KULTUR KALUS DAN SUSPENSI SEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KULTUR KALUS DAN SUSPENSI SEL"

Transkripsi

1 Pokok Bahasan V. KULTUR KALUS DAN SUSPENSI SEL Pendahuluan Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang menentukan keberhasilan teknik kultur in vitro. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir, pada mulanya sebagai respon terhadap pelukaan (wounding). Pembelahan selnya menjadi tidak terkendali, sel-selnya mengalami proliferasi yaitu membelah terus menerus dengan sangat cepat, hal ini dimungkinkan karena sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi heterotrof oleh adanya nutrisi yang cukup komplek dan zat pengatur tumbuh didalam medium kultur. Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berproliferasi. Proliferasi sel-sel akan terjadi lebih baik jika eksplan yang digunakan berasal dari jaringan yang masih muda. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata lain menjadi meristematik kembali. Dediferensiasi merupakan langkah awal bagi perbanyakan vegetatip dengan teknik kultur in vitro karena merupakan dasar terjadinya primordia tunas dan akar. Kalus dapat diperbanyak secara tidak terbatas dengan cara memindahkan sebagian kecil kalus kedalam medium baru (sub kultur). Kalus dengan sel-selnya yang bersifat meristematik, dapat didispersikan didalam medium cair sehingga dapat diperoleh kultur suspensi sel. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar pelaksanaan teknik kultur kalus dan suspensi sel, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada kultur kalus dan suspensi sel.

2 Subpokok Bahasan 1: KULTUR KALUS Pendahuluan Teknik kultur jaringan dimulai dengan mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, jaringan, organ) kemudian menumbuhkannya secara aseptis diatas atau didalam suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri, dalam 1-2 bulan, tergantung dari jenis tumbuhannya, akan terbentuk kalus. Kalus biasanya terjadi pada eksplan ditempat irisan, karena jaringan kalus ini merupakan jaringan yang bertujuan menutup luka. Pembelahan sel-sel pada kalus dipacu oleh hormon endogen dan eksogen auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada medium kultur. Kalus juga dapat timbul karena adanya infeksi dari mikroorganisme tertentu seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan serangga dan nematoda. Kalus yang diakibatkan oleh infeksi Agrobacterium disebut tumor (crown gall). Pembentukan kalus tergantung dari jenis tumbuhan, asal eksplan, umur fisiologi dari tanaman donor dan komposisi medium kultur. Pada kenyataannya sulit untuk memperoleh kalus dari hasil kultur jaringan yang eksplannya diambil dari sembarang bagian jaringan tumbuhan. Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus dari eksplan yang ditumbuhkan diatas medium kultur secara terus menerus. Materi Subpokok Bahasan 1 Kalus telah berhasil diinduksi dari bermacam-macam eksplan, yang perlu mendapat perhatian pada pemilihan eksplan adalah, harus mengandung sel-sel yang aktip membelah. Semua bagian tanaman yang masih muda (kecambah) sangat responsip untuk induksi kalus. Bagian-bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon, koleoptil, umbi akar wortel yang mengandung kambium dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi menghasilkan kalus. Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian semai (seedling) yang dikecambahkan secara in vitro. Jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau, seperti parenkim empulur, mempunyai respon yang lebih baik dibandingkan dengan sel-sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan, idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi tetap mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang

3 relatip homogen. Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan langsung dengan medium kultur, pertumbuhan yang tercepat terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut ketersediaan hara dan oksigennya lebih baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode inkubasi. Sel-sel memperlihatkan peningkatan aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi dan jaringan kembali kekeadaan meristematik (dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat mengalami lignifikasi yang cukup kuat hiugga menyebabkan kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel dan lunak sehingga mudah terpecah-pecah menjadi serpihanserpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin dan nonantosianin telah berhasil diisolasi dari kalus wortel. Induksi kalus dan pertumbuhan kalus yang terus berlangsung (dengan melakukan subkultur), memerlukan gula dan garam-garam mineral pada medium, selain itu juga memerlukan zat pengatur tumbuh: (i) Auksin (pada kebanyakan monokotil) (ii) Sitokinin (misalnya, pada gymnospermae) (iii) Auksin dan Sitokinin (pada kebanyakan dikotil dan beberapa spesies monokotil) (iv) Tidak memerlukan zat pengatur tumbuh (misalnya tumor, jaringan yang mengalami habituasi penuh) Zat pengatur tumbuh yang umum dan efektip digunakan untuk induksi kalus (dediferensiasi) adalah 2,4-D, dicamba atau picloram. Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel misalnya sel-sel meristematik (ditengah),

4 sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang mengandung vacuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti tracheid dsb, heterogenitas ini mencerminkan asal dari eksplannya. Sel-selyang heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Selain dari eksplannya, sel-sel yang heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama melalui serangkaian sub kultur yang berulang-ulang. Masa kultur yang terlalu lama menyebabkan adanya perubahan terhadap kebutuhan zat pengatur tumbuh eksogen, ketidak tergantungan sel-sel untuk terus membelah tanpa adanya zat pengatur tumbuh eksogen disebut habituasi. Sel-sel dapat mengalami habituasi terhadap auksin maupun sitokinin. Masa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adanya heterogenitas karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan dari siklus sel dan ketidak teraturan pembelahan mitosis selama masa kultur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa: (i) Poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur kalus, zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat menigkatkan frekuensi poliploidi. (ii) Aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan abnormalitas dari mitotic spindle. (iii) Perubahan structural pada kromosom, misalnya disentrik, fragmen aksentrik, ring kromosom dsb. (iv) Transposisi urutan DNA (v) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid bertambah (vi) Delesi, hilangnya suatu gen Adanya perubahan-perubahan karyologis ini menyulitkan aplikasi kultur kalus untuk mikropropagasi dan produksi metabolit sekunder, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan in vitro karena dapat menambah keragaman genetik. Setelah periode waktu tertentu, biasanya 2 minggu sampai 3 bulan, pertumbuhan kalus akan menurun, kalus akan menunjukan gejala-gejala penuaan seperti nekrosis atau menjadi coklat dan akhirnya mengering. Hal

5 tersebut sebagai akibat dari beberapa faktor berikut: 1. Kandungan nutrisi media menyusut 2. Penguapan (evaporasi) yang mengakibatkan agar-agar semakin mengeras sehingga menghambat difusi nutrien dan meningkatnya konsentasi dari beberapa komponen medium 3. Sel-sel pada kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat karena terakumulasinya sejumlah senyawa toksik pada medium disekitar eksplan 4. Sel-sel yang terdapat ditengah-tengah massa sel mengalami kekurangan oksigen. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kalus harus disubkultur pada medium baru, tergantung dari tujuannya medium baru yang digunakan untuk subkultur dapat sama atau berbeda dengan medium semula. Secara umum dapat dikatakan, tujuan dilakukannya subkultur adalah untuk menjaga kehidupan dengan mempertahankan laju pertumbuhan sel tetap konstan sehingga dapat diperoleh kalus dengan sel-sel yang homogen, untuk memperbanyak kalus dan untuk diferensiasi kalus. Untuk tujuan diferensiasi biasanya digunakan medium yang mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh dari auksin dan sitokinin yang berbeda. Pembentukan organ umumnya membutuhkan zat pengatur tumbuh yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kalus. Hal yang perlu diperhatikan pada subkultur adalah massa sel yang dipindah harus cukup banyak. Hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan kalus tumbuh hingga mencapai diameter 2-3 cm sebelum dipisahkan dari eksplan dan membaginya menjadi 4-8 inokula untuk disubkulturkan pada medium baru. Bila kalus menunjukkan rupa yang hetcrogen, yang harus dipilih sebagai inokulum adalah kalus yang menunjukan pertumbuhan tercepat, biasanya yang berwarna agak pucat dan lunak. Doods & Roberts (1982) menganjurkan inokulum yang mempunyai diameter 5-10 mm dengan berat sekitar mg. Subkultur yang berhasil biasanya dilakukan setiap 28 hari, namun waktu yang tepat tergantung pada kecepatan pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus diukur dengan menghitung berat basah dan berat kering kalus pada periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan kalus, seperti halnya pada kebanyakan organisme sel tunggal, membentuk kurva sigmoid (gambar 5.1).

6 Gambar 5.1. Kurva pertumbuhan kalus (Dodds & Roberts, 1982) Proses diferensiasi in situ adalah reversible, hal ini ditunjukkan pada kultur in vitro. Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagianbagian tanaman tersebut diatas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Sel-sel tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut, prosesnya disebut rediferensiasi, yaitu keadaan menjadi berdiferensiasi kembali untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk plantlet. Pembentukan struktur yang terorganisir pada kalus dimulai dengan pembentukan kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar.

7 Prosedur untuk mempelajari teknik dasar induksi kalus dicontohkan pada umbi akar wortel, tahapannya adalah sebagai berikut: Bahan dan alat: 1. Umbi akar wortel yang segar dan sehat 2. Medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l, lihat cara pembuatan medium pada Pokok Bahasan IV 3. Petridish steril dengan kertas saring 4. Alkohol70% 5. Akuades steril 6. Detergent 7. Clorox, Sunclin 8. Sikatgigi 9. Skalpel, pisau, pinset 10. Erlenmeyer 250 ml, beker glass 250 ml 11. Sprayer Cara kerja 1. Persiapan eksplan Umbi akar wortel dicuci bersih dengan cara disikat permukaannya dengan menggunakan sikat gigi dan detergent. Umbi kemudian dipotong melintang pada bagian tengah setebal kira-kira 1 cm. Masukkan segera 5-8 potong umbi kedalam beker glass, kemudian segera dibawa kedalam Laminar air flow. 2. Sterilisasi eksplan a. Bersihkan permukaan meja kerja dengan menyemprotkan alkohol 70% dan melapnya dengan kertas tissue. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan Clorox 10%. Masukkan potongan-potongan umbi kedalam beker glass steril, tuangkan 100 ml clorox kedalam beker glass yang berisi potongan eksplan, biarkan kira-kira 10 menit, sesekali beker glass digoyang-goyang. b. Dengan pipet steril, pindahkan potongan-potongan eksplan dari larutan Clorox kedalam beker glass kosong yang steril. Bilaslah

8 eksplan dengan akuades steril dua kali masing-masing selama 10 menit. 3. Pemotongan eksplan a. Pindahkan potongan umbi kedalam petridish yang berisi kertas saring steril, dengan menggunakan skalpel yang tajam, potongan umbi ditipiskan ukurannya menjadi setebal kira-kira 0,5 cm b. Buatlah potongan umbi menjadi kubus dengan ukuran kira-kira 0,5 x 0,5 cm 4. Penanaman dan inkubasi a. Dengan pinset steril, masukkan 3 potong eksplan untuk tiap botol kultur yang berisi medium MS + 2,4-D 1 mg/l b. Botol kultur yang telah berisi eksplan segera ditutup, bed label yang menunjukkan : jenis tanaman, medium yang digunakan dan tanggal penanaman c. Bawa segera keruang incubator, inkubasi dilakukan pada suhu 25 C ditempat terang. Pengamatan: 1. Amati awal terbentuknya kalus, dari bagian mana kalus terbentuk 2. Lakukan subkultur pada minggu ke 3 3. Amati tekstur, struktur dan warna kalus 4. Ukurlah berat basah dan berat kering kalus

9 Gambar 5.2. Gambar skematis induksi kalus umbi akar wortel

10 Latihan soal-soal: 1. Apa yang disebut kalus, Jelaskan proses terbentuknya kalus! 2. Jelaskan bagaimana proses diferensiasi pada tanaman bersifat reversible 3. Jelaskan eksplan yang baik digunakan untuk induksi kalus! 4. Jelaskan apa yang terjadi pada kalus yang dipelihara untuk masa yang panjang! 5. Jelaskan mengapa pada kultur kalus perlu dilakukan subkultur! Petunjukjawaban latihan soal-soal 1. Ingat proses pembentukan kalus 2. Ingat proses dediferensiasi 3. Ingat jaringan yang meristematic 4. Ingat adanya habituasi, heterogenitas dan perubahan-perubahan karyologis yang terjadi! 5. Ingat pertumbuhan kalus!

11 Subpokok Bahasan 2 : KULTUR SUSPENSISEL Pendahuluan Kalus mengandung sel-sel yang lebih homogen dibandingkan dengan selsel yang terdapat pada eksplan, namun demikian sel-sel pada kalus tidaklah seragarn. Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk suspensi sel yang tumbuh aktip. Kultur suspensi sel merupakan suatu system yang ideal untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan mempelajari diferensiasi sel. Dari segi praktis kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sumber protoplas untuk difusikan atau manipulasi genetik, untuk membuat single cell clone, untuk produksi embryo somatik, sel-sel pada kultur suspensi sel juga dapat diperlakukan sebagai pabrik untuk memproduksi metabolit sekunder. Materi Subpokok Bahasan 2 Kalus yang friabel dan lunak jika ditransfer kedalam medium cair dan diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu, sel-sel akan terpisah dari kalus dan inulai membelah, terdispersi didalam medium cair membentuk suspensi sel yang aktip tumbuh. Populasi sel-sel didalam kultur suspensi sel terdiri dari sel-sel tunggal yang bentuknya bermacam-macam, agregat-agregat (kumpulan) sel yang beragam ukurannya, bagian eksplan (inokulum) yang tersisa dan sel-sel mati, yang kesemuanya terdispersi didalam medium cair. Medium cair yang digunakan komposisinya sama dengan medium untuk induksi kalus, hanya pada kultur suspensi sel tidak menggunakan agaragar. Keuntungan dari digunakannya medium cair yang diinkubasikan dengan penggojokan pada kultur suspensi sel adalah : i. tidak terjadi gradient nutrisi dan gas ii. semua permukaan sel dapat kontak dengan medium

12 iii. iv. aerasi yang lebih baik tidak terjadi akumulasi senyawa-senyawa toksik Kesemuanya membuat pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel menjadi sangat cepat. Derajat dispersi sel-sel didalam medium cair sangat dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh. Penggunaan auksin dengan konsentrasi tinggi (sampai 10μM) bersama dengan sitokinin dengan konsentrasi yang lebih rendah (0,1-5) μm dapat meningkatkan dispersi sel. Inisiasi dari kultur suspensi sel memerlukan kalus sebagai inokulum yang jumlahnya relatip cukup banyak, yaitu sekitar 2-3 gram untuk 100 ml medium. Kalus sebanyak itu dapat menghasilkan suspensi sel dengan densitas awal sekitar 0,5-2,5 x 10 5 per ml medium. Kultur suspensi sel akan tumbuh dengan sangat cepat, untuk itu harus dilakukan subkultur dengan cara mengenapkan sel-sel pada dasar botol kultur, kemudian dengan hati-hati medium yang ada diatasnya dituang. Endapan sel-sel kemudian dibagi menjadi dua bagian, masing-masing digunakan sebagai inokulum dengan memasukkan kedalam medium baru yang komposisi dan volumenya sama dengan medium lama. Biasanya subkultur dilakukan secara teratur setiap satu atau dua minggu sekali, yaitu ketika sel berada pada awal fase stationary. Dasar yang digunakan untuk subkultur ini adalah untuk mempertahankan kultur tetap pada fase pertumbuhan logaritmik. Ada sejumlah metoda yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel, yaitu dengan menghitung: a. Jumlah sel termampat (Packed Cell Volume, PCV) b. Jumlah sel c. Berat basah dan berat kering d. Total protein Sedangkan viabilitas sel ditentukan dengan pengecatan PDA, Evan's blue, tetrazolium salt dsb. Viabilitas sel menentukan kemampuan sel-sel untuk membelah. Pada semua metoda pengukuran tersebut diatas, sampling dari kultur dilakukan pada interval waktu tertentu. Hasil pengukuran yang diplotkan dengan waktu sampling tersebut akan menghasilkan kurva pertumbuhan yang khas, berbentuk sigmoid, yang dicirikan dengan 5 fase pertumbuhan (gambar 5.3).

13 Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel Pada saat inokulasi, sel-sel pada medium kultur berada dalam tahap persiapan untuk membelah, sel-sel berada pada lag fase. Sel-sel kemudian mengalami fase pertumbuhan eksponensial yang pendek, ditandai dengan laju pembelahan yang maksimal. Kemudian diikuti dengan fase pertumbuhan linear, pembelahan sel melambat tetapi laju ekspansi/pembentangan sel meningkat. Pembelahan dan pembentangan sel menurun selama fase progressive deceleration. Akhirnya sel-sel masuk ke fase stationary. Selama fase stationary jumlah sel pada kultur kurang lebih konstan karena sel-sel tidak membelah lagi. Siklus ini dapat diulang bilamana pada awal fase stationary sel-selnya disubkultur pada medium segar. Pada setiap metode pengukuran pertumbuhan, kultur suspensi sel mempunyai kurve perumbuhan yang berbeda. Pada suatu kultur suspensi sel mungkin saja didapatkan lag fase yang sangat pendek, setelah mencapai fase stationary kemudian menurun sangat drastik, ini menunjukkan adanya sejumlah sel yang mengalami lisis. Pada kultur yang lain setelah fase stationary kurva naik lagi ini disebabkan karena sel-selnya membesar. Metode sederhana untuk mengukur laju pertumbuhan pada kultur suspensi sel dikembangkan oleh Dr. Christianson dari Michigan state Univ. Dasar

14 teknik ini adalah pengukuran volume sel yang terendapkan pada periode waktu tertentu. Sebagai contoh: 50 ml suspensi sel dimasukan dalam gelas ukur atau tabung sentrifugasi yang berskala, sel-sel dibiarkan mengendap sampai tidak ada penambahan volume sel-sel yang mengendap. Waktu pengendapan sel untuk setiap kali pengukuran harus sama, misalnya V 30 artinya volume pengendapan sel-sel selama 30 menit. Waktu yang diperlukan untuk mengendapkan sel-sel ini berbeda-beda, tergantung dari tipe kultur suspensinya. Metode ini sangat menguntungkan karena kecepatannya dan tidak ada sampel yang terbuang. Yang perlu diperhatikan pada proses pemeliharaan kultur suspensi sel adalah menyeleksi tipe-tipe sel yang tumbuh dan membelah pada medium cair. Laju pertumbuhan sel yang sangat cepat dapat diseleksi dengan sering melakukan subkultur dengan hanya menggunakan sel-sel tunggal atau agregatagregat kecil sebagai inokulum. Untuk memisahkan sel-sel dari agregat-agregat besar dan kecil dapat dilakukan dengan menyaring suspensi sel dengan menggunakan nilon filter atau stainless stell filter sebelum disubkultur. Penyaringan ini biasanya hanya dilakukan pada subkultur yang pertama, subkultur yang kedua dan seterusnya tidak perlu dilakukan penyaringan, teknik penyaringan ini merupakan salah satu usaha sinkroninasi pada kultur suspensi sel. Kultur sel yang sinkronous adalah jika sebagian terbesar dari populasi sel melewati setiap fase dari siklus sel (Gi, S, 62 dan M) secara serentak. Untuk mempelajari pembelahan sel dan metabolisme sel pada kultur suspensi sel, sebaiknya digunakan kultur suspensi sel yang sinkronous, yang memperlihatkan amplifikasi dari setiap kejadian dari siklus sel dibandingkan dengan kultur yang tidak sinkronous. Pada umumnya kultur suspensi sel itu tidak sinkronous, sehingga perlu dilakukan sinkronisasi. Ada dua metoda yang dapat digunakan untuk sinkronisasi pada kultur suspensi sel: 1. Starvation, metode ini dikerjakan pertama, dengan menahan sel-sel pada G 1 atau G 2 dari siklus sel dengan mengkulturkan sel-sel pada medium starvasi hormon dan nutrien, proses pelaparan ini akan mengakibatkan sel- sel berada pada fase pertumbuhan yang stasioner. Setelah periode starvasi dilewati, sel-sel kemudian disubkultur dengan medium yang mengandung nutrient penuh dan hormon, sel-sel yang

15 berada pada fase stationary akan membelah secara sinkronous. Kultur suspensi sel Acer pseudoplatanus yang ditumbuhkan dengan medium starvasi nitrogen berada pada fase stationary, dapat membelah secara sinkronous setelah disubkultur pada medium segar yang diperkaya. Selsel yang berada pada fase stationary tertahan pada fase G 1 siklus sel, yang kemungkinan disebabkan karena ketiadaan ion nitrat pada medium starvasi. Pada kultur sel A. pseudoplatanus dengan skala besar, derajat sinkronitas dapat dipertahankan lebih dari lima siklus sel, seperti yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah sel pada setiap tahapan sitokinesis yang berurutan. Hal serupa juga terjadi pada kultur sel Vinca rosea yang dikulturkan pada medium starvasi phosphate selama 4 hari kemudian ditransfer kedalam medium yang mengandung phosphate. 2. Penghambatan (inhibition). Penghambat sintesis DNA seperti 5- aminouracil, FUdR, hydroxyurea, thymidine dan aphidicolin, sering digunakan untuk sinkronisasi kultur sel. Sel-sel yang diperlakukan dengan bahan-bahan kimia tersebut hanya akan melanjutkan siklus selnya sampai pada fase G 1 dan semua sel akan terkumpul pada batas G 1 /S. Penghilangan inhibitor akan menyebabkan pembelahan sel-sel terjadi secara sinkronous. Dengan metoda ini pembelahan sel yang sinkronous dibatasi hanya untuk satu siklus sel. Kultur suspensi sel memungkinkan dilakukanya seleksi sel dan membuat klon dari sebuah sel dengan teknik sel plating. Sel disuspensikan didalam medium cair dengan kerapatan duakali lipat dari kerapatan akhir yang dibutuhkan untuk sel plating. Suspensi sel kemudian dicampur dengan medium yang mengandung agar-agar yang masih mencair (35 C) dengan perbandingan 1:1.

16 Gambar Diagram cara pembuatan sel plating Suspensi sel yang sudah bercampur medium yang mengandung agaragar kemudian segera dituang kedalam Petridis, petridish di segel dengan parafilm dan diinkubasi 25 C dalam kondisi gelap, koloni sel akan tumbuh dari sebutir sel pada permukaan medium agar. Untuk penghitungan efisiensi plating digunakan formula: Jumlah koloni pada akhir kultur Plating efficiency (PE) = X 100 Jumlah awal sel/plate

17 Kultur suspense sel dapat diinisiasi dari kalus. Tahapan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 5.5. Gambar 5.5. Pembuatan kultur suspense sel dan sel plating

18 Pembuatan kultur suspensi sel dan sel plating dilaksanakan dengan prosedur : 1. Kalus wortel yang dibuat seperti yang dijelaskan pada suppokok bahasan 1 2. Siapkan medium cair MS dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l didalam Erlenmeyer 100 ml. Tiap Erlenmeyer berisi 50 ml medium cair 3. Siapkan medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg/l didalam petridish. 4. Pilihlah kalus yang lunak dan berwarna putih cerah, timbang secara aseptis sebanyak (1-1,5) gram, masukkan kalus kedalam Erlenmeyer yang berisi medium MS cair, tutup yang rapat dan beri label. 5. Letakkan Erlenmeyer yang sudah berisi kalus pada penggojok (shaker), atur kecepatan 120 rpm, inkubasi dilakukan pada suhu 25 C pada kondisi gelap. 6. Setelah 2-3 minggu akan terbentuk suspensi sel, lakukan subkultur didalam laminar air flow cabinet, dengan menyaring suspensi sel menggunakan nilon filter porositas 80 μm, bagilah filtratnya menjadi dua bagian, biarkan selama menit, supaya sel-sel mengendap, buanglah medium lama dengan cara menuang, tambahkan medium baru sebanyak 100 ml, kembalikan salah satu Erlenmeyer yang berisi sel-sel dengan medium baru diatas shaker. 7. Pindahkan sisa filtrate kedalam tabung sentrifugasi, endapkan dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit, buanglah supernatant. 8. Resuspensikan pellet dengan 1 ml medium cair baru, taburkan diatas petridish yang telah berisi medium MS padat, ratakan dengan menggoyang petridish pelan-pelan, tutuplah petridish dan segel dengan parafilm, beri label dan tempatkan kultur didalam incubator 25 C pada kondisi gelap.

19 Latihan soal-soal: 1. Jelaskan apa keuntungan digunakannya medium cair dibandingkan dengan medium padat? 2. Jelaskan kurva pertumbuhan sel pada kultur suspensi sell 3. Kapan sebaiknya dilakukan subkultur pada kultur suspensi sel, tnengapa 4. Jelaskan bagaimana sinkronisasi pada kultur suspensi sel dikerjakan! 5. Jelaskan apa manfaat kultur suspensi sel! Petunjuk jawaban latihan soal-soal 1. Ingat keunggulan penggunaan medium cair! 2. Ingat fase-fase pertumbuhan sel pada kultur sel! 3. Ingat tipe pertumbuhan sel pada setiap fase! 4. Ingat prinsip penghambatan siklus sel! 5. Ingat manfaat kultur sel!

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel Kultur Sel Kultur sel: adalah pembudidayaan/pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan beberapa sel, dalam lingkungan buatan (medium buatan) yang steril. Kultur sel terdiri atas populasi sel dengan laju

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perkecambahan Biji Hasil penelitian menunjukkan biji yang ditanam dalam medium MS tanpa zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2 V. HASIL DAN PEMAHASAN A. Hasil Penelitian diakhiri saat umur enam minggu dan hasilnya dapat dilihat pada gambargambar dibawah ini: A Gambar 4. A=N0K0; =N0K1; =N0K2 Pada gambar 4 tampak eksplan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, karena penelitian ini dilakukan dengan memberikan suatu manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Respons pertumbuhan yang dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia) yang ditanam pada medium MurashigeSkoog dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Tentang Kultur Jaringan

Tentang Kultur Jaringan Tentang Kultur Jaringan Kontribusi dari Sani Wednesday, 13 June 2007 Terakhir diperbaharui Wednesday, 13 June 2007 Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1) Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus. 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 STUDI 1: REGENERASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI KALUS YANG TIDAK DIIRADIASI SINAR GAMMA Studi ini terdiri dari 3 percobaan yaitu : 1. Percobaan 1: Pengaruh

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor yaitu faktor kombinasi larutan enzim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007 di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk Dinas Pertanian Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang (Musa sp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

XII biologi KTSP & K-13. Kelas PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN. A. Pengertian dan Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan

XII biologi KTSP & K-13. Kelas PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN. A. Pengertian dan Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan KTSP & K-13 Kelas XII biologi PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA TUMBUHAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian serta perbedaan

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

Tugas Akhir - SB091358

Tugas Akhir - SB091358 Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaikan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar mengakibatkan keperluan gula tebu dan pemanis sintetis lain seperti sakarin dan siklamat semakin meningkat. Hal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya seperti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap

Lebih terperinci

STERILISASI ORGAN DAN JARINGAN TANAMAN

STERILISASI ORGAN DAN JARINGAN TANAMAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 3 STERILISASI ORGAN DAN JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A2405682 ) Agronomi dan Hortikultura 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci