HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur Oleh : JUNITA ELFRIDA CAPAH A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN JUNITA ELFRIDA CAPAH. Hubungan Antara Penetapan Harga Susu di Koperasi dengan Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah. Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur. Di bawah Bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad 19. Usahaternak di Indonesia pada umumnya masih usaha peternakan rakyat. Kendala utama dari peternak rakyat ini adalah kualitas susu yang rendah dan modal yang terbatas. Peternak bernaung di bawah koperasi dengan harapan bahwa akan terjaminnya penjualan susu yang mereka hasilkan. Pada kenyataannya, harga susu yang diterima peternak dari koperasi relatif tetap sementara harga faktorfaktor produksi yang digunakan dalam usahaternak sapi perah cenderung meningkat. Kondisi ini tidak lagi menguntungkan bagi peternak khususnya peternak anggota koperasi. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah; (2) Menganalisis pendapatan peternak usahaternak sapi perah dan titik impas atau Break Even Point (BEP) peternak anggota koperasi, dan (3) Menganalisis apakah harga susu yang ditetapkan koperasi kepada peternak anggotanya sudah mampu menutupi seluruh biaya produksi peternak. Penelitian ini dilakukan di KUD Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pengumpulan data dilakukan sejak Bulan April sampai Mei Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan pengurus koperasi dan peternak yang menjadi anggota koperasi. Data sekunder diperoleh dari laporan biaya bulanan dan laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis biaya produksi, analisis pendapatan dan analisis titik impas atau Break Even Point (BEP). Peternak responden dibagi menjadi tiga skala yaitu skala I (kecil), skala II (sedang), dan skala III (besar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, persentase pemilikan sapi laktasi di daerah penelitian masih di bawah 60 persen. Pemilikan sapi laktasi akan menentukan produksi dan besar kecilnya pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah. Produksi susu rata-rata di daerah penelitian adalah 8,58 liter per ekor per hari.

3 Struktur biaya tetap pada ke tiga skala adalah sama dengan biaya terbesar adalah biaya penyusutan ternak. Persentase biaya tetap terhadap biaya totalnya secara keseluruhan sebesar 11,24 persen. Struktur biaya variabel terbesar pada skala I adalah biaya tenaga kerja, sedangkan struktur biaya variabel terbesar pada skala II dan skala III adalah biaya pakan. Rata-rata biaya produksi total usahaternak sapi perah sebesar Rp 2.481,80 per liter susu. Semakin besar skala usahaternak sapi perah maka, biaya produksi rata-rata per liter susu akan menjadi semakin kecil. Penerimaan peternak anggota KUD Mandiri Cipanas terdiri dari penerimaan penjualan susu dan penerimaan dari penjualan sapi perah baik yang afkir, sapi betina atau pedet. Semakin besar skala usahaternak, maka semakin tinggi pula tingkat penerimaannya. Secara keseluruhan, semua peternak responden mampu menutupi seluruh biaya tunainya. Harga susu yang ditetapkan koperasi belum mampu menutupi seluruh biaya total peternak. Penerimaan penjualan susu pada peternak skala I dan skala II belum mampu menutupi seluruh biaya totalnya. Akan tetapi, dengan adanya penerimaan dari penjualan sapi maka peternak ini dapat menutupi seluruh biaya totalnya. Penerimaan penjualan susu pada peternak skala III sudah mampu menutupi biaya totalnya. Analisis R/C rasio penjualan susu atas biaya totalnya dan analisis titik impas menunjukkan bahwa secara keseluruhan, peternak di daerah penelitian mengalami kerugian karena harga susu per liter yang diterima peternak dari koperasi belum mampu menutupi biaya produksi susu per liternya. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka peternak pada skala yang lebih kecil tidak mampu melanjutkan usahaternak sapi perahnya. Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah peningkatan penyuluhan dari KUD Mandiri Cipanas kepada peternak anggotanya dalam hal tatalaksana usahaternak sapi perah. Upaya penyuluhan ini seperti upaya peningkatan kualitas susu dan persentase sapi laktasi agar mencapai skala yang menguntungkan dengan memperhatikan umur beranak pertama, selang beranak, lamanya masa laktasi dan masa kering. Agar peternak anggotanya tetap semangat dan aktif, maka KUD Mandiri Cipanas harus memperhatikan biaya produksi peternak dalam menetapkan harga susu di KUD, sehingga peternak anggotanya tidak mengalami kerugian dengan memanfaatkan sebagian margin keuntungan KUD untuk menutupi biaya produksi susu peternak anggotanya. KUD juga bisa meningkatkan pemberian bantuan kredit usahaternak kepada peternak anggotanya untuk lebih memperbesar skala usahaternaknya sehingga mencapai skala yang lebih menguntungkan.

4 HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur Oleh : JUNITA ELFRIDA CAPAH A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 Judul : HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur Nama : Junita Elfrida Capah Nrp : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP Tanggal Lulus Ujian :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 19 Juni Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara puteri dari Bapak Wahidin Capah, S.Pd dan Ibu Rosmaida Sinaga. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sidikalang pada tahun Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan menengah di SLTPN 2 Sidikalang dan tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Sidikalang. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Diploma III melalui jalur USMI dan menyelesaikan pendidikan di Program Diploma III pada tahun Tahun 2006 penulis diterima pada Program Esktensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi guru private mata pelajaran Akuntansi dan Ekonomi SMU Kelas XI di Sekolah Pelita Harapan.

7 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU TULISAN ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2008 Junita Elfrida Capah A

8 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur pada Tuhan Yesus atas segala berkat dan penyertaan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Mama yang tercinta, atas segala doa, dukungan semangat dalam bentuk apapun, perhatian dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, banyak arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 3. Ir. Asi Halomoan Napitupulu, MSc selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti untuk penulisan skripsi ini. 4. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc selaku dosen penguji utama dalam ujian skripsi atas kritikan dan sarannya guna perbaikan skripsi ini. 5. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji mewakili komisi pendidikan dalam ujian skripsi. 6. Bang Arif atas bantuan dana, Ivo dan Nciho atas doa dan dukungan semangatnya. 7. Siska atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar hasil penelitian. 8. Bapak Aan, Bapak Edi dan Bapak Ade sebagai petugas KUD atas segala bantuan dan dukungan selama penelitian. 9. Adik-adik di GreenHouse : Tia, Ivo, Yuni, Rima dan Dian atas kebersamaan dan selalu membuatku ceria.

9 10. Sahabat-sahabat terbaikku : Nova, Septi, Irene, Vera, Cici, Ka Ika dan Ka Angra atas kasih sayang dan persahabatan yang indah dengan kalian. Aku bangga punya sahabat seperti kalian. 11. Sanma untuk semua waktu, perhatian dan kasih sayangnya. 12. Teman-teman di Wisma Borobudur dan KMKE : Bang Juan, Joni, David, Majus, Hotna, Lustri dan teman-teman yang lain atas dorongan semangatnya.

10 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian. Salah satu usaha peternakan adalah peternakan sapi perah sebagai penghasil susu. Susu merupakan komoditi peternakan yang penting untuk dikonsumsi karena mengandung sumber protein hewani dengan kandungan nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Susu tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk susu sapi segar tetapi juga dalam bentuk susu olahan seperti susu bubuk, susu kental manis, yoghurt, keju dan mentega. Susu segar ini diperoleh dari peternak sapi perah kemudian diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu. Perkembangan usahaternak sapi perah di Indonesia sudah dimulai pada akhir abad 19, tepatnya tahun 1981 sampai tahun Kondisi usahaternak sapi perah pada umumnya masih peternakan rakyat yang diusahakan oleh rumah tangga. Lokasi peternakan pada umumnya berada di daerah pegunungan sehingga pemasaran susu menjadi lebih sulit karena sulitnya transportasi. Pembangunan sektor peternakan khususnya usahaternak sapi perah perlu dilakukan karena kemampuan pasok susu peternak lokal saat ini baru mencapai 25 persen sampai 30 persen dari kebutuhan susu nasional yang mencapai empat juta liter setahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kebutuhan konsumsi susu dalam negeri selama ini dipenuhi oleh impor dari beberapa negara seperti dari Australia dan Selandia Baru. Perkembangan ekspor dan impor susu Indonesia tahun 2001 sampai 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.

11 Tabel 1. Perkembangan Ekspor Impor Susu Indonesia Tahun Tahun Ekspor Susu Impor Produk Susu Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,4 Sumber : Stasistik Peternakan (2006) Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi dari impor. Volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat sebesar 21,18 persen dari tahun Susu yang diimpor tersebut dalam bentuk Skim Milk Powder (SMF) dan Anhydrous Milk Fat (AMF). Susu impor ini akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan hasilnya dikonsumsi di dalam negeri dan sebagian diekspor kembali dalam bentuk susu olahan. Volume ekspor Indonesia juga meningkat seiring dengan peningkatan impornya. Volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2003 yang meningkat sebesar 64,26 persen dari tahun Tahun 2004 volume ekspor turun sebesar 17,45 persen dari tahun sebelumnya dan naik kembali pada tahun 2005 sebesar 9,97 persen dari tahun sebelumnya. Besarnya volume impor Indonesia disebabkan produksi peternak lokal masih sangat rendah. Rendahnya produksi susu dipengaruhi oleh jumlah pemilikan ternak, produktivitasnya dan manajemen pemeliharaan ternak. Perkembangan populasi sapi perah, tingkat produksi dan konsumsi susu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. 2

12 Tabel 2. Populasi Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu Nasional Indonesia Tahun Tahun Populasi (ekor) Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) * *Angka sementara Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007) Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi sapi perah dari tahun 2003 hingga tahun 2005 mengalami penurunan yang diikuti juga dengan penurunan produksinya. Penurunan produksi ini diperkirakan karena rendahnya mutu pakan ternak yang diberikan. Pada tahun 2006 populasi sapi perah meningkat 1,05 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan produksinya meningkat 6,99 persen. Tahun 2007 diperkirakan populasi sapi perah dan produksinya meningkat sebesar 1,17 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan populasi dan produksi susu di Indonesia tetap belum mampu memenuhi konsumsi dalam negeri, karena konsumsi susu nasional Indonesia dari tahun 2003 sampai tahun 2007 terus meningkat. Peningkatan konsumsi susu dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang terus meningkat merupakan akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan adanya peningkatan rata-rata pendapatan penduduk. Populasi sapi perah di sentrasentra peternakan sapi perah di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. 3

13 Tabel 3. Populasi Sapi Perah di Jawa Barat Tahun 2006 No KABUPATEN/KOTA SAPI PERAH JANTAN BETINA JUMLAH 1 Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Jumlah Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007) Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung merupakan kabupaten dengan populasi sapi perah terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Jawa Barat pada Tahun Populasinya mencapai 54,3 persen dari total populasi sapi perah yang ada di Jawa Barat. Sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Barat tersebar di Kabupaten Bandung (Lembang), Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Bogor. Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya dipelihara oleh peternak yang bernaung di bawah koperasi. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan 4

14 (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi yang bergerak di bidang pertanian adalah salah satu jenis koperasi yang berkembang di Indonesia. Koperasi ini pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960-an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi yang bergerak di bidang pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah, sehingga terbentuk koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternak sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Koperasi peternak adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencariannya langsung berhubungan dengan peternakan. Koperasi peternak didirikan sesuai dengan jenis ternaknya. Kegiatan usaha koperasi peternak meliputi: 1. Mengusahakan pembelian bahan-bahan alat peternakan. 2. Mengolah hasil peternakan menjadi barang bernilai tinggi. Misalnya, menyamak kulit, mengasinkan telur dan pasteurisasi susu. 3. Penjualan hasil-hasil peternakan. 4. Menyediakan kredit bagi para anggotanya. 5. Memperbaiki teknik beternak, menyediakan obat-obatan, alat-alat peternakan, bibit ternak dan sebagainya. 6. Menyelenggarakan pendidikan dan penyuluhan tentang peternakan. 5

15 Salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan peternak sapi perah di Kabupaten Cianjur adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas. KUD ini merupakan tempat bernaung peternak yang tersebar di Kecamatan Cipanas. KUD ini berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan, kesehatan ternak, pengumpulan susu sampai ke pemasarannya Perumusan Masalah Besarnya peluang usaha pada bidang usahaternak sapi perah untuk memproduksi susu dan produk turunannya belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak di Indonesia karena beberapa kendala. Kendala utama peternak umumnya adalah informasi teknik produksi yang tidak memadai, letak peternak yang biasanya jauh dari IPS, bahan baku (susu) yang mudah rusak dan modal peternak yang terbatas untuk membeli alat pengolahan susu sebelum dijual ke IPS. Tahun 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan BBM ini terus berlanjut hingga tahun Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya seluruh biaya input dari usaha peternakan. Salah satu input yang mengalami kenaikan adalah harga pakan. Kenaikan BBM ini juga diikuti oleh kenaikan biaya angkut pakan sehingga harga pakannnya semakin mahal. Kenaikan harga pakan dan biaya pengangkutannya membuat biaya produksi usahaternak sapi perah meningkat pula. Keadaan ini membuat peternak memilih alternatif pakan lain yang harganya jauh lebih murah, bahkan mungkin peternak hanya memberikan hijauan saja. Tujuan peternak mengganti pakan ini adalah untuk menghemat biaya produksi. Hal ini berdampak pada menurunnya kualitas dan produksi susu yang dihasilkan di Indonesia. 6

16 Kualitas susu yang rendah akan berdampak pada lemahnya posisi tawar peternak, sehingga tidak menggairahkan peternak dalam meningkatkan kuantitas produksi susu. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peternak bergabung dalam wadah koperasi dengan harapan dapat meningkatkan daya tawar peternak terutama terhadap IPS sebagai pasar terbesar susu. Susu merupakan produk pertanian yang sangat mudah rusak sehingga membutuhkan perlakuan khusus agar tetap segar sampai ke konsumen. Koperasi berfungsi dalam menyediakan kemudahan akses informasi baik dalam hal teknis maupun teknologi, memberikan pelayanan kesehatan ternak, permodalan dan juga dalam pemenuhan kebutuhan input. Selain penyediaan sarana dan fasilitas dalam menangani produksi susu peternak, koperasi juga membeli susu dari peternak dengan harga yang layak. Tetapi harga pakan konsentrat yang semakin mahal tidak diikuti oleh peningkatan harga susu yang diterima peternak. Kondisi yang terjadi selama ini adalah, tidak ada informasi khusus yang dimiliki peternak mengenai kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi perahnya bagi pendapatan rumah tangga peternak. Peternak selalu menganggap untung bila telah mendapatkan hasil dari usahaternaknya tanpa memperhitungkan faktorfaktor lain misalnya penggunaan tenaga kerja keluarga dan nilai penyusutan. Sehingga tidak ada pengambilan keputusan terbaik bagi kelangsungan usahaternak sapi perah yang dilakukan, akibatnya usahaternak yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang. Tabel 4 menunjukkan harga susu segar di beberapa kabupaten sentra produksi susu di Indonesia. 7

17 Tabel 4. Harga Susu Segar di Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Susu di Indonesia Bulan Desember 2007 sampai Februari 2008 (Rp/liter) Kabupaten Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008 Harga Rata-rata Harga yang diterima Harga yang diterima Harga yang diterima Di tingkat Peternak Koperasi Peternak Koperasi Peternak Koperasi Peternak Padang Panjang Bogor Bandung Semarang ,33 Sukabumi ,33 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008) Tabel 4 menunjukkan bahwa harga susu segar rata-rata di Pulau Jawa yang diterima peternak dari koperasi berkisar antara Rp 1833,33 per liter sampai Rp 2833,33 per liter. Harga yang diterima koperasi dari IPS rata-rata Rp 3025 per liter. Selama tiga bulan terakhir, harga susu yang diterima peternak dan koperasi relatif tetap. Data terakhir dari USDMN (US Daily Market News), lima bulan pertama pada tahun 2007, kenaikan harga susu dunia mencapai 41,22 persen. Harga bahan baku susu impor yang dibeli IPS di Indonesia saat ini Rp 4800 sampai Rp 5000 per kg. Harga susu yang diterima peternak sebagai anggota koperasi dinilai lebih rendah dan bisa jadi tidak mampu menutupi biaya produksinya, sehingga dalam penelitian ini perlu diketahui biaya produksi usahaternak sapi perah. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas? 2. Berapa pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah dan pada produksi susu berapa liter peternak tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian? 8

18 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah. 2. Menganalisis pendapatan peternak usahaternak sapi perah dan titik impas atau Break Even Point (BEP) peternak. 3. Menganalisis apakah harga susu yang ditetapkan KUD Mandiri Cipanas kepada peternak anggotanya sudah mampu menutupi seluruh biaya produksi peternak. 9

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pola pemeliharaannya, yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil, dan peternak komersil. Peternak rakyat adalah peternak dengan cara pemeliharaan ternak yang tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utamanya untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. Peternak komersil dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, dan sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar. Usahaternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Pertama peternakan sapi perah rakyat, yaitu usahaternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Kedua perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usahaternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran (Sudono, 1999).

20 Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), berdasarkan tipologi usaha peternakan sapi perah rakyat di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi : (1) Usaha peternakan sebagai usaha sampingan, dengan tingkat pendapatan kurang dari 30 persen; (2) Usaha peternakan sebagai usaha mix farming dengan tingkat pendapatan sebesar persen; dan (3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok dimana tingkat pendapatan petani dari usaha ini dapat menghidupi peternak secara layak. Erwidodo (1998), menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil dengan pemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan pemilikan sapi perah empat sampai tujuh ekor, dan tiga persen pemilikian sapi perah lebih dari tujuh ekor. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke 19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke 20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi di bandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999). Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini adalah skala usahanya kecil (dua sampai lima ekor), motif usahanya adalah rumah tangga, dilakukan sebagai sampingan atau usaha utama, masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah. 11

21 2.2. Produksi Susu Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah dewasa setelah melahirkan anak akan mampu memproduksi air susu melalui kelenjar susu, yang secara anatomis disebut ambing. Produksi air susu ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi. Produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur setiap laktasi. Produksi susu akan naik selama hari setelah sapi beranak hingga mencapai puncak produksi dan kemudian turun secara perlahan-lahan hingga akhir laktasi (Sudono, 1999). Masa laktasi adalah periode sapi sedang menghasilkan susu yang berlangsung selama 10 bulan, dari mulai setelah melahirkan hingga masa kering. Lama laktasi tergantung pada persistensi yang dipengaruhi oleh umur sapi, kondisi sapi saat beranak, lama masa kering sebelumnya, dan banyak makanan yang diberikan kepada sapi yang sedang laktasi. Kemampuan sapi dalam mempertahankan produksi susu disebut persistensi laktasi (Sudono, 1999). Sapi yang bunting 7 sampai 7,5 bulan harus dikeringkan (masa kering). Lamanya masa kering sebelumnya mempengaruhi produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya. 12

22 Kemampuan produksi sapi perah ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan dan pemberian pakan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu antara lain umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar sapi, manajemen pemeliharaan dan pakan. Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (lebih dari tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur dua tahun. Kapasitas produksi susu sapi perah akan meningkat terus sampai umur enam sampai delapan tahun dan setelah itu akan menurun dengan penurunan yang semakin besar. Sapi perah umur dua tahun akan menghasilkan susu sekitar 70 sampai 75 persen dari produksi susu tertinggi sapi yang bersangkutan. Pada umur tiga tahun akan menghasilkan susu 80 sampai 85 persen, sedangkan umur empat sampai lima tahun menghasilkan susu 92 sampai 98 persen (Schmidt dan Hutjuers, 1998). Hasil penelitian Nurhayati (2000), menunjukkan bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung adalah 8 liter per ekor per hari untuk skala pemilikan ternak sebanyak satu sampai tiga ekor sapi laktasi, dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah tujuh liter per ekor per hari. Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter per hari dengan bangsa ternak Fries-Holland (FH). Pada umumnya pemerahan susu dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Jika jarak pemerahan sama, yaitu 12 jam maka jumlah susu yang dihasilkan pagi hari akan sama dengan jumlah susu sore hari. Setiap kali akan memerah susu, ambing dan tangan atau alat pemerah harus bersih agar susu yang dihasilkan bersih dan sapi tetap sehat. 13

23 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah menurut Sudono (1999), yaitu bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau masa birahi sapi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan dan tata laksana pemberian pakan. Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar karena sifat susu segar sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Peralatan yang digunakan untuk menampung susu disebut milk can. Sebelum dimasukkan ke dalam milk can, susu harus disaring dahulu agar bulu sapi dan vaselin yang tercampur dengan susu tidak terbawa masuk ke dalam wadah. Selanjutnya susu dikirim ke pengumpul dan didinginkan. Pendinginan susu pada suhu empat derajat celcius bertujuan agar susu dapat bertahan lebih lama dan bakteri tidak mudah berkembang Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan Peternak Biaya produksi adalah nilai fisik penggunaan faktor produksi yang diukur dengan nilai uang (Rahardja, 2000). Komponen biaya produksi usahaternak sapi perah adalah biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan kandang, penyusutan peralatan tahan lama, penyusutan ternak dan lahan tempat pengelolaan ternak yang dianggap sebagai biaya yang diperhitungkan sebagai sewa lahan. Biaya variabel terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, penyusutan peralatan tidak tahan lama dan biaya untuk transportasi untuk membeli pakan atau memasarkan susu, air dan listrik. Menurut Sudono (1999) dalam usahaternak sapi perah, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel, terutama biaya pakan dan tenaga kerja. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan peternak juga dipengaruhi oleh masa kering dan masa laktasi sapi perah. 14

24 Hasil penelitian Nurhayati (2000) dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya dan Analisis Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah di Wilayah KUD Mukti Kabupaten Bandung, menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap yang dikeluarkan peternak di Kecamatan Ciwidey dengan skala usaha satu sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp per peternak per bulan, dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp per peternak per bulan. Komposisi biaya tetap keseluruhan adalah biaya penyusutan kandang dengan rataan Rp per peternak per bulan atau 5,82 persen, penyusutan ternak Rp per peternak per bulan atau 4,31 persen, dan penyusutan peralatan tahan lama Rp per peternak per bulan atau 3,38 persen dari total biaya. Biaya variabel untuk skala satu sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp per peternak per bulan dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp per peternak per bulan. Komposisi biaya variabel secara keseluruhan meliputi biaya pakan dengan rataan Rp per peternak per bulan atau 78,37 persen, biaya tenaga kerja sebesar Rp per peternak per bulan atau 5,51 persen, obat-obatan Rp per peternak per bulan atau 1,43 persen, dan penyusutan peralatan tidak tahan lama sebesar Rp per peternak per bulan atau 1,18 persen dari total biaya. Kecenderungan biaya variabel meningkat pada skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi sesuai dengan jumlah ternak yang dimiliki. Ini berarti bahwa semakin besar skala usaha maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan. Penelitian Sinaga (2003) dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, menjelaskan bahwa rataan pemilikan 15

25 sapi perah adalah 11,26 Satuan Ternak (ST) per peternak dengan pemilikan sapi laktasi 6,73 ST per peternak. Rataan biaya produksi per liter susu untuk peternak secara keseluruhan adalah Rp 1.117,44. Rataan produksi susu di lokasi penelitian adalah 1.829,01 liter per bulan dengan rataan produktivitas secara keseluruhan adalah 9,06 liter per ekor per hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha semakin tinggi produktivitas sapi laktasi. Produksi optimal dicapai pada saat produksi susu sebesar 6.002,98 liter per bulan. Rataan titik impas dicapai pada saat produksi susu 670,99 liter per bulan per peternak atau 99,70 liter per ekor per bulan atau pada saat penerimaan peternak hasil penjualan susu sebesar Rp ,57 per peternak per bulan. Penelitian Anisa (2008) dengan judul Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki sapi laktasi kurang dari 10 ekor atau hanya 3,18 Satuan Ternak (ST) dari rata-rata kepemilikan sapi 4,03 ST. Rataan produksi susu di daerah penelitian adalah 14,68 liter per ekor per hari. Produksi susu yang dihitung meliputi jumlah susu yang dijual dan jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi terbesar yang dikeluarkan peternak adalah biaya pakan yaitu mencapai 54 persen pada peternak skala I dengan pemilikan sapi 3,91 ST, 69,17 persen pada peternak skala II dengan pemilikan sapi 3,91 ST dan 55,71 persen pada peternak skala III dengan pemilikan sapi 4,29 ST. Komponen biaya terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah biaya pembelian ternak dan biaya tenaga kerja. 16

26 Penerimaan usahaternak sapi perah di derah penelitian yang paling utama adalah dari penjualan susu. Penerimaan sampingan usahaternak sapi perah di lokasi penelitian berasal dari penjualan ternak, penjualan karung, penjualan kotoran ternak, nilai perubahan ternak dan susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak. Rataan penerimaan usahaternak sapi perah adalah Rp ,75 per peternak per bulan. Produksi susu optimal dicapai pada saat produksi susu ratarata 1362,26 liter per peternak per bulan dengan keuntungan maksimal sebesar Rp ,11 per peternak per bulan. Kusminah (2003), melakukan penelitian dengan judul Manajemen dan Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Cilebut Bogor. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa besarnya biaya total rata-rata per ST per tahun paling tinggi terdapat pada kelompok I (skala usaha sedang) yaitu sebesar Rp ,34. Kelompok II (skala usaha sedang) sebesar Rp ,05 sedangkan yang paling kecil adalah biaya pada kelompok III (skala usaha kecil) sebesar Rp ,99. Kondisi ini terjadi karena manajemen pada kelompok I lebih buruk dari pada kelompok II dan III terutama manajemen dalam pemberian pakan, karena pemberian pakan konsentrat yang terlalu banyak akan menurunkan kadar lemak susu dan akan menimbulkan kerugian ekonomis, selain itu dalam kelompok I terdapat biaya tambahan untuk biaya tenaga kerja. Pendapatan rata-rata paling tinggi terdapat pada kelompok I sebesar Rp ,61 per peternak per bulan atau Rp ,35 per ST per bulan, kelompok II sebesar Rp ,25 per peternak per bulan atau Rp ,88 per ST per bulan dan kelompok III sebesar Rp ,32 per peternak per bulan atau Rp ,58 per ST per bulan. 17

27 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada analisis pendapatan, analisis R/C rasio dan lokasi penelitian yang berbeda. Pada penelitian ini, analisis pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu pendapatan penjualan susu atas biaya tunai, pendapatan penjualan susu atas biaya total dan pendapatan penjualan susu dan sapi atas biaya total. Analisis R/C rasio dibedakan menjadi tiga yaitu R/C dari penjualan susu atas biaya tunai, R/C rasio dari penjualan susu atas biaya total dan R/C rasio dari penjualan susu dan sapi atas biaya total Peranan Koperasi bagi Peternak Sapi Perah Koperasi peternak adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencariannya langsung berhubungan dengan peternakan. Koperasi peternak didirikan sesuai dengan jenis ternaknya, misalnya koperasi peternak sapi perah. Koperasi memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup usahaternak anggotanya. Manfaat yang diterima peternak dengan bergabung sebagai anggota koperasi adalah mendapatkan jaminan tempat penjualan susu dan mendapat fasilitas pelayanan kesehatan dan Inseminasi Buatan yang biayanya jauh lebih murah. Dengan bergabungnya peternak sebagai anggota koperasi diharapkan dapat meningkatkan daya tawar peternak. Koperasi sebagai tempat bernaung peternak juga berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan tentang tatalaksana usahaternak sapi perah agar menjadi usaha yang menguntungkan bagi peternak. 18

28 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usaha ternak. Menurut Rahardja (2000), produksi adalah penggunaan input, yaitu sesuatu yang diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output dari usaha yang dijalankan. Dalam menjalankan produksi diperlukan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Lipsey et al (1989) menyatakan bahwa faktor produksi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan manusia yang terdiri dari: 1) Sumberdaya alam seperti tanah atau lahan, hutan dan barangbarang tambang; 2) Sumberdaya manusia termasuk mental dan fisiknya; 3) Semua alat-alat buatan manusia untuk meningkatkan produksi seperti peralatan dan mesin-mesin. Sumberdaya utama yang biasanya dimiliki seorang peternak adalah uang, tenaga, ternak, alat-alat peternakan, dan barangkali sebuah rumah. Semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dibagi menjadi faktor produksi variabel, yaitu faktor produksi yang jumlahnya akan berubah jika output yang dihasilkan berubah, dan faktor produksi tetap, yaitu faktor produksi yang jumlahnya tidak akan berubah jika output yang dihasilkan berubah.

29 1. Ternak Sapi Perah Sapi perah merupakan modal utama dalam usahaternak sapi perah. Sapi perah yang dipelihara adalah sapi betina dewasa, sapi betina dara, sapi jantan dan pedet. Sudono (1999) mengemukakan bahwa jumlah produksi susu suatu usahaternak sapi perah ditentukan oleh jumlah sapi laktasi yang dimiliki. Untuk mencapai skala ekonomis yang paling menguntungkan, peternak sapi perah harus mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen dari seluruh pemilikan sapi perahnya. Persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu usahaternak untuk menjamin pendapatan peternak. 2. Lahan dan Kandang Lahan dalam usahaternak sapi perah biasanya digunakan untuk tempat mendirikan kandang dan dapat juga sebagai tempat menanam hijauan untuk pakan ternak. Dalam usaha ternak yang pemilikan sapi perahnya relatif kecil, lahan bukan merupakan faktor produksi yang dominan. Kandang adalah tempat penting untuk pemeliharaan ternak. Sudono (2002) menyatakan bahwa kandang sapi perah yang efektif harus dirancang untuk memenuhi persyaratan dan kenyamanan ternak dan mudah untuk dibersihkan. Persyaratan kandang yang sehat adalah cukup luas, alas dibuat padat/keras, ventilasi cukup, terang, bersih dan kering, tenang dan nyaman, ada saluran pembuangan kotoran dan memperhatikan kesehatan lingkungan. 20

30 3. Pakan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah adalah pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Cara pemberian pakan yang salah akan mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan kematian. Pakan sapi perah terbagi atas dua golongan yaitu bahan pakan berserat yaitu hijauan dan bahan pakan konsentrat. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama. Tenaga kerja dapat diperoleh dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Kegiatan yang pada umumnya dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah adalah mencari dan mengarit hijauan makanan ternak, membuat kandang, memberi makan dan minum ternak, menjaga kesehatan ternak, mengawinkan dan seleksi ternak, mengumpulkan hasil (memerah susu), mengolah atau menyimpan hasil dan mengirimkan hasil untuk dijual. Penggunaan tenaga kerja dalam usahaternak umumnya diukur dengan jumlah hari. Dalam satu hari biasanya tenaga kerja bekerja delapan jam. Waktu bekerja dalam satu hari sering disebutkan sebagai satu Hari Kerja Pria (HKP). Jika yang bekerja adalah tenaga kerja perempuan dan anak-anak, maka akan dilakukan konversi hari kerja menjadi hari kerja pria. Satu hari kerja wanita dewasa setara dengan 0,8 hari kerja pria. Satu hari kerja anak-anak setara dengan 0,5 hari kerja pria. Hari kerja ini merupakan dasar ukuran penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan-kegiatan usahaternak. 21

31 5. Obat-obatan dan Peralatan Program kesehatan pada usahaternak sapi perah harus dijalankan secara teratur untuk menghindari penyakit yang biasa menyerang sapi perah seperti TBC, Brucellosis, penyakit mulut dan kuku, radang limpa dan lainnya (Sudono, 2002). Peralatan yang digunakan dalam usahaternak sapi perah adalah sabit, ember, sikat, sapu, selang, milk can dan sekop. Sekop digunakan untuk mengangkut kotoran, ember digunakan untuk menampung susu pada saat diperah, selang digunakan untuk memandikan sapi dan menyalurkan air ke kandang, milk can digunakan untuk tempat menampung susu yang telah diperah sebelum dipasarkan Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan (Opportunity Cost). Konsep ini tetap dipakai dalam analisis teori biaya produksi. Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (Rahardja, 2000). Menurut Rahim (2000), pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya ini merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk petani, melaut untuk nelayan, dan beternak untuk peternak. Biaya usahaternak dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost). 22

32 A. Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total Biaya tetap (Fixed Cost) umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan sebagai biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian, misalnya penyusutan peralatan dan gaji tenaga kerja jika tenaga kerjanya barasal dari luar keluarga. Contoh lain biaya tetap adalah sewa lahan dan alat peternakan. Biaya tidak tetap atau biaya variabel (Variable Cost) merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi susu. Jika menginginkan produksi susu yang tinggi, faktor produksi pakan ternak perlu ditambah, dan sebagainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena tergantung pada komoditi pertanian yang akan dihasilkan. Menurut Soekartawi (1985), biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung dari jumlah produksi yang mencakup kandang, lahan, peralatan, dan pajak. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produk yang dihasilkan, makin besar biaya variabel yang diperlukan. Biaya ini meliputi biaya pakan, biaya obat-obatan dan vaksin, upah tenaga kerja dan biaya lainnya. Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang mencakup biaya tetap dan biaya variabel. 23

33 B. Biaya Rata-rata dan Biaya Marjinal Biaya rata-rata adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output. Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output. Biaya total rata-rata (Average Total Cost) sama dengan biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost) ditambah biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost). Biaya marjinal (Marginal Cost) adalah tambahan biaya karena menambah produksi sebanyak satu unit output. Gambar 1 menunjukkan, kurva biaya tetap rata-rata, kurva biaya variabel rata-rata, kurva biaya marjinal dan kurva biaya total rata-rata. Biaya (Rp) MC ATC P AVC Qc AFC Q. Gambar 1. Kurva Biaya Rata-rata, Kurva Biaya Tetap Rata-rata, Kurva Biaya Variabel Rata-rata, dan Kurva Biaya Marjinal Sumber : Rahardja (2000) 24

34 Gambar 1 menunjukkan kurva biaya total rata-rata (ATC) jangka pendek. Kurva ATC jangka pendek seringkali berbentuk huruf U. Ini menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata akan meningkat bila output rendah, tetapi pada tingkat output tertentu, produktivitas rata-rata mulai turun cukup cepat sehingga biaya variabel rata-rata meningkat lebih cepat daripada turunnya biaya tetap rata-rata. Bila hal ini terjadi, maka ATC akan naik. Biaya variabel (AVC) diperlihatkan oleh kurva yang kemiringannya positif, yang berarti bahwa biaya variabel total naik sebagai akibat dari naiknya tingkat output. Kurva biaya marginal (MC) digambarkan sebagai kurva yang menurun sampai ke satu titik minimum dan kemudian naik. Biaya marjinal menentukan tingkat produksi pada suatu harga yang berlaku. Kurva biaya marjinal memotong kurva ATC dan AVC pada titik minimumnya. Tingkat produksi yang dihasilkan pada suatu tingkat harga tertentu adalah sebesar Qc yang menunjukkan kondisi pada saat harga sama dengan biaya marjinal dan sama dengan penerimaan marjinal (P = MC = MR). Peternak menghadapi kurva biaya yang berbeda karena mempunyai struktur biaya yang berbeda pada tingkat harga susu tertentu. Ada tiga kemungkinan yang dialami peternak, yaitu laba, impas, dan rugi. Laba terjadi bila biaya total rata-rata (ATC) lebih kecil dari harga (P). Kondisi impas terjadi bila biaya rata-rata sama dengan harga, di mana laba per unit sama dengan nol. Kondisi rugi terjadi bila biaya rata-rata lebih besar dari harga. Kurva yang menunjukkan keseimbangan struktur biaya yang berbeda di antara peternak dengan tingkat harga susu yang sama, ditunjukkan pada Gambar 2. 25

35 Gambar 2. Keseimbangan Struktur Biaya yang berbeda di antara Peternak dengan Tingkat Harga Susu yang Sama P P P P Q 0 Q 0 Q Q 0 Q 0 Q 0 A B C Keterangan : 1. Biaya tetap rata-rata (AFC) 2. Biaya variabel rata-rata (AVC) 3. Biaya total rata-rata (ATC) 4. Biaya marjinal (MC) 5. Harga yang berlaku (P) Keuntungan Kerugian Sumber : Djojodipuro (1991) 26

36 Gambar 2 menunjukkan bahwa pada tingkat harga (P) yang sama dari koperasi, peternak dengan struktur biaya yang berbeda akan menghadapi kondisi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar A, Gambar B dan Gambar C. Keseimbangan peternak akan dicapai pada tingkat produksi di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinalnya (MC = MR). Gambar A, B dan C menggambarkan tiga kasus peternak yang mungkin terjadi dalam usahaternak sapi perah. Ketiga peternak menerima harga susu yang sama (P) yang diterima peternak dari koperasi. Gambar A menunjukkan peternak yang mendapat keuntungan karena seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga susu yang diterimanya. Gambar B menunjukkan peternak yang menderita kerugian. Tetapi harga yang diperoleh masih dapat menutupi biaya variabel rara-rata. Dalam jangka pendek, peternak masih dapat bertahan dalam usaha ternaknya. Gambar C menunjukkan keadaan peternak yang menderita kerugian parah. Peternak ini tidak dapat menutupi biaya variabel maupun biaya tetapnya. Peternak ini bisa jadi tidak dapat berproduksi lagi sehingga menghentikan usaha ternaknya. Dalam hal ini peternak berada pada posisi shut down point. Harga yang ditetapkan koperasi suatu saat bisa menyingkirkan peternak yang tidak bisa menutupi biaya produksinya, seperti yang dialami peternak pada Gambar C. 27

37 Pendapatan Pendapatan usahaternak merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja baik yang berasal dari keluarga ataupun tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan anggota keluarga. Soekartawi (1985), mengemukakan beberapa defenisi yang berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu : 1. Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk. 2. Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. 3. Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. 4. Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 5. Pengeluaran total usaha, yaitu semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6. Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. Pendapatan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah pendapatan peternak atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya tunai yang benarbenar dikeluarkan peternak, baik biaya tetap maupun biaya variabel dan merupakan ukuran kemampuan peternak untuk menghasilkan uang tunai. Biaya 28

38 tunai adalah biaya yang dibayarkan peternak secara tunai, seperti biaya untuk tenaga kerja upahan, biaya untuk pemeliharaan ternak dan peralatan. Biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya untuk upah tenagakerja keluarga, dan biayabiaya penyusutan. Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan biaya tunai termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah penggunaan tenaga kerja keluarga dan biaya imbangan atas sewa lahan milik sendiri. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan pendapatan besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan. Perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan peternak, dapat diukur dengan menggunakan analisis Return Cost (R/C) ratio. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang mungkin dihasilkan dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan dalam produksi. Secara teoritis, usaha dengan R/C sama dengan satu artinya usaha tidak untung dan tidak pula rugi. Jika R/C bernilai lebih besar dari satu, berarti penerimaan diperoleh lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan R/C bernilai lebih kecil dari satu, maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh. 29

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH

PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH PERANAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) TERHADAP P0ENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan Sapi Perah KUD Mandiri Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut) CHICHI RIZKY DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja Koperasi Susu Bandung Utara (KPSBU) yang menerapkan mekanisasi pemerahan.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris, dengan jumlah penduduk sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian, sedangkan kegiatan pertanian itu sendiri meliputi pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

V. AGRIBISNIS PERSUSUAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10

V. AGRIBISNIS PERSUSUAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10 V. AGRIBISNIS PERSUSUAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Agribisnis Persusuan Nasional Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10 tahun 1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dan dari sekian banyak para pengusaha budidaya sapi di indonesia, hanya sedikit. penulis ingin mengangkat tema tentang sapi perah.

BAB I PENDAHULUAN. Dan dari sekian banyak para pengusaha budidaya sapi di indonesia, hanya sedikit. penulis ingin mengangkat tema tentang sapi perah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis sapi perah di Indonesia merupakan industri peternakan rakyat, karena yang mengusahakannya adalah peternak skala kecil sampai skala besar. Dan dari sekian

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian Kabupaten Sumedang adalah sebuah Kabupaten di Jawa Barat dengan ibu kotanya yaitu Sumedang. Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A

ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI. Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A ANALISIS BIAYA DAN PROFITABILITAS PRODUKSI ROTI PADA BELLA BAKERY DI PONDOK GEDE, BEKASI Oleh : TANTRI DEWI PUTRIYANA A14104105 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Oleh : RENIE CONNIE A

Oleh : RENIE CONNIE A ANALISIS PENDAPATAN DAN TITIK IMPAS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH PADA PERUSAHAAN TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Oleh : RENIE CONNIE A 14105591

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI SUSU SEGAR (Studi Kasus Usaha Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI ARIEF AMIN SINAGA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006 I. SEJARAH BANGSA-BANGSA TERNAK PERAH 1. SEJARAH PETERNAKAN SAPI PERAH DAN PERSUSUAN Domestikasi sapi dan penggunaan susunya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawa Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak perkelahiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi

Lebih terperinci

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin. 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Pada dasarnya, ternak perah diartikan sebagai ternak penghasil air susu. Menurut Makin (2011), susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar susu merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor)

ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) ANALISIS POSISI PRODUK SUSU BUBUK WYETH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN (Kasus Tiga Supermarket di Kota Bogor) Oleh: NAOMI MUTIARA ERITA S. A14103571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

VI. METODE PENELITIAN

VI. METODE PENELITIAN VI. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang,

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang, 18 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peternak sebagai responden yang melakukan usaha pembibitan sapi potong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Tanjungsiang,

Lebih terperinci

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN : AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : 106 112 ISSN : 1411-1063 ANALISIS EFISIENSI EKONOMI USAHATANI LEBAH MADU DI DESA KALISARI, KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS Purwanto Badan Pelaksana Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tatap muka ke 13 14 Pokok Bahasan : ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tujuan Instruksional Umum : Agar mahasiswa mengetahui dan mampu membuat analisis usaha penggemukan sapi potong. Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A

Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR (Studi Kasus pada Ben s Fish Farm, Desa Cigola, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : TEUKU WOYLY BRAJAMUSTI A14101704

Lebih terperinci