MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN"

Transkripsi

1 MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN Linayati Lestari, S.IP, MA Dosen Fisipol, Universitas Riau Kepulauan, Batam Bagi para peminat dan pengamat sosial, tentu sering menemukan beragam pola atau bentuk hubungan (relasi) yang ada dalam masyarakat.hubungan-hubungan tersebut terjadi dan terjalin sedemikian rupa di kalangan masyarakat sehingga terus berlangsung dan tak pernah berhenti. Salah satu relasi tersebut adalah hubungan patron-klien atau yang biasa dikenal dengan patronase (patronage). Namun demikian, apa sesungguhnya yang dinamakan relasi patronase tersebut?. Istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh (Usman, 2004: 132). Sedangkan klien berarti bawahan atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior). Atau dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya (Scott, 1983: 14 dan Jarry, 1991: 458). Pola relasi seperti ini di Indonesia lazim disebut sebagai hubungan bapakanak buah, di mana bapak mengumpulkan kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau extended family (Jackson, 1981: 13-14). Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal, tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron (Scott, 1993: 7-8 dan Jarry, 1991: 458).Hubungan patron-klien itu sendiri telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.pendapat yang hampir serupa juga diketengahkan oleh Palras, dimana menurutnya hubungan patron-klien adalah suatu hubungan yang tidak

2 setara, terjalin secara perorangan antara seorang pemuka masyarakat dengan sejumlah pengikutnya (Palras, 1971: 1). Lebih lanjut, Palras mengungkapkan bahwa hubungan semacam ini terjalin berdasarkan atas pertukaran jasa, dimana ketergantungan klien kepada patronnya dibayarkan atau dibalas oleh patron dengan cara memberikan perlindungan kepada kliennya. Berdasarkan beberapa paparan pengertian di atas, maka kemudian terdapat satu hal penting yang dapat digarisbawahi, yaitu bahwa terdapat unsur pertukaran barang atau jasa bagi pihakpihak yang terlibat dalam pola hubungan patron-klien.dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola hubungan semacam ini dapat dimasukkan ke dalam hubungan pertukaran yang lebih luas, yaitu teori pertukaran. Adapun asumsi dasar yang diajukan oleh teori ini adalah bahwa transaksi pertukaran akan terjadi apabila kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan-keuntungan dari adanya pertukaran tersebut. Sebagai seorang ahli yang banyak berkecimpung dengan tema-tema seputar patronase, Scott memang tidak secara langsung memasukkan hubungan patron-klien ke dalam teori pertukaran. Meskipun demikian, jika memperhatikan uraian-uraiannya mengenai gejala patronase, maka akan terlihat di dalamnya unsur pertukaran yang merupakan bagian terpenting dari pola hubungan semacam ini. Menurut pakar ilmu politik Universitas Yale Amerika Serikat ini, hubungan patron-klien berawal dari adanya pemberian barang atau jasa yang dapat dalam berbagai bentuk yang sangat berguna atau diperlukan oleh salah satu pihak, bagi pihak yang menerima barang atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut (Scott, 1992: 91-92). Selanjutnya, agar dapat menjamin kontinyuitas hubungan patron-klien antar pelaku yang terdapat di dalamnya, maka barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut harus seimbang. Hal ini dapat berarti bahwa reward atau cost yang dipertukarkan seharusnya kurang lebih sama nilainya dalam jangka panjang atau jangka pendek. Dengan demikian, semangat untuk terus mempertahankan suatu keseimbangan yang memadai dalam transaksi pertukaran mengungkapkan suatu kenyataan bahwa keuntungan yang diberikan oleh orang lain harus dibalas (Johnson, 1988: 80, Wallace, 1986: dan Ritzer, 2004: 369). Berdasarkan kenyataan ini, tepat kiranya jika ada yang mengatakan bahwa hubungan semacam ini seringkali disebut juga sebagai hubungan induk semang-klien, di mana di dalamnya

3 terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena pada umumnya, induk semang adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan dalam suatu masyarakat atau komunitas dan harus memberi perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkin kepada klien-kliennya. Sedangkan sebaliknya, para klien harus membalas budi baik yang telah diberikan induk semang dan melakukan pembelaan terhadap pihak lain sebagai saingannya (Koentjaraningrat, 1990: ). Lebih lanjut, untuk semakin menguatkan hal di atas, Gouldner mengatakan bahwa hubungan patron-klien adalah hubungan timbal balik yang bersifat universal dengan memiliki dua unsur dasar.kedua unsur dasar tersebut adalah pihak yang dibantu seharusnya menolak pihak yang membantu dan jangan menyakiti pihak yang telah membantunya.kedua unsur dasar inilah, masih menurut pakar ini, yang membedakan antara hubungan patron-klien dengan pemaksaan (coercion) yang terjadi karena adanya wewenang formal atau formalauthority(gouldner, 1977: 35). Adanya norma timbal balik yang melekat pada hubungan patron-klien pada gilirannya mengisyaratkan beberapa fungsi. Di samping posisinya sebagai unsur pembentuk hubungan yang dinamakan hubungan patron-klien, ia juga berfungsi sebagai pembeda dengan jenis hubungan lain yang bersifat pemaksaan (coercion) atau hubungan karena adanya wewenang formal (formal authority). Pertukaran barang atau jasa yang seimbang, dalam hubungan patronklien dapat mengarah pada pertukaran yang tidak seimbang. Terjadinya pertukaran barang atau jasa dalam relasi ini karena orang yang memiliki surplus akan sumber-sumber atau sifat-sifat yang mampu memberikan reward cenderung untuk menawarkan berbagai macam pelayanan atau hadiah secara sepihak. Dalam hal ini mereka dapat menikmati sejumlah besar reward yang berkembang dengan statusnya yang lebih tinggi akan kekuasaan atau orang lain. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa orang yang selalu menerima kemurahan hati secara sepihak harus menerima posisi sub-ordinasi yang berarti suruhan atau obyek (Ngatijah, 1987: 30). Adanya perbedaan dalam transaksi pertukaran barang atau jasa akibat terdapat pihak yang berstatus sebagai superior di satu sisi dan pihak yang berstatus sebagai inferior di sisi lain berimplikasi pada terciptanya kewajiban untuk tunduk hingga pada gilirannya memunculkan hubungan yang bersifat tidak setara (asimetris). Hubungan semacam ini bila dilanjutkan dengan hubungan personal (non-kontraktual) maka akan menjelma menjadi hubungan patronklien. Oleh karena itu, Wolf menekankan bahwa hubungan patron-klien bersifat vertikal antara

4 seseorang atau pihak yang mempunyai kedudukan sosial, politik dan ekonomi yang lebih tinggi dengan seseorang atau pihak yang berkedudukan sosial, politik dan ekonominya lebih rendah.ikatan yang tidak simetris tersebut merupakan bentuk persahabatan yang berat sebelah (Wolf, 1983: ).Seorang patron berposisi dan berfungsi sebagai pemberi terhadap kliennya, sedangkan klien berposisi sebagai penerima segala sesuatu yang diberikan oleh patronnya. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan yang bernama patron-klien, pertukaran barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memang diarahkan untuk tidak seimbang.inilah yang menjadi ciri khas dari sebuah hubungan patron-klien. Jika terjadi sebaliknya, maka hubungan yang terjalin tersebut akan putus dengan sendirinya. Hal ini dapat berarti bahwa dalam pertukaran barang atau jasa yang dilakukan tersebut terdapat pihak yang dirugikan dan juga pihak yang diuntungkan. Meskipun demikian, pendapat yang mengatakan bahwa pertukaran barang atau jasa yang terjadi dalam hubungan patron klien adalah tidak seimbang dan tidak menguntungkan pada dasarnya merupakan pandangan yang subyektif atau berdasarkan perspektif luar.perspektif semacam ini mengemuka karena hubungan patronase terlalu diperhitungkan dan dipertimbangkan secara ekonomis. Padahal jika diperhatikan secara lebih mendalam akan ditemukan sebuah kenyataan bahwa bukankah hubungan tersebut tidak akan terjadi kalau masing-masing pihak yang terlibat tidak diuntungkan. Atau dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hubungan semacam ini dapat terus berlangsung dalam kurun waktu yang lama karena para pelaku yang terlibat di dalamnya mendapatkan keuntungan. Berkaitan dengan hal ini, maka menurut Legg, nilainya harus seimbang, di mana nilai barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut ditentukan oleh pelaku atau pihak yang melakukan pertukaran, di mana ketika barang atau jasa tersebut semakin dibutuhkan maka ia akan semakin tinggi nilainya (Legg,1984: 10-12). Sebagai bentuk relasi antarmanusia dan antarkelompok manusia yang bersifat sosial-kultural, ternyata dalam kenyataannya, praktek patronase tak terlepas dengan kepentingan ekonomi dan politik.melalui perlindungan yang diberikan, patron berharap mendapatkan dukungan ekonomi dan politik secara langsung.

5 Namun demikian, jika tidak mendapatkan apa-apa yang bersifat ekonomi dan politik dari kliennya, maka patron tidak akan memberikan perlindungan apa pun.dalam kenyataan praksis, menurut Levinson & Melvin Ember, hubungan patron-klien yang terlihat sebagai suatu fakta sosial-kultural, dan hanya didasarkan pada perjanjian informal menjadi pembungkus yang halus dari hubungan sosial, politik dan ekonomi yang diwarnai ketidaksetaraan. Padahal, dalam hubungan yang diwarnai ketidaksetaraan, maka peluang untuk terjadinya eksploitasi menjadi sangat besar (Levinson, 1996: 106). Seperti pola relasi lainnya yang memiliki hal-hal yang membuatnya tetap tumbuh dan berkembang, maka demikian pula dengan hubungan patron-klien yang banyak terjadi dalam beragam aspek kehidupan manusia. Scott menyebutkan tiga faktor yang menjadi penyebab tumbuh dan berkembangnya relasi patronase dalam suatu komunitas, yaitu: ketimpangan pasar yang kuat dalam penguasaan kekayaan, status dan kekuasaan yang banyak diterima sebagai sesuatu yang sah, ketiadaan jaminan fisik, status dan kedudukan yang kuat dan bersifat personal serta ketidakberdayaan kesatuan keluarga sebagai wahana yang efektif bagi keamanan dan pengembangan diri (Scott, 1977: 132). Berbeda dengan Scott, Einsenstadt dan Loniger mengatakan bahwa keterbelakangan suatu komunitas bukanlah satu-satunya penyebab tumbuh dan berkembangnya suatu relasi patronase. Lebih lanjut kedua pakar ini mengungkapkan bahwa suatu masyarakat yang periphery-nya rendah sehingga sumberdayanya lebih banyak dikuasai oleh pusat dan suatu masyarakat yang berdasarkan konsep keagamaan di mana hanya kalangan tertentu saja yang dapat berhubungan dengan alam transcendental memang sangat rentan terjangkiti oleh relasi patronase.meskipun demikian, Einsentadt dan Loniger menegaskan bahwa relasi patronase dapat dijumpai di berbagai komunitas, baik di desa dan perkampungan kumuh yang berada di Dunia Ketiga, maupun di beragam organisasi yang beroperasi di perkotaan yang notabene telah maju dan modern di negara-negara maju.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah lautan. Luas daratan Indonesia adalah km² yang menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Dimana dua sepertiga wilayahnya merupakan perairan. Terletak pada garis katulistiwa, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di BAB V KESIMPULAN A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam Kacamata Patron-Klien Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di lingkungan pasar Wates. Mereka

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patron Klien pada Masyarakat Petani Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti ayah (father). Karenanya, Ia adalah seorang yang memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara

BAB I PENDAHULUAN. Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini. difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara pengembangan bidang industrialisasi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN WEWENANG

KEKUASAAN DAN WEWENANG KEKUASAAN DAN WEWENANG A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN PATRON KLIEN PEMETIK TEH DI PTPN VIII MALABAR DESA BANJARSARI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah garis khatulistiwa, hal tersebut menjadikan Indonesia beriklim tropis yang mempunyai dua musim (musim

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama

BAB VI PENUTUP. Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama BAB VI PENUTUP 1. KESIMPULAN Dominasi politik Dinasti Mustohfa di Desa Puput telah dirintis sejak lama di tahun-tahun awal Orde Baru. Walaupun struktur politik nasional maupun lokal mengalami perubahan

Lebih terperinci

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME)

ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME) ANTARA FORMAL(ISME) dan SUBSTANTIF(ISME) ANTROPOLOGI EKONOMI Program Studi Antropologi FISIP - UNIVERSITAS MALIKUSSALEH DOSEN PENGAMPU: PANGERAN P.P.A. NASUTION, S.SOS., M.A. 1 Referensi Literatur: Literatur

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A.

STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A. STRATIFIKASI SOSIAL NUR ENDAH JANUARTI, M.A. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami konsep stratifikasi sosial Mahasiswa mampu menganalisa bentuk stratifikasi sosial di lingkungannya KONSEP DASAR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Corporate Social Responsibility (CSR) telah lama diadakan di dunia usaha perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development. CSR PT TIA Danone telah dirilis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Untuk itu dalam rangka mempertahankan usahanya sales keliling menjalin

BAB V PENUTUP. Untuk itu dalam rangka mempertahankan usahanya sales keliling menjalin BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sales keliling sebagai pedagang ritel tradisional keberadaannya kian terancam oleh maraknya pasar modern yang dewasa ini semakin berkembang. Untuk itu dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pola Relasi Sosial Masayarakat Agraris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pola Relasi Sosial Masayarakat Agraris BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Relasi Sosial Masayarakat Agraris 2.1.1 Pola Relasi Sosial Hubungan antarasesama dalam istilah sosiologi disebut relasi atau relation. Relasi sosial juga disebut hubungan

Lebih terperinci

PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU

PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU Kuliah ke-12 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU Materi: Teori Pertukaran Sosial Pertukaran dan Integrasi Sosial Pertukaran dan Kekuasaan

Lebih terperinci

Relasi Patronase dalam Perkebunan Karet

Relasi Patronase dalam Perkebunan Karet Relasi Patronase dalam Perkebunan Karet Rakyat Relasi Patronase dalam Perkebunan Karet Rakyat Pahrudin HM Alumi Program Pascasarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB V POLA KOMUNIKASI DALAM TRANSAKSI JUDI TOGEL YANG DIKAJI

BAB V POLA KOMUNIKASI DALAM TRANSAKSI JUDI TOGEL YANG DIKAJI BAB V POLA KOMUNIKASI DALAM TRANSAKSI JUDI TOGEL YANG DIKAJI Setelah menjabarkan temuan lapangan serta analisa yang relevan pada bab sebelumnya, dalam bab ini peneliti mencoba menggambarkan pola komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian, akan tetapi sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian, akan tetapi sebagai salah satu negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal di mata dunia Internasional sebagai salah satu negara agraris yang mayoritas rakyatnya hidup dengan mata pencaharian di sektor pertanian, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pengaruh modal sosial..., Gigih Guntoro, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB VI PENUTUP. Pengaruh modal sosial..., Gigih Guntoro, FISIP UI, Universitas Indonesia 149 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian yang telah kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan penelitian sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya

BAB V KESIMPULAN. Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya BAB V KESIMPULAN Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwa, kekuatan sumber daya ekonomi yang dimiliki seseorang mampu menempatkannya dalam sebuah struktur politik yang kuat dan penting. Yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Manusia pada hakikatnya adalah sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia itu sendiri memerlukan interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM NASKAH PUBLIKASI

PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM NASKAH PUBLIKASI PERUBAHAN STATUS NELAYAN DARI KLIEN MENJADI PATRON DI KELURAHAN KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM NASKAH PUBLIKASI Oleh: IRWAN SYAHPUTRA NIM : 110569201135 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (masing-masing aktor kedudukannya sama). Istilah patron berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (masing-masing aktor kedudukannya sama). Istilah patron berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patron Klien Teori ini hadir untuk menjelaskan bahwa dalam suatu interaksi sosial masing-masing aktor melakukan hubungan timbal-balik. Hubungan ini dilakukan secara vertikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN PATRON-KLIEN ANTARA PENGUSAHA KERIPIK DAN PETANI KETELA DI UD. NEW SEHATI KEMIRI PACET MOJOKERTO. Arini Nilasari.

HUBUNGAN PATRON-KLIEN ANTARA PENGUSAHA KERIPIK DAN PETANI KETELA DI UD. NEW SEHATI KEMIRI PACET MOJOKERTO. Arini Nilasari. Hubungan Patron-Klien Antara Pengusaha Keripik dan Petani Ketela HUBUNGAN PATRON-KLIEN ANTARA PENGUSAHA KERIPIK DAN PETANI KETELA DI UD. NEW SEHATI KEMIRI PACET MOJOKERTO Arini Nilasari Program Studi Sosiologi,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: , Negosiasi Bisnis Minggu-11: Hubungan Dalam Negosiasi By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: 08122035131, Email: ailili1955@gmail.co.id Hubungan Dalam Negosiasi Proses negosiasi terjadi diantara dua pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. masyarakat yang diberikan pada kandidat-kandidat partai politik.

BAB V PENUTUP. masyarakat yang diberikan pada kandidat-kandidat partai politik. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam sistem demokrasi prosedural sebagaimana diterapkan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri salah satu implikasinya adalah akan hadir partai politik yang ingin meraih kekuasaan

Lebih terperinci

Khoirunnisak 1), Firman Nugroho 2), Zulkarnain 2) ABSTRACT

Khoirunnisak 1), Firman Nugroho 2), Zulkarnain 2)   ABSTRACT Relationship Pattern of Fishermen and Employers In, Pasir Limau Kapas District Rokan Hilir Regency, Riau Province Khoirunnisak 1), Firman Nugroho 2), Zulkarnain 2) Email: khoirunnisak.nasution@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Perkawinan adalah hubungan yang permanen antara laki-laki dan perempuan

BAB V KESIMPULAN. Perkawinan adalah hubungan yang permanen antara laki-laki dan perempuan BAB V KESIMPULAN A. Proses Pengambilan Keputusan Mahasiswa Menikah Perkawinan adalah hubungan yang permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat berdasarkan atas peraturan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlekatan Keterlekatan menurut Granovetter, merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sejalan dengan pemberlakuan

Lebih terperinci

Kekuasaan dan Wewenang. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Kekuasaan dan Wewenang. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Kekuasaan dan Wewenang Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Kekuasaan Sosiologi tidak memandang kekuasaan sebagai suatu yang baik atau buruk, namun sosiologi mengakui kekuasaan sebagai unsur yang penting dalam

Lebih terperinci

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Tugas Ringkasan Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Imelda Polii Pracecilia Damongilala Anastania Maria Stephanie Bokong Pontoh UNIVERSITAS SAM RATULANGI TEKNIK ARSITEKTUR MANADO 2006 PANCASILA SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

TRANSISI PENYAKAPAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN

TRANSISI PENYAKAPAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN TRANSISI PENYAKAPAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN 1. Industrialisasi pertanian yang berkembang bersamaan dengan komersialisasi dapat muncul dalam bentuk pemasukan petani berikut lembaga-lembaga sosial/ pertanian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan rumusan masalah pertama yakni mengenai kepemilikan sawah di Kecamatan Rengasdengklok pada tahun 1974-1998, dapat

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2, Nomor 2, Desember 2011 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS HUBUNGAN PATRON-KLIEN (STUDI KASUS HUBUNGAN TOKE DAN PETANI SAWIT POLA SWADAYA DI KECAMATAN

Lebih terperinci

DEPENDENCY THEORY, GLOBALISASI, DAN PASAR TENAGA KERJA

DEPENDENCY THEORY, GLOBALISASI, DAN PASAR TENAGA KERJA DEPENDENCY THEORY, GLOBALISASI, DAN PASAR TENAGA KERJA DISUSUN UNTUK TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER Penyusun : Nama : Pulung Septyoko Nim : 21545 Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

Social/Network Power:

Social/Network Power: Social/Network Power: Applying Social Capital Concept to Individual Behavior in the Organizational Context Imam Salehudin, SE. Department of Management Faculty of Economics University of Indonesia Social/Network

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis suatu daerah dapat menentukan kemampuan daerah tersebut dalam memenuhi segala kebutuhannya untuk pembangunan maupun kesejahteraan penduduknya. Namun,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pada kehidupan masyarakat pulau Ende pertukaran menjadi dasar dari

BAB V KESIMPULAN. Pada kehidupan masyarakat pulau Ende pertukaran menjadi dasar dari BAB V KESIMPULAN Pada kehidupan masyarakat pulau Ende pertukaran menjadi dasar dari perekonomiannya. Melalui pertukaran, relasi yang terbangun antar kerabat menjadi kuat. Akan tetapi, di samping itu relasi

Lebih terperinci

POLA RELASI PATRON KLIEN DI PESANTREN DARUL FIKRI MALANG

POLA RELASI PATRON KLIEN DI PESANTREN DARUL FIKRI MALANG POLA RELASI PATRON KLIEN DI PESANTREN DARUL FIKRI MALANG Eko Setiawan * Abstract The patron-client relationships were based on unequal exchange, reflecting differences in status. A client (santri), receiving

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan

Bab I. Pendahuluan. Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penelitian Teknologi merupakan salah satu aspek yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dewasa ini dengan kemajuan teknologi yang pesat, hampir seluruh kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman yang serba teknologi ini, gadget smartphone merupakan sebuah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya, karena termasuk benda elektronik yang mudah digunakan

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan

Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan Disarikan dari Ashur, dan Berbagai Sumber Yang Relevan Tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai kaitan yg erat dg penegakan keadilan dlm masyarakat umumnya dan bisnis khususnya. Tanggung jawab sosial

Lebih terperinci

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah BAB IV PENUTUP Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah melalui bukti-bukti dari beberapa blue print, pidato dan peryataan-peryataan maupun penjelasan-penjelasan maka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari 113 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama, ras dan antar golongan. Berdasar atas pluralitas keislaman di

Lebih terperinci

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF NUR ENDAH JANUARTI, MA TUJUAN PEMBELAJARAN : Mahasiswa mampu memahami masalah sosial budaya dalam berbagai perspektif Mahasiswa mampu menganalisa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat yang berada di kawasan non-perbatasan di Indonesia. Masyarakat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masyarakat perbatasan di Pulau Penawar Rindu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam membayangkan nasionalisme itu secara khas dan berbeda dengan masyarakat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini mencoba untuk mengurai dinamika persentuhan identitas sosial pada pelaku perkawinan beda agama. Pelbagai temuan dan refleksi atas temuan penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah perencanaan induk yang komprehensif, yang menjelaskan bagaimana mencapai semua tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang telah

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Pengelolaan akibat Konflik Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu Menjelaskan pengelolaan terhadap akibat konflik Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH STRUCTURAL ASSURANCE DAN PERCEIVED REPUTATION TERHADAP TRUST PENGGUNA INTERNET DI SISTEM E-COMMERCE

PENGARUH STRUCTURAL ASSURANCE DAN PERCEIVED REPUTATION TERHADAP TRUST PENGGUNA INTERNET DI SISTEM E-COMMERCE PENGARUH STRUCTURAL ASSURANCE DAN PERCEIVED REPUTATION TERHADAP TRUST PENGGUNA INTERNET DI SISTEM E-COMMERCE (Survei Pada Pelanggan E-Commerce Di Wilayah Surakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih dari 200 kelompok etnis hidup bersama, dan lebih dari 40 kebudayaan terwakili di dalam media

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki

BAB 5 RINGKASAN. Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki BAB 5 RINGKASAN Kebudayaan merupakan salah satu warisan dari nenek moyang yang dimiliki oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi yang bernama Koentjaraningrat (1990:180) mengatakan bahwa, kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA A. Pelaksanaan Sewa Mobil Pada Usaha Transportasi Maju Jaya di Banyuates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tiohu terletak di sebelah Timur Ibukota Kecamatan Asparaga

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tiohu terletak di sebelah Timur Ibukota Kecamatan Asparaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Tiohu terletak di sebelah Timur Ibukota Kecamatan Asparaga dengan luas wilayah 566 Km2. Jika dilihat dari pemanfaatan wilayah pertanian, Desa Tiohu terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Kemitraan Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut: 1. Usaha menengah dan besar melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian pesan yang selalu melibatkan partisipan (pembicara atau penulis,

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian pesan yang selalu melibatkan partisipan (pembicara atau penulis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi secara garis besar dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian pesan yang selalu melibatkan partisipan (pembicara atau penulis, dan pendengar atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

87 gugatan terhadap Pasal 2.1 TBT Agreement. Hanya saja, DSB bersikeras menolak untuk memenangkan gugatan kedua Indonesia yakni Pasal 2.2 TBT Agreemen

87 gugatan terhadap Pasal 2.1 TBT Agreement. Hanya saja, DSB bersikeras menolak untuk memenangkan gugatan kedua Indonesia yakni Pasal 2.2 TBT Agreemen BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Pada tanggal 9 Juni 2009, Indonesia mengajukan permohonan pembentukan panel kepada DSB. Indonesia menggugat bahwa dalam memberlakukan Tobacco Control Act Pasal 907, Amerika

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai Provinsi Kepulauan. Bangka

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai Provinsi Kepulauan. Bangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangka Belitung adalah daerah otonom yang resmi berdiri pada bulan november 2000 melalui UU No. 27 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini Indonesia masih merupakan negara petanian, artinya petanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf)

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan kota yang semakin pesat tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada

Lebih terperinci

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL Sepanjang era Orde Baru praksis pembangunan kehutanan senantiasa bertolak dari pola pikir bahwa penguasaan sumberdaya hutan merupakan state property saja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber

Lebih terperinci

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory)

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Resource Dependence Theory adalah studi tentang bagaimana sumber daya eksternal organisasi mempengaruhi perilaku organisasi. Teori

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam Modul ke: 14Fakultas Inggar FASILKOM Pendidikan Agama Islam Islam dan Globalisasi Saputra, S.Pd Program Studi Teknik Informatika Latar Belakang Perkembangan IPTEK membuat kehidupan dunia tak mengenal jarak

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum Muda Yogyakarta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa 10 pelaku usaha garage saleyang dijadikan informan memiliki

Lebih terperinci

Sekolah Aman, Nyaman dan Menyenangkan. Bukik Setiawan Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong

Sekolah Aman, Nyaman dan Menyenangkan. Bukik Setiawan Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong Sekolah Aman, Nyaman dan Menyenangkan Bukik Setiawan Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong Bukik Setiawan Obrolan Kita Hari Ini Mengapa Terjadi Kekerasan di Sekolah? Mengatasi Kekerasan di Sekolah? Mencegah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci