BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebuah realisasi permintaan setidaknya melibatkan requestor atau penutur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebuah realisasi permintaan setidaknya melibatkan requestor atau penutur"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk yang memiliki bahasa tidak luput dari penggunaan tindak tutur meminta. Hal ini sesuai dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebuah realisasi permintaan setidaknya melibatkan requestor atau penutur yang melakukan permintaan, requestee atau mitra tutur yang dimintai sebuah permintaan dan tindakan yang dilakukan. Seorang penutur dapat memilih berbagai perspektif permintaan yang diinginkan. Perspektif permintaan dapat berupa hearer oriented (berorientasi pada mitra tutur), speaker oriented (berorientasi pada penutur), speaker and hearer oriented (berorientasi pada penutur dan mitra tutur), dan dapat pula bersifat impersonal (Blum-Kulka, dkk, 1987: ). Dari segi kesantunan, tindak tutur meminta dianggap dapat mengancam muka lawan tutur (face threatening acts) (Brown Levinson, 1987) dan dapat memberikan beban (cost) kepada lawan tutur (Leech, 1983), sehingga untuk mengurangi pengancaman muka dan pemberian beban kepada mitra tutur, dibutuhkan strategi-strategi tententu dalam meminta. Strategi-strategi tersebut merupakan salah satu aspek yang diteliti dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan kajian pragmatik antarbahasa (interlanguage pragmatics) karena akan meneliti kemampuan pragmatik penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris melalui tindak tutur meminta. Kasper & Blum- 1

2 2 Kulka (1993: 3) menjelaskan pragmatik antarbahasa sebagai sebuah studi yang mempelajari penggunaan bahasa oleh bukan penutur asli (non-native speaker) dan pemerolehan kemampuan pragmatik pada bahasa kedua. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pragmatik bukan penutur asli (non-native speaker), tentu perlu dilakukan perbandingan dengan penutur asli (native speaker) bahasa Inggris yang dalam penelitian ini akan melibatkan penutur bahasa Inggris Australia. Beberapa alasan yang mendasari pemilihan tindak tutur meminta dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. Pertama, meminta sangat berguna dan penggunaannya sangat produktif dalam komunikasi sehari-hari, terutama bagi pembelajar bahasa asing. Kedua, tindak tutur meminta paling sering dipelajari dibandingkan dengan jenis tindak tutur lainnya, khususnya dalam pembelajaran bahasa asing. Ketiga, tindak tutur meminta direalisasikan berdasarkan konteks tertentu sehingga hal ini sangat berguna untuk melihat kemampuan pragmatik pembelajar bahasa asing (Achiba, 2003: 3). Alasan keempat yaitu, karena tindak tutur meminta tergolong dalam tindakan yang dapat mengancam muka lawan tutur (face threatening acts) (Brown Levinson, 1987), maka penutur akan berusaha mengurangi pengancaman muka tersebut dengan menerapkan berbagai strategi. Alasan terakhir yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner et al. (1982: 93) bahwa tuturan meminta hampir mendekati bentuk prototipe transaksi sosial. Dengan kata lain tuturan meminta menunjukkan bentuk interaksi sosial penutur suatu bahasa. Seperti yang disebutkan di atas bahwa tindak tutur meminta dapat mengancam muka lawan tutur, maka penutur menerapkan strategi tertentu agar

3 3 dianggap santun. Meskipun kesantunan bersifat universal, namun perbedaan kebudayaan antar penutur bahasa dapat menghasilkan realisasi kesantunan yang berbeda-beda. Sesuatu yang dianggap santun dalam kelompok penutur bahasa tertentu bisa saja dianggap kurang santun bagi kelompok tutur lainnya. Standar kesantunan setiap bahasa berbeda dan kemungkinan besar dipengaruhi oleh budaya masing-masing kelompok penutur bahasa. Hal ini pula yang dikaji oleh Hymes (2006) dalam kajiannya mengenai studi etnografi berbicara (ethnography of speaking). Hymes mengemukakan bahwa komunitas-komunitas tutur yang berbeda budaya memiliki pola-pola tuturan dan cara berbicara yang berbeda pula. Studi ini merupakan sumber dalam eskplorasi tuturan sebagai fenomena kebudayaan. Penutur bahasa Indonesia yang selanjutnya disingkat PBI dan penutur bahasa Inggris Australia yang selanjutnya disingkat (PBIA) tentu memiliki latar belakang kebudayaan dan sosial yang berbeda sehingga sangat memungkinkan strategi komunikasi yang digunakan dalam percakapan sehari-hari dapat berbeda pula. Australia merupakan sebuah negara yang cukup unik dimana mayoritas penduduknya adalah imigran. Menurut Birrel dalam McDonald (2003: ) bahwa mayoritas penduduk Australia adalah imigran dari Eropa khusunya Inggris. Meskipun ada imigran yang datang dari negara lain pada tahun 1970an seperti Belanda, Jerman dan Yugoslavia, namun imigran Inggris yang paling mendominasi. Dominasi Inggris ini yang menjadikan bahasa nasional Australia adalah bahasa Inggris. Mengenai perbandingan budaya, Lewis (2005:27-32) membagi tipe model budaya di dunia menjadi tiga kategori yaitu linear-aktif, multi-aktif dan reaktif.

4 4 Australia termasuk dalam kategori antara linear-aktif mendekati multi-aktif sedangkan Indonesia masuk ke dalam kategori antara reaktif mendekati multi-aktif. Sementara itu pandangan lain disampaikan oleh Hofstede (1994) yang memasukkan pengguna bahasa Indonesia ke dalam kelompok masyarakat kolektif (the collectivist), sedangkan pengguna bahasa Inggris dimasukkan ke dalam kelompok masyarakat individualis (the individualist). Penjelasan mengenai perbandingan budaya ini akan di bahas pada landasan teori. Melihat perbedaan orientasi kedua budaya di atas, maka sangat dimungkinkan timbulnya perbedaan kebiasaan dan strategi masing-masing dalam berkomunikasi dan menyampaikan gagasan sesuai dengan konvensi yang berlaku dalam kebudayan masing-masing. Perbedaan tuturan meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur Indonesia dengan penutur asli selain dapat disebabkan oleh keterbatasan penguasaan kosakata pembelajar, juga dapat disebabkan oleh kemampuan pragmatik pembelajar Indonesia yang masih terbatas. Selain, perbedaan kemungkinan dapat juga disebabkan oleh adanya pengaruh atau transfer dari bahasa pertama pembelajar dalam hal ini transfer dari bahasa Indonesia. Transfer adalah kecenderungan pada sebagian pembelajar bahasa kedua yang berfikir bahwa aturan, fitur, bentuk dan strategi dalam bahasa pertamanya dapat diterapkan dengan cara diterjemahkan ke dalam bahasa kedua (Schauer, 2009:16). Transfer ini dapat terjadi bukan hanya pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis tetapi dapat pula terjadi dalam tataran pragmatik. Transfer dalam tataran pragmatik ini dapat terlihat dari ilokusi termasuk dalam tindak tutur meminta yang dihasilkan oleh PBI. Pemerolehan kemampuan pragmatik memang sedikit lebih sulit dibandingkan dengan

5 5 pemerolehan pada tataran sintaksis dan gramatikal, hal ini karena pragmatik berkaitan erat dengan kebudayaan suatu penutur bahasa. Sedangkan untuk mengetahui kebudayaan lain, seseorang paling tidak harus bersinggungan langung dengan kebudayaan itu. Berikut adalah contoh perbedaan tuturan meminta dalam bahasa Inggris yang dihasilkan oleh penutur bahasa Indonesia (PBI) dan penutur asli bahasa Inggris Australia (PBIA). PBI (1) Mr. Arif, I want to talk about the exam for next moday. I am afraid I can t come because I need to go to international workshop because I will be one of the presenters. Can I have a make-up exam? Pak Arif, saya ingin membicarakan ujian senin depan. Saya khawatir tidak bisa mengikutinya karena saya harus menghadiri seminar internasional dan saya akan menjadi salah satu pemateri. Dapatkah saya mengikuti ujian susulan? PBIA (2) Hi, Arif! How are you? You remember the international workshop that I ve been working on for the last 2 months? Well, I just realized that it clashes with the exam you set. I know that it may inconvenience you, but it would be possible for me to sit the exam early? I promise not to tell anyone the anwers Hai, Arif! Apa kabar? Anda ingat seminar internasional yang sudah saya persiapkan selama 2 bulan terakhir ini? Baik, saya baru ingat jadwalnya berbenturan dengan pelaksanaan ujian. Saya tahu ini menyusahkan anda, tapi apakah memungkinkan untuk saya mengikuti ujian lebih awal? Saya janji tidak akan memberitahukan jawabannya kepada siapapun Konteks: dituturkan PBI dan PBI kepada dosen yang dikenal dengan baik. Penutur meminta ujian susulan karena jadwal ujian bertepatan dengan jadwal penutur menjadi pembicara di sebuah seminar internasional. (+D, -J)

6 6 Perbedaan bentuk tuturan di atas sangat jelas terlihat pada penggunaan bentuk sapaan. PBIA pada tuturan (2) memilih memanggil professor yang sudah dikenalnya dengan baik dengan langsung memanggil namanya. Berbeda dengan PBI yang meskipun jarak sosial dengan mitra tuturnya terbilang rendah, PBI dalam tuturan (1) tetap menggunakan sapaan honorifik Mr. Pak karena dianggap lebih santun. Berdasarkan observasi awal, hampir tidak ditemukan PBI yang memanggil atau menyebut dosen dengan menyebutkan nama dosen langsung. Hal ini berkaitan dengan kebudayaan Indonesia yang sangat memperhatikan status sosial. Hal ini sejalan dengan Hofstede (1994) yang menempatkan Indonesia ke dalam kategori negara yang memiliki perbedaan jarak dan status sosial yang tinggi karena Indonesia menganut paham strata sosial. Sedangkan Australia tidak begitu memperhatikan status sosial karena Australia menganut idoelogi egaliter. Artinya, Australia menjunjung kesetaraan sosial. Penggunaan ragam informal juga terlihat dari kedua tuturan di atas. PBIA dalam (2) memilih ragam bahasa yang tidak terlalu formal seperti penggunaan salam hi hai, penyebutan sapaan dengan nama langsung, salam how are you? apa kabar? dan ketidaklengkapan struktur sintaksis pada kalimat You remember the international workshop that I ve been working on for the last 2 months?. Bila ditinjau dari segi gramatikal, kalimat ini tidak memiliki kata tanya dan juga tidak memenuhi struktur kalimat pertanyaan ya-tidak. Sekilas kalimat ini terlihat seperti kalimat deklaratif namun dengan melihat konteks ujaran yang menunjukkan seorang mahasiswa sedang meminta ujian susulan kepada dosennya, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat ini merupakan kalimat interogatif retoris yaitu kalimat

7 7 tanya yang tidak menggunakan kata tanya. Bentuk utuh kalimat ini seharusnya Do you remember the international workshop that I ve been working on for the last 2 months?. Kalimat interogatif yang penanda pertanyaannya dilesapkan sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari khususnya dalam percakapan lisan. Hal ini juga menunjukkan keinformalan sebuah ujaran. Menurut Holmes (1986) semakin informal sebuah ujaran semakin intim hubungan antara penutur dan lawan tutur. Dalam hal ini, konvensi yang berlaku dalam PBIA khususnya dalam konteks (2) di atas, memperlakukan dosen yang sudah dikenalinya dengan akrab seperti memperlakukan teman sebaya. Hal ini berbeda dengan PBI yang meskipun diberikan konteks berkomunikasi dengan dosen yang sudah dikenalinya dengan baik, PBI dalam (3) tetap menggunakan bentuk formal yang menunjukkan adanya jarak sosial yang begitu jauh antara penutur dan mitra tutur. Selain contoh di atas, contoh berikut juga memperlihatkan bentuk tuturan dan strategi yang berbeda antara PBIA dan PBI terutama dalam hal kelangsungan (directness) tuturan permintaan yang diujarkan. PBI (3) Miss, I m sorry. I already have this product Bu, maaf. Saya sudah punya barang ini PBIA (4) Look! I told you that I m not interested in your product. I understand that you need to make a sale but I m not your person. Please leave! Dengar, saya sudah katakan bahwa saya tidak tertarik dengan barang dagangan anda. Saya paham anda harus mencari pelanggan tapi bukan saya orangnya. Silahkan pergi!

8 8 Konteks: dituturkan oleh PBI dan PBI kepada pedagang yang terus menawarkan barang dagangannya. Penutur meminta pedagang tersebut untuk pergi. (=D dan +J) Dari segi kelangsungan (directness) tuturan, permintaan yang diujarkan selain menggunakan modus kalimat imperatif digolongkan ke dalam permintaan tidak langsung (Wijana, 1996:30). Tuturan (3) yang diujarkan oleh PBI digolongkan ke dalam tuturan permintaan tidak langsung karena dinyatakan dengan kalimat deklaratif yaitu I already have this product Saya sudah punya barang ini. Kalimat ini merupakan bentuk isyarat (hint) atau biasa disebut pula implikatur yang menurut Blum-Kulka (1987) menduduki tingkat ujaran yang paling tidak langsung. Kalimat I already have this product dalam konteks ini secara tidak langsung menolak barang dagangan yang ditawarkan oleh sang pedagang sekaligus menyuruh pedagang tersebut untuk pergi. Penutur dapat saja menggunakan kalimat imperatif yang maknanya serupa kalimat di atas seperti leave me! atau go away! untuk mempertegas ujarannya. Namun, ada hal-hal yang mungkin dipertimbangkan oleh PBI pada ujaran (3) di atas misalnya ia mempertimbangkan norma sosial yang berlaku di Indonesia, faktor sosial seperti usia, setting, topik dan sebagainya. Adapun, tuturan (4) yang diujarkan oleh PBIA digolongkan ke dalam tuturan permintaan langsung karena diujarkan dengan modus kalimat imperatif (Wijana, 1996:30) yaitu Please leave! silahkan pergi. Selain itu, tuturan ini juga termasuk tuturan permintaan literal karena maksud yang ingin disampaikan sesuai dengan makna kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 1996:32). Ujaran Please leave! memang secara jelas ditujukan untuk menyuruh pedagang tersebut pergi. Kelangsungan tuturan berkaitan erat dengan kesantunan. Semakin tidak langsung

9 9 suatu bentuk tuturan, semakin santun tuturan tersebut karena penutur tidak secara langsung mengancam muka lawan tuturnya, sehingga ia tidak merasa diperintahi. Berdasarkan paparan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk meniliti permasalahn ini lebih lanjut. Perbedaan tuturan meminta yang dihasilkan oleh penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris (PBI) dengan penutur asli bahasa Inggris (PBIA) tentu tidak terjadi secara kebetulan. Terdapat faktorfaktor yang mempengaruhinya, baik dari faktor kebahasaan maupun di luar kebahasaan. Dari segi kebahasaan, dapat terjadi karena perbedaan pemahaman pragmatik dan terbatasnya penguasaan kosakata. Sedangkan di luar kebahasaan, dapat dipegaruhi oleh perbedaan norma sosial dan kebudayaan masing-masing penutur serta lingkungan pembelajaran bahasa Inggris PBI. Untuk itu diperlukan analisis lebih lanjut untuk membuktikan hipotesis-hipotesis tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris? 2. Bagaimana bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh Penutur asli bahasa Inggris Australia?

10 10 3. Bagaimana perbedaan bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia dan penutur bahasa Inggris Australia dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perbedaan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Susuai dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka secara garis besar tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris. 2. Mendeskripsikan bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Inggris Australia. 3. Mendeskripsikan perbedaan bentuk dan strategi tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia dan penutur bahasa Inggris Australia dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan setidaknya dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran spesifik mengenai bentuk dan strategi tindak tutur meminta yang dihasilkan oleh penutur bahasa Indonesia (PBI yang belajar bahasa Inggris dan penutur asli bahasa Inggris serta

11 11 dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan realisasinya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kajian pragmatik khususnya pada kajian, request speech act, kesopanan lintas budaya dan juga pada kajian interlanguage pragmatics atau pragmatik antarbahasa. Kajian ini sedang berkembang belakangan ini sehingga dibutuhkan penelitian-penelitian baru untuk menambah khasanah kekayaannya Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada bidang pengajaran bahasa Inggris khususnya bagi pembelajar Indonesia yang belajar bahsa Inggris. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam pengajaran bahasa Inggris bagi PBI khususnya dalam latihan percakapan dengan mempertimbangkan perbedaan budaya antara bahasa sumber dan bahasa target. Karena keterampilan berbahasa terkait dengan budaya pembelajar, maka para pengajar bahasa Inggris di Indonesia dapat melakukan kajian mengenai transfer dalam pragmatik (interlanguage pragmatics), misalnya dengan melihat apakah dalam menggunakan bahasa Inggris, pembelajar masih dipengaruhi oleh norma bahasa dan budaya asli mereka. Selain bermanfaat bagi pengajar, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi PBI yang belajar bahasa Inggris untuk memahami strategi yang penting dalam tindak tutur meminta yang biasa dituturkan oleh penutur asli bahasa Inggris khususnya Australia. Begitu pula sebaliknya, agar penutur asli bahasa Inggris Australia dapat mempelajari strategi tindak tutur meminta yang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia sehingga komunikasi yang terjalin antar kedua penutur berjalan lancar.

12 Ruang Lingkup Masalah Penelitian ini merupakan kajian pragmatik antarbahasa. Topik yang dipilih adalah ungkapan permintaan dalam bahasa Inggris yang dihasilkan oleh penutur bahasa Indonesia yang belajar bahasa Inggris (PBI) dan penutur asli bahasa Inggris Australia (PBIA). Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tuturan meminta dalam bahasa Inggris oleh PBI dan PBIA, membandingkannya dan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut. Analisis akan dibatasi pada analisis pragmatik namun akan dilengkapi dengan sedikit analisis sintaksis dan gramatikal khususnya dalam pembahasan ragam formal dan informal. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur meminta sebelumnya pernah dikaji oleh Ina Ika Pratita (1999) melalui tesisnya yang berjudul Tindak Tutur Permintaan dalam Bahasa Indonesia: Studi Kasus Tindak Tutur pada Ranah Keluarga di Surabaya. Pratita menfokuskan penelitiannya pada jenis kinerja verbal yang digunakan dalam tindak tutur permintaan. Dia menemukan sebelas pola kinerja verbal dalam permintaan yaitu: (1) tuturan bermodus imperatif, (2) tuturan performatif eksplisit, (3) tuturan performatif berpagar, (4) tuturan dengan proposisi keharusan, (5) tuturan yang menunjukkan kesangsian (pesimis), (6) tuturan dengan pengandaian bersyarat, (7) tuturan proposisi yang menggunakan impersona, (8) tuturan yang menyertakan alasan, (9) tuturan dengan sindiran, (10) tuturan dengan arti terselubung, dan (11) tuturan dengan kelakar. Dari kesebelas pola tersebut, dua pola pertama merupakan tuturan permintaan langsung cenderung mengemban

13 13 makna literal sedangkan sembilan lainnya merupakan pola tutur tidak langsung dan mengemban makna nonliteral. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Adista Nur Primantari (2014) yang meneliti tentang tindak tutur meminta oleh pembelajar BIPA dari Korea (kajian pragmatik antarbahasa). Hasil penelitian Primantari menemukan bahwa pembelajar BIPA dari Korea menghasilkan bentuk tuturan meminta yang berbeda dengan tuturan meminta yang dihasilkan oleh penutur asli. Pola realisasi bentuk tindak tutur meminta (TTM) oleh pembelajar BIPA dari Korea terdiri dari tiga bentuk yaitu struktur tutur, variasi tutur dan strategi tuturnya. Bentuk-bentuk variasi kode dalam bertutur terdiri atas bentuk tuturan yang memiliki ragam formal dan informal dan bentuk tuturan yang mengandung alih kode dalam bahasa korea dan alih kode dalam bahasa Inggris. Bentuk TTM yang dilihat dari strategi strukturnya dibedakan menjadi modus kalimat, cara dan tipe tuturan. Bentuk perbedaan TTM dari pembelajar BIPA dari Korea dan penutur asli bahasa Indonesia terdiri dari pemilihan ragam formal dan informal, pada pemilihan strategi meminta, pemilihan formula semantik dan pada pemilihan pronominal persona. Adapun penyebab penyimpangan TTM berbahasa Indonesia oleh PBK yaitu faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Penyebab linguistik yang ditemukan adalah pengaruh transfer pengetahuan pragmatik B1 (Bahasa Korea) dan ketidaksempurnaan kemampuan gramatikal sedangkan penyebab nonlinguistik meliputi perbedaan budaya, lingkungan pembelajaran dan kebiasaan menggunakan bentuk informal dalam percakapan.

14 14 Selanjutnya Ike Revita (2008) dalam disertasinya meneliti ungkapan permintaan dan penolakan dalam bahasa Minangkabau. Data yang dikaji dalam penelitiannya adalah data lisan dan data tulisan dari SMS (Short Message Service). Dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan etnografis kontekstual beliau menemukan pertama, bentuk permintaan dan penolakan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu (i) variasi (kode) tutur, (ii) strategi tutur, dan (iii) struktur tutur. Variasi tutur mencakup tiga hal yang terpenting (a) penggunaan kato nan ampek (tingkat tutur), (b) penggunaan ragam formal dan informal, dan (c) penggunaan bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia, di samping adanya kutipan atau frase dalam bahasa lain, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab. Strategi permintaan dan penolakan dalam bahasa Minangkabau meliputi tiga hal, yakni (i) modus kalimat, (ii) ) cara, dan (iii) tipe tuturan. Struktur permintaan dan penolakan dalam bmn dibagi atas kehadiran dan posisi tindakan pokok dan tindakan pendukung. Berbeda dengan yang disebut Blum-Kulka (1994), Nadar (2006), dan Kartomihardjo (1993), di dalam bahasa Minangkabau sekurang-kurangnya ditemukan enam belas cara untuk meminta dan delapan belas cara untuk menolak. Kedua, terdapat sekurangkurangnya empat faktor eksternal yang secara berurut berperanan dalam menentukan pemilihan bentuk tuturan permintaan dan penolakan dalam Minangkabau, yaitu (1) mitra tutur (O2); (2) hubungan penutur (O1) dan mitra tutur (O2), di antaranya meliputi (a) jarak sosial dan (b) jabatan sosial; (3) situasi tutur; dan (4) topik tutur. Peneliti luar negeri yang terlebih dahulu meneliti mengenai tindak tutur meminta dalam kajian pragmatik antarbahasa adalah House dan Kasper (1987)

15 15 yang membandingkan penutur asli bahasa Inggris British, penutur asli bahasa Jerman dan Denmark, dan Pembelajar Denmark yang mempelajari bahasa Inggris British. Dari hasil perbandingan kelangsungan (directness) tuturan permintaan antara penutur asli bahasa Inggris British dan pembelajar Denmark yang belajar bahasa Inggris, House dan Kasper menemukan bahwa variasi tuturan permintaan oleh pembelajar bahasa Inggris British lebih sedikit dibandingkan penutur asli. Dalam hal pemilihan modus kalimat, House dan Kasper menemukan kedua kelompok responden cenderung memilih modus kalimat interogatif meskipun cakupan pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas pada penjelasan dalam tataran sintaktik (seperti penggunaan kalimat interogatif, interogatif + negasi, klausa relatif, penggunaan impersonal, penggunaan waktu lampau (past tense) untuk merujuk kejadian saat ini). Penggunaan penanda kesantunan please silahkan juga sangat banyak penggunaannya oleh kedua kelompok responden. Peneliti lain yang juga meneliti tentang tindak tutur meminta dalam kajian pragmatik antarbahasa adalah Bahar Otcu dan Deniz Zeyreck (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Development of requests: A study on Turkish learners of English. Kedua peneliti membandingkan bentuk dan strategi permintaan antara penutur bahasa Turki yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang tinggi dan rendah kemudian dibandingkan dengan penutur asli bahasa Inggris. Mereka menganalisis bentuk-bentuk strategi meminta yang terdiri dari bagian pembuka atau sapaan, modifikasi eksternal, mondifikasi internal, tindakan pokok permintaan, verba modal, dan verba pokok dalam unsur pokok tuturan permintaan. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa dalam hal penggunaan bagian pembuka,

16 16 penutur bahasa Turki yang mempelajari bahasa Inggris ditemukan mampu menggunakan bagian pembuka dengan baik. Hal ini cenderung dipengaruhi oleh sistem pragmatik bahasa Turki yang juga memiliki bagian pembuka. Dalam hal penggunaan modifikasi internal, penutur bahasa Turki yang mempelajari bahasa Inggris menghasilkan bentuk yang cukup variatif. Penutur yang kemampuan bahasa Inggrisnya lebih baik menggunakan modifier yang lebih rumit secara sintaktik dan gramatikal. Kelima kajian di atas semua membahas tentang tindak tutur permintaan dengan fokus dan bahasa target yang berbeda-beda. Peneliti belum menemukan kajian yang secara komprehensif membahas mengenai permintaan dalam bahasa Inggris oleh penutur bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris dan perbandingannya dengan penutur asli bahasa Inggris Australia. Yang menjadi kekhasan penelitian ini adalah penelitian ini bukan saja sekedar kajian kontrastif tetapi juga menggunakan pendekatan interlanguage pragmatics atau pragmatik antarbahasa untuk melihat pemerolehan kemampuan pragmatik penutur Indonesia yang belajar bahasa Inggris. Bila kajian kontrastif hanya melihat persamaan dan perbedaan antar dua bahasa yang diperbandingan, kajian pragmatik antarbahasa ini juga menganalis kemampuan pragmatik pembelajar bahasa kedua seperti apakah terjadi transfer pragmatik dari bahasa pertamanya, bagaimana pemilihan bentuk ujaran, bagaimana pembelajar menerapkan sistem sosiopragmatik bahasa yang ia pelajari dan sebagainya. Beberapa kajian di atas juga menggunakan pendekatan interlanguage pragmatics namun bahasa target yang diteliti berbeda dengan penelitian ini. Mereka antara lain meneliti permintaan dalam bahasa Indonesia,

17 17 Turki, Jerman dan sebagainya, sedangkan penelitian ini akan meneliti permintaan dalam bahasa Inggris. Meskipun jika penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, diharapkan penelitian ini dapat menambah, memperkaya dan melengkapi kajian mengenai tindak tutur permintaan dengan pendekatan interlanguage pragmatics. 1.7 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan beberapa landasan teori yang menjadi kerangka berfikir dan acuan pembahasan tentang tindak tutur meminta dalam bahasa Inggris oleh PBI dan PBIA. Beberapa teori yang digunakan antara lain adalah teori pragmatik antarbahasa (interlanguage pragmatics), teori tindak tutur (speech act) yang selanjutnya akan fokus pada tindak tutur meminta, serta teori mengenai kesantunan lintas budaya yang di dalamnya mencakup teori kesantunan dan sistem sosial dan kebudayaan Australia dan Indonesia. Penelitian ini termasuk ke dalam studi pragmatik antarbahasa karena penelitian ini mengkaji kemampuan pragmatik pembelajar bahasa kedua/asing. Pada awalnya studi antarbahasa (interlanguage) hanya mengkaji kemampuan pembelajar bahasa asing dalam ranah fonologi, morfologi, dan sintaksis saja. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, muncul sebuah kajian baru yang mencoba mengukur kemampuan pembelajar bahasa asing dalam ranah pragmatik dan pemahaman wacananya dalam berkomunikasi pada bahasa kedua. Kemudian studi cara bertutur yang berbeda ini disebut sebagai pragmatik kontrastif. Namun, menurut Yule (1996:151), jika penelitian kontrastif yang difokuskan pada tingkah laku

18 18 komunikatif dari orang yang bukan penutur asli, maka penelitian tersebut dideskripsikan sebagai pragmatik antarbahasa (interlabguage pragmatics). Kajian pragmatik antarbahasa ini berkaitan dengan kemampuan dan pemerolehan kemampuan pragmatik oleh pembelajar bahasa kedua/asing. Karena berkaitan dengan dua bahasa yang berbeda maka tentu berhubungan juga dengan pola kebudayaan yang berbeda. Selain itu, bahasa dan budaya memang tidak dapat dipisahkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hymes (2006) bahwa budaya yang berbeda akan menghasilkan pola tutur yang berbeda pula. Studi tentang pragmatik antarbahasa pertama kali diperkenalkan oleh Larry Selinker (1972) untuk menyebut suatu kondisi pembelajar bahasa asing yang berada di level antara bahasa pertamanya dan bahasa kedua yang ia pelajari. Karena pembelajar berada di antara kedua tingkat bahasa, maka antarbahasa dalam ukuran tertentu (Kraft dan Geluykens, 2007:12). Kemampuan pembelajar yang belum sempurna dan belum mencapai kompetensi dalam bahasa sasaran akan ditandai dengan munculnya berbagai penyimpangan dalam performansi bahasa keduanya tersebut. Secara umum, pembelajar bahasa kedua cenderung memperlihatkan pengaruh bahasa pertamanya dalam performansi bahasa kedua yang ia pelajari. Dalam proses pemerolehan bahasa selain bahasa pertama, pembelajar terkadang menerapkan sistem bahasa pertamanya ke dalam bahasa kedua. Hal ini disebut transfer. Transfer adalah kecenderungan pada sebagian pembelajar bahasa kedua yang berfikir bahwa aturan, fitur, bentuk dan strategi dalam bahasa pertamanya dapat diterapkan dengan cara diterjemahkan ke dalam bahasa kedua

19 19 (Schauer, 2009:16). Transfer bahasa ini dapat terjadi pada tataran leksikon, fonologi, gramatika dan bahkan pada tataran pragmatik. Dari jenis transfer tersebut, yang menjadi fokus utama dalam kajian pragmatik antarbahasa adalah transfer dalam tataran pragmatik. Transfer pragmatik adalah penggunaan realisasi tindak tutur oleh pembelajar asing yang berbeda dari bentuk penggunaan bahasa target atau bahasa kedua oleh penutur asli dan mirip dengan bentuk penggunaan bahasa pertama oleh penutur asli (Kasper dan Dahl, 1991: 225). Transfer pragmatik terbagi lagi ke dalam dua bentuk yaitu transfer pragmalinguistik dan transfer sosiopragmatik. Transfer pragmalinguistik adalah penggunaan bentuk linguistik bahasa pertama pembelajar asing dalam bahasa kedua yang ia pelajari, yang secara alami mempengaruhi ilokusi atau tingkat kesopanan pembelajar, sedangkan transfer sosiopragmatik adalah penggunaan pertimbangan pragmatik bahasa pertama pembelajar dalam bahasa kedua terhadap kepantasan/kelaziman strategi tutur berdasarkan status sosial, jarak sosial, dan tingkat pembebanan (Brown dan Levinson, 1987). Kajian pragmatik antarbahasa ini dapat diterapkan pada analisis tindak tutur termasuk tuturan meminta. Tuturan meminta dapat digunakan untuk menguji kemampuan pragmatik PBI yang belajar bahasa Inggris. Alasan pemilihan tindak tutur meminta dalam kajian ini adalah sebagai berikut. Pertama, meminta sangat berguna dan penggunaannya sangat produktif dalam komunikasi sehari-hari, terutama bagi pembelajar bahasa asing. Kedua, tindak tutur meminta paling sering dipelajari dibandingkan dengan jenis tindak tutur lainnya, khususnya dalam

20 20 pembelajaran bahasa asing. Ketiga, tindak tutur meminta direalisasikan berdasarkan konteks tertentu sehingga hal ini sangat berguna untuk melihat kemampuan pragmatik pembelajar bahasa asing (Achiba, 2003: 3). Alasan keempat yaitu, karena tindak tutur meminta tergolong dalam tindakan yang dapat mengancam muka lawan tutur (face threatening acts) (Brown Levinson, 1987), maka penutur akan berusaha mengurangi pengancaman muka tersebut dengan menerapkan berbagai strategi. Alasan terakhir yaitu sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner et al. (1982: 93) bahwa tuturan meminta hampir mendekati bentuk prototipe transaksi sosial. Dengan kata lain, tuturan meminta dapat menunjukkan bentuk interaksi sosial penutur suatu bahasa. Tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh Austin (1962: 98-99) yang menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, disaat itu pula ia melakukan sesuatu. Artinya ketika seseorang mengatakan Take a seat, please! silahkan duduk, yang bersangkutan tidak hanya sekedar mengungkapkan sesuatu tetapi ia juga melakukan sesuatu yaitu meminta lawan tuturnya untuk duduk. Selain itu, Austin (1962) juga menjelaskan mengenai felicity condition yaitu persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu tindakan dapat berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar suatu ujaran dapat berlaku adalah penutur dan situasi harus sesuai, tindakan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan lawan tutur, serta penutur dan lawan tutur harus memiliki niat yang sungguhsungguh untuk melakukan tindakan itu. Dengan demikian tidak semua ujaran dapat diterima, hanya ujaran yang memenuhi syarat di atas yang dapat berlaku.

21 21 Selanjutnya beberapa tahun kemudian setelah Austin memperkenalkan tindak tutur melalui karyanya yang berjudul How to Do Things with Words, muridnya yang bernama Searle juga kemudian tertarik pada teori tindak tutur. Melalui bukunya yang berjudul Speech Act, Searle (1969) menjelaskan teori tindak tutur lebih mendalam. Ia membagi tiga jenis tindakan dalam tindak tutur yang dapat diwujudkan oleh penutur secara pragmatis, yaitu tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi (Searle, 1969: 23-24). Tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu (the act of saying something). Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat dalam hal ini dianggap hanya terdiri dari dua unsur yaitu subjek/topik dan predikat/komen (Nababan dalam Wijana, 2011: 22). Tindak lokusi ini adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur, sehingga tindak lokusi ini dianggap tidak begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur (Parker dalam Wijana, 1996:18). Selanjutnya, tindak tutur yang terpenting adalah tindak ilokusi karena merupakan bagian sentral untuk memahami sebuah tindak tutur. Tindak ilokusi adalah sebuah tindakan yang tidak hanya sebatas menginformasikan sesuatu tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu (the act of doing something) (Wijana, 1996:18). Jenis tindak tutur ini sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus memahami dan mempertimbangkan siapa yang berbicara kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi dan sebagainya. Kemudian yang terakhir adalah tindak perlokusi. Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang bermaksud untuk

22 22 mempengaruhi lawan tutur. Tuturan ini mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) yakni memberikan efek yang baik disengaja ataupun tidak pada lawan tuturnya (the act of affecting someone). Searle (dalam Leech, 1983:164) membagi tindak ilokusi menjadi lima macam. Kelima macam tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut: a. Tindak tutur asertif (assertives) atau biasa juga disebut tindak tutur representatif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya, misalnya menyatakan, mengusulkan, mengeluh, membual, melaporkan dan mengemukakan pendapat. b. Tindak tutur direktif (directives) yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang diujarkan dalam ujaran tersebut, seperti command memerintah, request meminta, invite mengundang dan sebagainya. c. Tindak tutur komisif (commisive) yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, seperti undertake mengusahakan, promise berjanji, threaten mengancam, dan sebagainya. d. Tindak tutur ekspresif (expressive) yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya thank berterima kasih, congratulate mengucapkan selamat, welcome menyambut, apalogy meminta maaf dan sebagainya.

23 23 e. Tindak tutur deklaratif (declaratives) adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud untuk menciptakan hal seperti declare menyatakan, name menamakan, decide memutuskan, allow mengizinkan, forgive memaafkan dan sebagainya. Penelitian ini akan membahas salah satu unsur dari tindak tutur direktif yaitu meminta (request). Permintaan merupakan sebuah tindak tutur yang menghendaki mitra tuturnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai yang dikehendaki oleh penutur. Akan tetapi, sebuah permintaan tidak hanya berorientasi pada tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur (hearer), melainkan dapat pula berorientasi pada penutur (speaker). Hal ini diperkuat oleh Blum-Kulka, dkk (1978: ) yang mengatakan bahwa sebuah realisasi permintaan setidaknya melibatkan requestor atau penutur yang melakukan permintaan, requestee atau mitra tutur yang dimintai sebuah permintaan dan tindakan yang dilakukan. Seorang penutur dapat memilih berbagai perspektif permintaan yang diinginkan. Sebuah maksud yang sama dapat dituturkan dengan perspektif yang berbeda, misalnya permintaan could you do it memiliki orientasi yang berbeda dengan could we have it done. Could you do it merupakan permintaan yang berorientasi pada mitra tutur (hearer), sedangkan could we have it done merupakan permintaan yang orientasinya fokus pada penutur (speaker). Hal ini yang disebut sebagai perspektif permintaan oleh Blum-Kulka, dkk. Perspektif permintaan dapat berupa hearer oriented (berorientasi pada mitra tutur), speaker oriented (berorientasi pada penutur), speaker and hearer oriented (berorientasi pada penutur dan mitra tutur), dan dapat pula bersifat impersonal (Blum-Kulka, dkk, 1987: 203).

24 24 Permintaan dapat diwujudkan dalam modus kalimat imperatif, introgatif dan deklaratif (Wierzbicka, 1991: 88). Berdasarkan modus kalimat ini, Wijana (2011, 28-30) membagi tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung. Tindak tutur langsung (direct speech act) adalah ungkapan yang diujarkan sesuai dengan fungsi kalimatnya, seperti meminta diungkapkan dengan kalimat imperatif, bertanya diungkapkan dengan kalimat interogatif dan memberitakan sesuatu diungkapkan dengan kalimat deklaratif. Sedangakan tindak tutur tidak langsung (indirect speech act) yaitu ungkapan yang diujarkan tidak sesuai dengan fungsi kalimatnya seperti meminta sesuatu dengan menggunakan kalimat interogatif dan deklaratif. Jadi, kesimpulannya adalah permintaan yang diungkapkan dengan kalimat imperatif disebut permintaan langsung sedangkan permintaan yang diungkapkan dengan kalimat interogatif dan deklaratif disebut permintaan tidak langsung Pemilihan modus kalimat dalam melakukan permintaan berkaitan erat dengan strategi kesopanan karena semakin tidak langsung ungkapan permintaan yang diujarkan maka semakin dianggap santun ujaran permintaan tersebut. Hal ini juga didukung oleh Blum-Kulka dkk (1987 : 201) yang mengklasifikasikan strategi permintaan menjadi tiga bagian, yaitu (1) strategi langsung (direct strategies), (2) strategi tidak langsung (indirect strategies) dan (3) strategi isyarat (nonconventionally indirect strategies/ hint). Strategi tidak langsung ini konsepnya hampir sama dengan konsep tindak tutur tidak langsung dengan menggunakan kalimat interogatif misalnya could you do it dapatkah kau melakukannya, would you do it maukah kau melakukannya yang berfungsi sebegai permintaan (Blum- Kulka, 1987: 201). Berikut adalah contohnya.

25 25 (1) Lend me your money pinjamkan uangmu pada saya (2) I don t mean to burden you, but if you don t mind, would you lend me your money? Saya tidak bermaksud membebani anda, tetapi jika anda tidak keberatan, maukah anda meminjamkan uang anda pada saya? Kalimat (1) merupakan kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk mengungkapkan permintaan untuk meminjam uang. Karena permintaan ini diwujudkan dengan kalimat imperatif, maka kalimat ini digolongkan ke dalam permintaan langsung. Adapun kalimat (2) merupakan modus interogatif yang dengan menggunakan kata tanya would maukah. Modus interogatif ini juga digunakan untuk meminta pinjaman uang seperti kalimat (1). Ungkapan permintaan yang dinyatakan selain menggunakan modus imperatif dikategorikan permintaan tidak langsung. Karena kalimat (2) merupakan permintaan dengan modus interogatif, maka kalimat ini disebut permintaan tidak langsung. Adapun permintaan yang dilakukan dengan strategi isyarat bila penutur mengatakan sesuatu yang tidak ada relevansinya dengan maksud tuturan (Brown dan Levinson, 1987: 213). Contohnya adalah sebagai berikut. (3) Oh my God, I left my wallet. Ya ampun, dompet saya ketinggalan Kalimat (3) tidak ada hubungannya dengan permintaan penutur agar mitra tutur meminjamkan uangnya. Namun, untuk memahami maksud dan tujuan penutur diperlukan kemampuan interpretasi yang baik oleh mitra tutur agar pesan tersebut dapat dipahami dengan relevan oleh mitra tutur. Kalimat yang maksud dan tujuannya disampaikan secara tersirat disebut juga kalimat implikatur. Kalimat

26 26 implikatur yaitu tuturan yang implikasinya bukan merupakan sari tuturan yang bersangkutan. Artinya, hampir tidak ada hubungannya antara maksud penutur dengan ujaran yang ia sampaikan. Dalam implikatur, hubungan antara tuturan dan proposisi yang diimplikasikaannya tidak mutlak sehingga tanggapan mitra tutur terhadap sebuah implikatur dapat bervariasi bergantung pada konteks dan kemampuan interpretasinya. Berdasarkan tuturan (3) di atas, maka kemungkinan tanggapan mitra tutur yang diperoleh adalah (a) menyatakan empati dengan mengatakan are you serious? So what s then? kamu serius? Terus bagaimana? (jika mitra tutur berjarak sosial dengan penutur), (b) berinisiatif meminjamkan uang dengan mengatakan well, I ll lend you my money if you need it ya sudah, nanti aku pinjamkan uangku kalau kamu butuh (jika situasinya dompet dan uang tersebut memang sangat dibutuhkan oleh penutur dan jarak sosilanya rendah) dan (c) menertawakan dengan mengatakan you deserved it! rasain, kamu! (jika dituturkan oleh seorang teman dekat dan dompet itu tidak terlalu diperlukan). Permintaan berkaitan erat dengan kesopanan, sedangkan kesopanan tidak terlepas dari kebudayaan suatu penutur bahasa. Ujaran meminta yang dihasilkan oleh PBI dan PBIA cukup bervariatif dan cenderung berbeda hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kebudayaan kedua masyarakat tutur ini. Oleh karena itu penelitian ini juga akan memasukkan teori kesantunan lintas budaya yang mencakup kesantunan berbahasa dan perbandingan lintas budaya. Teori kesantunan yang banyak digunakan dalam penelitian ini adalah teori kesantunan yang dipelopori oleh Brown dan Levinson (1978). Menurut Brown dan Levinson (1978:61) face muka merupakan hal yang paling mendasar dalam strategi

27 27 kesantunan berbahasa. Mereka membagi muka menjadi dua tipe yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif adalah keinginan penutur agar ia dapat diterima dan disenangi oleh lawan tuturnya sedangkan muka negatif adalah keinginan penutur agar setiap keinginannya tidak dihalangi oleh pihak lain. Tindakan yang berpotensi mengancam muka negatif meliputi tindakan yang terkandung dalam ungkapan order and request perintah dan permintaan, suggestion saran, advice nasihat, reminding peringatan, threats ancaman, warning peringatan, dares tantangan, dan sebagainya (Brown dan Levinson, 1987). Konsep tentang muka ini menurut Brown dan Levinson bersifat universal karena secara alamiah semua bahasa cenderung memiliki tuturan yang dapat mengacam muka atau yang terkenal disebut face-threatening acts (FTA). Untuk menghindari pengancaman muka negatif, diperlukan strategi tertentu agar pengancaman muka dapat diminimalisir atau bahkan dihindari. Brown dan Levinson (1978: ) menyarankan beberapa strategi kesantunan negatif yang dapat digunakan dalam tindak tutur termasuk tindak tutur meminta yang termasuk dalam tindakan FTA muka negatif, yaitu: 1) pakailah tuturan tidak langsung 2) pakailah pagar (hedge) 3) tunjukkan pesimisme 4) minimalkan paksaan 5) berikan penghormatan 6) mintalah maaf

28 28 7) pakailah bentuk impersonal 8) ujarkan tindak tutur itu sebagai ketentuan yang bersifat umum. Selanjutnya Nadar (2009:50) menambahkan dua strategi lagi untuk menunjukkan kesantunan, yaitu: 9) nominalisasi 10) pengungkapan rasa hutang budi. Brown dan levinson (1978: 74) juga menambahkan bahwa dalam bertutur, penutur akan memperkirakan tingkat keterancaman muka yang akan dialami oleh lawan tuturnya. Oleh karena itu penutur akan mempertimbangkan faktor-faktor sosial yang melingkupi tuturannya. Faktor sosial ini berlaku secara universal dan mungkin setiap budaya mempertimbangkan faktor ini. Berikut adalah faktor-faktor sosial tersebut. 1) jarak sosial antara penutur dan lawan tutur, 2) perbedaan status sosial dan dominasi antara penutur dan lawan tutur, dan 3) kondisi relatif sebuah tindak tutur di dalam kebudayaan tertentu. Artinya, adakah tindak tutur tersebut tidak terlalu mengancam muka bagi masyarakat kebudayaan itu. Meskipun strategi kesantunan tersebut di atas bersifat universal, ada polapola kesantunan yang berbeda antar masyarakat kebudayaan. Hal ini berkaitan dengan kajian yang dilakukan oleh Dell Hymes (2006) mengenai studi etnografi berbicara (etnography of speaking). Menurut Hymes, komunitas tutur yang memiliki budaya berbeda akan menghasilkan pola-pola tuturan dan cara berbicara

29 29 yang berbeda pula. Untuk itu, diperlukan pula pertimbangan model budaya dan organisasi sosial dari penutur bahasa yang akan dikaji dalam pragmatik antarbahasa. Sebagaimana yang dikemukakan pada latar belakang, Australia dan Indonesia memiliki dimensi kebudayaan yang berbeda. Oleh karena itu, sangat besar kemungkinan pola-pola tuturan yang dihasilkan oleh kedua penutur asli kedua bahasa. Konsep megenai perbandingan budaya telah dilakukan oleh Hofstede (1994). Hofstede memasukkan penutur asli bahasa Inggris dan atau masyarakat Eropa, Australia dan Amerika ke dalam kelompok masyarakat individualis (the individualist) sedangkan penutur bahasa Indonesia (Asia) termasuk dalam kelompok kolektif (the collectivist). Hofstede (1994: 60-61) mencirikan masyarakat kolektif sebagai masyarakat selalu menjaga hubungan yang harmonis, memiliki rasa malu (shame) yang tinggi, dan citra diri (face) yang dijunjung tinggi. Masyarakat kolektif memiliki rasa kebersamaan yang tinggi dan menganggap diri mereka bagian dari masyarakat itu. Rasa keharmonisan dan hubungan sosial sangat diutamakan dalam masyarakat kolektif. Adapun masyarakat individualis bersifat lebih independen dan tidak tertalu memperhatikan hubungan sosial antar individu masyarakatnya. Kejujuran menjadi poin yang sangat diperhatikan oleh masyarakat individualis. Pembagian model budaya lebih lanjut dijelaskan oleh Lewis (2005) yang membagi tipe model budaya menjadi tiga model yaitu, linear-aktif, multi-aktif dan reaktif. Indonesia dimasukkan ke dalam kategori antara reaktif dan multi-aktif, sedangkan Australia termasuk ke dalam golongan antara linear-aktif dan multiaktif. Golongan antara reaktif dan multi-aktif memiliki karakteristik seperti

30 30 penghormatan terhadap muka lebih diutamakan, sopan, selalu berkeinginan untuk menyenangkan, bersahabat, ramah, sangat menghormati usia dan menghindari konfrontasi (Lewis, 2005: ). Sebaliknya Australia yang masuk ke dalam kategori antara linear-aktif dan multi-aktif dicirikan sebagai kelompok yang aktif berbicara, anti-emosional, tidak menghendaki kehilangan muka dan berkonfrontasi secara logis (Lewis, 2005: ). 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan tiga rangkaian metode yaitu dimulai dengan metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian data. Ketiga metode ini akan dijelaskan pada poin berikut Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik kuesioner yaitu Tes Melengkapi Wacana (TMW) atau biasa juga disebut Discourse Completion Task (DCT). TMW ini pertama kali diperkenalkan oleh Blum-Kulka (1982) dalam kajiannya mengenai strategi permintaan dan permintaan maaf. Pada dasarnya teknik ini sudah umum digunakan dalam penelitian pragmatik antarbahasa untuk menggali informasi mengenai tuturan-tuturan yang dihasilkan oleh partisipan penelitian. TMW sering digunakan dalam penelitian tindak tutur berskala besar the Cross-Cultural Speech Act Realization Patterns Project (CCSARP). TMW ini didistribusikan kepada 30 responden yang sebagian besar merupakan mahasiswa yang terbagi kedalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah 15 penutur bahasa Indonesia yang

31 31 mempelajari bahasa Inggris pada tahap lanjutan. Pemilihan responden dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria tertentu, seperti responden setidaknya harus memiliki nilai TOEFL (Test of English As A Foreign Language) setara ITP minimal 500. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa mereka yang memiliki skor tersebut telah menguasai bahasa Inggris dengan baik terutama dalam hal berkomunikasi. Selain itu, partisipan penutur bahasa Indonesia yang terlibat dalam penelitian ini juga dipastikan belum pernah tinggal dan menetap di Negara berbahasa Inggris untuk jangka waktu yang lama, sehingga diasumsikan responden ini masih memegang teguh kebudayaan Indonesia. Selanjutnya, kelompok responden kedua adalah 15 penutur bahasa Inggris asli yang dalam penelitian ini melibatkan orang Australia. Responden yang berpartisipasi antara lain mahasiswa yang tergabung dalam ACICIS (Australian Consortium for In Country Indonesian Studies) di Yogyakarta dan beberapa mahasiswa Australia yang mengikuti perkuliahan di INCULS (Indonesian Language and Culture Learning Services), Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Beberapa responden juga dijaring secara online melalui aplikasi Responden diminta untuk mengisi kuisioner senatural mungkin seolah-olah mereka memang berada dalam situasi yang diberikan tersebut. Wacana atau situasi yang diberikan dalam TMW disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangkan dua faktor sosial yaitu, dominasi (power) dan jarak sosial (social distance or familiarities) yang merupakan variabel yang penting dalam menentukan bentuk tindak tutur (Brown dan Levinson, 1987; Blum-Kulka, dkk, 1989).

32 32 Tabel 1. Variasi Sosial yang Diterapkan dalam TMW Jarak sosial (social distance) A. Kelompok tidak familiar B. Kelompok Familiar Lawan tutur (hearer) Profesor Orang asing Adik kelas Profesor Teman Dekat Teman Sekamar Dominasi lawan tutur terhadap penutur (sosial power) Lebih tinggi Setara Lebih Rendah Lebih tinggi Setara Lebih Rendah Variabel jarak dibedakan menjadi nilai biner, yaitu penutur yang sudah saling mengenal/familiar diberi tanda (-jarak) atau tidak saling mengenal/tidak familiar dengan tanda (+jarak). Veriabel dominasi dibedakan menjadi tiga nilai yaitu lawan tutur memiliki status yang lebih rendah (-dominasi), penutur memiliki status yang sama (=dominasi) dan lawan tutur memiliki status yang lebih tinggi (+dominasi). Kombinasi dari dua variable sosial ini menghasilkan enam situasi yang berbeda yaitu : (+jarak dan +dominasi), (+jarak dan dominasi), (=jarak dan +dominasi), (=jarak dan +dominasi), (-jarak dan +dominasi), dan (-jarak dan dominasi). Untuk memperoleh berbagai variasi data, setiap kombinasi situasi direalisasikan menjadi dua situasi sehingga jumlah situasi yang disertakan dalam TMW berjumlah 12 situasi. Situasi dalam TMW didesain sesuai dengan kehidupan di lingkungan kampus dan kehidupan sebagai mahasiswa karena semua responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa. Kategori permintaan dalam kuisioner dibedakan menjadi dua, yaitu permintaan atas informasi dan permintaan untuk melakukan sebuah aksi atau tindakan. Permintaan untuk melakukan suatu aksi

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya. BAB V PENUTUP Bab V merupakan bab terakhir dari tesis ini. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi intisari dari seluruh pembahasan dalam tesis ini. Adapun,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan berbicara menduduki posisi penting dalam kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan percakapan untuk membentuk interaksi antarpesona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan beberapa definisi kata kunci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, melainkan juga memberikan sarana kepada pembaca untuk menyampaikan gagasan, baik pada redaksi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan sistem suara, kata-kata serta pola yang digunakan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Sofa,S.IP(2008) yang menulis tentang, Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara bagi Siswa SMPN 3 Tarakan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan dengan sesama anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri atas dua subbab yaitu simpulan dan saran. Bagian simpulan memaparkan tentang keseluruhan hasil penelitian secara garis besar yang meliputi strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

BAB I PENDAHULUAN. ada dua proses yang terjadi, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Simanjuntak:1987:157).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bentuk tuturan, strategi kritik yang digunakan, dan hubungan penggunaan strategi

BAB V PENUTUP. bentuk tuturan, strategi kritik yang digunakan, dan hubungan penggunaan strategi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBII dan PBIA dapat dilihat dari bentuk tuturan, strategi kritik yang digunakan, dan hubungan penggunaan strategi tersebut dengan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap mitra tutur dengan suatu tujuan dan maksud. Dalam pragmatik tindak tutur dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Baryadi (2005: 67) sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Pragmatik Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama Charles Morris. Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa

Lebih terperinci

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut... PRAGMATIK Pengantar Linguistik Umum 10 Desember 2014 APAKAH PRAGMATIK ITU? Sistem Bahasa Penjelasan Pragmatik Dunia bunyi Pragmatik Struk tur baha sa* Dunia makna Pragmatik Di dalam dunia bunyi dan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari pengaruh manusia lain. Di dalam dirinya terdapat dorongan untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa tutur merupakan gejala sosial, sedangkan tindak tutur merupakan gejala individual, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan berbahasa si penutur

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BENTUK TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA DAN PENUTUR ASLI BAHASA INDONESIA: KAJIAN BAHASA ANTARA

PERBANDINGAN BENTUK TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA DAN PENUTUR ASLI BAHASA INDONESIA: KAJIAN BAHASA ANTARA Perbandingan Bentuk Tindak Tutur... (Adista Nur Primantari dan Dewa Putu Wijana) PERBANDINGAN BENTUK TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA DAN PENUTUR ASLI BAHASA INDONESIA: KAJIAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari interaksi yang menggunakan sebuah media berupa bahasa. Bahasa menjadi alat komunikasi yang digunakan pada setiap ranah profesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa tutur terjadinya atau berlangsung pada interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14)

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Chaer (2010:14) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan oleh

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012 TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki beberapa cabang yaitu fonologi, mofologi, sintaksis, pragmatik dan lain-lain. Pragmatik merupakan cabang ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan setiap orang untuk dapat menyesuaikan

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS)

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS) TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS) sucimuliana41@yahoo.com Abstrak Penelitian yang berjudul tindak tutur ekspresif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabang linguistik yang mempelajari tentang penuturan bahasa secara mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu ujaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, terutama bagi kehidupan manusia. Setiap manusia akan melakukan komunikasi dengan sesamanya

Lebih terperinci

UNGKAPAN PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA. Nur Anisa Ikawati Universitas Negeri Malang

UNGKAPAN PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA. Nur Anisa Ikawati Universitas Negeri Malang UNGKAPAN PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA Nur Anisa Ikawati Universitas Negeri Malang Abstrak: Ungkapan penerimaan dan penolakan merupakan bagian dari ungkapan persembahan dalam suatu tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia harus berinteraksi dengan orang lain agar dapat bertahan hidup. Dalam interaksi denga yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi BAB II KAJIAN TEORI Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa teori yang dianggap relevan dan dapat mendukung penemuan data agar memperkuat teori dan keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa berbahasa. Sebagian orang menggunakan bahasa lisan atau tulisan dengan menggunakan kata-kata yang jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya dalam kehidupannya. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia saling berkomunikasi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang II. LANDASAN TEORI 2.1 Pragmatik Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu salah satunya yaitu tentang pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

Lebih terperinci

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN 2.1. Pengertian Tindak Tutur Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan pengaruh yang besar di bidang filsafat dan lingustik. Gagasannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian tentang tindak tutur belum begitu banyak dilakukan oleh mahasiswa di Universitas Negeri Gorontalo. Dari sekian banyak mahasiswa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau interaksi sosial. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berikut beberapa penelitian yang dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Tindak Tutur Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin (1962) dengan mengemukakan pendapat bahwa pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat komunikasi, digunakan oleh anggota masyarakat untuk berinteraksi, dengan kata lain interaksi atau segala macam kegiatan komunikasi di dalam

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia dikenal adanya bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama kehidupan bermasyarakat yang menuntut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesama untuk memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai. sebuah tuturan dengan maksud yang berbeda-beda pula. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa sebagai wahana komunikasi yang paling efektif bagi manusia dalam menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini berarti bahwa fungsi bahasa adalah sebagai

Lebih terperinci

Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How

Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How Teori tindak tutur pertama kali disampaikan oleh John L.Austin (Inggris) pada tahun 1955 di Univer.Harvad, yang kemudian diterbitkan dengan judul How to do things with word pada tahun 1965. Austin (1962)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi

BAB I PENDAHULUAN. langsung antar penutur dan mitratutur. Penutur dan mitra tutur berintraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia kreatif menciptakan media baru sebagai sarana untuk mempermudah proses berkomunikasi. Media yang tercipta misalnya bentuk media cetak dan elektronik. Dua media

Lebih terperinci

REPRESENTASI KERAGAMAN DIREKTIF DALAM WACANA PERKULIAHAN PADA PROGRAM MAGISTER BAHASA INDONESIA PASCASARJANA BUMI TADULAKO PALU

REPRESENTASI KERAGAMAN DIREKTIF DALAM WACANA PERKULIAHAN PADA PROGRAM MAGISTER BAHASA INDONESIA PASCASARJANA BUMI TADULAKO PALU REPRESENTASI KERAGAMAN DIREKTIF DALAM WACANA PERKULIAHAN PADA PROGRAM MAGISTER BAHASA INDONESIA PASCASARJANA BUMI TADULAKO PALU Fatma Mahasiswa S3 Pendidikan Bahasa Indonesia UNS kasimfatma24@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana dalam menjalankan segala jenis aktivitas, antara lain sebagai sarana untuk menyampaikan informasi, meminta informasi, memberi perintah, membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga untuk belajar mengajar merupakan tempat untuk menerima dan memberi pelajaran serta sebagai salah satu tempat bagi para siswa untuk menuntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dengan berbagai kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dengan berbagai kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dengan berbagai kegiatan dan profesi baik dibidang politik, wirausaha, instansi pemerintah, pendidikan, dan sebagainya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap 1 BAB 1 PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY 2.1 Pragmatik Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996) dalam Makyun Subuki (http://tulisanmakyun.blogspot.com/2007/07/linguistikpragmatik.html)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sesuai dengan norma norma dan nilai nilai sosial dan saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesantunan dalam berbahasa di lingkungan masyarakat dan sekolah sangatlah penting, karena dengan bertutur dan berkomunikasi dengan santun dapat menjaga nilai diri sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, komunikasi adalah jalan yang efektif dan dibutuhkan manusia untuk dapat bersosialisasi. Ada dua bentuk komunikasi yaitu verbal dan non-verbal.

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam drama seri House M.D. di mana tuturantuturan dokter Gregory House

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor

BAB V PENUTUP. kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian tindak tutur ilokusi dalam papan peringatan pada sarana publik di kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya senantiasa melakukan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting karena dengan bahasa orang dapat menerima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal yang menjadi latar belakang pemilihan topik penelitian, termasuk mensignifikasikan pemilihan topik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Menurut Chaer (2007) tuturan dapat diekspresikan melalui dua

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Menurut Chaer (2007) tuturan dapat diekspresikan melalui dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan berkomunikasi antar manusia terbagi menjadi dua bentuk komunikasi. Menurut Chaer (2007) tuturan dapat diekspresikan melalui dua bentuk yaitu lisan dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Jenis tindak tutur dalam iklan kampanye

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Tindak Tutur Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang melakukan beberapa tindakan seperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu dalam dunia ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi, menyadarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. itu dalam dunia ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi, menyadarkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, semua aspek kehidupan di dunia baik itu dalam dunia ekonomi, politik, sosial budaya dan teknologi, menyadarkan bahwa komunikasi

Lebih terperinci

English for Tourism Lesson 25 A job interview

English for Tourism Lesson 25 A job interview English for Tourism Lesson 25 A job interview Pelajaran 25: Wawancara Pekerjaan L1 Juni Tampi: Bahasa Inggris Pariwisata English for Tourism L1: Pelajaran ke-25. Wawancara Pekerjaan. Lesson 25. A Job Interview.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada Bab 5 ini akan disajikan simpulan dan saran berdasarkan hasil temuan dari dua pertanyaan penelitian dan pembahasan pada pada Bab 4. Bab ini diawali dengan simpulan dan ditutup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula merusak hubungan diantaranya adalah hubungan sosial dapat terlihat dalam aktifitas jual beli dipasar. Keharmonisan

Lebih terperinci

Jurnal Cakrawala ISSN , Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA

Jurnal Cakrawala ISSN , Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA Jurnal Cakrawala ISSN 1858-449, Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA Oleh : Bowo Hermaji ABSTRAK Tindak tutur merupakan tindakan yang dimanifestasikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti melakukan pembatasan masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia akan sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu bahasa juga menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (istilah Kridalaksana pertuturan speech act, speech event) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya senantiasa berkomunikasi dengan manusia lain dalam masyarakat untuk menyampaikan pesan, ungkapan perasaan, dan emosi melalui media bahasa. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan sesuatu yang bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR GURU DAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA

TINDAK TUTUR GURU DAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA TINDAK TUTUR GURU DAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA Oleh Septia Uswatun Hasanah Mulyanto Widodo Email: septiauswatunhasanah@gmail.com Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH 1. Pendahuluan KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK Ratna Zulyani Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak bisa dipisahkan dari manusia karena bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak bisa dipisahkan dari manusia karena bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa tidak bisa dipisahkan dari manusia karena bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan berintekrasi. Kridalaksana (2008:24) menjelaskan bahwa bahasa adalah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan media komunikasi yang paling canggih dan produktif. Kentjono (dalam Chaer, 2007: 32) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia kita selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia kita selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi sehari-hari. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat digunakan secara lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana

I. PENDAHULUAN. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Bahasa adalah milik manusia dan merupakan satu ciri pembeda utama umat manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. hasil evaluasi peneliti dari penelitian ini. menyimpulkan, yang pertama, jenis- jenis dan fungsi tindak tutur yang

BAB V PENUTUP. hasil evaluasi peneliti dari penelitian ini. menyimpulkan, yang pertama, jenis- jenis dan fungsi tindak tutur yang BAB V PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang penulis harapkan dari penelitian ini. Kesimpulan berupa intisari hasil dari analisis yang dilakukan terhadap data- data yang diperoleh dari

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI ANALISIS TINDAK TUTUR PEDAGANG DI STASIUN BALAPAN SOLO NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Diajukanoleh

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG Oleh Atik Kartika Nurlaksana Eko Rusminto Mulyanto Widodo Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer

BAB I PENDAHULUAN. lain, alat yang digunakan berkomunikasi tersebut adalah bahasa. Chaer 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain, alat yang

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI Oleh: Latifah Dwi Wahyuni Program Pascasarjana Linguistik Deskriptif UNS Surakarta Abstrak Komunikasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, dan konversasi atau percakapan (Tarigan, 2009:22). Wacana direalisasikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA: KAJIAN PRAGMATIK BAHASA ANTARA (INTERLANGUAGE PRAGMATICS)

TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA: KAJIAN PRAGMATIK BAHASA ANTARA (INTERLANGUAGE PRAGMATICS) TINDAK TUTUR MEMINTA OLEH PEMBELAJAR BIPA DARI KOREA: KAJIAN PRAGMATIK BAHASA ANTARA (INTERLANGUAGE PRAGMATICS) Adista Nur Primantari 1 Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. 2 1 Pusat Pengembangan Strategi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam menangani siswa bermasalah dilihat dari tindak tuturnya. Selain itu telah dibahas juga mengenai bentuk ilokusi

Lebih terperinci