BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,
|
|
- Vera Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pekerja/Buruh Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia (Yuriandi,2011). Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar : 1. Buruh profesional, biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja. 2. Buruh kasar biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja. Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
2 Upah Pengertian Upah Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Jadi upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Sonny Sumarsono 2003 dalam Prastyo, 2010). Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karenanya ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut (Prastyo, 2010) : 1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
3 Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatanjabatan yang mempunyai penawaran yang melimpah, upahnya cenderung turun. 2. Organisasi Buruh Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya. 3. Kemampuan untuk Membayar Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi, tingginya upah akan mengakibatkan tingginya biaya produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan. 4. Produktivitas Kerja Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan. Semakin tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah yang mereka terima. Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai produktivitas kerja. 5. Biaya Hidup Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan. 6. Pemerintah Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat upah yang harus dibayarkan.
4 Upah Minimum Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana dalam pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi buruh. Diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk pembayaran pesangon. Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil. Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh. Menurut ILO (International Labour Organization) dalam Report of the Meeting of Experts of 1967, Upah minimum didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut Permenaker Nomor Per-01/MEN/1992 tentang upah minimum pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Menurut Soedarjadi (dalam Sofiana, 2010), upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya.
5 Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum (UU RI No.13 Tahun 2003, 2004). Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh. Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup minimum (Suwarto, 2003).
6 Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum semakin penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun 2000 tanggung jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota Tujuan Kebijakan Upah Minimum Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja (Suwarto, 2003). Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap. Menurut Hasanuddin Rachman (dalam Prastyo, 2010) tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b) mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di
7 perusahaan, dan (c) meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b) peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja nasional, (d) peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartit. Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru. Menurut Suwarto (2003) penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan upah, dengan tujuan : 1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat kelayakan. 2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan kondisi pasar untuk akumulasi keuntungannya. 3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah 4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar pekerja.
8 Jenis-Jenis Upah Minimum Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah upah minimum meliputi: a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi. b. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku secara sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSKab) adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah kabupaten/kota. Menurut Rusli (dalam Sofiana, 2010) upah minimum dapat terbagi atas: a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Besar upah yang untuk tiap wilayah propisi dan kabupaten/kota tidaklah sama tergantung dari nilai kebutuhan minimum di daerah yang bersangkutan. Setiap kabupaten/kota tidak boleh menetapkan upah minimum di bawah upah minimum propinsi yang bersangkutan. b. Upah minimum berdasarkan sektor/subsektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sektoral ditetapkan berdasarkan kelompok usaha tertentu misalnya kelompok usaha manufaktur dan non faktur. Upah minimum sekotoral ini tidak boleh lebih rendah dari upah minimum di daerah yang bersangkutan.
9 Upah Minimum Provinsi (UMP) Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah merupakan tingkat upah terendah bagi Kabupaten/Kota yang berada di wilayah provinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan sektor tertentu. Apabila Kabupaten/Kota bermaksud mengatur besarnya upah minimum daerah yang bersangkutan (UMK), maka UMK yang bersangkutan harus lebih tinggi dari UMP. Apabila UMK yang dimaksud sama atau lebih rendah dari UMP, maka tidak perlu pemerintah Kabupaten/Kota mengatur sendiri, tetapi menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh UMP (Suwarto, 2003). Di bawah ini adalah gambar 2.1. mekanisme penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) : Dinas Kab/Kota Penyampaian data kab/kota Survei dasar dan pengumpulan data bahan perumusan upah minimum DEWAN PENGUPAHAN KAB/KOTA DINAS PROVINSI Pengolahan data DEWAN PENGUPAHAN PROVINSI perumusan Penyampaian data provinsi GUBERNUR Penetapan UMP laporan MENAKERTRAN Sumber : Suwarto (2003) Gambar 2.1. Mekanisme Penetapan Upah Minimum
10 Dalam rangka menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka perlu dilihat dasar pertimbangan penetapannya yaitu: a. Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHL merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riel bukan kenaikan nominal. Penetapan KHL diatur dalam Permenakertrans No. 13 tahun b. Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHL, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHL harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK. c. Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga hal ini dapat mendorong peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect) yang berarti memperluas kesempatan kerja. d. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional. Patokan untuk menentukan dalam pengusulan upah minimum regional adalah tingkat upah yang berlaku secara regional bagi propinsi yang bersangkutan maupun dengan daerah yang berdekatan. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku didaerah tersebut. Upah yang ditetapkan harus sepadan dengan upah yang berlaku didaerah yang bersangkutan. Diferensiasi upah antar daerah tidak merangsang terjadinya migrasi perburuhan.
11 e. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya. f. Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besarnya UMR yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan. Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan bersih (take home pay) dan sebagai jaring pengaman (safety net) KHL (SMERU, 2003). Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila dimungkinkan dapat disisihkan untuk menabung. Dengan disahkannya Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut
12 diatas, maka diterbitkanlah Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Isi Pasal Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 : a. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. 2. Dewan Pengupahan Provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan ditingkat provinsi serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. 3. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Bupati/Walikota yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka pengusulan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. b. Pasal 2 KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. c. Pasal 3
13 (1) Nilai masing-masing komponen dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala. (2) Kualitas dan Spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi atau Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. (3) Survei dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. (4) Hasil survei sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai nilai KHL oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. (5) Survei komponen dan jenis KHL dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. d. Pasal 4 (1) Dalam hal di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. (3) Hasil survei yang diperoleh tim survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagai nilai KHL. e. Pasal 5
14 Nilai KHL yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 disampaikan kepada Gubernur secara berkala. f. Pasal 6 (1) Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. (2) Dalam penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut: a. Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei; b. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c. Kertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB; d. kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; e. kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu. (3) Dalam penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi Bupati/Walikota.
15 g. Pasal 7 Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan Gubernur didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu (marginal). h. Pasal 8 Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. i. Pasal 9 (1) Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama. (2) Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diarahkan kepada pencapaian KHL. (3) Pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan secara bertahap dalam penetapan Upah Minimum oleh Gubernur. j. Pasal 10 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. k. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
16 Secara singkat, berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu : 1. Nilai faktor Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen. 2. Nilai faktor Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen. 3. Nilai faktor Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen. 4. Nilai faktor Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. 5. Nilai faktor Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 4 komponen. 6. Nilai faktor Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen. 7. Nilai faktor Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Tjandranigshi dan Herawati (2009), seperti pada tabel di bawah ini menunjukan bahwa komponen dari Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2005 belum mencukupi untuk kebutuhan riil para pekerja di lapangan. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar survei ini menggunakan acuan dasar komponen KHL sebagaimana ditentukan oleh pemerintah melalui Permenakertrans Per-17/MEN/VIII/2005 yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan pengeluaran riil buruh. Penyesuaian dilakukan dengan
17 mempertimbangkan kebutuhan keluarga, ketersediaan jenis barang, dan peningkatan kualitas barang. Penyesuaian ini menghasilkan penambahan 1 komponen, yakni aneka kebutuhan yang tidak ada dalam komponen KHL versi pemeritah, serta penambahan subkomponen. No Tabel 2.1. Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak Versi FGD KHL versi Permenaker Nomor Per-17/Men/VIII/2005 Makanan dan 11 komponen, 16 minuman jenis Sandang 9 komponen, 12 jenis Makanan dan minuman Sandang KHL versi FGD 11 komponen, 27 jenis 20 komponen, 29 jenis 48 komponen, 54 jenis 7 komponen, 10 jenis 21 komponen, 22 jenis 3. Perumahan 22 komponen, 23 jenis Perumahan 4. Pendidikan 1 komponen, 1 Pendidikan jenis 5. Kesehatan 8 komponen, 9 Kesehatan jenis 6. Transportasi 1 komponen, 1 Transportasi 5 komponen, 8 jenis jenis 7. - Aneka 7 komponen, Kebutuhan 10 jenis 8. Rekreasi dan 2 komponen, 2 Rekreasi dan 3 komponen, 3 Tabungan jenis Tabungan jenis Sumber : Tjandraningsih dan Herawati (2009) Kekurangan komponen pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga terjadi pada penelitian Budiyono (2007). Prosedur penetapan Upah Minimum yang dilakukan melalui tahapan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) oleh Dewan Pengupahan Propinsi/Kabupaten/ Kota yang anggotanya terdiri dari unsur Pekerja/Buruh, Pengusaha/ Pemerintah, Pakar dan Akademisi telah mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang berhubungan langsung dalam hubungan kerja yaitu Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Besarnya hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) telah disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari
18 bagi pekerja lajang, dimana seharusnya kebutuhan sehari-hari pekerja yang telah menikah dan bekeluarga tidak diperhitungkan dalam komponen survei ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng (2012) mengenai pertumbuhan konsumsi pada triwulan I 2012 diperkirakan sebesar 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,8% (yoy). Peningkatan aktivitas konsumsi berasal dari konsumsi rumah tangga yang meningkat dari semula tumbuh 4,9% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Peningkatan Upah Minimum Propinsi di semua daerah di kawasan Sumatera diperkirakan turut memberikan andil dalam peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, daya beli masyarakat relatif masih terjaga mengingat inflasi Sumatera pada Triwulan I 2012 yang relatif rendah. Inflasi Kawasan Sumatera triwulan I 2012 mulai menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Angka realisasi inflasi paling tinggi tercatat terjadi di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yakni mencapai 3,84% (yoy), diikuti wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) sebesar 3,74% dan wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) sebesar 3,68%. Dilihat berdasarkan provinsinya, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung (5,15%), sedangkan yang terendah tercatat di Provinsi Kepulauan Riau (3,17%). Mulai meningkatnya pergerakan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan beberapa komoditas yang masuk dalam kelompok inti, terutama emas dan komoditas pangan yang mulai cenderung kembali meningkat. Kenaikan harga emas di Sumatera dipicu oleh perkembangan di pasar global. Pertengahan triwulan I 2012, harga emas mencapai USD1.741,23/oz mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2011 sebesar USD1.638,95/oz, walaupun harga emas terkoreksi di akhir triwulan. Hal ini menjadi salah satu pendorong peningkatan
19 inflasi inti Sumatera dari 4,84% (yoy) menjadi 5,82% (yoy). Sementara itu, kenaikan harga beberapa komoditas aneka bumbu, sayuran dan ikan-ikanan yang cenderung meningkat turut mendorong pergerakan inflasi secara keseluruhan. Prospek perkembangan inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan cenderung meningkat dibandingkan triwulan I Memperhatikan perkembangan harga dan asesmen perekonomian terkini, inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan sebesar 5,5%±1%. Isu rencana kenaikan BBM yang akan diikuti dengan kenaikan tarif angkutan, masih berpotensi mempengaruhi level inflasi Sumatera. Pengumuman rencana kenaikan BBM jauh sebelumnya juga menyebabkan kenaikan ekspektasi masyarakat akan terjadinya inflasi. Hal ini terlihat pada hasil survei konsumen yang menunjukkan kenaikan indeks ekspektasi harga 3 bulan dan 6 bulan ke depan (Sugeng, 2012) Kerangka Konseptual Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. Ada Tujuh faktor penentu yang berpengaruh terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan pengaruh Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), yaitu :
20 Makanan & Minuman Sandang Perumahan KHL UPAH Pendidikan Kesehatan Transportasi Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu : Nilai faktor penentu Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen, nilai faktor penentu Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen, nilai faktor penentu Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen, nilai faktor penentu Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen, nilai faktor penentu Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 4 komponen, nilai faktor penentu Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen dan nilai faktor penentu Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. Jumlah semua komponen tersebut adalah sebanyak 60 komponen.
21 Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan enam (6) faktor penentu utama Kebutuhan Hidup Layak (KHL) saja yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Jika dilihat dari nominalnya, ke-enam faktor ini yang memberikan kontribusi paling besar dalam menentukan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Untuk faktor tabungan dan rekreasi hanya memberikan sumbangan sedikit sekali jika dilihat dari data yang di dapat dari Depnakertrans Sumatera Utara. Selain itu, ke-enam faktor di atas merupakan faktor yang harus diperhatikan aspek spesifikasi dan kualitas komoditasnya ketika melakukan survei agar nilai akhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dapat merepresentasikan kebutuhan hidup pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan I tahun 2012, yaitu untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas (Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I, 2012). Pengolahan data untuk mendapatkan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dilakukan secara bertahap sebagai berikut : 1. Tahap pertama adalah mengisi kolom rata rata dan kolom penyesuaian satuan pada lembaran kuisioner. Kolom rata rata merupakan rata rata dari harga 3 (tiga) responden. Sedangkan kolom penyesuaian satuan adalah untuk beberapa jenis barang kebutuhan yang satuannya tidak sama. 2. Tahap kedua adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk dimasukkan ke lembar form isian KHL sebagaimana Lampiran I Peraturan Menteri ini. Angka
22 yang terdapat pada kolom rata rata di lembar kuisioner dimasukkan ke kolom harga satuan pada lembar form isian KHL. 3. Tahap ketiga adalah pengolahan data untuk mendapatkan angka nilai sebulan pada form isian KHL (kolom terakhir). Untuk mencari nilai sebulan komponen makanan dan minuman relatif mudah, cukup dengan mengalikan angka yang terdapat pada kolom jumlah kebutuhan dengan angka yang terdapat pada kolom harga per satuan. 4. Tahap keempat adalah menghitung jumlah nilai komponen Kelompok I s/d Kelompok VII. 1. Nilai komponen Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan nomor 1 s/d Nilai komponen Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 12 s/d Nilai komponen Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 25 s/d Nilai komponen Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan nomor 51 dan Nilai komponen Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan nomor 53 s/d Nilai komponen Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan nomor Nilai komponen Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan nomor 59 dan Tahap Kelima adalah menghitung total nilai KHL dengan cara menjumlahkan nilai Komponen I + Komponen II + Komponen III + Komponen IV + Komponen V + Komponen VI + Komponen VII.
23 Survei atas harga komponen-komponen KHL diatas dilakukan dua kali setiap bulannya dan dimulai pada minggu pertama. Hasil dari survei setiap bulan lalu diadakan rekapitulasi dan lalu dilakukan penghitungan akhir nilai KHL. Nilai KHL akhir akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan dan direkomendasikan kepada Bupati/Walikota setempat (untuk UMK) ataupun kepada Gubernur (untuk UMP). Peningkatan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tentunya akan memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), apakah akan naik atau turun. Schenk (2001) menyatakan bahwa penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja, diarahkan agar penentuan besarnya mengacu kepada terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja. Hal ini sesuai dengan standar internasional bahwa upah minimum yang ditetapkan harus mampu memenuhi sekurang-kurangnya Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja, faktor-faktor ini juga akan berpengaruh terhadap employment yang ada di Indonesia. Besarnya pendapatan sebagian masyarakat dapat juga mendorong terjadinya indlasi. Upah yang semakin meningkat membuat permintaan meningkat dan diiringi oleh meningkatnya harga dan ini dapat memicu kenaikan inflasi karena peredaran uang melimpah (Sadariawati, 2009).
24 2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis Mayor Menurut Husein (2007), hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun dan mengarahkan penyelidikan selanjutnya. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka hipotesis mayor yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi berpengaruh positif terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 2. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP) Hipotesis Minor Untuk lebih jelas mengenai hipotesis penelitian ini, maka di jabarkan secara terperinci hipotesis berdasarkan indikator-indikatornya, yaitu : 1. Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 2. Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 3. Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 4. Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
25 5. Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 6. Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 7. Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 8. Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 9. Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 10. Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 11. Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 12. Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 13. Kenaikan harga Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di Indonesia khususnya untuk daerah-daerah industri mengalami ketegangan sosial yang akan terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem pengupahan buruh/ pekerja terus berlanjut, yakni melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia
BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di
Lebih terperinciHubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi
Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Menurut hasil survei Departemen Perdagangan Amerika Serikat, melalui Biro Sensusnya,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.
Lebih terperinciMEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT
MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA Diana Fajarwati ABSTRACT Minimum regional wages is set by the government based on recommendation of the Board of Governors Wages. Minimum wage of city
Lebih terperinciSISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA
SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 65 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SURVEI KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DAN PENTAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA
Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017
GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di
1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini mengingat bahwa upah merupakan komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,
Lebih terperinciGubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEWAN PENGUPAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
Lebih terperinci-2- Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peratu
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 237). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN
Lebih terperinciUpah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan
Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan atau badan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain 2. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Landasan Teori 2.1. 1.Pengertian ketenagakerjaan Ketenagakerjaan jika secara umum diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum bekerja, selama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja
Lebih terperinciPERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
Lebih terperinciBAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.3 Tahun 2015
ANALISIS MEKANISME PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI JAMBI TAHUN 2015 Syarifa Mahila 1 Abstract In the process of policy formulation Provincial Minimum Wage (UMP), Component Living is one of the decisive
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG
KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Beberapa faktor..., Desmiwati, FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN
Lebih terperinciBAB II REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
BAB II REGULASI UPAH MINIMUM SEKTOR PERKEBUNAN DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Regulasi 1. Pengertian Regulasi Pengertian Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciLalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dari pergerakan Legal Realism dan berbagai reformis sosial. Grup terakhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan upah minimum telah menuai pro dan kontra diantara para ekonom. Pro dan kontra ini disebabkan oleh perbedaan paradigma atau mazhab yang mereka anut. Dalam
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN
IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN Disampaikan pada acara: Members Gathering APINDO, Thema Implementasi PP Pengupahan, Gedung Permata Kuningan, Desember 2015 KEMENTERIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG
Membaca : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005
PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2005 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-17/MEN/VIII/2005 TENTANG KOMPONEN DAN PELAKSANAAN TAHAPAN PENCAPAIAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menimbang : GUBERNUR SULAWESI TENGGARA, a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami oleh seseorang atau kelompok orang, yang tidak mampu menyelenggarakan sampai suatu taraf yang dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. Ketika kesempatan kerja tinggi, pengangguran akan rendah dan ini akan berdampak pada naiknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh
Lebih terperinciPERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL
PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL (May Day) : Momentum Mewujudkan Sistem Pengupahan Dan Kesejahteraan Buruh Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 April 2015; disetujui: 10 Mei 2015 Tanggal 1 Mei
Lebih terperinciDilema Kebijakan Upah Minimum
Dilema Kebijakan Upah Minimum Paparan : DR. H. Hasanuddin Rachman MIM Ketua DPN APINDO Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Anggota BP & Pleno LKS TRIPNAS Disampaikan Pada : Diskusi The Indonesian Forum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/51/2007 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008
Membaca : KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/51/2007 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Bernardin dan Russel (1993) upah merupakan salah satu bentuk kompensasi langsung, disamping sistem gaji dan pembayaran berdasarkan kinerja. Termasuk dalam kompensasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang era yang semakin liberal mendatang, Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang setidaknya harus menyiapkan upaya-upaya dini dalam mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012
Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat kelompok sosial, ada sekelompok orang orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat kelompok sosial, ada sekelompok orang orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, sedangan sekelompok yang hidup dalam batas berlebihan dari
Lebih terperinciPenyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015
Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peranan adalah yang diperbuat, tugas,
11 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peranan adalah yang diperbuat, tugas, hal yang besar pengaruhnya pada suatu peristiwa tertentu. (1995 : 454). Menurut Margono
Lebih terperinciSosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di
Sosialisasi Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/94 Tahun 2017 tanggal 20 Nop 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota Tahun 2018 di Provinsi Jawa Tengah 1 Dasar Hukum 2 1. Undang Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan
Lebih terperinciKAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bagi buruh/pekerja yang terpenting adalah upah riil (banyaknya barang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai suatu unsur penunjang untuk keberhasilan pembangunan nasional (Sendjung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan
II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Upah Menurut teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran yang diberikan kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan
Lebih terperinciUPAH MINIMUM KABUPATEN CIREBON
UPAH MINIMUM KABUPATEN CIREBON Oleh: ERUS RUSMANA Ka. Dinas T.K. dan Transmigrasi Kab. Cirebon dan JASIN IKRON Dosen Fakultas Ekonomi UNTAG Cirebon Dkk. ABSTRAKSI Dalam mengantisipasi perkembangan pengupahan,perlu
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-undang Nomor 13 Tahun
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2015 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2015 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2016 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) cukup banyak. Sudah tidak dapat dipungkiri
Lebih terperinci3988/XII/Tahun 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010
3988/XII/Tahun 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2010 Contributed by Administrator Friday, 11 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KOTA SURAKARTA WALIKOTA SURAKARTA
BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGUSULAN KEANGGOTAAN DEWAN PENGUPAHAN KOTA SURAKARTA WALIKOTA SURAKARTA Membaca : Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknya adalah relatif tergantung pada kemampuan
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta pekerja dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpenting yang mampu digunakan menjalankan setiap proses di dalamnya yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya, tentu tidak hanya membutuhkan sumber daya material seperti modal dan mesin, melainkan juga terdapat sumber terpenting yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Upah Minimum 1. Pengertian Kebijakan Upah Minimum Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (pejabat, kelompok,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tugas pemerintah pada dasarnya adalah menciptakan kesejahteraan bagi Rakyatnya. Itulah sebabnya maka pemerintah harus tampil ke depan untuk berperan aktif
Lebih terperinciTANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL
TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL Oleh: Haiyani Rumondang (Dirjen PHI dan Jamsos, Kemnaker) Disampaikan pada: Acara Diskusi Publik Nasional : Penguatan Jaminan Sosial dalam
Lebih terperinciPasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor. Pendapat lain mengatakan, kesempatan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja Menurut Suroto (1992), kesempatan kerja adalah keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan dalam suatu wilayah. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya
Lebih terperinci187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinci-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN
Lebih terperinciPENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN
PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market atau yang lazim disebut pasar modal didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan
Lebih terperinciDefinisi Buruh. Biasa di sebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja
Buruh Indonesia Definisi Buruh Buruh, Pekerja, Tenaga Kerja atau Karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang
Lebih terperinci