BAB V PENUTUP. bentuk tuturan, strategi kritik yang digunakan, dan hubungan penggunaan strategi

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBII dan PBIA dapat dilihat dari bentuk tuturan, strategi kritik yang digunakan, dan hubungan penggunaan strategi tersebut dengan faktor sosial. Perbedaan bentuk realisasi tindak tutur mengkritik dapat dilihat dari jenis kalimat dan kombinasi tindak tutur. Perbedaan strategi yang digunakan oleh PBII dan PBIA ditinjau dari cara penyampaian kritik dan jenis strategi yang digunakan, yaitu strategi kritik langsung dan tidak langsung. Secara keseluruhan, terdapat banyak kesamaan realisasi tindak tutur mengkritik yang dihasilkan oleh PBII dan PBIA. Kesamaan tersebut terlihat dari jenis kalimat yang digunakan, dan strategi yang diterapkan sesuai dengan faktor sosial. Perbedaan dari jenis kalimat yang digunakan oleh PBII dan PBIA hanya terlihat dari persentase penggunaannya saja, namun jenis kalimat yang cenderung paling banyak digunakan oleh PBII dan PBIA adalah jenis kalimat deklaratif. Dilihat dari strategi yang digunakan oleh PBII dan PBIA cenderung lebih tidak langsung ketika jarak sosial dengan MT lebih dekat. Perbedaan terlihat dari penggunaan penghalus kritik berupa modifier dan strategi kesantunan positif. PBIA cenderung lebih sering menggunakan penanda penghalus kritik pada jarak sosial yang dekat, sedangkan pada PBII penggunaan penanda penghalus kritik pada semua situasi cukup seimbang. PBII dan PBIA juga memiliki kecenderungan yang sama dalam cara penyampaian kritik. Semakin dekat jarak sosial maka PBII dan PBIA akan 140

2 141 cenderung lebih banyak menyampaikan kritik secra langsung. Dalam hal ini PBII cenderung masih memiliki kemungkinan yang lebih besar dari PBIA untuk menyampaikannya secara tidak langsung. Perbedaan yang cukup signifikan terlihat dari banyaknya kombinasi tuturan yang digunakan oleh PBII dan PBIA serta strategi yang digunakan PBII dan PBIA dalam merealisasikan tindak tutur mengkritik. Realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBII menggunakan kombinasi tindak tutur yang cenderung lebih panjang dari realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBIA. Terdapat hingga empat kombinasi tindak tutur mengkritik yang digunakan PBIA dalam merealisasikan tindak tutur mengkritik, sedangkan PBIA hanya menggunakan maksimal kombinasi tiga tindak tutur. Dilihat dari jenis kritik yang digunakan, kritik yang disampaikan oleh PBII cenderung lebih memperkecil kemungkinan keterancaman muka positif MT dan cenderung memberikan jalan keluar untuk MT agar dapat memperbaiki dirinya, hal tersebut juga dapat disebut dengan kritik positif. PBII cenderung lebih banyak menggunakan jenis kritik positif, mengingat tingginya penggunaan jenis strategi tidak langsung dan beragamnya penanda penghalus kritik berupa modifier dan strategi kesantunan positif. Kritik negatif juga ditemukan dalam data realisasi kritik PBII namun kritik negatif tersebut hanya sedikit. Kritik yang disampaikan oleh PBIA cenderung lebih beragam. Berdasarkan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, ditemukan kritik positif dan kritik negatif yang direalisasikan oleh PBIA. Frekuensi realisasi kritik negatif oleh PBIA yang ditemukan dalam penelitian ini cukup tinggi dan terjadi di hampir tiap situasi TMW.

3 142 Faktor yang menyebabkan perbedaan realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBII dan PBIA adalah faktor keterbatasan berbahasa Inggris, faktor interferensi bahasa pertama, dan faktor budaya. Faktor keterbatasan bahsa Inggris oleh PBII terlihat dari beberapa kosakata yang kurang sesuai pemakaiannya dalam bahasa Inggris serta perbedaan diksi yang digunakan oleh PBII dan PBIA dalam merealisasikan tindak tutur mengkritik. Interfernsi bahasa pertama pada bahasa Inggris terlihat dari banyaknya kombinasi tuturan yang digunakan oleh PBII dalam merealisasikan tindak tutur mengkritik dalam bahasa Inggris. Masyarakat Indonesia cenderung terbiasa berbicara dengan menggunakan kalimat yang lebh panjang karena hal tersebut dianggap lebih sopan. Budaya masyarakat Indonesia yang cenderung suka berbincang-bincang juga mempengaruhi hal ini. Kebiasaan PBII berbicara dalam bahasa Indonesia ini terbawa ketika mereka menuturkan kritik dalam bahasa Inggris. Faktor terakhir yang menyebabkan berbedanya realisasi kritik antara PBII dan PBIA adalah faktor budaya. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat kolektif yang cenderung lebih menjaga kerukunan dan menghindari konflik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya realisasi tindak tutur mengkritik yang disampaikan secara tidak langsung dan disampaikan secara langsung namun dengan menggunakan strategi kritik tidak langsung. Sedangkan masyarakat Australia adalah masyarakat individualis dimana mereka cenderung acuh tak acuh dengan apa yang dilakukan orang lain. Hal tersebut tercermin dari realisasi tindak tutur mengkritik oleh PBIA yang cenderung lebih banyak tidak bersedia untuk mengkritik atau cenderung mengkritik secara langsung. Masyarakat Australia juga cenderung lebih terbuka dalam menyampaikan

4 143 pendapat, sehingga ditemukan pula jenis kritik negatif oleh PBIA dalam penelitian ini. 5.2 Saran Pembelajaran dan pengajaran bahasa Inggris pada pembelajar dewasa sebaiknya menyertakan pengetahuan pragmatik dan pemahaman budaya bahasa target. Terutama pada mereka yang akan banyak berkomunikasi dengan penutur asli. Pengajar diharapkan dapat memberikan pemahaman yang memadai mengenai perbedaan aspek-aspek pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta perbedaan budaya. Budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat tercermin dalam bahasa yang digunakan. Hal tersebut menimbulkan perbedaan jenis tuturan yang dihasilkan oleh masyarakat dengan perbedaan budaya. Pemahaman mengenai aspek-aspek pragmatik dan budaya Inggris hendaknya dapat memperkecil kemungkinan adanya kesalahpahaman dalam berbicara terutama dalam mengkritik. Dengan adanya pemahaman budaya, masyarakat Indonesia dapat memberikan kritik yang lebih singkat dan jelas dan terlihat meyakinkan tanpa mengabaikan norma-norma yang berlaku pada budaya Indonesia pada masyarakat Australia. Begitu pula pada masyarakat Australia, dengan pemahaman budaya bahasa Indonesia, masyarakat Australia dapat memberikan kritik pada masyarakat Indonesia dengan lebih santun agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan konflik. Untuk peneliti selanjutnya hendaknya menyusun situasi-situasi dalam kuisioner dengan konteks yang tidak jauh berbeda atau sama sehingga reaksi

5 144 responden terhadap situasi-situasi tersebut seimbang. Peneliti selanjutnya juga sebaiknya menggunakan teknik wawancara sebagai teknik lanjutan dari kuisioner. Teknik lanjutan tersebut akan membuat data yang didapatkan lebih valid dan akurat. Pada penelitian yang akan datang, sebaiknya jumlah responden asing yang dikumpulkan diperbanyak dan diselaraskan dengan jumlah responden Indonesia agar penarikan kesimpulan yang dihasilkan lebih komprehensif. Perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tindak tutur mengkritik dengan subjek penelitian yang berbeda, mengingat Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang berbeda. Penelitian lebih lanjut mengenai tindak tutur mengkritik dalam bidang BIPA juga perlu dilakukan agar pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing lebih baik dan menyeluruh tidak hanya mempelajari bahasa, namun juga budaya yang melatarbelakangi tindak tutur yang dihasilkan.