BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan penanaman modal saat ini sudah tidak asing lagi dilakukan di berbagai negara khususnya negara-negara berkembang. Dengan penanaman modal maka akan membantu perekonomian negara yang menerima penanaman modal tersebut. Penanaman modal dibagi menjadi dua yaitu penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Pembedaan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri jelas dikaitkan dengan pihak yang melakukan penanaman modal dan asal dari modal tersebut. Modal tidak selalu berbentuk uang, tetapi juga dalam bentuk lain yang bukan uang sepanjang mempunyai nilai ekonomis. 20 Selain penanaman modal dalam negeri, penanaman modal asing saat ini sedang sangat marak di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pengaturan mengenai Penanaman Modal Asing sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing harus 20. David Kauripan, 2013, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, PT. Kharisma Putra Utama, Jakarta, hal

2 23 diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal, kemudian dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang terbaru mengenai penanaman modal yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka Undang-Undang terdahulu dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal untuk mengakomodasi berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Penanaman modal asing saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Pengertian Penanaman Modal Asing seperti yang dimuat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, mengandung tiga unsur : a. Kegiatan menanam modal untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. b. Dilakukan oleh penanam modal asing.

3 24 c. Baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanaman modal asing saat ini banyak diberikan kepada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penanaman modal asing sangat membantu dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penanaman modal asing mempunyai kelebihan diantaranya banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan juga membuka lapangan pekerjaan. Masuknya penanaman modal asing ke Indonesia maka akan membentuk perusahaan penanaman modal asing yang dapat menyerap tenaga kerja yang sangat banyak jumlahnya dan masyarakat yang menganggur bisa mendapat pekerjaan dan akan membantu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat khususnya tenaga kerja Dasar Hukum Penanaman Modal Asing Penanaman modal asing di Indonesia bermula dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing yang berhasil sedikit demi sedikit menarik investor asing, namun dengan tindakan nasionalisasi sepihak, Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing tersebut tidak berarti lagi, kemandegan penanaman modal asing terjadi lagi sampai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang

4 25 Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing kemudian juga diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal kemudian dikeluarkan sebagai pengganti semua Undang-Undang terdahulu yang mengatur penanaman modal baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberi perubahan kepada iklim investasi di Indonesia karena Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan keadilan baik bagi penanam modal dalam negeri dan penanaman modal asing juga memperhatikan kepentingan umum. Dasar hukum penanaman modal asing di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan selanjutnya diatur dalam berbagai instrumen hukum yang dapat dilihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai penanaman modal asing, seperti : Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah; 2. Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 3. Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 4. Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 5. Peraturan Kepala BKPM No. 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; 21. Ibid, hal

5 26 6. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal; 7. Peraturan Kepala BKPM No. 17 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal; 8. Peraturan Kepala BKPM No. 14 Tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik; 9. Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Selain peraturan perundang-undangan mengenai penanaman modal asing tersebut di atas, khusus dalam pendirian perusahaan penanaman modal asing digunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai aturan dalam mendirikan perusahaan penanaman modal asing yang wajib berbentuk Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan dasar hukum penanaman modal asing di Indonesia yang memberikan kepastian hukum bagi penanaman modal asing dalam menjalankan kegiatan penanaman modal di Indonesia Kesejahteraan Tenaga Kerja Pengertian Dan Klasifikasi Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

6 27 kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 22 Sedangkan menurut DR. Payaman Simanjuntak, tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurut dia hanya dibedakan oleh batas umur. 23 Dalam rangka pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan sebagaimana tercantum dalam konsideran butir (b) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat adalah kesejahteraan rakyat termasuk didalamnya yaitu tenaga kerja. Oleh sebab itu, diperlukan pembangunan kualitas tenaga kerja serta perlindungan terhadap tenaga kerja sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Tenaga kerja harus diperlakukan sama tanpa diskriminasi dengan alasan apapun agar mendapat kesempatan bekerja yang sama untuk kesejahteraan tenaga kerja dengan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha sebagaimana yang tercantum dalam landasan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 Ayat (2) yang menyatakan Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sehingga negara berkewajiban memberikan pekerjaan pada setiap orang tanpa membeda-bedakan siapa orangya karena itu adalah hak setiap orang untuk mendapat pekerjaan. 22. Subijanto, 2011, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia, Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol 17 No. 6, hal Sendjun H. Manulung, loc.cit.

7 28 Dalam menjalankan suatu usaha khususnya perusahaan-perusahaan pasti membutuhkan tenaga kerja. Sebuah perusahaan tidak akan bisa berjalan tanpa adanya tenaga kerja. Tenaga kerja akan membantu dalam kegiatan usaha tersebut agar menjadi lebih ringan dan cepat untuk diselesaikan. Dengan baiknya hubungan yang terjadi antara pelaku usaha yaitu pengusaha dan pekerja akan baik juga dirasakan oleh pemerintah karena tujuan yang ingin dicapai pemerintah adalah mensejahterakan tenaga kerja, dimana didalamnya termasuk pekerja. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan dari hubungan industrial Pancasila yang dibuat oleh pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan pekerja. Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara pelaku usaha dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manivestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. 24 Klasifikasi Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja menurut Payaman J. Simanjuntak bahwa pengertian tenaga kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari kerja 24. Sumanto, 2014, Hubungan Industrial; Memahami dan Mengatasi Potensi Konflik- Kepentingan Pengusaha-Pekerja pada Era Modal Global, PT Buku Seru, Jakarta, hal. 133.

8 29 dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. 25 Tenaga kerja memiliki klasifikasi tersendiri. Klasifikasi adalah penyusunan bersistem atau berkelompok menurut standar yang ditentukan. 26 Klasifikasi tenaga kerja adalah pengelompokan akan ketenagakerjaan yang sudah tersusun berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu : Berdasarkan penduduknya a. Tenaga kerja Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. b. Bukan tenaga kerja Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia diatas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak. 2. Berdasarkan batas kerja a. Angkatan kerja Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. b. Bukan angkatan kerja Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah : anak sekolah dan mahasiswa, para ibu rumah tangga dan orang cacat. 3. Berdasarkan kualitasnya a. Tenaga kerja terdidik Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara 25. Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal Pius Partanto dkk, 2001, Kamus Ilmiah Popular, Arkola, Surabaya, hal Agus Dwiyanto dkk, 2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 45.

9 30 bersekolah atau pendidikan formal dan non formal. Contohnya : pengacara, dokter, guru, dan lain-lain. b. Tenaga kerja terlatih Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya : apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain. c. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contohnya : kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan lain-lain. Tenaga kerja dibagi kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah tenaga kerja yang siap, mampu dan berkeinginan atau bersedia untuk bekerja jika terdapat kesempatan kerja. Baik yang sudah mendapat pekerjaan maupun yang sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang sudah mendapat pekerjaan disebut sebagai pekerja, sedangkan yang sedang mencari atau belum mendapat pekerjaan disebut pengangguran. Bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja yang merupakan penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan. 28 Angkatan kerja dibedakan menjadi dua, yaitu pekerja dan pengangguran. Pekerja/buruh adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah/gaji. Sedangkan pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan. 29 Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja dimana tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan dan menerima upah/gaji maka ia disebut sebagai pekerja/buruh. Perusahaan yang menerima tenaga kerja bekerja di perusahaan maka status tenaga kerja yang telah diterima kerja di perusahaan tersebut disebut sebagai pekerja/buruh. 28. Sumanto, op.cit, hal, Ibid.

10 Pengertian Kebutuhan Hidup Layak Setiap orang pasti mempunyai kebutuhan hidup sehari-hari yang harus dipenuhi demi untuk bertahan hidup. Kebutuhan manusia bermacam-macam, tidak terbatas jumlahnya dan dapat berubah-ubah sesuai yang dibutuhkan. Semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin tidak terbatas jumlahnya. Masyarakat pada umumnya mengenal kebutuhan hidup yaitu : 1) Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan manusia yang mutlak harus dipenuhi atau wajib bagi manusia untuk memenuhinya agar tetap hidup. Contoh : pakaian, makanan dan minuman, serta tempat tinggal. 2) Kebutuhan Sekuder, adalah kebutuhan tambahan yaitu kebutuhan yang diperlukan setelah kebutuhan primer terpenuhi dengan baik dan kebutuhan sekunder bersifat menunjang kebutuhan primer. Contoh : sepeda motor, handphone dan lainnya yang tidak tergolong kebutuhan mewah. 3) Kebutuhan Tersier, adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi. Kebutuhan tersier bersifat kemewahan dan untuk kesenangan hidup manusia. Contoh : mobil mewah, rumah mewah, perhiasan emas, dan lain sebagainya. yaitu : 30 Pada dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi empat jenis, 30. Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Cetakan ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 3.

11 32 a) Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk kesehatan dan keselamatan jasmani, seperti pakaian, makanan, perumahan; b) Kebutuhan psikis yang bersifat immaterial, untuk kesehatan dan keselamatan rohani, seperti pendidikan, hiburan, penghargaan, agama; c) Kebutuhan biologis yang bersifat untuk mewujudkan keluarga dan kelangsungan hidup generasi secara turun-temurun seperti perkawinan, berumah tangga; d) Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk mewujudkan ketiga jenis kebutuhan diatas, seperti perusahaan, profesi. Dari keempat kebutuhan yang disebutkan diatas, kebutuhan akan pekerjaan merupakan kebutuhan yang paling penting karena untuk dapat memenuhi ketiga kebutuhan lainnya yang disebutkan diatas hanya dapat direalisasikan jika seseorang mempunyai pekerjaan. Dengan mendapat pekerjaan maka seseorang akan mendapat imbalan/upah sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mereka akan merasa lebih sejahtera. Untuk mengetahui apakah seseorang sudah dalam keadaan sejahtera tentu perlu adanya tolak ukur. Tolak ukur kesejahteraan tenaga kerja adalah melalui upah/gaji. Tenaga kerja yang telah diterima bekerja terutama dalam perusahaan perlu mendapat gaji/upah yang sesuai dengan tingkatan dan tanggung jawab yang dimiliki di dalam perusahaan serta sesuai dengan kemampuan masing-masing perusahaan. Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan : Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

12 33 Pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu kebijakan mengenai upah minimum. Kebijakan penetapan upah minimum dalam kerangka perlindungan upah dewasa ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat belum terwujudnya satu keseragaman upah. 31 Upah minimum haruslah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan di masing-masing daerah demi keadilan bagi pengusaha dan pekerja. Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pengupahan ialah bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 32 Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, Pasal 1 angka 1 Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan gubernur sebagai jaring pengaman. Pasal 2 menyatakan Upah minimum terdiri atas : a. UMP atau UMK; b. UMSP atau UMSK. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, Pasal 1 angka 2 menyebutkan Upah Minimum Provinsi yang selanjutnya disingkat UMP adalah Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi. Pasal 1 angka 3 menyebutkan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat UMK adalah upah minimum yang berlaku di wilayah kabupaten/kota. Pasal 1 angka 4 menyebutkan 31 Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Ed. 1, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, hal Agusmidah dkk, 2012, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan di Indonesia, Ed.1, Pustaka Larasan, Denpasar, hal. 21.

13 34 Upah Minimum Sektoral Provinsi yang selanjutnya disingkat UMSP adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di satu provinsi. Pasal 1 angka 5 menyebutkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota selanjutnya disingkat UMSK adalah Upah Minimum yang berlaku secara sektoral di wilayah kabupaten/kota. UMP ditetapkan oleh gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, menyatakan UMP ditetapkan dan diumumkan oleh masing-masing gubernur secara serentak setiap tanggal 1 November. Selain UMP, gubernur juga dapat menetapkan UMK atas rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi bupati/walikota sesuai yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. UMK ditetapkan dan diumumkan oleh gubernur selambat-lambatnya tanggal 21 November setelah penetapan UMP sesuai yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Pasal 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, menyatakan : (1) Upah Minimum yang ditetapkan oleh gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. (2) Peninjauan besaran Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) tahun sekali.

14 35 Pasal 11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum, menyatakan : (1) Selain Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, gubernur dapat menetapkan UMSP dan/atau UMSK atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan. (2) UMSP dan/atau UMSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak ditetapkan oleh gubernur. (3) Besaran UMSP dan/atau UMSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. UMSP tidak boleh lebih rendah dari UMP; b. UMSK tidak boleh lebih rendah dari UMK. Upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan bupati/walikota dan ditetapkan dimana UMP ditetapkan dan diumumkan serentak tanggal 1 November dan UMK diumumkan paling lambat tanggal 21 November setelah UMP diumumkan. UMP dan UMK yang telah ditetapkan dan diumumkan berlaku 1 Januari di tahun berikutnya. Upah minimum juga ditinjau setiap 1 (satu) tahun sekali oleh gubernur yang bertujuan untuk menyesuaikan besaran upah minimum dengan kebutuhan hidup layak pada saat itu. Upah minimum yang ditetapkan oleh gubernur merupakan acuan dan harus diterapkan perusahaan dalam memberikan gaji/upah kepada setiap pekerjanya. Dalam hal ini termasuk juga perusahaan penanaman modal asing juga harus menerapkan standar upah minimum yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia untuk dibayarkan kepada pekerja di perusahaannya. Penetapan upah minimum tersebut diatas didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan produktivitas sangatlah penting bagi perusahaan agar perusahaan

15 36 berjalan dengan baik. Bila produktivitas perusahaan tinggi, maka akan berpengaruh pada pendapatan perusahaan sehingga dapat memberikan upah yang layak bagi pekerja serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan Hidup Layak diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik, dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Komponen kebutuhan hidup layak dapat menjadi tolak ukur bagi pekerja/buruh untuk dapat hidup lebih sejahtera karena komponen tersebut dapat membantu pekerja/buruh lajang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup seharihari sehingga pekerja/buruh tidak lagi memusingkan hal-hal yang harus dipenuhi selama 1 (satu) bulan. Pemerintah menetapkan 60 komponen kebutuhan hidup layak yang harus diberikan kepada pekerja/buruh sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Pemerintah berharap dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak yang mengatur standar kebutuhan yang harus dipenuhi pekerja/buruh lajang selama 1 (satu) bulan ini dapat

16 37 memenuhi kebutuhan hidup tenaga kerja demi terciptanya kesejahteraan pekerja/buruh. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan Pasal 27 ayat (2) dimana setiap warga negara dalam hal ini berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan serta Pasal 88 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak atas pekerjaan sangat diperhatikan oleh negara karena dengan pekerjaan akan memberi pengasilan dan dari pengahasilan tersebut akan membantu memenuhi kebutuhan hidup dan memberi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pengertian Kesejahteraan Setiap orang pasti menginginkan kesejahteraan dalam hidupnya. Masyarakat dalam sebuah negara membutuhkan kesejahteraan dalam hidup berbangsa. Secara umum kesejahteraan adalah kondisi dimana tercapainya keadaan yang baik, makmur dan berkecukupan dengan terpenuhinya segala kebutuhan tiap individu baik itu kebutuhan primer, sekunder, dan termasuk tersier. Pengertian sejahtera yaitu keadaan aman sentosa dan makmur dengan terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam mencapai suatu kesejahteraan tidak semudah yang dibayangkan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah masyarakat dan pemerintah untuk mencapai

17 38 suatu kesejahteraan yang diharapkan. Pemerintah sebagai penyelenggara negara wajib memberikan kesejahteraan pada rakyat untuk mewujudkan tujuan negara seperti termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah dalam tujuan untuk mencapai kesejahteraan tenaga kerja melakukan berbagai upaya seperti membuka lapangan kerja agar tenaga kerja mendapat pekerjaan sehingga dapat hidup sejahtera. Selain itu, pemerintah juga membuat peraturan perundang-undangan yang memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja. Pemerintah dalam membantu tenaga kerja untuk mencapai kesejahteraan salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan agar tenaga kerja tidak menjadi pengangguran. Dengan adanya lapangan pekerjaan tenaga kerja bisa mendapat pekerjaan sehingga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari paling tidak tenaga kerja akan lebih merasa sejahtera karena kebutuhan hidup mereka khususnya kebutuhan primer yang didalamnya adalah sandang, pangan dan papan dapat terpenuhi sehingga akan memberikan penghidupan yang layak. Kesejahteraan Sosial menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang ada saat ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh hak khususnya hak atas pekerjaan. Hal ini disebabkan

18 39 masih kurangnya lapangan pekerjaan yang merupakan salah satu kebutuhan yang paling penting bagi rakyat khususnya tenaga kerja. Dengan adanya lapangan pekerjaan maka tenaga kerja akan mendapat pekerjaan dan memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan bagi keluarganya. Negara menginginkan rakyatnya dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya sehingga rakyat dapat menjalani hidupnya dengan layak dan bermartabat. Negara harus melakukan berbagai upaya secara terencana, terarah dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, maka permasalahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Menurut hasil survei Departemen Perdagangan Amerika Serikat, melalui Biro Sensusnya,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN

Lebih terperinci

187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 948, 2016 KEMENAKER. Hidup Layak. Kebutuhan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DENGAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN Disampaikan pada acara: Members Gathering APINDO, Thema Implementasi PP Pengupahan, Gedung Permata Kuningan, Desember 2015 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh: TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN Oleh: Ayu Puspasari, S.H., M.H Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Email: ABSTRAK Penyerahan sebagian

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2015 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN TAHUN 2016 KABUPATEN BARITO SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI SULAWESI TENGAH Menimbang : a bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN MURUNG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta pekerja dalam

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG Membaca : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN LAMANDAU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak.

BERITA NEGARA. No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.707, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Komponen. Tahapan. Hidup Layak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buruh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pembangunan nasional tidak hanya dari segi pembangunan ekonomi namun juga dalam hal mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2013 KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemikiran selanjutnya adalah apakah besarnya upah yang diterima BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan hidup sangatlah bervariasi, sedikit atau banyaknya adalah relatif tergantung pada kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perburuhan dan pengupahan bersifat dinamis dan kompleks mengikuti kepentingan buruh, kepentingan pengusaha dan dukungan pemerintah. Selain itu dengan keadaan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Umum Upah Minimum Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama kebutuhan primer yaitu sandang,pangan, dan papan. Dalam hal mendapatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2015 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2016 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2014 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN TAHUN 2016 KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH

PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PEMBERLAKUAN UMK (UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA) TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH oleh Michele Agustine I Gusti Ketut Ariawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Wages play an important

Lebih terperinci

Meruntuhkan Rezim Politik Upah Murah! Diskusi THE INDONESIAN FORUM Seri 23 Dilema Kebijakan Upah Minimum

Meruntuhkan Rezim Politik Upah Murah! Diskusi THE INDONESIAN FORUM Seri 23 Dilema Kebijakan Upah Minimum Meruntuhkan Rezim Politik Upah Murah! Diskusi THE INDONESIAN FORUM Seri 23 Dilema Kebijakan Upah Minimum Sabda Pranawa Djati Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia Hak Konstitusional Pekerja UUD Negara RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk tenaga kerja.tenaga kerja sebagai pelaksana. dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk tenaga kerja.tenaga kerja sebagai pelaksana. dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan sekarang ini, faktor tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu sektor kegiatan usaha.tenaga kerja merupakan modal utama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2016 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2017 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH MINIMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH MINIMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENETAPAN UPAH MINIMUM DALAM RANGKA KEBERLANGSUNGAN USAHA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PEKERJA PRESIDEN, Dalam upaya untuk menyelaraskan kebijakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta

Lebih terperinci

8. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri KEP.564/MEN/92 " 115 Tahun 1992 Ketenagakerjaan Daerah;

8. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri KEP.564/MEN/92  115 Tahun 1992 Ketenagakerjaan Daerah; 3. Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; 4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; 5.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional harus didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia serta kepercayaan pada

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta pekerja

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL (May Day) : Momentum Mewujudkan Sistem Pengupahan Dan Kesejahteraan Buruh Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 April 2015; disetujui: 10 Mei 2015 Tanggal 1 Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi. langsung atau uang untuk membeli kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi. langsung atau uang untuk membeli kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lahir dan hidup di dunia ini bersamaan dengan kebutuhan yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan menghasilkan

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang. Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud pekerja/buruh adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang. Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud pekerja/buruh adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

Lebih terperinci