BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan"

Transkripsi

1

2

3

4

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Salah satu alat ukur yang dipakai untuk kepentingan umum khususnya dalam bidang kesehatan adalah Tensimeter. Tensimeter merupakan alat untuk mengukur tekanan darah baik secara mekanik (Tensimeter dengan manometer raksa dan aneroid) maupun otomatis (Tensimeter dengan manometer digital). Tensimeter yang digunakan harus memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan agar dalam penggunaannya memenuhi persyaratan. Berdasarkan uraian di atas, perlu disusun syarat teknis Tensimeter sebagai pedoman bagi Pegawai Berhak dalam melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang serta Pengawas Kemetrologian dalam kegiatan pengawasan Tensimeter Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan kesamaaan persepsi dan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Tensimeter. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi Pegawai Berhak dalam melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang serta Pengawas Kemetrologian dalam kegiatan pengawasan Tensimeter. 5

6 1.3. Pengertian Dalam Syarat Teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Tensimeter ( sphygmomanometer) adalah alat yang digunakan untuk pengukuran secara tidak invasif terhadap tekanan pembuluh darah arteri. 2. Tensimeter mekanik tidak invasif adalah Tensimeter yang menggunakan air raksa atau sebuah manometer aneroid atau alat pengukuran mekanik lainnya untuk pengukuran tidak invasif tekanan pembuluh darah arteri dengan menggunakan manset yang bisa menggembung. 3. Tensimeter otomatis tidak invasif adalah Tensimeter yang mengunakan transduser tekanan elektro-mekanik atau komponen yang mengubah sinyal tekanan menjadi sinyal elektronik lainnya untuk pengukuran tidak invasif tekanan pembuluh darah arteri dengan menggunakan manset yang bisa menggembung. 4. Kantung karet (bladder) adalah komponen dari manset yang bisa menggembung. 5. Tekanan dalam pembuluh darah (pressure in a blood vessel) adalah tekanan dalam sistem pembuluh arteri dalam sistem tubuh. 6. Manset (cuff) adalah komponen dari Tensimeter, terdiri dari kantong karet dan lengan baju (sleeve), yang dibalutkan pada anggota tubuh pasien. 7. Tekanan darah diastolik adalah suatu nilai minimum dari tekanan pembuluh darah sebagai hasil relaksasi sistem bilik jantung, karena efek hidrostatik nilai ini harus diukur dengan manset sejajar dengan posisi jantung. 8. Rata-rata tekanan pembuluh darah arteri adalah suatu nilai integrasi dari kurva satu siklus pembuluh darah dibagi dengan waktu dari satu periode detak jantung, karena efek hidrostatik nilai ini harus diukur dengan manset sejajar dengan posisi jantung. 9. Pengukuran tekanan darah tidak invasif adalah pengukuran tekanan pembuluh darah arteri tanpa penusukan pembuluh darah arteri. 10. Sistem pneumatik adalah sistem yang mencakup semua bagian yang bertekanan dan pengendalinya seperti manset, pipa, penghubung, katup, transduser dan pompa. 11. Lengan baju (sleeve) adalah bagian tidak elastis dari manset yang membungkus kantung karet. 12. Tekanan darah sistolik adalah suatu nilai maksimum dari tekanan pembuluh darah arteri sebagai hasil dari kontraksi sistem bilik jantung, karena efek hidrostatik nilai ini harus diukur dengan manset sejajar dengan posisi jantung. 13. Metode auskultasi adalah teknik dimana suara (disebut suara Korotkoff) didengar dari pembuluh arteri tersumbat ketika tekanan penyumbatan pelan-pelan dilepaskan, kemunculan suara bersamaan dengan tekanan darah sistolik dan waktu menghilangya suara dengan tekanan darah diastolik pada orang dewasa. Pada anak-anak di bawah umur 13 tahun, maka k4 (yaitu suara Korotkoff fasa keempat) dapat disesuaikan. 6

7 14. Katup pengempisan adalah katup untuk mengendalikan pengeluaran dari sistem pneumatik selama pengukuran. 15. Katup pengempisan cepat adalah katup untuk pengeluaran secara cepat dari sistem pneumatik. 16. Penguatan keamanan (Tamper Proofing) adalah sarana untuk mencegah pengguna mendapatkan akses yang mudah pada mekanisme pengukuran dari Tensimeter. 17. Sistem pengukuran tekanan darah elektro-mekanis adalah sistem yang terdiri dari: a. b. paling sedikit ada satu manset, yang terhubung pada sistem pneumatik; paling sedikit ada satu transdusertekananelektro-mekanik untuk mengukur tekanan manset; c. paling sedikit ada satu perangkat penampil nilai terukur; dan d. jika dibutuhkan, ada pemasukan dan pengeluaran sinyal. 18. Transduser tekanan elektro-mekanis adalah komponen yang mengubah sinyal tekanan menjadi sinyal listrik. 19. Metode oscillometric (perubahan tekanan) adalah metode dimana manset ditempatkan pada anggota tubuh dan tekanan dalam manset meningkat hingga aliran darah di arteri terganggu dan kemudian tekanan dalam manset secara perlahan berkurang. 20. Penyetel nol (zero setting) adalah prosedur yang mengoreksi penyimpangan dari pembacaan tekanan ke 0 kpa (0 mmhg) pada tekanan atmosfer (pengukur tekanan: 0 kpa (0 mmhg)). 21. Simulator pasien adalah perangkat untuk mensimulasikan pulsa perubahan tekanan manset ( oscillometric) dan/atau suara auskultasi selama fase mengembang dan mengempis, perangkat ini tidak digunakan untuk menguji akurasi tetapi digunakan untuk menilai stabilitas kinerja. 22. Katup pengempisan aliran linear adalah katup untuk mengatur pelurusan pembuangan dari sistem pneumatik selama pengukuran. 23. Kesalahan histerisis adalah nilai absolut dari perbedaan pembacaan pengujian tekanan naik dan pembacaan pengujian tekanan turun pada skala yang sama. 7

8 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat Teknis ini mengatur tentang persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk Tensimeter yang bekerja secara tidak invasif Penerapan Syarat Teknis ini berlaku untuk Tensimeter mekanik tidak invasif (Tensimeterair raksa dan aneroid) dan Tensimeter otomatis tidak invasif (Tensimeter digital) Identitas 1. Perangkat harus ditandai dengan informasi berikut: a. nama dan/atau merek perusahaan; b. nomor seri (jika ada) dan tahun pembuatan; c. rentang pengukuran dan satuan pengukuran; d. nomor Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik (jika ada); e. titik pusat kantong karet, yang menunjukkan posisi yang benar dari manset untuk arteri; dan f. penandaan pada manset yang menunjukkan lingkar anggota tubuh yang sesuai sebagaimana tercantum dalam Bab III Sub Bab 3.1 angka Penandaan tambahan yang dibutuhkan untuk Tensimeter yang dilengkapi air raksa: a. simbol (tanda) untuk melihat petunjuk penggunaan; dan b. Penunjukan dari nominal diameter internal tabung berisi air raksa dapat dilihat pada Bab III Sub Bab 3.1 angka 4 huruf a Persyaratan Tensimeter Sebelum Peneraan 1. Persyaratan sebelum dilakukan tera a. untuk Tensimeter asal impor harus dilengkapi: 1) nomor Izin Tipe; dan 2) Label Tipe yang melekat pada Tensimeter. b. untuk Tensimeter produksi dalam negeri harus dilengkapi: 1) nomor Izin Tanda Pabrik; dan 2) merek tanda pabrik yang melekat pada Tensimeter. 2. Persyaratan sebelum dilakukan tera ulang: Tensimeter yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 8

9 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis untuk Tensimeter Mekanik Tidak Invasif 1. Persyaratan teknis untuk manset dan kantung karet Manset harus berisi sebuah kantong karet. Untuk manset yang bisa digunakan kembali, pabrik pembuat harus mencantumkan cara pembersihannya dalam dokumen yang menyertainya. Ukuran optimum kantong karet adalah memiliki lebar sekitar 40% lingkar anggota tubuh (misalkan lengan) pada titik tengah manset, dan panjangnya paling sedikit 80%, lebih disarankan sekitar 100%, dari lingkar anggota tubuh pada titik tengah manset. Penggunaan ukuran yang salah dapat mempengaruhi akurasi pengukuran. 2. Persyaratan teknis untuk sistem pneumatik a. Kebocoran udara Kebocoran udara diharuskan tidak melebihi pengurangan tekanan sebesar 0,5 kpa/menit (4 mmhg/menit). Pengujian kebocoran udara harus dilakukan sesuai dengan prosedur pada Lampiran I Sub Bab III huruf e. b. Laju pengurangan tekanan Katup pengempisan yang dioperasikan manual harus dapat dengan mudah disetel pada laju pengempisan mulai dari 0,3 kpa/s hingga 0,4 kpa/s (2 mmhg/s hingga 3 mmhg/s). c. Katup buang cepat Selama pengeluaran cepat dari sistem pneumatik bekerja, dalam keadaan katup terbuka penuh, waktu yang dibutuhkan untuk pengurangan tekanan dari 35 kpa hingga 2 kpa (260 mmhg hingga 15 mmhg) harus tidak melebihi 10 sekon. Pengujian katup buang cepat harus dilakukan sesuai dengan prosedur pada Lampiran I Sub Bab III huruf f. 3. Persyaratan teknik untuk bagian penunjukan tekanan a. Kisaran angka dan daerah pengukuran Kisaran angka diharuskan sama dengan rentang pengukuran. Kisaran angka dari alat pengukuran tekanan manset harus berkisar dari 0 kpa hingga sedikitnya ke 35 kpa (0 mmhg hingga ke sedikitnya 260 mmhg). b. Penunjukan analog 1) Skala Skala harus dirancang dan disusun sehingga angka hasil pengukuran mudah dibaca dengan jelas dan mudah dikenali. 2) Penandaan skala pertama Kenaikan angka harus dimulai dengan skala pertama pada 0 kpa (0 mmhg). 3) Interval skala a) 0,2 kpa untuk kenaikan skala dalam satuan kpa; atau 9

10 b) 2 mmhg untuk kenaikan skala dalam satuan mmhg. Pada setiap skala kelima harus diberi tanda dengan garis yang lebih panjang dan setiap skala puluhan harus dinomori. Contoh skala dalam satuan mmhg ditunjukkan pada Gambar 1. Pengujian harus dilakukan dengan cara inspeksi visual. 4) Spasi skala dan ketebalan tulisan skala Jarak antara angka skala yang berdekatan diharuskan tidak kurang dari 1 mm. Ketebalan tanda skala tidak boleh melebihi 20% dari spasi skala terkecil. Semua tulisan skala harus memiliki ketebalan yang sama. Gambar 1 Contoh dari sebuah skala tensimeter aneroid (pembagian dalam mmhg tanpa sebuah daerah toleransi pada angka nol) 4. Persyaratan teknis tambahan untuk Tensimeter air raksa a. Diameter internal tabung berisi air raksa Diameter internal tabung berisi air raksa diharuskan paling kecil berukuran 3,5 mm. Toleransi dari diameter ini tidak melebihi 0,2 mm. b. Alat jinjing Alat jinjing harus dilengkapi dengan pengaturan penempatan atau mekanisme penguncian untuk mengamankan alat tersebut pada posisi tertentu saat penggunaan. c. Peralatan untuk mencegah tumpahnya air raksa Sebuah alat harus ditempatkan untuk mencegah air raksa tumpah selama penggunaan dan pengangkutan (misalnya: alat pemberhenti, alat pengunci, dan lain-lain). Alat ini harus bekerja pada saat tekanan dalam sistem turun dengan cepat dari 27 kpa hingga 0 kpa (dari 200 mmhg ke 0 mmhg), waktu yang dibutuhkan untuk kolom air raksa turun dari 27 kpa ke 5 kpa (dari 200 mmhg ke 40 mmhg) harus tidak melebihi 1,5 sekon. Jangka waktu tersebut disebut sebagai waktu pengeluaran. 10

11 d. Kualitas air raksa 1) Air raksa diharuskan memiliki kemurnian tidak kurang dari 99,99% berdasarkan pernyataan penyuplai air raksa. 2) Air raksa harus menampilkan meniskus yang bersih dan tidak mengandung gelembung udara. e. Skala kenaikan tabung air raksa Skala kenaikan harus ditandai secara permanen pada tabung yang berisi air raksa. Jika penomoran dilakukan dalam skala angka lima, penomoran harus dilakukan secara bergantian di sebelah kanan dan kiri, bersebelahan dengan tabung. 5. Persyaratan teknis tambahan untuk Tensimeter aneroid a. Penandaan skala nol Jika ada zona toleransi ditunjukkan pada angka nol, maka kisaran nilainya tidak boleh melebihi 0,4 kpa (3 mmhg) dan harus ditandai dengan jelas. Tanda skala angka nol harus ditunjukkan dengan kenaikan skala dalam zona toleransi dapat dipakai. b. Angka nol Pergerakan elemen pengukur yang elastik termasuk penunjukan tidak boleh terhalangi hingga 0,8 kpa (6 mmhg) di bawah angka nol. Baik bagian pemutar nomor maupun disetel oleh pengguna. c. Jarum Penunjuk penunjukan harus bisa Jarum Penunjuk harus mencakup antara 1/3 dan 2/3 dari panjang tanda skala terpendek. Jarum penunjuk tidak boleh lebih tebal dari tanda skala. Jarak antara Jarum penunjuk dan piringan skala harus tidak melebihi 2 mm. d. Kesalahan histerisis Kesalahan histerisis dari rentang tekanan yang diukur diharuskan dalam kisaran 0 kpa hingga 0,5 kpa (0 mmhg hingga 4 mmhg). e. Konstruksi dan bahan Konstruksi Tensimeter aneroid dan bahan untuk elemen pengukur elastik harus menjamin kestabilan yang cukup selama pengukuran. Elemen pengukur elastik harus menyesuaikan terhadap tekanan dan suhu. 6. Persyaratan keselamatan a. Tahan terhadap getaran dan guncangan Setelah pengujian, Tensimeter harus memenuhi persyaratan dalam bagian Bab III sub bab 3.3 angka 1. b. Keselamatan mekanik Pada Tensimeter harus dimungkinkan untuk membatalkan pengukuran tekanan darah setiap saat dengan mengaktifkan katup buang, yang diharuskan untuk mudah dijangkau. 11

12 3.2. Persyaratan Teknis untuk Tensimeter Otomatis Tidak Invasif 1. Umum Peralatan, atau bagian-bagiannya, menggunakan material atau memiliki bentuk konstruksi yang berbeda dari yang dijelaskan dalam Syarat Teknis ini harus dapat diterima jika dapat didemonstrasikan memiliki tingkat keselamatan dan kinerja yang sama. 2. Persyaratan teknis untuk manset dan kantung karet (bladder) Manset harus berisi sebuah kantong karet. Untuk manset yang bisa digunakan kembali, pabrik pembuat harus mencantumkan cara pembersihannya dalam dokumen yang menyertainya. Ukuran optimum kantong karet adalah memiliki lebar sekitar 40% lingkar anggota tubuh (misalkan lengan) pada titik tengah manset, dan panjangnya paling sedikit 80%, lebih disarankan sekitar 100%, dari lingkar anggota tubuh pada titik tengah manset. Penggunaan ukuran yang salah dapat mempengaruhi akurasi pengukuran. 3. Persyaratan teknis untuk penunjukan (display) Bagian penunjukan harus dirancang dan disusun sehingga informasi yang meliputi nilai hasil pengukuran dapat dibaca dan mudah dikenali. Jika singkatan digunakan pada bagian penunjukan, singkatannya harus sebagai berikut: a. "S" atau "SYS": tekanan darah sistolik (nilai); b. "D" atau "DIA": tekanan darah diastolik (nilai); c. "M" atau "MAP": tekanan darah arteri rata-rata (nilai). Singkatan huruf harus diposisikan sedemikian rupa untuk menghindari kebingungan dengan satuan pengukuran. 4. Pengaruh variasi tegangan dari sumber listrik a. Sumber daya listrik internal 1) Perubahan tegangan dalam rentang kerja yang telah ditetapkan tidak akan mempengaruhi pembacaan tekanan manset dan hasil pengukuran tekanan darah. 2) Diluar kisaran ini tidak akan ada pembacaan tekanan manset dan tidak ada hasil pengukuran tekanan darah yang akan ditampilkan. b. Sumber daya listrik eksternal 1) Perubahan tegangan dalam rentang kerja yang ditetapkan oleh pabrikan tidak akan mempengaruhi pembacaan tekanan manset dan hasil pengukuran tekanan darah. 2) Kesalahan nilai yang dihasilkan dari variasi tegangan di luar batas yang diberikan tidak akan ditampilkan. Dalam hal sumber daya listrik eksternal tidak berfungsi sebagaimana mestinya, pengempisan di bawah 2 kpa (15 mmhg) harus dijamin selama 180 sekon dalam kasus pasien dewasa dan di bawah 0,7 kpa (5 mmhg) selama 90 sekon dalam kasus pasien neonatal/bayi. 12

13 5. Sistem pneumatik a. Kebocoran udara b. Kebocoran udara tidak boleh melebihi penurunan tekanan 0,8 kpa /menit (6 mmhg/menit). Pengujian laju kebocoran udara harus dilakukan sesuai dengan prosedur pada Lampiran I Sub bab III huruf e. Sistem pengurangan tekanan untuk Tensimeter yang menggunakan metode auskultasi Sistem pengurangan tekanan yang dioperasikan secara manual dan otomatis oleh katup pengempisan otomatis harus mampu mempertahankan laju pengempisan sebesar 0,3 kpa/s sampai 0,4 kpa/s (2 mmhg/s sampai 3 mmhg/s) dalam rentang target tekanan darah sistolik dan diastolik. Untuk perangkat yang mengendalikan penurunan tekanan sebagai fungsi dari pulsa, laju pengempisan harus dijaga sebesar 0,3 kpa/pulsa sampai 0,4 kpa/pulsa (2 mmhg/pulsa sampai 3 mmhg/pulsa). Katup pengempisan yang dioperasikan secara manual harus mudah disesuaikan dengan nilai-nilai tersebut diatas. c. Katup Buang Cepat Selama pengeluaran cepat dari sistem pneumatik bekerja, dengan katup terbuka penuh, waktu untuk pengurangan tekanan dari 35 kpa sampai dengan 2 kpa (260 mmhg sampai dengan15 mmhg) diharuskan tidak melebihi 10 sekon. Untuk sistem pengukuran tekanan darah, yang memiliki kemampuan mengukur dalam mode bayi/anak, waktu untuk buang cepat tidak boleh lebih dari 5 sekon, waktu untuk pengurangan tekanan dari 20 kpa sampai dengan 0,7 kpa (150 mmhg sampai dengan 5 mmhg) selama pengeluaran cepat dari sistem pneumatik dengan katup terbuka penuh diharuskan tidak melebihi 5 sekon. Pengujian katup buang cepat harus dilakukan sesuai dengan prosedur pada Lampiran I Sub bab III huruf f. d. Pengaturan nol Sistem pengukuran tekanan darah harus mampu melakukan pengaturan nol secara otomatis. Pengaturan nol harus dilakukan pada interval yang tepat, setidaknya pada permulaan setelah menghidupkan alat. Pada saat pengaturan nol, penunjukan tekanan 0 kpa (0 mmhg) harus ada dan ditampilkan. Perangkat hanya melakukan proses pengaturan nol segera setelah perangkat diaktifkan, dan pengaturan nol akan mati secara otomatis bila terdapat perubahan (drift) dari transduser tekanan dan pemrosesan sinyal analog melebihi 0,1 kpa (1 mmhg). 6. Kompatibilitas elektromagnetik a. Gangguan listrik dan/atau elektromagnetik harus tidak mempengaruhi penunjukan tekanan manset atau hasil pengukuran tekanan darah; atau b. Jika gangguan listrik dan/atau elektromagnetik menyebabkan Tensimeter tidak bekerja secara normal, maka hal tersebut harus jelas ditunjukkan dan dimungkinkan untuk mengembalikan 13

14 pengoperasian secara normal dalam waktu 30 sekon setelah penghentian gangguan elektromagnetik. 7. Stabilitas penunjukan tekanan manset Perubahan penunjukan tekanan manset tidak boleh lebih dari ± 0,4 kpa (± 3 mmhg) sepanjang rentang tekanan setelah siklus pengukuran. 8. Perangkat Penunjuk Tekanan a. Rentangnominal dan rentang pengukuran Rentang nominal untuk pengukuran tekanan manset harus ditentukan oleh pabrikan. Pengukuran dan penunjukan rentang tekanan manset harus sama dengan kisaran nominal. Nilai tekanan darah hasil pengukuran yang berada di luar kisaran nominal tekanan manset harus jelas ditunjukkan sebagai nilai yang di luar rentang. b. Penunjukan Digital Interval skala digital harus 0,1 kpa (1 mmhg). Jika nilai yang diukur dari parameter yang akan ditunjukkan lebih dari satu layar, maka semua penunjukan harus menunjukkan nilai numerik yang sama. Nilai numerik yang diukur, dan simbol-simbol yang mendefinisikan satuan pengukuran harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari salah penafsiran. Angka dan karakter harus jelas terbaca. 9. Tempat pemasukan dan pengeluaran sinyal Konstruksi tempat pemasukan dan pengeluaran sinyal (tidak termasuk antarmuka internal, misalnya mikrofon sinyal input) yang relevan untuk pengukuran tekanan darah tidak harus dipastikan bahwa jika perlengkapan yang salah dipasang atau rusak maka penunjukan kesalahan tekanan manset ataupun kesalahan penunjukkan tekanan darah tidak akan ditampilkan. 10. Alarm Tensimeter dapat dilengkapi dengan alarm. 11. Keselamatan a. Tekanan manset Harus dimungkinkan untuk membatalkan suatu pengukuran tekanan darah setiap saat dengan satu langkah, dan pengoperasian ini akan menyebabkan pembuangan cepat. b. Penghubung tabung Penggunaan peralatan yang dimaksudkan untuk lingkungan yang menggunakan sistem fluida intervascular harus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah terhubungnya keluaran alat pengukur tekanan darah ke sistem tersebut karena udara yang mungkin secara tidak sengaja akan terpompa ke dalam pembuluh darah, misalnya, dengan menggunakan Luer lock. c. Keselamatan listrik Tensimeter elektronik atau otomatis harus memenuhi peraturan 14

15 keselamatan listrik. d. Ketahanan terhadap getaran dan guncangan Tensimeter tersebut harus sesuai dengan ketentuan ketahanan terhadap getaran dan guncangan. Setelah pengujian, alat ini harus memenuhi persyaratan dalam bagian Bab III sub bab 3.3 angka Persyaratan Kemetrologian 1. Pengujian penunjukan tekanan Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD) pada tera adalah ± 3 mmhg (± 0,4 kpa) dan tera ulang adalah ± 4 mmhg (±0,5 kpa) 2. Pengujian kebocoran udara a. Tensimeter mekanik tidak invasif Batas maksimal kesalahan kebocoran udara pada tera dan tera ulang adalah 4 mmhg/min (± 0,5 kpa/min) b. Tensimeter otomatis tidak invasif Batas maksimal kesalahan kebocoran udara pada tera dan tera ulang adalah 6 mmhg/min (± 0,8 kpa/min) 3. Kesalahan histerisis a. Tera Kesalahan histerisis berada pada rentang 0-3 mmhg (0-0,4 kpa) b. Tera ulang Kesalahan histerisis berada pada rentang 0-4 mmhg (0-0,5 kpa) 4. Katup buang cepat a. Waktu untuk buang cepat tidak boleh lebih dari 10 sekon ( 10 sekon). b. Untuk sistem pengukuran tekanan darah, yang memiliki kemampuan mengukur dalam mode bayi/anak, waktu untuk buang cepat tidak boleh lebih dari 5 sekon ( 5 sekon). 15

16 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan Tensimeter sebelum ditera atau ditera ulang, seperti pada Bab II Sub Bab 2.4; 2. Pemeriksaan kesesuaian penandaan, seperti pada Bab II Sub Bab 2.3; dan 3. Tensimeter harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan tipe yang telah mendapatkan Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 4.2 Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Persyaratan Umum Tensimeterharus diuji sesuai dengan persyaratan kemetrologian 2. Pengujian Tera dan Tera Ulang untuk Tensimeter mekanik dan Otomatis tidak invasif meliputi pengujian penunjukan tekanan, kebocoran udara dan katup buang cepat sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. 16

17 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Pembubuhan 1. Tanda Daerah, Tanda Pegawai Berhak, dan Tanda Sah dibubuhkan pada lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau logam laindengan kualitas yang tahan karat. 2. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Tensimeter yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. 3. Bentuk dan ukuran tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan Tempat Pembubuhan 1. Penempatan Lemping tanda tera dipasang pada bagian Tensimeter yang mudah dilihat, tidak mudah lepas dan dapat menjamin keutuhan tandatanda tersebut. 2. Tera Tanda Daerah ukuran 4 mm (D4), Tanda Pegawai Berhak (H) dan Tanda Sah Logam ukuran 4 mm (SL4) dibubuhkan pada lemping Tanda Tera. Lemping tersebut dilekatkan dan/atau dipasang pada Tensimeter. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Tensimeter yang sudah disahkan. 3. Tera Ulang Terhadap Tensimeter yang telah dibubuhi Tanda Tera pada saat tera sebagaimana dimaksud pada angka 2, pada saat tera ulang Tanda Jaminan dimaksud diganti dengan Tanda Sah. 17

18 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis Tensimeter merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang Tensimeter serta pengawasannya, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Tensimeter dalam transaksi serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 18

19 Lampiran I PENGUJIAN TERA DAN TERA ULANG TENSIMETER MEKANIK DAN OTOMATIS TIDAK INVASIF I. Kondisi pengujian II. III. a. Suhu ruangan : (25 ± 5) 0 C b. Kelembaban : (65 ± 20) % Peralatan yang digunakan a. Manometer standar yang sudah dikalibrasi dengan ketidakpastian < 0,8 mmhg (0,1 kpa) b. Tabung logam dengan kapasitas 500 ml ± 5%; c. Generator tekanan, yaitu pompa bulat (pom pa tangan) dengan katup pengempisan; d. Konektor T dan selang; e. Pipa karet; f. Alat pengukur waktu atau stop watch g. Thermohygrometer h. Cerapan pengujian sebagaimana tercantum dalam Lampiran C Prosedur a. Ganti manset tensimeter dengan tabung logam (metal vessel). b. Hubungkan manometer standar dan generator tekanan ke sistem menggunakan konektor T dan pipa karet seperti gambar. 2 Gambar 2 Sistem pengukuran untuk penentuan batas kesalahan dari penunjukan tekanan manset Keterangan: 1. Manometer standar 2. Tensimeter yang diuji 3. Tabung logam 4. Generator tekanan 19

20 c. Setelah mematikan pompa elektromekanik (jika terpasang), hubungkan generator tekanan pada sistem tekanan lainnya dengan konektor T lainnya. d. Pengujian penunjukan tekanan naik dan turun Tekanan yang diberikan pada sistem untuk pengujian naik dan turun dengan interval skala tidak lebih dari 50 mmhg (7 kpa) antara skala 0 sampai dengan skala maksimal. Jumlah titik pengujian paling sedikit 5 (lima) titik. Tentukan terlebih dahulu nilai interval skala yanga akan dipakai dalam pengujian ini, apakah 50 mmhg, 40 mmhg, 30 mmhg, 20 mmhg, 10 mmhg atau yang lainnya. Dalam proses pengujian tekanan naik dan turun diperbolehkan untuk menentukan terlebih dahulu nilai tekanan naik dan turun pada manometer standar kemudian dibandingkan dengan Tensimeter yang diuji atau sebaliknya. Berikut ini merupakan contoh langkah-langkah pengujian penunjukan tekanan naik dan turun untuk interval skala 50 mmhg, sedangkan untuk interval skala yang lainnya dapat menyesuaikan. 1. Amati pembacaan manometer standar pada titik 0 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter yang diuji pada kolom naik. 2. Berikan tekanan naik sehingga pada standar terbaca 50 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom naik. 3. Berikan tekanan naik sehingga pada standar terbaca 100 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom naik. 4. Berikan tekanan naik sehingga pada standar terbaca 150 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom naik. 5. Berikan tekanan naik sehingga pada standar terbaca 200 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom naik. 6. Berikan tekanan naik sehingga pada standar terbaca 250 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom naik. 7. Tunggu beberapa saat atau kira-kira 5 sekon dan kemudian catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun 8. Turunkan tekanan sehingga pada standar terbaca 200 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun. 9. Turunkan tekanan sehingga pada standar terbaca 150 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun. 10. Turunkan tekanan sehingga pada standar terbaca 100 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun. 11. Turunkan tekanan sehingga pada standar terbaca 50 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun. 12. Turunkan tekanan sehingga pada standar terbaca 0 mmhg dan catat nilai yang ditunjukkan oleh tensimeter pada kolom turun. 20

21 e. Pengujian laju kebocoran udara Laju kebocoran udara merupakan selisih antara pembacaan tekanan awal (P 1) dengan pembacaan tekanan setelah ditahan selama waktu tertentu (P2) = / min / Langkah- langkah pengujiannya sebagai berikut: 1. Bungkus manset menyelubungi tabung. pompa elektro-mekanik yang menjadi bagian dari alat ukur yang diuji dapat digunakan untuk pengujian 2. Lakukan pengujian pada tekanan 34 kpa (250 mmhg), catat penunjukan tekanan pada manometer standar sebagai P1. 3. Tunggu selama 5 (lima) menit untuk Tensimeter mekanik dan paling sedikit selama 1 (satu) menit untuk Tensimeter Otomatis kemudian catat penunjukan tekanan pada manometer standar sebagai P2. 4. Hitung laju kebocoran udara (Vb) seperti rumus di atas. f. Pengujian katup buang cepat 1. Ganti manset dengan tabung logam (kapasitas 500 ml untuk pengukuran tekanan darah pada orang dewasa dan kapasitas 100 ml untuk pengukuran tekanan darah pada bayi) 2. Hubungkan manometer standar dengan sistem pneumatik menggunakan konektor T. 3. Pompa sistem hingga mencapai tekanan maksimum. 4. Buka penuh katup buang cepat. 5. Ukur waktu untuk menurunkan tekanan dari 260 mmhg sampai dengan 15 mmhg (35 kpa sampai dengan 2 kpa). 21

22 Lampiran II CERAPAN PENGUJIAN TENSIMETER CERAPAN PENGUJIAN TENSIMETER MEKANIK/OTOMATIS UPT ATAU UPTD NOMOR ORDER Pemilik : Alamat : TENSIMETER YANG DIUJI Merek/Buatan : Tanggal Uji : Model/Tipe : Berlaku Sampai : No. Seri : Lokasi : Kap./Daya Baca : / mmhg Suhu Ruangan : 0 C Kelembaban : % MANOMETER STANDAR Nama Standar : Kapasitas : Merek/Buatan : Daya baca : No. Seri : Telusuran : Model/Tipe : Berlaku sampai : 1. HASIL PENGUJIAN PENUNJUKAN TEKANAN Pengujian Ke dst. Standar < skala maksimal Pembacaan (mmhg) Tensimeter yang diuji Kesalahan (mmhg) Naik Turun Naik Turun BKD = ± 3 mmhg untuk Tera dan ± 4 mmhg untuk Tera Ulang BKD untuk Histerisis = ± 3 mmhg untuk Tera dan ± 4 mmhg untuk Tera Ulang Histerisis (mmhg) 22

23 2. UJI LAJU KEBOCORAN UDARA Pengujian Ke- Standar Pembacaan (mmhg) Penunjukan Alat Uji P 1 P 2 Waktu t (menit) Laju Kebocoran Udara (Vb) (mmhg/menit) UJI KATUP BUANG CEPAT Skala Nominal (mmhg) waktu t (sekon) BKD/MPE (sekon) 260 s.d atau 5 waktu untuk penurunan tekanan dari 35 kpa hingga 2 kpa (260 mmhg hingga 15 mmhg) selama pembuangan cepat dari sistem pneumatik berlangsung dengan katup yang dibuka penuh tidak melebihi 10 sekon untuk dewasa dan 5 sekon untuk mode bayi atau anak. PEGAWAI BERHAK KETERANGAN Nama : Tanggal uji : SAH BATAL Tanda tangan : 23

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

PETUNJUK PERAWATAN TENSIMETER RAKSA (Sphigmomanometer Raksa) dan STETOSKOP

PETUNJUK PERAWATAN TENSIMETER RAKSA (Sphigmomanometer Raksa) dan STETOSKOP Halaman : 1 dari 5 PETUNJUK PERAWATAN TENSIMETER RAKSA (Sphigmomanometer Raksa) dan 1. Ruang Lingkup Petunjuk ini berisi prosedur perawatan yang berlaku pada alat Tensimeter Raksa RIESTER (Mercurial Sphygmomanometers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1 2 3 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSI METER DIGITAL

PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSI METER DIGITAL Halaman : 1 dari 6 PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSI METER 1. Ruang Lingkup Petunjuk ini digunakan untuk mengoperasikan Digital Automatic Blood Pressure Monitor (SEM-1 Model) OMRON. 2. Tujuan

Lebih terperinci

Prosedur Pengukuran Tekanan Darah

Prosedur Pengukuran Tekanan Darah Prosedur Pengukuran Tekanan Darah A. Alat dan Bahan: 1. Tensimeter Digital atau Tensimeter manual (Air Raksa) 2. Mancet besar B. Cara Pengukuran menggunakan Tensi Meter Digital: 1. Tekan tombol START/STOP

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Proses pengontrolan peralatan ukur dan pantau (Control of Monitoring and Measuring Device Elemen ISO7.6 ISO 9001 2008) di PT Torabika Eka Semesta dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah keilmuan tentang fisika medis.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah keilmuan tentang fisika medis. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah keilmuan tentang fisika medis. 1.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung

A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Materi 3 Kardiovaskular III A. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung Tujuan a. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara palpasi b. Mengukur tekanan darah arteri dengan cara auskultasi Dasar Teori

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

INSTRUKSI MANUAL. Terima kasih telah membeli OMRON Pengukur Tekanan Darah Otomatis.

INSTRUKSI MANUAL. Terima kasih telah membeli OMRON Pengukur Tekanan Darah Otomatis. PENGUKUR TEKANAN DARAH PROFESSIONAL HBP-1100 INSTRUKSI MANUAL Terima kasih telah membeli OMRON Pengukur Tekanan Darah Otomatis. Pastikan anda telah membaca instruksi manual sebelum menggunakan perangkat

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG MARIA ANGELINA SITORUS NPM.153112620120027 FAKULTAS BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOMEDIK UNIVERSITAS NASIONAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas (UUML, 1981). Upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. indikator untuk menilai sistem kardiovaskular seseorang. Tekanan darah adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. indikator untuk menilai sistem kardiovaskular seseorang. Tekanan darah adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah dan denyut nadi merupakan hal yang sangat penting dalam bidang kesehatan pada umumnya dan khususnya di bidang Kedokteran, karena tekanan darah maupun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik 72 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variable, parameter) sehingga berada pada suatu harga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR

BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 TATA-TERTIB LABORATORIUM DAN CLINICAL SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Latar Belakang Jangka sorong merupakan alat ukur yang banyak digunakan dalam berbagai industri baik industri kecil ataupun industri besar. Kebenaran

Lebih terperinci

PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSIMETER. RAKSA (Sphigmomanometer Raksa)

PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSIMETER. RAKSA (Sphigmomanometer Raksa) Halaman : 1 dari 6 PETUNJUK OPERASIONAL PENGGUNAAN ALAT TENSIMETER 1. Ruang Lingkup (Sphigmomanometer Raksa) Petunjuk ini digunakan untuk mengoperasikan Tensimeter Raksa RIESTER (Mercurial Sphygmomanometers

Lebih terperinci

SOP Tanda Tanda Vital

SOP Tanda Tanda Vital SOP Tanda Tanda Vital N o I II III Aspek yang Dinilai Ya Tidak PERSIAPAN ALAT 1. Termometer dalam tempatnya (axila, oral, rektal) 2. Tiga buah botol berisi larutan sabun, desinfektan, dan air bersih 3.

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengukuran level adalah yang berkaitan dengan keterpasangan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengukuran level adalah yang berkaitan dengan keterpasangan terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Pengukuran Level Alat-alat Instrument yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan tinggi permukaan cairan dikenal dengan istilah Level. Pengukuran level adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193] UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 32 (1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 25 1, Pasal 26 2, Pasal

Lebih terperinci

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN SUHU

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN SUHU PEMERIKSAAN SUHU 10 Menentukan letak aksila dan membersihkan daerah aksila dengan menggunakan tisue 11 Menurunkan reservoir di bawah suhu 35 C 12 Meletakkan termometer pada daerah aksila (reservoir tepat

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM FISIKA MATERIAL DAN INSTRUMENTASI No. Dokumen : IKK/FM.002/TB

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM FISIKA MATERIAL DAN INSTRUMENTASI No. Dokumen : IKK/FM.002/TB 1. Ruang Lingkup UNIVERSITAS GADJAH MADA Halaman : 1 dari 7 PETUNJUK TIMBANGAN (ELEKTRONIK DAN MEKANIK) Instruksi kerja ini digunakan untuk melaksanakan kalibrasi timbangan jenis elektronik dan mekanik.

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 28 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Fisiologi dan Farmakologi-Toksikologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

BAIQ HELMA HIDYANTI

BAIQ HELMA HIDYANTI BAIQ HELMA HIDYANTI 0802824 1. Jangka sorong Jangka sorong berguna untuk mengukur panjang, jangka sorong mempunyai batas ukur 15 cm dan nilai skala terkecil adalah 0,1 mm. Bagian-bagian jangka sorong adalah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan A,/2, =< 7r1N KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-384098G

Lebih terperinci

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB FLUIDA A. 150 N. 1 BAB FLUIDA I. SOAL PILIHAN GANDA Jika tidak diketahui dalam soal, gunakan g = 10 m/s 2, tekanan atmosfer p 0 = 1,0 x 105 Pa, dan massa jenis air = 1.000 kg/m 3. dinyatakan dalam meter). Jika tekanan

Lebih terperinci

INSTRUMENT EVALUASI. MATA KULIAH : PNEUMATIK & HIDROLIK KODE / SKS : MSN 326 / 2 SKS SEMESTER : GENAP (IV) DOSEN/ASISTEN : PURNAWAN,S.Pd.

INSTRUMENT EVALUASI. MATA KULIAH : PNEUMATIK & HIDROLIK KODE / SKS : MSN 326 / 2 SKS SEMESTER : GENAP (IV) DOSEN/ASISTEN : PURNAWAN,S.Pd. INSTRUMENT EVALUASI MATA KULIAH : PNEUMATIK & HIDROLIK KODE / SKS : MSN 326 / 2 SKS SEMESTER : GENAP (IV) DOSEN/ASISTEN : PURNAWAN,S.Pd. 1 / 1 A.Karakteristik Pneumatik TUP : Mampu menjelaskan pengertian,

Lebih terperinci

Diagram blok sistem pengukuran

Diagram blok sistem pengukuran TEKNIK PENGUKURAN Mengukur adalah membandingkan parameter pada obyek yang diukur terhadap besaran yang telah distandarkan. Pengukuran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi deskriptif-kuantitatif

Lebih terperinci

sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia

sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia Author : Chaidar Warianto Publish : 31-05-2011 21:35:25 Pendahuluan Di dalam tubuh manusia, darah mengalir keseluruh bagian (organ-organ) tubuh secara terusmenerus

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam jantung yaitu sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dalam jantung yaitu sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh jantung terhadap dinding arteri. Pada manusia, darah dipompa melalui dua sistem sirkulasi terpisah dalam

Lebih terperinci

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN 1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN DASAR TEORI Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien

Lebih terperinci

BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR

BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR BAB III CARA KERJA MESIN PERAKIT RADIATOR 3.1 Mesin Perakit Radiator Mesin perakit radiator adalah mesin yang di gunakan untuk merakit radiator, yang terdiri dari tube, fin, end plate, dan side plate.

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek pada saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI JANGKA SORONG I. DASAR TEORI Jangka sorong merupaakan salah satu alat ukur yang dilengkapi dengan skala nonius, sehingga tingkat ketelitiannya mencapai 0,02 mm dan ada juga yang ketelitiannya 0,05 mm.

Lebih terperinci

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS /Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS A. TUJUAN. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar mekanis. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang B. PENGANTAR Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT 3.1.1 Design Tabung (Menentukan tebal tabung) Tekanan yang dialami dinding, ΔP = 1 atm (luar) + 0 atm (dalam) = 10135 Pa F PxA

Lebih terperinci

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR Spesifikasi Meter Air Cetakan 1-2014

Lebih terperinci

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA

TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 56 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT 3.1.1. DESIGN REAKTOR Karena tekanan yang bekerja tekanan vakum pada tabung yang cendrung menggencet, maka arah tegangan yang

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

NERACA. Neraca Ohauss

NERACA. Neraca Ohauss NERACA Adalah suatu alat untuk mengukur massa benda. Massa adalah banyaknya zat yang terkandung di dalam suatu benda. Satuan SInya adalah kilogram (kg). Sedangkan berat adalah besarnya gaya yang dialmi

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu tentang ukur-mengukur secara luas. Di Indonesia, metrologi dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu metrologi legal, metrologi industri dan

Lebih terperinci

BPSL BLOK FAAL BUKU PRAKTIKUM SKILLS LAB ILMU KEDOKTERAN DASAR SEMESTER I TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI

BPSL BLOK FAAL BUKU PRAKTIKUM SKILLS LAB ILMU KEDOKTERAN DASAR SEMESTER I TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI BPSL BUKU PRAKTIKUM SKILLS LAB ILMU KEDOKTERAN DASAR FAAL SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2016-2017 BLOK 1.1.2 PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1 FAAL DASAR

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian fisiologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah keilmuan tentang fisika medis dan 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan

Lebih terperinci

Alat pemadam kebakaran hutan-pompa punggung (backpack pump)- Unjuk kerja

Alat pemadam kebakaran hutan-pompa punggung (backpack pump)- Unjuk kerja Standar Nasional Indonesia Alat pemadam kebakaran hutan-pompa punggung (backpack pump)- Unjuk kerja ICS 65.060.80 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 56/M-IND/PER/5/2009 TANGGAL : 28 Mei 2009 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY

BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY BAB IV PENGUJIAN PROPELLER DISPLAY 4.1 Hasil Perancangan Setelah melewati tahap perancangan yang meliputi perancangan mekanik, elektrik, dan pemrograman. Maka terbentuklah sebuah propeller display berbasis

Lebih terperinci