BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1

2

3

4

5 BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). alam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. alam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk itera dan/atau itera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar adalah UTTP yang digunakan untuk menentukan volume cairan dalam kegiatan transaksi. Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar yang digunakan harus memenuhi kriteria tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun suatu Syarat Teknis Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar sebagai pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar. 1.2 aksud dan Tujuan 1. aksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar. 5

6 1.3 Pengertian alam Syarat Teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Tangki adalah tempat penyimpanan fluida pada tekanan kerja (operasional) yang juga dapat digunakan untuk pengukuran kuantitas dari cairan atau gas yang terdapat didalamnya. 2. Tangki Ukur Tetap Bentuk Silinder atar yang selanjutnya disingkat TUTSIA adalah tangki ukur yang mempunyai penampang melintang berbentuk lingkaran atau elips yang diletakkan mendatar secara tetap baik yang tertanam di dalam tanah maupun ditumpu oleh pondasi di atas tanah. 3. Volume nominal adalah nilai dari volume cairan maksimum yang terdapat di dalam TUTSIA pada kondisi penggunaan normal. 4. Ukuran nominal adalah ukuran dimensi TUTSIA yang terdiri dari diameter nominal, tinggi nominal dan panjang nominal. 5. iameter nominal adalah diameter dalam rata-rata semua cincin. 6. Tinggi nominal adalah tinggi TUTSIA. 7. Panjang nominal adalah panjang rata-rata TUTSIA. 8. Lemping volume nominal adalah lemping logam yang memuat Tanda aerah, Tanda Pegawai Berhak, Tanda Sah dan nilai volume nominal. 9. Lubang ukur adalah lubang bertutup pada TUTSIA, terletak tepat di atas meja ukur yang digunakan sebagai tempat untuk mengukur tinggi cairan. 10. Sumbu pengukuran vertikal adalah garis vertikal yang melewati tengah-tengah pipa pengarah yang letaknya sesuai dengan lubang ukur dan sesuai dengan posisi yang diarahkan untuk pengukuran ketinggian. 11. eja ukur adalah pelat datar yang dipasang tepat di bawah lubang ukur TUTSIA digunakan sebagai awal pengukuran tinggi cairan yang berada di dalamnya. 12. Titik ukur kedalaman atau titik referensi nol adalah persimpangan antara sumbu pengukuran vertikal dengan permukaan meja ukur TUTSIA. 13. Ullage adalah jarak antara permukaan cairan dengan titik referensi atas, diukur sepanjang sumbu pengukuran vertikal 14. Titik referensi atas adalah titik yang terletak pada sumbu pengukuran vertikal yang dijadikan sebagai referensi untuk mengukur ullage. 15. Tinggi referensi adalah jarak antara titik ukur kedalaman dengan titik referensi atas. 16. Alat ukur ketinggian otomatis adalah alat yang digunakan untuk mengukur dan menampilkan ketinggian cairan yang berada dalam TUTSIA secara otomatis dengan memperhatikan referensi tetap, sekurang-kurangnya terdiri dari sensor ketinggian cairan, transduser dan perangkat penunjukan. 17. Benda koreksi (deadwood) adalah benda yang terpasang di dalam TUTSIA yang mempengaruhi volume TUTSIA. 18. epth tape adalah alat ukur panjang untuk mengukur ketinggian cairan. 6

7 19. Pengujian metode volumetri adalah penentuan volume TUTSIA dengan penakaran masuk atau penakaran keluar dengan menggunakan standar ukuran volume memakai cairan. 20. Penakaran masuk adalah mengalirkan cairan dari standar ukuran volume ke dalam tangki. 21. Penakaran keluar adalah mengalirkan cairan dari tangki ke dalam standar ukuran volume statis atau dinamis. 22. Pengujian metode geometri adalah penentuan volume TUTSIA dengan mengukur dimensi luar atau dimensi dalam TUTSIA dengan memperhitungkan semua koreksi. 23. Cincin adalah bagian dinding TUTSIA berbentuk silinder yang pinggir sampingnya dibatasi oleh sambungan dengan las. 24. Lubang masuk (manhole) adalah lubang pada TUTSIA, berupa silinder yang ujungnya tertutup dan dapat dibuka untuk masuk atau keluar orang. 25. Pipa masukan adalah pipa yang digunakan untuk mengalirkan cairan ukur masuk ke dalam TUTSIA. 26. Pipa keluaran adalah pipa yang digunakan untuk mengalirkan cairan ukur keluar TUTSIA. 27. Pipa pengarah adalah pipa yang dipasang tetap dan vertikal pada lubang ukur. 28. Rawa adalah bagian dari cairan ukur setinggi meja ukur yang tidak bisa dikeluarkan melalui pipa keluaran. 29. Kondisi referensi adalah kondisi yang diterapkan atau dicantumkan pada sertifikat tabel volume tangki. 30. Tabel volume tangki adalah pernyataan dalam bentuk tabel, fungsi matematika V(h) yang mewakili hubungan antara tinggi h (variabel bebas) dan volume (variabel terikat). 31. Ketidakpastian yang diperluas (expanded uncertainty) adalah suatu interval sekitar nilai hasil pengukuran, dimana dapat diharapkan nilai hasil pengukuran terletak didalamnya dan juga merupakan sifat dari besaran yang diukur tersebut. 7

8 BAB II PERSYARATAN AINISTRASI 2.1 Lingkup Syarat Teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk TUTSIA. 2.2 Penerapan Syarat Teknis ini berlaku bagi setiap TUTSIA yang digunakan sebagai alat ukur untuk bahan bakar minyak, bahan bakar gas yang dicairkan dan cairan lainnya. 2.3 Identitas 1. Tiap TUTSIA harus dilengkapi dengan pelat identitas yang berisi informasi sebagai berikut: a. tanda pabrik atau merek; b. nomor tangki; c. tahun pembuatan; d. pembuat/pabrikan; e. volume nominal; dan f. tinggi cairan maksimum. 2. Pelat identitas sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. terbuat dari logam yang tidak berubah pada kondisi penggunaan normal; b. dilekatkan pada dinding TUTSIA yang lokasinya mudah dilihat, tidak mudah rusak, dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dan dipindahkan; dan c. informasi yang tertera pada pelat identitas harus ditulis dengan jelas dan mudah dibaca. 3. TUTSIA yang telah ditera harus dipasang lemping volume nominal. 2.4 Persyaratan TUTSIA Sebelum Peneraan 1. Persyaratan sebelum dilakukan tera TUTSIA harus memiliki/dilengkapi dengan: a. Surat Izin Tanda Pabrik; dan b. label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 2. Persyaratan sebelum dilakukan tera ulang TUTSIA yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 8

9 BAB III PERSYARATAN TEKNIS AN PERSYARATAN KEETROLOGIAN 3.1 Persyaratan Teknis 1. Bahan a. TUTSIA harus dibuat dari logam dan/atau bahan lain yang baik dan kuat sehingga tidak berubah bentuk untuk menjamin kebenaran pengukuran volume cairan; b. inding TUTSIA yang dibuat dari lembaran pelat logam disambung dengan las sehingga TUTSIA tersusun dari satu atau beberapa cincin; dan c. Ketebalan pelat dinding pada semua cincin TUTSIA harus sama. 2. Konstruksi a. TUTSIA terdiri dari 2 (dua) bagian utama, yaitu: 1) bagian silinder; dan 2) bagian tutup silinder; b. TUTSIA dapat mempunyai bagian sambungan antara silinder dan tutup. c. TUTSIA harus dibuat dengan bentuk, ukuran, konstruksi dan pemasangan sedemikian rupa, sehingga: 1) tidak ada udara terkurung saat pengisian atau cairan tertinggal saat pengeluaran; dan 2) memudahkan saat pelaksanaan pengujian dengan metode geometri. d. Sambungan antara masing-masing pelat dapat dilakukan dengan dilas tumpu, las lurus atau dilas lapis. e. Pembuatan TUTSIA dari bahan selain logam dilakukan dengan memakai suatu teknologi yang sesuai. f. Kedua ujung silinder ditutup dengan pelat yang sama dengan bentuk yang dapat berupa : 1) bidang datar; 2) cembung setengah bola atau elips; atau 3) tembereng bola. g. Bagian silinder badan TUTSIA dengan bagian tutup silinder dapat disambungkan secara langsung atau disambungkan dengan ditambah sambungan lurus. h. asar TUTSIA harus terletak di atas pondasi yang kokoh, sehingga dalam pemakaian tidak terjadi perubahan volume. i. TUTSIA dapat dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk mengurangi kehilangan akibat penguapan yang pemasangan dan penggunaannya tidak boleh menyebabkan kesalahan pengukuran. j. Bentuk, bahan, ketahanan, konstruksi dan perakitan harus sedemikian rupa, sehingga TUTSIA tahan terhadap pengaruh lingkungan, cairan yang dikandungnya dan pada penggunaan 9

10 normal tidak mengalami deformasi yang mungkin mempengaruhi volumetutsia. k. TUTSIA harus mempunyai: 1) pipa masukan; 2) pipa keluaran; 3) lubang masuk (manhole); 4) meja ukur; dan 5) lubang ukur. l. Pipa pengarah 1) Ujung bawah pipa pengarah harus sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu pengukuran tinggi cairan ukur; dan 2) Bagian dinding pipa pengarahtutsia harus berlubang. m. eja ukur 1) eja ukur harus dibangun pada posisi yang tetap dan stabil; 2) Kedudukan meja ukur harus serendah mungkin, harus lebih rendah dari pipa keluaran dan terletak tepat di bawah lubang ukur; dan 3) eja ukur dipasang di bawah pipa pengarah. n. Lubang ukur harus: 1) berkedudukan di dekat ujung tangga; dan 2) dilengkapi dengan tanda sebagai posisi pengukuran tinggi cairan. o. Titik referensi atas harus ditetapkan pada posisi yang tetap dan stabil. p. TUTSIA dapat dilengkapi tangga sebagai jalan masuk untuk melakukan pembersihan. q. TUTSIA dapat mempunyai perlengkapan alat ukur ketinggian cairan. r. Alat ukur ketinggian cairan sebagaimana dimaksud pada huruf q harus bertanda tera sah yang berlaku s. TUTSIA dapat dilengkapi dengan gelas duga dan pelat skala. t. TUTSIA yang dipakai untuk cairan ukur yang dipanaskan dan TUTSIA yang dipakai untuk gas cair dindingnya dapat dilapisi dengan bahan isolator. 3.2 Persyaratan Kemetrologian 1. Satuan yang dipergunakan harus dalam satuan ukuran yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Ketidakpastian hasil pengukuran maksimum dalam pengujian adalah ± 0,3%. 10

11 BAB IV PEERIKSAAN AN PENGUJIAN 4.1 Pemeriksaan 1. Tera a. Pemeriksaan konstruksi dan peralatan TUTSIA dilakukan dengan membandingkannya dengan gambar konstruksi; b. Pemeriksaan uji kebocoran dilaksanakan dengan memperhatikan sambungan pada dinding, keran, lubang masuk dan lain-lain, dalam keadaan TUTSIA berisi cairan uji; dan c. Pemeriksaan kemiringan dilakukan dengan mencatat hasil pengujian kemiringan. 2. Tera ulang Pemeriksaan konstruksi dan penampilan luar dan dalam TUTSIA untuk memastikan tidak ada modifikasi. 4.2 Pengujian tera dan tera ulang Proses pengujian tera dan tera ulang dilakukan dengan proses-proses sebagai berikut: 1. Pengujian TUTSIA dalam rangka tera dapat dilaksanakan di tempat terpasang tetap didasarkan pada kriteria TUTSIA tidak mudah dipindahkan dan/atau mempunyai kekhususan dari segi konstruksi, ukuran dan bobot. 2. Pengujian TUTSIA dalam rangka tera ulang dilaksanakan di tempat TUTSIA terpasang tetap, sesuai dengan maksud penggunaannya. 3. Selama diuji untuk tera atau tera ulang kondisi TUTSIA harus dalam keadaan tidak dioperasikan. 4. Pengujian TUTSIA dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. etode volumetri 1) etode volumetri dilakukan terhadap TUTSIA dengan kategori sebagai berikut: a) memiliki kapasitas nominal sampai dengan 50 m 3 ; dan/atau b) memiliki bentuk yang tidak cocok untuk metode geometri. 2) etode volumetri atau penakaran dibagi menjadi: a) penakaran dengan menggunakan meter arus standar; dan b) penakaran dengan menggunakan bejana ukur standar. Pengujian metode volumetri atau penakaran dilaksanakan dengan cara penakaran masuk atau penakaran keluar cairan sesuai prosedur pengujian sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 11

12 b. etode geometri 1) etode geometri dilakukan terhadap TUTSIA dengan kategori sebagai berikut: a) memiliki kapasitas nominal di atas 50 m 3 ; dan/atau b) memiliki bentuk geometri teratur dan tidak menunjukkan deformasi. 2) Proses pengukuran pada metode geometri Pengukuran imensi TUTSIA antara lain: a) pengukuran keliling; b) pengukuran cincin; c) pengukuran bagian tutup; d) pengukuran panjang; e) pengukuran tinggi meja ukur; dan f) pengukuran deadwood. 3) Perhitungan Volume TUTSIA Pengujian metode geometri dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengujian sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. 4) Pembuatan Tabel Tangki 12

13 BAB V PEBUBUHAN TANA TERA 5.1 Pembubuhan 1. Tanda aerah, Tanda Pegawai Berhak dan Tanda Sah dibubuhkan pada lemping volume nominal TUTSIA. 2. Tanda Jaminan dipasang pada bagian-bagian tertentu dari TUTSIA yang sudah disahkan pada waktu ditera atau ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. 3. Bentuk dan ukuran tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5.2 Tempat Pembubuhan 1. Tera a. Tanda aerah ukuran 8 mm, Tanda Pegawai Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping volume nominal secara berurutan dari kiri ke kanan; dan b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm dipasang pada pengikat lemping volume nominal dengan dinding TUTSIA sehingga lemping volume nominal tidak dapat dipindahkan tanpa merusak Tanda Jaminan. 2. Tera ulang Untuk tera ulang, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm tahun yang berlaku dibubuhkan pada lemping volume nominal di sebelah kanan Tanda Sah yang terdahulu. 13

14 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis TUTSIA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang TUTSIA serta pengawasan TUTSIA, untuk meminimalkan penyimpangan penggunaan TUTSIA dalam transaksi serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal. 14

15 Lampiran 1 PROSEUR PENGUJIAN ETOE VOLUETRI Pelaksanaan pengujian 1. Pengujian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a. Penakaran masuk yaitu cairan uji dialirkan melalui meter arus standar atau diukur dengan bejana ukur standar, kemudian dialirkan ke dalam TUTSIA; dan b. Penakaran keluar yaitu cairan uji pertama dimasukkan ke dalam TUTSIA sampai penuh, kemudian cairan uji dialirkan melalui bejana ukur standar. 2. Khusus pengujian dengan metode volumetri menggunakan meter arus standar harus dilakukan dengan penakaran masuk untuk menjaga kestabilan kecepatan alir. 3. Setiap penakaran masuk melalui meter arus standar harus dengan kecepatan alir konstan sesuai dengan kecepatan alir eter Faktor (F) yang dimiliki oleh meter arus standar. 4. Setelah volume cairan yang dimasukan dan/atau dikeluarkan telah sesuai dengan yang diinginkan, dilakukan pengukuran tinggi cairan dalam TUTSIA. 5. Apabila TUTSIA dilengkapi dengan gelas duga (gelas penglihat), tinggi cairan sebelum dan sesudah dikeluarkan atau dimasukkan diberi tanda pada pelat skalanya. 6. Setiap kali memasukan atau mengeluarkan cairan harus dilakukan pengukuran suhu cairan pada standar. 7. Pengukuran suhu cairan dalam TUTSIA dilakukan saat cairan telah mencapai volume nominal. 15

16 Lampiran 2 PROSEUR PENGUJIAN ETOE GEOETRI etode geometri dilakukan dengan menggunakan pengukuran dimensi. 1. etode pengukuran secara geometri berlaku untuk tangki yang memiliki kemiringan sampai dengan 10% dari kedudukan mendatar. 2. Prosedur pengujian Sesuai dengan kondisi TUTSIA berada/terpasang, maka pengukuran dimensi TUTSIA dapat dilakukan baik dari bagian luar maupun bagian dalam. Gambar 1. Lokasi dilakukannya pengukuran keliling (1. Bagian sambungan las; 2. Lebar cincin; 3. Lokasi pengukuran keliling) a. Pengukuran dari bagian luar: 1) Pengukuran pada tera dilakukan pada kondisi kosong; 2) Pengukuran pada tera ulang dilakukan pada saat TUTSIA dalam keadaan kosong dan/atau berisi cairan; 3) Apabila TUTSIA dalam keadaan berisi cairan maka catat tinggi, suhu dan massa jenis; 4) Pengukuran keliling TUTSIA: a) Ukur keliling TUTSIA dengan melingkarkan pita ukur dalam posisi luruspada posisi 20%, 50% dan 80% dari panjang masing-masing cincin seperti ditunjukkan dalam Gambar 1; b) Pita ukur diberi tarikan sesuai dengan spesifikasinya (misal: 5 kg), kemudian baca penunjukan pita ukur; c) Pita ukur diulur dan amati apakah masih dalam keadaan lurus; d) Lakukan pengukuran sebagaimana huruf b) dan c) sebanyak 3 (tiga) kali pada satu posisi dalam 1 (satu) cincin; e) Catat hasil pengukuran ke dalam satuan millimeter (mm) dan perbedaan antara 2 (dua) pengukuran berurutan tersebut 16

17 harus berada dalam rentang ± 0,03% atau 3 mm (dipilih yang terbesar); f) Ulangi pengukuran jika hasil pengukuran belum memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada huruf e). g) Rata-rata dari 3 (tiga) pengukuran keliling sebagaimana pada huruf f) dinyatakan sebagai hasil pengukuran keliling pada titik tersebut; h) Lakukan sebagaimana huruf b) sampai dengan g )pada titik yang lain dalam satu cincin; i) Rata-rata dari pengukuran keliling pada posisi 20%, 50% dan 80% dari panjang cincin merupakan keliling dari cincin tersebut; j) Lakukan sebagaimana huruf b) sampai dengan i) pada cincin yang lain; dan k) Rata-rata dari pengukuran keliling tiap cincin merupakan keliling silinder. 5) Pengukuran keliling sambungan lurus: a) Lakukan pengukuran keliling pada posisi bagian tengah sambungan lurus sebanyak 3 (tiga) kali; dan b) Rata-rata dari 3 (tiga) kali pengukuran sebagaimana huruf a) merupakan keliling sambungan lurus. 6) Pengukuran tebal pelat: a) Lakukan pengukuran tebal pelat dan tebal cat dinding TUTSIA pada setiap cincin atau dapat diambil dari gambar konstruksi tangki; dan b) Catat data tebal pelat dan tebal cat ke dalam satuan mm. 7) Pengukuran panjang cincin: a) Bagi cincin 1(satu) menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian atas, 50% dan bagian bawah; b) Beri tanda pada masing-masing bagian sebagaimana huruf a); c) Lakukan pengukuran panjang bagian atas cincin 1 (satu) sebanyak 3 (tiga) kali; d) Catat hasil pengukuran ke dalam satuan millimeter (mm) dan perbedaan antara 2 (dua) pengukuran berurutan tersebut harus berada dalam rentang ± 0,03% atau 3 mm (dipilih yang terbesar); e) Ulangi pengukuran jika hasil pengukuran belum memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada huruf d); f) Rata-rata dari ketiga pengukuran sebagaimana huruf c) dinyatakan sebagai panjang bagian atas cincin 1 (satu); g) Lakukan pengukuran pada bagian 50% dan bagian bawah sebagaimana huruf c) sampai dengan f); h) Rata-rata panjang pada bagian atas, 50% dan bagian bawah dari cincin 1 (satu) dinyatakan sebagai panjang cincin tersebut; i) Lakukan sebagaimana huruf a) sampai dengan h) untuk cincin-cincin yang lain; dan 17

18 j) Panjang semua cincin dinyatakan sebagai panjang total cincin TUTSIA. 8) Pengukuran panjang sambungan lurus: a) Bagi sambungan lurus menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian atas, 50% dan bagian bawah; b) Beri tanda pada masing-masing bagian sebagaimana huruf a); c) Lakukan pengukuran panjang sambungan lurus pada bagian atas sebanyak 3 (tiga) kali; d) Hitung rata-rata dari ketiga pengukuran sebagaimana huruf c) dinyatakan sebagai panjang sambungan lurus bagian atas; e) Lakukan pengukuran pada bagian 50% dan bagian bawah sebagaimana huruf c) dan d); f) Rata-rata panjang pada bagian atas, 50% dan bagian bawah dinyatakan sebagai panjang sambungan lurus; dan g) Lakukan pengukuran sebagaimana huruf a) sampai dengan huruf f) pada bagian sambungan lurus yang lain. 9) Pengukuran bagian tutup TUTSIA : a) Lakukan pengukuran panjang bagian tutup dengan menggunakan pengukur kedalaman apabila pengukuran dapat dilakukan atau diambil dari gambar konstruksi TUTSIA; b) Lakukan pengukuran pada huruf a) sebanyak 3 (tiga) kali; c) Hasil rata-rata pengukuran sebagaimana huruf b) dinyatakan sebagai panjang bagian tutup; d) Lakukan pengukuran jari-jari bagian tutup di delapan titik apabila memungkinkan atau nilainya diambil dari gambar konstruksi TUTSIA; e) Hasil rata-rata pengukuran sebagaimana huruf d) dinyatakan sebagai jari-jari bagian tutup. 18

19 b. Pengukuran dari bagian dalam: 1) Pengukuran diameter dalam TUTSIA: a) Lakukan pengukuran diameter dalam pada 4 (empat) kedudukan yang terbagi secara merata pada sekeliling TUTSIA; b) Pengukuran dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan dinyatakan memenuhi syarat apabila perbedaan hasil pengukuran yang berurutan berada dalam 0,05% dari diameter atau ±1 mm (dipilih nilai terbesar); c) Ulangi pengukuran jika hasil pengukuran belum memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada huruf b); dan d) Rata-rata dari 4 (empat) hasil pengukuran tersebut dinyatakan sebagai hasil pengukuran diameter dalam. 2) Pengukuran panjang cincin: a) Bagi cincin 1(satu) menjadi 3 (tiga) bagian pada posisi antara bagian bawah sampai dengan titik 50%; b) Beri tanda pada masing-masing bagian sebagaimana huruf a); c) Lakukan pengukuran panjang bagian bawah cincin 1 (satu) sebanyak 3 (tiga) kali; d) Catat hasil pengukuran ke dalam satuan milimeter (mm) dan perbedaan antara 2 (dua) pengukuran berurutan tersebut harus berada dalam rentang ± 0,03% atau 3 mm (dipilih yang terbesar); e) Ulangi pengukuran jika hasil pengukuran belum memenuhi syarat sebagaimana disebutkan pada huruf d); f) Rata-rata dari ketiga pengukuran sebagaimana huruf c) dinyatakan sebagai panjang bagian atas cincin 1 (satu); g) Lakukan pengukuran pada bagian lain sebagaimana huruf c) sampai dengan f); h) Rata-rata panjang pada ketiga bagian dari cincin 1 (satu) dinyatakan sebagai panjang cincin tersebut; i) Lakukan sebagaimana huruf a) sampai dengan h) untuk cincin-cincin yang lain; dan j) Panjang total cincin dinyatakan sebagai panjang cincin TUTSIA. 3) Pengukuran panjang sambungan lurus: a) Bagi sambungan lurus menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian atas, 50% dan bagian bawah; b) Beri tanda pada masing-masing bagian sebagaimana huruf a); c) Lakukan pengukuran panjang sambungan lurus pada bagian atas sebanyak 3 (tiga) kali; d) Hitung rata-rata dari ketiga pengukuran sebagaimana huruf c) dinyatakan sebagai panjang sambungan lurus bagian atas; e) Lakukan pengukuran pada bagian 50% dan bagian bawah sebagaimana huruf c) dan d); f) Rata-rata panjang pada bagian atas, 50% dan bagian bawah dinyatakan sebagai panjang sambungan lurus; dan 19

20 g) Lakukan pengukuran sebagaimana huruf a) sampai dengan huruf f) pada bagian sambungan lurus yang lain. 4) Pengukuran bagian tutup TUTSIA: a) Lakukan pengukuran panjang dari bagian tutup dengan menggunakan pengukur kedalaman apabila pengukuran dapat dilakukan atau diambil dari gambar konstruksi TUTSIA; b) Lakukan pengukuran pada huruf a) sebanyak 3 (tiga) kali; c) Hasil rata-rata pengukuran sebagaimana huruf b) dinyatakan sebagai panjang bagian tutup; d) Lakukan pengukuran jari-jari bagian tutup di delapan titik apabila memungkinkan atau nilainya diambil dari gambar konstruksi TUTSIA; e) Hasil rata-rata pengukuran sebagaimana huruf d) dinyatakan sebagai jari-jari bagian tutup. 5) Pengukuran panjang TUTSIA: Lakukan pengukuran antar pusat bagian tutup sebagai panjang total TUTSIA sebanyak 2 (dua) kali dan toleransi perbedaan antara 2 (dua) hasil pengukuran yang berurutan harus berada dalam ±0,03 % dari panjang TUTSIA atau 3 mm (diambil nilai terbesar). c. Pengukuran lain-lain Lakukan pengukuran untuk mendapatkan data selain yang ada pada huruf a dan b. ata-datanya adalah sebagai berikut: 1) Kemiringan tangki. Lakukan pengukuran kemiringan pada tangki yang sudah dipasang tetap. 2) Tinggi lubang ukur, Lakukan pengukuran tinggi lubang ukur dengan mengukur jarak tinggi antara meja ukur dan lubang ukur. 3) Pengukuran tinggi meja ukur: Lakukan pengukuran tinggi meja ukur dan catat hasilnya dalam satuan milimeter (mm). 4) Pengukuran dimensi deadwood: Lakukan pengukuran dimensi deadwood dan letak ketinggiannya, catat hasilnya dalam satuan milimeter (mm). 3. Perhitungan Tabel Volume Tangki: a. Cantumkan suhu dan tekanan operasional dalam sertifikat tabel volume tangki; b. Hitung benda-benda koreksi dan kedudukannya dalam tangki dalam pembuatan tabel volume tangki; c. Harus memperhitungkan koreksi akibat pemuaian dari alat ukur dan dinding tangki pada semua data hasil pengukuran atau dapat diabaikan apabila dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat pengujian; dan 20

21 d. Perhitungan Gambar 2.Posisi pengukuran TUTSIA a. b. c. d. Gambar 3. Bagian tutup TUTSIA Gambar 4. Posisi pengukuran panjang cincin TUTSIA 21

22 Gambar 5. p s = panjang seluruh cincin TUTSIA, p = panjang TUTSIA, r 1 = jari-jari tutup TUTSIA Keterangan : x 1 = nilai keliling rata-rata pada posisi 20% dari sambungan/las x 2 = nilai keliling rata-rata pada posisi 50% dari sambungan/las x 3 = nilai keliling rata-rata pada posisi 80% dari sambungan/las K 1 = nilai keliling rata- rata pada cincin ke-1 K 2 = nilai keliling rata- rata pada cincin ke-2 K n = nilai keliling rata- rata pada cincin ke-n y 1 = nilai panjang rata-rata cincin pada bagian atas y 2 = nilai panjang rata-rata cincin pada posisi 50% dari cincin y 3 = nilai panjang rata-rata cincin pada bagian bawah dari cincin p 1 = nilai panjang rata-rata cincin ke-1 p 2 = nilai panjang rata-rata cincin ke-2 p n = nilai panjang rata-rata cincin ke-n y = panjang seluruh cincin K = keliling TUTSIA z sl1, z sl2 = keliling masing-masing sambungan lurus z sl = keliling sambungan lurus = diameter dalam silinder s = diameter sambungan lurus t 1 = tebal pelat dinding silinder TUTSIA t 2 = tebal pelat sambungan dan tembereng TUTSIA t 3 = tebal pelat sambungan lurus 22

23 p sl1, p sl2 = panjang masing-masing sambungan lurus s 1, s 2 = panjang masing-masing lengkung sambungan h 1,h 2 = panjang tembereng r 1 = BF = jari-jari tembereng r 2 = BE = jari-jari ruas lengkung sambungan p = panjang tangki p s = panjang silinder V s = volume silinder V r = volume lengkung sambungan V t = volume tutup V T = volume total bagian tutup 1) Keliling TUTSIA (K): a) Pengukuran keliling pada cincin ke-1: Rata-rata keliling yaitu: K 1 = x 1 + x 2 + x 3 3 b) Pengukuran keliling pada cincin ke-n Rata-rata keliling yaitu: c) Keliling TUTSIA: K n = x 1 + x 2 + x 3 3 K = K 1+ +K n, n engan n adalah jumlah cincin pada TUTSIA 2) Perhitungan panjang seluruh cincin TUTSIA (y) a) Pengukuran panjang cincin pada cincin ke-1: Rata-rata panjang yaitu: p 1 = y 1 + y 2 + y 3 3 b) Pengukuran panjang cincin pada cincin ke-n: Rata-rata panjang yaitu: c) Panjang total cincin TUTSIA: y = p 1 + p p n p n = y 1 + y 2 + y 3 3 engan n adalah jumlah cincin pada TUTSIA 23

24 3) Perhitungan diameter dalam TUTSIA () = Keliling π 2t 1 4) Perhitungan diameter dalam sambungan lurus ( s ) a) Rata-rata keliling dari 3 (tiga) kali pengukuran keliling sambungan lurus (z sl1 ): z sl1 = z sl11 + z sl12 + z sl13 3 b) Keliling sambungan lurus (z sl ): z sl = z sl1 + z sl2 2 c) iameter sambungan lurus ( s ): s = z sl π 2t 3 5) Perhitungan panjang silinder tangki (p s ) ps = y+p sl1 +p sl2 6) Panjang tangki (p) p = p s + h 1 + s 1 + h 2 + s 2 7) Volume silinder: V s = 1 4 π2 xy π s 2 x(p sl1 + p sl2 ) 8) Volume lengkung sambungan EF = BF BE CG = 1 2 s GE = CG CE GF = EF 2 GE 2 HG = GFxEB EF BH = EGxHF GF AH = AF FH GH = FH FG arc sin GH dalam radian BE V r = π (EG 2 x HG) + (BE 2 x HG) 1 3 HG3 + HG x EG BE 2 HG 2 + BE 2 x EG arc sin HG BE 9) Volume tutup (untuk satu tutup) a) Bentuk tembereng bola (seperti ditunjukkan pada Gambar 3a) V t = 1 6 πxah(3bh2 + AH 2 ) 24

25 b) Bentuk cembung setengah bola (seperti ditunjukkan pada Gambar 3b dan 3c) V t = π3 12 c) Bentuk cembung setengah elips (seperti ditunjukkan pada Gambar 3b dan 3c) V t = π2 H 6 d) Bentuk tembereng bola (seperti ditunjukkan pada Gambar 3d) V t = 1 48 xπh(32 + 4H 2 ) 10) Volume total bagian tutup V T = V r + V t Volume silinder TUTSIA dan volume bagian tutup silinder akan menjadi dasar perhitungan dalam pembuatan Tabel Volume TUTSIA. Konstanta K s yang digunakan pada perhitungan volume bagian tutup (V T ) untuk bentuk tutup sesuai dengan nomor 9) huruf a), b), dan c) menggunakan nilai dari Tabel 3, sedangkan untuk bentuk tutup sesuai dengan nomor 9) huruf d) menggunakan nilai dari Tabel 4. 11) Pengaruh Kemiringan Untuk lubang ukur yang posisinya berada tepat di pusat tangki, koreksi untuk kemiringan dapat diabaikan. Namun umumnya posisi lubang ukur tidak berada tepat di pusat tangki, dengan demikian perlu dilakukan koreksi akibat kemiringan. 4. Pembuatan Tabel Volume TUTSIA a. ata TUTSIA ata TUTSIA yang dibutuhkan adalah seperti berikut : 1) iameter silinder TUTSIA; 2) Volume silinder; dan 3) Volume total tutup silinder. b. Perhitungan Tabel Volume TUTSIA Tabel volume tangki dibuat untuk tiap kenaikan tinggi 1 cm seperti ditunjukkan dalam Tabel 1, dan konstanta K yang dipergunakan adalah dari Tabel 2 untuk volume silinder dan Tabel 3 dan Tabel 4 untuk volume tutup silinder. Harga konstanta K setiap bagian dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagian silinder: K = 1 arc cos(1 2p) 2(1 2p) p(1 p) π 2) Bagian tutup silinder berupa tembereng bola maupun tembereng ellips: K = 3p 2 2p 3 c. Tabel volume tangki dibuat untuk tiap kenaikan tinggi cairan 1 cm dan konstanta K. Tabel terdiri dari 8 (delapan) kolom sebagaimana tercantum pada Tabel 1. 25

26 Tabel 1. Tabel Volume TUTSIA Tinggi cairan P= K s K s xv s (L) K T K T xv T (L) Jumlah volume Selisih (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Keterangan: 1) Kolom 1 berisi ketinggian cairan yang dimulai dari 0 cm sampai diameter TUTSIA dengan kenaikan tinggi sebesar 1 cm; 2) Kolom 2 berisi nilai p = /, adalah ketinggian cairan sebagaimana pada kolom 1 dan adalah diameter dalam TUTSIA. Sebagai contoh, untuk ketinggian cairan = 1 cm dengan harga = 303 cm maka p = 1/303 = , sehingga untuk ketinggian cairan lainnya diisi kelipatan dari angka tersebut. alam kolom cukup dituliskan sampai 5 angka dibelakang koma. Ketinggian ½ (setengah) diameter perlu dicantumkan karena merupakan ½ dari volume tangki; 3) Kolom 3 berisi nilai koefisien K s sebagaimana tercantum pada Tabel 2. Nilai Koefisien K s, apabila nilai p pada kolom 2 telah ditentukan, maka nilai K s dapat dilihat di dalam tabel tersebut. Perlu diperhatikan pada tabel harga p hanya tercantum 3 angka di belakang koma, untuk nilai p dengan angka dibelakang koma lebih dari 3 angka, nilai K s dapat ditentukan dengan perhitungan interpolasi. Rumus interpolasi yang digunakan adalah: K s = K 1 + p p 1 p 2 p 1 (K 2 K 1 ) 4) Kolom 4 berisi hasil perkalian antara kolom 3 dengan volume silinder TUTSIA (V s ); 5) Kolom 5 berisi harga koefisien K T sebagaimana tercantum pada Tabel 3 atau Tabel 4 untuk setiap harga p sebagaimana kolom 2; 6) Kolom 6 berisi hasil perkalian antara kolom 5 dengan volume 2 buah tutup silinder TUTSIA (V T ); 7) Kolom 7 merupakan penjumlahan dari kolom 4 dan kolom 6 yang merupakan volume TUTSIA yang merupakan total volume per ketinggian; dan 8) Kolom 8 berisi selisih/fraksi volume dalam setiap jenjang ketinggian dari kolom 7. Nilai ini untuk menentukan volume pada ketinggian cairan di bawah 1 cm pada hitungan milimeter. 26

27 Tabel 2. Nilai K untuk area Silinder 0,000 0, ,028 0, ,001 0, ,029 0, ,002 0, ,030 0, ,003 0, ,031 0, ,004 0, ,032 0, ,005 0, ,033 0, ,006 0, ,034 0, ,007 0, ,035 0, ,008 0, ,036 0, ,009 0, ,037 0, ,010 0, ,038 0, ,011 0, ,039 0, ,012 0, ,040 0, ,013 0, ,041 0, ,014 0, ,042 0, ,015 0, ,043 0, ,016 0, ,044 0, ,017 0, ,045 0, ,018 0, ,046 0, ,019 0, ,047 0, ,020 0, ,048 0, ,021 0, ,049 0, ,022 0, ,050 0, ,023 0, ,051 0, ,024 0, ,052 0, ,025 0, ,053 0, ,026 0, ,054 0, ,027 0, ,055 0,

28 0,056 0, ,084 0, ,057 0, ,085 0, ,058 0, ,086 0, ,059 0, ,087 0, ,060 0, ,088 0, ,061 0, ,089 0, ,062 0, ,090 0, ,063 0, ,091 0, ,064 0, ,092 0, ,065 0, ,093 0, ,066 0, ,094 0, ,067 0, ,095 0, ,068 0, ,096 0, ,069 0, ,097 0, ,070 0, ,098 0, ,071 0, ,099 0, ,072 0, ,100 0, ,073 0, ,101 0, ,074 0, ,102 0, ,075 0, ,103 0, ,076 0, ,104 0, ,077 0, ,105 0, ,078 0, ,106 0, ,079 0, ,107 0, ,080 0, ,108 0, ,081 0, ,109 0, ,082 0, ,110 0, ,083 0, ,111 0,

29 0,112 0, ,140 0, ,113 0, ,141 0, ,114 0, ,142 0, ,115 0, ,143 0, ,116 0, ,144 0, ,117 0, ,145 0, ,118 0, ,146 0, ,119 0, ,147 0, ,120 0, ,148 0, ,121 0, ,149 0, ,122 0, ,150 0, ,123 0, ,151 0, ,124 0, ,152 0, ,125 0, ,153 0, ,126 0, ,154 0, ,127 0, ,155 0, ,128 0, ,156 0, ,129 0, ,157 0, ,130 0, ,158 0, ,131 0, ,159 0, ,132 0, ,160 0, ,133 0, ,161 0, ,134 0, ,162 0, ,135 0, ,163 0, ,136 0, ,164 0, ,137 0, ,165 0, ,138 0, ,166 0, ,139 0, ,167 0,

30 0,168 0, ,196 0, ,169 0, ,197 0, ,170 0, ,198 0, ,171 0, ,199 0, ,172 0, ,200 0, ,173 0, ,201 0, ,174 0, ,202 0, ,175 0, ,203 0, ,176 0, ,204 0, ,177 0, ,205 0, ,178 0, ,206 0, ,179 0, ,207 0, ,180 0, ,208 0, ,181 0, ,209 0, ,182 0, ,210 0, ,183 0, ,211 0, ,184 0, ,212 0, ,185 0, ,213 0, ,186 0, ,214 0, ,187 0, ,215 0, ,188 0, ,216 0, ,189 0, ,217 0, ,190 0, ,218 0, ,191 0, ,219 0, ,192 0, ,220 0, ,193 0, ,221 0, ,194 0, ,222 0, ,195 0, ,223 0,

31 0,224 0, ,252 0, ,225 0, ,253 0, ,226 0, ,254 0, ,227 0, ,255 0, ,228 0, ,256 0, ,229 0, ,257 0, ,230 0, ,258 0, ,231 0, ,259 0, ,232 0, ,260 0, ,233 0, ,261 0, ,234 0, ,262 0, ,235 0, ,263 0, ,236 0, ,264 0, ,237 0, ,265 0, ,238 0, ,266 0, ,239 0, ,267 0, ,240 0, ,268 0, ,241 0, ,269 0, ,242 0, ,270 0, ,243 0, ,271 0, ,244 0, ,272 0, ,245 0, ,273 0, ,246 0, ,274 0, ,247 0, ,275 0, ,248 0, ,276 0, ,249 0, ,277 0, ,250 0, ,278 0, ,251 0, ,279 0,

32 0,280 0, ,308 0, ,281 0, ,309 0, ,282 0, ,310 0, ,283 0, ,311 0, ,284 0, ,312 0, ,285 0, ,313 0, ,286 0, ,314 0, ,287 0, ,315 0, ,288 0, ,316 0, ,289 0, ,317 0, ,290 0, ,318 0, ,291 0, ,319 0, ,292 0, ,320 0, ,293 0, ,321 0, ,294 0, ,322 0, ,295 0, ,323 0, ,296 0, ,324 0, ,297 0, ,325 0, ,298 0, ,326 0, ,299 0, ,327 0, ,300 0, ,328 0, ,301 0, ,329 0, ,302 0, ,330 0, ,303 0, ,331 0, ,304 0, ,332 0, ,305 0, ,333 0, ,306 0, ,334 0, ,307 0, ,335 0,

33 0,336 0, ,364 0, ,337 0, ,365 0, ,338 0, ,366 0, ,339 0, ,367 0, ,340 0, ,368 0, ,341 0, ,369 0, ,342 0, ,370 0, ,343 0, ,371 0, ,344 0, ,372 0, ,345 0, ,373 0, ,346 0, ,374 0, ,347 0, ,375 0, ,348 0, ,376 0, ,349 0, ,377 0, ,350 0, ,378 0, ,351 0, ,379 0, ,352 0, ,380 0, ,353 0, ,381 0, ,354 0, ,382 0, ,355 0, ,383 0, ,356 0, ,384 0, ,357 0, ,385 0, ,358 0, ,386 0, ,359 0, ,387 0, ,360 0, ,388 0, ,361 0, ,389 0, ,362 0, ,390 0, ,363 0, ,391 0,

34 0,392 0, ,420 0, ,393 0, ,421 0, ,394 0, ,422 0, ,395 0, ,423 0, ,396 0, ,424 0, ,397 0, ,425 0, ,398 0, ,426 0, ,399 0, ,427 0, ,400 0, ,428 0, ,401 0, ,429 0, ,402 0, ,430 0, ,403 0, ,431 0, ,404 0, ,432 0, ,405 0, ,433 0, ,406 0, ,434 0, ,407 0, ,435 0, ,408 0, ,436 0, ,409 0, ,437 0, ,410 0, ,438 0, ,411 0, ,439 0, ,412 0, ,440 0, ,413 0, ,441 0, ,414 0, ,442 0, ,415 0, ,443 0, ,416 0, ,444 0, ,417 0, ,445 0, ,418 0, ,446 0, ,419 0, ,447 0,

35 0,448 0, ,476 0, ,449 0, ,477 0, ,450 0, ,478 0, ,451 0, ,479 0, ,452 0, ,480 0, ,453 0, ,481 0, ,454 0, ,482 0, ,455 0, ,483 0, ,456 0, ,484 0, ,457 0, ,485 0, ,458 0, ,486 0, ,459 0, ,487 0, ,460 0, ,488 0, ,461 0, ,489 0, ,462 0, ,490 0, ,463 0, ,491 0, ,464 0, ,492 0, ,465 0, ,493 0, ,466 0, ,494 0, ,467 0, ,495 0, ,468 0, ,496 0, ,469 0, ,497 0, ,470 0, ,498 0, ,471 0, ,499 0, ,472 0, ,500 0, ,473 0, ,474 0, ,475 0,

36 Tabel 3. Nilai K untuk tutup bentuk cembung setengah bola atau setengah ellips 0,000 0, ,027 0, ,001 0, ,028 0, ,002 0, ,029 0, ,003 0, ,030 0, ,004 0, ,031 0, ,005 0, ,032 0, ,006 0, ,033 0, ,007 0, ,034 0, ,008 0, ,035 0, ,009 0, ,036 0, ,010 0, ,037 0, ,011 0, ,038 0, ,012 0, ,039 0, ,013 0, ,040 0, ,014 0, ,041 0, ,015 0, ,042 0, ,016 0, ,043 0, ,017 0, ,044 0, ,018 0, ,045 0, ,019 0, ,046 0, ,020 0, ,047 0, ,021 0, ,048 0, ,022 0, ,049 0, ,023 0, ,050 0, ,024 0, ,051 0, ,025 0, ,052 0, ,026 0, ,053 0,

37 0,054 0, ,082 0, ,055 0, ,083 0, ,056 0, ,084 0, ,057 0, ,085 0, ,058 0, ,086 0, ,059 0, ,087 0, ,060 0, ,088 0, ,061 0, ,089 0, ,062 0, ,090 0, ,063 0, ,091 0, ,064 0, ,092 0, ,065 0, ,093 0, ,066 0, ,094 0, ,067 0, ,095 0, ,068 0, ,096 0, ,069 0, ,097 0, ,070 0, ,098 0, ,071 0, ,099 0, ,072 0, ,100 0, ,073 0, ,101 0, ,074 0, ,102 0, ,075 0, ,103 0, ,076 0, ,104 0, ,077 0, ,105 0, ,078 0, ,106 0, ,079 0, ,107 0, ,080 0, ,108 0, ,081 0, ,109 0,

38 0,110 0, ,138 0, ,111 0, ,139 0, ,112 0, ,140 0, ,113 0, ,141 0, ,114 0, ,142 0, ,115 0, ,143 0, ,116 0, ,144 0, ,117 0, ,145 0, ,118 0, ,146 0, ,119 0, ,147 0, ,120 0, ,148 0, ,121 0, ,149 0, ,122 0, ,150 0, ,123 0, ,151 0, ,124 0, ,152 0, ,125 0, ,153 0, ,126 0, ,154 0, ,127 0, ,155 0, ,128 0, ,156 0, ,129 0, ,157 0, ,130 0, ,158 0, ,131 0, ,159 0, ,132 0, ,160 0, ,133 0, ,161 0, ,134 0, ,162 0, ,135 0, ,163 0, ,136 0, ,164 0, ,137 0, ,165 0,

39 0,166 0, ,194 0, ,167 0, ,195 0, ,168 0, ,196 0, ,169 0, ,197 0, ,170 0, ,198 0, ,171 0, ,199 0, ,172 0, ,200 0, ,173 0, ,201 0, ,174 0, ,202 0, ,175 0, ,203 0, ,176 0, ,204 0, ,177 0, ,205 0, ,178 0, ,206 0, ,179 0, ,207 0, ,180 0, ,208 0, ,181 0, ,209 0, ,182 0, ,210 0, ,183 0, ,211 0, ,184 0, ,212 0, ,185 0, ,213 0, ,186 0, ,214 0, ,187 0, ,215 0, ,188 0, ,216 0, ,189 0, ,217 0, ,190 0, ,218 0, ,191 0, ,219 0, ,192 0, ,220 0, ,193 0, ,221 0,

40 0,222 0, ,250 0, ,223 0, ,251 0, ,224 0, ,252 0, ,225 0, ,253 0, ,226 0, ,254 0, ,227 0, ,255 0, ,228 0, ,256 0, ,229 0, ,257 0, ,230 0, ,258 0, ,231 0, ,259 0, ,232 0, ,260 0, ,233 0, ,261 0, ,234 0, ,262 0, ,235 0, ,263 0, ,236 0, ,264 0, ,237 0, ,265 0, ,238 0, ,266 0, ,239 0, ,267 0, ,240 0, ,268 0, ,241 0, ,269 0, ,242 0, ,270 0, ,243 0, ,271 0, ,244 0, ,272 0, ,245 0, ,273 0, ,246 0, ,274 0, ,247 0, ,275 0, ,248 0, ,276 0, ,249 0, ,277 0,

41 0,278 0, ,306 0, ,279 0, ,307 0, ,280 0, ,308 0, ,281 0, ,309 0, ,282 0, ,310 0, ,283 0, ,311 0, ,284 0, ,312 0, ,285 0, ,313 0, ,286 0, ,314 0, ,287 0, ,315 0, ,288 0, ,316 0, ,289 0, ,317 0, ,290 0, ,318 0, ,291 0, ,319 0, ,292 0, ,320 0, ,293 0, ,321 0, ,294 0, ,322 0, ,295 0, ,323 0, ,296 0, ,324 0, ,297 0, ,325 0, ,298 0, ,326 0, ,299 0, ,327 0, ,300 0, ,328 0, ,301 0, ,329 0, ,302 0, ,330 0, ,303 0, ,331 0, ,304 0, ,332 0, ,305 0, ,333 0,

42 0,334 0, ,362 0, ,335 0, ,363 0, ,336 0, ,364 0, ,337 0, ,365 0, ,338 0, ,366 0, ,339 0, ,367 0, ,340 0, ,368 0, ,341 0, ,369 0, ,342 0, ,370 0, ,343 0, ,371 0, ,344 0, ,372 0, ,345 0, ,373 0, ,346 0, ,374 0, ,347 0, ,375 0, ,348 0, ,376 0, ,349 0, ,377 0, ,350 0, ,378 0, ,351 0, ,379 0, ,352 0, ,380 0, ,353 0, ,381 0, ,354 0, ,382 0, ,355 0, ,383 0, ,356 0, ,384 0, ,357 0, ,385 0, ,358 0, ,386 0, ,359 0, ,387 0, ,360 0, ,388 0, ,361 0, ,389 0,

43 0,390 0, ,418 0, ,391 0, ,419 0, ,392 0, ,420 0, ,393 0, ,421 0, ,394 0, ,422 0, ,395 0, ,423 0, ,396 0, ,424 0, ,397 0, ,425 0, ,398 0, ,426 0, ,399 0, ,427 0, ,400 0, ,428 0, ,401 0, ,429 0, ,402 0, ,430 0, ,403 0, ,431 0, ,404 0, ,432 0, ,405 0, ,433 0, ,406 0, ,434 0, ,407 0, ,435 0, ,408 0, ,436 0, ,409 0, ,437 0, ,410 0, ,438 0, ,411 0, ,439 0, ,412 0, ,440 0, ,413 0, ,441 0, ,414 0, ,442 0, ,415 0, ,443 0, ,416 0, ,444 0, ,417 0, ,445 0,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK > '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Soal No. 2 Seorang anak hendak menaikkan batu bermassa 1 ton dengan alat seperti gambar berikut!

Soal No. 2 Seorang anak hendak menaikkan batu bermassa 1 ton dengan alat seperti gambar berikut! Fluida Statis Fisikastudycenter.com- Contoh Soal dan tentang Fluida Statis, Materi Fisika kelas 2 SMA. Cakupan : tekanan hidrostatis, tekanan total, penggunaan hukum Pascal, bejana berhubungan, viskositas,

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

BAB FLUIDA A. 150 N.

BAB FLUIDA A. 150 N. 1 BAB FLUIDA I. SOAL PILIHAN GANDA Jika tidak diketahui dalam soal, gunakan g = 10 m/s 2, tekanan atmosfer p 0 = 1,0 x 105 Pa, dan massa jenis air = 1.000 kg/m 3. dinyatakan dalam meter). Jika tekanan

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2004 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning suatu

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

MODUL FISIKA SMA Kelas 10

MODUL FISIKA SMA Kelas 10 SMA Kelas 10 A. Fluida Statis Fluida statis membahas tentang gaya dan tekanan pada zat alir yang tidak bergerak. Zat yang termasuk zat alir adalah zat cair dan gas. Setiap zat baik padat, cair maupun gas

Lebih terperinci

SET 04 MEKANIKA FLUIDA. Fluida adalah zat yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk ketika ditekan.

SET 04 MEKANIKA FLUIDA. Fluida adalah zat yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk ketika ditekan. 04 MTERI DN LTIHN SOL SMPTN TOP LEVEL - XII SM FISIK SET 04 MEKNIK FLUID Fluida adalah zat yang dapat mengalir dan memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk ketika ditekan.. FlUid sttis a.

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI FLUID STTIS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi fluida statis.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 56/M-IND/PER/5/2009 TANGGAL : 28 Mei 2009 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT FISIKA 2

SOAL TRY OUT FISIKA 2 SOAL TRY OUT FISIKA 2 1. Dua benda bermassa m 1 dan m 2 berjarak r satu sama lain. Bila jarak r diubah-ubah maka grafik yang menyatakan hubungan gaya interaksi kedua benda adalah A. B. C. D. E. 2. Sebuah

Lebih terperinci

Rumus Minimal. Debit Q = V/t Q = Av

Rumus Minimal. Debit Q = V/t Q = Av Contoh Soal dan tentang Fluida Dinamis, Materi Fisika kelas 2 SMA. Mencakup debit, persamaan kontinuitas, Hukum Bernoulli dan Toricelli dan gaya angkat pada sayap pesawat. Rumus Minimal Debit Q = V/t Q

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK Pedoman Umum 1. Yang dimaksud dengan instalasi tenaga listrik ialah : Instalasi dari pusat pembangkit sampai rumah-rumah konsumen. 2. Tujuan komisioning

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN FISIKA

DASAR PENGUKURAN FISIKA DASAR PENGUKURAN FISIKA M1 TUJUAN 1. Mampu melakukan pengukuran dan membedakan penggunaan berbagai alat ukur 2. Mampu menghitung densitas zat padat dan zat cair TUGAS PENDAHULUAN 1. Jelaskan pengertian

Lebih terperinci

Bentuk Volumetric Irisan Kerucut (Persiapan Modul Cara Menghitung Volume Irisan Kerucut)

Bentuk Volumetric Irisan Kerucut (Persiapan Modul Cara Menghitung Volume Irisan Kerucut) Bentuk Volumetric Irisan Kerucut (Persiapan Modul Cara Menghitung Volume Irisan Kerucut) izky Maiza,a), Triati Dewi Kencana Wungu,b), Lilik endrajaya 3,c) Magister Pengajaran Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

FLUIDA DINAMIS. GARIS ALIR ( Fluida yang mengalir) ada 2

FLUIDA DINAMIS. GARIS ALIR ( Fluida yang mengalir) ada 2 DINAMIKA FLUIDA FLUIDA DINAMIS SIFAT UMUM GAS IDEAL Aliran fluida dapat merupakan aliran tunak (STEADY ) dan tak tunak (non STEADY) Aliran fluida dapat termanpatkan (compressibel) dan tak termanfatkan

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id MODUL

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA DASAR PENGUKURAN MEKANIKA 1. Jelaskan pengertian beberapa istilah alat ukur berikut dan berikan contoh! a. Kemampuan bacaan b. Cacah terkecil 2. Jelaskan tentang proses kalibrasi alat ukur! 3. Tunjukkan

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG BAB 2 VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG A. TABUNG Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua lingkaran yang berhadapan, sejajar, dan kongruen serta titik-titik pada keliling lingkaran

Lebih terperinci

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN V PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VI Pengukuran Kelurusan, Kesikuan, Keparalellan, Dan Kedataran BAB VI

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab VI Pengukuran Kelurusan, Kesikuan, Keparalellan, Dan Kedataran BAB VI BAB VI Tujuan : Setelah mempelajari materi pelajaran pada bab VI, diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan arti dari kelurusan, kesikuan, keparalelan dan kedataran. 2. Menyebutkan beberapa alat ukur

Lebih terperinci

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa

Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Transmisi Bunyi di Dalam Pipa Didalam Bab 4.1 telah dijelaskan bahwa gelombang suara di dalam fluida tidak dipengaruhi oleh permukaan luarnya yang sejajar dengan arah suara propagasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/ TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat

BAB II LANDASAN TEORI. tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat BAB II LANDASAN TEORI II. 1. Teori Pengukuran II.1.1. Pengertian Pengukuran Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

FLUIDA BERGERAK. Di dalam geraknya pada dasarnya dibedakan dalam 2 macam, yaitu : Aliran laminar / stasioner / streamline.

FLUIDA BERGERAK. Di dalam geraknya pada dasarnya dibedakan dalam 2 macam, yaitu : Aliran laminar / stasioner / streamline. FLUIDA BERGERAK ALIRAN FLUIDA Di dalam geraknya pada dasarnya dibedakan dalam 2 macam, yaitu : Aliran laminar / stasioner / streamline. Aliran turbulen Suatu aliran dikatakan laminar / stasioner / streamline

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DAN HIDROLIKA

MEKANIKA FLUIDA DAN HIDROLIKA Modul ke: 07 MEKANIKA FLUIDA DAN HIDROLIKA KINEMATIKA FLUIDA Fakultas FTPD Acep Hidayat,ST,MT Program Studi Teknik Sipil Soal :Tekanan Hidrostatis. Tangki dengan ukuran panjangxlebarxtinggi (LBH) = 4mxmxm

Lebih terperinci

SIMAK UI Fisika

SIMAK UI Fisika SIMAK UI 2016 - Fisika Soal Halaman 1 01. Fluida masuk melalui pipa berdiameter 20 mm yang memiliki cabang dua pipa berdiameter 10 mm dan 15 mm. Pipa 15 mm memiliki cabang lagi dua pipa berdiameter 8 mm.

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika K3 Revisi Antiremed Kelas Fisika Persiapan Penilaian Akhir Semester (PAS) Ganjil Doc. Name: RK3ARFIS0PAS Version: 206- halaman 0. Perhatikan gambar! 5kg F Berapakah besar gaya F agar papan tersebut setimbang?

Lebih terperinci

PRESSUREMETER TEST (PMT)

PRESSUREMETER TEST (PMT) PRESSUREMETER TEST (PMT) Uji pressuremeter (PMT) adalah uji lapangan yang terdiri atas probe silinder panjang yang dikembangkan secara radial di dalam tanah sekelilingnya, dengan menggunakan sejumlah cairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

PERTEMUAN X PERSAMAAN MOMENTUM

PERTEMUAN X PERSAMAAN MOMENTUM PERTEMUAN X PERSAMAAN MOMENTUM Zat cair yang bergerak dapat menimbulkan gaya. Gaya yang ditimbulkan oleh zat cair dapat dimanfaatkan untuk : - analisis perencanaan turbin - mesin-mesin hidraulis - saluran

Lebih terperinci

Soal No. 2 Seorang anak hendak menaikkan batu bermassa 1 ton dengan alat seperti gambar berikut!

Soal No. 2 Seorang anak hendak menaikkan batu bermassa 1 ton dengan alat seperti gambar berikut! Fluida Statis Fisikastudycenter.com- Contoh Soal dan tentang Fluida Statis, Materi Fisika kelas 2 SMA. Cakupan : tekanan hidrostatis, tekanan total, penggunaan hukum Pascal, bejana berhubungan, viskositas,

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. tinggi permukaan cairan dikenal dengan istilah Level.

BAB II DASAR TEORI. tinggi permukaan cairan dikenal dengan istilah Level. BAB II DASAR TEORI II.1. Pengukuran Tinggi Permukaan Cairan Alat-alat Instrument yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan tinggi permukaan cairan dikenal dengan istilah Level. Pengukuran level adalah

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 47 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Bab ini menampilkan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan masing-masing variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian. Hasil pengukuran

Lebih terperinci

contoh soal dan pembahasan fluida dinamis

contoh soal dan pembahasan fluida dinamis contoh soal dan pembahasan fluida dinamis Rumus Minimal Debit Q = V/t Q = Av Keterangan : Q = debit (m 3 /s) V = volume (m 3 ) t = waktu (s) A = luas penampang (m 2 ) v = kecepatan aliran (m/s) 1 liter

Lebih terperinci

Dengan P = selisih tekanan. Gambar 2.2 Bejana Berhubungan (2.1) (2.2) (2.3)

Dengan P = selisih tekanan. Gambar 2.2 Bejana Berhubungan (2.1) (2.2) (2.3) FLUIDA STATIS 1. Tekanan Hidrostatis Tekanan (P) adalah gaya yang bekerja tiap satuan luas. Dalam Sistem Internasional (SI), satuan tekanan adalah N/m 2, yang disebut juga dengan pascal (Pa). Gaya F yang

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR LAMPIRAN TUGAS Mata Kuliah Progran Studi Dosen Pengasuh : Fisika Dasar : Teknik Komputer (TK) : Fandi Susanto, S. Si Tugas ke Pertemuan Kompetensi Dasar / Indikator Soal Tugas 1 1-6 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fase Fase Dalam Proses Perancangan Perancangan merupakan rangkaian yang berurutan, karena mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan. Kegiatankegiatan dalam

Lebih terperinci

MACAM MACAM SAMBUNGAN

MACAM MACAM SAMBUNGAN BAB 2 MACAM MACAM SAMBUNGAN Kompetensi Dasar Indikator : Memahami Dasar dasar Mesin : Menerangkan komponen/elemen mesin sesuai konsep keilmuan yang terkait Materi : 1. Sambungan tetap 2. Sambungan tidak

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

Tanah Homogen Isotropis

Tanah Homogen Isotropis Tanah Homogen Isotropis adalah tanah homogen yang mempunyai nilai k sama besar pada semua arah (kx = kz = ks). ks kx x z kz s Tanah Homogen Anisotropis adalah tanah homogen yang memiliki nilai k tidak

Lebih terperinci

BIDANG STUDI : FISIKA

BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 013 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan.. Tuliskan

Lebih terperinci

Pentalogy BIOLOGI SMA

Pentalogy BIOLOGI SMA GENTA GROUP in PLAY STORE CBT UN SMA IPA Buku ini dilengkapi aplikasi CBT UN SMA IPA android yang dapat di-download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi

Lebih terperinci

FIsika FLUIDA DINAMIK

FIsika FLUIDA DINAMIK KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI FLUIDA DINAMIK Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami definisi fluida dinamik.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah

Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah Fluida adalah zat aliar, atau dengan kata lain zat yang dapat mengalir. Ilmu yang mempelajari tentang fluida adalah mekanika fluida. Fluida ada 2 macam : cairan dan gas. Ciri dari fluida adalah 1. Mengalir

Lebih terperinci

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim

Sumber : Brownell & Young Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : Abdul Wahid Surhim Sumber : Brownell & Young. 1959. Process Equipment design. USA : Jon Wiley &Sons, Inc. Chapter 3, hal : 36-57 3 Abdul Wahid Surhim *Vessel merupakan perlengkapan paling dasar dari industri kimia dan petrokimia

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

FLUIDA. Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah.

FLUIDA. Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah. Nama :... Kelas :... FLUIDA Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah. Kompetensi dasar : 8.. Menganalisis

Lebih terperinci

LEMBAR PENILAIAN. 1. Teknik Penilaian dan bentuk instrument Bentuk Instrumen. Portofolio (laporan percobaan) Panduan Penyusunan Portofolio

LEMBAR PENILAIAN. 1. Teknik Penilaian dan bentuk instrument Bentuk Instrumen. Portofolio (laporan percobaan) Panduan Penyusunan Portofolio LEMBAR PENILAIAN 1. Teknik Penilaian dan bentuk instrument Teknik Bentuk Instrumen Pengamatan Sikap Lembar Pengamatan Sikap dan Rubrik Tes Tertulis Pilihan Ganda dan Uraian Tes Unjuk Kerja Uji Petik Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1. TEMPAT Pengujian dilakukan di laboratorium Prestasi Mesin Universitas Medan Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

Lebih terperinci