I Gede Adi Saputra 1 Dahlia Syuaib 2 Imran 3 Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I Gede Adi Saputra 1 Dahlia Syuaib 2 Imran 3 Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako"

Transkripsi

1 1 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MANDIRI PERDESAAN) DI DESA SILIWANGA KECAMATAN LORE PEORE KABUPATEN POSO I Gede Adi Saputra 1 Dahlia Syuaib 2 Imran 3 Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako ABSRTAK Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga. 2) mengetahui fakor penghambat dan pendukung partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga. Subjek/informan dalam penelitian ini adalah tim pengelola PNPM Mandiri Perdesaan yang ada di Desa Siliwanga yang berjumlah 6 orang yaitu ketua tim pengelola kegiatan (TPK), ketua kader pemberdayaan masyarakat desa (KPMD), badan perwakilan desa (BPD), tim penulis usulan (TPU), tim pemantau dan tim pemelihara. Serta satu orang yang penulis tetapkan sebagai informan kunci yaitu kepala desa siliwanga. penetapan informan dengan menggunakan tehnik purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah anggota masyarakat yang berkompeten dan mengetahui secara mendalam mengenai implementasi program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas yaitu partisipasi Masyarakat dan variabel terikat PNPM Mandiri Perdesaan. Tehnik pengumpulan data digunakan tehnik pengamatan dan wawancara. Tehnik analisis data menggunakan tehnik reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi masyarakat terhadap PNPM Mandiri Perdesaan cukup tinggi. partisipasi ini diimplementasikan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian pembangunan. Adapun bentuk partisipasi masyarakat yaitu partisipasi non fisik berupa gagasan dan ide-ide dan partisipasi fisik berupa tenaga, tanah dan tanaman, uang serta partisipasi dalam bentuk simpan pimjam perempuan. Factor penghambat partisipasi masyarakat yaitu masih rendahnya kesadaran sebagaian anggota masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan dan kesibukan masyarakat. serta factor pendukung seperti tersedianya SDA dan SDM, rasa malu dan kerja sama antar masyarakat dan aparat desa, serta implementasi pendidikan kewarganegaraan oleh masyarakat ditunjukan dalam bentuk sikap berpartisipasi, sikap kemandirian dan sikap bertanggung jawab. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa partisipasi masyarakat merupakan sikap sadar, kemandirian serta kerja sama antar masyarakat maupun aparat desa dalam memanfaatkan dan mengelola setiap sumber daya yang ada dengan memanfaatkan PNPM Mandiri Perdesaan. Kata kunci: Partisipasi Masyarakat, Pembangunan dan PNPM Mandiri Perdesaan

2 2 I. PENDAHULUAN Permasalahan yang dihadapi bangsa indonesia yang sejak lama dirasakan sulit untuk diatasi salah satunya adalah masalah pengangguran dan kemiskinan. Upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Kelompok Usaha Bersama (KUB), Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), Tabungan Keluarga Sejahtera (TAKESRA), dan Kredit Keluarga Sejahtera (KUKESRA). Namun program -program tersebut relatif belum berhasil menekan angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia yang hingga saat ini masih tergolong cukup tinggi. Tahun 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNP M Mandiri) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Program ini mengedepankan partisipasi, kemandirian dan kreatifitas masyarakat secara aktif. Masyarakat merupakan subjek pembangunan, yang mengetahui segala persoalan yang sedang dihadapi, adapun pemerintah berperan sebagai fasilitator yang menampung dan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. melalui PNPM-MP angka pengangguran kemiskinan dapat diminimalisir khususnya di Desa Siliwanga dengan membuka lapangan kerja dan pemberian modal bagi rumah tangga miskin, dengan demikian masyarakat menjadi optimis dan mendukung sepenuhnya program ini guna meningkatkan kesejahteraannya. Hasil observasi menunjukan, didesa siliwanga masih ada sebagian masyarakat yang bersikap apatis, seolah mereka tidak merasa memiliki terhadap program-program pembangunan di desanya, selain karena aktifitas yang padat, membuat mereka lebih mengutamakan aktifitas pribadi, mereka juga terkendala dalam hal pengetahuan. Sehingga mereka kurang peduli dan enggan menelusuri setiap informasi terkait dengan program pembangunan yang dilaksanakan. Berdasarkan masalah-masalah tersebut yang menjadi alasan sehingga peneliti tertarik ingin mengetahui lebih jauh keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan di desa siliwanga, kecamatan lore peore, kabupaten poso, dengan mengambil judul : Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) di Desa Siliwanga, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso. dan

3 3 II. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Pendekatan deskriptif memungkinkan bahwa dalam penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa atau subjek yang menjadi focus penelitian. Sedangkan pendekatan kualitatif, peneliti lebih menekankan bahwa permasalahan atau focus penelitian yang didalami berdasarkan keadaan alamiah dilapangan akan ditafsirakan atau diinterpretasikan dan dianalisis dalam bentuk kata-kata atau uraian naratif. Subjek/informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang dan 1 orang sebagai informan kunci yaitu kepala desa siliwanga, informan ditetapkan dengan menggunakan tehnik purposif sampling. informan yang dipilih adalah aparat desa dan anggota masyarakat yang telah dipilih menjadi tim pengurus PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga yaitu Tim pengelolah kegiatan, tim pemantau, tim pemelihara, tim penulis usulan, BPD dan KPMD. pemilihan informan didasarkan atas pertimbangan bahwa kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki mengenai PNPM-MP sehingga dapat memberikan informasi yang akurat mengenai permasalahan yang diteliti. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan 3 tahapan dengan menggunakan tehnik reduksi data, penyajian data dan verifikasi data (Milles dan Huberman, 1992:19). III. HASIL A. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan 1. Partisipasi Non Fisik (Gagasa/Ide -ide) dalam Perencanaan PNPM Mandiri Perdesaan Keberhasilan suatu pembangunan, bagaimana bentuk dan hasilnya tidak dapat dilepaskan oleh adanya putusan-putusan yaitu melalui tahapan-tahapan pengambilan keputusan. Pada tahap-tahap tertentu keterlibatan masyarakat sangatlah dibutuhkan, mengingat gagasan dan pemikiran-pemikiran masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam bentuk non fisik seperti mengikuti rapat, menyampaikan gagasan-gagasan terhadap kelangsungan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga dapat dikatakan cukup tinggi. masyarakat sangat antusias mendukung mengikuti rapat ataupun pertemuan-pertemuan. Hal ini tidak lepas dari pada kerja sama yang baik antara masyarakat dengan aparat Desa. Selain

4 4 itu, salah satu prinsip PNPM Mandiri Perdesaan yang menghendaki adanya transparansi dan demokrasi, sehingga peran dan peluang masyarakat dalam berbagai aspek menjadi sangat besar. Kenyataan ini didukung oleh pernyataan bapak I Made Wina selaku tim pengelola kegiatan sekaligus sebagai anggota badan perwakilan Desa yang mengatakan bahwa : Setiap kali ada rapat atau pertemuan-pertemuan yang menyangkut program PNPM Mandiri Perdesaan, masyarakat selalu diundang baik secara langsung maupun arahan dari ketua RT masing-masing. Begitupun halnya dalam rapat, setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan atau ide-idenya selain yang disampaikan melalui perwakilan (BPD) (Wawancara tanggal 4 september 2013). Berdasarkan wawancara langsung terhadap beberapa informan serta anggota masyarakat, maka diketahui bahwa anggota masyarakat yang aktif mengikuti rapat, tidak secara keseluruhan aktif memberikan tanggapan ataupun pemikiran-pemikirannya. Yang biasa aktif memberikan gagasan adalah mereka yang berlatar belakang aktif dalam organisasi, aparat Desa dan masyarakat yang berpendidikan. Sedangkan yang lainnya lebih aktif menyampaikan gagasan lewat anggota masyarakat yang aktif atau aparat Desa yang hadir atau dapat dikatakan sebagian masyarakat lebih fasif dalam memberikan gagasan secara langsung karena tidak mempunyai kemampuan berbicara di depan umum. Penggalian gagasan dalam rapat musrenbang Desa (musyawarah rembug pembangunan Desa) di Desa siliwanga dilakukan dengan system pembagian kelompok sesuai dengan jumlah dusun yang ada yaitu dusun lengaro dan dusun malame. Berdasarkan daftar gagasan masing-masing dusun tersebut, akan menjadi rencana pembangunan jangka menengah Desa (RPJM Desa) sekaligus menjadi pertimbangan yang nantinya akan diseleksi untuk pengajuan program usulan sebagai dasar untuk memohon bantuan PNPM Mandiri Perdesaan. Tidak semua gagasan tersebut akan disusulkan ke tingkat kecamatan, melainkan akan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan orang banyak dan unsur keutamaan. 2. Partisipasi Masyarakat secara Fisik dalam Pelaksanaan dan Pelestarian PNPM Mandiri Perdesaan a. Partisipasi dalam Bentuk Tenaga Partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga terhadap pelaksanaan pembangunan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga dapat diketahui dalam dua bentuk yaitu : pertama partisipasi sebagai buruh harian, masyarakat dalam hal ini bertindak sebagai buruh (tenaga kerja), yang mana atas jasa ini masyarakat digajih sesuai dengan harian orang

5 5 kerja (HOK). Dalam kesempatan ini tenaga kerja yang diprioritaskan adalah masyaraka t internal atau masyarakat penerima program. Keterlibatan masyarakat sebagai buruh harian dalam program PNPM Mandiri Perdesaan tidak seperti buruh-buruh pada umumnya, yakni masyarakat digajih sesuai dengan pasaran yang berlaku. Namun dalam hal ini masyarakat akan digajih setengah dari pasaran buruh pada umumnya dan sebagian partisipasi tersebut adalah bentuk swadaya masyarakat. hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan bapak I Made Wina yang mengatakan bahwa : partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga menjadi pendukung yang sangat berpengaruh terhadap efektifitas pembangunan. Untuk memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat, program ini melaksanakan dengan prinsip HOK dan swadaya masyarakat. sehingga selain masyarakat bertindak sebagai tenaga kerja, masyarakat juga berswadaya sebagai bentuk rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan (wawancara tanggal 4 september 2013). Kedua partisipasi dalam bentuk tenaga secara murni. Kegiatan ini lasim disebut dengan kerja bakti atau gotong royong. Partisipasi masyarakat dalam hal ini adalah murni swadaya tanpa ada balas jasa. Kegiatan yang dilakukan dalam program PNPM Mandiri Perdesaan seperti pengukuran badan jalan, perehaban BAK penampungan air bersih, pembuatan badan jalan produksi, pemarasan lokasi bangunan dan pengukuran luas penampungan air irigasi. Kegiatan seperti ini dilakukan masyarakat secara berkelompok. Seperti pembuatan badan jalan produksi, ini dilakukan oleh setiap masyarakat yang ladangnya dilewati jalan produksi tersebut. b. Partisipasi dalam Bentuk Tanah dan Tanaman pembangunan fisik program PNPM Mandiri Perdesaan seperti pembuatan BAK penampungan air irigasi, penimbunan jalan irigasi maupun penimbunan jalan produksi, tidak sedikit yang melewati perkebunan masyarakat, sehingga bagi kelompok penerima bantuan dan pelaksana kegiatan membuat kesepakatan seperti menghibahkan tanah ataupun tanaman yang dilewati jalan produksi sesuai ukuran yang disepakati. Dengan kesepakatan ini, sehingga tidak ada kejanggalan atau rasa ketidakpuasan yang menimbulkan protes atau ketidakterimaan masyarakat terhadap pembangunan jalan produksi tersebut. karena pada hakikatnya pemerintah melalui PNPM Mandiri Perdesaan tidak bertanggung jawab atau mengganti kerugian atas pembangunan yang dilakukan. hal ini sesuai dengan hasil wawancara bersama Bapak I Made Wina, mengatakan bahwa : masyarakat juga

6 6 menghibahkan tanah dan tanaman yang ada di atasnya, sebagai bentuk swadayanya dalam mendukung PNPM-MP ini (wawancara tanggal 3 september 2013). c. Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Uang Pembangunan berdasarkan bantuan PNPM Mandiri Perdesaan dialokasikan sepenuhnya untuk pelaksanaan pembangunan. Karena telah dibiayai oleh PNPM-MP, dalam pelaksanaannya masyarakat tidak lagi dipungut atau berpartisipasi berupa uang. Partisipasi ini dilakukan setelah pembangunan telah selesai dilaksanakan, yakni pada saat musyawarah serah terima dari tim pengelola kegiatan kepada masyarakat selaku pemilik pembangunan tersebut, sehingga partisipasi dalam bentuk uang ini nantinya akan digunakan untuk biaya operasional pemeliharaan dan pelestarian pembangunan. Karena pada hakikatnya PNPM-MP tidak lagi bertanggung jawab atas pembangunan tersebut atau menyediakan dana perawatan. Sebagaimana diungkapkan oleh I Gusti Ngurah Budi Arsana selaku tim pemelihara, yaitu : Pelestarian hasil pembangunan adalah tanggung jawab masyarakat terlepas dari adanya bantuan PNPM Mandiri Perdesaan tersebut. Masyarakat menjadi meperan utama terhadap kebutuhan pelestarian. Kebutuhan dalam bentuk dana pemeliharaan dan tenaga operasional semuanya berasal dari masyarakat, sehingga dalam hal ini masyarakat berperan sebagai pemilik dan penentu nasib hasil pembangunan (wawancara tanggal 14 september 2013). 3. Partisipasi Masyarakat dalam Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Selain pembangunan fisik yang menjadi prioritas usulan masyarakat Desa, partisipasi kaum perempuan pun mengambil andil yang sangat strategis dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Program yang mengedepankan partisipasi sebagai salah satu prinsip utama tidak hanya menempatkan kaum pria sebagai kunci vital keberhasilan pembangunan. Dalam program PNPM Mandiri Perdesaan, menempatkan perempuan sebagai pendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat. SPP merupakan bantuan modal khusus diperuntukan bagi kaum perempuan untuk membangun dan mengembankan usahanya. Mekanisme memperoleh bantuan ini dilakukan dengan cara mengajukan proposal bantuan dana simpan pinjam berdasarkan kelompok yang telah dibentuk dengan anggota maksimal 10 orang. Kelompok penerima bantuan simpan pinjam dikenal ada dua yaitu : pertama kelompok perguliran, ini merupakan kelompok lama yang sudah pernah menerima dana bantuan simpan pinjam (SPP), karena waktu peminjaman telah berakhir dan angsuran anggotanya telah lunas tanpa ada suatu kecacatan, kelompok ini

7 7 kembali memohon untuk dana perguliran selanjutnya tanpa melalui prantara proposal. Kedua kelompok SPP regular. kelompok ini, merupakan kelompok perdana dan pertama kali memohon bantuan dana perguliran. Kelompok regular ini harus menyusun proposal sebagai perantaranya. Sedangkan untuk tanggung jawab pengembalian dana diwakili oleh bendahara Tim Pengelola Kegiatan (TPK) selanjutnya diteruskan kepada Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Program simpan pinjam perempuan (SPP) mendapatkan dukungan yang sangat baik. Hingga saat ini sudah ada tiga kelompok penerima yang terbentuk dengan keanggotaan yang silih berganti. Selain itu, kontribusi nyata program ini juga Nampak terhadap penggunaan dana tersebut seperti membuka warung, membeli bibit ternak, obat-obat pertanian dan kebutuhan lain yang mendukung usaha keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak I Wayan Purna Sanjaya, mengatakan bahwa Dengan adanya program PNPM Mandiri Perdesaan khususnya program simpan pinjam perempuan (SPP), sang at membantu kaum perempuan dan keluarga umumnya dalam mengembangkan potensi usaha ataupun memajukan usaha yang telah sigeluti (wawancara tanggal 6 september 2013). B. Faktor Penghambat dan Pendukung Partisipasi Masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan 1. Faktor Penghambat meliputi : a. masih Rendahnya Kesadaran sebagian Anggota Masyarakat Kesadaran menyangkut kemauan dan dorongan dalam diri untuk turut peduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa pada umumnya masyarakat telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk berpartisipasi dalam program pembangunan melalui PNPM Mandiri Perdesaan. Namun disisi lain tingkat kesadaran ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti status pekerjaan masyarakat dalam program tersebut. masyarakat akan lebih aktif berpartisipasi apabila hal tersebut dilakukan secara gotong royong. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak I Made Wina, mengatakan bahwa : masih ada sebagaian anggota masyarakat yang acuh tak acuh mengenai program pembangunan ini, padahal mereka mengetahui bahwa hasilnya akan dinikmati oleh mereka sendiri yang sebelumnya telah disosialisasikan pada rapat perencanaan (wawancara tanggal 4 september 2013).

8 8 b. Kesibukan Masyarakat secara umum masyarakat di Desa Siliwanga berprofesi sebagai petani. Baik ladang, sawah, buruh tani dan aktifitas sampingan lainnya seperti berternak, berdagang dan lain sebagainya. Waktu yang dimiliki sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan tersebut. masyarakat sangat jarang meluangkan waktu untuk bersantai, kecuali pada saat istirahat, hari raya dan kegiatan adat lainnya. Apalagi saat musim panen tiba, masyarakat lebih mengutamakan pekerjaannya di kebun maupun disawah ketimbang mengikuti kegiatan lain diluar aktifitas kesehariannya, meskipun kegiatan tersebut cukup penting. Sama halnya dalam PNPM Mandiri Perdesaan. tidak sedikit masyarakat yang jarang hadir dalam kerja bakti karena alasan tersebut di atas. Dalam keadaan tertentu, hanya 1 anggota keluarga saja yang diutus menghadiri kerja bakti dan yang lainnya mengerjakan pekerjaannya masing-masing. hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak I Made Wina, mengatakan bahwa : Masyarakat Desa Siliwanga memiliki kesibukan yang sangat padat. Mereka kurang menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Begitupun halnya dengan pembangunan program PNPM Mandiri Perdesaan, partisipasi masyarakat merupakan komponen pokok yang tidak dapat digantikan. Sehingga perlu dilakukan penyadaran agar masyarakat dapat tetap terlibat ditengah-tengah kesibukannya (wawancara tanggal 4 september 2013). c. Rendahnya Tingkat Pendidikan Masyarakat Pemahaman dan pola pikir masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan pembangunan baik pada perencanaan, pelaksanaan maupun pemanfaatan hasil pembangunan tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak jarang terjadi pertentangan antara masyarakat satu dengan yang lainnya mengenai pembangunan yang dilaksanakan, terutama yang sifatnya kelompok. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan yang mendasari jalannya pembangunan, selain itu masyarakat menjadi apatis terhadap informasi mengenai program pembangunan di Desanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak I Nengah Sutastra, mengatakan bahwa : Tingkat pendidikan masyarakat yang ada di Desa Siliwanga rata-rata berpendidikan SD yakni sekitar 60%. Perbedaan ini sangat Nampak terutama dalam hal perencanaan pembangunan, ketika ada rapat, masyarakat sangat jarang menyampaikan ide-idenya secara langsung. Selain itu, masyarakat yang kurang peduli atau kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai proses pembangunan yang akan dilaksanakan, sangat jarang hadir dalam kegiatan rapat dan kegiatankegiatan lainnya(wawancara tanggal 10 september 2013).

9 9 2. Faktor Pendukung Partisipasi Masyarakat dalam PNPM Mandiri Perdesaan a. Kerja Sama antar Masyarakat dan Aparatur Desa Masyarakat dan aparat desa merupakan satu komunitas yang bertanggung jawab atas keberhasilan program pembangunan. Hasil penelitian menunjukan bahwa di Desa Siliwanga terjadi Sinergi yang cukup erat antara masyarakat dan aparat desa. wujud konkret dilakukan dalam bentuk saling mengingatkan antar sesama anggota masyarakat, arahan aparat desa secara langsung pada saat evaluasi tenaga kerja maupun kerja bakti dilapangan maupun oleh masing-masing kader desa. b. Tersedianya SDA dan SDM Desa Siliwanga memiliki potensi yang cukup besar. baik hutan maupun padang rumput dan juga lokasi persawahan. Namun masyarakat masih sebagian kecil yang memanfaatkan potensi tersebut, masih banyak lahan tidur dan hamparan padang yang tidak difungsikan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan sarana dan prasarana yang kurang memadai, seperti kurangnya akses jalan, tidak adanya sarana irigasi dan pengetahuan serta keterampilan masyarakat yang kurang. c. Rasa Malu terhadap sesama Anggota Kelompok Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin banyak keanekaragaman atau pluralisme dalam suatu masyarakat maka semakin besar pula kompetisi yang terjadi didalamnya. Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Siliwanga, masyarakat satu dengan yang lainnya senantiasa saling menilai. Dan tidak segan-segan saling menceritakan kekurangan anggota masyarakat lainnya. Selain itu, mereka juga saling menegur satu sama lain manakala ada anggota kelompok yang tidak atau kurang berpartisipasi. IV. PEMBAHASAN Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

10 10 Berdasarkan prinsip PNPM Mandiri Perdesaan, program ini mengedepankan partisipasi sebagai landasan dasar pelaksanaannya, sehingga operasionalnya program ini mengacu pada prinsip participatory rural appraisal (PRA). Dimana kunci kesusksesan berada ditangan masyarakat sebagai subjek maupun objek pembangunan (Chanbers, 1992:7). Banyak dampak positif yang dirasakan masyarakat Desa khususnya Desa Siliwanga sebagai salah satu Desa yang sangat antusias mendukung sekaligus Desa yang melaksanakan program ini. Program ini melihat setiap permasalahan dari cara pandang masyarakat sesuai dengan kondisi yang dialami. Secara tidak langsung masyarakat dipacu dan dimobiliasasi agar mampu melihat, memiliki kesadaran dan kemandirian terhadap kondisi kehidupan yang mereka alami. Desa Siliwanga merupakan salah satu Desa yang cukup aktif memperoleh bantuan dan melaksanakan program PNPM Mandiri Perdesaan dalam setiap tahunnya. Sejak digulirkannya program ini pada tahun 2007, Desa Siliwanga hingga tahun 2012 telah melaksanakan delapan program pembangunan fisik dengan intensitas 1 sampai dengan 2 pelaksanaan program pembangunan dalam setiap tahunnya ditambah 1 program perguliran, sebagai bentuk partisipasi kaum perempuan. Program ini dikenal dengan program simpan pinjam perempuan. Berbagai bukti pembangunan tersebut, mengindikasikan bahwa respon dan antusias masyarakat Desa Siliwanga dalam mendukung program ini sangat tinggi. berbeda dengan program lainnya yang kurang mendapatkan apresiasi. Keterlibatan masyarakat sebagai subjek pembangunan dalam program ini sangat Nampak mulai dari perencanaan, dimana masyarakat merupakan sentral dari pada ide dan gagasan pembangunan, setiap ide pembangunan digali atau berasal dari orientasi dan pengamatan masyarakat terhadap kendala dan permasalahan yang mereka hadapi. Selain itu, aspek yang paling penting dan sangat menentukan yaitu dalam pelaksanaan pembangunan. Usulan perencanaan pembangunan merupakan seleksi dari sekian banyaknya permasalahan yang dihadapi sesuai dengan priotitas dan mendesaknya persoalan tersebut. dalam pelaksanaan program, apapun bentuk program tersebut semuanya adalah aspirasi masyarakat. oleh karena itu masyarakat adalah pemiliki sekaligus bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan program tersebut. selain pada tahap perencanaan dan pelaksanaan, bentuk nyata partisipasi masyarakat juga terlihat pada tahap pemeliharaan atau pelestariaan hasil pembangunan. Setelah adanya serah terima, pemerintah tidak lagi bertanggung jawab terhadap pemeliharaan hasil program. Melainkan diserahkan

11 11 kepada masyarakat sebagai pemiliknya. Meskipun demikian, ini menjadi sentral bagi tim evaluasi dalam menentukan nasib kelanjutan program PNPM Mandiri Perdesaan di Desa tersebut. Berdasarkan keterangan dan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pelaksanann PNPM Mandiri Perdesaan sangat ditentukan oleh kesadaran, kepeduliaan dan kemandirian masyarakat. semakin tinggi kepedulian, kesadaran dan kemandirian masyarakat maka semakin baik pula hasil pembangunan yang akan dihasilkan. Selain itu, program PNPM Mandiri Perdesaan sifatnya berkelanjutan. Program ini tidak selesai seiring rampungnya pelaksanaan pembangunan. Melainkan program yang dilaksanakan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan sehingga tidak hannya dapat memberikan kesejahteraan pada saat program dilaksanakan, akan tetapi dapat bermanfaat kedepannya bagi generasi yang akan datang. Hasil penelitian menunjukan bahwa manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Siliwanga dengan adanya program PNPM Mandiri Perdesaan sangat besar dan nyata, terutama terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai sasaran utamanya. Aktifitas masyarakat menjadi lebih produktif, lahan yang dulunya tidak diolah sudah mulai difungsikan dengan adanya sarana jalan yang memadai, waktu beraktifitas menjadi lebih padat, distribusi hasil pertanian menjadi lebih lancar, semangat kerja masyarakat semakin tinggi dan banyak manfaat lainnya. 1. Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan oleh Masyarakat Desa Siliwanga dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) A. Sikap Partisipasi Dampak positif yang secara tidak langsung dirasakan masyarakat dengan adanya program PNPM Mandiri Perdesaan khususnya bergerak dalam bidang pembangunan, akan membangkitkan rasa kolektifitas terhadap sesama masyarakat maupun masyarakat dengan aparat desa. selain itu, program ini juga menambah kepercayaan serta rasa memiliki setiap anggota masyarakat dengan saling memberikan dukungan dan perhatian untuk bersama-sama mewujudkan program pengentasan kemiskinan dan pengangguran melalui pembangunan terhadap persoalan-persoalan yang mendesak dan prioritas oleh masyarakat.

12 12 Menurut H.A.W, Widjaja, 2000: 32 mengatakan bahwa : Pembangunan tidak akan berhasil apabila kita berpangkut tangan saja, atau berdiam diri, apatis, pasrah tanpa melakukan sesuatu. Masyarakat yang adil dan makmur tidak akan datang dengan sendirinya tanpa kita semua berbuat dan bertindak serta berperan dan berpartisipasi aktif, dengan memanfaatkan keahlian, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki agar peranan nilainilai pancasila dalam kehidupan nasional, berbangsa dan bermasyarakat dapat terwujud. Partisipasi dan kolektifitas yang terbentuk dari anggota masyarakat serta aparat desa merupakan eksistensi dari dampak persoalan serta latar belakang kehidupan yang lambat mengalami perkembangan akibat minimnya sarana dan prasarana penunjang kehidupan. Seperti masyarakat desa siliwanga yang pada umumnya masyarakat berprofesi sebagai petani. Sehingga masyarakat menjadi semakin antusias mendukung dan mewujudkan program pembangunan yang mengutamakan sarana dan prasarana tersebut. B. Sikap Kemandirian Kemandirian adalah salah satu kunci keberhasilan. Kemandirian merupakan wujud atau implementasi dari sikap sadar untuk berbuat sesuatu dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki baik yang sifatnya eksternal maupun internal tanpa adanya tekanan dari pihak luar. Kemandirian merupakan salah implementasi nilai-nilai pancasila khususnya terkait dengan aspek social budaya yang berperan sebagai nilai-nilai yang matang mendukung pembangunan nasional atas kekuatan sendiri (H.A.W, Widjaja, 2000:34). Masyarakat yang mandiri mampu melihat dan menentukan langkah apa yang harus ditempuh dalam mewujudkan harapan atau cita-citanya tanpa harus mengabaikan tatanan atau nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Selain dalam kehidupan sehari-hari, kemandirian dan kreaktifitas masyarakat sangat diperlukan dalam program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). karena selain masyarakat tersebut antusias melibatkan diri baik dalam bentuk menghadiri rapat, memberikan bantuan dana, tenaga dan lain sebagainya didalam program tersebut, masyarakat juga harus bersikap mandiri. Seperti halnya dalam penelitian ini, bentuk kemandirian masyarakat ditunjukan dalam bentuk perencanaan program yaitu usulan atau ide-ide yang nantinya berguna sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan program pembangunan apa yang tepat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yang prioritas. Bentuk kemandirian lain yang juga ditunjukan masyarakat

13 13 dalam mendukung program ini yaitu menjadi pelopor pembangunan jalan tani dan bak penampungan air untuk sarana pengairan sawah dll. C. Sikap Tanggung Jawab Tanggung jawab merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara, khususnya anggota masyarakat dalam pranata social yang kecil. Tanggung jawab mengindikasikan sejauh mana integritas (kepribadian/konsistensi diri) seseorang dalam memandang dan menyikapi sesuatu hal tentang diri maupun lingkungannya. Tanggung jawab bukan hanya kepada diri sendiri melainkan kepada lingkungan khusunya kepada anggota masyarakat lainnya. Tanggung jawab merupakan refleksi (pancaran) dari hak dan kewajiban seseorang. Disisi lain manusia memiliki hak yang harus diakui dan dihormati oleh individu lainnya, namun disisi itu pula ia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan terhadap individu lainnya. Dengan adanya keseimbangan tersebut, maka tujuan yang diharapkan manusia dapat terwujud. Ruang lingkup kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara yang terdiri atas pemerintah, warga Negara, wilayah dan pengakuan dari Negara lain tentunya memiliki tujuan yang harus dicapai baik dalam skala kecil maupun secara nasional sebagaimana tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Usaha Negara mewujudkan tujuan ini tentu dibarengi dengan tekat dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakatnya. Program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan yang dilaksanakan di Desa Siliwanga yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunannya merupakan salah satu perwujudan tanggung jawab pemerintah terhadap warga negaranya sebagaimana tertuang dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yaitu tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah baik pemerintah pusat, daerah, aparat desa dan masyarakat sasaran program. Tanggung jawab pemerintah dalam program ini dilaksanakan dalam bentuk penyediaan dana bantuan, program pendampingan dan pelatihan bagi kader-kader masyarakat. sedangkan masyarakat adalah elemen yang bertanggung jawab dalam menyusun program, mengelolah, melaksanakan, memanfaatkan dan melestarikan hasil pembangunan. Tanggung jawab masyarakat desa siliwanga dalam program ini tercermin melalui sikap kepedulian untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang kurang produktif dengan mengobservasi setiap

14 14 persoalan yang dirasa dominan dan prioritas bagi masyarakat desa siliwanga serta memiliki pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Milles dan Huberman Analisis Data Kualitatif. Jakarta: U.I Press. Rahardjo Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. H.A.W, Widjaj Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Winarno Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari hasil penelitian Partisipasi Masyarakat Pekon Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil

untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil PERAN KEPALA DESA DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI (PNPM MANDIRI) DI DESA SEI APUNG JAYA KECAMATAN TANJUNG BALAI KABUPATEN ASAHAN Oleh : Muhammad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa, tetapi desa memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015) PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015) Debby Ch. Rende Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan

Lebih terperinci

(PNPM : : PJOK,

(PNPM : : PJOK, LAMPIRAN PANDUAN WAWANCARA Judul Skripsi : Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mpd) Tahun 2010-2011 (Studi di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagi seluruh rakyat Indonesia dan di dalam undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagi seluruh rakyat Indonesia dan di dalam undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Pembangunan nasional dapat diwujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA DESA

SAMBUTAN KEPALA DESA SAMBUTAN KEPALA DESA Bismillahirrokhmanirrokhim. Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh. RPJMDes - Puji syukur mari kita panjatkan ke pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) adalah mekanisme progam yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG Iin Nimang Pangesti Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyak masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak atau sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mulai bangkit pasca krisis moneter 1997-

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mulai bangkit pasca krisis moneter 1997- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia yang mulai bangkit pasca krisis moneter 1997-1998 belum menunjukkan angka yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kemiskinan melalui kelembagaan lokal, sehingga keberdaan lembaga ini tidak murni

BAB V PENUTUP. kemiskinan melalui kelembagaan lokal, sehingga keberdaan lembaga ini tidak murni BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BKM Mandiri muncul sebagai tangan panjang pemerintah dalam mengatasi kemiskinan melalui kelembagaan lokal, sehingga keberdaan lembaga ini tidak murni dari ide masyarakat sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang

BAB I PENDAHULUAN. harus diminimalisir, bahkan di negara maju pun masih ada penduduknya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan bukan masalah baru, namun sudah ada sejak masa penjajahan sampai saat ini kemiskinan masih menjadi masalah yang belum teratasi. Di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN

BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN 30 BAB III GAMBARAN UMUM SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN A. Gambaran Umum Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) 1. Tempat Penelitian a. Letak Geografis

Lebih terperinci

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah

(PNPM-MP) adalah bagian dari upaya Pemerintah BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG W/ W Menimbang Mengingat BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, a. bahwa Kebijakan Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 25 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA ATAU

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 13 POTENSI SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Kasus di Desa Sidorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo Tahun 2013) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT 57 BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Implementasi SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) di Desa Tungu Kecamatan Godong

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN: PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI DESA BINUANG KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Farhanuddin Jamanie Dosen Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI

Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI Workshop PPM Desa Timbulharjo Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial UNY UTAMI DEWI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI UU DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI DESA, PDT DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1,2,3,4 dan 5 TAHUN 2015 DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Di mana pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan sesuatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintaan Daerah yang merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaji hubungan modal sosial dan unsur tumbuh kembang partisipasi terhadap partisipasi KSM dalam PKH, maka dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MENDIK DAN DESA MENDIK BHAKTI KECAMATAN LONG KALI KABUPATEN PASER.

PERBANDINGAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MENDIK DAN DESA MENDIK BHAKTI KECAMATAN LONG KALI KABUPATEN PASER. ejournal Pemerintahan Integratif, 2017, 5 (1): 89-98 ISSN: 2337-8670 (online), ISSN 2337-8662 (print), ejournal.pin.or.id Copyright 2017 PERBANDINGAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI DESA MENDIK DAN DESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Dalam Ritzer dan Goodman (2010) penekanan yang terjadi pada teori struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH

BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 31 BAB IV KONDISI KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SERTA PROFIL KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT RUBAH 4.1 Kondisi Kemiskinan Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan tidak sematamata didefinisikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis

BAB III PENYAJIAN DATA. penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini disajikan data yang diperoleh dari lokasi penelitian melalui penyebaran angket, wawancara, dan observasi. Peneyebaran angket yang penulis lakukan dengan cara mengajukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DANA BANTUAN PT. KIDECO JAYA AGUNG DALAM PEMBANGUNAN DI DESA SEMPULANG KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER. Priyo Sambodo 1.

IMPLEMENTASI DANA BANTUAN PT. KIDECO JAYA AGUNG DALAM PEMBANGUNAN DI DESA SEMPULANG KECAMATAN TANAH GROGOT KABUPATEN PASER. Priyo Sambodo 1. ejournal Ilmu Pemerintahan, 2014, 2 (2): 2161-2173 ISSN 2338-3651, ejournal.ip.fisip.unmul.ac.id Copyright 2014 IMPLEMENTASI DANA BANTUAN PT. KIDECO JAYA AGUNG DALAM PEMBANGUNAN DI DESA SEMPULANG KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah kemiskinan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci