KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta Tel , fa. 021' KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAGlPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis manometer; b. bahwa penetapan syarat teknis manometer, diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan manometer sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran tekanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981, tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42' Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821), 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844), 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62' Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a633);

2 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 19lmulrnPh/2o1a o. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744), 7. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun '1987 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2Q07 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737), * 10 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 11 Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; 12. Peraturan Presiden Nomor 47 fahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggaaan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999, 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/M PP/K epl tentang Tanda Tera ; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG lperl3l2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan N omor 241 M-D AG/P E R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor SO/M-DAG/PER/ tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/ tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG lperl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;

3 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : J9 /wn/lap/5/201o MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA KEDUA KETIGA : Memberlakukan Syarat Teknis Manometer yang selanjutnya disebut ST Manometer sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini. : ST Manometer sebagaimana dimaksudalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan manometer.. Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal J Maret 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DAI.AM NEGERI. 0l - IJ SUBAGYO

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR : tg/wy/kbp/t/?a1o TANGGAL : jt{aret2010 ' BAB I, BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang Lingkup 2.2. Penerapan 2.3. ldentitas Daftar lsi 2.4. "Persyaratan Manometer Sebelum Peneraan Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Kondisi Pengujian 4.3. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Tempat Tanda Tera Penutup DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada Syarat Teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Syarat Teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP. 1.2 Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Manometer. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Manometer. 1.3 Pengertian Dalam Syarat Teknis ini, yang dimaksud dengan: 1. Tekanan ukur adalah suatu tekanan yang lebih besar dari tekanan sekitarnya. 2. Vakum adalah suatu tekanan yang lebih kecil dari tekanan sekitarnya. 5

6 3. Tekanan sekitar adalah tekanan di sekitar alat ukur terpasang pada tempat dan saat pengukuran. 4. Tekanan tetap adalah tekanan yang dapat bertahan secara kontinyu, namun dapat berubah dengan kecepatan perubahan yang tidak melebihi : a. 1% batas atas daerah pengukuran per sekon untuk alat ukur tekanan atau alat ukur vakum; b. 1% dari jumlah batas atas daerah pengukuran per sekon untuk alat ukur tekanan-vakum dengan perubahan tekanan terbesar dalam satu menit tidak lebih dari 5% dari nilai tersebut di atas. 5. Tekanan variasi adalah tekanan yang bervariasi baik secara periodik atau dengan kecepatan: a. 1% dan 10% dari batas atas daerah pengukuran per sekon untuk alat ukur tekanan atau alat ukur vakum; b. 1% dan 10% dari jumlah batas atas daerah pengukuran per sekon untuk alat ukur tekanan vakum. 6. Batas normal daerah pengukuran adalah batas atas daerah pengukuran yang sesuai dengan pengoperasian tetap alat ukur tersebut pada pemakaian; 7. Kesalahan mutlak pengukuran adalah perbedaan penunjukan antara alat ukur yang diuji dengan standarnya pada tekanan yang sama; 8. Kesalahan histerisis adalah perbedaan penunjukan alat ukur pada tekanan yang sama, antara tekanan naik dan tekanan turun, tidak termasuk tekanan rendah dan batas atas daerah pengukuran. 6

7 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1 Lingkup Syarat teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk Manometer. 2.2 Penerapan 1. Ketentuan ini berlaku untuk alat ukur tekanan, alat ukur vakum dan alat ukur tekanan-vakum, yang bekerjanya berdasarkan sensor elemen kenyal dengan alat penunjukan berupa dial dan jarum penunjuk atau alat pencatat secara kontinyu sebagai fungsi dari waktu; 2. Ketentuan ini berlaku untuk alat ukur yang bekerja secara mekanik dengan batas atas daerah pengukuran antara 0,05 MPa dan Mpa. 2.3 Identitas Manometer harus dilengkapi identitas minimal sebagai berikut: 1. lambang satuan ukuran; 2. batas atas daerah pengukuran dan keseksamaan penggunaan; 3. pada skala alat ukur vakum atau bagian dari vakum dari skala alat ukur tekanan-vakum diberi simbol - (tanda minus) di depan atau di bawah angka batas penunjukan daerah pengukuran; 4. nama dan alamat pabrik dan tanda pabriknya; 5. nomor seri dan tahun pembuatan. 2.4 Persyaratan Manometer Sebelum Peneraan 1. Manometer yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada Manometer asal impor yang akan ditera. 3. Manometer yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 4. Manometer yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Manometer asal impor sebelum ditera; 5. Manometer yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 7

8 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1 Persyaratan Teknis 1. Konstruksi a. Alat penunjukan berupa dial dilengkapi dengan tulisan seperti yang tercantum pada sub bab 2.3. b. Alat pencatat selain mempunyai ketentuan pada huruf a di atas agar ditambah pula dengan tulisan: 1) harga faktor konstanta, jika hal ini berbeda dengan huruf a; 2) jarak antara stilus; 3) harga tegangan dan frekuensi dari power supply untuk alat pencatat dengan pergerakan waktu oleh mikromotor sincronis. c. Jarum penunjuk agar menutup 1/10 sampai 9/10 panjang skala yang terpendek dari pembagian skalanya. d. Jarum penunjuk pada suatu pembacaan memenuhi ketentuan : 1) untuk alat ukur dengan kelas kesaksamaan 1; 1,6; 2,5 dan 4 bentuknya segi tiga sama kaki yang ketebalan alasnya tidak melebihi tebal garis skala dan sudut puncaknya tidak melebihi 60 o ; 2) untuk alat ukur dengan kelas kesaksamaan 0,25; 0,4 dan 0,6 bentuknya seperti silet/pisau cukur. Ketebalan bentuk ini tidak melebihi ketebalan garis skala. e. Alat ukur ini dapat mempunyai bagian untuk penjustiran agar posisi jarum tepat pada skalanya. f. Alat pencatat yang dilengkapi dengan skala dan jarum penunjuk pembacaannya sesuai dengan huruf a dan b di atas. Tingkatan skalanya harus sama dengan skala pencatat, kecuali memakai ukuran % untuk batas atas daerah pengukuran. g. Bentuk alat pencatat dapat berupa stilus, bisa tunggal atau majemuk dan dapat dipasang satu atau lebih pencatat stilus. h. Konstruksi stilus posisinya harus tepat pada garis grafik dan bisa dilengkapi dengan alat pengenol stilus agar tidak menimbulkan kesalahan pada saat pencatatan. i. Pencatatan sebaiknya kontinyu dan ketebalannya sesuai dengan kesalahan maksimum yang diizinkan. 8

9 j. Grafik yang bergerak mekanis adalah grafik yang mudah dipasang, dengan penulisan stilus diletakkan tepat pada garis skala waktu. k. Mekanisme pembuatan grafik dalam bentuk piringan atau bentuk lembaran harus dapat dipasang dan diganti untuk mencegah pergeseran atau penggulungan saat berputar. 2. Penunjukan dan nilai skala a. Bilangan pada dial dan satuannya merupakan harga langsung terhadap pengukuran tekanan tanpa memakai faktor. b. Interval skala agar dipilih dari seri: 1x10 n, 2x10 n, 5x10 n satuan skala dengan n merupakan bilangan bulat, positif, negatif atau nol dan dapat mendekati harga kesalahan maksimum yang diizinkan. c. Jarak skala untuk skala linier harus konstan, sedapat mungkin jarak skala yang terbesar tidak lebih dari 20% jarak skala terkecil pada skala yang sama. d. Jarak skala tidak kurang dari 1 mm. e. Tebal garis skala tidak melebihi 1/5 jarak skala. f. Alat ukur ini boleh memiliki tambahan tanda-tanda atau garis-garis yang ketebalannya melebihi 1/5 jarak skala, selama: 1) menunjukkan daerah penyimpangan yang diizinkan dari deviasi ujung jarum penunjuk dari garis nol; 2) penunjukan batas-batas normal daerah pengukuran; 3) memperhitungkan tambahan tekanan yang ditimbulkan oleh cairan pada alat tekanan ke sensor elemen elastis; 4) dapat membaca perkiraan suatu jarak. g. Grafik skala tekanan harus sesuai dengan huruf b dan e di atas. Penomoran pada skala angkanya antara dan menyeluruh pada bidang alat pencatat. Membaca alat pencatat akan terbaca harga ukuran tekanan: 1) langsung dengan satuan pada skala, untuk alat ukur tekananvakum; 2) langsung dengan satuan pada skala atau % dari batas atas daerah pengukuran untuk alat ukur vakum; 3) langsung dengan satuan atau persentasi batas atas daerah pengukuran atau setelah mengalikan dengan faktor konstanta grafik, untuk alat ukur tekanan. Faktor ini terdiri dari 0,01; 0,1; 1; 10;

10 h. Skala waktu berupa interval yang sesuai dengan ketentuan yaitu suatu fungsi yang memberikan kondisi pengukuran dan kecepatan perpindahan grafik. Dengan interval ini dapat dihindari kesalahan pembacaan tekanan melebihi 1/5 kesalahan maksimum yang diizinkan; i. Lamanya satu putaran piringan grafik pencatat dapat dipilih dari seri berikut ini: 1, 2, 4, 6, 8, 12, 16, 24, 168 jam dan kecepatan perpindahan grafik adalah: 10, 20, 30, 40, 60, 120, 300, 360, 1200, 3600, 7200, mm/jam. 3. Penempatan Kondisi pokok pengoperasian meliputi temperatur sekitarnya, kelembaban udara, bebas debu, getaran, goncangan kandungan fisik dan kimia dari media tekanan indikasi tekniknya harus diberikan oleh pabriknya. 3.2 Persyaratan Kemetrologian 1. Dasar klasifikasi Manometer diklasifikasikan untuk membedakan nilai kesalahan yang diizinkan untuk setiap kelasnya sebagai tingkat keakurasian pengukuran. 2. Klasifikasi Manometer diklasifikasikan berdasarkan kelas kesaksamaan. 3. Kesaksamaan Kelas kesaksamaan alat ukur ini dapat dipilih satu dari dua seri berikut: a. 0,25; 0,4; 0,6; 1; 1,6; 2,5; 4; b. 0,2; 0,5; 1; 2; Satuan a. Satuan ukuran tekanan adalah paskal (Pa). b. Skala alat ukur tekanan, alat ukur vakum dan alat ukur tekanan-vakum dapat berupa Pa atau kelipatannya yaitu kpa, MPa dan GPa atau sesuai dengan satuan SI. c. Satuan bar dan kelipatan di bawahnya yaitu mbar boleh digunakan. 10

11 5. Daerah pengukuran a. Batas atas daerah pengukuran dapat dipilih satu dari dua seri berikut: 1) 1 x 10 n, 1,6 x 10 n, 2,5 x 10 n, 4 x 10 n, 6 x 10 n ; 2) 1 x 10 n, 2 x 10 n, 5 x 10 n satuan tekanan; dengan n merupakan bilangan bulat positif, negatif ataupun nol. b. Batas normal daerah ukur. 1) Untuk ukuran tekanan fraksi batas atas daerah pengukuran L, dinyatakan dalam Tabel 3.1; Tabel 3.1. Batas normal daerah ukur Batas atas daerah pengukuran L Batas normal daerah pengukuran Tekanan tetap Tekanan bervariasi L <100 Mpa 3/4 L 2/3 L L 100 Mpa 2/3 L 1/2 L 2) Untuk alat ukur vakum adalah batas atas daerah pengukuran. c. Alat pencatat harus mampu bekerja penuh pada daerah pengukuran tanpa melampaui batas atas daerah pengukuran, kecuali alat pencatat jenis piringan yang mampu bekerja dalam batas normal antara 20 % dan 90 % dari batas atas daerah pengukuran. 6. Batas kesalahan a. Besarnya kesalahan maksimum yang diizinkan untuk kesalahan mutlak dan kesalahan histerisis pada tera adalah ± 0,8 A, dengan A adalah indeks kelas kesaksamaan sesuai angka 3 dan 1/100 dari : 1) batas atas daerah pengukuran; 2) Jumlah batas atas daerah pengukuran; b. Besarnya kesalahan maksimum yang diizinkan pada tera ulang adalah A. c. Kesalahan histerisis tidak boleh melebihi kesalahan maksimum yang diizinkan seperti pada huruf a dan b di atas. d. Kesalahan maksimum yang diizinkan untuk kecepatan perpindahan grafik ± 5 menit dalam tempo 24 jam. 11

12 e. Kesalahan garis yang ditulis oleh stilus pada grafik yang bergerak terhadap tekanan yang diukur tidak melebihi 1/3 kesalahan maksimum yang diizinkan. f. Variasi penunjukan akibat variasi temperatur tidak melebihi ±α (t 2 t 1 )%; t 1 adalah temperatur nominal o C; t 2 adalah temperatur sekitarnya o C; α adalah koefisien temperatur tertentu %/ o C. g. Di bawah pengaruh getaran dalam batas-batas tertentu, penyimpangan penunjukan tidak melebihi ketentuan pada huruf b di atas. 12

13 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1 Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian terhadap Manometer meliputi: 1. pemeriksaan visual; 2. pemeriksaan pendahuluan; 3. menentukan kesalahan ukur dan kesalahan histerisis dan jika mungkin sesuai persyaratan teknis; 4. menetapkan kesalahan kecepatan pergerakan grafik alat pencatat; 5. memeriksa alat pencatat. 1. Pemeriksaan visual meliputi: a. Alat ukur yang diuji harus memenuhi tipe yang telah disetujui; b. Alat ukur yang diuji harus dalam kondisi baik, tidak ada korosi, peot, berdebu serta lapisan pelindungnya tidak rusak; c. Kaca pelindung dial atau grafik alat pencatat harus tanpa cacat (bergores, ditambah warna) yang dapat mengganggu penglihatan/pembacaan penunjukan; d. Benang perangkai dan perekat harus dalam kondisi baik; e. Untuk alat pencatat, hubungan antara wadah dan penyangganya harus kuat untuk menghindari goyangan tiang penyangga; f. Alat ukur yang diajukan untuk ditera ulang harus ada tanda tera sebelumnya atau dengan surat keterangan hasil pengujian. 2. Pemeriksaan pendahuluan meliputi: a. Memeriksa kebocoran hubungan antara alat ukur yang diuji dengan peralatan standar dengan memberikan tekanan secara kontinyu hingga mencapai batas atas daerah pengukuran sebelum prosedur pengujian dilakukan. Kemudian alat ukur dihentikan sekitar 3 menit. Pada saat itu kebocoran diamati. Bila pada 2 menit kemudian tekanan turun tidak melebihi 1% dari batas atas daerah pengukuran dapat dipertimbangkan; b. Apabila tekanan pada alat ukur yang diuji ditambah atau dikurangi secara kontinyu, jarum penunjuk atau stilus harus bergerak secara halus tanpa hambatan; 13

14 c. Pada tekanan sekitar, jarum penunjuk atau stilus alat ukur yang diuji harus berhenti pada skala nol. Penyimpangannya tidak melebihi kesalahan maksimum yang diizinkan. 4.2 Kondisi Pengujian 1 Untuk mencapai hasil pengujian yang sesuai dengan ketentuan, maka: a. Persyaratan kondisinya harus memenuhi referensi berikut: 1) alat ukur yang diuji menggunakan petunjuk-petunjuk dari pabriknya; 2) pemberian variasi tekanan harus perlahan dan kontinyu agar terhindar dari gaya inertia/kelembaban; 3) temperatur alat ukur, standar dan udara sekitarnya, harus mendekati temperatur standar dengan penyimpangannya tidak mengakibatkan variasi penunjukan > 1/5 dari kesalahan maksimum yang diizinkan; 4) kelembaban relatif tidak melebihi 80 %; 5) tidak ada getaran yang mengakibatkan goyangan pada jarum penunjuk atau alat pencatat berupa stilus dengan amplitudo > 1/10 jarak skala terkecil 6) akhir rangkaian alat ukur dengan standarnya harus pada bidang horizontal; 7) Media uji baik gas maupun cairan yang digunakan membawa tekanan saat pengujian: a) gas lembam untuk alat ukur dengan batas atas daerah pengukuran tidak melebihi 0,5 Mpa; b) cairan yang tidak korosif untuk peralatan dengan batas atas daerah pengukuran melebihi 0,5 Mpa. Kecuali untuk alat ukur dengan media uji dari gas ke cairan dan sebaliknya dari cairan ke gas tidak menyebabkan perubahan penunjukan > 1/5 dari kesalahan maksimum yang diizinkan. Untuk peralatan tersebut biasanya bisa gas atau cairan. b Apabila alat ukur keberadaannya di bawah kondisi nominal, tidak sama dengan kondisi pada angka 1 di atas, maka harus diuji agar sesuai dengan ketentuan pada sub bab 3.2 angka 6, apabila perbedaan kondisi tersebut menyebabkan variasi penunjukan melebihi 1/5 kesalahan maksimum yang diizinkan. 14

15 2 Untuk mencapai hasil pengujian yang sesuai, maka peralatan pengujian harus memenuhi persyaratan: a. Kesalahan alat ukur standar yang digunakan untuk pengujian tidak melebihi ¼ kesalahan maksimum yang diizinkan; b. Alat pemisah digunakan bila cairan yang berada di dalam alat yang diuji berbeda dengan cairan yang berada dalam peralatan standar. Alat ini tidak akan menyebabkan perubahan penunjukan 1/10 dari kesalahan maksimum yang diizinkan terhadap alat ukur yang diuji; c. Instalasi pengujian dapat digunakan untuk tekanan dengan media uji gas atau cairan baik itu ditambah atau dikurangi; d. Alat ukur dapat diuji di bawah kondisi referensi sesuai angka 2 huruf a atau kondisi nominal angka 2 huruf b: 1) jika kondisi angka 1 huruf a angka 3) tidak dicapai hasilnya, dapat digunakan indikasi harga alat ukur yang diuji, kecuali jika hal ini lebih baik dengan mengoreksi temperatur dan alat ukur standar; 2) Jika kondisi angka 1 huruf a angka 6) tidak didapat hasil tekanan dari cairan yang digunakan, koreksi perlu dilakukan mengingat kesalahan yang diakibatkan perbedaan level selalu kurang dari 1/10 kesalahan maksimum yang diizinkan terhadap alat ukur yang diuji; 3) udara sekitarnya harus memenuhi kesehatan dan keselamatan tempat bekerja, bebas debu, kotoran atau semacamnya yang dapat merusak peralatan. 4.3 Pengujian Tera dan Tera Ulang Prosedur pengujian: 1 Menetapkan kesalahan penunjukan dan kesalahan histerisis, yaitu: a. Pada kondisi khusus alat penunjukan, mempunyai angka-angka tentang nilai tekanan yang tertera pada alat penunjukan yang akan diuji dan pendistribusiannya pada skala harus dipilih agar dapat menghindarkan kemungkinan kesalahan maksimum yang diizinkan dari penunjukan sebagai akibat kesalahan ketidakbenaran atau ketidaklinieran pengukuran. Angka dari nilai-nilai tersebut harus sekurang-kurangnya: 1) 8 angka untuk kelas kesaksamaan 0,2; 0,25; 0,4; 0,5; dan 0,6; 2) 5 angka untuk kelas kesaksamaan 1; 1,6; 2 dan 2,5; 3) 3 angka untuk kelas kesaksamaan 4 dan 5. Pembacaan kesalahan histerisis diambil pada saat tekanan dinaikkan sampai batas atas daerah pengukuran kemudian didiamkan selama 5 15

16 menit dan selama tekanan diturunkan. Pembacaan skala nol diambil setelah 5 menit berikutnya pada tekanan sekitarnya. b. Pada kondisi khusus alat pencatat, kesalahan alat pencatat dapat ditetapkan dengan salah satu metode: 1) tekanan diatur untuk menempatkan stilus pada garis grafik; 2) nilai tekanan pilihan ditetapkan dengan alat ukur standar dan dibandingkan dengan nilai tekanan yang terbaca pada grafik pencatat. Metode kedua dapat digunakan hanya apabila alat ukur yang akan diuji didapat kesalahan pembacaan kurang dari 1/5 dari skala terkecil pada grafik. Alat ukur ini sekurang-kurangnya diuji pada lima nilai tekanantermasuk batas atas daerah pengukuran. Kesalahan pengukuran dan kesalahan histerisis dapat ditetapkan setelah memberhentikan perputaran piringan grafik. c. Kondisi-kondisi yang dapat dipakai baik alat penunjukan dan alat pencatat, yaitu: 1) alat ukur vakum dengan batas atas daerah pengukuran dari 0,1 MPa dapat dijadikan pegangan selama pengujian vakum dengan batas atas daerah pengukuran sekurang-kurangnya 90 %; 2) untuk alat ukur tekanan-vakum dengan daerah pengukuran 0,5 MPa hanya kontinyuitas gerakan jarum penunjuk diperiksa, termasuk bagian skala vakum pada saat alat ukur diuji, didasarkan atas variasi vakum secara kontinyu antara 0 dan 0,05 MPa. Alat ukur ini biasanya tidak diuji pada keadaan vakum. Bagian skala vakum, nilai batas bawah tidak diuji, ditetapkan menurut kelas kesaksamaannya. 2 Menetapkan kesalahan kecepatan pergerakan grafik alat pencatat Kesalahan kecepatan grafik dapat ditetapkan dengan chronometer, saat grafik berputar penyimpangan frekwensi power supply dari frekwensi nominal tidak melampui ± 0,1 Hz dan tegangan utama tidak melampaui ± 10 % dari tegangan nominal. Kesalahan kecepatan dari perpindahan grafik tidak melebihi ketentuan pada BAB III butir 3.2 angka 6 huruf d. 3 Memeriksa alat pencatat Kontrol terhadap alat pencatat jika mungkin dilakukan: a. Alat ukur yang diuji dapat dihubungkan dengan instalasi uji tekanan. Mekanisme gerak dari garis atau piringan grafik agar dilepas. Bila tekanan ditambah sampai batas atas daerah pengukuran atau dikurangi sampai skala nol, garis yang tercatat oleh stilus pada grafik diam harus paralel terhadap garis pembagian waktu. Penyimpangannya tidak melebihi ketentuan pada sub bab 3.2 angka 6 huruf e. 16

17 b. Kebersamaan dari garis yang tercatat oleh stilus pada gerakan grafik dengan garis tekanan harus ditandai menurut tekanan-tekanan: 1) nol atau tekanan sekitarnya; 2) setengah dari batas atas daerah pengukuran; 3) batas atas daerah pengukuran. Selama pengujian ini piringan grafik akan membuat putaran penuh dan garis grafik agar dicetak yang panjangnya tidak kurang dari 200 mm. Garis-garis tercatat oleh stilus pada grafik yang bergerak dan garisgaris tekanan pada grafik akan serempak. Penyimpangannya tidak melebihi ketentuan pada sub bab 3.2 angka 6 huruf e c. Tidak terdapat tumpahan tinta pada saat stilus atau grafik keadaan diam atau bergerak sesuai dengan ketentuan pada sub bab 3.1 angka 1 huruf i. 17

18 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1 Penandaan Tanda Tera Pada Manometer dipasang lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau kuningan sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Manometer yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5.2 Tempat dan Tanda Tera 1. Tera a. Tanda Daerah ukuran sumbu panjang 8 mm, Tanda Pegawai Yang Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau kuningan yang ditempatkan pada plat skala alat penunjukan atau alat pencatat sehingga dapat dengan mudah terlihat; b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm, dibubuhkan pada bagian yang dapat menyebabkan perubahan dari sifat-sifat kemetrologiannya; c. Lemping tersebut pada huruf a dipasang dengan cara dilem pada plat skala penunjukan atau alat pencatat, kecuali hal ini tidak memungkinkan, dipasang pada penutup rangkanya; d. Ukuran lemping tersebut adalah: 1) Panjang : 35 mm; 2) Lebar : 15 mm; 3) Tebal : 2 mm; 4) Toleransi terhadap ukuran ukuran di atas ± 0,5 mm. 2. Tera Ulang Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm dibubuhkan dengan kawat materai sebagai pengganti Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada saat tera. 3 Jangka Waktu Tera Ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18

19 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis Manometer merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang Manometer serta pengawasan Manometer guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Manometer dalam pengukuran tekanan serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 19

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK > '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh DEPARTE]i,IEN PERDAGANGAN REPUBLII( INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DAAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No. 5 Jakafta 101 10 Tel. 021-3440408 fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2004 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia 33 Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 637/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR,TIMBANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu tentang ukur-mengukur secara luas. Di Indonesia, metrologi dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu metrologi legal, metrologi industri dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 06 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2016 KEMENDAG. UPT. Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu. Orta PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/8/2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta 101 10 Te. 021-3440408 la 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1519, 2015 KEMENDAG. Label. Pencantuman. Barang. Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG KEWAJIBAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Cara uji geser langsung batu

Cara uji geser langsung batu Standar Nasional Indonesia Cara uji geser langsung batu ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang ukur mengukur secara luas (UUML, 1981). Upaya melindungi kepentingan umum dengan adanya jaminan kebenaran pengukuran serta

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI STANDARDISASI METROLOGI LEGAL MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM FISIKA MATERIAL DAN INSTRUMENTASI No. Dokumen : IKK/FM.002/TB

UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM FISIKA MATERIAL DAN INSTRUMENTASI No. Dokumen : IKK/FM.002/TB 1. Ruang Lingkup UNIVERSITAS GADJAH MADA Halaman : 1 dari 7 PETUNJUK TIMBANGAN (ELEKTRONIK DAN MEKANIK) Instruksi kerja ini digunakan untuk melaksanakan kalibrasi timbangan jenis elektronik dan mekanik.

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG JAKARTA Jakarta, 25 Agustus 1998 Nomor : B-410/E.4/Epl.2/08/1998 Sifat : Biasa Lampiran : 1 (satu) exemplar Perihal : Surat Keputusan Menperindag tentang Tanda Tera tahun 1999 KEPADA YTH.

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1719, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Unit Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG UNIT METROLOGI LEGAL DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR lzlrnwr?ep /, I zata. Mengingat TENTANG SYARAT TEKNIS ALAT UKUR PANJANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR lzlrnwr?ep /, I zata. Mengingat TENTANG SYARAT TEKNIS ALAT UKUR PANJANG -"1// -: - 72..Lfirt\N -'-41. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M,l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI BIDANG PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI JASA PELAYANAN KEMETROLOG IAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Gubernur Sulewesi Tengah, Menumbang : a. Bahwa semakin

Lebih terperinci

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 PROPOSAL PENGEMBANGAN SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR LAMPIRAN TUGAS Mata Kuliah Progran Studi Dosen Pengasuh : Fisika Dasar : Teknik Komputer (TK) : Fandi Susanto, S. Si Tugas ke Pertemuan Kompetensi Dasar / Indikator Soal Tugas 1 1-6 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Proses pengontrolan peralatan ukur dan pantau (Control of Monitoring and Measuring Device Elemen ISO7.6 ISO 9001 2008) di PT Torabika Eka Semesta dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SPESIFIKASI METER AIR Spesifikasi Meter Air Cetakan 1-2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1 2 3 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS GERBONG a. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. No.390, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR)

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) Alat ukur dalam dunia teknik sangat banyak. Ada alat ukur pneumatik, mekanik, hidrolik maupun yang elektrik. Termasuk dalam dunia otomotif, banyak juga alat ukur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 39 JAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 9 JAKARTA Jl. RA Fadillah Cijantung Jakarta Timur Telp. 840078, Fax 87794718 REMEDIAL ULANGAN TENGAH SEMESTER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 11, 1981 (LEMBAGA INTERNASIONAL. PERDAGANGAN. TINDAK PIDANA. KUHP. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM STANDAR NASIONAL SATUAN UKURAN MENTERI

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Latar Belakang Jangka sorong merupakan alat ukur yang banyak digunakan dalam berbagai industri baik industri kecil ataupun industri besar. Kebenaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Alat Ukur. Perlengkapan. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG ALAT-ALAT UKUR,

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci