BAB II PRINSIP DASAR WELL LOGGING
|
|
- Bambang Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PRINSIP DASAR WELL LOGGING I. PENDAHULUAN Well Logging adalah kegiatan merekam karakteristik batuan sebagai fungsi kedalaman. Ada dua macam pencatatan yang dibedakan menurut waktu pengambilan data, yaitu : a. Selama kegiatan pengeboran berjalan. 1. Mud Logging atau Log Mekanis, media pengantarnya adalah lumpur.(bab 3) 2. Log While Drilling (LWD), tidak akan dibahas dalam buku ini. b. Pencatatan setelah kegiatan pengeboran dihentikan pada target tertentu, dilakukan dengan media kabel, disebut wireline log. Data-data yang didapat antara lain : resistivitas, porositas, lapisan permeabel, mud cake pada dinding sumur, sifat radio aktif, sifat rambat suara, temperatur dan tekanan formasi, tekanan jenis fluida dalam formasi, lithologi, parameter drilling dll.. Tujuan Utama Well Logging Tujuan utama well logging adalah mencari kandungan migas yang bisa diproduksikan secara ekonomis di dalam batuan. Dari hasil well logging dapat dilakukan : 1. Evaluasi formasi 4. Analisa Kualitas semen 2. Korelasi antar sumur 5. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir 3. Deteksi daerah dengan tekanan 6. Analisa Mekanika berlebihan 7. Pemetaan Reservoir 1. Evaluasi formasi Sifat petrofisik batuan seperti porositas, permeabilitas, dan resistivitas adalah data yang dapat direkam oleh log, yang kemudian dikorelasikan dengan hasil analisis di laboratorium. Well logging tidak hanya merekam sifat fisik tetapi juga sifat kimia dari batuan sedimen dan fluida yang dikandungnya. Analisis Well Log 2-1
2 Misalnya, SiO 2 (Silikat) unsur utama dari sandstone, CaCO 3 (kalsium karbonat) terbaca oleh log sebagai limestone. Shale adalah sedimen yang berbutir sangat halus yang terbentuk akibat konsolidasi clay dan silt. Shale yang mengandung radioaktif, mudah terbaca oleh log gamma ray. Untuk formasi yang bersih, well log dapat membedakan air dan minyak di reservoir. Juga dapat menentukan densitas hidrokarbon di sekitar sumur selama di bawah 0.7 g/cc 2. Korelasi sumur Sumur yang akan dibor, perlu diperkirakan sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya berdasarkan korelasi sumur tersebut dengan data logging dari beberapa sumur di sekitarnya. Sehingga dapat diketahui kondisi geologi dari reservoir tersebut yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan pengeboran. 3. Deteksi daerah dengan tekanan yang berlebihan Log yang paling umum digunakan untuk mendeteksi zona tekanan abnormal adalah log resistivitas, akustik, dan densitas. Log lain seperti log neutron, bisa digunakan tetapi kurang sensitif. Deteksi zona tekanan abnormal ditunjukan adanya lapisan shale pada log. Di bawah tekanan kompaksi yang normal, porositas shale akan berkurang terhadap kedalaman, akibat peningkatan tekanan over burden secara bertahap. Peningkatan porositas shale dalam zone bertekanan tinggi ditunjukkan oleh peningkatan porositas nyata dari shale pada log. Resistivitas shale biasanya meningkat jika kedalaman bertambah, tetapi pada zona bertekanan tinggi justru resistivitas shale berkurang. Semakin besar penurunan resistivitas shale semakin besar pula peningkatan tekanan abnormal. Interval transit time (log akustik) menurun terhadap kedalaman pada kondisi tekanan normal, tetapi pada tekanan abnormal, interval transit time meningkat terhadap kedalaman. Semakin besar tekanan abnormal semakin besar pula interval transit time. Densitas shale meningkat jika terkompaksi. Tekanan abnormal menghasilkan peningkatan porositas shale yang mencolok dan penurunan densitas shale. 4. Analisa Mekanika Mekanika batuan dalam hal ini berkaitan dengan rekahan (fracture). Analisis Well Log 2-2
3 Rekahan amat penting untuk meningkatkan produksi karena rekahan memiliki permeabilitas yang sangat besar yang dapat mengalirkan minyak dan gas dalam jumlah yang besar. Berdasarkan pengalaman di lapangan, rekahan dapat meningkatkan porositas formasi 0.5 s.d. 1.5 %. Deteksi rekahan dengan well logs umumnya dilakukan oleh log akustik. Log amplitudo akustik biasanya disertakan dengan acoustic velocity log sehingga peningkatan porositas, perubahan litologi dan lapisan shale dapat diidentifikasi. Menurunnya amplitudo akustik dengan sendirinya bukanlah indikasi positif adanya rekahan. Amplitudo akustik menurun jika melewati lapisan shale, perubahan bentuk litologi, atau ketika porositas meningkat. Indikasi positif adanya fracture adalah menurunnya amplitudo akustik secara signifikan dimana travel time tidak berubah. 5. Analisa Kualitas semen Log-log yang berkaitan dengan analisa kualitas semen adalah : - Cement Bond Log (CBL) - Variable Density Log (VDL) - Cement Evaluation Log (CEL) Cement Bond Log (CBL) digunakan untuk mengevaluasi ikatan antara semen dengan casing. Peralatan sonik digunakan untuk pengukuran ini. Sonic merekam amplitudo setengah cycle pertama dari sinyal sonik ke penerima yang berlokasi 3 ft dari transmitter. Amplitudo ini adalah amplitudo maksimum yang tidak mendukung pipa dan minimum dalam sumur dengan pipa yang tersemenkan. Amplitudo tersebut adalah fungsi dari ukuran dan ketebalan casing, kekuatan dan ketebalan penyemenan, derajat kekuatan ikatan semen. Variable Density Log (VDL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan antara semen dengan formasi dan semen dengan casing. Amplitudo gelombang sonik terekam pada penerima sonic yang berjarak 5 feet dari transmitter. Cement Evaluation Log (CEL) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan semen dengan casing. Perbedaannnya dengan Cement Bond Log adalah CEL dapat mendeteksi hadirnya channel. CEL mengukur resonansi ketebalan casing dengan resolusi vertikal yang sangat baik. Log ini dapat dikalibrasi secara langsung hingga compressive strength semen sekitar psi. Analisis Well Log 2-3
4 6. Pemeriksaan dan pemantauan reservoir Misalnya koreksi kedalaman dari data seismik dengan log sonik dan sebagainya 7. Pemetaan reservoir Dari spontaneous potensial log dan log porositas dapat diketahui ketebalan formasi produktif yang kemudian dapat dikorelasikan dengan log sumur lain. Hasil korelasi ini dapat menghasilkan peta korelasi ketebalan lapisan produktif dari suatu reservoir. Apakah bentuknya antiklin atau sinklin, daerah terjadinya sesar, patahan dll. Dengan log resistivitas diperoleh true resistivity yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan saturasi minyak formasi produktif yang dapat dikorelasikan dengan data saturasi minyak di sumur lain. Hasilnya didapat peta kesamaan saturasi atau peta iso-saturation. Batasan reservoir dapat ditentukan dari sumur-sumur delineasi. Sifat petrofisik batuan dari log Sifat-sifat petrofisik yang dihasilkan oleh log dan dikorelasikan dengan analisis core di laboratorium antara lain : 1. Porositas : Perbandingan rongga terhadap volume batuan (%). Porositas merupakan representasi dari kemampuan suatu batuan reservoir untuk menyimpan fluida. Secara matematis porositas didefinisikan sebagai perbandingan ruang kosong terhadap volume keseluruhan dari suatu batuan: Volume of pores Porositas (%), φ = x100% Bulk volume Porositas merupakan fungsi dari banyak faktor lithologi diantaranya heterogenitas penyemenan, leaching, kandungan lempung, tipe dari lempung (swelling atau nonswelling), dan sebagainya. Porositas Primer : Ruang alami antar butir atau antar kristal yang terbentuk dalam batuan pada saat konsolidasi, kompaksi, dan sementasi pada sedimen yang lepas. Porositas primer dapat berkurang akibat tekanan overburden dari batuan yang berada di atasnya. Tekanan overburden ini menekan batuan sehingga pori-pori batuan mengecil dan mengeluarkan sebagian fluida. Proses sementasi butiran batuan juga dapat mengurangi porositas primer. Umumnya batupasir menunjukkan tipe porositas ini. Pada batuan muda, berkurangnya Analisis Well Log 2-4
5 porositas secara eksponensial terhadap kedalaman. Hubungan metematisnya : φ = φ o e cd dimana : φ = Porositas pada kedalaman, D. c = Konstanta empiris φ o = Porositas perkiraan (umumnya 40 %) Ømax pada batuan sedimen adalah 40 % dan terendah 0 %. Jika butiran yang mempunyai diameter sama disusun, akan diperoleh Ø dengan range 25.9 % hingga 47,6 % seperti yang terlihat pada gambar 2-1 dan Ø dengan variasi ukuran butir (gambar 2-2). Dalam batupasir, Ø primer bisa mencapai lebih dari 47%, namun pada umumnya berada pada rentang 5% hingga 27%. Ø shale juga menurun terhadap kedalaman dengan laju penurunan yang jauh lebih cepat daripada batu pasir. Di permukaan, lumpur mempunyai Ø sekitar 40%. Jika tekanan normal, Ø shale pada kedalaman kaki mencapai 5%. Porositas Sekunder : Ruang dalam batuan yang terjadi setelah batuan terbentuk misalnya akibat proses disolusi, rekahan. Porositas ini akibat pelapukan butiran-butiran batuan oleh asam (contoh pada limestone) yang menyebabkan naiknya porositas, proses sementasi sekunder batuan oleh presipitasi material-material yang larut di air dalam pori batuan, atau air dari sirkulasi yang menyebabkan turunnya porositas. Leaching dimulai dari bagian terlemah pada batuan seperti bedding planes, sepanjang joint, sepanjang rekahan, kemudian menjalar perlahan keseluruh batuan yang membuat volume pori tambah besar. Cubic Arrangement of Rhombohedral Arrangement Spheres, 47.6% Porosity of Spheres, 25.9% Porosity Gambar 2-1. Porositas yang berbeda-beda tergantung susunan butiran batuan (dari Western Atlas). Analisis Well Log 2-5
6 Gambar 2-2. Porositas dipengaruhi variasi ukuran butiran (dari Western Atlas). Dari ke dua jenis porositas tersebut dapat dibagi menjadi: 1. Porositas absolut Porositas absolut adalah persentase dari ruang kosong terhadap volume bulk batuan. Porositas absolut merupakan porositas total atau total ruang kosong yang tersedia dalam batuan. 2. Porositas efektif Porositas efektif adalah persentase dari volume pori yang berhubungan satu sama lain terhadap volume bulk. Porositas efektif menunjukkan indikasi kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida melalui saluran pori-pori yang berhubungan. Ini berarti bahwa nilai porositas efektif akan sama atau lebih kecil dari nilai porositas absolut. Gambar 2-3 adalah contoh porositas efektif dan non efektif. Gambar 2-3. Porositas efektif, non-efektif, dan total (dari Western Atlas). Analisis Well Log 2-6
7 Porositas dipengaruhi oleh: Ukuran butir : Ukuran butir yang besar memiliki porositas yang lebih tinggi dengan range daripada ukuran butir yang kecil. Bentuk butir : Bentuk butir yang seragam memiliki porositas lebih tinggi daripada bentuk butir yang tidak seragam Material semen : batuan yang matriksnya tersemen oleh silica atau kalsareus memiliki porositas yang rendah. 2. Permeabilitas (K): Kemampuan batuan untuk meloloskan fluida (Darcy). Hukum Darcy yang mendefinisikan aliran fluida dalam media berpori diturunkan secara empiris yaitu: Q f = ka( P1 P2) µ L Dimana Q f = Laju alir fluida, cm 3 /sec ; A = Luas penampang media berpori, cm 2 µ = Viskositas fluida, cps; P = P 1 P 2 = Perbedaan tekanan, atm L = Panjang dari media berpori, cm; K = Permeabilitas, Darcy Gambar 2-4 berikut adalah beberapa variabel yang dapat mempengaruhi permeabilitas vertikal dan horizontal. Gambar 2-4. Permeabilitas dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butiran (dari Western Atlas). Analisis Well Log 2-7
8 Umumnya semakin besar porositas maka permeabilitas juga semakin besar, meskipun anggapan ini tidak selalu benar. Permeabilitas Absolut : Kemampuan batuan meloloskan satu jenis fluida yang 100% jenuh oleh fluida tersebut. Permeabilitas Efektif : Kemampuan batuan meloloskan satu macam fluida bila terdapat dua macam fluida yang immiscible. Permeabilitas efektif lebih kecil daripada permeabilitas absolut. Permeabilitas Relatif : Perbandingan antara permeabilitas efektif dan absolut. Semakin besar saturasi air maka permeabilitas relatif air akan membesar sebaliknya permeabilitas relatif minyak akan mengecil hingga nol yaitu pada saat Sw = Swc (Critical water saturation). Laju alir air dan minyak merupakan fungsi dari viskositas dan permeabilitas relatif, seperti pada persamaan berikut : Qo Kro. µ W = Qw Krw. µ o Permeabilitas fracture dapat dianggap sebagai fungsi dari lebar fracture. K = x lebar 2 dimana k = Permeabilitas (Darcy) dan lebar dalam inch. Hubungan permeabilitas dengan porositas : Biasanya penambahan porositas diikuti dengan penambahan permeabilitas Batuan yang tua dan kompak porositas dan permeabilitasnya kecil Dolomitisasi menambah nilai porositas dan permeabilitas Permeabilitas dipengaruhi juga oleh besar, bentuk dan hubungan antar butir. 3. Saturasi Air : Persentase volume pori batuan yang terisi air formasi (%). Biasanya ruang pori tersebut diisi oleh air ataupun minyak dan gas, namun bisa juga kombinasi ketiganya. Umumnya reservoir memiliki saturasi air 20% atau lebih yang berarti 20 % pori-pori diisi oleh air dan 80 % diisi oleh fluida lain. Secara umum reservoir yang dianggap komersil/ekonomis harus memiliki saturasi air lebih kecil dari 60%. Saturasi Air (S w ) = Air Formasi yang berada dalam pori Total jumlah pori dalam batuan Analisis Well Log 2-8
9 Saturasi Air Irreducible (S w irr ) : Saturasi air dimana seluruh cairan tertahan dalam batuan karena tekanan kapiler. Dalam batuan granular terdapat hubungan antara irreducible water saturation, porositas, dan permeabilitas (gambar 2-5). Gambar 2-5. Chart yang menggambarkan hubungan antara irreducible water saturation, porositas, dan permeabilitas. Menentukan permeabilitas dengan Gb Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah 2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis horizontal (saturasi air) 3. Baca pada garis diagonal kiri (permeabilitas) Menentukan saturasi air dengan Gb Tentukan harga porositas pada skala bagian bawah 2. Tarik garis vertikal (porositas) hingga berpotongan dengan garis diagonal (permeabilitas) 3. Baca pada skala vertikal bagian kiri (saturasi air). Analisis Well Log 2-9
10 1. Resistivitas : Daya tahan batuan terhadap arus (Ω-meter). Air destilisasi mempunyai resistivitas di atas 10 6 ohm meter, berbeda dengan air yang tersaturasi dengan garam mempunyai resistivitas kurang dari 0.1 ohm meter. Salinitas pada well logging dinyatakan dalam satuan part per million (ppm). Air laut memiliki salinitas ppm. Larutan garam pada suhu kamar memiliki salinitas sekitar ppm atau sekitar 25 % berat. V = I. r Resistivitas ( R ) dimana : r A = I A (r) L L V V = Tegangan Listrik (Volt) I = Arus Listrik (Ampere) R = Resistivitas (Ω-meter) r = Resistansi (Ω) A = Luas (meter 2 ) L = Panjang (meter) Resistivitas dari Cairan Air garam dengan resistivitas = R w (ohm-m) Arus Listrik Tahanan terukur = R w. R w turun bila konsentrasi garam dan temperatur naik Resistivitas dari Batuan Basah Butiran tak konduktif dicampur air garam dengan resistivitas = R w (ohm-m) Arus Listrik Tahanan terukur = R w. R o sebanding dengan R w R o = F. R w F adalah faktor resistivitas formasi Konduktivitas (lawan resistivitas) (mho/m): Daya hantar arus dalam batuan. Analisis Well Log 2-10
11 C = 1000/R Prinsip Dasar Well Logging dimana C : Konduktivitas dan R : Resistivitas Data analisis kimia dari air formasi juga dapat dikonversikan menjadi resistivitas air, meskipun hal ini bukanlah cara yang baik dibandingkan dengan penentuan melalui pengukuran resistivitas secara langsung. Resistivitas adalah pengukuran dasar dari saturasi fluida reservoir, resistivitas merupakan fungsi dari porositas, jenis fluida, dan jenis batuan. Hubungan antara resistivitas air (R w ) dengan resistivitas batuan basah (R o ), ditunjukkan dengan persamaan : F = R o / R w dimana : F = Faktor formasi Tabel 2-1. F = a / φ m F = 1 / φ 2 Perbedaan koefisien dan eksponen yang digunakan untuk menghitung Faktor formasi (F). (mod. after Asquith, 1980) Hubungan umum dimana; a = Faktor Tortuosity m = eksponen φ = Porositas untuk karbonat F = 0.81 / φ 2 F = 0.62 / φ 2.15 untuk batupasir terkonsolidasi untuk batupasir tak terkonsolidasi (Humble) F = 1.45 / φ 1.54 untuk pasir umumnya (after Carothers, 1958) F = 1.65 / φ 1.33 untuk pasir serpihan (after Carothers, 1958) F = 1.45 / φ 1.70 untuk pasir gampingan (after Carothers, 1958) F = 0.85 / φ 2.14 untuk karbonat (after Carothers, 1958) F = 2.45 / φ 1.08 untuk pasir berumur Pliosen (after Carothers dan Porter, 1970) F = 1.97 / φ 1.29 untuk pasir berumur Miosen (after Carothers dan Porter, 1970) F = 1 / φ (2.05-φ) untuk formasi berbutir bersih (after Sethi, 1979) Namun percobaan juga menunjukkan hubungan antara faktor formasi dengan porositas : Analisis Well Log 2-11
12 Prinsip Dasar Well Logging F=1/φ m dimana : m = eksponen sementasi yang bervariasi terhadap ukuran butir, distribusi butir, dan kompleksitas hubungan antar pori (tortuositas) Archie menggabungkan persamaan faktor formasi dengan persamaan saturasi air sehingga gabungan tersebut dikenal dengan rumus Archie : Sw = n FR. Rw Rt dimana n : eksponen saturasi, bergantung pada karakteristik formasi dan fluidanya. Dari uji laboratorium, nilai n berkisar antara 1.8 hingga 2.5. Dalam contoh ini kita memakai n = 2. Gambar 2-6. Faktor formasi vs Porosity. Cara menggunakan Chart : Analisis Well Log 2-12
13 1. Tentukan harga porositas 2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis m 3. Baca titik potong tersebut pada skala Faktor formasi Harga m (eksponen sementasi) untuk batuan : Tidak tersementasi (uncemented) < 1.4 Sangat sedikit tersemenkan (very slightly cemented) Sedikit tersemenkan (slightly cemented ) Cukup tersemenkan (moderately cemented) Tersementasi tinggi (highly cemented), karbonat > 2.0 II. LINGKUNGAN SUMUR Situasi lubang bor kira-kira adalah sebagai berikut : Kedalaman yang bervariasi antara 1000 hingga ft. Diameter lubang 5 hingga 17. Kemiringan lubang berkisar dari 20 0 hingga Temperatur dasar lubang antara F F. Kadar garam lumpur antara ppm, terkadang mengandung minyak. Berat lumpur antara 9 17 lb/gal. Tekanan dasar lubang 500 hingga psi. Ketebalan mud cake pada formasi permeabel sekitar 0,1 hingga 1. Daerah terkontaminasi antara beberapa inchi hingga beberapa ft. dimana kebanyakan cairan telah digantikan oleh cairan pemboran. Alat-alat logging umumnya berdiameter 3 5 / 8 inchi dengan panjang ft. Biasanya merupakan rangkaian dari beberapa alat. Kombinasi yang umum adalah : DIL-SLS-GR Dual Induction Sonic Gamma Ray LDL-CNL-NGL Litho Density Neutron Natural Gamma Ray DLL-MSFL-GR Dual Laterolog Micro SFL Gamma Ray EPT-ML Electromagnetic Propagation Microlog SHDT-GR Stratigraphy High Res. Dipmeter Tool Gamma Ray Analisis Well Log 2-13
14 Gambar 2-7. Skematik lingkungan sumur bor (dari Western Atlas). d h Diameter lubang d i Diameter Invasi (bagian dalam / flushed zone) d j Diameter Invasi (bagian luar / invaded zone) rj h mc R m Jari-jari Invaded Zone Ketebalan kerak lumpur Resistivitas lumpur R mc Resitivitas kerak lumpur R mf Resitivitas filtrat lumpur R xo S xo R s R t R w S w Resitivitas Flushed Zone Saturasi air pada Flushed Zone Resitivitas serpih Resistivitas Uninvaded zone Resistivitas air formasi Saturasi air pada Uninvaded Zone Analisis Well Log 2-14
15 Diameter Lubang (gambar 2-7) : Ukuran lubang bor diterjemahkan sebagai diameter bagian luar dari mata bor, tapi diameter lubang dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter mata bor. Karena ; (1) Wash Out dan/atau runtuhnya serpih dan sementasi batuan porous yang buruk, atau (2) bertambahnya kerak lumpur pada formasi yang porous dan permeabel. Ukuran lubang biasanya berkisar antara 7 7 / 8 inch hingga 12 inch. Ukuran lubang bor diukur oleh log caliper. Lumpur Pemboran : Sekarang hampir setiap pemboran menggunakan lumpur khusus. Lumpur tersebut membantu memindahkan cutting dari lubang bor, melicinkan dan mendinginkan mata bor, serta menjaga kelebihan tekanan bor terhadap tekanan formasi. Densitas lumpur dijaga agar tetap tinggi agar tekanan hidrostatik pada kolom lumpur selalu lebih besar daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini mendorong sebagian lumpur merembes kedalam formasi. Pada saat terjadi rembesan partikel padat tertahan pada sisi lubang dan membentuk kerak lumpur. Fluida yang masuk ke dalam formasi disebut filtrat lumpur (mud filtrat). Zona Invasi (Invaded Zone) : Zona yang dirembesi oleh filtrat lumpur. Terdiri dari : Flushed Zone (R xo ) jaraknya hanya beberapa inch dari lubang bor, biasanya zona ini bersih dari air formasi. Jika terdapat minyak, dapat ditentukan derajat serbuan filtrat lumpur dari perbedaan antara saturasi air di zona ini (S xo ) dengan univaded zone (S w ). Biasanya sekitar % minyak berpindah; sisanya (residual oil) dapat dihitung dengan S ro = [1.0 - S xo ]. Transition atau Anulus Zone (R i ), zona ini muncul bila fluida formasi dan filtrat lumpur bercampur. Terjadi antara flushed zone dan uninvaded zone. Kedalaman rembesan filtrat lumpur disebut sebagai diameter rembesan (d i dan d j ). Secara umum dapat dikatakan : Jumlah filtrat lumpur yang sama dapat merembes ke dalam formasi dengan porositas rendah ataupun tinggi jika lumpur pemboran mempunyai jumlah partikel yang sama. Partikel padatan dari lumpur pemboran membesar dan membentuk sebuah lapisan mudcake yang impermeable. Analisis Well Log 2-15
16 Diameter rembesan dinyatakan dalam inch atau rasio dj/dh. Kedalaman invasi bergantung dari permeabilitas mudcake dan tidak bergantung pada porositas batuan. Zona Tak terinvasi (Uninvaded Zone) (R t ): Zona ini tidak tercemar oleh filtrat lumpur. Hanya tersaturasi oleh air formasi, minyak, atau gas. Saturasi air pada zona ini sangat penting, karena digunakan untuk menentukan saturasi hidrokarbon pada reservoir, dengan menggunakan rumus ; S o = S w Dimana: S o = Saturasi minyak dan S w = Saturasi air dalam zona tak terinvasi Perbandingan antara S w dengan S xo disebut indeks perpindahan hidrokarbon (Index of Hydrocarbon Moveability). III. REMBESAN DAN PROFIL RESISTIVITAS Gambar 2-8. Profil rembesan tipikal untuk tiga versi distribusi fluida sekitar lubang bor (Dari George Asquith dan Charles Gibson). Analisis Well Log 2-16
17 Dari gambar 2-8, Secara ideal ada tiga tipe invasi dari distribusi fluida dalam lubang bor, bagaimana distribusi rembesan pada invaded dan uninvaded zone dan hubungannya dengan relatif resistivitas. Step Profile, Filtrat lumpur terdistribusi seperti silinder disekitar lobang bor. Bentuk silinder tersebut secara mendadak curam bila kontak dengan uninvaded zone, diameter silinder digambarkan sebagai d j. Dalam invaded zone pori-pori terisi oleh filtrat lumpur, pada uninvaded zone terisi oleh air formasi atau hirdokarbon. Pada contoh ini uninvaded zone diisi 100% air (tidak ada hidrokarbon) sehingga resistivitasnya rendah. Resistivitas pada invaded zone = R xo, dan pada uninvaded zone = R o (bila berkaitan dengan air formasi) atau R t (bila berkaitan dengan hidrokarbon) Transition Profile, Ini merupakan model yang paling realistis. Distribusi masih berupa silinder, tapi invasi filtrat lumpur berkurang secara berangsur (gradasi), agak curam, menyambung dengan zona transisi disebelah luar dari zona invaded. Pada Flushed Zone (R xo ) pori-pori terisi filtrat lumpur (R mf ) dan memberikan harga resistivitas yang tinggi. Pada Transition Zone (R i ) pori-pori terisi filtrat lumpur (R mf ), air formasi (R w ) dan, jika ada, sisa hidrokarbon. Pada Uninvaded Zone (R o ) pori terisi air formasi (R w ), dan jika ada, hidrokarbon (R t ) (pada diagram ini hidrokarbon tidak muncul sehingga harga resistivitas pada uninvaded zone rendah). Annulus Profile, menggambarkan distribusi sementara fluida jika operasi logging dihentikan sementara waktu (tidak akan terekam pada log). Annulus profile menggambarkan adanya fluida yang muncul antara invaded dan uninvaded zone dan merupakan tanda keberadaan hidrokarbon. Profil ini hanya dapat dideteksi oleh log induksi (ILD atau ILM) segera setelah sumur di bor dan memberikan harga resistivitas tinggi. Pada saat filtrat lumpur masuk ke dalam zona tersebut, air formasi terdorong keluar, kemudian air formasi yang keluar tersebut membentuk cincin (annular ring) pada batas invaded zone, profil ini hanya dapat terjadi pada hydrocarbon bearing zone. Analisis Well Log 2-17
18 Pada Flushed Zone (R xo ) pori terisi filtrat lumpur (R mf ) dan hidrokarbon sisa (RH), sehingga harga resistivitas tinggi. Pada Transition Zone (R i ) pori terisi campuran antara filtrat lumpur (R mf ), air formasi (R w ) dan hidrokarbon sisa (RH). Diluar itu adalah Annulus Zone dimana pori terisi air formasi (R w ), dan hidrokarbon. Pada waktu profil annulus muncul, terjadi penurunan harga resistivitas secara tiba-tiba pada batas luar invaded zone, dikarenakan konsentrasi air formasi yang tinggi. Air formasi didorong keluar oleh rembesan filtrat lumpur ke annulus zone. Hal ini menyebabkan absennya hidrokarbon secara sementara, dan pada gilirannya mendorong kembali air formasi. Diluar annulus zone terdapat Uninvaded Zone (R o ) dimana pori terisi air formasi (R w ), dan hidrokarbon. Harga Resistivitas sebenarnya (R t ) akan lebih tinggi dari harga R o, karena hidrokarbon memiliki harga resistivitas yang lebih tinggi daripada air asin. Gambar berikut ini memperlihatkan perbedaan penggunaan fresh dan salt drilling mud. 1.WBZ Gambar 2-9. Potongan melintang dan profil resistivitas melalui permeable water bearing formation (Dari George Asquith dan Charles Gibson) Analisis Well Log 2-18
19 Pemboran memasuki water bearing zone.(gb. 2-9) Sw >> 60% Fresh water drilling muds : R mf > R w, karena kandungan garam yang beragam. Rumus umum yang dipakai pada fresh water drilling muds adalah R mf > 3R w. R xo mempunyai kandungan filtrat lumpur yang tinggi sehingga memiliki resistivitas yang tinggi juga, menjauhi lubang bor, resistivitas dari invaded zone (R i ) berkurang dengan berkurangnya filtrat lumpur (R mf ) dan bertambahnya air formasi (R w ). Pada uninvaded zone R t = R o bila formasi 100% tersaturasi oleh air formasi. Secara umum dapat disimpulkan R xo > R i >> R t pada water bearing zone Salt water drilling muds : karena R mf R w, maka tidak ada perbedaan yang besar antara flushed zone, invaded zone, dan uninvaded zone (R xo = R i = R t ) semuanya mempunyai harga resistivitas yang rendah. 2. OBZ Gambar Potongan melintang dan profil resistivitas melalui lapisan permeable oil bearing (Dari George Asquith dan Charles Gibson).. Analisis Well Log 2-19
20 Pemboran memasuki hydrokarbon bearing zone.(gb.2-10) Sw << 60 % Fresh water drilling muds : Karena R mf dan RH >> R w, resistivitas Flushed Zone (R xo ) juga memiliki harga yang tinggi (karena ada mud filtrat dan sisa hidrokarbon). Menjauhi lubang bor (invaded zone) dimana terdapat campuran antara filtrat lumpur, air formasi dan hidrokarbon sisa, resitivitasnya masih tinggi. Pada beberapa kasus bisa terjadi R i R xo. Kehadiran hidrokarbon pada uninvaded zone menyebabkan formasi memiliki resistivitas yang tinggi daripada uninvaded zone hanya diisi oleh air formasi (R w ), sehingga (R t > R o ). Resistivitas pada zona ini umumnya lebih kecil daripada flushed zone (R xo ) dan invaded zone (R i ). Jika annulus muncul dalam invaded zone harga resistivitasnya (R i ) akan sedikit lebih kecil daripada R t. Secara umum dapat disimpulkan R xo > R i > R t atau R xo > R i < R t Salt water drilling muds : Karena R mf R w dan kandungan hidrokarbon sedikit, maka resistivitas flushed zone akan rendah. Menjauhi lubang bor, dimana makin banyak hidrokarbon yang bercampur filtrat lumpur dalam inveded zone, maka resistivitas (R i ) akan meningkat. Resistivitas pada uninvaded zone akan lebih tinggi daripada saat formasi 100 % tersaturasi oleh air formasi (R t > R o ) karena hidrokarbon lebih resistant daripada air asin. Resistivitas pada uninvaded zone lebih besar daripada invaded zone R t > R i > R xo IV. BEBERAPA INFORMASI DASAR YANG DIBUTUHKAN DALAM INTERPRETASI LOG Pada analisa log dibutuhkan informasi mengenai ; Litologi (berhubungan dengan porositas, faktor formasi) Log porositas membutuhkan konstanta matriks sebelum porositas dihitung. Batuan yang mengandung hidrokarbon (hydrocarbon bearing rock) umumnya berupa batupasir atau karbonat. Formasi yang hanya berisi pasir atau karbonat disebut dengan formasi bersih (clean formation), formasi ini relatif mudah diinterpretasikan. Namun bila mengandung lempung atau serpih (shale) maka formasi tersebut disebut dengan shaly formation dan reservoir jenis ini sulit untuk Analisis Well Log 2-20
21 diinterpretasikan. Karena ukuran lempung yang sangat halus dan dapat mengikat air sehingga tidak dapat mengalir, adanya air ini akan mempengaruhi pembacaan log. # Batupasir Porositas batupasir umumnya < 40%. Jika porositas pada gas bearing zone < 7% atau pada oil bearing zone < 8%, biasanya pemeabilitas sangat rendah hingga tidak ada yang dapat diproduksi. 9% adalah batas terrendah untuk produksi. Jika permeabilitas rendah, saturasi air akan tinggi, dan jika harga S w melebihi 60%, pada kebanyakan kasus pasir tersebut tidak produktif. # Karbonat Porositas karbonat umumnya juga < 40%. Tapi karbonat dapat berproduksi jika porositasnya > 4%. Hubungan saturasi air porositas pada karbonat lebih variatif, pada satu kasus karbonat dapat berproduksi pada S w = 70%, pada kasus lain berproduksi pada S w = 30%, namun pada kebanyakan lapangan batasan saturasi air pada karbonat = 50%. Temperatur Formasi (berhubungan dengan resistivitas) Temperatur formasi didapatkan dengan persamaan linier regresi; T f = g G.D + T o dimana : D = kedalaman. g G = kemiringan (gradien geothermal). T f = temperatur T o = konstanta (temperatur permukaan) Atau dengan Chart pada Gambar 2-11 Apabila diketahui: Temperatur permukaan, BHT, TD, Kedalaman formasi Maka prosedur pengerjaan : 1. Cari titik BHT pada temperatur permukaan (bagian bawah chart) 2. Tarik garis vertikal hingga berpotongan dengan TD (garis horizontal), perpotongan ini menunjukkan gradien temperatur (garis diagonal). 3. Ikuti garis gradien hingga kedalaman formasi. 4. Temperatur formasi dapat dibaca pada skala dibagian bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi. Analisis Well Log 2-21
22 Gambar Chart untuk menentukan temperatur formasi (T f ) dari kedalaman. Misalkan diketahui : Gradien temperatur, Kedalaman formasi, Temperatur permukaan Maka prosedur pengerjaan : 1. Tentukan kedalaman 2. Tarik garis hingga berpotongan dengan garis diagonal (gradien) 3. Tarik garis ke skala temperatur dan baca harga temperatur CONTOH SOAL Diketahui : Kedalaman total, TD = feet. Temperatur permukaan = 80 o F Bottom Hole Temperature, BHT = 200 o F Ditanya : Tentukan temperatur formasi pada kedalaman 7000 feet! Jawab : Tarik garis vertikal keatas dari BHT = 200 o F berpotongan dengan TD ft, sehingga didapat gradien geothermal = 1.2 o F /100 ft. Ikuti garis gradien geothermal tersebut hingga kedalaman formasi 7000 ft, lalu baca skala bagian Analisis Well Log 2-22
23 bawah titik perpotongan gradien temperatur dengan kedalaman formasi. Di peroleh temperatur formasi = 164 o F Atau dapat juga menggunakan persamaan: T f = g G.D + T o = 1.2 o F /100 ft x (7000 ft) + 80 o F = 164 o F Kepala log (Log Header) Merupakan Sumber data lainnya yang memuat berbagai informasi tentang sumur. Gambar Tipikal Kepala log. Informasi yang ada seperti harga Resistivitas (R m, R mf ) sangat berguna dalam interpretasi log dan perhitungannya (Dari George Asquith dan Charles Gibson). Analisis Well Log 2-23
24 Data yang dapat diambil dari kepala log : 1. Well Name 2. Field Name 3. Rig Name and Location Latitude Longitude Elevation 4. Datum 5. Log Measured from 6. Drilling Measured from 7. Logging Date 8. Run Number 9. Depth Driller 10. Depth Logger 11. Bottom Logged Interval 12. Top Logged Interval Prinsip Dasar Well Logging 13. Casing Driller / Depth 14. Casing Logger 15. Bit Size 16. Fluid Type / Fluid Level 17. Density / Viscosity 18. ph / Fluid Loss 19. Source of Sample 20. R Measured Temperature 21. R Measured Temperature 22. R Measured Temperature 23. R m at Borehole Temperature 24. Source R mf dan R mc 25. Time since Circulation 26. Max Recordable Temperature (BHT) Informasi-informasi yang diperoleh dari kepala log berguna dalam menjawab pertanyaanpertanyaan mengapa instrumen logging tidak dapat mencapai kedalaman yang diinginkan atau mengapa instrumen logging terjepit (stuck) pada kedalaman target. Analisis Well Log 2-24
25 Gambar Contoh log.(adi Harsono) Analisis Well Log 2-25
26 Skala logaritmik pada log umumnya dipakai untuk data resistivitas dan menempati 1 atau 2 track. Data log lain direkam secara linear. Track I biasanya digunakan untuk kurva kontrol seperti SP, GR, calliper, tetapi dapat juga digunakan untuk informasi interprestasi quick-look. Data-data penting untuk Log Headers seperti ukuran lubang pada tiap kedalaman dan ke- dalaman total sumur direkam pada log pemboran. Bottom Hole Temperature didapat dari pembacaan temperatur maksimum yang terbaca pada termometer dari tiap logging yang di-run. Ada tiga macam skala yang dipakai pada log : Kolom Penerapan Umum Linier Linier Linier Log Porositas Linier Logaritmik Linier Log Sonik Induksi Linier Logaritmik Logaritmik DLL-MSFL SP ILD t Log Gamma Ray Caliper ILM Cable Tension Bit Size SFLU SP LLd DLL MSFL Caliper LLs Bit Size MSFL Caliper Litologi (PEF) ρ (DRHO) Log Litodensitas-Netron Bit Size φ N (NPHI) ρ B (RHOB) Tidak ada logging yang dapat mengukur porositas, saturasi, permeabilitas atau jenis fluida secara langsung. Log-log tidak mengidentifikasikan warna batuan ataupun tekstur batuan. Akan tetapi, sejumlah rekaman logging merespon sifat-sifat yang dapat dikorelasikan dengan karakteristik batuan dan fluida. Tabel 2-2 adalah daftar instrumen- Analisis Well Log 2-26
27 instrumen logging yang dapat dipakai untuk mengkorelasi karakteristik batuan dan fluida formasi. Tabel 2-2. Instrumen Log untuk korelasi karakteristik batuan dan fluida Komposisi Batuan Instrumen Log yang paling baik digunakan Gamma Ray Spectral Gamma Ray Bulk Density Photoelectric Capture Inelastic Gamma Ray Caliper Instrumen Log yang cukup baik digunakan Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Transit Time Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Pulsed Neutron Capture Microresistivity Tekstur Acoustic Transit Time Resistivity Caliper Spontaneous Potential Neutron Hydrogen Index Acoustic Attenuation Bulk Density Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Dielectric Propagation Microresistivity Struktur Internal Microresistivity Resistivity Spontaneous Potential Dielectric Propagation Acoustic Attenuation Fluida Resistivity Neutron Hydrogen Index Bulk Density Spontaneous Potential Pulsed Neutron Capture Inelastic Gamma Ray Acoustic Attenuation Dielectric Propagation Dielectric Attenuation Temperature Acoustic Transit Time Analisis Well Log 2-27
28 Gambar Contoh Log Resistivitas DLL-MSFL. (Adi Harsono) Analisis Well Log 2-28
29 Gambar Contoh Log Densitas-Neutron. (Adi Harsono) Analisis Well Log 2-29
30 V. PERHITUNGAN GRADIEN TEMPERATUR DAN TEMPERATUR FORMASI Gradien Temperatur Anggap BHT = F; Total kedalaman = ft; Temperatur permukaan = 70 0 F ingat g G = (BHT T o )/T D = (250-70)/15000 = F/ft. Temperatur Formasi Anggap g G = gradien temperatur = F/ft,= 1.2 o F/100ft. D = kedalaman formasi = 8000 ft T o = temperatur permukaan = 70 0 F ingat T f = g G.D + T o = (0.012 x 8000) + 70 = pada 8000 ft Setelah temperatur formasi dihitung, resistivitas dari perbedaan fluida (R m, R mf, atau R w ) dapat dikoreksi ke temperatur formasi. R TF = R temp x (Temp )/(T f +6.77) dimana : R TF = Resistivitas dari temperatur formasi R temp = Resistivitas dari suatu temperatur selain temperatur formasi Temp = Temperatur pada resistivitas yang diukur T f = Temperatur formasi Misalnya T formasi = F dan R w = 70 0, maka R adalah : R w166 = 0.4 x ( )/( ) = 0.18 R m, R mf, R mc, dan temperatur pada pengukuran dibaca pada kepala log (gambar 2-13). R w didapat dari analisa contoh air DST, air sumur produksi, atau pada katalog resistivitas air. Juga dapat ditentukan dari log SP, atau dapat dihitung dalam zona air (S w =100%) dengan metoda resistivitas air semu. Porositas Tabel 2-3. Daftar persamaan dasar yang dipakai dalam evaluasi log. φ = t tma tf tma Sonic Log Analisis Well Log 2-30
31 ρma ρb φ = ρma ρf Density log Prinsip Dasar Well Logging φ = φ + φn 2 Neutron - Density Log 2 2 D Faktor Formasi F = a / φ m F = 1 / φ 2 F = 0.81 / φ 2 F = 0.62 / φ 2.15 Umum Karbonat Batupasir terkonsolidasi Pasir tak terkonsolidasi Resistivitas Air Formasi SSP = -K x log(r mf /R w ) R we R w R R F w = 0 Saturasi Air S n w =F x (R w /R t ) S n xo = F x (R mf /R xo ) S w R = R xo mf R R t w pada Uninvaded Zone pada Flushed Zone metoda perbandingan saturasi air n : eksponen saturasi, antara , umumnya menggunakan harga 2 Volume Air Bulk BVW = φ x S w Permeabilitas K e =[250x(φ 3 /S w irr )] 2 K e =[79x(φ 3 /S w irr )] 2 minyak, K e = dalam millidarcies gas, S w irr = Saturasi air irreducible Analisis Well Log 2-31
32 VI. PERHITUNGAN SATURASI AIR Untuk menghitung saturasi air, akan dibahas pada BAB V. Prinsip Dasar Well Logging VII. PENENTUAN HYDROCARBON-IN-PLACE Untuk menentukan volume minyak atau gas in-place tanpa memperhatikan ekspansi, penyusutan, tekanan, temperatur, ataupun recovery factor, biasanya tidak dihitung jumlah hidrokarbon yang memiliki batasan harga porositas ataupun saturasi air yang mungkin berproduksi. Jumlah hidrokarbon tidak akan berubah dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Penentuan hidrokarbon secara volumetrik dari sebuah sumur memerlukan data ketebalan (h), porositas (φ), Saturasi air (S w ), dan estimasi daerah pengurasan (drainage area). Juga dianggap karakteristik reservoir konstan, maka volume hidrokarbon adalah : V = A.c. Σ(h i.(1-sw i ).φ i ) = A.c.{ h 1 (1-Sw 1 )Ø 1 + h 2 (1-Sw 2 )Ø 2 + h 3 (1-Sw 3 )Ø } dimana : A = Daerah pengurasan (acre) c = konstanta (43560 jika V dihitung dalam ft 3 dan 7758 jika dalam barrel) h = ketebalan lapisan (ft) i = 1,2,3 dst layer reservoir yang mempunyai karakteristik berbeda. Untuk menghitung porositas atau saturasi air rata-rata digunakan persamaan Contoh ( φihi ) ( hi ) φ = dan avg ( Swi hi ) ( hi ) Suatu reservoir mempunyai tiga zone atau zone dengan perbedaan Sw dan Ø Zone Sw% Ø h(ft) A (area) = 40 acre B = 7758 ( Dlm barrel) Hitung volume reservoir volumetric dan harga rata-rata Sw & Ø. V = 40 x 7758 {4 x (1-0.25) x x (1-0.33) x x ( ) x 0.29} = 1,261,450 bbls. Øavg = (22x4 +27x6 + 29x10) : ( ) = 27 % Swavg = (25x4 +33x6 + 20x10) : ( ) = 25 % Analisis Well Log 2-32 Sw avg =
33 Di Lapangan Pada kenyataan sebenarnya sebuah reservoir jarang yang memiliki ketebalan, karakteristik dan saturasi air yang konstan. Untuk menentukan volume reservoir pertamatama diperlukan ketebalan lapisan yang menyandung minyak kemudian dibuat kontur ketebalan dan peta isovolume, kemudian dihitung volumenya dengan persamaan trapezoidal V B = h. Σ(A i ) V B = h. ( ½A 0 + A 1 + A 2 + A A n-1 + ½A n ) dimana : V B = Volume Bulk (Reservoir) A = Daerah pengurasan per kontur h = Interval kontur (ketebalan lapisan dalam ft) Contoh : Bila interval kontur 0.1 ft, daerah pengurasan masing-masing adalah : 1776, 1021, 434, 302, 158, 83, 45, dan 10 acre. Maka V = 01( ½ x x ½) x 7758 bbls/a-ft. = 2,278,000 bbls. Analisis Well Log 2-33
Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:
ANALISA DATA LOG UNTUK MENENTUKAN ZONA PRODUKTIF DAN MEMPERKIRAKAN CADANGAN AWAL PADA SUMUR R LAPANGAN Y Riza Antares, Asri Nugrahanti, Suryo Prakoso Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak
Lebih terperinciAcara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II
WELL LOG 1. Maksud dan Tujuan Maksud : agar praktikan mengetahui konsep dasar mengenai rekaman sumur pemboran Tujuan : agar praktikan mampu menginterpretasi geologi bawah permukaaan dengan metode rekaman
Lebih terperinciMampu menentukan harga kejenuhan air pada reservoir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud 1.1.1.1 Melakukan analisis kuantitatif data log dengan menggunakan data log Gamma ray, Resistivitas, Neutron, dan Densitas. 1.1.1.2 Mengevaluasi parameter-parameter
Lebih terperinciWELL LOG INTRODUCTION
WELL LOG INTRODUCTION WELL LOGGING? Logging Rekaman suatu parameter versus jarak ataupun waktu Mud logging Log berdasarkan data pemboran, antara lain : cutting, gas reading, hc show, parameter lumpur,
Lebih terperinciEVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X
EVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X Abstrak Muhammad Fahdie, Asri Nugrahanti, Samsol Fakultas teknologi kebumian dan energi universitas trisakti Evaluasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciPERHITUNGAN WATER SATURATION (S W ) MENGGUNAKAN PERSAMAAN ARCHIE, PERSAMAAN INDONESIA DAN METODE RASIO RESISTIVITAS
PERHITUNGAN WATER SATURATION (S W ) MENGGUNAKAN PERSAMAAN ARCHIE, PERSAMAAN INDONESIA DAN METODE RASIO RESISTIVITAS Parameter-parameter fisis suatu batuan merupakan aspek penting dalam dunia eksplorasi
Lebih terperinciBerikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).
Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar
Lebih terperinciANALISA FISIKAMINYAK (PETROPHYSICS) DARI DATA LOG KONVENSIONAL UNTUK MENGHITUNG Sw BERBAGAI METODE
ANALISA FISIKAMINYAK (PETROPHYSICS) DARI DATA LOG KONVENSIONAL UNTUK MENGHITUNG Sw BERBAGAI METODE Cahaya Rosyidan, Listiana Satiawati* ), Bayu Satiyawira 1 Teknik Perminyakan-FTKE, Universitas Trisakti
Lebih terperinciRani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas
Lebih terperinciPENENTUAN CEMENTATION EXPONENT (m) TANPA ADANYA CLEAN ZONE DAN WATER BEARING PADA RESERVOAR KARBONAT
PEETUA CEMETATIO EXPOET (m) TAPA ADAYA CLEA ZOE DA WATER BEARIG PADA RESERVOAR KARBOAT Oleh : Widya Utama, Puguh Hiskia, Benny ugroho Ardhiansyah, Septa Erik Prabawa Program Studi Geofisika Jurusan Fisika,
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada
BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah
Lebih terperinciKlasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI. 3.1 Analisa Log. BAB III Dasar Teori
BAB III DASAR TEORI 3.1 Analisa Log Analisa log sumuran merupakan salah satu metoda yang sangat penting dan berguna dalam karakterisasi suatu reservoir. Metoda ini sangat membantu dalam penentuan litologi,
Lebih terperinciBAB IV UNIT RESERVOIR
BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN RESERVOIR
BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah
BAB I PENDAHULUAN Kegiatan ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah kegiatan eksplorasi dilaksanakan dan ditemukan
Lebih terperinciANALISIS PENENTUAN ZONA PRODUKTIF DAN PERHITUNGAN CADANGAN MINYAK AWAL DENGAN MENGGUNAKANDATA LOGGING PADA LAPANGAN APR
ANALISIS PENENTUAN ZONA PRODUKTIF DAN PERHITUNGAN CADANGAN MINYAK AWAL DENGAN MENGGUNAKANDATA LOGGING PADA LAPANGAN APR Anastasya P.R1) 1) Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Email
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas
Lebih terperinciEvaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur
Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Oleh: Ari Teguh Sugiarto 1109100053 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.rer.nat
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK
ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK Dhita Stella Aulia Nurdin Abstract Perhitungan Initial Gas In Place (IGIP) pada Lapangan KIM menjadi langkah awal
Lebih terperinciPorositas Efektif
Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan
Lebih terperinciAnalisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara
Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara Nadifatul Fuadiyah 1, Widya Utama 2,Totok Parafianto 3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN CADANGAN MINYAK AWAL FORMASI KAIS PADA LAPANGAN Y
ANALISIS DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN CADANGAN MINYAK AWAL FORMASI KAIS PADA LAPANGAN Y Sartika Sah Putri, Asri Nugrahanti, Slamet Soeharto Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak
Lebih terperinciEVALUASI DAN INTERPRETASI LOG DI LAPISAN X PADA LAPANGAN Y UNTUK MENGIDENTIFIKASI KANDUNGAN HIDROKARBON
EVALUASI DAN INTERPRETASI LOG DI LAPISAN X PADA LAPANGAN Y UNTUK MENGIDENTIFIKASI KANDUNGAN HIDROKARBON SKRIPSI Oleh : TRIJANTO GONDOSUSILO 113112002/ TM PRORAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciBAB IV METODE DAN PENELITIAN
40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...
Lebih terperinciBAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B
BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B Untuk melakukan analisis lingkungan pengendapan suatu reservoir dibutuhkan data batuan inti (core) dan juga melihat
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERKIRAAN VOLUME GAS AWAL DI TEMPAT MENGGUNAKAN METODE VOLUMETRIK PADA LAPANGAN POR
PERKIRAAN VOLUME GAS AWAL DI TEMPAT MENGGUNAKAN METODE VOLUMETRIK PADA LAPANGAN POR Edgar G Sebastian Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti E-mail: edgar_bastian23@yahoo.com
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya
Lebih terperinciANALISA LOG UNTUK MENENTUKAN AWAL ISI GAS DITEMPAT (OGIP) LAPANGAN X SUMUR RM-3
ANALISA LOG UNTUK MENENTUKAN AWAL ISI GAS DITEMPAT (OGIP) LAPANGAN X SUMUR RM-3 Profit Pradana, Sembodo, Suryo Prakoso Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi, Universitas
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia
Lebih terperinciANALISIS DATA WELL LOG
ANALISIS DATA WELL LOG Dosen Pengampu : Anik Hilyah, S.Si, MT Yana Hendrayana S.Si JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016 ANGGOTA
Lebih terperinciJl. Raya Palembang-Prabumulih KM.32 Indralaya Sumatera Selatan, Indonesia Telp/Fax. (0711) ;
STUDI EVALUASI DATA LOGGING DAN SIFAT PETROFISIKA UNTUK MENENTUKAN ZONA HIDROKARBON PADA LAPISAN BATU PASIR FORMASI DURI LAPANGAN BALAM SOUTH, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH STUDY EVALUATION OF DATA LOGGING
Lebih terperinciBAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.
BAB V ANALISA 5.1 Analisa Data Sumur Analisis sensitifitas sumur dilakukan dengan cara membuat krosplot antara dua buah log dalam sistem kartesian sumbu koordinat x dan y. Dari plot ini kita dapat memisahkan
Lebih terperinciCut-off Porositas, Volume shale, dan Saturasi Air untuk Perhitungan Netpay Sumur O Lapangan C Cekungan Sumatra Selatan
Cut-off Porositas, Volume shale, dan Saturasi Air untuk Perhitungan Netpay Sumur O Lapangan C Cekungan Sumatra Selatan Bambang Triwibowo Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta Abstract The values
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur pemboran. Analisis geomekanika
Lebih terperinciANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Analisis Petrofisika dan... ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN M. Iqbal Maulana, Widya Utama, Anik Hilyah Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB IV TEKANAN FORMASI
Petroskill BAB IV TEKANAN FORMASI Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan tekanan formasi (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi pemboran, tekanan formasi
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam
BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH i ii iii iv vi vii viii xi xv xvi BAB I.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1
I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur
Lebih terperinciRani Widiastuti 1, Syamsu Yudha 2, Bagus Jaya Santosa 3
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1, Syamsu Yudha 2, Bagus Jaya Santosa
Lebih terperinciINTERPRETASI LOG SONIK UNTUK DETEKSI REKAHAN. Tugas Akhir. Oleh: WAHISH ABDALLAH IMAN NIM
INTERPRETASI LOG SONIK UNTUK DETEKSI REKAHAN Tugas Akhir Oleh: WAHISH ABDALLAH IMAN NIM 12204013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan
Lebih terperinciGEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK )
GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) Kuncoro bbkuncoro_sda@yahoo.com 08122953788 Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Apa itu geophysical well
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Injeksi Air Injeksi air merupakan salah satu metode Enhanced Oil Recovery (aterflood) untuk meningkatkan perolehan minyak yang tergolong injeksi tak tercampur. Air injeksi
Lebih terperinciBab III Pengolahan dan Analisis Data
Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis
Lebih terperinciBAB IV RESERVOIR KUJUNG I
BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi
Lebih terperinciBAB III SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR
BAB III SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu batuan reservoir adalah harus mempunyai kemampuan untuk menampung dan mengalirkan fluida yang terkandung di dalamnya. Dan hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI
IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI Gerry Gusti Nugraha, Benyamin, Ratnayu Sitaresmi Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi. Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM SUMUR
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation dan kick sering terjadi saat pemboran dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 di Lapangan MRFP
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non
39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur
Lebih terperinciEvaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika
Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika a Prahara Iqbal, b Undang Mardiana a UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana,
Lebih terperinciINTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR
INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR Nofriadel, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail:
Lebih terperinciProposal Praktek Kerja Lapangan
Proposal Praktek Kerja Lapangan 2015 PT. Geoservices Proposal Praktek Kerja Lapangan Metode Well Logging : Akuisisi, Processing, dan Interpretasi Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kemajuan Bangsa Indonesia khususnya pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi
Lebih terperinciBAB IV. Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan.
BAB IV KARAKTERISASI RESERVOIR A 4.1 Analisa Petrofisika Analisa petrofisika merupakan salah satu proses yang penting dalam usaha untuk mengetahui karakteristik suatu reservoir. Melalui analisa petrofisika
Lebih terperinciBAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN
BAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN III.1 Data dan Metode Analisis Penentuan hubungan antara tegasan in-situ dengan suatu rekahan tidak terlepas dari pembuatan model geomekanika. Beberapa parameter
Lebih terperinciDAFTAR GAMBAR. Gambar 5. Pengambilan Conventinal Core utuh dalam suatu pemboran... Gambar 6. Pengambilan Side Wall Core dengan menggunakan Gun...
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kontribusi berbagai cabang disiplin ilmu dalam kegiatan eksplorasi (Peadar Mc Kevitt, 2004)... Gambar 2. Peta Lokasi Struktur DNF... Gambar 3. Batas batas Struktur DNF dari
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI
BAB V KARAKTERISASI DAN APLIKASI V. Kurva Fractional flow History matching dilakukan terhadap data produksi aktual dibandingkan dengan data produksi hasil perhitungan. History matching ini menggunakan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan
Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan
Lebih terperinciEvaluasi Formasi Menggunakan Data Log dan Data Core pada Lapangan X Cekungan Jawa Timur Bagian Utara
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (24) 2337-352 (23-928X Print) B-2 Evaluasi Formasi Menggunakan Data Log dan Data Core pada Lapangan X Cekungan Jawa Timur Bagian Utara Arga Nuryanto, Bagus Jaya
Lebih terperinci1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian).
Pemboran berarah (directional drilling) adalah metode pemboran yang mengarahkan lubang bor menurut suatu lintasan tertentu ke sebuah titik target yang terletak tidak vertikal di bawah mulut sumur. Untuk
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN...vii RINGKASAN...viii DAFTAR ISI...ix DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR TABEL...xv
Lebih terperinciSIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...v RINGKASAN...vi DAFTAR ISI...vii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciUNIVERSITAS DIPONEGORO
UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KARAKTERISTIK RESERVOIR DAN PERHITUNGAN CADANGAN PADA LAPANGAN ALFA, FORMASI BATURAJA, CEKUNGAN SUNDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PETROFISIK BERDASARKAN DATA SUMUR DAN SEISMIK
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR
BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential
Lebih terperinciSTUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR
STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh : RADEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir
Lebih terperinciBAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching
BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tekanan abnormal yang nilainya lebih besar dari tekanan hidrostatik, atau sering disebut sebagai overpressure, merupakan kondisi yang sering terjadi pada
Lebih terperinciANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA
ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Luxy Rizal Fathoni, Udi Harmoko dan Hernowo Danusaputro Lab. Geofisika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam
BAB II TEORI DASAR Pada saat ini jenis reservoir rekah alam mulai sering ditemukan, hal ini dikarenakan semakin menipisnya reservoir batu klastik yang mengandung hidrokarbon. Fakta menunjukkan bahwa sekitar
Lebih terperinciCahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid
EVALUASI HILANG SIRKULASI PADA SUMUR M LAPANGAN B AKIBAT BEDA BESAR TEKANAN HIDROSTATIS LUMPUR DENGAN TEKANAN DASAR LUBANG SUMUR Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid Teknik Perminyakan-FTKE, Universitas
Lebih terperinciIdentifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)
Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Lebih terperinciTinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Enhanced Oil Recovery (EOR) Enhanced oil recovery (EOR) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh lebih banyak minyak setelah menurunnya proses produksi primer (secara
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang
BAB III TEORI DASAR 3.1 Wireline Logging Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur pemboran (Harsono,
Lebih terperinciBAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI
BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI Pada bab ini dibahas tentang beberapa metode metode analisis uji sumur injeksi, diantaranya adalah Hazebroek-Rainbow-Matthews 2 yang menggunakan prosedur
Lebih terperinciPENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI
PENGARUH FRESH WATER TERHADAP PENURUNAN PERMEABILITAS ABSOLUT PADA PENJENUHAN SHALLY SAND CONSOLIDATED CORE (STUDI LABORATORIUM) SKRIPSI Oleh : MOHAMMAD RAEZAL FALAQ 113070115 PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
Lebih terperinciGambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki
Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:
EVALUASI DAN OPTIMASI PERENCANAAN CASING PADA OPERASI PEMBORAN SUMUR X-9, PRABUMULIH PT. PERTAMINA EP Feldy Noviandy Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Lebih terperinciEvaluasi Formasi Reservoar Batupasir Menggunakan Analisis Petrofisika Pada Lapangan Teapot Dome
Evaluasi Formasi Reservoar Batupasir Menggunakan Analisis Petrofisika Pada Lapangan Teapot Dome Luhur Prayogo 1, Reza Syahputra 2, Abdul Haris 3 1 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2,3
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis Litologi dari Crossplot Formasi Bekasap yang merupakan target dari penelitian ini sebagian besar tersusun oleh litologi sand dan shale, dengan sedikit konglomerat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi
Lebih terperinci