BAB II KAJIAN PUSTAKA. mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses hiperglikemia dalam jangka
|
|
- Agus Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Retinopati Diabetik Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular pada diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik diklasifikasikan atas non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR). Non proliferative diabetic retinopathy merupakan tahap awal dari retinopati diabetik yang terdiri dari mild, moderate, severe dan very severe NPDR. Proliferative diabetic retinopathy yang merupakan tahap lanjut dari retinopati diabetik terdiri atas early, high risk dan advanced PDR (American Academy of Ophthalmology and Staff, a; Chew dan Ferris III, 2006). Kondisi hiperglikemia yang lama menjadi awal dari perubahan patologis pada retinopati diabetik yang terjadi melalui berapa jalur biokimia. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs) yang merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide, prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang memperburuk kerusakan. Kedua, hiperglikemia yang lama juga dapat mengaktivasi polyol pathway yang meningkatkan glikosilasi dari membran sel dan matriks ekstraseluler serta akumulasi sorbitol akibat peningkatan ekspresi aldose reduktase yang berakibat pada kerusakan endotel serta 7
2 8 disfungsi enzim endotel. Jalur ketiga adalah jalur dimana hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC) yang kemudian mengaktivasi vascular endothelial growth factor (VEGF). VEGF merangsang ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya adhesi antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Adhesi ini dapat menyebabkan kerusakan blood-retinal barrier, trombosis dan oklusi kapiler retina. Jalur keempat adalah jalur hexosamine yang berakibat pada neurodegenerasi retina. Seluruh jalur ini menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia dan inflamasi pada retina (Ola dan Nawaz, 2012; Westerfeld dan Miller, 2010; Frank, 2006). Semakin lama seseorang menderita DM akan semakin besar kemungkinan untuk menderita retinopati diabetik. Dua puluh lima hingga lima puluh persen pasien DM tipe 1 akan mengalami retinopati diabetik dalam jangka waktu tahun, meningkat menjadi 75-95% setelah 15 tahun dan mencapai 100% setelah 30 tahun. Enam puluh persen pasien DM tipe 2 akan menunjukkan tanda-tanda NPDR setelah 16 tahun (Dutta, 2005; Willard dan Herman, 2012). Manifestasi klinis yang dapat dilihat pada pasien dengan retinopati diabetik yaitu adanya mikroaneurisma, perdarahan intraretina berupa dot dan blot, hard exudates, venous beading, infark pada nerve fiber layer dan area nonperfusi. Pada pasien PDR akan ditemukan adanya neovaskularisasi dan suatu proliferasi jaringan fibrovaskuler yang melewati lapisan internal limiting membrane (ILM) pada retina (American Academy of Ophthalmology and Staff, a).
3 9 Faktor risiko terjadinya retinopati diabetik digolongkan atas tiga kelompok besar yaitu, faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dan faktor tambahan lain (penyakit arteri karotis, kehamilan, gangguan ginjal dan merokok). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin dan durasi DM. Sementara faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu kadar gula darah, tekanan darah dan kadar lipid dalam darah (InaDRS, 2013). Kadar gula darah yang tidak terkontrol akan menyebabkan penderita DM lebih cepat mengalami retinopati diabetik. The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa kadar gula darah yang terkontrol akan menurunkan resiko terjadinya retinopati diabetik. DCCT juga menunjukkan bahwa pengendalian gula darah secara intensif akan mengurangi progresifitas retinopati diabetik ke arah NPDR berat, PDR dan edema makula (American Academy of Ophthalmology and Staff, a). Hemoglobin terglikasi (HbA1c) adalah indikator yang digunakan dalam melihat kontrol kadar gula darah. Setelah durasi follow up rata-rata 10 tahun pada studi UKPDS, pengurangan HbA1c dari 7,9% menjadi 7% dihubungkan dengan berkurangnya risiko komplikasi mikrovaskular sebesar 25%. Target HbA1c secara personal biasanya antara 6,5% - 7,5% (InaDRS, 2013; Dutta, 2005). Pasien dengan DM seringkali disertai dengan hipertensi. Kontrol tekanan darah memainkan peran penting dalam pencegahan dan penatalaksanaan retinopati diabetik. UKPDS menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 154-
4 mmhg mengurangi jumlah mikroaneurisma dalam follow up 4,5 tahun, mengurangi jumlah hard exudate dan cotton wool spot pada follow up 7,5 tahun dan juga mengurangi kebutuhan untuk fotokoagulasi. Studi yang sama juga menyebutkan kontrol ketat tekanan darah dapat menurunkan risiko progresifitas retinopati diabetik sebesar 34% dan juga menurunkan risiko perburukan tajam penglihatan sebesar 47% (InaDRS, 2013; Kern dan Huang, 2010). Merokok terbukti memiliki hubungan dengan terjadinya komplikasi mikroangiopati lebih awal pada pasien DM tipe 1 (InaDRS, 2013). Marshall, dkk., (1993) dalam studinya menemukan bahwa terdapat hubungan antara jumlah dan lamanya merokok dengan kejadian PDR. Moss, dkk., (1996) menemukan hasil yang berbeda, dimana disimpulkan bahwa merokok bukanlah suatu faktor risiko dari progresifitas retinopati diabetik dalam jangka waktu lama. Disebutkan juga bahwa tidak terdapat hubungan antara status merokok dengan insiden Diabetic Macular Edema (DME). Obesitas juga dikatakan merupakan faktor risiko yang memperberat retinopati diabetik (InaDRS, 2013). Beberapa penelitian menemukan peningkatan indeks massa tubuh secara signifikan berhubungan dengan penurunan visus dan peningkatan keparahan retinopati diabetik. Mekanisme patofisiologi yang mendasari hubungan antara peningkatan IMT dengan retinopati diabetik belum jelas (Dirani, dkk., 2011). Dislipidemia sering dijumpai pada pasien DM, yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar plasma trigliserida (TG), penurunan high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), peningkatan small dense low density lipoprotein (sd LDL), dan
5 11 peningkatan kadar apolipoprotein B (Gnaneswaran, dkk., 2013). Dalam studi komplikasi diabetes, diketahui bahwa peningkatan kadar TG dan LDL berhubungan dengan progresifitas retinopati setelah 2 tahun (Vinodhini, dkk., 2013). Studi ETDRS menyimpulkan bahwa peningkatan kadar serum lipid berhubungan dengan peningkatan risiko adanya hard exudate di retina, dan penurunan kadar lipid dapat menurunkan risiko pembentukan hard exudate serta mencegah penurunan tajam penglihatan pada pasien retinopati diabetik (Chew, dkk., 1996). 2.2 Diabetic Macular Edema (DME) dan Clinically Significant Macular Edema (CSME) Diabetic macular edema (DME) adalah edema retina yang mengancam atau melibatkan makula akibat dari abnormalitas pembuluh darah retina pada retinopati diabetik (American Academy of Ophthalmology and Staff, ). DME merupakan penyebab paling sering hilangnya tajam penglihatan pada pasien dengan retinopati diabetik (Kern dan Huang, 2010). Suatu studi di universitas Malaya, Malaysia menunjukkan tingginya prevalensi makulopati diabetik, yaitu sebesar 26,7 % dari 51,6% prevalensi retinopati diabetik. Ini berarti setengah dari pasien dengan retinopati diabetik, dapat disertai adanya makulopati diabetik (Jew, dkk., 2012). Diagnosis DME dibuat berdasarkan evaluasi segmen posterior dengan slitlamp biomicroscopy menggunakan lensa kontak, dengan hal-hal yang menjadi fokus perhatian adalah lokasi penebalan retina dan jaraknya terhadap fovea, adanya eksudat
6 12 dan lokasinya, serta ada atau tidaknya cystoid macular edema (CME) (American Academy of Ophthalmology and Staff, a). Modalitas lain yang digunakan untuk menegakkan diagnosa DME adalah foto fundus, fluorescein angiography, time domain atau spectral domain optical coherence tomography (OCT) (Massin, dkk., 2010). Pemeriksaan OCT digunakan sebagai pencitraan resolusi tinggi pada retina serta untuk mendeteksi peningkatan ketebalan retina. Pada kasus DME, OCT menunjukkan adanya peningkatan ketebalan retina dan terdapat area intraretinal dengan reflektivitas yang rendah, terutama pada lapisan retina luar (Massin, dkk., 2010). Studi oleh Otani, dkk (1999) menyebutkan bahwa ketebalan retina di fovea sentral pada kasus DME adalah µm (mean 470 ± 180 µm), sementara ketebalan retina fovea sentral normal adalah 182 ± 3 µm. Beberapa studi membandingkan peran OCT dengan foto fundus dalam menegakkan diagnosa DME, dan dilaporkan bahwa OCT lebih sensitif dalam mengukur perubahan ketebalan retina dari waktu ke waktu, khususnya pada kasus DME pasca terapi (Davis, dkk., 2008). Gambar 2.1 OCT pada DME. Tampak adanya penebalan retina dan area cystoid (Kanski, 2011)
7 13 Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) mengklasifikasikan kembali DME berdasarkan pada prognosis tajam penglihatan dan pertimbangan terapinya (Raman, dkk., 2010). Clinically significant macular edema (CSME) didefinisikan sebagai adanya edema retina yang terletak di sentral makula atau dalam radius 500 µm dari sentral makula (Gambar 2.2a), atau terdapat hard exudate yang terletak di sentral makula atau dalam radius 500 µm dari sentral makula dihubungkan dengan adanya penebalan retina di sekitarnya (Gambar 2.2b). Kriteria lainnya adalah terdapat zona retina yang menebal lebih besar dari 1 area diskus dan berada dalam jarak 1 diameter diskus dari sentral makula (Gambar 2.2c) (American Academy of Ophthalmology and Staff, a; Chew dan Ferris III, 2006). 2a 2b 2c Gambar 2.2a-c. Clinically significant macular edema (CSME) (American Academy of Ophthalmology and Staff, a). Clinically significant macular edema lebih lanjut diklasifikasikan atas CSME fokal dan difus, sesuai dengan gambaran kebocoran pada pemeriksaan fluorescein angiogram (FA). Pada CSME fokal, tampak adanya area kebocoran fluorescein fokal dengan batas yang tegas sementara pada edema makula difus dicirikan oleh adanya kebocoran yang luas dalam area sentralis (Gambar 2.3a-b). Laser fotokoagulasi fokal
8 14 merupakan tindakan yang dipilih pada kasus CSME fokal, dan pada kondisi CSME difus digunakan laser grid sebagai pilihan (American Academy of Ophthalmology and Staff, a; Bhagat, dkk., 2009). a b Gambar 2.3 a. CSME fokal, FA menunjukkan lesi punctate hiperfluorescen; b. CSME difus, tampak area kebocoran yang difus pada FA (Bhagat, dkk., 2009). Patogenesis DME/ CSME sangat kompleks dan multifaktorial. Pada prinsipnya DME dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan blood-retinal barrier (BRB), sehingga menyebabkan akumulasi cairan di dalam lapisan intraretinal dari makula, yang kemudian diikuti oleh adanya ekstravasasi lipid plasma dari intravascular lumen. Ekstravasasi lipid ini dapat mencapai lapisan retina dalam yang terdiri atas fotoreseptor, sehingga menimbulkan hilangnya tajam penglihatan. Studi lain menyatakan bahwa interaksi antara sitokin dan growth factor (VEGF) juga turut berperan dalam patogenesis DME (Schmidt-Erfurth, 2010; Bhagat, dkk., 2009).
9 15 Gambar 2.4 Mekanisme DME, akibat gangguan pada permeabilitas pembuluh darah retina (American Academy of Ophthalmology and Staff, a). Serupa dengan retinopati diabetik, kontrol glikemik yang buruk, durasi DM, hipertensi, merokok, dislipidemia dan kehamilan juga berpengaruh pada DME. The Epidemiology of Diabetes Interventions and Control Study (EDIC) menunjukkan bahwa angka kejadian DME yang memerlukan terapi laser pada pasien DM tipe 1 lebih rendah pada pasien dengan kontrol glikemik yang baik dibandingkan dengan yang kontrol glikemiknya buruk. Hasil yang sama diperoleh oleh The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada pasien dengan DM tipe 2 (Danis, 2008). Menurut Moss, dkk., (1996) dalam studinya tidak menemukan adanya hubungan antara merokok dengan insiden DME. Belum terdapat studi yang menghubungkan antara obesitas dengan kejadian DME. Dislipidemia merupakan faktor risiko yang independen pada DME dan turunnya tajam penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan jumlah hard exudate pada pasien DM yang mengalami hiperlipidemia
10 16 (Danis, 2008). Eksudasi lipid pada DME disebabkan karena adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan gangguan fungsi pada blood-retinal barrier (Raman, dkk., 2010). Hiperlipidemia diketahui menyebabkan disfungsi endothelial akibat penurunan bioavailabilitas nitric oxide dan berakibat pada pembentukan eksudat pada retinopati diabetik (Cetin, dkk., 2013). Diabetic macular edema (DME) tergolong penyakit yang kronis, dan resolusi spontan jarang terjadi. Hilangnya tajam penglihatan ( 15 huruf pada ETDRS chart) dalam waktu 3 tahun dapat dialami oleh 24% pasien dengan CSME yang tidak mendapatkan penanganan. Insiden edema makula ini secara signifikan meningkat seiring dengan peningkatan tingkat keparahan diabetes (Bhagat, dkk., 2009). 2.3 Apolipoprotein B Lipoprotein yang terdiri atas fosfolipid, protein (apolipoprotein), kolesterol dan trigliserida, memiliki peranan dalam transpor molekul hidrofobik dalam plasma darah. Lipoprotein berfungsi untuk transfer lipid dari tempat produksi menuju jaringan tubuh untuk menghasilkan energi, penyimpanan atau sintesis hormon. Sistem transpor lipid ini diatur oleh enzim (lipase, dsb), reseptor sel dan apolipoprotein (Marcovina dan Packard, 2006). Apolipoprotein adalah komponen dari partikel lipoprotein, yang bekerja sebagai cofactors bagi lipid-metabolizing enzyme dan sebagai ligand bagi reseptor lipoprotein (Wojczynski dkk, 2010). Apolipoprotein A1 (ApoA1) merupakan bagian dari high density lipoprotein (HDL), sementara apolipoprotein B (ApoB) adalah
11 17 bagian dari chylomicrons, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL) dan lipoprotein(a) [Lp(a)]. Masingmasing memiliki peranan dalam metabolisme lipid, dimana ApoA1 berperan untuk transport kolesterol berlebih dari jaringan perifer menuju liver untuk diekskresi dan ApoB berperan dalam transport lipid dari liver dan usus menuju jaringan perifer (Marcovina dan Packard, 2006). Terdapat 2 bentuk dari apolipoprotein B, yaitu ApoB48 dan ApoB100. Apolipoprotein B100 (ApoB100) merupakan kelompok ApoB yang terdiri atas 4563 asam amino, sementara ApoB48 merupakan protein yang bersifat unik karena setelah sebagian besar lipid di dalam chylomicrons terabsorbsi, ApoB48 akan kembali ke liver sebagai bagian dari chylomicrons untuk mengalami endositosis dan degradasi (Elhomsy, dkk., 2012). Gambar 2.5 Subkelas lipoprotein dan apolipoprotein B yang terdapat dalam lipoprotein (Harper, dkk., 2010)
12 18 Apolipoprotein B merupakan satu-satunya lipoprotein yang dapat meningkat pada pasien normolipidemi, sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah total partikel atherogenik sekalipun pasien tidak dalam kondisi hiperlipidemia (Rizk, dkk., 2013; Iwai, dkk., 1990). Peningkatan kadar ApoB dapat terjadi pada DM, hipotiroid, sindroma nefrotik, dan kehamilan. Sementara penurunan kadar ApoB dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi yang mempengaruhi produksi atau sintesisnya di dalam hati, seperti hipertiroid, sirosis hepatis dan malnutrisi (Elhomsy, dkk., 2012). 2.4 Kadar Apolipoprotein B pada Retinopati Diabetik dan Clinically Significant Macular Edema Penggunaan ApoB sebagai marker hiperlipidemia didukung oleh berbagai kepustakaan, diantaranya oleh Iwai, dkk., (1990) yang menyebutkan bahwa ApoB merupakan partikel yang meningkat pada pasien DM walaupun pasien dalam kondisi normolipidemik. Seperti disebutkan sebelumnya, ApoB terdapat pada chylomicrons, VLDL, IDL, LDL dan Lp(a). Masing-masing partikel tersebut mengandung satu molekul ApoB tunggal, sehingga pengukuran total ApoB dapat menggambarkan keseluruhan partikel yang bersifat atherogenik (Brunzell, dkk., 2008). Hubungan antara lipid dan apolipoprotein dengan penyakit kardiovaskular atherosklerotik dapat memberikan petunjuk yang penting terhadap hubungan antara apolipoprotein dan retinopati (Vinodhini, dkk., 2013). Suatu studi di bagian
13 19 kardiologi menyatakan non-hdl cholesterol (kolesterol total kolesterol HDL) dan ApoB adalah prediktor penyakit kardiovaskular (CVD) yang lebih baik, dibandingkan dengan LDL (Davidson, 2009). Berdasarkan hal ini, maka saat kadar kolesterol LDL normal atau rendah pemeriksaan kadar ApoB merupakan pemeriksaan yang efektif untuk mengevaluasi risiko residual CVD, demikian juga halnya untuk mengevaluasi risiko perubahan biofisiologis yang berhubungan dengan retinopati diabetik (Vinodhini, 2013; Brunzell, dkk., 2008). Apabila konsentrasi LDL kolesterol rendah, normal atau hanya sedikit meningkat, namun kadar ApoB mengalami peningkatan secara signifikan, yang mungkin terjadi adalah jumlah partikel LDL yang berukuran kecil, padat dan bersifat lebih atherogenik meningkat (Jayalakshmi, dkk., 2012). Low Density Lipoprotein (LDL) berukuran kecil bersifat lebih atherogenik karena mudah melewati endothelium dan mudah teroksidasi, sehingga turut berkontribusi pada retinal capillary injury. Pada kapiler retina, LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap perisit dan sel endotel, serta memiliki efek protrombotik yang disebabkan oleh aktivasi protein kinase C (PKC) (Lyons, dkk., 2004). Sasongko, dkk., (2011) menunjukkan bahwa ApoA1, ApoB dan rasio ApoB terhadap ApoA1 berhubungan secara signifikan dengan retinopati diabetik dan tingkat keparahannya. Tingginya kadar lipoprotein yang berikatan dengan toksin, yang bersifat destruktif terhadap pembuluh darah retina digambarkan oleh adanya peningkatan kadar ApoB (Wu, dkk., 2008). Deguchi, dkk (2011) dalam studinya menyebutkan bahwa kadar ApoB dan rasio ApoB terhadap ApoA1 (ApoB/ApoA1)
14 20 yang tinggi turut berkontribusi dalam perkembangan PDR. Hal yang sama juga disampaikan oleh Hu, dkk (2012) dalam studinya di Guangzhou terhadap 50 pasien retinopati diabetik, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara rendahnya rasio ApoA1 terhadap ApoB (ApoA1/ApoB) dengan PDR pada pasien yang menderita DM tipe 2 selama lebih dari 15 tahun. Salah satu tanda dari retinopati diabetik yaitu hard exudate pada retina sangat berhubungan dengan kadar lipoprotein plasma karena diketahui bahwa eksudat ini kaya akan lipid. Peningkatan lipid akan menyebabkan peningkatan risiko munculnya hard exudate yang apabila berada di makula atau sekitar makula (CSME) akan berakibat pada perburukan tajam penglihatan (Jayalakshmi, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinopati diabetik adalah suatu kelainan retina karena perubahan pembuluh darah retina akibat diabetes, sehingga mengakibatkan gangguan nutrisi pada retina. Retinopati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai. menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KERANGKA TEORI RETINOPATI DIABETIK Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai peningkatan kadar gula dalam darah yang menyebabkan perubahan mikrovaskular
Lebih terperinciKADAR APOLIPOPROTEIN B SERUM YANG TINGGI BERHUBUNGAN DENGAN CLINICALLY SIGNIFICANT MACULAR EDEMA PADA RETINOPATI DIABETIK
TESIS KADAR APOLIPOPROTEIN B SERUM YANG TINGGI BERHUBUNGAN DENGAN CLINICALLY SIGNIFICANT MACULAR EDEMA PADA RETINOPATI DIABETIK I GUSTI AYU RATNA SURYANINGRUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penebalan atau edema yang berisi cairan dan konstituen plasma di lapisan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DME (Diabetik Macular Edema) merupakan suatu penyakit berupa penebalan atau edema yang berisi cairan dan konstituen plasma di lapisan outer plexiform retina. Ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderitadiabetes mellitus (DM) baru di seluruh dunia meningkat secara drastis, dari 150 juta penderita pada tahun 2009 dan diperkirakan mencapai 300 juta penderita
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit secara epidemiologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan kerja insulin dan/atau sekresi insulin (Forbes & Cooper, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 adalah suatu kelompok kondisi metabolik yang heterogen dan kompleks ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah akibat kerusakan kerja insulin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit
Lebih terperinciKEBERHASILAN TERAPI FOTOKOAGULASI LASER PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIK DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2004
KEBERHASILAN TERAPI FOTOKOAGULASI LASER PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIK DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG PERIODE JANUARI 2004 DESEMBER 2004 Disusun Oleh : Shanti F Boesoirie Telah disetujui dan diperiksa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) dan merupakan salah satu faktor risiko kematian dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011. Penyakit jantung iskemik menyebabkan 7 juta kematian dan menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan jumlah penderita yang semakin meningkat tiap tahun. Menurut WHO pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakaan lebih dari 360 juta orang dan diperkirakan akan naik lebih dari dua kali
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemik akibat gangguan sekresi insulin, dan atau peningkatan resistensi seluler terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2 (www.depkes.go.id,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Secara umum, hampir 80 % prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin maupun karena tidak dapat menggunakan insulin secara efektif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dislipidemia Pada Penyakit Ginjal Kronis Dislipidemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal, bahkan jauh sebelum menjadi gagal ginjal tahap akhir, sehingga
Lebih terperinciANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT
ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah diatas kadar normal atau disebut sebagai hiperglikemia (ADA, 2011). Kenaikan kadar gula
Lebih terperinciBAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini
61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10 oktober- 12 november 2012. Data merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menurut World Health Organizaton (WHO) pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 4 juta orang, jumlah tersebut diperkirakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel
52 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel hamil dengan preeklamsi, dipakai sebagai kelompok kasus dan 33 sampel hamil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai
Lebih terperinciCIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing
BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang
Lebih terperinciFREDYANA SETYA ATMAJA J.
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebagai serangan otak atau brain attack merupakan penyebab kematian ketiga
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Salah satu dari penyakit saraf yang cukup memprihatinkan dan senantiasa membutuhkan perhatian kita bersama adalah stroke, penyakit ini disebut juga sebagai serangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala akibat resistensi insulin disertai abnormalitas fungsi dan deposisi lemak. Sindroma metabolik menjadi faktor risiko penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang. ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan kronik kadar gula darah di atas batas normal. Diabetes mellitus disebabkan oleh kelainan sekresi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh
Lebih terperinciPENURUNAN CONTRAST SENSITIVITY PADA RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIABETES MELLITUS TIPE 2 DIBANDING NON DIABETES MELLITUS
PENURUNAN CONTRAST SENSITIVITY PADA RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIABETES MELLITUS TIPE 2 DIBANDING NON DIABETES MELLITUS Wahju Ratna Martiningsih*, Wilardjo**, Pramanawati** ABSTRAK Tujuan: Mengetahui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup
1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang muncul ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin atau tidak dapat mempergunakan insulin secara baik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat dalam berbagai kondisi patologis seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan, yang bisa menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2000 jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang menjadi ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia
Lebih terperinciHubungan antara tajam penglihatan dengan derajat non-proliferative diabetic retinopathy pada pasien diabetes melitus tipe 2
Hubungan antara tajam penglihatan dengan derajat non-proliferative diabetic retinopathy pada pasien diabetes melitus tipe 2 Ade J. Nursalim Vera Sumual KSM Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Email:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia 2.1.1 Definisi Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid dimana terjadi peningkatan maupun penurunan komponen lipid dalam darah. Kelainan komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari
Lebih terperinciPREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER
ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Siagian, 2004). Obesitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah kondisi tekanan darah tinggi. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paparan kebisingan pekerja seringkali terjadi di lingkungan kerja dan merupakan bahaya kesehatan global pada pekerja dengan pertimbangan sosial dan pengaruh fisiologis.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1. LIPID DAN LIPOPROTEIN Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri. Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B 100, sedang Apo B48 ditemukan pada kilomikron.
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J
PERBEDAAN RERATA KADAR KOLESTEROL ANTARA PENDERITA ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL, INFARK MIOKARD TANPA ST- ELEVASI, DAN INFARK MIOKARD DENGAN ST-ELEVASI PADA SERANGAN AKUT SKRIPSI Diajukan oleh : Enny Suryanti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih
Lebih terperinciPERBEDAAN TEAR FILM BREAK UP TIME PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIBANDINGKAN RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF
PERBEDAAN TEAR FILM BREAK UP TIME PADA PASIEN RETINOPATI DIABETIKA NONPROLIFERATIF DIBANDINGKAN RETINOPATI DIABETIKA PROLIFERATIF LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta
Lebih terperinciLIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1
LIPOPROTEIN Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR Ana Andriana 1 PENDAHULUAN Lipoprotein menjadi alat transport Trigliserida dan kolesterol diantara organ dan jaringan. Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi baik pada ibu maupun bayi. Hipertensi
Lebih terperinciDislipidemia. Ema Rachmawati
Dislipidemia Ema Rachmawati Kolesterol dan metabolisme lipoprotein Kolesterol Merupakan prekursor garam empedu dan hormon Dapat diperoleh dari makanan (eksogen) maupun sintesis de novo di hati (endogen)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menjadi 7.7 % pada tahun 2030 ( Deshpande et al., 2008 ; Ramachandran et
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan global pada saat ini. Prevalensi global diabetes pada orang dewasa diperkirakan meningkat dari 6,4 % pada tahun 2010
Lebih terperinciKilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl
Kilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl (ditambah lipid tambahan yang dibuat dalam sel-sel ini)
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
Lebih terperinciPERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD
PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei sampai bulan Agustus 2015 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang perawatan anak RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2015 dengan jumlah
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)
Lebih terperinci