ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN FITRI ATIKAH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Integrasi Vertikal Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK). Industri mobil merupakan salah satu industri yang berkembang pesat di Indonesia. Saat ini jumlah produksi mobil di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand dan Malaysia. Namun, perkembangan industri mobil tersebut masih dibayang-bayangi oleh permasalahan antara lain lemahnya keterkaitan industri perakit dengan industri komponen dan pendukung sebagai pemasok bahan baku utama mobil. Rata-rata penggunaan komponen lokal pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2005 mencapai angka 49,83 persen. Angka tersebut masih dibawah standar komposisi penggunaan komponen mobil dalam negeri yang ditetapkan pemerintah sebesar minimal 70 persen. Keadaan ini akan mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing industri mobil dalam negeri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Struktur industri yang terintegrasi secara vertikal baik ke hulu maupun ke hilir yang kuat akan mempermudah industri meningkatkan produktivitas dan daya saingnya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series selama tahun yang meliputi data : jumlah output, nilai input, biaya bahan baku utama, nilai tambah, jumlah perusahaan, rasio konsentrasi empat perusahaan mobil terbesar di Indonesia. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Departemen Perindustrian, Center of Statistic International Studies (CSIS), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penelitian terdahulu, buku dan literatur lain yang terkait dengan integrasi vertikal dan industri mobil. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Error Correction Model (ECM) sedangkan pengolahan data menggunakan software e-views 4.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, hanya variabel rasio konsentrasi empat perusahaan mobil terbesar dan efisiensi internal yang berpengaruh nyata terhadap integrasi vertikal. Sedangkan ukuran rata-rata perusahaan, pertumbuhan permintaan dan biaya bahan baku utama tidak mempengaruhi integrasi vertikal secara signifikan. Ukuran rata-rata perusahaan tidak mempengaruhi tingkat integrasi vertikal secara signifikan dikarenakan industri mobil di Indonesia terdiri dari perusahaanperusahaan besar yang memiliki aktivitas-aktivitas produksi yang semakin terspesialisasi. Ketika terjadi peningkatan skala produksi, perusahaan tidak akan dihadapkan pada tingginya biaya koordinasi. Hal inilah yang menyebabkan motivasi perusahaan melakukan integrasi vertikal berkurang dalam jangka panjang. Variabel pertumbuhan permintaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat integrasi vertikal dalam jangka panjang dikarenakan perusahaan mobil

3 merupakan perusahaan yang sudah berada pada tahap mapan sehingga tidak mengalami kesulitan dalam transfer informasi mengenai jumlah permintaan dan keberadaan industri pemasok bahan baku yang lebih efisien. Biaya bahan baku utama berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia karena perusahaan mobil sudah berada pada tahap mapan sehingga tingginya biaya bahan baku utama dalam jangka panjang tidak mempengaruhi perusahaan melakukan integrasi vertikal. Sedangkan variabel efisiensi internal dan rasio konsentrasi empat perusahaan mobil terbesar berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat integrasi vertikal. Ukuran rata-rata perusahaan merupakan satu-satunya variabel yang tidak mempengaruhi tingkat integrasi vertikal pada industri mobil secara nyata dalam jangka pendek sehingga variabel tersebut harus dihapuskan dalam model ketika dilakukan seleksi variabel. Biaya bahan baku utama, efisiensi internal dan rasio konsentrasi empat perusahaan mobil terbesar berpengaruh signifikan terhadap tingkat integrasi vertikal secara positif. Ketika terjadi peningkatan biaya bahan baku utama, perusahaan akan berusaha mengamankan pasokan bahan baku utamanya yang lebih efisien dalam jangka pendek dengan melakukan integrasi vertikal. Hasil estimasi untuk variabel pertumbuhan permintaan berbeda dengan teori sebelumnya. Pengaruh negatif yang signifikan pada variabel pertumbuhan permintaan disebabkan dalam jangka pendek rata-rata pertumbuhan permintaan mobil di Indonesia selama tahun hanya sebesar 3,10 persen sehingga perusahaan mampu memasok bahan bakunya sendiri tanpa melakukan integrasi vertikal dengan industri pemasok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah industri mobil yang termasuk dalam struktur pasar oligopoli ketat memiliki keterkaitan proses produksi yang sangat kuat dengan industri komponen berdasarkan rasio integrasi vertikal sebesar 0,74. Pemerintah melalui Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) harus melakukan pengawasan terhadap batas maksimal rasio konsentrasi dan kapasitas produksi perusahaan mobil agar integrasi vertikal yang dilakukan tidak mengarahkan struktur pasar menjadi monopoli atau pasar persaingan tidak sehat. Selain itu, pemerintah dan pelaku industri mobil harus meningkatkan penggunaan input secara terpadu agar Indonesia mampu menciptakan mobil nasional dengan kandungan komponen lokal yang sangat tinggi di masa yang akan datang.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA Oleh FITRI ATIKAH H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Fitri Atikah Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Integrasi Vertikal Industri Mobil di Indonesia dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Widyastutik, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Rina Oktaviani, Ph.D NIP Tanggal kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Juli 2008 Fitri Atikah H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Fitri Atikah lahir pada tanggal 11 Juni 1987 di Jakarta. Penulis merupakan anak sulung dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak H. Abdul Madjid dan Ibu Hj. Tarwiyah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Manaratul Islam, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Jakarta. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 46 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan selama dua tahun kepengurusan berturut-turut yaitu tahun dan pada tahun Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan.

8 KATA PENGANTAR Assalamu alikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala yang selalu memberi rahmat dan nikmat-nya sehingga penulis diberi kemudahan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Abdul Madjid dan Ibu Hj. Tarwiyah atas doa, dukungan, perhatian dan pengertiannya kepada penulis. Adib, Nadia dan Hagi atas keceriaannya selama ini. 2. Widyastutik, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr, selaku dosen penguji utama dan Henny Reinhardt, SP. M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat bagi penulis. 4. Teman-teman penulis, Dhawie, Mamieh, Rista dan Alin atas semangat dan kebersamaannya selama ini. Rolas, Tia, Arum, Heni, Hana, Septi, Rani, Dita, Niken, Mair, Baba, Tata, Popy, Dela, Islam, Dodol, Dado, Irwan dan temanteman Ilmu Ekonomi angkatan 41, angkatan 42 dan angkatan 40, kak Lea, dan kak Dian Abang. Terima kasih atas masukan dan dukungannya.

9 5. Gerry Danistyo atas doa, dukungan, keceriaan dan kebersamaannya dengan penulis selama ini. 6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini dan tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, Juli 2008 Fitri Atikah H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Integrasi Vertikal Konsep Dasar Integrasi Vertikal Jenis-Jenis Integrasi Vertikal Motivasi Integrasi Vertikal Manfaat Integrasi Vertikal Metode Pengukuran Integrasi Vertikal Rasio Nilai Tambah Terhadap Penjualan Rasio Inventory Terhadap Penjualan Pengukuran Backward Integration Pengukuran Forward Integration Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Integrasi Vertikal Struktur Pasar Biaya Input Utama Pertumbuhan Permintaan Ukuran Rata-Rata Perusahaan... 30

11 ii Tingkat Efisiensi Internal Definisi Kendaraan Bermotor Roda Empat Kebijakan Pemerintah Mengenai Industri Mobil Model Koreksi Kesalahan (ECM) Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian Terdahulu Mengenai Integrasi Vertikal Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Konseptual Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Runtun Waktu (Time Series) Uji Stasioneritas (Unit Root Test) Uji Derajat Integrasi Uji Kointegrasi Model Koreksi Kesalahan (ECM) Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Statistik Uji Determinasi (R 2 ) Uji F-Statistik Uji t-statistik Definisi Operasional Variabel IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MOBIL Sejarah Industri Mobil di Indonesia... 55

12 iii 4.2 Kebijakan Seputar Industri Mobil di Indonesia Profil Beberapa Perusahaan Otomotif di Indonesia V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Model Integrasi Vertikal Uji Kestasioneran Data Uji Kointegrasi dan Hasil Estimasi ECM Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Hasil Uji Autokorelasi Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Multikolinearitas Implikasi Kebijakan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 86

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Produksi Mobil Terbesar Berdasarkan Negara di Asia Tenggara Perkembangan Industri Mobil Periode Januari-Juli Sepuluh Besar Penjualan Mobil di Indonesia Berdasarkan Model, Tahun Produksi dan Penjualan Mobil Domestik di Indonesia, Periode Produksi Mobil Berdasarkan Perusahaan Tahun Perkembangan Tingkat Integrasi Vertikal Industri Mobil Hasil Uji Unit Root pada Level Hasil Uji Unit Root pada First Difference Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang dan Jangka Pendek Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Regresi Hasil Uji Autokorelasi Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Multikolinearitas... 78

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1 Ilustrasi dari Sebuah Integrasi Vertikal Kerangka Pemikiran Konseptual Hasil UJi Normalitas... 77

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Data Variabel Penelitian Hasil Uji Unit Root pada Level Hasil Uji Unit Root pada First Difference Hasil Estimasi Persaman Jangka Panjang Hasil Uji Error Correction Model (ECM) dengan Seleksi Variabel Hasil Uji Error Correction Model (ECM) Tanpa Seleksi Variabel Hasil Uji Kointegrasi Hasil Uji Autokorelasi Hasil Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Multikolinearitas... 94

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi merupakan salah satu kunci dalam perubahan struktur perekonomian yang ditandai dengan terjadinya keseimbangan proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi dan perdagangan antar negara dengan pendapatan masyarakat. Industrialisasi bukan tujuan akhir dari pembangunan melainkan strategi yang mendukung proses pembangunan. Era globalisasi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi akan berdampak pada sangat ketatnya persaingan dan cepatnya perubahan lingkungan. Produk-produk hasil industri dalam negeri begitu keluar dari pabrik akan langsung berkompetisi dengan produk luar negeri. Persaingan internasional menjadi suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri di masa depan adalah meningkatkan produktivitas sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik dan internasional. Untuk meningkatkan produktivitas industri yang berkelanjutan diperlukan suatu upaya pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki bangsa dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada secara optimal. Strategi yang berorientasi pada pengembangan industri dan peningkatan produktivitas memunculkan perusahaan-perusahaan besar baik domestik maupun asing yang memiliki kekuatan modal untuk bersaing di dalam negeri. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia adalah industri otomotif. Industri otomotif secara garis besar terbagi ke dalam tiga golongan, yakni industri

17 2 kendaraan bermotor roda empat (mobil), industri kendaraan bermotor roda dua (motor) dan industri komponen. Indonesia merupakan salah satu produsen otomotif yang sangat potensial di kawasan Asia Tenggara. Tabel 1.1 menjelaskan bahwa jumlah produksi mobil di Indonesia pada tahun 2005 mencapai unit atau menduduki peringkat ketiga terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand dan Malaysia. Namun, pada tahun terakhir yakni tahun 2006 jumlah produksi mobil di Indonesia mengalami penurunan sebesar 48,55 persen dibanding tahun sebelumnya. Akan tetapi, penurunan tersebut tidak menggeser kedudukan Indonesia sebagai produsen mobil ketiga terbesar di kawasan Asia Tenggara. Tabel 1.1 Produksi Mobil Terbesar Berdasarkan Negara di Asia Tenggara Negara Jumlah Produksi (unit) Perubahan (persen) Thailand ,32 Malaysia ,99 Indonesia ,55 Sumber : Asian Automotive Business Review, 2006 Negara-negara yang merupakan anggota ASEAN (Association South East Asia Nation) berencana membentuk suatu komunitas ekonomi ASEAN pada tahun 2020 yang bertujuan untuk menciptakan wilayah ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing ekonomi yang sangat tinggi dengan cara membebaskan arus barang, jasa dan modal. Pembentukkan komunitas ekonomi negara-negara ASEAN tersebut dimaksudkan untuk menciptakan ASEAN sebagai single market dan single production base berdasarkan keragaman karakteristik yang dimiliki tiap negara ASEAN sehingga menjadikan ASEAN lebih dinamis. Terdapat 11 sektor yang menjadi prioritas negara-negara ASEAN. Kesebelas sektor tersebut

18 3 antara lain kayu, otomotif, karet, tekstil dan produk tekstil, agro, perikanan, elektronik, e-commerce, penerbangan, produk kesehatan dan turisme. Indonesia didaulat untuk menjadi koordinator industri kayu dan otomotif. Sebagai koordinator industri otomotif dan salah satu negara penghasil mobil terbesar ketiga di Asia Tenggara, Indonesia dituntut untuk selalu meningkatkan kinerja industri mobilnya sehingga produk mobil yang dihasilkan berdaya saing tinggi di antara produk-produk serupa dari luar negeri. Tabel 1.2 menjelaskan realisasi produksi mobil di Indonesia pada periode Januari-Juni 2007 menunjukkan tren yang meningkat. Penurunan hanya terjadi pada bulan Februari sebesar 17,23 persen dan pada bulan Mei sebesar 2,48 persen. Tabel 1.2 Perkembangan Industri Mobil Periode Januari-Juni 2007 Indikator Januari Februari Maret April Mei Juni Pertumbuhan Produksi (unit) Konsumsi DN (unit) Ekspor CBU (unit) Tidak tersedia Ekspor CKD (unit) Tidak tersedia Impor CBU (unit) Tidak tersedia Impor CKD (unit) Tidak tersedia Pertumb PDB (persen) 1,97 2,41 Sumber : Direktorat Industri Alat Transportasi, 2007 Selain itu, konsumsi mobil di dalam negeri periode Januari-Juni 2007 secara keseluruhan meningkat. Penurunan konsumsi hanya terjadi pada bulan Februari sebesar 11,86 persen. Sedangkan untuk data ekspor dan impor kendaraan jadi atau Completely Built Up (CBU) dan kendaraan rakitan atau Completely Knock Down (CKD) pada bulan April-Juni 2007 tidak tersedia. Selain itu, kontribusi industri mobil terhadap pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal

19 4 kedua tahun 2007 meningkat sebesar 2,41 persen dibandingkan dengan kuartal pertama. Secara sederhana, industri mobil pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan produktivitas walaupun industri mobil masih dibayang-bayangi oleh permasalahan antara lain lemahnya keterkaitan industri perakit dengan industri komponen dan pendukung sebagai pemasok bahan baku utama mobil, belum optimalnya peran lembaga-lembaga pendukung industri mobil, seperti pusat diklat, lembaga sertifikasi, pusat engineering dan perguruan tinggi, serta masih adanya ketergantungan industri terhadap bahan baku impor (Departemen Perindustrian, 2007). Permasalahan mengenai lemahnya keterkaitan antara industri pemasok bahan baku mobil dengan industri komponennya menjadi salah satu penyebab utama. Suatu perusahaan yang memproduksi mobil sangat memerlukan keberadaan industri pemasok komponen dalam negeri. Ketika hubungan antara industri mobil dengan industri komponen lokal melemah maka industri mobil akan memiliki kandungan komponen lokal yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas industri mobil dalam negeri sehingga dalam jangka panjang akan menurunkan daya saing industri mobil tersebut. Dengan dikeluarkannya liberalisasi kebijakan otomotif tahun 1999 menjadikan pasar otomotif dalam negeri menjadi lebih kompetitif. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah membebaskan impor mobil utuh sehingga menjadikan komposisi pasar berubah. Kompetisi industri mobil dalam negeri terjadi secara terbuka dengan masuknya merek-merek asing ke Indonesia. Hal tersebut akan berdampak baik dan buruk bagi perkembangan industri mobil dalam negeri. Ketika industri mobil dalam negeri tidak mampu meningkatkan

20 5 produktivitasnya, industri mobil tersebut akan dikuasai pemain-pemain asing. Menurut data Departemen Perindustrian (2007), sampai saat ini terdapat lebih dari 10 perusahaan mobil yang berproduksi di Indonesia. Seluruh perusahaan mobil tersebut merupakan perusahaan asing yang melakukan joint venture dengan agen tunggal di Indonesia sehingga seluruh aktivitas produksi dan pemasaran mobil di Indonesia dikendalikan oleh agen tunggal pemegang merek tersebut. Tabel 1.3 Sepuluh Besar Penjualan Mobil di Indonesia Berdasarkan Model, Tahun 2006 Peringkat Model Total (unit) Market Share (persen) 1 Toyota Avanza ,4 2 Toyota Kijang ,6 3 Daihatsu Xenia ,4 4 Suzuki Carry/Futura ,3 5 Mitsubishi Colt Diesel FE ,8 6 Honda Jazz ,8 7 Toyota Dyna ,2 8 Suzuki APV ,9 9 Isuzu Panther ,6 10 Mitsubishi L ,4 11 Lainnya ,6 Jumlah ,0 Sumber : Gaikindo, Januari-Desember, 2006 Tabel 1.3 menyajikan 10 penjualan terbaik tipe mobil yang dikeluarkan oleh enam perusahaan mobil terbesar di Indonesia selama tahun Terdapat enam perusahaan yang menguasai penjualan mobil di Indonesia. Untuk menghindari dominannya penguasaan perusahaan mobil asing dalam industri mobil domestik dibutuhkan dukungan dari berbagai sektor, diantaranya sektor industri komponen sebagai salah satu industri pemasok bahan baku utama bagi industri mobil. Saat ini pemerintah memfokuskan pertumbuhan industri mobil

21 6 dengan cara menguatkan industri komponen nasional dikarenakan antara industri mobil dengan industri komponen terdapat suatu mata rantai produksi yang tidak dapat dipisahkan. Tabel 1.4 Produksi dan Penjualan Mobil Domestik di Indonesia Periode 2006 No Kategori Bulan Total Jan Feb Mar Apr Mei 1. Penjualan (unit) Produksi (unit) Ekspor komponen (unit) 4. Impor komponen (unit) Sumber : Direktorat Industri Alat Transportasi, 2006 Tabel 1.4 menunjukkan bahwa selama tahun 2006 nilai ekspor komponen jauh lebih tinggi dari nilai impor komponen. Hal ini mengindikasikan produktivitas industri mobil di Indonesia akan meningkat seiring dengan semakin mandirinya industri mobil terhadap komponen impor. Industri mobil merupakan sektor industri yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan Bisnis Indonesia (2007), tercatat bahwa total dana investasi industri mobil di Indonesia pada tahun 2007 sebesar Rp. 4,154 trilyun dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar orang. Pertumbuhan industri mobil sangat tergantung pada pertumbuhan industri komponen lokal. Terdapat suatu bentuk pengintegrasian di antara perusahaan industri mobil yang mempunyai kelanjutan proses produksi dengan perusahaan komponen nasional. Keterkaitan antara industri mobil dengan industri komponen membentuk suatu pola pengintegrasian secara vertikal. Secara teori, integrasi vertikal mampu

22 7 menciptakan efisiensi dan penghematan sehingga industri mobil dalam negeri yang terintegrasi dengan industri pemasok komponen mampu meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, strategi integrasi vertikal menciptakan keunggulan kompetitif sehingga industri yang terintegrasi akan mampu menghasilkan komoditi yang memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional. Oleh karena itu, penelitian mendalam mengenai pola integrasi vertikal pada industri mobil menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Dengan melakukan integrasi vertikal, masalah ketidakpastian pasokan bahan baku utama dapat diatasi. 1.2 Perumusan Masalah Secara umum, Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif paling potensial di Asia. Permintaan mobil dari tahun ke tahun relatif meningkat walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 1998 sebagai puncak krisis ekonomi. Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan tekanan yang sangat berat pada produksi mobil dalam negeri. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (2005), total penjualan mobil pada tahun 1997 yang mencapai unit mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 1998 hingga mencapai 85 persen. Namun hingga tahun 2004, industri mobil dalam negeri mulai menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 12 persen sejak tahun Pertumbuhan produksi industri mobil harus diimbangi dengan pertumbuhan industri komponen dalam negeri sebagai industri pemasok bahan baku utama bagi industri mobil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( ), rata-rata penggunaan komponen dalam negeri pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2005 mencapai

23 8 angka 49,83 persen. Angka tersebut masih dibawah standar komposisi penggunaan komponen mobil dalam negeri yang ditetapkan pemerintah sebesar minimal 70 persen. Mengingat antara industri mobil dengan industri komponen terdapat suatu bentuk pengintegrasian secara vertikal, maka masih rendahnya angka penggunaan komponen lokal akan mengakibatkan rendahnya produktivitas industri mobil dalam negeri. Keadaan ini menyebabkan industri mobil di Indonesia meningkat tetapi tidak menghasilkan pertumbuhan produktivitas. Dengan kata lain pertumbuhan industri mobil tidak menghasikan perkembangan dalam segi produktivitasnya. Sumber utama peningkatan daya saing adalah peningkatan produktivitas di sektor industri. Daya saing yang buruk menyebabkan perekonomian sangat rentan terhadap guncangan ekonomi eksternal sehingga mudah didera krisis yang berkepanjangan. Terdapat suatu bentuk pengintegrasian antara industri mobil dengan industri komponen. Hampir seluruh perusahaan yang memproduksi mobil melakukan strategi integrasi vertikal dengan industri komponen dalam negeri untuk mengamankan pasokan bahan baku yang dibutuhkannya. Struktur industri terintegrasi baik kehulu maupun kehilir yang kuat akan memberikan kemudahan bagi upaya pencapaian peningkatan daya saing. Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa perumusan masalah yang akan diteliti antara lain : a. Bagaimana tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia?

24 9 b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia dalam jangka panjang? c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia dalam jangka pendek? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka terdapat tujuan dari penelitian ini antara lain : a. Menganalisis tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia b. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia dalam jangka panjang? c. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi vertikal industri mobil di Indonesia dalam jangka pendek? 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai : a. Bahan pembelajaran bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang didapat. b. Sumber informasi mengenai industri mobil dan komponen di Indonesia. c. Bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah : a. Istilah otomotif yang dimaksud dalam penelitian ini berupa kendaraan roda empat (mobil) yang merupakan salah satu komoditi dari industri besar dan

25 10 sedang dengan ISIC dan Komoditi mobil meliputi antara lain jenis mobil niaga berupa bus dan truk, jenis mobil penumpang seperti mobil serbaguna atau Multi Purpose Vechile (MPV) dan mobil serbaguna khusus atau Sport Utility Vechile (SUV) serta jenis kendaraan sedan. b. Integrasi vertikal yang menjadi pokok bahasan utama dalam penelitian ini terjadi antara industri mobil dengan industri komponen sebagai pemasok bahan baku utama di Indonesia. c. Tingkat integrasi vertikal dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan variabel ukuran rata-rata perusahaan, pertumbuhan permintaan, rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar, nilai bahan baku utama dan nilai efisiensi internal.

26 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Integrasi Vertikal Menurut Hasibuan (1993), perilaku integrasi dapat dibagi menjadi dua yakni integrasi horizontal dan integrasi vertikal. Integrasi horizontal adalah penggabungan dari beberapa perusahaan yang memiliki proses produksi yang sama dan produk yang dihasilkan juga serupa. Sedangkan integrasi vertikal adalah penggabungan beberapa perusahaan yang memiliki kelanjutan proses produksi. Berbeda dengan integrasi horizontal, perusahaan-perusahaan yang melakukan integrasi vertikal tidak akan menghasilkan produk yang serupa. Dalam konsep integrasi vertikal, terdapat perusahaan yang proses produksinya lebih awal (bagian hulu) dan ada perusahaan yang memiliki tahapan produksi sampai dengan barangbarang jadi (bagian hilir). Dengan demikian integrasi vertikal terjadi antara perusahaan-perusahaan yang memiliki kelanjutan proses produksi baik yang di hulu maupun yang di hilir. Beberapa perusahaan yang memiliki keterkaitan proses produksi melakukan suatu bentuk pengintegrasian secara vertikal sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif. Strategi integrasi vertikal banyak dilakukan oleh perusahaan untuk memenangkan persaingan. Di sisi lain integrasi vertikal juga dapat menghilangkan persaingan Konsep Dasar Integrasi Vertikal Pada dasarnya integrasi vertikal merupakan bagian dari merjer yang terjadi karena adanya keterkaitan proses produksi. Secara sederhana, integrasi vertikal

27 12 adalah suatu bentuk penyatuan beberapa tahapan produksi di dalam satu organisasi yang pada dasarnya masing-masing tahapan produksi tersebut dapat dilaksanakan oleh beberapa organisasi yang terpisah. Integrasi vertikal dapat menimbulkan ekonomisasi dan berdampak antipersaingan. Perusahaanperusahaan besar yang melakukan integrasi vertikal akan semakin memperbesar pangsa pasarnya sehingga efisiensi atau penghematan akan mudah diperoleh. Keadaan inilah yang membuat perusahaan-perusahaan besar semakin menguasai pasar dengan melakukan integrasi vertikal. Terciptanya suatu hambatan masuk bagi perusahaan-perusahaan baru menyebabkan kondisi pasar semakin mendekati monopoli. Dalam sistem pasar, integrasi vertikal akan berlangsung dengan baik apabila dapat menyebabkan penghematan teknis (Jaya, 2004). Strategi integrasi vertikal menghendaki perusahaan melakukan penguasaan yang lebih atas distributor, pemasok dan atau pesaing baik melalui merger, akuisisi atau perusahaan sendiri. Industri mobil yang sangat tergantung pada industri komponen hendak menguasai pemasok bahan baku utama mobil dengan melakukan integrasi vertikal. Industri mobil memiliki tahapan-tahapan produksi yang jelas antara industri di hulu dengan industri di hilir. Keadaan inilah yang memperjelas terjadinya pola integrasi vertikal antara industri mobil dengan industri komponen. Perusahaan tertarik melakukan integrasi vertikal didasarkan atas alasan untuk menciptakan barrier to entry bagi pendatang baru, memberikan fasilitas investasi, menjaga kualitas produk dan memperbaki penjadwalan. Menurut Rumelt (1986), tingkat integrasi vertikal dianggap sebagai proporsi pendapatan perusahaan yang berasal dari produk sampingan, produk

28 13 antara dan produk akhir dari urutan proses produksi yang terintegrasi vertikal. Batasan rasio integrasi vertikal adalah sebagai berikut : Rasio integrasi vertikal = 0; maka suatu industri tidak terintegrasi vertikal dengan industri pemasoknya. Rasio integrasi vertikal < 0,70; maka suatu industri termasuk dalam unrelated business sehingga keterkaitan vertikal antara industri hulu dengan industri hilir sangat lemah. Rasio integrasi vertikal 0,70; maka suatu industri termasuk dalam dominantvertical sehingga keterkaitan vertikal antara industri hulu dengan industri hilir sangat kuat. Rasio integrasi vertikal = 1; maka suatu industri termasuk dalam full integration sehingga seluruh bahan baku yang dibutuhkan perusahaan disediakan oleh perusahaan pemasok terkaitnya Jenis-Jenis Integrasi Vertikal Integrasi vertikal dibagi menjadi dua jenis, yaitu integrasi ke hulu (up stream) dan integrasi ke hilir (down stream). Integrasi ke hulu adalah jenis integrasi vertikal dimana perusahaan yang terintegrasi memproduksi sendiri input yang dibutuhkannya. Sedangkan integrasi ke hilir adalah perusahaan yang memutuskan untuk menyalurkan output yang dihasilkan kepada konsumen melalui perusahaan yang terintegrasi dengannya (Hasibuan, 1993). Menurut Mulyaningsih dan Karseno (2002), integrasi vertikal memiliki tiga pola yaitu pertama, perusahaan di hilir yang bersifat monopoli melakukan integrasi vertikal dengan perusahan di hulu yang bersifat kompetitif. Pola tersebut

29 14 akan mendorong perluasan penggunaan input oleh perusahaan monopoli sehingga akan menghasilkan output dalam jumlah yang lebih banyak dengan harga yang lebih rendah. Kedua, perusahaan di hilir yang bersifat kompetitif melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan di hulu yang bersifat monopoli. Bentuk integrasi seperti ini juga akan menurunkan harga output akhir karena perusahaan monopoli yang akan menetapkan biaya marjinal dan harga produknya sehingga akan menurunkan margin antara harga monopoli dengan biaya marginalnya. Ketiga, bentuk integrasi vertikal yang terakhir adalah perusahaan di hulu yang bersifat monopoli melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan di hilir yang juga bersifat monopoli yang menjadi pembeli inputnya. Bentuk integrasi vertikal seperti ini akan meningkatkan harga produk akhir. Hal ini dikarenakan monopolisasi pasar oleh perusahaan di hilir karena dapat memperoleh input melalui perusahaan di hulu yang juga bersifat monopoli dan terintegrasi secara vertikal dengannya. Integrasi vertikal dapat dilakukan oleh suatu perusahaan dengan beberapa alternatif, yaitu : 1. Full Integration Perusahaan yang melakukan full integration ketika memproduksi semua input bahan baku yang dibutuhkan atau menyalurkan semua output yang dihasilkan melalui perusahaan yang terintegrasi dengan perusahaan tersebut. 2. Tapered Integration Tapered Integration merupakan perpaduan antara integrasi vertikal dengan pertukaran pasar (market exchange). Perusahaan induk membeli input yang

30 15 dibutuhkan dari perusahaan lain selain dari perusahaan yang terintegrasi dengannya atau menyalurkan hasil produksinya sendiri dan melalui perusahaan lain yang tidak terintegrasi. Tapered integration memiliki beberapa keuntungan yaitu pertama, perusahaan dapat memperluas jaringan input atau output tanpa memerlukan modal yang substansial. Kedua, perusahaan dapat menggunakan informasi dari jaringan internal dalam bernegosiasi dengan perusahaan independen. Ketiga, perusahaan dapat mengembangkan kapasitas pasokan input untuk melindungi dari persaingan dengan pemasok input independen. 3. Aliansi Strategis dan Joint Venture Aliansi strategis merupakan penggabungan perusahaan yang bekerja sama untuk berbagi informasi secara horizontal maupun vertikal. Aliansi horizontal meliputi kerja sama perusahaan dalam industri yang sama sedangkan aliansi vertikal meliputi kerja sama perusahaan pemasok input dengan perusahaan pembelinya. Joint venture adalah bagian dari aliansi strategis dimana dua atau lebih perusahaan bekerja sama dan membuat sebuah perusahaan gabungan baru yang biasanya dioperasikan oleh pekerja dari perusahaan induk. Integrasi vertikal tidak berfungsi memperluas kekuatan monopoli perusahaan dari satu tingkat ke tingkat lain. Tingkat Perusahaan A Tingkat 2 2 B C D E Sumber : Jaya, 2004 Gambar 2.1 Ilustrasi Dari Sebuah Integrasi Vertikal

31 16 Berdasarkan Gambar 2.1, integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan A tidak akan mempengaruhi persaingan dengan perusahaan B, C, D dan E. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi tidak mempengaruhi persaingan (Jaya, 2004) Motivasi Integrasi Vertikal Suatu perusahaan yang melakukan integrasi vertikal harus memiliki motivasi yang terbaik karena integrasi vertikal dapat mengakibatkan timbulnya biaya-biaya substansial. Menurut Aulia (2005), terdapat tiga konsekuensi yang mungkin diakibatkan dengan adanya strategi integrasi vertikal, yaitu : 1. Biaya yang terbentuk dari memasok sendiri bahan baku yang dibutuhkan atau mendistribusikan sendiri produk yang dihasilkan akan lebih besar pada perusahaan yang melakukan integrasi vertikal dibandingkan dengan perusahaan yang menggantungkan pada mekanisme pasar yang kompetitif yang akan memperlakukan dengan lebih efisien. 2. Integrasi vertikal menjadikan suatu perusahaan semakin besar sehingga diperlukan biaya pengelolaan yang lebih tinggi dikarenakan kesulitan dalam mengelola perusahaan terintegasi tersebut yang semakin besar. 3. Suatu perusahaan yang melakukan integrasi vertikal mungkin akan dihadapkan pada biaya proses hukum yang mengatur tentang merjer dengan perusahaan lain. Menurut Hasibuan (1993), terdapat beberapa motivasi yang rasional untuk melakukan integrasi vertikal seperti motivasi untuk meningkatkan pangsa pasar, pertumbuhan, mendapatkan laba yang lebih tinggi, efisien dan untuk mengurangi

32 17 ketidakpastian usaha. Dengan berkurangnya biaya-biaya seperti biaya administrasi, transaksi, iklan dan biaya pemanfaatan informasi bersama, suatu perusahaan akan mampu meningkatkan produktivitas dan pertumbuhannya sehingga perusahaan mampu menciptakan keuntungan yang lebih tinggi. Motivasi integrasi vertikal juga dapat dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya marginalisasi ganda (double marginalization) dalam kondisi monopoli atau pasar persaingan tidak sempurna lainnya yang memungkinkan terjadinya tahapan produksi secara vertikal. Istilah marginalisasi ganda serupa dengan istilah eksternalitas. Sebagai ilustrasi, jika suatu perusahaan mempertimbangkan untuk meningkatkan profitnya dengan menaikkan harga barang akhir, hal ini tidak mempengaruhi keuntungan manufakturnya. Eksternalitas vertikal ini biasanya menyebabkan harga menjadi lebih mahal dibandingkan dengan perkiraan keuntungan gabungan di tingkat hulu dan hilir. Keberadaan marginalisasi ganda akan menciptakan insentif bagi perusahaan untuk melakukan integrasi vertikal dengan tujuan untuk meningkatkan profit gabungan. Secara garis besar, terdapat dua motif utama dalam melakukan integrasi vertikal, yaitu : 1. Motif efisiensi Motif efisiensi menekankan pada insentif perusahaan untuk melakukan integrasi vertikal yang berasal dari biaya transaksi yang terdapat dalam kontrak negosiasi diantara perusahaan pada tingkat integrasi vertikal yang berbeda. Biaya transaksi tersebut timbul karena alasan sebagai berikut :

33 18 Rasionalitas yang terbatas. Suatu perusahaan yang sangat bergantung pada pasar untuk memenuhi kebutuhan input utamanya akan dihadapkan pada munculnya biaya transaksi ketika terjadi gangguan di dalam pasar sehingga mengakibatkan terganggunya transaksi ekonomi. Masalah dalam posisi tawar. Timbulnya biaya transaksi salah satunya dikarenakan hanya terdapat sedikit pemasok atau distributor di dalam suatu pasar atau industri sehingga akan lebih efisien bagi suatu perusahaan untuk memproduksi sendiri input yang dibutuhkannya. Distorsi dalam pilihan input. Perusahaan melakukan integrasi vertikal untuk menghindari konsekuensi dari kekuatan pasar. Jika perusahaan yang memiliki kekuatan pasar melakukan integrasi vertikal ke hilir, dapat dijamin sebuah produk akan digunakan secara efisien sebagai barang input dengan cara membuat pilihan input berdasarkan biaya produksinya. Diskriminasi harga. Perusahaan yang memproduksi input dan menjualnya dengan elastisitas yang berbeda-beda akan lebih efektif jika mendiskriminasikan harganya apabila mengintegrasikan kedepan dengan segmen elastisitas yang tinggi dipasar akhir dan memasok kepada segmen yang rendah untuk memaksimumkan keuntungan. 2. Motif strategi Salah satu tujuan perusahaan melakukan integrasi vertikal adalah untuk menciptakan hambatan masuk (barrier to entry) bagi perusahaan-perusahaan lain dengan meningkatkan biaya modal absolut untuk masuk dan meningkatkan biaya input pesaingnya. Perusahaan yang terintegrasi beroperasi di pasar barang akhir

34 19 pada biaya unit terendah dibandingkan dengan pesaingnya yang tidak terintegrasi. Karena itulah, akan lebih menguntungkan bagi perusahaan yang terintegrasi untuk menggunakan barang output antaranya sendiri daripada menjualnya di pasar terbuka Manfaat Integrasi Vertikal Suatu perusahaan akan melakukan integrasi vertikal apabila manfaat yang diperolehnya jauh lebih besar daripada biaya-biaya yang mungkin akan dihadapinya. Terdapat enam manfaat dari integrasi vertikal, antara lain : 1. Integrasi untuk Mengurangi Biaya Transaksi Salah satu manfaat integrasi vertikal adalah untuk mengurangi biaya transaksi. Biaya transaksi merupakan sejumlah biaya yang timbul akibat semakin kompleksnya proses produksi yang dialami oleh suatu perusahaan. Biaya transaksi mencakup antara lain biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan kontrak. Ketika melakukan integrasi vertikal, akan terjadi transformasi proses monitoring dari antar perusahaan menjadi proses monitoring di dalam perusahaan. Berikut ini adalah empat jenis transaksi dimana biaya yang ditimbulkan dapat dikurangi dengan melakukan integrasi vertikal, yaitu : Aset khusus Ketika suatu perusahaan dihadapkan pada permintaan konsumen akan produk tertentu yang spesifik dan terbatas, maka biaya penyediaan input untuk menghasilkan produk tersebut juga akan meningkat. Dengan melakukan integrasi vertikal, perusahaan dapat menghindari ketergantungan terhadap pemasok tunggal yang menyediakan cetakan khusus bagi perusahaan. Selain input spesifik,

35 20 keberadaan pekerja yang memiliki keahlian khusus juga sangat diperlukan perusahaan. Ketika pekerja tersebut bekerja di perusahaan lain maka integrasi vertikal dapat menjadi solusi terbaik untuk menghindari ketergantungan terhadap perusahaan yang memiliki keahlian khusus tersebut. Ketidakpastian Ketidakpastian sering terjadi dalam dunia bisnis. Semakin tinggi ketidakpastian, permasalahan juga akan semakin rumit. Misalnya saja, perusahaan yang memproduksi suatu barang yang pasokan bahan bakunya tidak menentu akan mengalami masalah terkait dengan ketidakpastian pasokan bahan baku. Untuk mengeliminasi hal tersebut, perusahaan cenderung akan melakukan integrasi vertikal. Dengan melakukan integrasi vertikal, pasokan bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan lebih mudah diprediksi keberadaannya. Informasi Masalah kegagalan dalam mentransfer informasi secara sempurna sering terjadi dalam suatu industri. Suatu perusahaan mungkin sudah merasa cukup memiliki informasi mengenai perkembangan pasar dari perusahaan lain, namun sebenarnya masih banyak informasi lain yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Hal ini terjadi akibat kesalahan dalam mendefinisikan informasi secara lengkap yang dapat diatasi dengan melakukan integrasi vertikal. Integrasi vertikal dapat menghasilkan transfer informasi yang lebih efisien. Koordinasi yang menyeluruh Suatu perusahaan yang memerlukan keberadaan perusahaan lain untuk mengkoordinasikan kerja output yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut maka

36 21 strategi integrasi vertikal dapat dilakukan untuk memecahkan masalah koordinasi yang kompleks. 2. Integrasi untuk Menjaga Keterjaminan Pasokan Keterjaminan pasokan bahan baku menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan suatu produk. Tanpa adanya jaminan ketersediaan pasokan bahan baku maka industri memiliki resiko yang tinggi. Integrasi vertikal dapat mereduksi permasalahan yang terkait dengan keberadaan pasokan bahan baku sehingga menjadi lebih mudah bertukar informasi di dalam perusahaan daripada antar perusahaan. 3. Integrasi untuk Menghindari Eksternalitas Dengan melakukan integrasi vertikal, perusahaan dapat melakukan koreksi terhadap hal-hal yang menyebabkan kegagalan strategi melalui internalisasi eksternalitas. Sebuah perusahaan yang memiliki cabang di berbagai wilayah tidak akan mengalami kesulitan dalam mengontrol anak perusahaannya sehingga menjamin kualitas yang dihasilkan akan sama dengan kualitas dari perusahaan induknya. Hal ini tentu akan menghasilkan sebuah reputasi yang positif bagi perusahaan (eksternalitas). 4. Integrasi untuk Menghindari Intervensi Pemerintah Perusahaan melakukan integrasi vertikal untuk menghindari kontrol harga yang dilakukan pemerintah dengan menjual produknya kepada perusahaan yang terintegrasi dengannya dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan pemerintah. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan untuk menghindari pajak. Biasanya pemerintah menetapkan pajak yang berbeda-beda

37 22 tiap wilayah sehingga perusahaan juga akan menetapkan harga yang berbeda di setiap wilayah. Melalui kombinasi harga yang telah diatur dengan memperhitungkan wilayah yang kebijakan penetapan pajaknya rendah dan tinggi, suatu perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya. 5. Integrasi untuk Meningkatkan Keuntungan Monopoli Strategi integrasi vertikal pada jangka panjang akan mengarah pada perubahan struktur pasar menjadi monopoli atau struktur pasar persaingan tidak sempurna lainnya. Perusahaan yang melakukan integrasi vertikal dapat meningkatkan keuntungan monopoli melalui dua cara dalam integrasi vertikal yakni pertama, perusahaan monopolis akan melakukan integrasi vertikal ke depan untuk memonopoli proses produksi industri dalam rangka meningkatkan keuntungannya. Sedangkan perusahaan yang melakukan integrasi vertikal ke belakang akan meningkatkan keuntungannya dengan mengakuisisi pemasoknya. Kedua, pemasok yang telah terintegrasi secara vertikal sangat mungkin untuk melakukan proses diskriminasi harga guna meningkatkan profitnya. 6. Integrasi untuk Mengeliminasi Kekuatan Pasar Jika integrasi vertikal dilakukan untuk meningkatkan keuntungan monopoli, maka di lain pihak integrasi vertikal juga dapat mereduksi atau mengeliminasi kekuatan monopoli tersebut. Sebuah perusahaan yang menjual produk berupa input bagi perusahaan lain maka jika perusahaan tersebut menjual dengan harga yang tinggi karena monopoli, perusahaan pembeli akan berpikir apakah lebih efektif untuk melakukan integrasi vertikal ke belakang.

38 Metode Pengukuran Integrasi Vertikal Menurut Porter (1990), setiap tahap dalam jalur produksi menghasilkan nilai tambah. Tahap-tahap produksi vertikal tersebut diawali dengan pengumpulan bahan-bahan mentah dan diakhiri dengan distribusi dan penjualan barang jadi. Integrasi vertikal dapat diukur dengan rasio nilai tambah terhadap pendapatan akhir penjualan dimana dalam memproduksi sebuah produk terdapat jaring vertikal yang terdiri dari tahap-tahap produksi yang setiap tahapnya menghasilkan nilai. Lebih jauh lagi, ukuran integrasi vertikal dapat dipandang dari dua segi yaitu pertama, menghitung tahapan-tahapan produksi. Semakin banyak jumlah tahapan produksi yang dicakup, semakin besar pula tingkat integrasinya. Namun dalam satu tahapan produksi dapat mencakup banyak langkah individual sehingga sangat sulit untuk mendefinisikan tahap-tahap produksi. Kedua, nilai tambah yang dihasilkan terhadap nilai akhir penjualan sebagai derajat dari integrasi vertikal. Segi yang kedua sering digunakan sebagai alternatif karena keterbatasan cara mengukur segi yang pertama. Dari segi nilai tambah dapat diperoleh rasio nilai tambah perusahaan pada pendapatan akhir penjualan sebagai indeks dari derajat integrasi vertikal dengan asumsi bahwa semakin banyak tahapan produksinya, semakin besar pula nilai tambahnya Rasio Nilai Tambah Terhadap Penjualan Secara sederhana, tingkat integrasi vertikal dapat dihitung dengan menggunakan rasio antara nilai tambah terhadap jumlah output atau penjualan. Nilai tambah didefinisikan sebagai pendapatan penjualan dikurangi pengeluaran untuk bahan bakar, bahan baku dan listrik. Secara rasional, pengukuran tersebut

39 24 menjelaskan bahwa setiap perusahaan akan berusaha meningkatkan partisipasinya dalam berbagai tingkatan proses produksi, transaksi dalam suatu perusahaan akan berpindah ke perusahaan lain dan nilai tambah dari output atau penjualan akan meningkat. Metode tersebut dapat menunjukkan hasil pengukuran yang bias dalam integrasi vertikal. Jika harga input dan output berubah pada tingkat yang berbeda dalam satu waktu, rasio ini akan berubah meskipun proses fisik yang ditunjukkan oleh perusahaan tidak berubah. Ketika membandingkan derajat integrasi vertikal dari beberapa perusahaan, rasio integrasi dapat berbeda walaupun jumlah integrasi fisik yang dihitung sama. Perbedaan ini disebabkan oleh satu perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain, di mana keuntungan merupakan bagian dari nilai tambah. Jika akan membandingkan perusahaan dalam industri yang berbeda, rasio ini akan turun sejalan dengan semakin dekat dengan proses tahap akhir meskipun semua perusahaan diasumsikan sama-sama terintegrasi. Rasio ini menggambarkan tahapan proses produksi dan bukan derajat integrasi vertikal sehingga tidak dapat digunakan kecuali dengan membandingkan perusahaan yang berbeda meskipun di dalam industri yang sama atau jika perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam tahapan proses produksi yang sama. Metode pengukuran tersebut sangat sensitif terhadap berbagai tingkatan operasional suatu perusahaan yang terbentuk dalam vertical chain. Metode lain yang mempertahankan nilai tambah konstan menjadikan industri yang lebih terinterasi ke hilir akan cenderung menghasilkan tingkat integrasi vertikal yang lebih rendah. Untuk menanggulangi masalah tersebut, diciptakan suatu metode

40 25 untuk menghilangkan bias yang terjadi. Metode pengukuran tersebut dibuat berdasarkan teori yang beranggapan bahwa pengukuran integrasi vertikal harus memperhitungkan relativitas kepentingan dari pertukaran ke dalam dan ke luar yang terjadi di suatu pasar. Metode tersebut membutuhkan pengukuran besarnya aliran output dari dalam perusahaan terhadap besarnya transaksi pasar yang dikendalikan oleh perusahaan. Besarnya aliran dari dalam perusahaan dihitung dengan menggunakan aliran output dalam suatu perusahaan dengan pabrikpabriknya dalam suatu industri di mana besarnya transaksi pasar dihitung dari penjualan output suatu perusahaan termasuk aliran dalam suatu perusahaan terhadap industri tetapi tidak memperhitungkan aliran di dalam industri. Aliran output dalam perusahaan dapat dihubungkan secara tidak langsung dari tabel input-output dan informasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan yang membentang dalam sutau industri Rasio Inventory Terhadap Penjualan Semakin besar jumlah tahapan proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan maka akan semakin besar pula tingkat penyimpanan (inventory). Apabila perusahaan berusaha mendapatkan manfaat dari integrasi vertikal dengan cara berhemat pada tingkat penyimpananya maka indeks ini tidak dapat digunakan. Bahkan indeks ini dapat menunjukkan bahwa peningkatan integrasi vertikal menyebabkan mengecilnya rasio inventory terhadap penjualan. Pada tingkat perubahan yang berbeda dalam harga output akhir dan inventory, indeks ini dapat berubah tanpa perlu adanya perubahan aktual pada struktur perusahaan.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H14104051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H14103064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE 1983 2005 (PendekatanTotal Factor Productivity) OLEH ATERIS BILADA H14104021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL PADA INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH HENI SULISTYOWATI H14104084 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan negara Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi yang

BAB I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan negara Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan negara Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan tentu mempengaruhi pertumbuhan sektor bisnis lainnya. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

2014 LAPORAN INDUSTRI STUDI KINERJA INDUSTRI MOBIL INDONESIA

2014 LAPORAN INDUSTRI STUDI KINERJA INDUSTRI MOBIL INDONESIA 2014 LAPORAN INDUSTRI STUDI KINERJA INDUSTRI MOBIL INDONESIA www.indoanalisis.co.id DAFTAR ISI I. KINERJA INDUSTRI MOBIL INDONESIA... 1.1. Pertumbuhan Produksi Mobil Indonesia... 1.2. Pertumbuhan Ekspor

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH ZAENAL FANANI H

ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH ZAENAL FANANI H ANALISIS INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI PAKAIAN JADI (GARMEN) DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA OLEH ZAENAL FANANI H14050414 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Industri transportasi darat dan otomotif adalah salah satu bidang industri yang berkembang pesat di Indonesia dan telah turut memberikan kontribusi yang cukup signifikan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI MINUMAN RINGAN DI INDONESIA OLEH SUNENGCIH H14052889 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SUNENGCIH.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT OLEH : AHMAD HERI FIRDAUS H14103079 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H14103002 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi industri otomotif di benua Eropa sejak tahun 2009 mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi industri otomotif di benua Eropa sejak tahun 2009 mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi industri otomotif di benua Eropa sejak tahun 2009 mengalami penurunan yang signifikan. Krisis Eropa yang terjadi pada akhir tahun 2008 ini berakibat pada penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setidaknya, dalam enam tahun terakhir penjualan mobil meningkat sekitar 334%,

BAB I PENDAHULUAN. Setidaknya, dalam enam tahun terakhir penjualan mobil meningkat sekitar 334%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor otomotif memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Industri otomotif terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Setidaknya, dalam enam tahun

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H14050283 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H14103088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 1 ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Oleh GILMAN PRADANA NUGRAHA H14103024 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H01400104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren yang positif. Menurut data Badan Pusat Statistik (2012), angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri otomotif di Indonesia mulai berkembang pada tahun Ketika itu Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri otomotif di Indonesia mulai berkembang pada tahun Ketika itu Pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri otomotif di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1970. Ketika itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung industri otomotif di

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian awal dari studi yang akan memaparkan latar belakang mengenai dasar munculnya permasalahan studi dan mengapa studi ini penting untuk dilakukan, perumusan masalah,

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H ANALISIS PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH DI KOTA BOGOR OLEH DIO HAKKI H14103068 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME PENYERAPAN UTANG LUAR NEGERI DI INDONESIA OLEH DUNGDANG P HUTAPEA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME PENYERAPAN UTANG LUAR NEGERI DI INDONESIA OLEH DUNGDANG P HUTAPEA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME PENYERAPAN UTANG LUAR NEGERI DI INDONESIA OLEH DUNGDANG P HUTAPEA H14103004 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H14054200 DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DAN VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PERMINTAAN UANG DI INDONESIA OLEH ZAINAL MUTTAQIN H14102105 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III DAYA SAING INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA, PELUANG DAN TANTANGANYA

BAB III DAYA SAING INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA, PELUANG DAN TANTANGANYA BAB III DAYA SAING INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA, PELUANG DAN TANTANGANYA Pada bab yang ketiga ini akan membahas mengenai daya saing industi otomotif Indonesia. Daya saing ini akan dilihat dari sisi kekuatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menuju perekonomian yang berimbang dan dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan perkembangan yang meningkat dari tahun ke tahun karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan guna mempercepat perubahan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data di atas, kesimpulan dari analisis strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan industri ini kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia industri dewasa ini banyak mengalami kemajuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia industri dewasa ini banyak mengalami kemajuan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan dunia industri dewasa ini banyak mengalami kemajuan, hal ini dapat dilihat dari semakin bertambahnya jumlah persaingan yang ketat diantara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik itu bidang kesehatan, teknologi, dan otomotif. Perkembangan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik itu bidang kesehatan, teknologi, dan otomotif. Perkembangan tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah membawa perubahan yang sangat pesat diberbagai bidang, baik itu bidang kesehatan, teknologi, dan otomotif. Perkembangan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. konsumen dalam keberadaannya dipengaruhi kepentingan masing-masing yang

PENDAHULUAN. konsumen dalam keberadaannya dipengaruhi kepentingan masing-masing yang 1 I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keterlibatan konsumen penting untuk pemilihan produk. Tingkat keterlibatan konsumen dalam keberadaannya dipengaruhi kepentingan masing-masing yang timbul dari kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang dilihat dari pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan-i 2015 terhadap triwulan-i 2014

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A

PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA. Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A PENGARUH KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERDAGANGAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR (Crude Palm Oil) INDONESIA Oleh : RAMIAJI KUSUMAWARDHANA A 14104073 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA ANALISIS KAUSALITAS ANTARA TABUNGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DALAM JANGKA PANJANG DAN JANGKA PENDEK PADA 26 PROPINSI DI INDONESIA OLEH RIANI WIDIARTI H14104082 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA OLEH EVI JUNAIDI H14084013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap industri otomotif, salah satu sektor industri yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap industri otomotif, salah satu sektor industri yang saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin maju memberikan pengaruh yang besar terhadap industri otomotif, salah satu sektor industri yang saat ini mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH FLUKTUASI NILAI TUKAR PADA EKSPOR KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN (KARET DAN KOPI) DI INDONESIA OLEH : RATIH NURALITHA PRATIKA H14103051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H

ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H ANALISIS INTEGRASI PASAR KOPRA DUNIA DENGAN PASAR KOPRA DAN MINYAK GORENG KELAPA DOMESTIK OLEH NOFA HARRY REGOWO H14103041 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) OLEH HENGKY GAMES JS H14053064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya dukungnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya alam (SDA) dan energi sebagai pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai kemampuan daya

Lebih terperinci

PERAMALAN PERMINTAAN BAN MOBIL PENUMPANG PT GOODYEAR INDONESIA TBK. Oleh RUDI AWALUDIN A

PERAMALAN PERMINTAAN BAN MOBIL PENUMPANG PT GOODYEAR INDONESIA TBK. Oleh RUDI AWALUDIN A PERAMALAN PERMINTAAN BAN MOBIL PENUMPANG PT GOODYEAR INDONESIA TBK Oleh RUDI AWALUDIN A 14102569 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERAMALAN

Lebih terperinci

persaingan di industri otomotif ini ditandai dengan bermunculannya varianvarian

persaingan di industri otomotif ini ditandai dengan bermunculannya varianvarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri otomotif saat ini semakin pesat. Berbagai Perusahaan berlomba-lomba menawarkan produk unggulannya, sehingga konsumen dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pertumbuhan industri baja saat ini sedang tumbuh dengan cepat (fast growing), seiring meningkatnya konsumsi baja nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory)

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Resource Dependence Theory adalah studi tentang bagaimana sumber daya eksternal organisasi mempengaruhi perilaku organisasi. Teori

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemulihan ekonomi ini juga memicu pertumbuhan industri otomotif baik untuk kendaraan jenis

BAB I PENDAHULUAN. pemulihan ekonomi ini juga memicu pertumbuhan industri otomotif baik untuk kendaraan jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal pulihnya perekonomian Indonesia pada tahun 2000 akibat krisis moneter, pertumbuhan perekenomian di berbagai sektor secara perlahan mulai terlihat. Pergerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DISTRIBUSI UKURAN PERKOTAAN DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Oleh ANNISA FITRIA H14104115 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI H

PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI H PERANAN SEKTOR USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH MAHARANI TEJASARI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H14102098 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci