156 Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Artikel Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "156 Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Artikel Penelitian"

Transkripsi

1 156 Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Artikel Penelitian Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Friska Jifanti 1, Alwi Mappiasse 2 Abstrak 1.2) Bagian/SMFIlmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Jl.Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea, Makassar Correspondence Dr.Friska Jifanti, Bagian/SMFIlmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Jl.Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea, Makassar Lupus eritematosus (LE) adalah penyakit jaringan konektif yang ditandai dengan adanya auto antibodi melawan beberapa sel (autoimun). Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang paling umum setelah artritis dan belum pernah ada laporan atau publikasi mengenai studi retrospektif LE di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum penyakit LE yang meliputi distribusi kasus baru, kelompok usia, jenis kelamin, tipe LE, kelainan yang ditemukan berdasarkan kriteria ARA, dan data pemeriksaan penunjang. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengambil datadata dari rekam medik penderita baru lupus eritematosus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar selama 5 tahun, mulai Juni Mei Dalam kurun waktu mulai diperoleh data jumlah kunjungan baru LE sebanyak 12 kasus. Pada studi ini tahun 2009 ditemukan 5 pasien (41,6%) yang merupakan kasus LE terbanyak. Terdapat kunjungan terbanyak pada pasien wanita yaitu 10 kasus (83%) dibandingkan pasien laki-laki sebanyak 2 kasus (17%). Berdasarkan kelompok umur, penderita baru LE paling banyak berada dikelompok usia tahun (50%). Berdasarkan tipe LE, yang terbanyak adalah tipe lupus eritemasosus diskoid (LED) yaitu sebanyak 7 pasien (58,3%). Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan menggunakan kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang paling banyak adalah eritema fasial sebanyak 8 pasien (25,8%). Berdasarkan data pemeriksaan laboratorium, didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 6 pasien (31,6%) dan hanya 2 pasien (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Disimpulkan bahwa kasus LE terbanyak ditemukan tahun 2009 dengan jenis LED dan berdasarkan kriteria ARA paling banyak dijumpai adalah eritema fasial. Keywords : Lupus eritematosus diskoid, sistemik lupus eritematosus Pengantar Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit ini dapat mengenai berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervariasi. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis LE yang paling umum setelah arthritis (Nurjanti et al.,1990;. Insawang dan Kulthanan, 2010; Kole dan Ghosh,2009). Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok usia dimana banyak mengenai usia produktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun dengan prevalensi 17 sampai 48 dalam penduduk pada suku Afro-Karibia. Di Eropa Utara, prevalensi penyakit lupus berkisar 40 kasus per penduduk dan 200 kasus per penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam. (6) Meskipun penyakit ini merupakan penyakit autoimun, akan tetapi terdapat peran eksogen misalnya lingkungan (ultraviolet, hormon) maupun faktor endogen seperti faktor genetic (Insawang dan Kulthanan,2010; Panjwani, 2009). James N. Gilliam membedakan LE berdasarkan onset, klinis, morfologis dan pemeriksaan imunofluoresens menjadi 2 tipe utama yaitu LE nonspesifik dan LE spesifik kutan, dimana pada LE nonspesifik kutan sering kali berhubungan dengan sistemik lupus eritematosus (SLE) yang melibatkan multipel oragan dan vaskular. Sedangkan LE spesifik kutan dibagi menjadi tiga subtipe yaitu akut kutaneus lupus eritematosus (ACLE), subakut kutaneus lupus eritematosus (SCLE), dan kronik kutaneus lupus eritematosus (CCLE) (Kole dan Ghosh,2009; Costner dan Sontheimer, 2008; Walling dan Sontheimer, 2009; Simon, 2007; Wolf dan Johnson, 2005). Akut kutaneus LE lebih banyak ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki (8:1). Sekitar 50-60% penderita ACLE juga menderita SLE. Subakut kutaneus LE memiliki gejala ekstra kutan terbanyak adalah artritis dan mialgia dengan angka rekurensi sekitar 10-15% dan dapat berkembang menjadi SLE ringan. Diskoid LE (DLE) merupakan salah satu varian dari CCLE dan dalam perjalanan penyakitnya dapat berkembang menjadi SLE pada kurang dari 5% pasien (Insawang dan Kulthanan, 2010; Simon, 2007).

2 Artikel Penelitian Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 157 American Rheumatology Association (ARA) mengeluarkan kriteria untuk menegakkan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan bila terdapat 4 atau lebih dari 11 kriteria. Kelainan kulit yang termasuk dalam kriteria ARA ialah malar rash/butterfly rash, lesi diskoid, ulkus di mulut dan rinofaring, sikatrik hipotrofik, peningkatan fotosensitivitas, artritis, serositis, kelainan ginjal, kelainan darah, serta adanya gangguan imunologik ( Wolf dan Johnson, 2005; Franciscus, 2009). Tujuan penelitian retrospektif ini adalah untuk mengetahui gambaran umum penyakit LE di Subdivisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode yang meliputi distribusi kasus baru, kelompok usia, jenis kelamin, tipe LE, kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA, serta data laboratorium. Cara Kerja Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengambil data-data dari rekam medik penderita baru LE di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar selama 5 tahun, mulai Juni Mei Hasil Jumlah kunjungan baru LE ditemukan 12 kasus. Dengan kunjungan pada tahun 2005 sebanyak 1 pasien (8,3%), 2006 sebanyak 3 pasien (25%), tahun 2007 dan 2008 sebanyak 1 pasien (masingmasing 8,3%), tahun 2009 sebanyak 5 pasien (41,6%) yang merupakan kasus LE terbanyak, dan pada tahun 2010 sebanyak 1 pasien (8,3%). (gambar 1) Jumlah pasien total Garfik 1. Distribusi kasus baru LE di Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP.Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Selama perode 5 tahun, Juni 2005-Mei 2010 Terdapat dominasi kunjungan pada pasien wanita yaitu sebanyak 10 kasus (83%) dibandingkan pasien laki-laki hanya 2 kasus (17%) (Gambar 2) 17% 83% Grafik 2. Prevalensi penderita LE berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan kelompok usia, penderita baru LE paling banyak berada dikelompok usia tahun (50%) dengan usia termuda 16 tahun dan usia tertua 48 tahun. (tabel 1). Tabel 1. Distribusi penderita LE berdasarkan kelompok usia Kelompok Jumlah Persentase Umur (tahun) Pasien (%) % % % Berdasarkan tipe LE, ditemukan DLE sebanyak 7 pasien (58,3%) dan SLE sebanyak 5 pasien (41,6%). (tabel 2). Tabel 2. Distribusi penderita LE berdasarkan tipe LE Tipe LE Jumlah Pasien Presentase (%) DLE 7 58,3% SLE 5 41,6%

3 158 Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Artikel Penelitian Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang paling banyak adalah eritema fasial sebanyak 8 pasien (25,8%), kelainan kedua terbanyak adalah artritis sebanyak 5 pasien (16,1%). (tabel 3). Tabel 3. Distribusi penderita LE berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA Kelainan yang ditemukan Jumlah Persentase (%) Eritema fasial 8 25,8% Lesi diskoid 4 12,9% Sikatrik hipotrofik - - Fotosensitif 2 6,4% Ulkus mulut & rinofaring 1 3,2% Artritis 5 16,1% Serositis (pleuritis, perikarditis) Kelainan ginjal (proteinuria) Kelainan neurologic (psikosis) Kelainan darah Gangguan imunologik (Sel LE, ANA) ,6% 2 6,4% 2 6,4% 4 12,9% Berdasarkan data laboratorium, didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 6 pasien (31,6%) dan fungsi hati merupakan pemeriksaan kedua terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 3 pasien (15,8%) dan hanya 2 pasien (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. (tabel 4). Tabel 4. Distribusi penderita LE berdasarkan data laboratorium Pemeriksaan Laboratorium Jumlah Persentase (%) Laju endap darah 6 31,6% Fungsi hati 3 15,8% ( SGPT/SGOT) Fungsi ginjal 2 10,5% (ureum/kreatinin) ANA test 2 10,5% Sel LE - - Reumatoid 1 5,2% faktor (RF) Urin rutin 1 5,2% (sel epitel, eritrosit, proteinuria) Darah rutin 2 10,5% Diskusi Histopatologi 2 10,5% Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun inflamasi kronis yang memiliki spektrum yang luas berdasarkan manifestasi klinis dan perjalanan penyakitnya yang bervarias (Gill et al.,2003; Kuhn et al.,2005; Amero et al.,2006). Etiologi dan mekanisme patogenesis yang berperan pada LE belum dapat dipahami secara pasti. Patogenesis LE kutan tampaknya tumpang tindih dengan patogenesis SLE, dimana interaksi antara faktor-faktor host (genetik, hormonal) dan faktorfaktor lingkungan (radiasi ultraviolet, virus, obatobatan) mengarah pada hilangnya toleransi, dan menginduksi suatu autoimunitas. Diikuti dengan aktivasi dan ekspansi sistem imun dan akibatnya terjadi kerusakan jaringan akibat respon imun dan ekspresi klinis penyakit (Rahman dan Isenberg,2008; Simon, 2007; Yuriawantini dan Suryana,2007). Pada studi ini, kunjungan kasus baru adalah sebanyak 12 kasus dengan kunjungan terbanyak pada tahun 2009 yaitu sebanyak 5 pasien (41,6%) yang merupakan kasus LE terbanyak. Jumlah kasus yang tidak banyak ini dikarenakan kemungkinan pasien datang dengan keluhan artritis dimana gejala ini termasuk yang paling sering ditemukan sehingga pasien langsung datang ke bagian penyakit dalam. Kemungkinan lain adalah penderita enggan berobat ke Rumah Sakit besar dan cenderung memilih berobat ke fasilitas pengobatan lain. Distribusi menurut jenis kelamin pada studi ini didominasi oleh wanita yaitu 83% dibandingkan pasien laki-laki yang hanya 17%. Berdasarkan kelompok usia, penderita baru paling banyak berada dikelompok usia tahun (50%) dengan usia termuda 16 tahun dan usia tertua 48 tahun.

4 Artikel Penelitian Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 159 Hal tersebut sesuai dengan penelitian Komalig FM, dkk yang melaporkan bahwa wanita SLE di Jakarta tahun 2004 sebesar 94,6%, dan kelompok umur terbanyak di usia subur tahun (88,4%). Hal ini dimungkinkan kerena pada pasien lupus terjadi peningkatan hormon estrogen 20 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang sehat. Faktor jenis kelamin dan usia merupakan faktor host yang berperan dalam patogenesis lupus eritematosus, selain itu keterpaparan lingkungan seperti obatobatan, virus, sinar UV yang turut berperan. Diketahui bahwa wanita memiliki predisposisi SLE jauh lebih banyak daripada pria dikarenakan memiliki 2 kromosom X. Onset penyakit yang jarang diderita oleh perempuan pre-pubertas dan menopouse, mendukung keterlibatan hormon seks terhadap patogenesisnya (Rahman dan Isenberg,2008). Pada studi ini, berdasarkan penelesuran dari rekam medik yang dilakukan hanya didapatkan dua diagnosis terhadap penyakit LE yaitu DLE dan SLE. Ditemukan DLE sebanyak 58,3% dan SLE sebanyak 41,6%, dari 12 kasus yang ditemukan hanya 2 kasus (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Dikepustakaan disebutkan bahwa didapatkan persamaan pada kelompok penyakit ini dengan penyakit lainnya dan perubahan pada kulit merupakan gambaran yang paling menonjol pada semua penyakit jaringan konektif, sehingga pemeriksaan histopatologi kulit sangat penting dalam membantu membedakan dan menegakkan diagnosis (Nurjanti et al.,1990; Komalig et al, 2007). Lupus eritematosus diskoid mengenai kulit tanpa atau dengan keterlibatan sistemik yang minimal. Karakteristik lesi ditandai dengan eritem, plak berskuama yang meluas secara sentifugal, permukaan plak menebal (Williams, 2005). Bila menyembuh dapat dengan pembentukan skar, atrofi, dan pigmentasi. Lesi terdapat pada area yang terpapar sinar matahari dan banyak ditemukan adanya gejala fotosensitivitas. DLE merupakan lesi yang kronis dan dapat terjadi remisi dan relaps, serta dapat berkembang menjadi SLE (Nurjanti et al.,1990; Panjwani, 2009; Simon, 2007). Lupus eritematosus sistemik ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas yang terjadi terutama pada usia reproduksi dan melibatkan mulipel organ dan dapat menyebabkan kematian. Kulit merupakan organ kedua terbanyak yang terkena setelah artritis. Pada 80% kasus dapat melibatkan kulit dan membran mukosa. Gambaran klinis SLE sangat beraneka ragam, sehingga lebih merupakan kumpulan sindrom daripada gambaran klinik penyakit yang khas. Diagnosis SLE ditegakkan bila memenuhi 4 dari 11 kriteria yang dikeluarkan American College of Rheumatology. Kriteria yang termasuk yaitu malar rash, diskoid rash, fotosensitif, ulkus di mulut, artritis, serositis, kelainan ginjal, kelainan neurologis, kelainan hematologi, kelainan imunologi dan antibodi antinuklear (Simon, 2007). Berdasarkan data laboratorium pada studi ini, didapatkan pemeriksaan laju endap darah merupakan pemeriksaan terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu 31,6% dan fungsi hati merupakan pemeriksaan kedua terbanyak yang mengalami peningkatan yaitu sebanyak 15,8% dan hanya 2 pasien (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Dikepustakaan dikatakan pemeriksaan laboratorium untuk ACLE berhubungan dengan SLE, karena terdapat hubungan erat antara ACLE dan SLE. Pemeriksaan darah dan urine rutin, serologis, histopatologi dan imunohistologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada kepustakaan disebutkan penderita SLE membentuk auto-antibodi, dimana auto-antibodi mempunyai spesifitas terhadap eritrosit, trombosit dan limfosit yang berturut-turut dapat menyebabkan gejala anemia, trombositopenia dan limfopenia (Nurjanti et al.,1990). Berdasarkan kelainan yang ditemukan dengan kriteria ARA yang paling banyak adalah kelainan pada kulit yaitu eritema fasial 25,8%, kelainan kedua terbanyak adalah artritis 16,1% hal ini sesuai dengan penelitian Kole dan Ghosh (2009). Berbeda dengan kepustakaan lain, kulit merupakan organ kedua terbanyak yang terkena setelah artritis. Pada 80% kasus dapat melibatkan kulit dan membran mukosa. Pada penelitian ini, tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan ANA test, dimana hanya 4 kasus (10,5%) yang dilakukan pemeriksaan ini. Pada kepustakaan pemeriksaan ANA positif ditemukan pada 98% penderita SLE, ANA memiliki sensitifitas sangat tinggi namun spesifitas rendah karena dapat ditemukan positif pada penyakit jaringan konektif lainnya. Pemeriksaan ANA yang negatif kemungkinan untuk terjadinya SLE sangat kecil dan hanya terdapat pada 2-5% kasus SLE (Yuriawantini dan Suryana, 2007). Simpulan Dari studi ini disimpulkan bahwa kasus LE terbanyak ditemukan tahun 2009 dengan jenis LED dan berdasarkan kriteria ARA paling banyak dijumpai adalah eritema fasial. Daftar Pustaka Amerio P, Innocente C, Feliciani C Druginduced cutaneous lupus erythematosus after 5 years of treatment with carbamazepine. Eur J Dermatol,16(3):281-3 Costner M dan Sontheimer R Lupus erythematosus. In: Wolf K, Goldsmith L, editors. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7 ed. New York: McGraw-Hill; p

5 160 Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2010 Vol,2, No,2 Artikel Penelitian Eapen B, Salim T Clinical presentation and treatment outcome in systemic lupus erythematosus. Indian J Dermatol. 47(3): Franciscus A HCV Extrahepatic Manifestations:Systemic Lupus Erythematosus [cited; Available from: Gill JM, Quisel AD, Rocca P Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. Am J Fam Physician ;68: Insawang M dan Kulthanan K Discoid lupus erythematosus: Description of 130 cases and review of their natural history and clinical course. J of Clinic Immunol and Immunopathol,;2 (1):1-8. Kole A dan Ghosh A Cutaneous manifestation of systemic lupus erythematosus in a tertiary refferak centre. Indian J Dermatol.;54(2): Komalig FM, Hananto M, Sukana B, Pardosi J Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko penyakit lupus eritematosus sistemik. Jurnal Ekologi Kesehatan ;7(2): Kuhn A, Lehmann P, Ruzicka T Classificationof Cutaneous Lupus Erythematosus. In: Kuhn A, Lehmann P, Ruzicka T, editors. Cutaneus lupus erythematosus. Germany; p Nurjanti L, Setyaningsih T, Murtiastutik D1990. Chronic discoid lupus erythematosus. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. :75. Panjwani S.,2009. Early Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. J Am Board Fam Med,22: Rahman dan Isenberg DA.,2008. Mechanisms of Disease Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med ;358: Simon JC Clinical manifestations of cutaneous lupus erythematosus. Germany J Dermatol,5: Walling H dan Sontheimer R Cutaneous Lupus Erythematosus Issues in Diagnosis and Treatment. Am J Clin Dermatol, 2009;10(6): Williams D Chronic Cutaneous (Discoid) Lupus Erythematosus. J Insur Med, 37:70-1. Wolf K dan Johnson R Lupus erythematosus. In: Wolf K, Johnson R, editors. Fitzpatrick's colour atlas & synopsis of clinical dermatology. 5th ed. New York: McGraw- Hill;. p Yuriawantini dan Suryana K Aspek imunologi SLE. J Peny Dalam. ;8:232-9.

6

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Systemic Lupus Erithematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai organ dengan manifestasi gejala yang bervariatif (Nasution & Kasjmir, 1995).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara variasi genetik dimana faktor ini berperanan penting dalam predisposisi

BAB 1 PENDAHULUAN. antara variasi genetik dimana faktor ini berperanan penting dalam predisposisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronik, menyerang organ tubuh secara luas, yang menimbulkan manifestasi klinik, perjalanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya bula intraepidermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Artritis Reumatoid Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARATERISTIK KLINIK DENGAN MANIFESTASI GINJAL PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KARATERISTIK KLINIK DENGAN MANIFESTASI GINJAL PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KARATERISTIK KLINIK DENGAN MANIFESTASI GINJAL PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar proposal karya tulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan

Lebih terperinci

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodonsium yang menutupi gigi dan berfungsi sebagai jaringan penyangga gigi. Penyakit periodontal yang paling sering

Lebih terperinci

ANGKA KEJADIAN PENYAKIT AUTOIMUN PADA PASIEN ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR. Kedokteran Universitas Udayana

ANGKA KEJADIAN PENYAKIT AUTOIMUN PADA PASIEN ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR. Kedokteran Universitas Udayana ANGKA KEJADIAN PENYAKIT AUTOIMUN PADA PASIEN ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR Diantini, D.M.A. 1, Ulandari, N.L. 1, Wirandani, N.K.N.S. 1, Niruri, R. 1, Kumara, K.D. 2 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Artritis reumatoid/rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. penyakit Lupus. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran seperti dijelaskan dalam Astuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. penyakit Lupus. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran seperti dijelaskan dalam Astuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sekarang ini banyak dikenal berbagai macam penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran seperti dijelaskan dalam Astuti (2010) disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT AKTIFITAS PENYAKIT DAN KERUSAKAN ORGAN PADA PASIEN LES DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012

Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012 Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012 Alyssa Amelia V.U 1, Athuf Thaha 2, Mutia Devi 2 1. Pendidikan

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan : : Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan : infeksi jamur subkutan adalah infeksi jamur yang secara langsung masuk ke dalam dermis atau jaringan subkutan melalui suatu trauma.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik atau yang dikenal juga dengan Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi yang tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya dengan gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan suatu mikrovaskular vaskulitis sistemik dengan karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan immunoglobulin A

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronis. Pada penyakit autoimun tubuh melakukan reaksi yang berlebihan terhadap stimulus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan

Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RS. Dr. Pirngadi Medan Pola Lekemia Limfoblastika akut di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUSU/RS. Dr. Pirngadi Medan Zairul Arifin Bagian Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak Telah dilakukan suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan lupus merupakan penyakit kronis yang kurang populer di masyarakat Indonesia dibandingkan

Lebih terperinci

Konseling Kelompok pada Penderita Lupus

Konseling Kelompok pada Penderita Lupus Konseling Kelompok pada Penderita Lupus Aan Muzayanah Universitas Muhammadiyah Malang aanmuzayanah2015@gmail.com Abstrak. Penyakit Lupus (Systemic Lupus Erythematosus) merupakan penyakit autoimun multisistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Systemic Lupus Erythematosus (SLE) 2.1.1 Definisi Lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala, sedangkan erythematosus dalam bahasa Yunani berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan Pengklasifikasian penyakit perlu untuk: mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan patologi penyakit

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING KEMENTERIAN KESEHATAN RI PERINGATAN HARI LUPUS SEDUNIA TAHUN 2018

MEDIA BRIEFING KEMENTERIAN KESEHATAN RI PERINGATAN HARI LUPUS SEDUNIA TAHUN 2018 MEDIA BRIEFING KEMENTERIAN KESEHATAN RI PERINGATAN HARI LUPUS SEDUNIA TAHUN 2018 MEMAHAMI PROGRAM PROMOTIF DAN PREVENTIF PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES) dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

LUPUS ERITEMATOSUS. SINONIM Di perpustakaan Jerman juga disebut lupus eritematodes.

LUPUS ERITEMATOSUS. SINONIM Di perpustakaan Jerman juga disebut lupus eritematodes. LUPUS ERITEMATOSUS DEFINISI Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif dan vaskular, dan mempunyai dua varian: lupus eritematosus diskoid dan sistemik. L.E.D. (lupus eritematosus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang 21 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan usia tulang, berarti menghitung

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TINJAUAN TEORI A. Pengertian SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berat pada laki-laki. Deske Muhadi Rangkuti, Blondina Marpaung, OK Moehad Sjah, Firman S W

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berat pada laki-laki. Deske Muhadi Rangkuti, Blondina Marpaung, OK Moehad Sjah, Firman S W Systemic Lupus Erythematosus (SLE) berat pada laki-laki Deske Muhadi Rangkuti, Blondina Marpaung, OK Moehad Sjah, Firman S W Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Systemic

Lebih terperinci

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK Anemia Hemolitik Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK Anemia hemolitik didefinisikan : kerusakan sel eritrosit yang lebih awal.bila tingkat kerusakan lebih cepat dan kapasitas sumsum tulang

Lebih terperinci

Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik

Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik Kelainan darah pada lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. Rheumatoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

Pola Antibodi Antinuklear Sebagai Faktor Risiko Keterlibatan Sistem Hematologi Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak

Pola Antibodi Antinuklear Sebagai Faktor Risiko Keterlibatan Sistem Hematologi Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak pissn: 0126-074X; eissn: 2338-6223; http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v47n2.571 Pola Antibodi Antinuklear Sebagai Faktor Risiko Keterlibatan Sistem Hematologi Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. SLE, menimbulkan gejala yang berbeda sesuai dengan spesifik organ yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. SLE, menimbulkan gejala yang berbeda sesuai dengan spesifik organ yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Systemic Lupus Erythematosus (SLE) SLE adalah penyakit rematik autoimun dengan karakteristik berupa perandangan yang tersebar luas, dapat menyerang semua organ atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012

PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Anggelina Moningka 2 Renate T. Kandou 2 Nurdjanah J. Niode 1 Kandidat Skripsi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut adalah:

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi. Faktor-faktor tersebut adalah: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah bagian dari studi epidemiologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS PENYAKIT DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (STUDI KASUS DI RSUP DR. KARIADI, SEMARANG)

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS PENYAKIT DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (STUDI KASUS DI RSUP DR. KARIADI, SEMARANG) Volume 5, Nomor 4, Oktober 6 Online : http://ejournal-s.undip.ac.id/index.php/medico ISSN Online : 54-8844 HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS PENYAKIT DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Anemia Aplastik. Zuhrial Zubir, Fadli Arsyad. Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Anemia Aplastik. Zuhrial Zubir, Fadli Arsyad. Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan Anemia Aplastik Zuhrial Zubir, Fadli Arsyad Divisi Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran ABSTRAK Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada

Lebih terperinci

PENYAKIT DARIER PADA ANAK

PENYAKIT DARIER PADA ANAK PENYAKIT DARIER PADA ANAK dr. Imam Budi Putra, SpKK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK M E D A N PENYAKIT DARIER PADA ANAK Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka konsep penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, kerangka konsep mengenai angka kejadian relaps sindrom nefrotik

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit akibat kerja di 5 (lima) benua tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (musculoskeletal disease)

Lebih terperinci

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014 1 Arbi Rahmatullah, 2 Ieva B. Akbar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium yang melapisi saluran kemih karena adanya invasi bakteri dan ditandai dengan bakteriuria dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK DI SELURUH PUSKESMAS KEPERAWATAN WILAYAH KABUPATEN JEMBER PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2007 SKRIPSI Oleh Siska Yuni Fitria NIM 042010101027 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemfigus vulgaris 2.1.1 Definisi Pemfigus merupakan kelompok penyakit bula autoimun yang menyerang kulit, membran mukosa maupun keduanya, secara histologi ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita mengalami menstruasi selama masa subur. Menstruasi adalah proses fisiologis yang dialami wanita produktif setiap bulan, periode pengeluaran cairan darah dari uterus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luasnya akses ke pelayanan kesehatan untuk melakukan terapi dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luasnya akses ke pelayanan kesehatan untuk melakukan terapi dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jumlah reaksi simpang obat cukup tinggi dan besar kemungkinan akan bertambah. Hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka harapan hidup dan luasnya akses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,bersifat kronis residif, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat dan sering terjadi kekambuhan. Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Imunologi Lupus

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Imunologi Lupus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Imunologi Lupus Oleh Kelompok I Gusti Pandi Liputo Asteri van Solang Ayu Wulandari Marada Abdlatif Monoarfa Abd. Rahmat Kasadi Agung Makalawo Dewi

Lebih terperinci

Lupus Eritematosus Sistemik merupakan. Karakteristik Klinis Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak

Lupus Eritematosus Sistemik merupakan. Karakteristik Klinis Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak Artikel Asli Karakteristik Klinis Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak * Ni Putu Sudewi, Nia Kurniati**, EM Dadi Suyoko**, Zakiudin Munasir**, Arwin AP Akib** *Peserta Program Fellowship Divisi Alergi-Imunologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran pencernaan. Dua tipe

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan kulit (Weedon et. al., 2010). Karsinoma sel basal terutama terdapat

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR)

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR) Nama : Benny Tresnanda PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR) Nim : P07134013027 I. Tujuan Untuk mengetahui adanya RF (Rheumatoid Factor) secara kualitatif dan semi kuantitatif pada sampel serum. II. Dasar

Lebih terperinci