Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o"

Transkripsi

1 > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel (Langsung) Tel 'l {Sentral), Fax KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR 40lPDl.r/t(BP /5/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS ANAK TIMBANGAN KETELITIAN BIASA DAN KHUSUS DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. Menimbang Mengingat a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/3/2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis anak timbangan ketelitian biasa dan khusus; b. bahwa penetapan syarat teknis anak timbangan ketelitian biasa dan khusus, dipedukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan anak timbangan ketelitian biasa dan khusus, sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran MASSA; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821), 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884), 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor '12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)', 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 20OO tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6? Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a633);

2 o Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744)', Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun '1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1987 Nomor lt,tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik f ndonesia Nomor 4737)', * 10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; tz Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999; 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/MPP/K epl tentang Tanda Tera; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG lperl3l2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan N om or 24 M-D AG/P E R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor SO/M-DAG/PER/1 0/2009 tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 1-l II Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/1 0/2009 tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAG lperl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;

3 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4olpDN/KE" /t/201a MEMUTUSKAN: Menetapkan PERTAMA KEDUA,KETIGA Memberlakukan Syarat Teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus yang selanjutnya disebut ST Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini. ST Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan anak timbangan ketelitian biasa dan khusus. Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Flae"et 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, lt SUBAGYO

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR : 4olPou thzp/tlzo'ro TANGGAL: Jl{aret2010 BAB I BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2" Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang LingkuP 2.2. Penerapan 2.3. ldentitas Daftar lsi 2.4. Persyaratan Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus Sebelum P.eneraan Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Tempat Tanda Tera PenutuP DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Anak Timbangan adalah benda ukur massa yang diatur berdasarkan karakteristik fisik dan kemetrologiannya yang meliputi: harga nominal, bahan, konstruksi, dimensi, massa jenis, kondisi permukaan, penandaan dan kesalahan maksimumnya. 2. Perangkat Anak Timbangan adalah kumpulan Anak Timbangan yang tersusun dalam suatu wadah yang memungkinkan untuk dipergunakan menimbang massa dengan harga nominal terkecil sampai dengan massa dan jumlah seluruh anak timbangan dengan harga nominal terkecil sebagai nilai kelipatannya. 5

6 3. Massa sebenarnya adalah massa yang mencerminkan suatu massa yang terdefinisi secara sempurna dalam kondisi massa tersebut ditentukan. 4. Massa konvensional adalah hasil penimbangan di udara antara suatu benda dengan massa standar dengan massa jenis konvensional yang ditentukan pada temperatur konvensional, pada temperatur referensi yang massa jenis udaranya dipilih secara konvensional, yang nilai konvensionalnya adalah sebagai berikut: a. temperatur referensi 20 C; b. massa jenis massa standar pada 20 C 8000 kg/m 3 ; c. massa jenis udara (ρ) = 1,2 kg/m Massa nominal adalah nilai yang dipergunakan untuk menandai karakteristik atau sebagai petunjuk massa suatu benda. 6. Kelas ketelitian (accuracy) Anak Timbangan adalah kelas Anak Timbangan yang memenuhi syarat-syarat metrologi tertentu agar kesalahannya masih dalam batas yang diizinkan. a. Kelas E2 dan F1 adalah kelas ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas I; b. Kelas F2 dan M1 adalah kelas ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas II (kelas F2 untuk menimbang obat dan kelas M1 untuk menimbang logam mulia dan batu adi); c. Kelas M2 adalah ketelitian Anak Timbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas Ill; dan d. Kelas M3 adalah kelas ketelitian Anak Tirnbangan yang dipergunakan untuk menimbang dengan timbangan kelas III dan IIII. 7. Kesalahan adalah hasil pengujian dikurangi dengan nilai sebenarnya dan standar pembanding (nilai konvensional). 8. Koreksi adalah nilai yang ditambahkan untuk mendapatkan nilai yang benar. 9. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu perkiraan (estimate) daerah kerja yang di dalamnya berada nilai yang sebenarnya. 10. Ketidaktetapan (repeatibility) adalah selisih antara hasil pengujian yang berurutan dan dilakukan pada kondisi sebagai berikut: a. metode pengujian sama; b. operatornya sama; c. alat ukurnya sama; d. tempatnya sama; e. kondisi pemakaiannya sama; dan f. dilakukan pada tenggang waktu yang tidak jauh. 6

7 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus Penerapan Syarat teknis ini mengatur tentang karakteristik fisik dan syarat-syarat kemetrologian bagi Anak Timbangan yang dipergunakan sebagai perlengkapan timbangan dan berlaku bagi Anak Timbangan yang mempunyai kelas ketelitian E2, F1, F2, M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 50 kg Identitas 1. Umum a. Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g dan kelipatannya harus ditandai dengan massa nominalnya dengan jelas kecuali untuk Anak Timbangan kelas E2; b. penulisan satuan massa nominalnya adalah sebagai berikut: lambang satuan kilogram untuk massa nominal 1 kg ke atas dan lambang satuan gram untuk massa nominal 1 g sampai dengan 500 g; c. duplikat maupun triplikat dalam satu perangkat harus dibedakan dengan jelas misalnya dengan satu atau dua bintang atau titik, kecuali pada Anak Timbangan yang berupa kawat berbentuk satu atau dua kaitan; dan d. Anak Timbangan lemping dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 1 g harus diberi angka massa nominalnya, kecuali kelas E2 dan kelas F1; 2. Anak Timbangan kelas E2 a. Anak Timbangan kelas E2 tidak boleh ditandai dengan massa nominalnya maupun kelasnya; b. kelas Anak Timbangan ditulis pada kotaknya; dan c. Anak Timbangan kelas E2 dapat diberi titik pada tepi bagian atas badannya untuk membedakan dengan Anak Timbangan kelas E1. 3. Anak Timbangan kelas F1 dan F2 a. Anak Timbangan dengan massa nominal 1 kg sampai dengan 50 kg harus dibubuhi angka arab massa nominalnya secara jelas dan permanen (berupa lekukan, timbul dan/atau digrafir) tanpa diikuti unit satuannya. b. Anak Timbangan kelas F1 tidak boleh ditandai kelasnya. c. Anak Timbangan kelas F2 dari 1 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai tanda kelasnya dengan bentuk F berdampingan dengan tanda massa nominalnya. 7

8 4. Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 a. Anak Timbangan yang berbentuk persegi dari 5 kg sampai dengan 50 kg harus ditandai dengan massa nominalnya diikuti dengan satuannya berbentuk huruf timbul atau lekukan di bagian atas. b. Anak Timbangan yang berbentuk silinder 1 g sampai dengan 10 kg harus ditandai dengan massa nominalnya dengan satuannya berbentuk huruf timbul atau lekukan pada bagian atas knob. c. Anak Timbangan yang berbentuk silinder dari 500 g sampai dengan 10 kg boleh diberi tanda massa nominal lagi pada badan Anak Timbangan. d. Anak Timbangan kelas M1 harus dibubuhi tanda M1 atau M timbul atau lekukan berdampingan dengan tanda massa nominalnya. e. Anak Timbangan kelas M2 harus dibubuhi tanda M2 timbul maupun lekukan berdampingan dengan massa nominalnya. f. Anak Timbangan kelas M3 harus dibubuhi tanda X atau M3 timbul maupun lekukan berdampingan dengan tanda massa nominalnya. g. Anak Timbangan kelas F1, F2, M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 10 g ke atas harus dibubuhi dengan merek/tanda pabrik pembuatnya baik timbul maupun lekukan dan diletakkan pada bagian bawah Persyaratan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus Sebelum Peneraan 1. Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus asal impor yang akan ditera. 3. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 4. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus asal impor sebelum ditera. 5. Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 8

9 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Umum a. massa nominal Anak Timbangan harus sama dengan 1 x 10 n kg, atau 2 x 10 n kg, atau 5 x 10 n kg dengan n merupakan bilangan bulat negatif atau positif atau nol; b. susunan massa nominal dalam satu perangkat Anak Timbangan dengan n merupakan bilangan bulat negatif atau positif atau nol adalah sebagai berikut: 1) (1; 1; 2; 5) x 10 n kg; 2) (1; 1; 1; 2; 5) x 10 n kg; 3) (1; 2; 2; 5) x 10 n kg; dan 4) (1; 1; 2; 2; 5) x 10 n kg. 2. Bentuk a. Anak Timbangan harus mempunyai bentuk yang sederhana tanpa pinggiran yang tajam dan tanpa lekukan untuk mencegah kotoran melekat pada permukaannya; b. seperangkat Anak Timbangan: 1) suatu perangkat Anak Timbangan, pada prinsipnya harus mempunyai bentuk yang sama kecuali Anak Timbangan yang mempunyai massa nominal 1 g atau kurang; dan 2) seperangkat Anak Timbangan boleh mempunyai rangkaian bentuk yang berbeda satu sama lain, tetapi rangkaian bentuk yang berbeda ini tidak boleh disisipkan antara dua rangkaian yang berbentuk sama. c. bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g atau kurang adalah sebagai berikut: 1) bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g adalah berupa silinder sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan dapat juga berbentuk lemping atau berupa kawat; 2) bentuk Anak Timbangan dengan massa nominal kurang dari 1 g adalah berupa lemping rata persegi banyak atau berupa kawat, dan bentuk ini sudah menunjukkan massa nominalnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1. Bentuk Lemping Berdasarkan Nilai Massa Nominal Anak Timbangan Massa Nominal (mg) Lemping Segi Banyak/Kawat Pentagon/Segi Lima Bujur Sangkar Segi Tiga 9

10 d. bentuk anak timbangan dengan massa nominal 1 g atau lebih adalah sebagai berikut: 1) selain bentuk sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1), Anak Timbangan dengan massa nominal 1 g boleh berbentuk seperti kelipatan ke atasnya atau kelipatan ke bawahnya; 2) Anak Timbangan dengan massa nominal lebih dari 1 g adalah berupa silinder atau kerucut terpancung dengan tinggi antara 0,75 sampai 1,25 diameter rata-rata dan boleh diberi knob yang tingginya antara setengah sampai satu diameter dari knob tersebut; 3) Anak Timbangan dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg boleh berbentuk lain apabila bentuk pegangannya bukan knob, seperti bentuk pipa atau sejenisnya; dan 4) Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg boleh berbentuk persegi dengan pinggiran yang lengkung dan pegangan yang kuat sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bahan a. bahan Anak Timbangan harus tahan karat dan kualitasnya sedemikian rupa, sehingga perubahan massanya dapat diabaikan dibandingkan kesalahan maksimum yang diizinkan pada penggunaan yang normal; b. bahan Anak Timbangan kelas E2 harus non magnetik, dengan kepekaan magnetik (susceptibility magnetic) tidak melebihi 0,03. Kekerasan dan ketahanan bahannya harus sama atau lebih baik dari baja tahan karat (stainless steel); c. bahan Anak Timbangan kelas F1 dan F2 harus non magnetik dengan kepekaan magnetik (susceptibility magnetic) tidak melebihi 0,05 serta mempunyai kekerasan dan ketahanan minimal sama dengan kuningan tarik (kuningan berkekuatan tarik yang tinggi); d. bahan Anak Timbangan kelas M1 dengan massa nominal: 1) dari 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus terbuat dari bahan tahan karat dan kekerasannya sama dengan besi cor kelabu, tetapi kerapuhannya tidak boleh lebih dari kerapuhan besi cor kelabu; 2) 10 kg atau kurang yang berbentuk silinder harus dari kuningan; dan 3) 1 g atau kurang harus dari bahan yang tahan terhadap korosi, oksidasi dan permukaannya tidak boleh dilapisi kecuali hanya untuk Anak Timbangan dengan massa 1 g yang berbentuk silinder. e. bahan Anak Timbangan kelas M2 dengan massa nominal: 1) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi sekurangkurangnya harus dari besi cor kelabu; 2) 10 kg atau kurang yang berbentuk silinder sekurang-kurangnya harus dari kuningan cor; dan 3) 1 g atau kurang harus dari bahan yang tahan terhadap korosi, oksidasi dan permukaannya tidak boleh dilapisi kecuali hanya untuk Anak Timbangan dengan massa 1 g yang berbentuk silinder. f. bahan Anak Timbangan kelas M3 dengan massa nominal: 1) 200 g atau lebih bentuk silinder dan 5 kg sampai dengan 50 kg bentuk persegi sekurang-kurangnya dari besi cor kelabu; 10

11 2) 50 g dan 100 g bentuk silinder sekurang-kurangnya dari besi massive; dan 3) 20 g atau kurang bentuk silinder harus dari kuningan. g. bahan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang dari besi massive dan besi cor kelabu harus dihitamkan; h. bahan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 tidak boleh bersifat magnet; dan i. bahan pegangan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang berbentuk persegi harus dari tabung baja tanpa sambungan atau besi cor dan menjadi satu dengan Anak Timbangan tersebut. 4. Konstruksi a. Anak Timbangan kelas E2 harus massive dan dibuat dari satu benda kerja dari bahan yang sama tanpa lubang terbuka; b. Anak Timbangan kelas F1 dan F2 dengan massa nominal 1 g sampai dengan 50 kg boleh mempunyai lubang justir dengan syarat bahwa volumenya tidak melebihi 0,2 dari volume Anak Timbangan dan tertutup dengan baik dengan knob atau alat lain; c. Anak Timbangan kelas M1 dengan massa nominal: 1) 100 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; 2) 1 g sampai dengan 50 g boleh diberi lubang justir; 3) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus mempunyai lubang justir dan ditutup dengan sumbat atau lemping berulir yang terbuat dan kuningan atau bahan Iainnya yang sesuai; 4) 100 g sampai dengan 10 kg yang berbentuk silinder harus mempunyai Iubang justir dan ditutup dengan sumbat atau Iemping berulir yang terbuat dan kuningan dan di atasnya ditutup dengan sumbat timah; dan 5) volume lubang justir tidak boleh melebihi 0,2 volume total Anak Timbangan dan setelah penjustiran pada tera 2/3 lubang justir harus kosong. d. Anak Timbangan kelas M2 dengan massa nominal: 1) 10 g atau kurang harus tanpa lubang justir; 2) 20 g dan 50 g boleh tanpa lubang justir; 3) 100 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; dan 4) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus mempunyai lubang justir yang: a) berupa lubang yang berulir pada pegangannya; dan b) berupa lubang pada bagian atas atau pada bagian samping salah satu sisinya, apabila pegangannya massive. e. Anak Timbangan kelas M3 dengan massa nominal: 1) 20 g atau kurang tanpa lubang justir; 2) 50 g sampai dengan 50 kg harus mempunyai lubang justir; dan 3) 5 kg sampai dengan 50 kg yang berbentuk persegi harus mempunyai lubang justir sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 4). 11

12 f. untuk Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3: 1) setelah penjustiran pada tera, maka dua pertiga volume lubang justir harus kosong; dan: a) apabila lubang justirnya terletak pada pegangan yang berbentuk pipa maka lubangnya harus ditutup dengan sumbat/lemping berulir yang terbuat dari kuningan atau bahan logam lainnya yang sesuai dan ditutup dengan sumbat timah; dan b) apabila lubang justirnya terletak pada pegangan massive, maka Iubangnya harus ditutup dengan lemping yang terbuat dari baja lunak atau bahan logam yang sesuai dan ditutup dengan sumbat timah yang dimasukkan pada tempat yang berbentuk kerucut terpancung. 2) 20 g sampai dengan 10 kg yang berbentuk silinder lubang justirnya dibuat pada poros Anak Timbangan dan menghadap ke atas. Setelah penjustiran pada tera, maka dua pertiga volume lubang justir harus tetap kosong dan ditutup dengan sumbat berulir yang terbuat dari kuningan dan diberi sumbat timah di atasnya untuk pembubuhan tanda tera. g. Anak Timbangan kelas M3 bahan besi massive/besi cor kelabu berbentuk silinder dengan massa nominal 50 g sampai dengan 10 kg harus mempunyal sumbat cap di bagian samping berbentuk lubang berulir diisi timah dan ukurannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Dimensi Dimensi dan toleransi Anak Timbangan harus sesuai sebagaimana tercantum dalam Lampiran Massa Jenis Massa jenis bahan Anak Timbangan harus sedemikian rupa, sehingga penyimpangan 10% dari massa jenis yang seharusnya tidak menimbulkan kesalahan lebih dari 0,25 kesalahan maksimum yang diizinkan. Batas harga massa jenis Anak Timbangan adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel

13 Tabel 3.2. Batas Harga Massa Jenis Anak Timbangan ρmin... ρmaks (10 3 kg/m 3 ) Massa Nominal Kelas E2 Kelas F1 100 g 50 g 20 g 10 g 5 g 2 g 1 g 500 mg 200 mg 100 mg 50 mg 20 mg 7, ,21 7, ,28 7, ,57 7, ,89 6,9... 9,6 6,0...12,0 5,3...16,0 4,4 3,0 2,3 7, ,73 7, ,89 6,6...10,1 6,0...12,0 5,3...16,0 4,0 3,0 2,2 Massa Nominal Kelas F2 Kelas M1 Kelas M2 100 g 50 g 20 g 10 g 5 g 2 g 6,4...10,7 6,0...12,0 4,8...24,0 4,0 3,0 2,0 4,4 4,0 2,6 2,0 2,3 7. Kondisi Permukaan a. kualitas permukaan Anak Timbangan harus sedemikian rupa, sehingga pada penggunaan normal perubahan massanya dapat diabaikan dibandingkan kesalahan maksimumnya; b. permukaan Anak Timbangan termasuk bagian bawah harus halus dan tepinya harus lengkung. Permukaan Anak Timbangan kelas E2, F1 dan F2 tidak terlihat tanda berpori dan harus mengkilat; c. permukaan Anak Timbangan kelas M1, M2, M3 yang berbentuk silinder dengan massa nominal 1 g sampai dengan 10 kg harus halus dan tidak terlihat tanda berpori; d. permukaan Anak Timbangan kelas M1, M2 dan M3 yang berbentuk persegi dengan massa nominal 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 50 kg harus sama dengan kualitas besi cor kelabu yang dicetak dengan cetakan pasir halus; dan e. dalam hal terjadi keragu-raguan terhadap kualitas permukaan Anak Timbangan, maka ditentukan harga maksimum kekasaran permukaan sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3. Harga Maksimum Kekasaran Permukaan Anak Timbangan Kelas E2 F1 F2 µm

14 8. Kotak Anak Timbangan a. Umum 1) kotak Anak Timbangan kelas E2, F1, F2 dan M1 terbuat dari kayu dan harus dibubuhi dengan kelas Anak Timbangannya serta merek pabrik; dan 2) semua Anak Timbangan yang merupakan bagian dari suatu perangkat harus mempunyai kelas yang sama. b. Anak Timbangan kelas E2, F1, F2 dan M1 1) perangkat Anak Timbangan maupun Anak Timbangan harus terlindung dari kemungkinan kerusakan atau keausan akibat benturan atau getaran; 2) Anak Timbangan diletakkan dalam kotak yang terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan lubang untuk meletakkan Anak Timbangan; dan 3) Anak Timbangan bentuk lemping maupun kawat diletakkan dalam kotak yang dilengkapi dengan lubang tempat Anak Timbangan dan kelasnya dicantumkan pada tutup kotak. c. Anak Timbangan kelas M2 dan M3 1) Anak Timbangan kelas M2 dan M3 boleh diberi kotak; dan 2) kotak untuk timbangan kelas M2 dan M3 boleh terbuat dari bahan yang bukan kayu Persyaratan Kemetrologian 1. Dasar klasifikasi Anak Timbangan diklasifikasikan untuk membedakan nilai kesalahan yang diizinkan untuk setiap kelas sebagai tingkat keakurasian pengukuran. 2. Klasifikasi Anak Timbangan diklasifikasikan berdasarkan kelas akurasi sebagaimana tercantum pada bab I sub bab 1.3 angka Batas Kesalahan a. kesalahan maksimum Anak Timbangan untuk tera maupun tera ulang adalah sebagaimana tencantum dalam Lampiran 5; b. kesalahan sebagaimana dimaksud pada huruf a berdasarkan pada kesalahan massa konvensionalnya; c. ketidakpastian masing-masing Anak Timbangan, U untuk k=2 baik berdasarkan massa konvensional maupun massa sebenarnya tidak boleh lebih dari 1/3 kesalahan maksimumnya; dan d. massa konvensionalnya, m o (ditentukan sesuai dengan ketidakpastian sebagaimana tercantum pada huruf c) tidak boleh lebih dari selisih kesalahan maksimum, δm, dan ketidakpastiannya dari harga nominal, m 0 : m 0 - (δm - U) mc m 0 + (δm - U) 14

15 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan Pemeriksaan Anak Timbangan dilakukan untuk memastikan bahwa Anak Timbangan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam syarat teknis ini Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Persiapan a. mass comparator selalu terjaga keakuratannya di meja tahan getar; b. sebelum dipergunakan, mass comparator harus menunjuk nol; c. Anak Timbangan Standar selalu terkondisi pada suhu 20 o C ± 0,5 o C dan kelembaban 55 % ± 10 %; d. sebelum diuji Anak Timbangan dicuci dengan wash benzyne atau uap air; e. Anak Timbangan yang sudah bersih dikondisikan ke dalam desikator; f. waktu pengkondisian adalah sebagai berikut: 1) Apabila suhu ruangan 20 C ± 0,5 C, waktu pengkondisian sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Waktu pengkondisian Anak Timbangan setelah dicuci Kelas E1 E2 F1 F2 s.d. M3 Setelah dicuci dengan wash benzyne 7-10 hari 3-6 hari 1-2 hari 1 jam Setelah dicuci dengan uap air 4-6 hari 2-3 hari 1 hari 1 jam 2) Apabila tidak dilakukan pencucian, maka pengkondisian dapat mengikuti Tabel 4.2. Tabel 4.2 Waktu pengkondisian Anak Timbangan tanpa dicuci T* Nominal E1 E2 F1 F2 10, 20, 50 kg 36 jam 24 jam 12 jam 6 jam 1, 2, 5 kg 18 jam 12 jam 6 jam 3 jam ± 20 C 100, 200, 500 g 6 jam 5 jam 3 jam 2 jam 10, 20, 50 g 2 jam 2 jam 1 jam 1 jam < 10 g 1 jam 10, 20, 50 kg 24 jam 12 jam 6 jam 3 jam 1, 2, 5 kg 12 jam 6 jam 2 jam 1 jam ± 5 C 100, 200, 500 g 4 jam 3 jam 2 jam 1 jam 10, 20, 50 g 2 jam 2 jam 1 jam 1 jam < 10 g 1 jam 10, 20, 50 kg 12 jam 6 jam 3 jam 1 jam ± 2 C 1, 2, 5 kg 6 jam 3 jam 1 jam 1 jam 100, 200, 500 g 3 jam 2 jam 1 jam 1 jam < 100 g 1 jam 10, 20, 50 kg 6 jam 3 jam 1 jam 0,5 jam ± 0,5 C 1, 2, 5 kg 3 jam 1 jam 1 jam 0,5 jam 100, 200, 500 g 2 jam 1 jam 0,5 jam 0,5 jam < 10 g 0,5 jam 15

16 2. Pelaksanaan a. catat kondisi suhu dan kelembaban ruangan pengujian; b. set mass comparator, agar menunjuk nol; c. letakkan Anak Timbangan Standar pada lantai muatan; d. catat penunjukan mass comparator setelah penunjukannya stabil (S); e. turunkan Anak Timbangan Standar, dan tunggu selama 20 sekon kemudian timbanglah Anak Timbangan yang diuji untuk massa yang sama dengan massa standar; f. catat penunjukan mass comparator setelah penunjukannya stabil (M); g. angkat Anak Timbangan dan tunggu selama 20 sekon kemudian timbang kembali; h. catat untuk yang kedua kalinya penunjukan mass comparator setelah penunjukannya stabil (M); i. turunkan Anak Timbangan yang diuji tunggu selama 20 sekon kemudian timbanglah Anak Timbangan standar; j. catat untuk yang kedua kalinya penunjukan mass comparator setelah stabil (S). Catatan: a. langkah-langkah pengujian dari a s.d. j adalah metoda perbandingan langsung dengan 4 penimbangan sebagai 1 (satu) seri penimbangan; b. komposisi seri penimbangan untuk setiap kelas adalah: 1) untuk Anak Timbangan kelas E dan F dilakukan dengan 3 seri penimbangan; 2) untuk Anak Timbangan kelas M dilakukan dengan 1 seri penimbangan. c. untuk kelas M, pengujian dapat diparalelkan pada setiap seri penimbangan dengan n buah Anak Timbangan yang diuji, sehingga komposisi penimbangannya adalah sebagai berikut: S, M1, M2, M3... Mn, S dengan n maksimal 5 (lima). 16

17 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Penandaan Tanda Tera Pada Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus dipasang lemping tanda tera sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Anak Timbangan Ketelitian Biasa dan Khusus yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Tempat Tanda Tera 1. Tera a. untuk Anak Timbangan yang wajib ditera dan ditera ulang kecuali Anak Timbangan kelas E2, pembubuhan tanda teranya adalah sebagai berikut: 1) Anak Timbangan kelas F1 dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 50 kg dibubuhi Tanda Daerah ukuran 8 mm, Tanda Pegawai Yang Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada surat keterangan/label di atas lak, sedangkan Tanda Jaminan dibubuhkan pada lubang justir dengan ketentuan seperti di bawah ini: a) 500 g sampai dengan 50 kg dibubuhi Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm; b) 100 g dan 200 g dibubuhi Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm; dan c) kurang dari 100 g tidak dibubuhi Tanda Jaminan. 2) Anak Timbangan kelas F2, M1, M2 dan M3 a) yang berbentuk silinder dari bahan kuningan dengan massa nominal: (1) 10 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) 8 mm pada lubang justirnya; (2) 500 g sampai dengan 5 kg, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justirnya; (3) 100 g dan 200 g, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm pada lubang justirnya; (4) 20 g dan 50 g, Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan; dan (5) 1 g, 2 g, 5 g dan 10 g, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm dibubuhkan pada bagian samping Anak Timbangan. 17

18 b) yang berbentuk persegi dengan massa nominal 5 kg sampai dengan 50 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada sumbat cap dan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justir; c) yang berbentuk kawat dengan massa nominal 1 g atau kurang, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada label Anak Timbangan atau pada amplop; d) yang berbentuk lemping dengan massa nominal: (1) 50 mg sampai dengan 1 g, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm dibubuhkan pada lempingnya; dan (2) 20 mg atau kurang tidak dibubuhi Tanda Sah. e) Anak Timbangan miligram dari 1 mg sampai dengan 1 g tersebut dimasukkan ke dalam kotak atau amplopnya dan dibubuhi Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lak. 3) Anak Timbangan bentuk silinder kelas M3 bahan besi cor kelabu atau besi massive, dengan massa nominal: a) 1 kg sampai dengan 10 kg Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 8 mm pada lubang justir; b) 100 g sampai dengan 500 g Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 5 mm pada lubang justir; dan c) 50 g Tanda Daerah ukuran 4 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm pada lubang sumbat cap di bagian samping, sedangkan Tanda Jaminan (J) ukuran 4 mm pada lubang justir. 4) Anak Timbangan bentuk kerucut terpancung kelas M3 bahan besi cor kelabu dengan massa nominal 500 g sampai dengan 10 kg, Tanda Daerah ukuran 8 mm dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada sumbat cap yang terletak pada bagian atas. b. Anak Timbangan kelas E2 tidak dibubuhi tanda tera melainkan diberi surat keterangan sebagaimana dimaksud pada sub bab 5.1 angka 2. Pada surat keterangan tersebut harus dicantumkan sekurang-kurangnya massa konvensional, ketidakpastian dan faktor pengali k. 2. Tera ulang a. untuk Anak Timbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, Tanda Sah dibubuhkan pada surat keterangan atau label di atas lak sebagai pengganti surat keterangan/label sebelumnya; b. untuk Anak Timbangan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, Tanda Sah dibubuhkan di bawah Tanda Sah sebelumnya, kecuali: 1) Anak Timbangan kelas F1 dengan massa nominal 1 mg sampai dengan 50 kg dibubuhi Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm di atas lak pada surat keterangan/label baru; 2) Anak Timbangan kelas F2, M1, dan M2 yang berbentuk kawat dan bentuk lemping dengan massa nominal 1 g atau kurang, Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan di atas lak pada label atau amplop baru Anak Timbangan tersebut; 18

19 3) Anak Timbangan bentuk silinder kelas M3 bahan besi cor kelabu atau besi massive, dengan massa nominal: a) 1 kg sampai 10 kg Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm pada lubang justir; b) 100 g sampai dengan 500 g Tanda Sah Logam (SL) ukuran 4 mm pada lubang justir; dan c) 50 g Tanda Sah Logam (SL) ukuran 2 mm pada lubang justir. 3. Jangka waktu tera ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19

20 BAB VI PENUTUP Syarat teknis Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus serta pengawasan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Anak Timbangan Ketelitian Biasa Dan Khusus dalam menentukan massa suatu barang serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 20

21 Lampiran 1. Anak Timbangan Bentuk Silinder 21

22 Lampiran 2. Anak Timbangan Bentuk Persegi (Tipe 1) 22

23 Lampiran 3. Anak Timbangan Bentuk Persegi (Tipe 2) 23

24 Lampiran 4. Dimensi Anak Timbangan (dalam mm) 24

25 Lampiran 5. Kesalahan Maksimum Anak Timbangan 25

26 Lampiran 6. Dimensi Sumbat Cap Tanda Tera 26

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK > '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu tentang ukur-mengukur secara luas. Di Indonesia, metrologi dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu metrologi legal, metrologi industri dan

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2016 KEMENDAG. UPT. Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu. Orta PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/8/2016

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia 33 Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 637/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR,TIMBANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. No.390, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1719, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Unit Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG UNIT METROLOGI LEGAL DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan mutu anak timbangan yang ada dipasaran. dan mengembangkan laboratorium massa Direktorat Metrologi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan mutu anak timbangan yang ada dipasaran. dan mengembangkan laboratorium massa Direktorat Metrologi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan mutu anak timbangan yang ada dipasaran dan mengembangkan laboratorium massa Direktorat Metrologi menjadi laboratorium yang berskala nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 11, 1981 (LEMBAGA INTERNASIONAL. PERDAGANGAN. TINDAK PIDANA. KUHP. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR lzlrnwr?ep /, I zata. Mengingat TENTANG SYARAT TEKNIS ALAT UKUR PANJANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR lzlrnwr?ep /, I zata. Mengingat TENTANG SYARAT TEKNIS ALAT UKUR PANJANG -"1// -: - 72..Lfirt\N -'-41. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M,l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA

PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA PROPOSAL SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS PENDUKUNGNYA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2016 PROPOSAL PENGEMBANGAN SARANA KEMETROLOGIAN DAN FASILITAS

Lebih terperinci

vtn ..tl//7 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tentang Syarat Teknis Takaran;

vtn ..tl//7 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen tentang Syarat Teknis Takaran; ..tl//7 vtn KEMENTERIAI{ PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt. 6 Jakarta 101 10 Telp. (021) 38409e.6 KEPUTUSAI{

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 06 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN TERA DAN TERA ULANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

LOGO KONSEP DASAR MASSA

LOGO KONSEP DASAR MASSA KONSEP DASAR MASSA Oleh : Adi Candra Purnama,ST. Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Mampu menjelaskan konsep dasar massa Pengertian Metrologi adalah ilmu tentang sifat-sifat ukur atau pengetahuan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2004 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Perdagangan R.l. Nomor : 50/M-DAG/PER/1 0/2009

Peraturan Menteri Perdagangan R.l. Nomor : 50/M-DAG/PER/1 0/2009 Peraturan Menteri Perdagangan R.l. Nomor : 50/M-DAG/PER/1 0/2009 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) METROLOGI LEGAL PADA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PASAR BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta 101 10 Te. 021-3440408 la 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

at"z, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR

atz, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR at"z, < DEPARTEW EN PERDAGANGAN EPUBLTK IND('NESIA vtlndi REKTO RAT J EN DERAT PERDAGANGAN NALAIVI N EG ER I Jalan [,4.] Bidwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL UMUM Permasalahan mengenai segala sesuatu dalam ukur-mengukur, takar-menakar dan timbangmenimbang secara luas yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh DEPARTE]i,IEN PERDAGANGAN REPUBLII( INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DAAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No. 5 Jakafta 101 10 Tel. 021-3440408 fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON

PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON PEMERIKSAAN BAHAN SUSUN BETON 2.1. Umum Beton merupakan hasil campuran Semen Portland (PC), agregar halus (pasir), agregat kasar (krikil), dan air dengan atau tanpa bahan tambah (admixtures) dengan proporsi

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) PIPA SARINGAN UNTUK SUMUR AIR TANAH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metoda penelitian secara keseluruhan, hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metoda penelitian secara keseluruhan, hal ini BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini mengungkapkan metoda penelitian secara keseluruhan, hal ini merupakan rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan. Proses penelitian ini dibagi kedalam beberapa

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai kuat tekan awal beton ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran K-13 Kelas X FISIKA PENGUKURAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Memahami definisi besaran dan jenisnya. 2. Memahami sistem satuan dan dimensi besaran.

Lebih terperinci

LOGO. Teori. Timbangan. Oleh: ADI CANDRA PURNAMA

LOGO. Teori. Timbangan. Oleh: ADI CANDRA PURNAMA LOGO Teori Timbangan Oleh: ADI CANDRA PURNAMA PENGERTIAN TIMBANGAN : Timbangan didefinisikan juga sebagai suatu alat untuk menentukan massa suatu benda dengan memanfaatkan gaya gravitasi yang bekerja pada

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA KEMETROLOGIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Alat Ukur. Perlengkapan. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG ALAT-ALAT UKUR,

Lebih terperinci

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan A,/2, =< 7r1N KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-384098G

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI STANDARDISASI METROLOGI LEGAL MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM STANDAR NASIONAL SATUAN UKURAN MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193] UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 32 (1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tercantum dalam Pasal 25 1, Pasal 26 2, Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1542, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pencantuman Label. Barang. Bahasa Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/M-DAG/PER/11/2013

Lebih terperinci

s'/2, vtrn tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Mengingat : 1.

s'/2, vtrn tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Mengingat : 1. s'/2, =f vtrn KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-3840986

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI BIDANG PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP )

Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP ) Standar Nasional Indonesia Kawat baja tanpa lapisan untuk konstruksi beton pratekan (PC wire / KBjP ) ICS 77.140.65 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.552, 2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59/M-IND/PER/5/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA () PELEK KENDARAAN BERMOTOR

Lebih terperinci