PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2011"

Transkripsi

1 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2011 KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK

2 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2011 ISSN : Ukuran Buku Naskah Gambar Kulit : 17,5x25 cm : Badan Pusat Statistik (BPS) : Badan Pusat Statistik (BPS) Diterbitkan oleh : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA) Dicetak oleh : CV. Permata Andhika Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.

3 MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN Keberhasilan pencapaian nasional, tidak hanya diukur dari pencapaian pembangunan ekonomi semata, tetapi juga dilihat dari pembangunan kualitas hidup manusianya. Secara umum pencapaian pembangunan kapabilitas manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah menunjukkan kemajuan yang nyata. Namun, apakah pembangunan kapabilitas manusia di Indonesia ini telah memberikan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan? Apakah masih ada kesenjangan pencapaian pembangunan kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan yang mengarah pada persoalan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender? Publikasi ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan menyajikan indikator pembangunan manusia, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang dirinci sampai tingkat kabupaten/kota. IPM memberikan gambaran pembangunan kapabilitas dasar manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Sama dengan IPM, IPG juga mengukur kapabilitas dasar manusia pada ketiga bidang tersebut, tetapi terfokus pada faktor ketidaksetaraan antara lakilaki dan perempuan. Dengan membandingkan kedua indikator tersebut, dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Lebih rendahnya pencapaian IPG dibandingkan IPM, menunjukkan masih adanya kesenjangan gender pada ketiga bidang pembangunan tersebut, dan sampai saat ini perempuan masih berada pada posisi yang tertinggal. Sedangkan IDG merupakan indikator untuk melihat peranan perempuan dalam ekonomi, politik dan pengambilan keputusan. Secara umum, peranan perempuan dalam pengambilan keputusan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Meskipun demikian, peranan perempuan dalam pengambilan keputusan terus menunjukkan perkembangan yang dapat dilihat dari pencapaian IDG yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 iii

4 Data yang disajikan sampai tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk membandingkan pencapaian pembangunan manusia dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Publikasi ini tentunya sangat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam perencanaan program dan kebijakan pembangunan manusia yang responsif gender di masing-masing wilayah. Semoga publikasi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia yang adil dan setara sebagai tujuan akhir pembangunan nasional. Jakarta, Oktober 2011 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Linda Amalia Sari Gumelar iv Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

5 KATA PENGANTAR Publikasi Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2011 merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Publikasi ini berisi ulasan tentang perkembangan pencapaian tiga (3) indeks komposit yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IPM merupakan ukuran kualitas hidup berbasis pada kapabilitas dasar penduduk yang diperluas, IPG mengukur hal sama seperti IPM tetapi terfokus pada faktor ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di berbagai level, sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) mengukur partisipasi aktif perempuan pada kegiatan ekonomi dan politik dalam pengambilan keputusan. Prinsipnya, IDG digunakan untuk melihat sejauh mana kapabilitas yang dicapai perempuan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan. Publikasi ini dapat digunakan sebagai alat monitoring hasil pembangunan yang meliputi pencapaian kualitas hidup semua penduduk, perbedaan (gap) pencapaian antara laki-laki dan perempuan, serta kemajuan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Hasilnya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan prioritas program-program pembangunan selanjutnya. Disadari publikasi ini masih memiliki banyak kelemahan, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan di masa datang sangat diharapkan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga publikasi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Jakarta, 17 Oktober 2011 Kepala Badan Pusat Statistik, (DR. Rusman Heriawan) Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 v

6 vi Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

7 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix RINGKASAN EKSEKUTIF xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penulisan Sistema ka Penulisan Sumber Data 5 BAB II PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA Gambaran Umum Pembangunan Manusia Disparitas Pencapaian Pembangunan Manusia 12 BAB III PENCAPAIAN PEMBANGUNAN GENDER Persamaan Status dan Kedudukan Perkembangan Sumbangan Pendapatan Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Persamaan Peranan dalam Pengambilan Keputusan Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen Tenaga Profesional, Kepemimpinan, dan Teknisi Status Pembangunan Gender Disparitas Pencapaian Pembangunan Gender Capaian IPG Provinsi Capaian IPG Kabupaten/Kota 45 BAB IV KETERKAITAN ANTARA IPM, IPG DAN IDG Hubungan antara IPM dengan IPG Keterkaitan IPM 2010 dan IPG Tingkat Kesetaraan Gender Antar Propinsi Pembangunan Manusia dan Kesetaraan Gender Hubungan IPM dan IDG Hubungan IPG dan IDG 61 BAB V KESIMPULAN 67 DAFTAR PUSTAKA 69 TIM PENULIS 70 LAMPIRAN LAMPIRAN 73 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 vii

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perkembangan IPM Indonesia Tahun Tabel 2.2 Sepuluh Kabupaten/Kota dengan IPM Tertinggi Tahun Tabel 2.3 Sepuluh Kabupaten/Kota dengan IPM Terendah Tahun Tabel 3.1 Perkembangan IPM, IPG dan Rasio 24 Tabel 3.2 Provinsi dengan peringkat tertinggi dan terendah Berdasarkan Rasio IPG terhadap IPM tahun Tabel 3.3 Perkembangan Jumlah Anggota DPR RI, Tabel 3.4 Status Pembangunan Provinsi, Kabupaten dan Kota, Tabel 3.5 Provinsi dengan IPG Tertinggi, Tabel 3.6 Provinsi dengan IPG Terendah, Tabel 3.7 Kabupaten/Kota dengan IPG Tertinggi, Tabel 3.8 Kabupaten/Kota dengan IPG Terendah, Tabel 4.1 Perbandingan komponen Penyusun IPM 2010 dan IPG viii Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Capaian IPM Provinsi Tahun Gambar 2.2 Reduksi Shortfall Provinsi Tahun Gambar 3.1 Perkembangan IPG Periode Gambar 3.2 Perkembangan Sumbangan Pendapatan (Persen), Gambar 3.3 Sumbangan Pendapatan Perempuan per Propinsi, Gambar 3.4 Perkembangan Komponen IPG, Gambar 3.5 Perkembangan Angka Harapan Hidup (Tahun) Gambar 3.6 Perkembangan Angka Melek Huruf (Persen), Gambar 3.7 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Gambar 3.8 Perkembangan IDG Periode Gambar 3.9 Persentase Anggota DPR RI Gambar 3.10 Penduduk 15 ke Atas Bekerja Sebagai Tenaga Profesional, Kepemimpinan, Administrasi, Teknisi, Gambar 3.11 Persentase PNS Perempuan, Gambar 3.12 Persentase PNS yang Menduduki Jabatan Struktural, Gambar 3.13 IPG Provinsi Menurut Peringkat, Gambar 3.14 IPG Provinsi Menurut Peringkat, Gambar 4.1 Trend IPM dan IPG Indonesia tahun Gambar 4.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2010 dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) Gambar 4.3 Hubungan antara IPG 2010 pada IPM 2010 Kabupaten 54 Gambar 4.4 Selisih IPM dan IPG menurut Provinsi Tahun Gambar 4.5 IPM dan gap antara IPM-IPG 57 Gambar 4.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2010 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Gambar 4.7 Indeks Pembangunan Gender (IPG) 2010 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Gambar 4.8 Hubungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) 2010 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 2010 Kabupaten 63 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 ix

10 x Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

11 RINGKASAN EKSEKUTIF Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya terus-menerus yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembangunan ini ditujukan untuk kepentingan seluruh penduduk tanpa membedakan jenis kelamin tertentu. Namun demikian tidak dapat dipungkiri, pada pelaksanaannya masih terdapat kelompok penduduk (baca:perempuan) yang tertinggal dalam pencapaian kualitas hidup. Ketertinggalan ini disebabkan oleh berbagai persoalan pelik yang seringkali saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Persoalan paling penting yang menghalangi upaya peningkatan kualitas hidup perempuan adalah pendekatan pembangunan yang mengabaikan isu tentang kesetaraan dan keadilan gender. Belum lagi, persoalan lain seperti budaya, agama yang terkadang dapat menjadi faktor penghambat untuk berkreasi, disamping kodrat sebagai perempuan yang sangat menentukan derajat kesehatan dirinya dan anak kandungnya. Disadari, keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari peranserta seluruh penduduk baik laki-laki maupun perempuan sebagai pelaku, dan sekaligus pemanfaat hasil pembangunan. Tuntutan akan kualitas sumber daya manusia (SDM) perempuan paling tidak memiliki dampak pada dua (2) hal. Pertama, dengan kualitas yang dimiliki, perempuan akan menjadi mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang diarahkan pada pemerataan pembangunan. Kedua, perempuan yang berkualitas turut mempengaruhi kualitas generasi penerus, mengingat fungsi reproduksi perempuan berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia di masa datang. Tetapi pada kenyataannya, selama ini peranserta kaum perempuan dalam pelaksanaan program pembangunan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Faktor penyebab belum optimalnya peranserta perempuan dalam pembangunan karena masih rendahnya kualitas sumber daya perempuan sehingga tidak mampu untuk bersaing dalam berbagai bidang dengan mitra sejajarnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran kualitas hidup menunjukkan perkembangan yang semakin membaik dari waktu ke waktu. Pada tahun 2004, IPM nasional mencapai 68,69 kemudian meningkat menjadi 72,27 pada tahun Hanya sayangnya, keberhasilan pembangunan kualitas hidup yang diukur melalui IPM masih belum cukup efektif memperkecil kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam pencapaian kapabilitas dasar di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Fenomena kesenjangan ini secara statistik dapat ditunjukkan oleh pencapaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 xi

12 nilainya lebih kecil dari pencapaian IPM, baik di level nasional, provinsi maupun kabupaten dan kota. Meski demikian, perkembangan pencapaian IPG dari tahun ke tahun terus meningkat, akan tetapi tidak secepat peningkatan IPM. Dalam aspek pemberdayaan terutama keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik, perempuan juga relatif tertinggal dibandingkan laki-laki. Ketertinggalan ini, sangat berpengaruh terhadap hasil keputusan apapun yang menyangkut kepentingan perempuan baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Hasil pemilu legislatif tahun 2009 menempatkan keterwakilan perempuan sebagai anggota DPR hanya sekitar 17,49 persen dari keseluruhan jumlah anggota DPR RI. Bahkan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota keterwakilan perempuan sebagai anggota DPRD jauh lebih kecil. Sementara itu, perempuan sebagai tenaga professional, manager, administrasi dan teknisi yang bekerja di lembaga eksekutif, yudikatif serta lembaga swasta lainnya tidak lebih dari 48 persen dari seluruh tenaga tenaga professional, manager, ad ministrasi dan teknisi. Tetapi, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) sebagai ukuran peranan perempuan dalam pengambilan keputusan dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, meski relatif lambat. xii Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

13 1 Bab Pendahuluan

14

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep nurture dalam paradigma sosiologi menyatakan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa realisasi dari konsep tersebut dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, yaitu terjadi ketidakadilan gender. Keseluruhan ketidakadilan gender dalam berbagai dimensi kehidupan tersebut lebih banyak dialami oleh perempuan. Beragam permasalahan yang dialami perempuan pada masa lalu maupun kini, tentu saja tidak luput dari perhatian komunitas negara-negara di dunia. Perhatian ini sebagai wujud ungkapan keprihatinan sesama manusia atas terjadinya ketidakadilan di berbagai hal yang menyangkut perempuan. Dalam berbagai kesempatan kerap perempuan selalu dijadikan objek eksploitasi, serta adanya upaya marginalisasi perempuan. Padahal, bila ditinjau dari konteks kehidupan bermasyarakat perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk diperlakukan secara adil dalam berbagi peran di segala bidang kehidupan. Keprihatinan negara-negara di dunia diwujudkan dalam berbagai bentuk pertemuan yang menghasilkan serangkaian deklarasi dan konvensi dan telah tercatat dalam dokumen sejarah. Dimulai dari dicetuskannya The Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), oleh Majelis Umum PBB di tahun 1948 yang kemudian diikuti oleh berbagai deklarasi serta konvensi lainnya. Didalam perkembangannya, konvensi yang menjadi landasan hukum tentang hak perempuan adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Against Women) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun Konvensi tersebut disebut juga Konvensi Wanita, atau Konvensi Perempuan atau Konvensi CEDAW (Committee on the Elimination of Discrimination Against Women). Selanjutnya, Hak Asasi Perempuan yang merupakan Hak Asasi Manusia kembali dideklarasikan dalam Konferensi Dunia ke-iv tentang Perempuan di Beijing tahun Konferensi tersebut mengangkat 12 bidang yang menjadi keprihatinan negara-negara di dunia, mencakup: Pembangunan Manusia Berbasis Gender

16 (1) perempuan dan kemiskinan; (2) pendidikan dan pelatihan bagi perempuan; (3) perempuan dan kesehatan; (4) kekerasan terhadap perempuan; (5) perempuan dan konflik bersenjata; (6) perempuan dan ekonomi; (7) perempuan dan kekuasaan serta pengambilan keputusan; (8) mekanisme kelembagaan untuk kemajuan perempuan; (9) hak asasi perempuan; (10) perempuan dan media; (11) perempuan dan lingkungan hidup; serta (12) anak perempuan. Selanjutnya pada tahun 2000, 189 negara anggota PBB telah menyepakati tentang Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals-MDGs) dengan menetapkan target keberhasilannya pada tahun Ada delapan komitmen kunci yang ditetapkan dan disepakati dalam MDGs, salah satunya adalah mendorong tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta melaksanakan komitmen dengan mendorong upaya pembangunan menuju kesetaraan gender. Untuk itu, pemerintah berkomitmen melaksanakan tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dengan salah satu targetnya, menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun Dalam melaksanakan komitmen MDGs, mendorong tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan diperlukan sumber pendanaan. Untuk itu, dari aspek ekonomi pemerintah terus melakukan upaya menggerakkan semua sektor ekonomi sehubungan dengan peningkatan produksi barang dan jasa dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi besaran ekonomi upaya pemerintah dinilai cukup berhasil mengingat pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun terakhir tumbuh positif dan mencapai 6,1 persen pada tahun 2010, tetapi dari aspek pemanfaatannya dinilai kurang berkualitas. Hal ini terlihat dari fakta statistik yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai ternyata belum mampu mengatasi permasalahan ketidakmerataan pendapatan, pengangguran dan kemiskinan. Rasio Gini (G) sebagai ukuran ketimpangan pendapatan selama lima tahun terakhir menunjukkan besaran angka di kisaran 0,3 yang dianggap sebagai 2 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

17 ketimpangan moderat 1 (BPS, 1998). Artinya selama periode tersebut ketimpangan pendapatan di Indonesia tidak mengalami perubahan menuju kondisi membaik atau memburuk. Disamping permasalahan ketimpangan pendapatan, pemerintah dihadapkan pada kenyataan mengenai rendahnya alokasi pengeluaran untuk belanja publik. Padahal momentum pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya dapat dimanfaatkan se-optimal mungkin karena untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk disamping faktor pemerataan pendapatan, pengeluaran pemerintah untuk belanja publik yang memadai juga sangat diperlukan. Penyediaan sarana dan prasarana kesehatan maupun pendidikan merupakan salah satu bagian dari pengeluaran belanja publik yang semestinya disiapkan pemerintah. Tujuannya memberikan fasilitas dan pelayanan dasar bagi penduduk sebagai sarana untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Sayangnya, alokasi anggaran yang disusun antara pengeluaran rutin dan pembangunan dalam struktur APBN menempatkan pengeluaran rutin pada porsi yang lebih besar dibandingkan pengeluaran pembangunan. Tentu saja, perbedaan alokasi pengeluaran ini akan berdampak pada keberhasilan pemerintah dalam pencapaian sasaran pembangunan kualitas hidup manusia melalui peningkatan kapabilitas dasar (pendidikan dan kesehatan). Meskipun alokasi pengeluaran pembangunan mendapatkan porsi lebih kecil dibandingkan pengeluaran rutin, tetapi upaya pemerintah dengan segala keterbatasannya untuk meningkatkan pencapaian kapabilitas dasar penduduk telah menunjukkan kemajuan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya beberapa indikator sosial terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) sebagai ukuran daya serap pendidikan secara umum telah mengalami peningkatan di semua kelompok umur (7-12, 13-15, 16-18) pada periode Demikian halnya dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sebagai ukuran pemanfaatan fasilitas pendidikan sesuai dengan umurnya juga menunjukkan peningkatan. Tentunya, peningkatan APS dan APM secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan indikator pendidikan penting lainnya seperti angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (MYS), serta pendidikan yang ditamatkan. Tidak berbeda dengan bidang pendidikan, upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah di bidang kesehatan, juga telah memperlihatkan keberhasilannya, dimana kualitas kesehatan penduduk secara umum meningkat selama periode 1 Menurut Oshima, ke mpangan rendah (G <0,3), Ke mpangan sedang (0,3<G<0,5); ke mpangan Tinggi (G >0,5) Pembangunan Manusia Berbasis Gender

18 waktu Peningkatan kualitas kesehatan penduduk tidak terlepas dari ketersediaan dan keterjangkauan sarana dan prasarana kesehatan. Dari waktu ke waktu sarana dan prasarana tersebut terus mengalami perbaikan baik aspek kuantitas maupun kualitas. Dampak dari tersedianya sarana dan prasarana, serta pelayanan yang memadai menyebabkan kondisi kesehatan penduduk akan semakin meningkat. Selanjutnya dari sisi besaran nilai indikator kesehatan seperti keluhan kesehatan, angka kesakitan, pertolongan persalinan, imunisasi, angka kematian bayi, angka harapan hidup dipastikan meningkat. Disamping aspek kesehatan dan pendidikan, pembangunan di bidang ketenagakerjaan dinilai sangat penting sebagai faktor pendorong untuk meningkatkan kualitas hidup. Untuk itu, pembangunan ekonomi dalam rangka menciptakan beragam lapangan kerja adalah membantu penduduk untuk memiliki sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk kebutuhan hidup. Selain itu, penduduk yang bekerja memiliki banyak pilihan sebagai konsekuensi logis dari sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Hal ini ditunjukkan oleh angka pengangguran yang terus menurun dari waktu ke waktu. Pada bulan Agustus 2011, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,56 %. Akibatnya, penduduk yang bekerja semakin meningkat jumlahnya dari total angkatan kerja. Kemajuan lain dari ketenagakerjaan adalah besaran upah yang diterima pekerja. Fakta statistik menunjukkan bahwa besaran upah nominal yang diterima pekerja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, namun demikian peningkatan upah pekerja sangat tergantung nilai inflasi maupun dari karakteristik lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan tingkat pendidikan. Secara umum pencapaian kapabilitas dasar penduduk di bidang kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi sebagai upaya pemerintah telah mengalami kemajuan yang nyata. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana tingkat pencapaian kapabilitas dasar untuk bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi, jika dipilah menurut jenis kelamin? Apakah terdapat ketimpangan pencapaian kapabilitas dasar yang mengarah kepada persoalan ketidaksetaraan dan keadilan gender? 1.2 Tujuan Penulisan Publikasi ini disusun untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan sehingga mampu meningkatkan pencapaian pembangunan manusia serta mampu mengurangi perbedaan pencapaian antara perempuan dan laki-laki di 4 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

19 berbagai bidang yang di representasikan dengan indeks pembangunan gender (IPG), dan indeks pemberdayaan gender (IDG). Selain itu juga menelusuri faktor-faktor yang memiliki kaitan terhadap pencapaian IPG maupun IDG melalui komponen pembentuk IPG dan IDG. 1.3 Sistematika Penulisan Penulisan pembangunan manusia berbasis gender ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab 1, menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, sistematika penulisan, serta sumber data. Bab 2, menjelaskan tentang pencapaian pembangunan manusia. Bab 3, menjelaskan tentang pencapaian IPG, dan IDG. Bab 4, menjelaskan mengenai faktor-faktor yang terkait dengan pencapaian IPG, IDG melalui berbagai indikator sosial ekonomi lainnya dan Bab 5 Kesimpulan 1.4 Sumber Data Sumber data utama yang digunakan (khususnya dalam penghitungan IPG dan IDG) adalah data Susenas Kor, Susenas Modul Konsumsi dan data Sakernas. Sementara untuk data penunjang digunakan data Supas, Proyeksi Penduduk (SP 2000), dan Indeks Harga Konsumen (IHK) serta data sekunder lainnya. Data Susenas Kor digunakan untuk menghitung indikator pembentuk IPG, yaitu Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah. Sementara angka harapan hidup dihitung menggunakan data Susenas yang dikoreksi dengan data Supas dan Proyeksi Penduduk. Data Sakernas digunakan untuk menghitung komponen IPG dan IDG yang menyangkut indikator ketenagakerjaan. Pembangunan Manusia Berbasis Gender

20 6 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

21 Bab2 Pencapaian Pembangunan Manusia

22

23 BAB II PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA 2.1 Gambaran Umum Pembangunan Manusia Manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Sejak awal, pembangunan manusia sudah menjadi tujuan dalam model pembangunan di Indonesia, setidaknya dalam tataran normatif yang tercermin dalam falsafah Negara seperti Pancasila, UUD 1945, dan dokumen-dokumen kenegaraan lainnya. Berbagai model untuk mengukur keberhasilan pembangunan telah banyak dikembangkan, diantaranya konsep pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth), pembangunan sumber daya manusia (human resource development), kebutuhan dasar (basic needs), dan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan memandang bahwa keberhasilan pembangunan suatu wilayah hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, tanpa melihat aspek-aspek lainnya seperti ketimpangan pendapatan, kemiskinan yang masih tinggi, dan sebagainya. Pembangunan sumber daya manusia memandang manusia sebagai input dalam proses produksi, seperti halnya dengan faktor-faktor produksi lainnya yaitu, tanah, modal dan mesin. Manusia digunakan sebagai sarana untuk mengejar tingkat output yang tinggi tetapi dalam proses ini manusia bukan sebagai pewaris dari apa yang telah dihasilkan. Pembangunan yang mempunyai pendekatan kebutuhan dasar hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar dapat keluar dari perangkat kemiskinan tanpa memiliki pilihan-pilhan dalam meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan pembangunan dengan kesejahteraan manusia memandang manusia dalam proses pembangunan hanya sebagai penerima bukan sebagai peserta yang berpartisipasi aktif dalam pembangunan (agen pembangunan). Semua model pembangunan tersebut dinilai masih bersifat parsial/tunggal. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam laporannya Global Human Development Report memperkenalkan konsep Pembangunan Manusia (Human Development), sebagai paradigma baru model pembangunan. Menurut UNDP, pembangunan manusia dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah "perluasan pilihan" dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Pada saat yang sama pembangunan manusia dapat dilihat juga sebagai pembangunan (formation) kemampuan manusia Pembangunan Manusia Berbasis Gender

24 melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan; sekaligus sebagai pemanfaatan (utilization) kemampuan/keterampilan mereka tersebut. Konsep pembangunan di atas jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth), kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat, atau pengembangan sumber daya manusia. Hal ini terkait konsep pembangunan manusia UNDP yang mengandung empat unsur yaitu: produktivitas (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability), dan pemberdayaan (empowerment). Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini UNDP melihat pembangunan manusia sebagai suatu "model" pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk: a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya; b. untuk penduduk, berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan) ekonomi dalam negeri; dan c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan (empowerment) penduduk dalam menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan (UNDP, HDR 1990). Menurut UNDP upaya ke arah "perluasan pilihan" hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta peluang untuk merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif. Dengan kata lain, tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut sudah dapat merefleksikan, secara minimal, tingkat keberhasilan pembangunan manusia suatu wilayah (BPS- UNDP, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, Perbandingan Antarprovinsi ). Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di atas, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan pada 4 (empat) indikator yaitu: Angka Harapan Hidup (life expectancy at age 0: e 0 ), Angka Melek Huruf penduduk dewasa (adult literacy rate: AMH), Rata-rata Lama Sekolah (Mean Years of Schooling: MYS),dan Purchasing Power Parity(PPP) 1. 1 Pada awalnya UNDP hanya menggunakan 3 indikator dalam menghitung IPM yaitu e0, AMH, dan PPP. Namun pada publikasi HDR tahun 1991, UNDP menambahkan indikator MYS pada komponen pendidikan dengan penimbang 2/3 untuk AMH dan 1/3 untuk MYS. Kemudian, karena terkendala ketersediaan data di beberapa negara maka pada publikasi UNDP tahun 1995 terjadi perubahan lagi pada komponen pendidikan, dimana MYS digan dengan kombinasi angka par sipasi sekolah SD, SMP, dan SMA (combined first-, second-, and third- level gross enrolment ra o: APS), dengan penimbang 2/3 untuk AMH dan 1/3 untuk APS. 10 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

25 Angka harapan hidup mengukur dimensi "umur panjang dan sehat", angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur dimensi "pengetahuan dan keterampilan", dan purchasing power parity mengukur dimensi kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga indikator inilah yang digunakan sebagai komponen dalam penyusunan HDI (Human Development Index) yang diterjemahkan menjadi IPM (Indeks Pembangunan Manusia).Penghitungan IPM UNDP digunakan untuk perbandingan kemajuan pembangunan manusia antarnegara. Sementara itu BPS mengaplikasikan penghitungan IPM tersebut untuk melihat kemajuan pembangunan manusia di Indonesia baik pada level provinsi maupun level kabupaten/kota. BPS melakukan beberapa penyesuaian pada penghitungan IPM, yaitu pada komponen pendidikan dan ekonomi. Pada komponen pendidikan, BPS menggunakan MYS bukan APS karena APS merupakan indikator input, sementara MYS merupakan indikator output yang lebih mampu menggambarkan pencapaian di bidang pendidikan. Kemudian pada komponen ekonomi, BPS menggunakan PPP dengan pendekatan pengeluaran per kapita per tahun disesuaikan karena lebih mampu menggambarkan daya beli masyarakat dibandingkan dengan GDP. Tabel 2.1. Perkembangan IPM Indonesia Tahun Tahun IPM (BPS) IPM (UNDP) Peringkat Jumlah Negara (1) (2) (3) (4) (5) , , , , , , , , ,3 67, , , ,8 69, , ,69 71, ,57 72, , ,59 73, , , ,27 60,0 *) Keterangan : *) IPM tahun 2010 yang dihitung UNPD mengalami perubahan metode penghitungan sehingga nilainya tidak bisa dibandingkan dengan nilai IPM tahun-tahun sebelumnya Sumber : BPS dan Human Development Report (UNDP) berbagai tahun. Pembangunan Manusia Berbasis Gender

26 Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa IPM yang dihitung oleh UNDP dan IPM yang dihitung BPS memiliki tujuan dan komponen penyusun yang berbeda. Berdasarkan IPM yang dihitung oleh UNDP, sejak tahun 1990 secara umum IPM Indonesia terus mengalami peningkatan kecuali pada periode dan Penurunan IPM tahun 1998 cukup drastis mencapai 1,1 poin. Hal ini disebabkan karena terjadi krisis moneter sehingga daya beli masyarakat turun drastis. Sementara penurunan IPM tahun 2001 hanya 0,2 poin yang juga disebabkan karena turunnya daya beli masyarakat, tetapi tidak sedrastis penurunan akibat krisis moneter. Penurunan IPM tahun 2001 ini bisa disebabkan karena kondisi perekonomian yang belum stabil pasca krisis moneter sehingga daya beli masyarakat pun belum stabil. Meskipun mengalami peningkatan tetapi peringkat IPM Indonesia di level internasional agak sulit diinterpretasikan, apakah mengalami peningkatan atau penurunan mengingat jumlah negara yang dihitung berbeda-beda. Jika dilihat series pendek terlihat bahwa dari tahun 1995 sampai 1998 peringkat Indonesia diantara 174 negara terus mengalami penurunan, sementara dari tahun 2002 sampai 2005 peringkat Indonesia diantara 177 negara menunjukkan perbaikan yang berkesinambungan. Kemudian untuk nilai IPM yang dihitung oleh BPS, secara umum terus menunjukkan peningkatan kecuali pada tahun Penurunan ini juga disebabkan karena turunnya daya beli masyarakat akibat terjadinya krisis moneter pada tahun 1997/1998. Namun pada tahun-tahun berikutnya IPM Indonesia terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai nilai 72,27. Berdasarkan skala internasional, pencapaian IPM dikategorikan menjadi empat, yaitu kategori tinggi (IPM 80), kategori menengah atas (66 IPM<80), kategori menengah bawah (50 IPM<66), dan kategori rendah (IPM<50). Pada awal penghitungan, IPM Indonesia sudah berada pada kategori menegah atas, tetapi sempat turun menjadi kategori menengah bawah pada tahun 1999 dan Kemudian pada tahun 2004 kembali mencapai kategori menengah atas. Hingga tahun 2010 IPM Indonesia masih berada pada kategori menengah atas, belum mampu menembus kategori tinggi. 2.2 Disparitas Pencapaian Pembangunan Manusia Pencapaian pembangunan antardaerah tentunya tidak sama, tergantung komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. Keberhasilan pencapaian pembangunan tidak hanya terbatas pada pelaksanaan 12 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

27 program-program pembangunan, tetapi juga diperlukan pengawasan dan evaluasi terhadap program-program tersebut. Perbedaan pencapaian ini mengakibatkan terjadinya disparitas pembangunan antardaerah seperti terlihat dalam gambar 2.1 Pada level provinsi, IPM DKI Jakarta selalu menduduki peringkat pertama diikuti oleh Provinsi Sulawesi Utara, Riau, dan DI Yogyakarta yang secara bergantian menduduki peringkat 2, 3, dan 4 besar IPM tertinggi di Indonesia. Sedangkan di peringkat terakhir, pada tahun 1990 ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi tahun 1991 sampai 2004 peringkat terakhir ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan sejak tahun 2005 sampai 2010 peringkat terakhir IPM ditempati oleh Provinsi Papua. Gap antara IPM DKI Jakarta yang menempati peringkat tertinggi, dengan IPM Papua yang menempati peringkat terendah mencapai 12,66 poin sedikit menyempit dibandingkan gap tahun 2009 yang sebesar 12,83 poin. Gambar 2.1 Pencapaian IPM Provinsi Tahun 2010 KI Jak karta (1) DK Pap pua (33) Sulut (2)) 80, 00 TB (32 2) Riau (3 3) NT NTT (31) D (4 DIY 4) 75,00 Malu ut (30)) K m (5) Kaltim P Papua a Bara at (29 9) K Kepri ((6) 70,00 Kalbar (2 28) Kallteng (7) 65,00 Sulba S ar (27)) S Sumu ut (8) 60,00 K Kalsel l (26) Sumbar (9 9) 55,00 S Sultra a (25) S Sums sel (10) Gorronta alo (24 4) Be engkulu (1 11) Ba anten (23) Babe el (12 2) Sute eng ((22) Jam mbi (1 13) L Lampu ung (21) Jate eng (14) Malluku (20) ( l (19) Sulse S Jatim (18 8) Jaba ar (15 5) Bali (16) ( Ac ceh (17) Keterangan : capaian IPM Kode 1 s.d 33 di belakang nama provinsi menunjukkan peringkat IPM Sumber : Diolah khusus dari Tabel Lampiran Pembangunan Manusia Berbasis Gender

28 Pada tahun 2010 terdapat 6 provinsi yang mengalami perubahan peringkat IPM baik naik maupun turun. Pada umumnya provinsi-provinsi tersebut memang kerap bergantian peringkat di tahun-tahun sebelumnya. Provinsi Bengkulu dan Bangka Belitung mengalami pertukaran peringkat, dimana peringkat Bengkulu naik dari peringkat 12 menjadi 11, sementara peringkat Kepulauan Bangka Belitung turun dari peringkat 11 menjadi 12. Perubahan peringkat ini disebabkan karena peningkatan e 0 dan AMH Bengkulu jauh lebih cepat dari Bangka Belitung, sementara pergerakan komponen MYS dan PPP untuk Bangka Belitung hanya sedikit lebih besar dari Bengkulu. Hal ini tercermin dari reduksi shortfall Bengkulu sebesar 1,36, lebih cepat dari Bangka Belitung yang sebesar 1,13. Provinsi lainnya yang mengalami pertukaran peringkat yaitu Sulawesi Selatan dan Maluku, serta Maluku Utara dan Papua Barat. Pada tahun 2009, IPM Sulawesi Selatan dan Maluku hanya berbeda 0,02 poin, sementara pada tahun 2010, komponen AMH dan MYS di Sulawesi Selatan bergerak sangat cepat sehingga nilai IPM-nya melesat meninggalkan IPM Maluku sebesar 0,2 poin. Oleh sebab itu peringkat IPM Sulawesi Selatan naik dari peringkat 20 menjadi peringkat 19, sementara peringkat IPM Maluku turun dari peringkat 19 menjadi 20. Pergerakan ini dipicu oleh cepatnya reduksi shortfall di Sulawesi Selatan yang menduduki peringkat kedua terbesar setelah Bali. Tabel 2.2. Sepuluh Kabupaten/Kota dengan IPM Tertinggi Tahun Kabupaten/Kota IPM Tertinggi Tahun 2009 IPM Tahun Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011 Kabupaten/Kota IPM Tertinggi Tahun 2010 IPM Tahun 2010 (1) (2) (3) (4) Kota Yogyakarta 79,29 Kota Yogyakarta 79,52 Kota Jakarta Selatan 79,26 Kota Jakarta Selatan 79,47 Kota Depok 78,77 Kota Depok 79,09 Kota Jakarta Timur 78,74 Kota Jakarta Timur 78,95 Kota Jakarta Barat 78,63 Kota Jakarta Barat 78,84 Kota Ambon 78,25 Kota Makasar 78,79 Kota Makasar 78,24 Kota Ambon 78,56 Kota Jakarta Pusat 78,17 Kota Jakarta Pusat 78,41 Kota Palangka Raya 78,02 Kota Balikpapan 78,33 Kota Pekan Baru 77,86 Kota Palangka Raya 78,30 Sumber : diolah khusus dari tabel lampiran dan Publikasi IPM 2009.

29 Tidak jauh berbeda dengan Sulawesi Selatan dan Maluku, pertukaran peringkat antara Papua Barat dengan Maluku Utara juga disebabkan karena komponen pendidikan di Papua Barat yang bergerak lebih cepat dari Maluku Utara sehingga mengakibatkan peringkat Papua Barat naik dari peringkat 30 menjadi 29, sementara peringkat Maluku Utara turun dari 29 menjadi 30. Pada tingkat kabupaten/kota, peringkat 10 besar IPM tertinggi ditempati oleh kota-kota besar di Indonesia dan hampir sama dengan tahun 2009 kecuali untuk Kota Pekanbaru yang sekarang digantikan oleh Kota Balikpapan. Pada peringkat 5 besar semuanya ditempati oleh kota-kota di Pulau Jawa dimana Kota Yogyakarta menjadi juara dalam pencapaian IPM tahun 2010 sebesar 79,52. Kemudian di peringkat 6 sampai 10 terbesar di tempati oleh Kota Makasar, Kota Ambon, Kota Jakarta Pusat, Kota Balikpapan, dan Kota Palangka Raya. Melihat tabel 2, sangat tampak bahwa kemajuan pembangunan manusia masih didominasi oleh kota-kota di Pulau Jawa, khususnya Provinsi DKI Jakarta. Terbukti bahwa diantara 10 kabupaten/kota yang memiliki nilai IPM tertinggi, 6 diantaranya merupakan kota yang terletak di Pulau Jawa, dan dari 6 kota tersebut 4 diantaranya merupakan kota di Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu, jika diurutkan dari yang terendah maka peringkat 10 besar IPM terendah seluruhnya ditempati oleh kabupaten-kabupaten di Papua. Kesepuluh kabupaten tersebut juga merupakan 10 kabupaten dengan IPM terendah pada tahun 2009, hanya saja terdapat beberapa perubahan urutan. Tabel 2.3. Sepuluh Kabupaten/Kota dengan IPM Terendah Tahun Kabupaten/Kota IPM Terendah Tahun 2009 IPM Tahun 2009 Kabupaten/Kota IPM Terendah Tahun 2010 IPM Tahun 2010 (1) (2) (3) (4) Nduga 47,74 Nduga 48,02 Intan Jaya 47,94 Intan Jaya 48,42 Deiyai 48,02 Yalimo 48,55 Yalimo 48,16 Deiyai 48,57 Mamberamo Tengah 48,18 Mamberamo Tengah 48,96 Pegunungan Bintang 48,54 Pegunungan Bintang 48,99 Lanny Jaya 48,57 Puncak 49,00 Puncak 48,71 Yahukimo 49,59 Tambrauw 49,12 Lanny Jaya 49,90 Yahukimo 49,22 Dogiyai 50,03 Sumber : diolah khusus dari tabel lampiran dan Publikasi IPM Pembangunan Manusia Berbasis Gender

30 Rentang antara IPM tertinggi dan terendah tahun 2010 pada level kabupaten/kota mencapai 31,49 poin. Meskipun rentang ini semakin menyempit dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 31,55 poin tetapi masih tetap tidak mampu mengaburkan kesenjangan pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia 2. Dilihat dari sarana dan prasarana seperti fasilitas transportasi, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan fasilitas lainnya secara umum wilayah barat memang lebih baik. Ketertinggalan wilayah timur yang bisa diwakilkan oleh Provinsi NTT, NTB, dan Papua sangat jelas terlihat dari tingginya kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan banyaknya kasus gizi buruk. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia belum merata. Selain dibandingkan menurut nilai IPM, pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah dapat juga dibandingkan menurut kecepatan pergerakan IPM menuju nilai ideal. Kecepatan suatu daerah dalam mencapai IPM ideal ditunjukkan oleh nilai reduksi shortfall. Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan ukuran reduksi shortfall per tahun. Reduksi shortfall menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai titik IPM ideal (100). Semakin tinggi nilai reduksi shortfall, semakin cepat IPM suatu wilayah untuk mencapai nilai idealnya. Secara harafiah reduksi berarti pengurangan. Reduksi shortfall sendiri bisa diartikan sebagai pengurangan sisa langkah menuju nilai ideal yang merupakan gambaran laju pergerakan IPM untuk mencapai nilai idealnya. Semakin besar nilai reduksi shortfall maka semakin cepat suatu wilayah akan mencapai IPM ideal. Selama ini konsep reduksi shortfall sering rancu/tertukar dengan konsep pertumbuhan. Pada konsep pertumbuhan, semakin besar nilai IPM, dengan besar perubahan yang sama maka akan menghasilkan pertumbuhan yang semakin kecil. Sementara pada konsep reduksi shortfall, semakin besar nilai IPM, dengan besar perubahan yang sama maka akan menghasilkan pertumbuhan yang semakin besar. Intinya, jika nilai IPM sudah tinggi, maka peningkatan nilai komponen yang kecil pun dapat menghasilkan nilai reduksi shortfall yang tinggi. Nilai reduksi shortfall tahun 2010 berada pada kisaran 1 sampai 3 poin. Berdasarkan gambar 2.2 terlihat bahwa Provinsi Bali memiliki reduksi shortfall tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain dengan nilai sebesar 2,69. Besarnya reduksi shorttfall Bali disumbang oleh peningkatan yang cukup tinggi dari 2 Wilayah Barat Indonesia melipu Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Sedangkan Wilayah Timur Indonesia melipu Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 16 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

31 komponen pendidikan. Peningkatan AMH Bali dari tahun 2009 merupakan yang tertinggi dibanding provinsi lainnya, sementara peningkatan MYS Bali merupakan yang tertinggi ketiga. Peningkatan AMH Bali merupakan hasil dari program pemberantasan buta aksara yang digalakkan pemerintah daerah Bali yang didukung oleh partisipasi aktif lembaga-lembaga swadaya masyarakat serta para sukarelawan dari kalangan mahasiswa. Program-program pendidikan seperti sekolah gratis (contohnya di Kabupaten Jembrana) mampu menurunkan angka putus sekolah sehingga menyebabkan peningkatan MYS Bali. Peringkat kedua reduksi shortfall terbesar ditempati oleh Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 2,34. Sama halnya dengan Bali, besarnya reduksi shortfall Sulawesi Selatan juga disumbang oleh komponen pendidikan. Peningkatan MYS Sulawesi Selatan merupakan yang tertinggi, mencapai 0,43 poin, sementara peningkatan AMH mencapai 0,73 poin dan menempati urutan keenam terbesar. Pergerakan yang relatif cepat ini, jika dibandingkan provinsi lain menyebabkan naiknya peringkat Sulawesi Selatan, menggeser Maluku. Gambar 2.2 Reduksi Shortfall Provinsi Tahun 2010 Keterangan : Kode 1 s.d 33 di belakang nama provinsi menunjukkan peringkat reduksi shortfall tahun2010 Sumber : Diolah khusus dari Tabel Lampiran Pembangunan Manusia Berbasis Gender

32 Sementara itu, reduksi shortfall terendah ditempati oleh Jambi sebesar 1,08, kemudian diikuti oleh DKI Jakarta dengan reduksi shortfall sebesar 1,09. Hal ini disebabkan karena peningkatan komponen IPM di provinsi tersebut relatif lambat dibandingkan provinsi lainnya. Komponen IPM di DKI Jakarta memang sudah cukup tinggi jika dibandingkan provinsi lainnya, hal tersebut yang diduga menyebabkan komponen IPM DKI Jakarta lambat bergerak. 18 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

33 Bab3 Pencapaian Pembangunan Gender

34

35 BAB III PENCAPAIAN PEMBANGUNAN GENDER Kesetaraan gender bukan dimaknai sebagai perbedaan fisik semata, namun jauh lebih luas pengertiannya, yakni kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi di segala bidang kehidupan. Sementara itu, keadilan gender merupakan proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga dalam menjalankan kehidupan tidak ada pembakuan peran, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan dan lakilaki. Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pembangunan yang selama ini dilaksanakan dengan mengakomodasi persoalan gender, maka diperlukan sebuah ukuran yang dapat menjelaskan bahwa pencapaian Kesetaraan dan Keadilan Gender telah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan kebijakan nasional yang ditetapkan melalui GBHN 1999, UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional (PROPENAS ), dan dipertegas dalam instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Beberapa ukuran tentang kesetaraan dan keadilan gender telah digunakan banyak pihak, meski ukuran tersebut masih bersifat tunggal (single variable). Namun didalam perkembangan waktu serta tuntutan akan tingkat keakurasian, maka ukuran yang bersifat komprehensif dan representatif mutlak dibutuhkan. United Nations Development Programs (UNDP) melalui Laporan Pembangunan Manusia Tahun 1995 memperkenalkan ukuran pembangunan manusia yang bersifat gabungan (komposit) dari empat indikator, yang menyoroti tentang status perempuan khususnya mengukur prestasi dalam kemampuan dasar. Ukuran komposit yang dimaksud adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG) 1. Selain itu, UNDP juga mengenalkan ukuran komposit lainnya terkait dengan gender, yakni Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang mengukur tentang persamaan peranan antara perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan di bidang politik maupun di bidang manajerial. Kedua ukuran ini, diharapkan mampu memberikan 1 IPG mengukur hal yang sama seper IPM hanya komponen yang digunakan dibedakan menurut jenis kelamin. Pembangunan Manusia Berbasis Gender

36 penjelasan tentang kesetaraan dan keadilan gender yang dicapai melalui berbagai program-program pembangunan Pencapaian pembangunan manusia secara kuantitatif dapat dilihat dari besaran IPM (lihat pada Bab 2). Tentu saja, besaran angka IPM semata tidak dapat menjelaskan berapa besar perbedaan (gap) pencapaian kualitas hidup perempuan dan laki-laki yang diukur melalui gabungan indikator kesehatan, pendidikan dan daya beli. Namun, melalui IPG perbedaan pencapaian yang menggambarkan kesenjangan pencapaian antara laki-laki dan perempuan dapat terjelaskan, yakni dengan mengurangkan nilai IPM dengan IPG. Hasil pengurangan antara IPM dengan IPG mengindikasikan adanya kesenjangan pencapaian kapabilitas antara laki-laki dan perempuan. Pada bab ini pencapaian pembangunan gender akan dibahas melalui dua pendekatan. Pertama, mengenai bahasan persamaan status dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang diukur melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG). Kedua, persamaan peranan yang dijalankan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan yang diukur melalui Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). 3.1 Persamaan Status dan Kedudukan Persamaan status dan kedudukan merujuk pada tidak adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang tidak hanya dijamin oleh perundangundangan, tetapi juga dalam praktek kehidupan sehari-hari. Jaminan persamaan status dan kedudukan ini meliputi partisipasi dalam program pembangunan terutama dalam peningkatan kualitas hidup melalui program-program peningkatan kapabilitas dasar (BPS, 1998). Program peningkatan kapabilitas dasar yang dimaksud mencakup berbagai pelayanan dasar kesehatan, maupun pendidikan, termasuk kemudahan akses ekonomi yang diberikan pemerintah kepada semua penduduk. Namun kenyataannya, implementasi pada kehidupan sehari-hari khususnya upaya peningkatan kapabilitas dasar penduduk perempuan belum sepenuhnya dapat diwujudkan, karena masih kuatnya pengaruh nilainilai sosial budaya yang patriarki (Parawansa, 2003). Nilai-nilai sosial budaya patriarki ini secara langsung maupun tidak langsung dapat menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran yang berbeda dan tidak setara. Belum lagi persoalan ketidaktepatan pemahaman ajaran agama yang seringkali menyudutkan kedudukan dan peranan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan upaya lebih serius dan berkesinambungan dalam mewujudkan persamaan status dan kedudukan antara laki-laki dan 22 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011

37 perempuan melalui berbagai program pembangunan seperti peningkatan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di berbagai proses pembangunan, penguatan peran masyarakat, dan peningkatan kualitas kelembagaan berbagai instansi pemerintah, organisasi perempuan dan lembaga-lembaga lainnya. Melalui upaya ini diharapkan peningkatan kapabilitas dasar perempuan akan dapat segera diwujudkan. Secara umum pencapaian pembangunan gender di Indonesia dari waktu ke waktu memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pada tahun 2004 IPG secara nasional sebesar 63,94, kemudian naik menjadi 65,81 pada tahun 2007 dan bergerak naik lagi secara perlahan hingga menjadi 67,20 pada tahun Peningkatan IPG selama kurun waktu enam tahun sejalan dengan peningkatan beberapa indikator dalam komponen IPG. Artinya bahwa kapabilitas dasar perempuan yang terangkum dalam dimensi kesehatan, pendidikan maupun hidup layak selama kurun waktu terus mengalami peningkatan seiring dengan pelaksanaan program-program pembangunan. Namun demikian, peningkatan IPG dalam kurun waktu belum memberikan gambaran yang menggembirakan, apabila dilihat dari kerangka pencapaian persamaan status dan kedudukan menuju kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini dikarenakan pencapaian IPG selama kurun waktu tersebut masih belum mampu mengurangi jarak (gap) secara nyata dalam pencapaian kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan. Gap antara IPM dengan IPG selama kurun waktu tersebut masih terlihat tetap dan cenderung tidak berubah dari besarannya. Harus diakui, upaya pembangunan manusia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup selama beberapa dekade telah mengalami kemajuan. Namun, hasil yang dicapai upaya pembangunan kualitas hidup masih tampak kentara yang cenderung menguntungkan kepada penduduk laki-laki. Fenomena ini tercermin dari indikator komposit yang digunakan untuk menilai kesenjangan gender, yaitu IPG menunjukkan angka yang lebih rendah dibanding IPM. Pada perkembangannya, selama kurun waktu secara nasional IPG selalu menunjukkan posisi lebih rendah dibandingkan IPM. Besaran rasio yang diperoleh berdasarkan perbandingan antara IPG terhadap IPM pada kisaran 93 persen. Hal ini dapat dimaknai, meski IPG memperlihatkan perkembangan yang selalu meningkat selama periode , tetapi kesenjangan gender masih terjadi (Lihat Tabel 3.1). Untuk itu, diperlukan upaya yang lebih serius dalam meningkatkan kapabilitas dasar penduduk melalui berbagai kebijakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan sehingga gap yang terjadi antara kapabilitas dasar laki-laki dan perempuan dapat diperkecil jaraknya. Keberhasilan Pembangunan Manusia Berbasis Gender

Pembangunan Manusia Berbasis Gender

Pembangunan Manusia Berbasis Gender Pembangunan Manusia Berbasis Gender Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 REPUBLIK INDONESIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 2013 : Badan Pusat Statistik Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif

Lebih terperinci

Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013

Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013 Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013 2013 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya. ISSN : 2089-3531 Ukuran Buku : ISO B5 (17 x 24 Cm ) Naskah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015 KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015 1 2 PEMBANGUNAN MANUSIA

Lebih terperinci

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak i ii Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ISSN : 2089-3531 Ukuran Buku : ISO B5 (17 x 24 Cm ) Naskah : Badan Pusat Sta s k Layout dan Gambar Kulit : Badan Pusat Sta s k Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2012

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2012 ISSN 2089-3531 REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2012 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2012 KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 2013 : Badan Pusat Statistik Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 BPS PROVINSI MALUKU No. 05/010/81/Th. I, 3 Oktober 2016 PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015 Untuk melngkapi penghitungan IPM, UNDP memasukan aspek gender ke dalam konsep pembangunan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi salah satunya tercantum dalam Millenium Development

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 No. 12/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2012 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TAHUN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TAHUN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TAHUN 2008 2009 ISSN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran Buku Jumlah Halaman : 17.6 x 25 cm : xii + 91 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan Oleh

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat Nomor : BRS-02/BPS-9415/Th. I, 28 Juni 2016 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat 1. IPM pertama kali diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015 No. 32/06/94/Th. I, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015 IPM Provinsi Papua Tahun 2015 Hingga saat ini, pembangunan manusia di Provinsi Papua masih berstatus rendah yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002 Republik Indonesia INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2009-2010 Keterkaitan Antara IPM, IPG, dan IDG BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2009-2010 Keterkaitan antara IPM, IPG,

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Republik Indonesia INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2010-2011 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2010-2011 ISSN : 2086-2369 Nomor Publikasi : Katalog : 4102002 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 17,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor penentu maju tidaknya suatu bangsa, bagaimana tingkat pendidikan suatu generasi akan sangat menentukan untuk kemajuan suatu bangsa kedepannya.

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, untuk membangun suatu wilayah diperlukan perhatian khusus pada

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan agar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:

Lebih terperinci

Penelitian Berperspektif Gender. Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA.

Penelitian Berperspektif Gender. Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA. Penelitian Berperspektif Gender Prof. Dr. Moh. Matsna HS., MA. 10 Issu Strategis Nasional 1. Pengentasan kemiskinan. 2. Perubahan iklim, pelestarian lingkungan, keanekaan hayati (biodiversity). 3. Energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 KAJIAN DAN ANALISIS SUMBER DAYA MANUSIA (TINJAUAN IPM) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2005-2013 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

POINTERS KEYNOTE SPEAKER PADA FESTIVAL KARTINI KE-IV TAHUN 2016 Jepara, 16 April 2016

POINTERS KEYNOTE SPEAKER PADA FESTIVAL KARTINI KE-IV TAHUN 2016 Jepara, 16 April 2016 POINTERS KEYNOTE SPEAKER PADA FESTIVAL KARTINI KE-IV TAHUN 2016 Jepara, 16 April 2016 Yang terhormat : Sdr. Bupati Kabupaten Jepara Musyawarah Pimpinan Daerah Kabupaten Jepara, dan Para Peserta dan Hadirin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDG s), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara berkembang seperti Indonesia, peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam setiap pencapaian pembangunan ekonomi, di

Lebih terperinci

Jayapura, November 2016 KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA. DR. Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si

Jayapura, November 2016 KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA. DR. Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-nya sehingga publikasi Analisa Pembangunan Manusia Provinsi Papua Tahun 2015 dapat diterbitkan. Publikasi ini disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, Human Development Index (HDI) atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah tolak ukur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN 2010-2014 NINA SARDJUNANI Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Rakornas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

Pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, maka tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah

Pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, maka tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, maka tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state of mind) dari suatu masyarakat yang telah melalui kombinasi tertentu dari proses sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih baik dan berkesinambungan

Lebih terperinci

SAMBUTAN PADA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 20 April 2016

SAMBUTAN PADA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 20 April 2016 SAMBUTAN PADA FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 20 April 2016 Yang saya hormati : Sdr. Ketua Fraksi PKS DPR RI Sdr. Peserta

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci