BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan, hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua (Setiawati, 2008). Setiawati (2008) menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena orang tua memberikan perlakuan yang berbeda pada anak-anak mereka (adanya anak emas). Persaingan antar saudara tidak mungkin dihindari dengan adanya saudara kandung (Borden, 2003). Persaingan antar saudara yang dimaksud disini adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih dan perhatian dari satu atau kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih (Lusa, 2010). Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu dekat, karena kehadiran adik dianggap menyita waktu dan perhatian terlalu banyak orang tua (Setiawati, 2008). Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8 12 tahun, dan pada umumnya, sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan (Millman & Schaefer, 1981) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007). Namun persaingan antar saudara cenderung memuncak ketika anak bungsu berusia 3 atau 4 tahun (Woolfson, 2004). Ciri khas yang sering muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois, suka berkelahi, memiliki kedekatan yang khusus dengan salah satu 5

2 6 orangtua, mengalami gangguan tidur, kebiasaan menggigit kuku, hiperaktif, suka merusak, dan menuntut perhatian lebih banyak (Sains, 2009). Terdapat dua macam reaksi sibling rivalry, secara langsung yaitu biasanya berupa perilaku agresif seperti memukul, mencubit, atau bahkan menendang (Setiawati, 2008). Reaksi yang lainnya adalah reaksi tidak langsung seperti, munculnya kenakalan, rewel, mengompol atau pura-pura sakit (Setiawati, 2008). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sibling rivalry dapat diartikan sebagai kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih. 2. Faktor-Faktor Penyebab Sibling Rivalry Menurut Mulyadi (2000) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), faktor penyebab sibling rivalry diantaranya karena orang tua membagi perhatian dengan orang lain, mengidolakan anak tertentu, dipeliharanya rasa kesal orang tua, serta kurangnya pemahaman diri. Menurut Priatna dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), faktor penyebab sibling rivalry adalah faktor internal dan eksternal: a. Faktor internal: Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak itu sendiri seperti temperamen, sikap masing-masing anak mencari perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak yang lain (Sains, 2009). b. Faktor eksternal: Faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik anaknya, seperti sikap membanding-bandingkan, dan adanya anak emas diantara anak yang lain (Sains, 2009).

3 7 Menurut Lusa (2010), ada banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain: a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka. b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka. c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/bayi. d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain. e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran. f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka. g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran. h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga adalah normal. i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga. j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya. k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya. l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada mereka. Menurut Handymom (2009), jika ada kelahiran anak kedua, dan anak pertama (sang kakak) belum dipersiapkan terlebih dulu dalam kelahiran adik barunya, maka akan menjadi faktor munculnya sibling rivalry. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiorini (2003), bahwa akar permasalahan berawal saat anak pertama lahir (sang kakak), semua perhatian tercurah kepadanya, akan tetapi saat adik baru lahir dan

4 8 membutuhkan sejumlah waktu dan perhatian, maka sang kakak merasa tersisih. 3. Dampak Sibling Rivalry Menurut Rivacons (2009), anak yang merasa selalu kalah dari saudaranya akan merasa minder atau rendah diri, anak jadi benci terhadap saudara kandungnya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Noviani (2007), dampak negatif sibling rivalry adalah anak menjadi egois, minder, merasa tidak dihargai, pengunduran diri kearah bentuk perilaku infantil/regresi dan lain sebagainya. Selain kenakalan anak di rumah pada adik barunya, hal ini dapat berpengaruh pada hubungan anak tersebut dengan teman-temannya di sekolah, bila terjadi ketidak adilan di rumah yang membuat anak stress, bisa membuat anak menjadi lebih temperamen dan agresif dalam kelakuannya di sekolah (Hakuna, 2008). Menurut Priatna dan Yulia (2006) dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), pertengkaran yang terus menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat anak-anak beranjak dewasa, mereka akan terus bersaing dan saling mendengki. Bahkan ada kejadian saudara kandung saling membunuh karena memperebutkan warisan. Menurut Hargianto (2008) dalam Siti Aspuah (2008), dampak yang paling fatal dari sibling rivalry adalah putusnya tali persaudaraan jika kelak orang tua meninggal. 4. Penatalaksanaan Sibling Rivalry Menurut Kennnedy (2005), ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah timbulnya kecemburuan pada anak melalui cara cara berikut: a. Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik (selama masa kehamilan). b. Jadikan sang kakak sebagai pusat perhatian saat perjumpaan atau kunjungan pertama. c. Biarkan sang kakak membantu menjaga adiknya. d. Sediakan waktu untuk anak yang lebih tua.

5 9 e. Pembesuk harus memahami bahwa anak yang lebih tua juga membutuhkan perhatian. f. Ajari sang kakak untuk mengajari adik baru lagu-lagu dan berbagai permainan. Menurut Woolfson (2004), ada beberapa cara untuk menangani kecemburuan pada anak, yaitu: a. Lihat tanda-tandanya, jika kita melihat tanda-tanda ini tenangkan anak sebelum menjadi terlalu marah. b. Alihkan perhatiannya, bila melihat anak menjadi terganggu oleh saudaranya, ada baiknya kita alihkan perhatiannya. c. Tentramkan anak, yakinkan bahwa kita dan sang adik sangat mencintainya. d. Tunjukkan minat dan bakat sang kakak. e. Beri sang kakak beberapa kegiatan. f. Pujilah upaya, bukan hasilnya. g. Jangan membandingkan sang kakak dengan saudara yang lebih muda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi sibling rivalry, antara lain (Lusa, 2010): a. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain. b. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri. c. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak. d. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu sama lain. e. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi. f. Mengajarkan anak-anak cara-cara positif untuk mendapatkan perhatian dari satu sama lain. g. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak. Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda. h. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua orang.

6 10 i. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan mereka sendiri. j. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda akan kekerasan fisik. k. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak, bukan untuk anak-anak. l. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan satu sama lain. m. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak. n. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilaku orang tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus. Bagi orang tua, cara untuk meminimalisasi sibling rivalry, yaitu (Hakuna,2008): a. Jangan membanding-bandingkan anak. b. Libatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adik. Pada saat hamil, libatkan anak untuk mempersiapkan kelahiran, seperti ajak anak memilih pakaian ataupun perlengkapan bayi dan juga beritahukan bahwa adik barunya tidak akan merebut perhatian orang tuanya. c. Selama masa kehamilan ajak kakak ke rumah sakit. Dengan begitu, kakak dapat melihat adiknya di layar scan dan mendengar detak jantungnya di alat ultrasound. Tunjukkan pula foto scan lama sang kakak dan jelaskan bagaimana rasanya ketika sang kakak ada di dalam rahim ibu. d. Ajarkan kakak mengenai cara berinteraksi dan bermain dengan adik. Apa yang bisa dilakukan dan bagaimana cara menunjukkan sayang pada adik. e. Ketika sang kakak berkunjung ke rumah sakit untuk pertama kalinya, sambutlah dengan ceria. Lalu perlihatkan adik bayinya yang baru lahir. Perkenalkan adik pada kakaknya dan juga sebaliknya, perkenalkan kakak pada adiknya.

7 11 f. Gunakan sebutan adik bayi daripada bayi baru, sehingga anak tidak merasa bahwa adik baru dan dia lama. g. Berikan kesempatan kakak melakukan hal-hal yang membuat dirinya merasa nyaman saat bersama adik. Kakak bisa membelai dan memangku adik dengan bantuan ibu. h. Tetap berikan perhatian pada kakak. Hindari tekanan untuk selalu mengalah dan mendahulukan adik. Biarkan ayah bersama adik ketika ibu mendampingi sang kakak. i. Jika kakak benar-benar cemburu pada adik barunya dan menunjukkannya dengan cara kasar, orang tua perlu bertindak cepat yaitu dengan segera menjauhkan kakak dari adik. Beritahu kakak bahwa dia tidak boleh menyakiti adik bayinya, tanpa harus membentak atau memukulnya. B. Keluarga Beberapa aspek dalam keluarga yang berhubungan dengan kejadian sibling rivalry yaitu: 1. Orang Tua Orang tua adalah kunci bagi munculnya sibling rivalry dan juga berperan memperkecil munculnya hal tersebut (Setiawati, 2008). Setiawati (2008) juga menjelaskan beberapa peran yang dapat dilakukan orang tua adalah: memberikan kasih sayang dan cinta yang adil bagi anak, mempersiapkan anak yang lebih tua menyambut kehadiran adik baru, memberikan hukuman sesuai dengan kesalahan anak bukan karena adanya anak emas atau bukan, sharing antar orang tua dan anak, serta memperhatikan protes anak terhadap kesalahan orang tua. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk (Setiawan, 2008). Handojo (2001), menjelaskan bahwa riset tentang sibling menemukan bila orang tua langsung mengintervensi konflik yang ada, biasanya orang tua melindungi anak yang lebih lemah (yang lebih muda)

8 12 melawan anak yang lebih kuat, maka keadaan akan memuncak dan hal ini akan membuat anak yang kuat akan merasa kesal dan anak yang lebih lemah akan lebih berani mengadakan perlawanan karena merasa bahwa orang tua berpihak kepadanya. 2. Kasih Sayang Terhadap Anak Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua (Hakuna, 2008). Cinta kasih orang tua adalah perpaduan antara cinta kasih seorang ibu dan ayah (Soetjiningsih, 1995). Soetjiningsih (1995) menjelaskan bahwa, cinta ibu bersifat memberi kehangatan, menumbuhkan rasa diterima dan menanamkan rasa aman, sedangkan cinta ayah bersifat mengembangkan kepribadian, menananmkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak kian berani dalam menghadapi kehidupan. Disamping itu anak-anak memerlukan kasih sayang orang tua dan perlakuan yang adil, supaya kemudian hari tidak menjadi anak yang sombong, manja, pemboros, tidak saleh, tidak menghormati orang tua dan masyarakat sekitar (Soetjiningsih, 1995). Sangat penting bagi orangtua menciptakan tindakan yang mencerminkan rasa cinta dan kasih sayang yang tulus itu kepada anak (Rosmansyah, 2008). Misalnya, menghadiri kegiatan ektrakurikuler anak (karate, kursus musik), mendampingi anak melakukan hobinya (berenang, membantu memilihkan buku bacaan), dan bahkan merawat anak ketika ia sedang sakit (Rosmansyah, 2008). Perlakuan orangtua seperti itu besar kemungkinan akan terbawa oleh anak sampai ia dewasa atau tua nanti, ikatan batin, kebiasaan yang penuh dengan kehangatan, dan persahabatan akan dibawanya kembali oleh anak kepada orang tua (Rosmansyah, 2008). 3. Tanggung Jawab Keluarga terhadap Anak Orangtua bertanggung jawab terhadap pemenuhan segala kebutuhan anak, selain itu orangtua juga berperan sebagai guru pertama

9 13 dan berperan penting dalam pembentukan sikap, kepercayaan, nilai dan tingkah laku anak (Gobai, 2008). Dalam Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2002 tentang: Perlindungan Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab, khususnya bagian keempat tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal 26 disebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, meme1ihara, mendidik, dan melindungi anak b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya c. dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. 4. Peran Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian dan Mendidik Anak Menurut Baroto (2008) peranan orang tua terbagi dalam : Peranan ayah: sumber kekuasaan, dasar identifikasi, penghubung dengan dunia luar, pelindung terhadap ancaman dari luar, dan pendidik segi rasional. Sedangkan peranan ibu adalah : pemberi aman, sumber kasih sayang, tempat mencurahkan isi hati, pengatur kehidupan rumah tangga, pembimbing kehidupan rumah tangga, pendidik segi emosional, dan penyimpan tradisi. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya (Baroto, 2008). Menurut Baroto (2008), peran keluarga dalam wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak adalah sebagai berikut: a. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani berikutnya. b. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya.

10 14 c. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya. d. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain. e. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali, mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas, norma-norma dan sebagainya. f. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik g. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bernegara. h. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya. i. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki. j. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi, menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Menurut Emaniar (2008), peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain: a. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. b. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. c. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. d. Mewujudkan kepercayaan dan menghargai terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka. e. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak).

11 15 Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orangtua selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anakanaknya (Emaniar, 2008). Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anaknya adalah merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan kepribadian anak tersebut (Emaniar, 2008). Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua dan sudah merupakan kewajiban orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri (Zein, 2008). Zein (2008) juga menjelaskan, ada banyak cara untuk memberikan pendidikan kepada anak baik formal (di sekolah) maupun non formal (dengan menanamkan tata nilai yang serbaluhur atau ahlak mulia, norma-norma, cita-cita, tingkah laku dan aspirasi dengan bimbingan orang tua di rumah). C. Anak 1. Konsep Tumbuh Kembang Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Whaley & Wong (2000) dalam Danang (2008). Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: a. Periode pranatal dari masa konsepsi sampai kelahiran b. Periode bayi 1) Neonatus, dari lahir sampai 28 hari 2) Infant, dari 1 bulan 12 bulan c. Periode kanak kanak awal 1) Toddler, dari 1 tahun 3 tahun 2) Preschool, dari 3 tahun 6 tahun d. Periode kanak kanak pertengahan (school age), dari 6 tahun 12 tahun

12 16 e. Periode kanak kanak akhir (adolescene), dari 12 tahun 19 tahun Teori Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak usia 8-12 Tahun a. Teori Psikoseksual (Freud) Fase Laten Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosial. Anak perempuan lebih menyukai teman yang sejenis, begitupula sebaliknya. b. Teori Psikososial (Erikson) Industry vs Inferiority Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman dilingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of industry). Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya. c. Teori Kognitif (Piaget) Tahap Concrete Operational Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif dan dapat menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah. d. Teori Moral (Kohlberg) 1) Fase Pre Conventional Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya sebagai dasar dalam peletakan nilai moral. 2) Fase Conventional Anak berorientasi pada mutualitas hubungan interpersonal dengan kelompok, disini anak akan membentuk karakter dan belajar berperilaku sesuai dengan kelompoknya. 3) Fase Post Conventional Anak usia remaja telah mampu membuat keputusan berdasar pada prinsip yang dimilliki dan diyakininya, apapun tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu kebaikan.

13 17 2. Urutan Kelahiran dan Kepribadian Urutan Kelahiran dan Kepribadian menurut Woolfson (2003) : a. Anak Pertama : Cenderung menjadi anak yang paling cerdas di dalam keluarga. Dia mencapai prestasi tertinggi dalam pendidikan dan biasanya cenderung sangat serius. b. Anak Kedua : Cenderung santai, kurang peduli terhadap keberhasilan di sekolah, dan lebih peduli terhadap persahabatan. Dia lebih suka hal lain dari pada yang lain. c. Anak bungsu : Cenderung percaya diri dan mampu menangani berbagai kecemasan sendiri tanpa meminta bantuan. Dia juga tahu bagaimana mengambil manfaat terbesar dari suatu keadaan di tempat dia berada. d. Anak Tunggal : Bergaul lebih baik dengan orang yang lebih tua dari pada dengan rekan-rekannya. Dia meminta persetujuan atas tindakannya. Dia kemungkinan menjadi seorang pemimpin yang baik. Urutan kelahiran mempengaruhi anak-anak melalui beberapa cara. Misalnya anak pertama mendapatkan perhatian orang tua sepenuhnya, setidaknya sampai kelahiran anak berikutnya. Perhatian yang tak terbagi dari kedua orang tua selama tahun-tahun pertama bias manjadi satu alasan mengapa anak pertama memiliki ciri khas lebih cerdas dari anak-anak lainnya. 3. Kepribadian Anak dan Kaitannya dengan Pola Asuh Orang Tua Orang tua bukan hanya mampu mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuh kembangkan kepribadian anak dalam mengasuh anak (Kusumasari, 2009). Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga, akan tetapi apabila pola-pola yang

14 18 diterapkan orang tua salah, maka yang akan terjadi bukannya perilaku yang baik, melainkan akan mempertambah buruk perilaku anak. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa (Ramadhan, 2009). Ramadhan (2009) menjelaskan, hal ini dikarenakan watak seorang individu sebenarnya sudah ditanamkan benih-benihnya kedalam jiwa seorang sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, kebersihan, disiplin, bermain dan bergaul dengan anak lain, dan sebagainya. Koenjaraningrat (1997) dalam Ramadhan (2009). Pola asuh yang diterapkan orang tua di rumah menurut persepsi anak, mempengaruhi kecenderungan seorang anak untuk bersaing dengan saudara kandungnya (Febrianita, 2007). Tipe-tipe pola asuh orang tua terhadap anak menurut Stewart and Koch (1983) dalam Kusumasari dan Prayekti (2009): a. Pola asuh otoriter: yaitu pola asuh yang menerapkan standar mutlak yang harus dituruti, kadangkala disertai dengan ancaman, misalnya kalu tidak mau makan, tidak akan diajak bicara atau bahkan dicubit. b. Pola asuh demokratis: yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu untuk mengendalikan mereka. Pola asuh seperti ini kasih sayang orang tua cenderung stabil/pola asuh bersifat rasional. Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak dan tidak berharap berlebihan. c. Pola asuh permisif: tipe ini kerap memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak.

15 19 D. Kerangka Teori Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat dibentuk kerangka teori yaitu sebagai berikut : Faktor internal yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry : Sikap/tempramen anak Urutan kelahiran Perbedaan jenis kelamin Usia Jumlah saudara Hubungan anak dengan saudara kandungnya Faktor eksternal yang menyebabkan sibling rivalry : Pola asuh orang tua yang salah dalam mendidik anak Adanya anak emas diantara anak yang lain (sikap membanding-bandingkan) Sibling Rivalry Skema 2.1 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Menyebabkan Sibling Rivalry (Priatna & Yulia, 2006, dalam Setiawati & Zulkaida, 2007). E. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori di atas maka dapat dibentuk kerangka konsep yaitu sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Faktor faktor yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry Sibling rivalry pada anak Skema 2.2 Kerangka Konsep

16 20 F. Variabel Penelitian Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda dan manusia) (Nursalam, 2003). Variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Terikat/Variabel Dependen Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sibling rivalry pada anak. 2. Variabel Bebas /Variabel Independen Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya sibling rivalry. G. Hipotesa Penelitian 1. Ada hubungan antara faktor sikap anak dengan terjadinya sibling rivalry. 2. Ada hubungan antara faktor urutan kelahiran dengan terjadinya sibling rivalry. 3. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan terjadinya sibling rivalry. 4. Ada hubungan antara faktor perbedaan usia dengan terjadinya sibling rivalry. 5. Ada hubungan antara faktor jumlah saudara dengan terjadinya sibling rivalry. 6. Ada hubungan faktor hubungan anak dengan saudara kandungnya (sahabat yang baik atau musuh yang paling buruk) dengan terjadinya sibling rivalry. 7. Ada hubungan faktor pola asuh dengan terjadinya sibling rivalry. 8. Ada hubungan faktor anak emas diantara anak yang lain dengan terjadinya sibling rivalry.

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Persaingan antara dua orang kakak beradik bukan sesuatu yang baru. Persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak. Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak. Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Masa Akhir Kanak-Kanak 2.1.1. Pengertian Masa Akhir Kanak-Kanak Masa kanak-kanak (late chilhood) berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik diantara laki-laki maupun perempuan. Masing-masing dari mereka mempunyai tubuh yang berlainan, perbedaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu peristiwa kunci dalam kehidupan adalah kelahiran adik baru. Kehamilan itu sendiri merupakan waktu yang ideal untuk memahami dari mana bayi berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1), keluarga adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga akan memberikan pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosional anak terutama anak prasekolah. Emosi yang rentan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Menurut Reiss (dalam Lestari, 2012;4), keluarga adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan dengan saudara merupakan jenis hubungan yang berlangsung dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY)

FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY) FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: YOGA WALUYO F. 100 060 177 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap anak adalah individu yang unik, karena faktor lingkungan dan bawaan yang berbeda. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014 ERVINA IRAWATI Mahasiswa D-IV Kebidanan Universitas Ubudiyah

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami lompatan perkembangan, kecepatan perkembangan yang luar. usia emas (golden age) yang tidak akan terulang lagi.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami lompatan perkembangan, kecepatan perkembangan yang luar. usia emas (golden age) yang tidak akan terulang lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini atau disebut juga dengan awal masa kanak-kanak adalah masa yang paling penting dalam sepanjang hidupnya. Sebab masa itu adalah masa pembentukan pondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Selain itu, keluarga juga merupakan sekumpulan orang yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukan merupakan hal yang sulit ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan tontonan kekerasan, baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung karena ikatan perkawinan yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dan satu sama lain saling bergantung. Dalam

Lebih terperinci

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler Indanah 1*, Dewi Hartinah 2 1 Stikes Muhammadiyah Kudus 2 Stikes Muhammadiyah Kudus *Email: indanah@stikesmuhkudus.ac.id) Keywords: Sibling Rivalry, Todler Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry pada remaja akhir 1. Pengertian sibling rivalry pada remaja akhir Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus Indonesia-Inggris (2009) disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi. Rasa kecewa, marah, sedih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cemburu merupakan emosi yang biasa ditemukan dan alami terjadi pada anak-anak. Cemburu pertama kali terlihat ketika sang kakak punya adik baru. Hal itu dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Sibling Rivalry BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal ini adalah saudara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Tentang Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, BAB II IBU DAN ANAK 2.1 Arti Ibu Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anticipatory guidance merupakan petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi biologisnya untuk 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Menurut Yusuf (2003),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER

SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER Auditorium Kampus Gunadarma, 2122 Agustus 2007 ISSN : 1858 2559 SIBLING RIVALRY PADA ANAK SULUNG YANG DIASUH OLEH SINGLE FATHER Indah Anita Zulkaida Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Indah_setiawati@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA

BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA BAB III KONDISI PSIKIS DAN BEHAVIORAL REMAJA SULUNG DENGAN STATUS SEBAGAI ANAK SULUNG DALAM KELUARGA A. Gambaran Subjek Penelitian 1. Responden DW DW merupakan anak perempuan sulung yang lahir di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA TODDLER DI DESA GENDONG KULON BABAT LAMONGAN TAHUN 2010

HUBUNGAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA TODDLER DI DESA GENDONG KULON BABAT LAMONGAN TAHUN 2010 HUBUNGAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA TODDLER DI DESA GENDONG KULON BABAT LAMONGAN TAHUN 21 Zuhrotun Nisa *, Lilis Maghfuroh**, Supanik***.......ABSTRAK....... Kehadiran/kelahiran

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

KONSEP HOSPITALISASI. BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep

KONSEP HOSPITALISASI. BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep KONSEP HOSPITALISASI BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep SAKIT & DIRAWAT DI RUMAH SAKIT MERUPAKAN KRISIS DI DALAM HIDUP ANAK. DI RAWAT DI RUMAH SAKIT BERARTI ANAK HARUS BERURUSAN DENGAN LINGKUNGAN YANG ASING,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, dan mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. membimbing, dan mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk mencapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007). digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh adalah cara orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa yang penting dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari akan penting nya mencerdaskan rakyat nya, Cita cita mulia itu pun

BAB 1 PENDAHULUAN. menyadari akan penting nya mencerdaskan rakyat nya, Cita cita mulia itu pun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lahir ke dunia sudah membawa bekal kehidupan yang belum terasah atau belum teruji tanpa adanya pembelajaran dan pelatihan, bekal kehidupan itu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cemburu tidak hanya monopoli milik orang dewasa, ternyata anak-anakpun mengalaminya. Cemburu yang dimaksud bukanlah sikap emosi yang ditimbulkan oleh perasaan cinta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki

BAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Penompo Kecamatan Jetis Mojokerto, pada orang tua yang otoriter terhadap anak kandung dan berdasarkan data-data yang

Lebih terperinci

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina

MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina MEMAHAMI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK BAGI PENGEMBANGAN ASPEK SENI ANAK USIA DINI Oleh: Nelva Rolina PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini yang menjadi pondasi bagi pendidikan selanjutnya sudah seharusnya

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH :

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH : PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH : SRI WAHYUNI A1D109028 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, dan juga anak serta terjadinya proses reproduksi. sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antara saudara kandung tidak

BAB I PENDAHULUAN. istri, dan juga anak serta terjadinya proses reproduksi. sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antara saudara kandung tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah suatu kelompok kecil yang mempunyai hubungan darah atau pertalian antara satu sama lain dan tinggal bersama, yang terdiri dari suami, istri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kitamenemukan pendamping yaitu suami atau istri. Hubungan dengan. saudarakandung adalah hubungan paling dasar sebelum kita memasuki

BAB I PENDAHULUAN. kitamenemukan pendamping yaitu suami atau istri. Hubungan dengan. saudarakandung adalah hubungan paling dasar sebelum kita memasuki 79 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain orang tua, orang terdekat yang dilihat seorang anak yaitusaudara kandung. Saudara kandung ialah teman terdekat kita hingga kitamenemukan pendamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan saat yang menggembirakan dan ditunggutunggu oleh setiap pasangan suami istri untuk melengkapi sebuah keluarga. Memiliki anak adalah suatu anugerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara ukuran (pertumbuhan) maupun secara perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu hidup akan melalui tahapan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak masa embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan ke arah peningkatan baik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak

BAB II TINJAUAN TEORI. Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak BAB II TINJAUAN TEORI A. Ibu bekerja Ibu adalah wanita yang melahirkan anak (Purwadarminta, 2003). Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak anaknya, ibu mempunyai peran untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah 2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa: BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Secara umum siswa-siswi kelas enam di SDN Ujungberung Bandung tahun pelajaran 2007/2008

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI JURUSAN IPS SMA PGRI 2 KAYEN TAHUN AJARAN 2008/2009

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI JURUSAN IPS SMA PGRI 2 KAYEN TAHUN AJARAN 2008/2009 PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI JURUSAN IPS SMA PGRI 2 KAYEN TAHUN AJARAN 2008/2009 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA DINI DI TK PELITA BANGSA 4.1. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Proses Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral, etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena banyak perilaku yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan selanjutnya (PKBTK, 2004:4). Didalam Undang-Undang. dijelaskan bahwa pendidikan pra sekolah (Taman Kanak-Kanak) adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan selanjutnya (PKBTK, 2004:4). Didalam Undang-Undang. dijelaskan bahwa pendidikan pra sekolah (Taman Kanak-Kanak) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan pendidikan prasekolah yang mempersiapkan anak didik memasuki pendidikan Sekolah Dasar, bertujuan untuk membantu meletakkan

Lebih terperinci

Dongeng Sebagai Media Edukatif bagi Kepribadian Anak

Dongeng Sebagai Media Edukatif bagi Kepribadian Anak Dongeng Sebagai Media Edukatif bagi Kepribadian Anak Latar Belakang Masalah Anak Anak merupakan subjek-subjek dengan dunianya sendiri yang melingkupi diri sendiri saja. Sedikit demi sedkit anak belajar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci