LABORATORIUM DASAR TRANSMISI FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LABORATORIUM DASAR TRANSMISI FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS TELKOM"

Transkripsi

1 LABORATORIUM DASAR TRANSMISI BANDUNG 2015

2 Mata Kuliah : Elektromagnetika II Kode Mata Kuliah : TTG3C3 Program Studi : S1 TT SKS : 3 Semester : 5 SAP ELEKTROMAGNETIKA II Minggu 1 Pertemuan 1 2 Topik Persamaan Maxwell untuk Medan Dinamis Materi Sub Topik 1. Konsep dan Arti Fisis tentang Empat Persamaan Maxwell 2. Konsep Nilai Besaran Terlambat (Retarded Value) Kompetensi 1. Mahasiswa menguasai konsep dan arti fisis tentang Empat Persamaan Maxwell serta konsep Retarded Value 2. Mahasiswa mendapatkan gambaran tentang penerapan konsep tentang Empat Persamaan Maxwell serta konsep Retarded Value, khususnya dalam bidang Telekomunikasi Referensi [HYATT 01] CH. 10 [ISKANDER 92] CH s.d Propagasi Gelombang Datar 3. Penurunan Persamaan Helmholtz dari Persamaan Maxwell 1. Mahasiswa menguasai penurunan Pers. Helmholtz dari Persamaan Maxwell [HYATT 01] CH

3 4. Perambatan Gelombang pada Berbagai Medium (Dielektrik Merugi) 2. Mahasiswa dapat melakukan analisis pada peristiwa perambatan pada Berbagai Medium (Dielektrik Merugi, Dielektrik Sempurna, Vakum, Konduktor : Efek Kulit) dengan Parameter Primer dan Parameter Sekundernya [ISKANDER 92] CH s.d Dielektrik Sempurna, Vakum, Konduktor : Efek Kulit, dengan Parameter Primer dan Parameter Sekundernya 6. Vektor Poynting dan Analisis Daya 7. Polarisasi Gelombang 8. Pantulan gelombang sudut datang nol 9. Konservasi Daya dalam Pantulan 3. Mahasiswa menguasai analisis Vektor Poynting dan Analisis Daya pada perambatan gelombang, serta Polarisasi Gelombang 1. Mahasiswa menguasai analisis peristiwa pantulan gelombang sudut datang nol 2. Mahasiswa menguasai analisis Konservasi Daya dalam Pantulan, Standing Wave Ratio dan Impedansi Input [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH. 5 & CH. 6 3

4 Standing Wave Radio dan Impedansi Input 11. Matching Gelombang 12. Radome (med1 med2 med1 - med1 med2 med3) 1. Mahasiswa menguasai analisis permasalahan Matching Gelombang 2. Mahasiswa dapat melakukan analisis dan desain Radome (med1 med2 med1 -med1 med2 med3) [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH Perambatan GEM pada arah sembarang 14. Pantulan Sudut- Datang Tak-Nol dan Nol : Gelombang Berdiri 1. Mahasiswa menguasai analisis perambatan GEM arah sembarang 2. Mahasiswa menguasai analisis Pantulan Sudut- Datang Tak-Nol dan Nol (Hukum Snell): Gelombang Berdiri [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH Saluran Transmisi 15. Model dan Persamaan Saluran Transmisi 16. Macam-macam Saluran Transmisi dengan Parameter Primer dan Sekundernya, Saluran Distortionless dan Lossless 17. Kasus 1 : Saluran Tak-merugi Beban Sesuai (V, I, P) 1. Mahasiswa dapat menurunkan Persamaan Model Inkremental Saluran Transmisi 2. Mahasiswa menguasai perbedaan bermacam-macam Saluran Transmisi dengan Parameter Primer dan Sekundernya, Saluran Distortionless dan Lossless 3. Mahasiswa dapat melakukan analisis (V, I, P) berbagai [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH. 7 4

5 Kasus 2 : Saluran Tak-merugi Beban Tak-Sesuai (V, I, P) 19. Impedansi Input dan VSWR 20. Kasus 3 : Saluran-saluran Istimewa (λ/2, λ/4, ZL=0, ZL= ) 21. Kasus 4 : Persoalan Saluran Merugi 22. Penyesuaian Impedansi dengan Transformator 1/4 panjang gelombang kasus Saluran Transmisi: Saluran Tak-merugi Beban Sesuai, Saluran Takmerugi Beban Tak- Sesuai, Impedansi input dan VSWR, Saluran Istimewa (λ/2, λ/4, ZL = 0, ZL = ), dan Saluran Merugi 1. Mahasiswa menguasai analisis dan desain Penyesuaian Impedansi dengan Transformator ¼ l serta stub-tunggal [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH Konsep lebarpita Frekuensi untuk Sistem Saluran Transmisi 24. Penyesuaian Impedansi dengan Stub-Ganda dengan Smith chart 2. Mahasiswa menguasai Konsep lebar-pita frekuensi pada sistem saluran transmisi Smith-Chart : Pembuatan dan Penggunaan 26. Penyesuaian Impedansi dengan Stub-ganda dengan Smith Chart 1. Mahasiswa mendapatkan gambaran tentang pembuatan Smith- Chart 2. Mahasiswa dapat menggunakan Smith Chart untuk penyesuaian impedansi dengan Transformator ½λ, Stub Tunggal, dan Stub Ganda. [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH. 7 5

6 27. Bumbung Gelombang Persegi (BGP) 1. Mahasiswa memahami analisis Medan Elektromagnetik dalam BGP [HYATT 01] CH & Analissis Medan Elektromagnetik dalam (BGP) 2. Mahasiswa menguasai karakteristik Gelombang Mode TMmn beserta Parameter Primer dan Sekundernya pada BGP Bumbung Gelombang 29. Gelombang Mode TMmn, Parameter Primer dan Sekunder 30. Gelombang Mode Temn, Parameter Primer dan Sekunder 1. Mahasiswa menguasai karakteristik Gelombang Mode TEmn beserta Parameter Primer dan Sekundernya pada BGP [HYATT 01] CH & Tinjauan Daya dan Rugi-rugi 2. Mahasiswa menguasai analisis Daya dan Rugi-rugi pada BGP Rongga Resonator 3. Mahasiswa menguasai analisis medan Elektromagnetik pada Rongga Resonator Persegi 6

7 Radiasi Gelombang 33. Bumbung Gelombang Sirkular (BGS) 34. Analisa Medan Elektromagnetik dalam BGS 35. Gelombang Mode TMnl dan Tenl, Parameter Primer dan Sekunder 36. Pengenalan Serat Optik 37. Analisa Medan Radiasi Filamen Pendek, Diagram Arah 38. Aproksimasi untuk Medan Jauh, Daya Pancar, Tahanan Pancar 1. Mahasiswa menguasai karakteristik Gelombang Elektromagnetik Mode TMnl dan TEnl, Parameter Primer dan Sekundernya pada BGS 2. Mahasiswa memahami analisis Gelombang Elektromagnetik pada Serat Optik 1. Mahasiswa memahami konsep analisis Medan Radiasi GEM oleh Filamen Pendek 2. Mahasiswa menguasai karakteristik radiasi gelombang pada aproksimasi Medan Jauh: Diaram Arah, Daya Pancar, Tahanan Pancar [RAMO 65] CH & CH [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH Dipole Pendek 1. Mahasiswa menguasai konsep karakteristik medan jauh dari radiasi gelombang oleh: Dipole Pendek, Dipole ½ l, dan Monopole [HYATT 01] CH [ISKANDER 92] CH Dipole 1/2 lambda 7

8 Monopole 42. Penurunan Teori Rangkaian Elektrik Frekuensi Tinggi Aplikasi Lain Persamaan Maxwell 43. Rongga Resonator Koaksial 1. Mahasiswa memahami penurunan Teori Rangkaian Elektrik Frekuensi Tinggi berdasarkan Hukum Maxwell 2. Mahasiswa menguasai karakteristik medan elelektromagnetik pada Rongga Resonator Koaksial [HYATT 81] CH & CH Referensi : [1] William H. Hayt, Jr.John A Buck, Engineering Electromagnetics 6 th Edition. McGraw-Hill Companies, 2001 [2] Magdy F. Iskander, Electromagnetics Fields and Waves, Prentice Hall International [3] Stuart M, Wentworth, Fundamental of Electromagnetics with Engineering Applications, John Wilet & Sons, inc

9 PERATURAN PRAKTIKUM Kelengkapan Praktikum Dalam pelaksanaan praktikum, praktikan diwajibkan memakai seragam kuliah sesuai dengan peraturan Telkom University (No Jeans) dan berkaos kaki. Praktikan wajib membawa kartu praktikum yang telah ditempel foto, dicap saat pengumpulan TP pertama. Tugas Pendahuluan TP tidak bersifat wajib dan dikerjakan secara perseorangan Seluruh TP dikumpulkan secara bersamaan pada waktu yang telah ditentukan (Senin, ). Pengumpulan TP boleh diwakilkan. Praktikan yang tidak mengumpulkan TP berhak mengikuti kegiatan praktikum dengan nilai TP=0. TP ditulis tangan dan dikerjakan pada buku praktikum yang sudah ditentukan sebelumnya. Buku TP berukuran A5, 25 Lembar, Sampul Koran, Cover HVS berwarna hijau dengan template yang sudah ditentukan. Kartu praktikum ditempel dihalaman depan buku praktikum. Soal TP WAJIB dikerjakan semua jika tidak, maka nilai TP=0 Aturan pengerjaan TP sesuai dengan modul yang dipraktikumkan. Keterlambatan pengumpulan TP maksimal 20 menit. Untuk keterlambatan 10 menit pertama mendapat potongan nilai 20%, untuk keterlambatan 10 menit kedua mendapat potongan nilai 40%. Kehadiran Praktikan datang 10 menit sebelum praktikum dimulai. Keterlambatan lebih dari 20 menit, DILARANG MENGIKUTI PRAKTIKUM dan tidak ada praktikum susulan bagi yang terlambat. Jika praktikan hadir dengan tidak melengkapi kartu berfoto maka praktikan diberi waktu meninggalkan ruangan untuk melengkapinya Praktikan diharuskan mengikuti semua modul praktikum. Apabila tanpa kejelasan dimana praktikan tidak menghadiri salah satu atau lebih kegiatan praktikum, maka praktikan dinyatakan tidak lulus. Tes awal Tes awal dilaksanakan pada saat sebelum praktikum. Tes awal bersifat lisan Tes awal berlangsung selama menit dan bersifat close book. 9

10 Pelaksanaan Praktikum Shift I : Shift II : Shft III : Shift IV: Tukar Jadwal Tukar jadwal dilakukan paling lambat satu hari sebelum pelaksanaan praktikum. Tukar jadwal hanya bisa dilakukan sesama praktikan dengan modul yang sama dalam 1 periode praktikum. Form tukar jadwal harus ditanda tangani oleh Asisten Laboratorium. Penilaian Praktikum Persentase penilaian praktikum : TP : 20% Tes Awal : 15% Praktikum : 30% Jurnal : 35% Syarat Kelulusan Praktikan wajib mengikuti semua modul Nilai rata-rata praktikum 65 Bandung, 31 Agustus 2015 Koordinator Asisten Ketua Divisi Praktikum Muhammad Reza Intan Rizkyani Sarah Mengetahui, Pembina Lab Dasar Transmisi Saleh Dwi Mardiyanto, S.T., M.T. NIP

11 TIM PRAKTIKUM LABORATORIUM DASAR TRANSMISI Pembina Koordinator Asisten Kepala Sekolah Divisi Administrasi Divisi Praktikum Divisi Alat Asisten Praktikum Asisten Riset : Saleh Dwi Mardiyanto, S.T., M.T. : Muhammad Reza : Muhammad Faikar Widjanarko : Benedicta Donna Privera Loudoe Tara Damayanti : Intan Rizkyani Sarah Arfan Husni Rahmanto Viona Apryaleva : Muhammad Faikar Widjanarko Muhammad Reza Rafly Sidiq Affyanto : Arfan Husni Rahmanto Benedicta Donna Privera Loudoe Intan Rizkyani Sarah Muhammad Faikar Widjanarko Muhammad Reza Rafly Sidiq Affyanto Tara Damayanti Viona Apryaleva : Intan Rizkyani Sarah Muhammad Faikar Widjanarko Muhammad Reza 11

12 MODUL I POLARISASI MEDAN RADIASI, TRANSMISI DAN REFLEKSI GELOMBANG I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memahami prinsip kerja probe medan-e. 2. Mengamati dan mampu menganalisa polarisasi medan yang teradiasi. 3. Mengetahui dan memahami prinsip polarisasi gelombang. 4. Mengamati jarak terjadinya kejadian interferensi gelombang (transmisi dan refleksi). 5. Mengetahui hubungan SWR dengan faktor refleksi dan transmisi T II. TEORI DASAR Gelombang elektromagnetik terdiri dari komponen gelombang elektrik dan gelombang magnetik yang saling tegak lurus dalam arah perambatan gelombangnya. E x Arah propagasi GEM H y Gambar 1.1. Gelombang ELektromagnetik Sebagai penangkap gelombang elektromagnetik, digunakan Probe medan-e yang pada dasarnya merupakan sebuah antena horn dan sebuah detektor dioda. Antena horn berfungsi sebagai penyedia tegangan RF (URF) yang besarnya sebanding dengan kuat medan elektrik yang akan dicari. Yang ditangkap oleh probe medan-e adalah gelombang medan elektrik (E) sehingga didapat informasi berupa 12

13 daya terima probe medan-e dan juga dapat diamati SWR-nya (penjelasan SWR di halaman berikutnya). Untuk menghilangkan pengaruh frekuensi yang sangat besar akibat adanya pengaruh kapasitansi dari antena horn serta rangkaian lainnya, maka antena horn harus di damp dengan bahan resistif yang sesuai. Kuat medan elektrik dari sebuah medan elektromagnetik (medan gelombang mikro) dapat ditentukan dengan cara meletakkan probe medan-e pada posisi yang berbeda terhadap antena horn. Gambar 1.2 Prinsip probe medan E Besarnya level tegangan UREC sebanding dengan amplitudo kuat medan elektrik E di mana probe medan-e ditempatkan. Jika kuat medan tersebut cukup kecil maka UREC akan sebanding dengan kuadrat dari amplitudo kuat medan elektriknya. Urec = daya yang terekam di antenna ˆ 2 E REC K.E dengan: R dan K = Konstanta (m 2 /V) ^ E q 13

14 Medan gelombang uniform yang berjalan dari arah z mempunyai persamaan (lihat Gambar. 1 ) : Keterangan : E xo : Amplitido medan (Volt) α β a x a y E H : Konstanta redaman (Neper/meter) : Konstanta Fasa (radian/meter) : Impedansi intrinsik : bergetar ke sumbu x : bergetar ke sumbu y z z, t Exoe cosωt-βz ax E xo z z, t e cosωt-βz ay z : merambat ke sumbu z SIFAT PROPAGASI GELOMBANG DI BERBAGAI BAHAN Suatu medium propagasi mempunyai ciri dasar yang membedakan dengan medium lain. Ciri dasar tersebut dapat kita kelompokkan dalam parameter primer, yaitu : a. σ (Konduktivitas), sifat bahan berdasarkan sifatnya sebagai penghantar. b. μ (Permeabilitas), sifat bahan berdasarkan kemagnetannya. c. ε (Permitivitas), sifat bahan berdasarkan kelistrikannya. Dari parameter primer tersebut, juga dapat ditentukan parameter sekundernya, yaitu : a. γ (Konstanta propagasi) b. η (Impedansi Intrinsik) 14

15 Parameter Tabel 1. Parameter di berbagai medium Vaku m Dielektrik sempurna Medium Dielektrik merugi Konduktor yang baik σ μ μ0 μ0.μr μ0.μr μ0.μr Primer ε ε0 ε0.εr ε0.εr ε0.εr μr εr γ jβ j ω c μr εr jω με 1 j tan θ 1 δ + j 1 δ Sekunde r η 120π 120π μr εr μ ε 1 1 j tan θ 2 σδ ejπ 4 α 0 0 Re(γ) β tan θ Contoh udara Mika, nilon, kertas, karet Air laut Emas, perak, tembaga, aluminium Catatan : μ0 = 4π x 10-7 Henry/meter ε0 = 8,85 x Farad/meter POLARISASI MEDAN RADIASI Medan gelombang mikro merupakan medan elektromagnetik yang terdiri atas medan elektrik E dan medan magnetik H yang secara umum berubah terhadap posisi dan waktu. 15

16 E E x E y ^ x ( t) E ^ y ( t) E z ^ z ( t) E cos(2ft ) x cos(2ft ) y cos(2ft ) z Polarisasi adalah arah orientasi gelombang elektro-magnetik (horisontal atau vertikal) yang relatif terhadap bidang referensi. Macam-macam polarisasi: 1. Polarisasi Linier Polarisasi dimana terdapat perbedaan fasa antara dua gelombang dengan amplitude bisa sama atau berbeda. Syarat : 1. Ex E y atau Ex E y 2. (φy φx) =0, ± π x n n0, 1, 2,... dst E1 E2 y Contoh gelombang polarisasi vertical : Pemancar FM Contoh gelombang polarisasi horizontal : Pemancar TV 16

17 2. Polarisasi sirkular Polarisasi dimana terdapat perbedaan fasa antara dua gelombang dengan amplitude yang sama. Ex Syarat : 1. 1 Ey 2. (φy φx) = ± π, ± 3π, 2 2 X X E4 E1 E4 E1 x y x y E3 E2 E3 E2 Sirkular Putar Kanan Sirkular Putar Kiri Contoh Gelombang Polarisasi Sirkular : Pada sistem komunikasi seluler misalnya pada pemancaran gelombang radio. 17

18 3. Polarisasi Eliptik Polarisasi dimana terdapat perbedaan fasa antara kedua gelombang dengan amplitudo yang berbeda. Syarat : 1. Ex Ey sembarang 2. (φy φx) = sembarang X X E1 E1 E4 x E1 Y E4 x Y E2 E3 E2 E3 E2 Eliptic Putar Kanan Eliptic Putar Kiri Pembangkitan Polarisasi sehingga didapat persamaan polarisasi : Ē = Ēx âx + Ēy ây dengan Ēx = Ēxo cos (ωt βz) dan Ēy = Ēyo cos (ωt βz + δ) 18

19 POLARIZATION LOSS FACTOR (PLF) Jika Polarisasi yang diterima oleh probe medan-e tidak sama dengan polarisasi gelombang datang, ketidaksamaan ini disebut ketidaksesuaian polarisasi (polarization mismatch). Perbedaan polarisasi tersebut membentuk beda sudut sebesar φ, sehingga daya terima probe medan-e akan mengalami penurunan yang dinyatakan dengan PLF Untuk polarisasi medan linear vertikal didapat : PLF = cos 2 φ Untuk polarisasi medan linear horizontal didapat : PLF = sin 2φ 2 Jika gelombang datang memiliki polarisasi yang sesuai dengan polarisasi probe medan-e maka PLF akan sama dengan 1 sehingga didapat daya maksimum. Lalu kapan didapat daya minimum? (lakukan percobaan). SWR Gelombang berdiri dihasilkan oleh superposisi antara gelombang datang (arah +z) dan gelombang pantul (arah z). Pada saat gelombang elektromagnetik mengenai probe medan-e sebagian gelombang dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan. SWR (Standing Wave Ratio) yaitu derajat terbaginya gelombang menjadi gelombang berjalan dan gelombang berdiri dinyatakan dengan perbandingan harga maksimum terhadap harga minimum gelombang yang bersangkutan. Dengan mengasumsikan bahwa gelombang dalam arah z (gelombang pantul) akan bertemu dengan gelombang berarah +z (gelombang datang), di mana kedua gelombang mempunyai amplitudo yang sama namun 19

20 20 dalam arah yang berlawanan, maka akan diperoleh persamaan gelombang berdiri sebagai berikut: z ft E c z t f c z t f E z t E x x x 2 sin 2 sin 2 2 cos 2 cos ), ( z ft x E c z t f c z t f x E z t y H 2 sin 2 sin 2 2 cos 2 cos ), ( Vektor Poynting Dan Koefisien Pantul Hubungan antara vektor medan magnet, vektor medan listrik dan vektor poynting ditunjukkan dengan persamaan berikut: = dengan dimana vektor poynting merupakan vektor rapat daya sesaat. Pada gelombang yang mengenai plat dielektrik hanya sebagian yang dipantulkan, perbandingan antara gelombang pantul dan gelombang datang (asli) disebut faktor pantul : = medan pantul. = medan datang. Dan rasio daya pantul dengan daya datang adalah

21 Koefisien pantul selain memiliki magnitude juga berfase = jr yang menggeser gelombang pantul dari gelombang datang semula. Bentuk kompleks dari faktor pantul adalah : Hubungan SWR Dengan Koefisien Pantul minimum : Γ = Γ SWR didefinisikan sebagai perbandingan antara medan maksimum dan medan SWR E max E min 1 1 Hubungan Koefisien Pantul Dengan Koefisien Transmisi Koefisien transmisi adalah perbandingan gelombang yang diteruskan dengan gelombang yang datang. T E E E E 1 E 1 21

22 III. Overview Praktikum Pelaksanaan Praktikum Praktikum modul ini bertujuan untuk menganalisis dan mengamati konsep dari radiasi gelombang berhubungan dengan polarisasi gelombang, transmisi dan refleksi gelombang serta SWR. Kita akan menggunakan sebuah Antena horn berfungsi menyediakan tegangan RF (URF) yang besarnya sebanding dengan kuat medan elektrik yang akan dicari. Kemudian dengan menggunakan probe medan-e dapat diketahui level kuat medan yang ditangkap pada jarak tertentu dari antena. Gerakkan probe medan-e untuk melihat perubahan-perubahan besarnya level kuat medan. Karena probe medan-e merupakan antena horn sehingga polarisasi medan yang kita amati adalah polarisasi linear baik itu vertikal maupun horizontal dengan mengubah posisi antenna Horn. Kita juga dapat mengubah-ubah arah polarisasi dengan menggunakan PWG (Parallel Wire Gratting) sehingga kita dapat mengamati pengaruh perubahan polarisasi terhadap kuat medan yang diterima oleh probe medan-e. Peralatan 1. 1 Gunn osilator 2. 1 Gunn power supply 3. 1 SWR meter 4. 1 probe medan-e 5. 1 Parallel Wire Gratting (PWG) 6. Penggaris 100 cm 7. 3 coaxial cable BNC male 8. 1 Detector Mount 22

23 Gambar 1.3 Susunan alat praktikum A. Prosedur Praktikum Polarisasi Medan Elektromagnetik Gunn Power Supply SWR Meter Gunn Oscillator Isolator Pin Modulator Antena Pengirim Antena Penerima Detector Mount Bagan 1.1 Blok Diagram Praktikum Modul 1 1. Susun percobaan seperti gambar Hubungkan Gunn Oscilator dengan soket Gunn Supply, PIN Modulator dengan soket PIN Supply, dan Detector Mount dengan input di SWR Meter. 3. Atur knob pada Gunn Power Supply dengan ketentuan : Gunn Bias Knob : posisi paling kiri Pin Bias Knob : posisi paling kiri Pin Mod Frequency : posisi di tengah Mode Select : Internal mod. 4. Atur knob pada SWR Meter dengan ketentuan : Range : 40 db/ 50 db Crystal : 200 kω Gain (Coarse-fine) : posisi di tengah 23

24 Mode Switch : Normal SWR/ db Switch : db 5. Nyalakan Gunn Power Supply dan SWR Meter. 6. Atur tegangan pada knob Gunn Bias tidak melebihi 10 Volt. Lalu putar knob Pin Bias ke kanan sampai maksimum. 7. Atur posisi probe medan-e terhadap antena pemancar dengan mengubah posisi probe medan-e pada jarak setiap 10 cm. Amati perubahan pada SWR Meter setiap kali pengukuran / pergeseran jarak. B. Polarisasi Medan Elektromagnetik Dengan PWG Gambar 1.4 Pelaksanaan praktikum dengan antena pemancar diputar Atur jarak antar antena sejauh 10 cm. 2. Diantara antena letakkan PWG. 3. Atur sudut PWG sesuai dengan jurnal praktikum. Amati perubahan pada SWR Meter setiap perubahan sudut. 4. Ubah konfigurasi diatas dengan mengubah posisi antena pemancar sebesar 90 seperti pada gambar Atur sudut PWG sesuai dengan jurnal praktikum. Amati perubahan pada SWR Meter setiap perubahan sudut. 24

25 MODUL II KARAKTERISTIK SALURAN TRANSMISI DAN PENGENALAN TRLINE I. Tujuan Praktikum 1. Dapat mengetahui konsep gelombang berdiri pada saluran transmisi (slotted line). 2. Dapat mengetahui dan menggambarkan pola gelombang berdiri dengan berbagai kondisi beban. 3. Dapat melakukan perhitungan dan memahami hubungan antara gelombang berdiri, koefisien pantul dan VSWR. 4. Mengetahui nilai impedansi input saluran dan impedansi beban (antena) menggunakan slotted line. II. Teori Dasar Saluran Transmisi atau yang biasa disebut saltran, didefinisikan sebagai suatu struktur fisik yang digunakan untuk menyalurkan daya maupun energi elektromagnetik dari satu titik ke titik lain, atau menghubungkan sumber dengan beban. Saluran transmisi dapat berupa: coaxial cable, twisted pair, fiber optic dan waveguide. Pada saluran transmisi dikenal istilah TEM (Transverse Electromagnetic), yaitu distribusi medan elektromagnetik pada saluran transmisi uniform. Pada gelombang datar, uniform berarti sama disemua titik. Saluran transmisi dikatakan uniform jika distribusi penampang medan listrik dan medan magnet sama di semua titik sepanjang saluran transmisi tersebut. Untuk memperoleh keadaan tersebut, diperlukan karakteristik medium dielektrik yang uniform disepanjang titik pada saltran. Jika sifat saltran uniform, maka untuk setiap sampel differensial dapat dibuat rangkaian kutub empat ekivalen yang memiliki parameter-parameter sebagai berikut: 25

26 Tabel. Parameter Primer dan Sekunder pada Saluran Transmisi Primer Resistansi (R) Konduktansi (G) Kapasitansi (C) Induktansi (L) Sekunder Konstanta Propagasi (γ) Konstanta Redaman (α) Konstanta Fasa (β) Kecepatan Fasa (Vph) Kecepatan Group (Vg) Impedansi Karakteristik (Zo) Jika parameter-parameter primernya diketahui, maka parameter sekunder saluran transmisi dapat dihitung sebagai berikut: R + jωl Z 0 = G + jωc γ = (R + jωl)(g + jωc) Macam-macam saluran dan parameternya: 1. Kabel Koaxial 2. Kawat Sejajar 3. Strip Line Impedansi Input Saluran Untuk menentukan impedansi input saluran dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ada : Z in = Z 0 Z l + Z 0 tanh γl Z 0 + Z l tanh γl untuk kondisi saluran lossless α=0, sehingga Z in = Z 0 Z l + jz 0 tan βl Z 0 + jz l tan βl 26

27 Jika perhitungan yang dilakukan menggunakan admitansi maka dapat dilakukan dengan rumus : Y in = Y 0 Y l + Y 0 tanh γl Y 0 + Y l tanh γl untuk kondisi saluran losless α=0, sehingga Y in = Y 0 Y l + jy 0 tan βl Y 0 + jy l tan βl Gambar ekivalen impedansi input dari saluran transmisi : Impedansi input saluran terbuka (open circuit) adalah impedansi yang diukur pada input saluran berhingga ketika ujung saluran dalam kondisi open circuit. Demikian pula impedansi saluran hubung singkat (short circuit), merupakan impedansi saluran berhingga dengan bagian ujung terminasi dihubung singkat. Macam-macam Saluran Lossless Istimewa 1. Saluran λ 4 Z in = Z 2 0 / Z l 2. Saluran λ 2 Z in = Z l 3. Saluran Short Circuit (Z l = 0) Z in = jz 0 tan βl 4. Saluran Open Circuit (Z l = ) Z in = jz 0 cot βl 27

28 Standing Wave Standing wave ratio (SWR) terkadang disingkat dengan nama VSWR (Voltage Standing Wave Ratio). Bila impedansi saluran transmisi tidak sesuai dengan transceiver maka akan timbul daya refleksi (reflected power) pada saluran yang berinterferensi dengan daya maju (forward power). Interferensi ini menghasilkan gelombang berdiri (standing wave) yang besarnya tergantung pada besarnya daya refleksi. Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) didefinisikan sebagai perbandingan (atau ratio) antara tegangan rms maksimum dan minimum yang terjadi pada saluran yang tidak match. Bila saluran transmisi dengan beban tidak sesuai (missmatch), dimana impedansi saluran tidak sama dengan impedansi beban dan gelombang dibangkitkan dari sumber secara kontinyu, maka dalam saluran transmisi selain ada tegangan datang V+ juga terjadi tegangan pantul V-. Akibatnya, dalam saluran akan terjadi interferensi antara V+ dan V- yang membentuk gelombang berdiri (standing wave). Vmax = Vd + + Vd -, untuk V + dan V - sefasa VSWR = V max V min Vmin = Vd + - Vd -, untuk V + dan V - berbeda fasa 180 o Sehingga, VSWR = V d + + V d V d + V d VSWR= 1+ V d V d + 1 V d V d + VSWR = 1+ Γ 1 Γ, dimana: Vd+ = tegangan gelombang datang Vd - = tegangan gelombang pantul Γ = koefisien pantul 28

29 Koefisien Pantul Saluran Γ d = Z in Z 01 Z in +Z 01 Γ = Z 02 Z 01 Z 02 +Z 01 Pola-Pola Gelombang Berdiri pada Saluran Γ = Z l Z 0 Z l +Z 0 2βd ; 1) Z L = Z O (Sepadan) Γ = V V + ; V = V+ + V Γ = 0 = V V + V = 0 V = V + + V, maka V = V + 2) Z L = ~(Open Circuit) d = 0 Γ = Z l Z 0 ; Γ = ~ Z 0 = 1 0 o ; Γ = 1 = V Z l +Z 0 ~+Z 0 V + V = V + V = V + + V = 2V + d = λ 4 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = ~ Z 0 = 1 π ; Γ = 1 = V Z l +Z 0 ~+Z 0 V + V = V + V = V + + V = 0 d = λ 2 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = ~ Z 0 = 1 2π ; Γ = 1 = V Z l +Z 0 ~+Z 0 V + V = V + V = V + + V = 2V + d = 3λ 4 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = ~ Z 0 = 1 3π ; Γ = 1 = V Z l +Z 0 ~+Z 0 V + 29

30 V = V + V = V + + V = 0 2 V + 3λ λ 4 λ ) Z L = 0 (Short Circuit) d = 0 Γ = Z l Z 0 ; Γ = 0 Z 0 = 1 0 o ; Γ = 1 = V Z l +Z Z 0 V + V = V + V = V + + V = 0 d = λ 4 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = 0 Z 0 = 1 π ; Γ = 1 = V Z l +Z Z 0 V + V = V + V = V + + V = 2V + d = λ 2 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = 0 Z 0 = 1 2π ; Γ = 1 = V Z l +Z Z 0 V + V = V + V = V + + V = 0 d = 3λ 4 Γ = Z l Z 0 2βd ; Γ = 0 Z 0 = 1 3π ; Γ = 1 = V Z l +Z Z 0 V + V = V + V = V + + V = 2V + 30

31 2V + 3λ λ 4 λ Transmission Line (TRLINE) TRLINE adalah sebuah program yang digunakan untuk menguji masalah-masalah yang terdapat pada saluran transmisi dan membuktikan konsep dasar mengenai saluran transmisi. Selain itu, program ini menyajikan evaluasi perhitungan secara cepat terhadap beberapa parameter pada saluran transmisi yang dapat diamati. Aplikasi Modul 2 Beberapa saluran transmisi yang banyak digunakan, antara lain: 1. Kabel Koaksial Suatu jenis kabel yang pusatnya berupa inti kawat padat yang dilingkupi oleh sekat yang kemudian dililiti lagi oleh kawat berselaput konduktor. 2. Serat Optik Saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. 3. Twisted Pair Adalah sebuah bentuk kabel di mana dua konduktor digabungkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meniadakan interferensi elektromagnetik dari luar. 31

32 III. Overview Praktikum Pelaksanaan praktikum Melakukan pengukuran tegangan pada slotted line, yang diambil sebagai parameter adalah tegangan maksimum dan tegangan minimumnya, digunakan untuk menentukan parameter-parameter lainnya. Selain itu akan dilakukan penghitungan impedansi input di saluran dengan kondisi beban open circuit dan short circuit dan beban antena Peralatan 1. 1 Power Supply 6. Dummy Load 50Ω 2. 1 Generator Sinyal 7. Multimeter 3. 1 Slotted line 8. Program TRLINE 4. 2 Kabel coax 5. 1 Konektor BNC modifikasi untuk beban short (beban short) Blok diagram praktikum : 32

33 Power supply, mencatu tegangan dari sumber catuan PLN 220 Volt. Generator sinyal memiliki komponen utama yang disebut oscillator yang berfungsi untuk menghasilkan frekuensi. Frekuensi yang digunakan pada praktikum kali ini berkisar 300 MHz sampai 400 MHz. Slotted line adalah media transmisi yang ditengahnya terdapat sebuah celah yang membujur searah dengan arah rambat dari medan elektromagnetik yang mengalir pada media transmisi tersebut. Pada celah ini dimasukkan probe yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur amplitudo gelombang bocor yang membentuk gelombang berdiri. Probe ini kemudian dihubungkan dengan multimeter dan atau spektrum analyzer. Multimeter, sebagai pengukur tegangan yang ada pada slotted line. Beban difungsikan agar terjadi pantulan pada slotted line yang menyebabkan terbentuknya gelombang berdiri. Beban yang digunakan berupa Short Circuit, Open Circuit, dan Dummy Load (50). Probe yang diletakkan pada slotted line akan membaca level gelombang yang dinyatakan dalam informasi tegangan pada multimeter. Dari parameter tersebut akan menghasilkan tampilan berupa nilai maksimum dan nilai minimum, yang dapat digunakan untuk menentukan VSWR. Pada pelaksanaan praktikum kali ini, alat ukur yang digunakan berupa multimeter karena frekuensi kerja dari alat praktikum yang relatif rendah masih dapat ditoleransi oleh multimeter. Terakhir, program TRLINE digunakan untuk melihat bagaimana pola gelombang berdiri yang terjadi dalam saluran transmisi sesuai dengan data pengukuran pada slotted line. 33

34 PROSEDUR PRAKTIKUM I. Percobaan pengukuran gelombang berdiri pada beban open circuit dan short circuit: 1. Periksa multimeter, kabel catu daya unit coaxial bercelah, kemudian hubungkan ke saluran listrik. 2. Posisikan probe slotted line pada level meteran paling kanan (posisi beban). 3. Input frekuensi carrier sebesar 300 MHz, frekuensi modulasi 100 khz dan tegangan sebesar 2 Volt pada generator sinyal. 4. Nyalakan multimeter dan unit coaxial bercelah. 5. Buat kondisi open circuit, dengan cara membiarkan ujung dari saluran transmisi dibuka dan kondisi short circuit dengan cara memasang konektor beban pada ujung saluran transmisi. 6. Geser perlahan-lahan panel penunjuk mulai dari yang terdekat dari posisi beban menuju kearah generator (dari kanan ke kiri), hitung perubahan impedansi saluran berdasarkan panjang saluran. Masukkan data yang diperoleh pada tabel 1 dan 2. II. Percobaan pengukuran gelombang berdiri pada beban 50 ohm: 1. Ulangi langkah 1 s/d 3 pada percobaan di atas. 2. Pasang dummy load 50 ohm pada ujung slotted line. 3. Geser perlahan-lahan panel penunjuk mulai dari yang terdekat dari posisi beban menuju ke arah generator (dari kanan ke kiri), kemudian amati tampilan multimeter untuk mendapatkan nilai maksimum dan minimum (dibaca pada saat tampilan stabil) beserta posisinya. Masukkan data yang diperoleh pada tabel 3. III. Percobaan pengukuran gelombang berdiri menggunakan TRLINE: 1. Buka program TRLINE 2. Klik pada pilihan Transmission line with generator and load 34

35 3. Klik Line 1 untuk mengubah panjang saluran transmisi (slotted line) 4. Klik Load 1 untuk mengubah jenis beban (open circuit, short circuit maupun dummy load 50 Ω) 5. Klik Plot V[z] or I[z], and find the VSWR 6. Klik lagi Line 1 untuk melihat pola gelombang berdiri pada saluran 7. Hitung VSWR dan gambar pola gelombang berdirinya. 35

36 MODUL III MATCHING IMPEDANCE SALURAN I. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui dan memahami matching impedance beserta karakteristik saluran matching. 2. Memahami tentang Smith Chart dan penggunaannya dalam menyepadankan saluran. 3. Dapat mengetahui bermacam-macam stub dan teknik menyepadankan (matching). 4. Mengaplikasikan matching impedance dengan menggunakan Slide Screw Transformer. II. Teori Dasar SALURAN TRANSMISI Pada saluran transmisi terjadi pantulan gelombang datar yang menyebabkan terjadinya interferensi antara gelombang datang dan gelombang pantul yang menyebabkan terjadinya gelombang berdiri. Pantulan ini terjadi karena impedansi saluran tidak match dengan impedansi beban. Saluran transmisi didefinisikan sebagai alat untuk menyalurkan energi elektromagnet dari suatu titik ke titik lain. Saluran transmisi dapat berupa kabel koaxial, kabel sejajar, bumbung gelombang, optik dan sebagainya. MATCHING IMPEDANCE Penyesuai impedansi (matching impedance) adalah hal yang penting dalam rentang frekuensi gelombang mikro. Suatu saluran transmisi yang diberi beban yang 36

37 sama dengan impedansi karakteristik akan mempunyai standing wave ratio (SWR) sama dengan 1, dan mentransmisikan sejumlah daya tanpa adanya pantulan. Juga efisiensi transmisi menjadi optimum jika tidak ada daya yang dipantulkan. Matching dalam saluran transmisi mempunyai pengertian memberikan beban yang sama dengan impedansi karakteristik saluran, hal ini disebut load matching. Umumnya digunakan di bagian beban,matching ini meminimalkan pantulan tapi tidak memaksimalkan daya yang dikirim, kecuali jika Z0 real. Gambar berikut menunjukan sistem saluran transmisi yang matched Rangkaian penyesuai impedansi umumnya menggunakan komponen reaktif (kapasitor dan induktor) untuk menghindari rugi-rugi. Matching impedance diperlukan karena : 1. Memaksimalkan daya kirim dari sumber ke beban. 2. Meminimalisasi rugi rugi di saluran transmisi. 3. Memaksimalkan S/No (Signal per Noise) pada input penerima. 4. Meminimalisasi distorsi sinyal di saluran transmisi. 5. Mengatur tegangan dan arus. Macam macam matching impedance : 1. Dengan menggunakan trafo λ/4. 4. Dengan antena mikrostrip 2. Menggunakan stub. 3. Menggunakan rongga koaksial. Faktor faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih jenis matching : 1. Kemudahan realisasi 2. Faktor mekanis 37

38 3. Pertimbangan bandwidth Sumber Z 0 Rangkaian matching impedance ZL Z in Pada matching impedance diperlukan: Zo=ZL agar tidak terjadi pantulan ke sumber (transmitter). 1. Matching Impedance dengan Transformator ¼ λ Transformator /4 adalah saluran sepanjang /4 yang berimpedansi karakteristik ZT yang disisipkan pada saluran Z0 dengan jarak d tertentu dari beban ZL untuk ZL Z0. Z0 Z L ZT Zin ¼ λ Jika diasumsikan Z0 dan ZT lossless, sedangkan ZL resistif murni, maka: Zin Z T Z Z L T jz jz T L 2 tan ( ) 4 Z 2 Z tan ( ) 4 2 T L Syarat matching Zin=Z0, sehingga 2 T Z Zo ZT Z0Z L Z L 38

39 Untuk kasus dimana ZL tidak resistif murni, maka trafo ¼ λ dipasang sejarak d dari beban, sedemikian Zind bernilai resistif murni. Z0 ZT Z0 d ¼ λ Zin Zind ZT Z0 Z ind Contoh Soal : Zo = 100 Z0 ZT ZL = 50 Zin ¼ λ Lakukan matching impedance dengan SC (Short Circuit), cari SWR di beban, SWR di trafo, ZT, Z0 Solusi : 1. Z T = Z OZL = ( Z T adalah impedansi trafo) Z Normalisasi ZL terhadap Z T ZL = Didapat r = 0.7 dan x=0 Z L T = = Putar ZL sepanjang lingkaran SWR ke arah sumber sejauh λ/4 Z1 = 1,4. (Z1 ZIN) 4. Denormalisasi Z1 = Z1 x ZT = 1.4 x = Ω 5. Normalisasi ZL terhadap Z0 : 39

40 ZL = 100 Zo = 1 6. SWR di beban = SWR di trafo = Matching Impedance dengan Stub Penyesuaian impedansi bisa dilakukan dengan menyisipkan suatu admitansi imajiner parallel dalam saluran transmisi. Admitansi ini bisa diperoleh dari potongan suatu saluran transmisi. Teknik penyesuai impedansi seperti ini disebut dengan Stub Matching. Ujung dari stub bisa terbuka atau tertutup, tergantung dari admitansi imajiner yang diinginkan. Dua atau tiga stub juga bisa disisipkan pada lokasi tertentu untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Stub adalah potongan saltran yang digunakan untuk memberikan kompensasi reaktansi pada saluran transmisi utama. Stub ini dipasang berjarak d tertentu dari titik beban saluran utama, untuk keperluan matching. Stub bisa 40

41 berupa saluran transmisi terbuka maupun tertutup. Namun demikian, umumnya dipakai stub tertutup untuk menghindari kebocoran radiasi medan. Z0 ZLs=0 Z0 ZLs=~ ls ls Zins Zins Stub short circuit: Stub open circuit : Z Z ins ins Z jz jz tan l s 0 Z tan l 0 s Z Z ins ins Z 0 jz0 tan ls Z j tan l 0 Z0 j tan l s s Z j tan l s 1. Dengan stub tunggal. a. Stub tunggal paralel (Single Stub Parallel). Penyepadan dengan menggunakan stub paralel dilakukan dengan menghubungkan secara paralel saluran stub yang mempunyai impedansi input 41

42 (Zs) dengan saluran utama. Saluran stub mempunyai beban (Zc) berupa kapasitif, induktif, open circuit atau short circuit. YA=YB+YS Misal YB=GB+jBB maka agar saluran sepadan (YA= 1 = GB) maka YS = -jbb Z o Contoh Soal: Stub tunggal paralel. 1. Plot ZL (ZL ternormalisasi) = 2.4+j1.2 Ω 2. Ubah ZL ke YL, karena menggunakan hubungan stub pararel (WTG(Wavelength Towards Generator) = 0.47λ) 3. Putar YL pada lingkaran SWR tetap ke arah sumber sehingga memotong lingkaran r = 1, didapat Yb = 1+j1.2 (WTG = 0.169λ) dan Yb = 1- j1.2 Ω 4. Bila pemasangan stub dilakukan yang terdekat dengan beban maka diambil Yb, didapat d = ( )λ = 0.172λ 5. Agar sepadan Ya = 1 (YA = 1/50 mho) maka Yb = -j1.2 Ω 6. Plot Ys pada Smith Chart (WTG = 0.36λ) dan plot beban stub (Ysc) (WTG = 0.25λ) 7. Didapat panjang stub Ls = ( )λ = 0.11λ Lakukan cara yang sama bila diambil Yb =1 42

43 b. Stub tunggal seri (Single Stub Serial). Jika suatu impedansi di plot dalam Smith Chart, kemudian digerakkan dalam lingkaran koefisien pantul konstan ( radius konstan) ke arah sumber, maka pada suatu lokasi akan memotong lingkaran r = 1. Transformasi ini menyatakan pergerakan disepanjang saluran transmisi dari beban menuju sumber. Satu putaran penuh dalam Smith Chart menyatakan pergerakan sejauh ½ λ. Pada perpotongan tersebut, impedansi ternormalisasi r + jx berubah menjadi 1 + jx. Setidaknya, dalam putaran tersebut, bagian real dari impedansi sama dengan impedansi karakteristik Z0 (perhatikan perbedaan jx dengan jx ). Jika di titik ini saluran dipotong dan disisipkan suatu reaktansi murni jx, maka impedansi total dilihat pada perpotongan ini (dari arah sumber) adalah penjumlahan 1 + jx jx = 1. Dengan demikian saluran transmisi menjadi matched (sesuai). Contoh Soal 1: Suatu antena dipole bekerja pada frekuensi 120 MHz mempunyai impedansi 44,8 j 107 Ω. Buatkan rangkaian penyesuai impedansi dengan stub seri pada saluran transmisi 75 Ω. Solusi : 1. Normalisasi beban pada Z0= 75 Ω Z0= 0,597 j 1,43 Ω ( titik A) 2. Putar beban searah generator sampai memotong lingkaran r = 1 (titik B). 3. Tarik garis dari pusat Smith Chart (0,0) ke masing-masing titik A & B. 4. Hitung jarak stub ke beban yang dibutuhkan (dalam panjang gelombang) dari B ke A. Jarak stub dari beban antena adalah 0,346 λ. cari nilai reaktansi (ternormalisasi) pada titik B, jb = j 1,86. 43

44 Panjang stub yang diperlukan harus mampu menghilangkan reaktansi ini. Sisi luar Smith Chart adalah lingkaran dengan r = 0 (rektansi murni). Bagian kiri adalah short dan bagian kanan open circuit. 5. Tentukan titik j1,86 yang diperlukan. Cari panjang stub yang dibutuhkan. Untuk short circuit stub diperlukan panjang 0,328 λ. Untuk open circuit stub diperlukan panjang λ. 44

45 6. Hitung jarak dan panjang stub untuk open circuit : Jika kecepatan gelombang dalam saluran koaksial adalah 2/3 kecepatan cahaya (3x10 8 m/s) atau (20 cm/ns) maka panjang gelombang λ adalah 1,67 m. Contoh Soal 2: 45

46 Misal ZL = j ohm dan Zo = 100 ohm, maka langkah-langkah penyepadan: Solusi: 1. Plot ZL ( ZL ternormalisasi ) = 0,5 + j0,6 Ω (WTG = 0,1 λ ) 2. Putar ZL pada lingkaran SWR tetap kearah sumber sehingga memotong lingkaran r = 1, didapat Zb = 1 + j1,1 Ω ( WTG = 0,165 λ ) dan Zb = 1 - j1,1 Ω 3. Bila pemasangan stub dilakukan yang terdekat dengan beban maka diambil Zb, didapat d = (0,165 0,1) λ = 0,065 λ 4. Agar sepadan Za = 1 (Za = 100 Ω ) maka Zs = -j1,1 Ω 5. Plot Zs pada Smith Chart (WTG = 0,368 λ) dan plot beban stub (Zoc) (WTG = 0,25 λ ) 6. Didapat panjang stub Ls = (0,368 0,25) λ = 0,118 λ Lakukan cara yang sama bila diambil Zb = 1 j1,1 Ω 2. Dengan stub ganda paralel (Double Stub Parallel). radiasi kecil. Pada saluran koaksial lebih baik digunakan short circuit stub agar pengaruh Contoh Soal : 46

47 Misal ZL = 30 + j70 Ω, Zo = 50 Ω, d1 = 0,125 λ dan d2 = 0,125 λ, maka langkah langkah penyepadan : 1. Buat lingkaran Q (lingkaran r = 1 yang diputar sejauh 0,125 λ ke arah beban sebagai tanda bahwa jarak antar stub = 0,125 λ) 2. Plot ZL = 0,6 + j1,4 Ω dan ubah ke YL = 0,25 j0,6 mho 3. Putar YL sejauh 0,125 λ kearah sumber sehingga didapat Ya = 0,2 + j0,22 mho 4. Putar Ya pada lingkaran r tetap (r = 0,2) sehingga memotong lingkaran Q sehingga didapat yb = 0,2 + j0,4 mho dan yb = 0,2 + j1,65 mho Ys1 = yb ya = 0,2 + j0,42 (0,2 + j0,22) = j0,2 mho (Ls1 = 0,031 λ) Ys1 = yb ya = 0,2 + j1,65 (0,2 + j0,22) = j1,43 mho (Ls1 = 0,153 λ) 5. Putar yb dan yb pada lingkaran SWR tetap sejauh 0,125 λ kearah sumber (pasti memotong lingkaran r = 1 ) maka didapat : Yc = 1 + j2 sehingga ys2 = -j2 mho (Ls2 = 0,074 λ) Yc = 1 j4,2 sehingga ys2 = j4,2 mho (Ls2 = 0,463 λ) Sehingga untuk Ls1 = 0,031 λ maka Ls2 = 0,074 λ dan untuk Ls1 = 0,153 λ maka Ls2 0,463 λ (jangan tertukar) Aplikasi 1. Antenna Antena pengirim memiliki beberapa bagian dalam susunannya. Tx (Transmitter), sebagai generator sinyal atau pembangkit frekuensi yang nantinya dikirimkan. Kabel, sebagai saluran transmisi dari generator ke antena pemancar. 47

48 Antena pemancar disini bersifat sebagai beban, dimana ketika hambatan pada beban haruslah sama dengan sumber agar transfer daya menjadi maksimum. Jika koefisien pantul beban terlalu besar, maka akan terjadi pemantulan daya yang besar ke arah generator yang menyebabkan generator mengalami kerusakan. 2. Amplifier Komponen Aktif Eg Zg IMC in Transistor IMC out ZL Sumber sinyal/ tahap sebelumnya Impedance Matching Circuit input/output beban/tahap berikutnya Amplifier adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk menguatkan sinyal masukan. Pada amplifier terdiri dari sumber tegangan, resistansi sumber, beban, transistor sebagai komponen penguat, dan Impedance Matching Circuit (IMC). IMC terdiri dari beberapa komponen pembentuk di dalamnya. IMC dipasang pada kedua sisi, yaitu masukan dan keluaran. Rangkaian tersebut berfungsi untuk pematching-an yang menjadikan transfer daya pada beban menjadi maksimum. Overview Praktikum Rangkaian Matching impedance 48

49 Gunn Power Supply SWR Meter Gunn Oscillator Isolator Pin Modulator Slotted Measurement Line + Coaxial Detector Slotted Measurement Line + Vernier Beban (Short Circuit dan Dummy Load 50 ohm) Peralatan 1. Gunn-oscillator, sebagai penyalur sinyal modulasi dari basic unit. 2. Gunn Power Supply, sebagai inputan sumber arus dan daya. 3. Isolator, sebagai penyalur gelombang yang didalamnya terdapat isolator yang digunakan untuk meredam sinyal pantulan. 4. PIN-modulator, sebagai input daya yang sudah dimodulasi. 5. Slotted measurement line, untuk mengatur jarak. 6. Coax-detector, sebagai masukan probe kabel koaksial. 7. Vernier, untuk mengatur kedalaman Stub. 8. Short-circuit plate, yaitu salah satu komponen berupa kepingan segiempat untuk membuat saluran menjadi short circuit. 9. Slide screw transformer, untuk menggeser posisi coax detector pada Slotted Measurement Line sebelah kiri dan posisi vernier pada Slotted Measurement Line sebelah kanan. 10. Stand bases, sebagai penyangga. Prosedur Praktikum I. Pengaturan dan kalibrasi alat 1.1 Pasang peralatan seperti pada gambar. Letakkan short circuit plate pada ujung measurement line. 1.2 Atur knob pada Gunn Power Supply dengan ketentuan : 49

50 Gunn Bias Knob : posisi paling kiri Pin Bias Knob : posisi paling kiri Pin Mod Frequency : posisi di tengah Mode Select : Internal mod 1.3 Atur knob pada SWR Meter dengan ketentuan : Range : 40 db/ 50 db Crystal : 200 kω Gain (Coarse-fine) : posisi di tengah Mode Switch : Normal SWR/ db Switch : db II. Matching impedance dengan menggunakan slide screw transformer 2.1 Hubungkan Gunn Power Supply pada Gunn Oscillator, Pin Supply dengan Pin Oscillator, dan Input SWR meter dengan Coaxial Detector. 2.2 Kalibrasi slotted measurement line disebelah kanan dengan memasang short circuit plate dan longgarkan vernier (diputar keatas) yang mengartikan bahwa stub tidak terpasang. 2.3 Hidupkan Gunn Power Supply, putar Gunn Bias sampai voltase pada tampilan menunjukkan angka mendekati 10 V, lalu atur Gain Coarse, Gain Fine, dan Range sampai Power di SWR Meter menunjuk ke 0 db. 2.4 Geser slide screw transformer pada slotted measurement line disebelah kiri sampai Power pada SWR Meter mendekati 0 db ( mendekati matching), lalu hitung jarak (d), d dihitung dari penggaris (ruler) paling kiri dari slotted measurement line tadi (dari 0). Lalu untuk mengukur scale value for longitudinal position, caranya yaitu dengan mengurangi panjang keseluruhan ruler pada slotted measurement line yaitu 142 mm dengan jarak (d). 2.5 Ganti beban pada slotted measurement line disebelah kanan dengan 50 Ω, lalu putar vernier kedalam sampai vernier menunjuk angka nol, yang 50

51 mengartikan bahwa kedalaman stub sebesar 9,4 mm, lalu geser slide screw transformer di slotted measurement line kanan dengan posisi awal slide screw transformer di bagian paling kiri slotted measurement line kanan sampai SWR mendekati 1 atau power mendekati 0 db pada SWR Meter, lalu tulis SWR di tabel pada jurnal, lalu hitung juga jarak dari titik nol sampai ketemu SWR mendekati 1 yang kita misalkan dalam variabel y, yang ditulis di tabel (di bagian X1 /mm) ialah jarak dari beban ke vernier, maka cara menghitungnya adalah 142 mm y mm. 2.6 Ulang langkah 2.5, tetapi dengan kedalaman vernier yang berbeda-beda. 51

Persamaan Gelombang Datar

Persamaan Gelombang Datar Persamaan Gelombang Datar Budi Syihabuddin Telkom University Semester Ganjil 2017/2018 August 28, 2017 Budi Syihabuddin (Telkom University) Elektromagnetika Telekomunikasi August 28, 2017 1 / 20 Referensi

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pembagi Daya 2.1.1 Definisi Pembagi Daya Pembagi daya merupakan komponen pasif microwave yang digunakan untuk membagi daya karena baik port input maupun port output nya match.

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal

BAB II SALURAN TRANSMISI. tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Sinyal merambat dengan kecepatan terbatas. Hal ini menimbulkan waktu tunda ketika sinyal bergerak didalam saluran interkoneksi. Jika digunakan sinyal sinusoidal, maka

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Dibuat untuk Memenuhi SAP Mata Kuliah Praktek Saluran pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi Oleh: Martinus Mujur Rose, S.T., M.T. PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Elektromagnetika II. Nama : NIM : Kelas : Tanggal Tugas : / Take Home Kuis II

Elektromagnetika II. Nama : NIM : Kelas : Tanggal Tugas : / Take Home Kuis II Nama : NIM : Kelas : Tanggal Tugas : / Take Home Kuis II Elektromagnetika II Aturan Tugas.. Soal terdiri dari soal besar. Aturan pengerjaan soal ada disetiap soal, tolong dibaca baik-baik.. Pengumpulan

Lebih terperinci

MATA KULIAH KODE RUMPUN MK BOBOT (SKS) SEMESTER DIREVISI. Elektromagnetika DTH1K3 Telekomunikasi T =3 P = Juni 2016

MATA KULIAH KODE RUMPUN MK BOBOT (SKS) SEMESTER DIREVISI. Elektromagnetika DTH1K3 Telekomunikasi T =3 P = Juni 2016 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI FAKULTAS ILMU TERAPAN TELKOM UNIVERSITY MATA KULIAH KODE RUMPUN MK BOBOT (SKS) SEMESTER DIREVISI Elektromagnetika DTH1K3 Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT 2.1 STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan antenna yang tersusun atas 3 elemen : elemen peradiasi ( radiator ), elemen substrat ( substrate

Lebih terperinci

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line

Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line Rangkaian Matching Matching dengan λ/4 Line Matching dengan Stub Saluran Transmisi Teknik Elektro, Univ. Mercu Buana 2004 8.1 Dari Pertemuan terdahulu: Transformasi impedansi dengan pemasangan saluran

Lebih terperinci

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN

ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN ELEKTROMAGNETIKA TERAPAN GELOMBANG DATAR SERBASAMA D W I A N D I N U R M A N T R I S U N A N G S U N A R YA H A S A N A H P U T R I AT I K N O V I A N T I POKOK BAHASAN 1. Definisi Gelombang Datar ( Plane

Lebih terperinci

Teknik Transmisi. Radio

Teknik Transmisi. Radio Teknik Transmisi By : Dwi Andi Nurmantris Radio 8. SMITH CHART (Pengenalan dan Aplikasinya) PENGENALAN SMITH CHART Skala Resistansi (bagian Real) Skala Reaktansi (bagian imajiner) Skala Sudut Koefisien

Lebih terperinci

TEKNIK SALURAN TRANSMISI P ENDAHULUAN O LEH : H ASANAH P UTRI

TEKNIK SALURAN TRANSMISI P ENDAHULUAN O LEH : H ASANAH P UTRI TEKNIK SALURAN TRANSMISI P ENDAHULUAN O LEH : H ASANAH P UTRI DATA DOSEN NAMA : HASANAH PUTRI KONTAK : 0852-73-699-996 EMAIL : hasanahputri@tass.telkomuniversity.ac.id TIM DOSEN PENGAMPU HASANAH PUTRI

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD 2.1. STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan sebuah antena yang tersusun atas 3 elemen yaitu: elemen peradiasi (radiator), elemen substrat (substrate),

Lebih terperinci

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Adib Budi Santoso 1), Prof. Ir. Gamantyo H., M.Eng, Ph.D 2), Eko Setijadi, ST., MT.,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan BAB II DASAR TEORI 2.1 Antena Antena merupakan elemen penting yang terdapat dalam sistem telekomunikasi tanpa kabel (wireless). Pemilihan antena yang tepat, perancangan yang baik dan pemasangan yang benar

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP

BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP BAB II SALURAN TRANSMISI MIKROSTRIP 2.1 Umum Suatu informasi dari suatu sumber informasi dapat diterima oleh penerima informasi dapat terwujud bila ada suatu sistem atau penghubung diantara keduanya. Sistem

Lebih terperinci

Elektronika Telekomunikasi Modul 2

Elektronika Telekomunikasi Modul 2 Elektronika Telekomunikasi Modul 2 RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI (Impedance Matching Circuit) Prodi D3 Teknik Telekomunikasi Yuyun Siti Rohmah, MT Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang

Lebih terperinci

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom

RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI. Oleh: Team Dosen Elkom RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI Oleh: Team Dosen Elkom 1 Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan impendansi yang tampak sama dari impedansi beban maupun impedansi sumber agar terjadi transfer daya maksimum.

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BAB II ANTENA MIKROSTRIP 2.1. STRUKTUR DASAR ANTENA MIKROSTRIP Antena mikrostrip merupakan sebuah antena yang tersusun atas 3 elemen yaitu: elemen peradiasi (radiator), elemen substrat (substrate), dan

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli.

Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam di N107, berupa copy file, bukan file asli. Nama: NIM : Kuis I Elektromagnetika II TT38G1 Dikumpulkan pada Hari Sabtu, tanggal 27 Februari 2016 Jam 14.30 15.00 di N107, berupa copy file, bukan file asli. Kasus #1. Medium A (4 0, 0, x < 0) berbatasan

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE

PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE PENGARUH BAHAN DIELEKTRIK DALAM UNJUK KERJA WAVEGUIDE Lince Markis Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis Padang E-mail: lincemarkis@yahoo.com ABSTRAK Makalah ini menyajikan

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI IMPEDANCE MATCHING CIRCUIT OLEH : HASANAH PUTRI ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI - RANGKAIAN PENYESUAI IMPEDANSI 1 Fungsi : Digunakan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Minggu Pokok 1 Analisis Vektor dan Sistem Koordinat a. Konsep vektor : - definisi dan arti, notasi/simbol

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

PENYESUAIAN IMPEDANSI ANTENA OPEN DIPOLE RF 217 MHz MENGGUNAKAN METODE SINGLE STUB

PENYESUAIAN IMPEDANSI ANTENA OPEN DIPOLE RF 217 MHz MENGGUNAKAN METODE SINGLE STUB PENYESUAIAN IMPEDANSI ANTENA OPEN DIPOLE RF 217 MHz MENGGUNAKAN METODE SINGLE STUB Bledug Kusuma Prasaja & M., Abdulah K. Sirat Teknik Elektro FT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram blog dasar dari RF energy harvesting.

Gambar 2.1. Diagram blog dasar dari RF energy harvesting. BAB II DASAR TEORI 2.1 RF Energi Harvesting Pengertian dari energy harvesting merupakan suatu proses dimana energi dari berbagai macam sumber yang ada ditangkap dan dipanen. Sistem energy harvesting ini

Lebih terperinci

Week 8: Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line. Matching dengan Stub. Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8.

Week 8: Rangkaian Matching. Matching dengan λ/4 Line. Matching dengan Stub. Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8. Week 8: Rangkaian Matching Matching dengan λ/4 Line Matching dengan Stub Mudrik Alaydrus, Univ. Mercu Buana, 2008 Presentasi 8 8.1 Dari Pertemuan terdahulu: Transformasi impedansi dengan pemasangan saluran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan antenna saat ini semakin berkembang terutama untuk system komunikasi. Antenna adalah salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis. Perancangan

Lebih terperinci

SALURAN TRANSMISI TELEKOMUNIKASI

SALURAN TRANSMISI TELEKOMUNIKASI Daftar Isi Daftar Isi iii SALURAN TRANSMISI TELEKOMUNIKASI Oleh : Mudrik Alaydrus Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Hak Cipta 2009 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

SALURAN TRANSMISI 1.1 Umum 1.2 Jenis Media Saluran Transmisi

SALURAN TRANSMISI 1.1 Umum 1.2 Jenis Media Saluran Transmisi SALURAN TRANSMISI 1.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak antara

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik BAB II ANTENA MIKROSTRIP 2.1 Pengertian Antena Antena merupakan salah satu dari beberapa komponen yang paling kritis dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik akan

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN 4.1. HASIL PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Pada proses simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 24, yang dibahas pada bab tiga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bandpass Filter Filter merupakan blok yang sangat penting di dalam sistem komunikasi radio, karena filter menyaring dan melewatkan sinyal yang diinginkan dan meredam sinyal yang

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI MICROSTRIP PADA ALAT UKUR KOEFISIEN PANTUL

APLIKASI TEKNOLOGI MICROSTRIP PADA ALAT UKUR KOEFISIEN PANTUL ORBITH VOL. 11 NO. JULI 015 : 86 91 APLIKASI TEKNOLOGI MICROSTRIP PADA ALAT UKUR KOEFISIEN PANTUL Oleh: Budi Basuki Subagio Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI

BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI 5 BAB II TEORI DASAR SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian imformasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampai diantara keduanya

Lebih terperinci

PENGUKURAN EFEK TRANSFORMER PADA WAVEGUIDE

PENGUKURAN EFEK TRANSFORMER PADA WAVEGUIDE PENGUKURAN EFEK TRANSFORMER PADA WAVEGUIDE Oleh: Lince Markis Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis Padang E-mail:lincemarkis@yahoo.com Abstrak Makalah

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN 3.1. UMUM Pada bagian ini akan dirancang antena mikrostrip patch segiempat planar array 4 elemen dengan pencatuan aperture coupled, yang dapat beroperasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis, BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Antena adalah elemen penting yang ada pada sistem telekomunikasi tanpa kabel (nirkabel/wireless), tidak ada sistem telekomunikasi wireless yang tidak memiliki antena. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Secara umum, antena adalah sebuah perangkat yang mentransformasikan sinyal EM dari saluran transmisi kedalam bentuk sinyal radiasi gelombang EM dalam ruang

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY 3.1 UMUM Pada Tesis ini akan merancang dan fabrikasi antena mikrostrip array linier 4 elemen dengan pencatu berbentuk T untuk aplikasi WiMAX yang beroperasi di

Lebih terperinci

Pengaruh Loading Coil Terhadap Redaman Kabel

Pengaruh Loading Coil Terhadap Redaman Kabel Pengaruh Loading Coil Terhadap Redaman Kabel Wahyu Pamungkas 1,, Eka Wahyudi 2, Andy Wijaya 3 Prodi D3 Teknik Telkom, STT Telematika Telkom Purwokerto wahyu@st3telkomacid, 1 ekawahyudi@st3telkomacid, 2

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH SEGI EMPAT MENGGUNAKAN TEKNIK DGS (DEFECTED GROUND STRUCTURE) DAN TANPA DGS BERBENTUK SEGITIGA SAMA SISI Meinarty Sinurat, Ali Hanafiah Rambe

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1 Umum Dalam bab ini membahas tentang pengukuran antena mikrostrip patch rectangular yang dirancang, pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kinerja apakah antena yang

Lebih terperinci

VSWR Meter dengan Teknologi Mikrostrip

VSWR Meter dengan Teknologi Mikrostrip VSWR Meter dengan Teknologi Mikrostrip Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang E-mail : budi.basuki010@gmail.com Abstrak VSWR meter dengan teknologi mikrostrip didesain memanfaatkan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Umum Setelah menjalani proses perancangan, pembuatan, dan pengukuran parameter - parameter antena mikrostrip patch sirkular, maka proses selanjutnya yaitu mengetahui hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Filter Secara umum, filter berfungsi untuk memisahkan atau menggabungkan sinyal informasi yang berbeda frekuensinya. Mengingat bahwa pita spektrum elektromagnetik adalah

Lebih terperinci

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Berdasarkan asal katanya, mikrostrip terdiri atas dua kata, yaitu micro

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. Berdasarkan asal katanya, mikrostrip terdiri atas dua kata, yaitu micro BAB II ANTENA MIKROSTRIP 2.1 Antena Mikrostrip Berdasarkan asal katanya, mikrostrip terdiri atas dua kata, yaitu micro (sangat tipis/kecil) dan strip (bilah/potongan). Antena Mikrostrip dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Televisi pada dasarnya terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu, sisi penghasil sinyal yang disebut sebagai sisi studio, dan sisi penyaluran yang disebut

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya 1 Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya Rudy Yuwono Abstrak -Televisi-televisi swasta di Indonesia bekerja menggunakan frekuensi yang berbeda-beda. Dilakukan analisa menggunakan antena UWB

Lebih terperinci

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT 3.1. Pendahuluan Antena slot mikrostrip menggunakan slot berbentuk persegi panjang ini merupakan modifikasi dari desain-desain

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SALURAN TRANSMISI. Disusun untuk melaporkan hasil praktikum Saluran Transmisi Semester 4. Dosen Pembimbing Hendro Darmono,B.Eng.

LAPORAN PRAKTIKUM SALURAN TRANSMISI. Disusun untuk melaporkan hasil praktikum Saluran Transmisi Semester 4. Dosen Pembimbing Hendro Darmono,B.Eng. LAPORAN PRAKTIKUM SALURAN TRANSMISI Disusun untuk melaporkan hasil praktikum Saluran Transmisi Semester 4 Dosen Pembimbing Hendro Darmono,B.Eng.,MT KELOMPOK 4 JTD 2A Kiki Lailatul Rahmadhani (1341160013)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATCHING IMPEDANSI ANTENA DIPOLE SEDERHANA 152 MHz DENGAN ANTENA DIPOLE GAMMA MATCH 152 MHz

PERBANDINGAN MATCHING IMPEDANSI ANTENA DIPOLE SEDERHANA 152 MHz DENGAN ANTENA DIPOLE GAMMA MATCH 152 MHz JETri, Volume 9, Nomor 1, Agustus 2009, Halaman 1-16, ISSN 1412-0372 PERBANDINGAN MATCHING IMPEDANSI ANTENA DIPOLE SEDERHANA 152 MHz DENGAN ANTENA DIPOLE GAMMA MATCH 152 MHz Henry Candra & Ferdinansyah*

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Umum Antena adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Sistem Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB IV PENGUKURAN ANTENA BAB IV PENGUKURAN ANTENA 4.1 METODOLOGI PENGUKURAN PARAMETER ANTENA Parameter antena yang diukur pada skripsi ini adalah return loss, VSWR, diagram pola radiasi, dan gain. Ke-empat parameter antena yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI BAB TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI.1 Pendahuluan Secara umum, antena adalah sebuah perangkat yang mentransformasikan sinyal EM dari saluran transmisi kedalam bentuk sinyal radiasi gelombang EM dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz.

TUGAS AKHIR TE Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. TUGAS AKHIR TE 091399 Desain Antena Log Periodik Mikrostrip untuk Aplikasi Pengukuran EMC pada Frekuensi 2 GHz 3.5 GHz. Tara Aga Puspita NRP 2207100070 Dosen Pembimbing Eko Setijadi,ST.,MT.,Ph.D Ir.Aries

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Saluran transmisi adalah penghantar, baik berupa konduktor ataupun isolator (dielektrika), yang digunakan untuk menghubungkan suatu pembangkit sinyal, disebut juga sumber,

Lebih terperinci

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI

ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI DTG2D3 ELEKTONIKA TELEKOMUNIKASI MATCHING IMPEDANCE NETWOK By : Dwi Andi Nurmantris PENDAHULUAN MATCHING IMPEDANCE NETWOK Apa Fungsi matching impedance network (IMC)??? Digunakan untuk menghasilkan impendansi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN DIELEKTRIKA EKSPONENSIAL ANTENA DWITUNGGAL UNIDIREKSIONAL 100 MHz KEATAS DENGAN VSWR 1,5 UNTUK MENINGKATKAN KINERJA KOMUNIKASI DATA

PEMBUATAN BAHAN DIELEKTRIKA EKSPONENSIAL ANTENA DWITUNGGAL UNIDIREKSIONAL 100 MHz KEATAS DENGAN VSWR 1,5 UNTUK MENINGKATKAN KINERJA KOMUNIKASI DATA PEMBUATAN BAHAN DIELEKTRIKA EKSPONENSIAL ANTENA DWITUNGGAL UNIDIREKSIONAL 100 MHz KEATAS DENGAN VSWR 1,5 UNTUK MENINGKATKAN KINERJA KOMUNIKASI DATA Laurentius Aditya HW, Soetamso 1), Mamat Rokhmat 2) 1)

Lebih terperinci

FORMULIR RANCANGAN PERKULIAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

FORMULIR RANCANGAN PERKULIAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK Judul Mata Kuliah : Saluran Transmisi Semester : 5 Sks 3 Kode: Dosen/Team Teaching : Dr-Ing. Mudrik Alaydrus Dian Widi Astuti, ST.MT Diskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini merupakan kelanjutan dari mata

Lebih terperinci

Mengetahui peranan antena pada sistem telekomunikasi. Memahami macam dan bentuk antena yang digunakan dalam sistem telekomunikasi.

Mengetahui peranan antena pada sistem telekomunikasi. Memahami macam dan bentuk antena yang digunakan dalam sistem telekomunikasi. Mengetahui peranan antena pada sistem telekomunikasi. Memahami macam dan bentuk antena yang digunakan dalam sistem telekomunikasi. Mengetahui bagian-bagian antena yang digunakan dalam sistem telekomunikasi.

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Antena Antena (antenna atau areal) didefinisikan sebagai suatu struktur yang berfungsi sebagai media transisi antara saluran transmisi atau pemandu gelombang dengan udara, atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Global Positioning System (GPS) merupakan sebuah sistem navigasi satelit yang digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat pada permukaan bumi.

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Perancangan Antena Mikrostrip Planar Monopole dengan Pencatuan Coplanar Waveguide untuk Antena ESM

Perancangan Antena Mikrostrip Planar Monopole dengan Pencatuan Coplanar Waveguide untuk Antena ESM Perancangan Antena Mikrostrip Planar Monopole dengan Pencatuan Coplanar Waveguide untuk Antena ESM Adhie Surya Ruswanditya 1), Heroe Wijanto 2), Yuyu Wahyu 3) 1),2) Fakultas Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

Lower Frequency (MHz) Center Frequency (MHz)

Lower Frequency (MHz) Center Frequency (MHz) BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang bangun antena. Teori-teori yang digunakan dalam membuat skripsi ini adalah WLAN, teori

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA 3.1 PERANCANGAN ANTENA Pada perancangan antena ini sudah sesuai dengan standar industri 82.11 dan variasi revisinya. Termasuk didalamnya standarnya versi 82.11b dan 82.11g.

Lebih terperinci

atau pengaman pada pelanggan.

atau pengaman pada pelanggan. 16 b. Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2.1). Sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antena Mikrostrip Antena mikrostrip terdiri dari tiga bagian, yaitu conducting patch, substrat dielektrik, dan ground plane. Bagian-bagian tersebut dapat dilihat seperti gambar1

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11

PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11 PERANCANGAN DAN ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT KOPLING APERTURE DENGAN FREKUENSI 2,45 GHz MENGGUNAKAN ANSOFT HFSS 11 Windu Bastian, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

Contents. Pendahuluan. Jenis-jenis Antenna feedline. Feedline pada antena tunggal dan array. Matching Impedance. Balun

Contents. Pendahuluan. Jenis-jenis Antenna feedline. Feedline pada antena tunggal dan array. Matching Impedance. Balun LOGO Contents 1 2 3 4 5 Pendahuluan Jenis-jenis Antenna feedline Feedline pada antena tunggal dan array Matching Impedance Balun 6 7 2 Where are We? 1 2 3 4 5 6 7 3 Pendahuluan Antena biasanya tidak dicatu

Lebih terperinci

Antena Mikrostrip Slot Double Bowtie Satu Larik Dengan Pandu Gelombang Coplanar Untuk Komunikasi Wireless Pada Frekuensi 2.4 GHz

Antena Mikrostrip Slot Double Bowtie Satu Larik Dengan Pandu Gelombang Coplanar Untuk Komunikasi Wireless Pada Frekuensi 2.4 GHz Antena Mikrostrip Slot Double Bowtie Satu Larik Dengan Pandu Gelombang Coplanar Untuk Komunikasi Wireless Pada Frekuensi.4 GHz Megastin Massang Lumembang 1), Bualkar Abdullah ) dan Bidayatul Armynah )

Lebih terperinci

Makalah Peserta Pemakalah

Makalah Peserta Pemakalah Makalah Peserta Pemakalah ISBN : 978-979-17763-3-2 PERANCANGAN ANTENNA YAGI FREKUENSI 400-405 MHZDIGUNAKAN PADA TRACKING OBSERVASI METEO VERTIKAL DARI PAYLOAD RADIOSONDE RS II-80 VAISALA Lalu Husnan Wijaya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive). BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengerian Smart Antenna Istilah smart antenna umumnya mengacu kepada antena array yang dikombinasikan dengan pengolahan sinyal yang canggih, yang mana desain fisiknya dapat dimodifikasi

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ) Nevia Sihombing, Ali Hanafiah Rambe Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA

BAB II TEORI DASAR ANTENA BAB II TEORI DASAR ANTENA 2.1 Antena Dipole Antena dipole tunggal adalah suatu antena resonan yang mempunyai panjang total nominal ½ λ pada frekuensi pembawa, biasanya disebut antena dipole setengah gelombang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dalam sistem komunikasi sehari-hari. Pada Bab ini akan dibahas antena

BAB II DASAR TEORI. dalam sistem komunikasi sehari-hari. Pada Bab ini akan dibahas antena BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Pada sistem komunikasi radio diperlukan adanya antena sebagai pelepas energi elektromagnetik ke udara atau ruang bebas, atau sebaliknya sebagai penerima energi itu dari ruang

Lebih terperinci

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI 727.25 MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V. 1.6.2e Andi Azizah andiazizah_az@yahoo.co.id Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI ANTENA MIKROSTRIP OMNI DIRECTIONAL BERSTRUKTUR LARIK GAP FOLDED DIPOLE

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI ANTENA MIKROSTRIP OMNI DIRECTIONAL BERSTRUKTUR LARIK GAP FOLDED DIPOLE FABRIKASI DAN KARAKTERISASI ANTENA MIKROSTRIP OMNI DIRECTIONAL BERSTRUKTUR LARIK GAP FOLDED DIPOLE Yulia Dyah R 1), Yono Hadi P 2) Jurusan Fisika Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Induksi Elektromagnet Nama : Kelas/No : / - - INDUKSI ELEKTROMAGNET - INDUKSI FARADAY DAN ARUS BOLAK-BALIK Induksi

Lebih terperinci

ANTENA MIKROSTRIP PANEL BERISI 5 LARIK DIPOLE DENGAN FEEDLINE KOAKSIAL WAVEGUIDE UNTUK KOMUNIKASI 2,4 GHz

ANTENA MIKROSTRIP PANEL BERISI 5 LARIK DIPOLE DENGAN FEEDLINE KOAKSIAL WAVEGUIDE UNTUK KOMUNIKASI 2,4 GHz TESIS ANTENA MIKROSTRIP PANEL BERISI 5 LARIK DIPOLE DENGAN FEEDLINE KOAKSIAL WAVEGUIDE UNTUK KOMUNIKASI 2,4 GHz ERNA RISFAULA K. 1109201007 Dosen Pembimbing Dr. YONO HADI PRAMONO, M.Eng FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND BAB 4 PENERAPAN PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND 4.1 ANTENA SINGLE ELEMENT MULTIBAND Perancangan antena single element multiband melalui beberapa tahap penelitian. Pertama dilakukan penelitian single element

Lebih terperinci

CARA PEMASANGAN RADIO KOMUNIKASI DAN ANTENA I. Alat yang harus disiapkan 1. Radio Transceiver VHF/HF 2. Power Supply /Accu 12 Volt min 20 Amp 3.

CARA PEMASANGAN RADIO KOMUNIKASI DAN ANTENA I. Alat yang harus disiapkan 1. Radio Transceiver VHF/HF 2. Power Supply /Accu 12 Volt min 20 Amp 3. CARA PEMASANGAN RADIO KOMUNIKASI DAN ANTENA I. Alat yang harus disiapkan 1. Radio Transceiver VHF/HF 2. Power Supply /Accu 12 Volt min 20 Amp 3. Kabel coaxial 50 ohm secukupnya 4. Antena VHF/HF 5. Tiang

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB 3 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN SINGLE BAND

BAB 3 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN SINGLE BAND BAB 3 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN SINGLE BAND Hasil penelitian DGS pada single band array meliputi pembuatan antena konvensional dan pembuatan DGS pada antena konvensional tersebut. Adapun pembuatan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ALFIN HIDAYAT

SKRIPSI. PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ALFIN HIDAYAT SKRIPSI PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. yang dibangkitkan dengan frekuensi yang lain[1]. Filter digunakan untuk

BAB II DASAR TEORI. yang dibangkitkan dengan frekuensi yang lain[1]. Filter digunakan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Filter Filter atau tapis didefinisikan sebagai rangkaian atau jaringan listrik yang dirancang untuk melewatkan atau meloloskan arus bolak-balik yang dibangkitkan pada frekuensi tertentu

Lebih terperinci

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr Gelombang A. PENDAHULUAN Gelombang adalah getaran yang merambat. Gelombang merambat getaran tanpa memindahkan partikel. Partikel hanya bergerak di sekitar titik kesetimbangan. Gelombang berdasarkan medium

Lebih terperinci

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI 425-890 MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons Analysis And Design Antena Theory Third Edition. DAFTAR PUSTAKA 1. Balanis Constatantine, A John Wiley - Sons.2005. Analysis And Design Antena Theory Third Edition. 2. Pozar,DM. Mikrostrip Antenna. Proceeding of the IEEE,Vol 80.No : 1, January 1992 3.

Lebih terperinci

TEKNIK SALURAN TRANSMISI O LEH : H ASANAH P UTRI

TEKNIK SALURAN TRANSMISI O LEH : H ASANAH P UTRI TEKNK SAURAN TRANSMS KO NSEP DASAR SA URAN TR ANSMS O EH : H ASANAH P UTR Aplikasi Saluran Transmisi Dasar Saluran Transmisi Saluran transmisi didefinisikan sebagai media dalam menyalurkan energi elektromagnetik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz Ramli Qadar, Ali Hanafiah Rambe Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci