkembangan Kebijakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF PT Inhutani II adalah BUMN Holding Kehutahan di luar Jawa, dengan aktivitas bisnis utama meliputi pengusahaan hutan alam, pengusahaan hutan tanaman,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN SKT MEMPRAKTIKKAN NIHIL DEFORESTASI TOOLKIT PENDEKATAN SKT MODUL 1. Pendekatan SKT: pendahuluan, gambaran umum dan ringkasan

PENDEKATAN SKT MEMPRAKTIKKAN NIHIL DEFORESTASI TOOLKIT PENDEKATAN SKT MODUL 1. Pendekatan SKT: pendahuluan, gambaran umum dan ringkasan Foto: Ardiles Rante TOOLKIT PENDEKATAN SKT MODUL 1 VERSI 2.0 MEI 2017 PENDEKATAN SKT MEMPRAKTIKKAN NIHIL DEFORESTASI Pendekatan SKT: pendahuluan, gambaran umum dan ringkasan PENDEKATAN SKT TOOLKIT V2.0

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah:

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah: Laporan Verifikasi Keluhan melalui Laporan yang dibuat oleh FPP, Scale UP & Walhi Jambi berjudul Pelajaran dari Konflik, Negosiasi dan Kesepakatan antara Masyarakat Senyerang dengan PT Wirakarya Sakti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca

BAB V KESIMPULAN & SARAN. pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca BAB V KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Perlindungan terhadap hutan tentunya menjadi sebuah perioritas di era pemanasan global ini. Cuaca bumi sekarang ini tidak lagi se-stabil dahulu. Cuaca di beberapa

Lebih terperinci

West Kalimantan Community Carbon Pools

West Kalimantan Community Carbon Pools Progress Kegiatan DA REDD+ Mendukung Target Penurunan Emisi GRK Kehutanan West Kalimantan Community Carbon Pools Fauna & Flora International Indonesia Programme Tujuan: Pengembangan proyek REDD+ pada areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

APP SUSTAINABILITY ROADMAP

APP SUSTAINABILITY ROADMAP APP SUSTAINABILITY ROADMAP VISI 2020 LAPORAN KEMAJUAN TRIWULAN KEDUA 5 FEBRUARI 2013 Pokok-pokok penting di dalam roadmap tersebut adalah: 1. LATAR BELAKANG Pada tahun 2015, APP akan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia Diterbitkan oleh: Tropenbos International Indonesia Programme PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN NKT SKT

PEDOMAN PENILAIAN NKT SKT ID Dokumen ALS_02_N BAHASA Tanggal 08/11/2017 INDONESIA PEDOMAN PENILAIAN NKT SKT Untuk dipakai pada saat penilaian NKT-SKT terpadu Pedoman Penilaian NKT-SKT ini disusun oleh Proforest dan Daemeter untuk

Lebih terperinci

Bab 6. Decision Tree Analisis Patch Hutan SKT

Bab 6. Decision Tree Analisis Patch Hutan SKT Bab 6 Decision Tree Analisis Patch Hutan SKT Oleh Grant Rosoman dari Greenpeace dan Rob McWilliam dari TFT Penulis memberikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Geoff Roberts (dulunya) dari TFT serta

Lebih terperinci

Golden Agri-Resources Ltd

Golden Agri-Resources Ltd Golden Agri-Resources Ltd Intisari Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2015 Agus Purnomo Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Bambang Chriswanto Head of National

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO LATAR BELAKANG Sebaran Areal Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2014 Ekstensifikasi

Lebih terperinci

Pengenalan High Conservation Value (HCV)

Pengenalan High Conservation Value (HCV) Pengenalan High Conservation Value (HCV) Regulasi Terkait HCV 1. Undang-undang No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan 2. Undang-undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi SDAH dan Ekosistem 3. Undang-undang

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN

HUTAN HUJAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA PENTING BAGI IKLIM, SATWA LIAR DAN MASYARAKAT HUTAN RISIKO Jutaan hektar ekosistem hutan hujan Indonesia dan lahan gambut yang kaya karbon tetap terancam penghacuran untuk perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp, walaupun moratorium telah di tandatangani

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra - Analisa titik deforestasi Riau, Sumatra- 16 Maret 2011 oleh Eyes on the Forest Diserahkan kepada : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Unit

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Studi Bersama Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi ISPO dan RSPO

RINGKASAN EKSEKUTIF. Studi Bersama Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi ISPO dan RSPO RINGKASAN EKSEKUTIF Studi Bersama Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi ISPO dan RSPO Dipublikasikan bersama oleh: Kementerian Pertanian Republik Indonesia Sekretariat Komisi Indonesian Sustainable

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

Bab 5. Konservasi Patch Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi: Latar belakang dan prinsip

Bab 5. Konservasi Patch Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi: Latar belakang dan prinsip Bab 5 Konservasi Patch Hutan Ber-Stok Karbon Tinggi: Latar belakang dan prinsip Oleh Grant Rosoman, Greenpeace Ucapan terima kasih: Penulis mengucapkan terima kasih kepada Robert Ewers dari Imperial College

Lebih terperinci

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali. Dilakukan dengan cara menebang, membakar, atau mengalihkan fungsi hutan menjadi pertambangan. Degradasi hutan merupakan

Lebih terperinci

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final

Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Update - Laporan Assurance KPMG Rencana Aksi Final Rencana Aksi Kepatuhan Jumlah Rencana Aksi 3 Ketidaksesuaian 7 Peluang untuk Perbaikan 7 Peluang untuk Perbaikan 14 Peluang untuk Perbaikan Status Selesai

Lebih terperinci

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah Februari 2017 Tentang CPI Climate Policy Initiative (CPI) merupakan lembaga independen dan nirlaba yang mendukung

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

(APP) (5 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL DIKELUARKAN:

(APP) (5 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL DIKELUARKAN: Evaluasi Independen terhadap Perkembangan Pemenuhan Komitmen Asia Pulp and Paper (APP) sesuai Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) Perusahaan (5 Februari 2013) RENCANA EVALUASI TANGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

VERIFIKASI INDEPENDEN TUNJUKKAN KLAIM GREENPEACE DIBESAR-BESARKAN ATAU KELIRU

VERIFIKASI INDEPENDEN TUNJUKKAN KLAIM GREENPEACE DIBESAR-BESARKAN ATAU KELIRU VERIFIKASI INDEPENDEN TUNJUKKAN KLAIM GREENPEACE DIBESAR-BESARKAN ATAU KELIRU HASIL LAPORAN DENGAN JELAS MENUNJUKKAN BAHWA: SMART tidak bertanggung jawab atas deforestasi dan kerusakan habitat orang-utan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN

SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN SKEMA LISENSI PENILAI NKT: KEMAJUAN SELAMA DUA TAHUN Skema Lisensi Penilai: HASIL-HASIL SELAMA DUA TAHUN Oktober 01 - Desember 01 Pengantar Skema Lisensi Penilai (ALS) NKT diluncurkan pada tanggal 31 Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

Restorasi Ekosistem. Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan

Restorasi Ekosistem. Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan Restorasi Ekosistem Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan "Hutan telah rusak. Pendapatan dari karbon adalah 'tongkat penopang' yang diperlukan untuk dapat berjalan lagi setelah masa istirahat

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

Inisiatif Accountability Framework

Inisiatif Accountability Framework Inisiatif Accountability Framework Menyampaikan komitmen rantai pasokan yang etis Pengantar untuk periode konsultasi publik 10 Oktober 11 Desember, 2017 Selamat Datang! Terimakasih untuk perhatian anda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NOL DEFORESTASI, NOL GAMBUT, NOL EKSPLOITASI

KEBIJAKAN NOL DEFORESTASI, NOL GAMBUT, NOL EKSPLOITASI KEBIJAKAN NOL DEFORESTASI, NOL GAMBUT, NOL EKSPLOITASI 5 DESEMBER 2013 Tujuan: Wilmar Internasional mengakui bahwa sementara pembangunan perkebunan telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

Lebih terperinci

Corporate Presentation Tentang Musim Mas

Corporate Presentation Tentang Musim Mas Corporate Presentation Tentang Musim Mas 1 Sejarah 1932 Pabrik Sabun Sederhana 1970 Mendirikan Pabrik Refinery Pertama di Indonesia 1988 Membeli Perkebunan di Rantau Prapat, Sumatera Utara 2003 Mendirikan

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian NKT

Pedoman Penilaian NKT Dokumen ID INDONESIA Pedoman Penilaian NKT www.hcvnetwork.org Dokumen ID Pedoman Penilaian NKT ini disusun oleh Proforest untuk Skema Lisensi Penilai HCV Resource Network. Untuk pertanyaan dan masukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

Pendahuluan Daniel Murdiyarso Pendahuluan Daniel Murdiyarso 1 Daftar isi dari presentasi ini: - Apakah toolbox itu? - Apakah IPN? - Apakah SWAMP? - Kenapa lahan gabut tropis penting? - Cakupan Toolbox IPN - Para penulis Toolbox IPN

Lebih terperinci

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy)

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) 1 1.Kebijakan Lingkungan 1.1 Dilarang Deforestasi Tidak akan ada pengembangan baru di kawasan stok

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT PRESIDEN, Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci