I. PENDAHULUAN. yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi. Kebutuhan jagung saat ini mengalami peningkatan dapat dilihat dari segi produksi yang dimana permintaan pasar domestic ataupun internasional yang sangat besar untuk kebutuhan pangan dan pakan. Sehingga hal ini memicu para peneliti untuk menghasilkan varietas-varietas jagung yang lebih unggul guna lebih meningkatkan produktifitas serta kualitas agar persaingan di pasaran dapat lebih meningkat. Selain untuk pangan dan pakan, jagung juga banyak digunakan industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri akan memberi nilai tambah bagi usahatani komoditas tersebut. Jagung merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak 1

2 goreng, margarin, dan formula makanan. Perkembangan ini juga membuat penelitian mengenai karakteristik ( fisik dan kimiawi ) semakin dinamis. Oleh karena itu penelitian yang terkait karakteristik terus dikembangkan, seperti halnya perilaku kadar air dan tingkat kekerasan biji jagung. Jagung dengan varietas NK 22 dan Pioneer merupakan varietas yang saat ini sangat banyak ditanam oleh petani di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. kedua varietas tersebut tentunya memiliki keunggulan pada karakteristiknya masing-masing baik itu dari segi bentuk dan ukuran pada biji dan tongkol serta penampakan lainnya. Akan tetapi jika ditinjau dari karakteristik masing-masing kedua varietas ini belum terlalu banyak tersedia. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai karakteristik fisik dimana dalam hal ini untuk mengetahui perilaku tingkat kekerasan biji jagung selama pengeringgan lapisan tipis Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kekerasan dan kadar air biji jagung selama proses pengeringan lapisan tipis. Keguanaan penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerhati (stakeholder) jagung, khusunya industri pengolahan biji jagung. 2

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung ( Zea Mays L ) Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. (Anonim, 2011 a ) Menurut Tjitrosoepomo, 1991 tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan jagung diklasifikasi sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Graminae : Graminaceae : Zea Spesies : Zea mays L. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh 3

4 patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam hari (Anonim, 2011 a ). Menurut Anonim, 2011 a jika ditinjau dari bagaimana suatu kultivar ("varietas") jagung di buat maka dapat dilihat berbagai tipe kultivar jagung : 1. galur murni, merupakan hasil seleksi terbaik dari galur-galur terpilih 2. komposit, dibuat dari campuran beberapa populasi jagung unggul yang diseleksi untuk keseragaman dan sifat-sifat unggul 3. sintetik, dibuat dari gabungan beberapa galur jagung yang memiliki keunggulan umum (daya gabung umum) dan seragam 4. hibrida, merupakan keturunan langsung (F1) dari persilangan dua, tiga, atau empat galur yang diketahui menghasilkan efek heterosis. Diantara beberapa varietas tanaman jagung memiliki jumlah daun rata-rata helai. Varietas yang dewasa dengan cepat mempunyai daun yang lebih sedikit dibandingkan varietas yang dewasa dengan lambat yang mempunyai banyak daun. Panjang daun berkisar antara cm dan lebar daun dapat mencapai 15 cm. beberapa varietas mempunyai kecenderungan unutk tumbuh dengan cepat. Kecenderungan ini tergantung pada kondisi iklim dan jenis tanah ( Berger, 1962 ). 4

5 Batang tanaman jagung padat, ketebalan sekitar 2 4 cm tergantung pada varietasnya. Genetic memberikan pengaruh yang tinggi pada tanaman. Tinggi tanaman yang sangat bervariasi ini merupakan karakter yang sangat berpengaruh pada klasifikasi karakter tanaman jagung (Singh, 1987). Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata mg. biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson, 1991) Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan 5

6 organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib et al. 1988). Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode Penetapan air dengan metode oven, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan C C sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989). Dalam mencegah keruskan selama masa penyimpanan, pengendalian kadar air merupakan faktor terpenting. Pengendalian kadar air adalah faktor yang paling mudah dan murah sebelum dilakukan penyimpanan terhadap bahan. Perkembangan kapang dapat ditekan dengan adanya pengurangan kadar air selama penyimpanan (Wiliam, 1991). Pengeringan yang berlanjut dengan menggunakan sinar matahari dapat menyebabkan biji-bijian retak dan kehilangan daya hidupnya (Covanic, 1991). Selama masa penyimpanan kadar air bahan pangan akan bergerak menuju kadar air keseimbangan. Henderson dan Perry (1976) mengemukakan bahwa kadar air keseimbangan terjadi pada saat biji-bijian tidak lagi menyerap atau melepas uap air. Pengeringan mekanis untuk menurunkan kadar air sampai 14% selama 2.5 hari efektif untuk mengontrol aflatoksin pada jagung yang diproduksi pada musim hujan. Untuk menghemat biaya (Negler et al. 1986). 6

7 Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah (b,b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut: Keterangan:... (1) KA-bb = Kadar air basis basah (% bb) Wm = Berat air dalam bahan (g) Wd Wt = Berat bahan kering (g) = Berat total (g) kadar air basis kering (b,k) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:...(2) Keterangan: KA-bk Wm Wd Wt = Kadar air basis kering (% bk) = Berat air dalam bahan (g) = Berat bahan kering (g) = Berat total (g) 7

8 Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani, 2011) 2.3. Pengeringan Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara stimultan udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapakan air yang terdapat didalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan keudara kering (Pramono, 1993) Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan dari pengeringan antara lain adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama (Taib et al. 1988). Disisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi, 1989). Proses pengeringan pada umumnya digunakan pada bahan pangan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau 8

9 debu sehingga dapat mengurangi mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan alat biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu, serangga, burung atau tikus dapat dihindari, selain itu pula dehidrasi dapat memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan (Desrosier, 1988). Pengeringan jagung dapat dilakukan secara alami atau buatan. Secara tradisional dijemur di bawah sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9-11 %. Biasanya penjemuran memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar derajat C, sehingga kadar air turun menjadi %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan (sutoro, 1988). Pengeringan lapisan tipis dimaksudkan untuk mengeringkan produk sehingga pergerakan udara dapat melalui seluruh permukaan yang dikeringkan yang menghasilkan terjadinya penurunan kadar air dalam proses pengeringan. Pengeringan lapisan tipis merupakan suatu pengeringan yang dilakukan dimana bahan dihamparkan dengan ketebalan satu tipis (satu) (Sodha et al. 1987). 9

10 Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan oleh udara dengan suhu dan kelembaban tetap dan dapat menembus seluruh bahan yang dikeringkan. Pada pengeringan lapisan tipis bidang pengeringan lebih besar dan ketebalan bahan dikurangi sehingga pengeringan berlangsung serentak dan merata ke seluruh bahan (Henderson et al. 1976). Pengeringan lapisan tipis mempunyai beberapa kelebihan yaitu penanganan kadar air dapat dilakukan sampai minimum, biji dengan kadar air maksimum dapat dipanen dan periode pengeringan dapat lebih pendek untuk kadar air yang sama (Brooker, 1974) Pengaruh Suhu Pengeringan Pada Proses Pengeringan Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat (Taib, G, et al. 1988). Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energy panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir (Taib, G. et al. 1988). Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengering, makin tinggi energy yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi 10

11 pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni permukaan bahan terlalu cepat kering. Sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan air bahan kepermukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan bahan (case hardering). Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang. Disamping itu penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya fisiologik biji-bijian/benih (Taib, G. et al. 1988) 2.5. Alat Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) Tray dryer atau alat pengering berbentuk rak, mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisis rak-rak, yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan diletakkan di atas rak (tray) yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari lubang-lubang ini untuk mengalirkan udara panas dan uap air. Luas rak yang digunakan bermacam-macam. Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang akan dikeringkan. Apabila bahan yang akan dikeringkan berupa butiran halus, maka lubangnya berukuran kecil. Selain alat pemanas udara, biasanya digunakan juga kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Udara setelah melewati kipas masuk ke dalam alat pemanas, pada alat ini udara dipanaskan lebih dahulu kemudian dialirkan diantara rak-rak yang sudah berisi bahan (Taufiq, 2004) 2.6. Parameter Pengeringan Menurut Brooker et al. (1974) bebrapa parameter yang mempengaruhi lama waktu yang dibutuhkan pada proses pengeringan antara lain : 11

12 a. Suhu udara pengering Suhu udara pengeringan akan mempengaruhi laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Semakin tinggi suhu maka panas yang digunakan untuk penguapan air akan meningkat sehingga waktu pengeringan akan menjadi lebih singakat. Agar bahan uang dikeringkan tidak sampai rusak, suhu harus dikontrol terus menerus. b. Kelembaban relatif (RH) udara pengering Kelembaban relatif menentukan kemampuan udara pengering untuk menampung kadar air bahan yang telah diuapkan. Jika RH semakin rendah maka semakin banyak uap air yang diserap udara pengering, demikian juga sebaliknya. RH dan suhu pengering akan menentukan tekanan uap jenuh. Perbedaan tekanan uap air pada udara pengering dan permukaan bahan akan mempengaruhi laju pengeringan. Untuk proses pengeringan yang baik diperlukan RH yang rendah sesuai dengan bahan yang akan dikeringkan. c. Kecepatan aliran udara pengering Aliran udara pada proses pengeringan berfungsi membawa panas untuk menguapkan kadar air bahan serta mengeluarkan uap air hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan bahan dengan panas harus segera dikeluarkan agar tidak membuat jenuh udara pada permukaan bahan yang akan mengganggu proses pengeringan. Semakin besar volume udara yang mengalir maka akan semakin besar kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari permukaan bahan. 12

13 d. Kadar air bahan Keragaman kadar air awal bahan sering dijumpai pada proses pengeringan dan hal ini juga menjadi suatu masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah ini adalah dengan mengurangi ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan, mempercepat aliran udara pengering, menurunkan suhu udara pengering dan dilakukan pengadukan bahan. Kadar air akhir bahan merupakan tujuan proses pengeringan, besarnya kadar air akhir akan menentukan lamanya proses pengeringan berlangsung Tesktur Tekstur merupakan penilaian keseluruhan terhadap bahan makanan yang dirasakan oleh mulut. Ini merupakan gabungan rangsangan yang berasal dari bibir, lidah, dinding rongga mulut, gigi bahkan termasuk juga telinga (Tranggono dan Sutardi, 1990) Pengujian dan Pengukuran Tekstur Tekstur merupakan atribut atau faktor penting dari kualitas yang menentukan kelayakan dari suatu bahan pangan, baik itu buah maupun sayuran. Walaupun demikian, tekstur bukanlah merupakan suatu atribut tunggal, tetapi merupakan sifat kolektif yang meliputi sifat-sifat biologis maupun mekanis dari suatu bahan pangan dan merupakan perwujudan dari analisis sensorik terhadap rasa dari bahan pangan itu di mulut konsumen (Abbott dan Harker, 2005). 13

14 Pengukuran tekstur telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam industri pangan, khususnya sebagai indikator dari aspek non-visual. Kemampuan dalam menguji dan mengukur tekstur, memberikan keleluasaan bagi pihak industry untuk menetapkan standar kualitas baik itu dari segi pengepakan/pengemasan maupun penyimpanan (Abbott dan Harker, 2005). Ada dua metode pengukuran tekstur yang sering digunakan. Metode pertama adalah Evaluasi Sensorik (Sensory evaluation). Pengujian ini dilakukan oleh sekelompok orang sebagai panelis yang bertugas untuk menguji dan merasakan tekstur dari produk atau bahan pangan tersebut. Metode yang kedua adalah Evaluasi dengan Instrumen/alat uji (Instrumental measurements) (Instron, 2006). Terdapat tujuh macam prinsip pengukuran tekstur menurut Supratomo (2006), antara lain sebagai berikut : 1. Penekanan (Compression) 2. Ekstruksi, dapat digunakan untuk mengukur kekentalan pasta. 3. Puncture dan Penetration (ditusuk) 4. Ditarik (Tension) 5. Pemotongan dan Penggesekan (Cutting and Shearing) 6. Pematahan (Fracture and Bending) 7. Kelengketannya (Adhesion) 14

15 Metode Tekan Metode tekan dapat digunakan untuk mengukur kekerasan sereal, roti yang segar, memar pada buah atau besar tekanan untuk mencegah memar, kekerasan tablet dan elastisitas surimi, dimana permukaan instrumen lebih besar dari permukaan benda yang ditekan Metode Tusuk Puncture (metode tusuk) menggunakan jarum sifatnya merusak. Prinsip ini digunakan untuk mengukur kekerasan suatu bahan, dimana permukaan instrumen lebih kecil daripada permukaan benda. Bisa menyebabkan tekanan dan gesekan. Alatnya bisa berbentuk datar, kerucut (conical), lengkung (jari). Dapat digunakan untuk mengukur adonan biskuit (konsistensinya), dan tingkat kematangan buah (Supratomo, 2006). Pada metode penusukan (puncture), probe ditekan oleh besaran gaya yang konstan untuk dapat menusuk sampel pada kedalaman dan waktu tertentu dan dalam keadaan yang ditetapkan sebelumnya. Besarnya gaya yang diperlukan untuk menusuk atau menerobos sampel menunjukkan derajat kekerasan (hardness), atau kesegaran (firmness) sampel tersebut. Metode ini digunakan untuk menguji kesegaran (firmness) pada buah-buahan, sayuran dan keju, menguji kekerasan (hardness) pada permen, coklat dan margarine, atau bloom test untuk gelatin. 15

16 Penelitian di Australia mengenai tingkat kekerasan biji jagung menunjukkan gaya yang dibutuhkan untuk mulai pecahnya jagung pada kelembaban yang berbeda berkisar 298,11-198,44 N untuk varietas Sc704 dan 321, N untuk varietas Dc370. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk kedua varietas kekuatan pecah sangat tergantung pada kadar air. Untuk kurva kekuatan yang lebih besar diperlukan kadar air yang rendah untuk memecahkan butir. Kekuatan pecah kecil di yang kadar airnya lebih tinggi dihasilkan dari fakta bahwa jagung tersebut mungkin memiliki tekstur yang lebih lembut pada kadar air tinggi. Begitu pula halnya dengan nilai energy yang diperoleh pada tingkat kekerasan berkisar 64,67-130,8 N.mm pada varietas Sc704 dan 72,71-80,33 N.mm pada varietas Dc370 (Alimardani dan seifi, 2010). 16

17 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Maret 2012 di Laboratorium Processing Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penguji tingkat kekerasan produk hasil pertanian (Texture Analyzer - TA-XTPlus), alat pengeringan lapisan tipis (Tray Dryer model EH-TD-3000), oven, timbangan digital, kawat kasa, dan thermometer. Bahan yang digunakan adalah jagung varietas NK 22 dan Pioneer yang diperoleh dari petani jagung di Kabupaten Takalar. C. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati meliputi: Berat sampel jagung setiap selang satu jam pengeringan Tingkat kekerasan sampel pada pengeringan jam ke 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan 28. D. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut 1. Pengambilan sampel jagung di lapangan a. Mengidentifikasi kebun jagung yang telah siap panen di Kabupaten Takalar b. Melakukan pemanenan jagung langsung di kebun petani terkait. 17

18 c. Memilih lima tongkol jagung dari tiap-tiap varietas Pioneer dan NK 22 untuk dijadikan sample d. Sample dibawah ke lab Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin 2. Penyiapan sample di laboratorium a. melakukan pemipilan pada tongkol jagung secara manual dan mengambil biji yang memiliki ukuran yang hampir sama untuk masing-masing varietas. b. Biji jagung terpilih sebagai sampel kemudian dibersihkan dengan cara menggosok di antara telapak tangan sehingga biji jagung benar-benar bersih dari sisa-sisa tongkol. c. Biji yang telah dibersihkan tersebut kemudian diletakkan dalam kasa sehingga membentuk lapisan tipis (satu lapis, posisi biji tidak bertumpuk). Satu varietas ditempatkan dalam dua kasa. Setiap kasa berisi sekitar 70 biji jagung. 3. Penentuan sample a. Menyiapkan empat buah kawat kasa (ukuran kisi sekitar 0.5 x 0.5 cm) dengan ukuran sekitar 10 cm x 20 cm yang digunakan sebagai wadah sampel jagung selama proses pengeringan.. b. Keempat wadah kasa dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama digunakan untuk sampel (Pioneer dan NK22) yang akan dianalisis tingkat kekerasannya. Sedangkan kelompok lainnya disiapkan untuk pengamatan penurunan berat sampel (Pioneer dan NK22) sepanjang proses pengeringan. 18

19 c. Kasa kelompok pertama diberi label sampel analisis, sedangkan kasa kelompok kedua sampel tanpa analisis. d. Sebelum pengeringan dimulai, kasa yang telah diberikan sample Pioneer dan NK 22 tanpa analisis di timbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui berat awalnya. Penimbangan serupa dilakukanpada setiap selang waktu pengeringan satu jam sampai berat sampel konstan. Suhu pengeringan ditetapkan sebesar 47 0 C dengan dua tingkat kecepatan udara yakni 1.0 m/s dan 1.5 m/s. e. Tingkat kekerasan biji diukur pada selang waktu pengeringan jam ke 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan 28 (gambar 1). Sebelum sampel dikeringkan, tingkat kekerasan (F:Gaya, P:Tekanan, E:Energi) juga diukur dan ditetapkan sebagai tingkat kekerasan awal sampel. f. Secara grafik disain penelitian ini disajikan pada Gambar-1 berikut. KA. BK, KA. BB Waktu Gambar 1: Grafik skenario pengukuran tingkat kekerasan sampel (F, P dan E) 19

20 4. Proses Pengeringan a. Menyiapkan alat Tray Drier b. Menstabilkan suhu alat pengering pada suhu 47 o C sekitar satu jam c. Setelah suhu alat pengering stabil, kecepatan udara pengeringan diatur untuk mendapatkan kecepatan udara sesuai dengan target perlakuan, yakni 1.0 m/s dan 1.5 m/s. Untuk penentuan kecepatan ini digunakan alat Anemometer. d. Untuk menjaga agar sample tidak berinteraksi dengan udara lingkungan pada saat pengeringan diistirahatkan untuk pengukuran tingkat kekerasan sampel, maka sample (P1) dimasukkan kedalam plastik kedap udara dan disimpan di dalam desikator sebelum pengukuran dimulai. e. Keseluruhan kasa tersebut dimasukkan kedalam alat pengering Tray Drier secara bersamaan. f. Untuk sample tanpa Analisis Pioneer dan NK 22 ditimbang tiap jam sampai beratnya konstan g. Untuk pengujian tingkat kekerasan diambil 6 biji jagung pada sample analisis Pioneer dan Analisis NK 22 dan diukur tingkat kekerasananya pada setiap selang waktu 1 jam, 2 jam dam 3 jam. h. Setelah berat sampel tanpa analisis konstan, sample dimasukkan kedalam oven selama 72 jam pada suhu C untuk mendapatkan berat keringnya. Informasi berat sample pada setiap selang waktu pengamatan dan berat kering digunakan untuk menentukan kadar air biji jagung. 20

21 5. Proses uji tingkat kekerasan a. Menyiapkan alat Texture Analyzer b. Memasang Probe dengan model sms P/2 yang berdiameter 3.25 mm untuk metode tusuk (puncture). c. Meletakkan biji jagung diatas penopang Texture Analyzer d. Pengukuran tingkat kekerasan pada sampel. E. Analisis dan Penyajian Data (Pengolahan Data) Berdasarkan berat sampel pada setiap jam pengeringan dan berat kering sampel (berat setelah oven), kadar air sampel dihitung dengan persamaan sebagai berikut: a. Kadar Air Basis Basah (KA. BB) KA.BB = x 100 %...(3) Dimana : m = kadar air basis basah (%) A = berat awal (g) B = berat akhir (g) b. Kadar Air Basis Kering (KA. BK) KA. BK = x 100 %...(4) Dimana : m = kadar air basis kering (%) A = berat awal (g) B = berat akhir (g) c. Tingkat kekerasan biji direpresentasikan dengan nilai Gaya, Tekanan dan Energi yang dibutuhkan untuk meretakkan biji jagung. Ketiga paratemer ini dihitung dengan rumus-rumus berikut: F = langsung diperoleh dari hasil pengujian 21

22 P = F/A...(5) Dimana : A adalah luas permukaan probe yang digunakan pada saat pengujian pada alat Texture Analyzer yaitu : dimana Energi...(6) dimana nilai F (N) dan S (mm) diperoleh langsung dari proses pengukuran. Faktor 0.5 digunakan mengingat gerakan F terhadap S yang membentuk bidang segitiga. 22

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Hasil pengukuran kadar air basis basah dan kadar air basis kering untuk kedua varietas jagung yang digunakan pada kedua level perlakuan kecepatan udara disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Laju kadar air basis kering Biji Jagung Varietas Pioneer dan NK 22 Pada Keceptan (v=1m/s dan v=1.5m/s) Terhadap Waktu Pengeringan Waktu Pengeringan KA. BK (%) PIONEER (P1) KA.BK (%) NK 22 (P1) KA. BK (%) PIONEER (P2) KA. BK (%) NK 22 (P2) Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata kadar air awal basis kering biji jagung varietas pioneer (P1) adalah 68 % dan kadar air basis kering akhir adalah 11.6 %. Rata-rata kadar air basis kering awal untuk biji jagung varietas NK 22 (P1) adalah 71.6% dan kadar air basis kering akhir adalah 10.8%. Rata-rata kadar air awal pioneer (P2) adalah 93.0% dan kadar air basis kering akhir adalah 10.6%. Rata-rata kadar air awal biji jagung varietas NK 22 (P2) 23

24 Kadar Air. BK % adalah 57.7% dan kadar air basis kering akhir adalah 12.6%. Dari tabel diatas juga terlihat penurunan kadar air seiring dengan variasi waktu yang digunakan selama pengeringan. Untuk melihat pola penurunan kadar air basis kering ke dua sampel jagung yang digunakan untuk kedua level perlakukan kecepatan udara pengeringan, maka Tabel 1 di atas dikonversi kedalam bentuk grafik berikut: 100.0% KA. BK (%) 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% Pioneer Perlakuan 1 (v=1m/s) NK 22 Perlakuan 1(v=1m/s) Pioneer Perlakuan 2(v=1.5m/s) NK 22 Perlakuan 2(v=1.5m/s) Waktu Pengeringan (jam) Gambar 2.Pola perubahan kadar air basis kering sepanjang waktu pengeringan (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) Dari Gambar 2 diatas nampak bahwa pemilihan jam pengamatan 0, 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan 28 cukup memberikan gradasi kadar air yang cukup memadai untuk pengamatan tingkat kekerasan biji jagung sejalan dengan perubahan kadar air selama pengeringan lapisan tipis. Gambar ini juga mempertegas bahwa jagung Pioneer yang digunakan pada perlakukan P2 24

25 memiliki penurunan kadar air yang sangat tidak signifikan. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, hal ini disebabkan oleh biji jagung tersebut yang sebenarnya belum siap panen. B. Gaya Hasil pengukuran terhadap gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 2 dan 3 berikut. Tabel 2. Hubungan antara gaya dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.0 m/s Jam KA. BK (%) Pioneer (P1) F (N) Pioneer (P1) KA. BK (%) NK 22 (P1) F (N) NK 22 (P1) Sumber : Data primer setelah diolah,

26 Tabel 3. Hubungan antara gaya dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.5 m/s Jam KA. BK (%) Pioneer (P2) F (N) Pioneer (P2) KA. BK (%) NK 22 (P2) F (N) NK 22 (P2) , Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air bahan sangat berpengaruh terhadap kekuatan sampel. Gaya yang dibutuhkan berkisar antara sekitar 60 N pada tahap awal hingga sekitar 250 N pada kadar air sekitar 14% basis kering. Hasil yang di peroleh didalam penelitian ini untuk nilai gaya tidak jauh berbeda dari hasil penelitian yang diperoleh dari Faculty of Agricultural Engineering and Technology, College of Agricultural and Natural Resources, University of Tehran (Alimardani dan seifi, 2010) dengan nilai gaya sebesar 198,44 N pada akhir pengeringan. Untuk memperjelas pola perubahan kekerasan biji jagung akibat adanya perubahan kadar air, Tabel 2 dan 3 di atas kemudian digrafikan yang hasilnya disajikan pada Gambar 3 berikut. 26

27 F (N) 300 GAYA F (N) Pioneer perlakuan 1 F (N) NK 22 Perlakuan 1 F (N) Pioneer Perlakuan 2 F (N) NK 22 Perlakuan 2 (v=1m/s) (v=1m/s) (v=1.5m/s) (v=1.5m/s) % 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% KA. BK Gambar 3. Hubungan tingkat kekerasan (Gaya, F) dengan kadar air basis kering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s). Pada gambar di atas, sekali lagi nampak bahwa Pioneer dengan perlakuan P2 memiliki tingkat kekerasan yang sangat rendah kalaupun kadar airnya telah mendekati kadar air kesetimbangan. Hal ini semakin memperjelas bahwa sampel ini kemungkinan besar belum matang atau belum siap panen. Dapat dilihat juga pada perubahan repture point yang dihasilkan, dimana pada moving breaks ini akan lebih memberikan hasil yang lebih informative. Dapat dilihat pada tabel berikut : 27

28 Tabel 4. Hubungan antara jam pengeringan dengan repture point gaya biji jagung varietas NK 22 dan Pioneer pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s) Sember : Data primer setelah diolah, 2012 Pada tabel diatas dapat dilihat perubahan repture point gaya selama selang waktu pengeringan masing-masing varietas pada ke dua level kecepatan udara (v=1 m/s dan v=1.5 m/s). dimana perubahan yang terjadi begitu signifikan pada moving breaks energy varietas pioneer dan NK 22 kecepatan udara (v=1 m/s) dan NK 22 kecepatan udara (v=1.5 m/s) meskipun mengalami perubahan naik dan turun. Sedangkan perubahan yang terjadi pada moving breaks untuk varietas pioneer pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) begitu kecil atau tidak signifikan dengan perubahan-perubahan yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh jagung yang masih begitu muda atau belum siap panen. Jam Repture point F (N) Pioneer (P1) Repture point F (N) NK 22 (P1) Repture point F (N) Pioneer (P2) Repture point F (N) NK 22 (P2)

29 KA. BK (%) KA. BK (%) Untuk memperjelas pola perubahan repture point selama selang waktu pengeringan, tabel 4 diatas kemudian digrafikkan yang hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut : 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) repture point F (N) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) Repture Point F(N) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 4. Repture Point gaya varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1 m/s) % % % % 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% KA. BK (%) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Rapture point F (N) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture Point F(N) 10.0% % Waktu Pengeringan (Jam) 0.00 Gambar 5. Repture Point gaya varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s). 29

30 KA. BK (%) KA. BK (%) 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK (%) NK 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point F (N) NK 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture Point F(N) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 6. Repture Point gaya varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1 m/s) % 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s) Rapture point F (N) perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture Point F(N) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 7. Repture Point gaya varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s). 30

31 Dapat dilihat pada gambar 5 diatas yang lebih memperjelas bahwa pola perubahan gaya yang terjadi pada varietas Pioneer perlakuan P2 (v=1.5m/s) sangat rendah atau dapat dikatakan bahwa jagung tersebut belum siap panen. C. Tekanan Hasil perhitungan terhadap tekanan yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 5 dan 6 berikut. Tabel 5. Hubungan antara tekanan dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.0 m/s KA. BK P KA. BK P Jam (%) (k/ps) (%) (k/ps) Pioneer Pioneer NK 22 NK 22 (P1) (P1) (P1) (P1) % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % % Sumber : Data primer setelah diolah,

32 Tabel 6. Hubungan antara tekanan dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.5 m/s Jam KA. BK (%) Pioneer (P2) Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Mengingat besaran Tekanan diperoleh melalui formula Gaya dibagi dengan luas penampang probe yang digunakan dimana luas permukaan probe ini konstan, maka pola perubahan tekananpun akan sama dengan pola perubahan Gaya seperti diasjikan sebelumnya. Gambar 8 berikut menunjukkan kesamaan pola ini. Hal yang perlu ditegaskan disini adalah, tekanan yang dibutuhkan untuk memecahkan jagung sampel bervariasi dari sekitar kpa pada awal pengeringan sampai dengan sekitar kpa pada tahap-tahap akhir pengeringan. P (kps) Pioneer (P2) KA. BK (%) NK 22 (P2) P (kps) NK 22 (P2)

33 P(N/m^2) TEKANAN 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% KA. BK Gambar 8. Hubungan tingkat kekerasan (Tekanan, P) dengan kadar air basis kering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s). Dapat dilihat hasil perhitungan repture point masing-masing varietas terhadap selang waktu pengeringan pada ke dua level kecepatan udara ( v=1m/s dan v= 1.5m/s) disajikan pada tabel 7 berikut : Tabel 7. Hubungan antara repture point tekanan dengan selang waktu pengeringan biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s) Jam repture point P (k/ps) Pioneer (P1) repture point P (k/ps) NK 22 (P1) Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 P(N/m^2) Pioneer Perlakuan 1 (v=1m/s) P(N/m^2) NK 22 Perlakuan 1(v=1m/s) P(N/m^2) Pioneer Perlakuan 2 (v=1.5m/s) P(N/m^2) NK 22 Perlakuan 2 (v=1.5m/s) repture point P (k/ps) Pioneer (P2) repture point P (k/ps) NK 22 (P2)

34 KA. BK (%) Pada tabel diatas dapat dilihat pola perubahan repture point yang dihasilkan selama selang waktu pengeringan yang dimana pola perubahan yang dihasilkan sama dengan pola perubahan gaya karena besaran tekanan diperoleh melalui formula gaya dibagi dengan luas penampang probe yang digunakan seperti yang telah dijelaskan pada tabel 5 dan 6 sebelumnya. Gambar 9, 10, 11 dan 12 berikut akan menunjukkan kesamaan pola tersebut. Namun yang perlu diketahui bahwa perubahan repture point yang dihasilkan berkisar 5400 k/ps pada awal pengeringan sampai dengan k/ps pada tahap-tahap akhir pengeringan. Dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut. 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point P (k/ps) perlakuan 1 (v=1m/s) Repture Point P (k/ps) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 9. Repture point tekanan varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0m/s) 0 34

35 KA. BK (%) KA. BK (%) 100.0% % 80.0% % 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point P(k/Ps) perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture Point P (k/ps) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 10. Repture point tekanan varietas pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5m/s) 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture point P(k/Ps) NK. 22 perlakuan 1 (v=1m/s) Repture Point P (k/ps) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 11. Repture point tekanan varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0m/s) 0 35

36 KA. BK (%) 70.0% % % 40.0% 30.0% 20.0% KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point P(k/Ps) perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture Point P (k/ps) 10.0% 5000 Gambar 12. Repture point tekanan varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5m/s) Pada gambar 10 terlihat jelas pola perubahan repture point tekanan yang terjadi pada biji jagung varietas Pioneer perlakuan 2 pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) sangat tidak signifikan. Hal ini semakin memperjelas bahwa biji jagung varietas Pioneer perlakuan 2 pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) belum matang atau belum siap panen. D. Energi 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) 0 Hasil perhitungan energi yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung varietas NK22 dan Pioneer untuk kedua perlakuan kecepatan udara (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s) disajikan pada Tabel 8 dan 9 berikut. 36

37 Tabel 8. Hubungan antara energi dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.0 m/s Jam KA BK (%) PIONEER (P1) E (Nm) Pioneer (P1) Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Tabel 9. Hubungan antara energi dengan KA. BK biji jagung varietas Pioneer dan NK 22 pada v=1.5 m/s Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 KA BK (%) NK 22 (P1) E (Nm) NK 22 (P1) Jam KA BK (%) Pioneer (P2) E (Nm) Pioneer (P2) KA BK (%) NK 22 (P2) E (Nm) NK22 (P2)

38 Energi, Nm Dari Tabel 8 dan 9 dapat diketahui bahwa energi yang dibutuhkan untuk memecahkan biji jagung sampel berkisar antara Nm sebelum pengeringan dan Nm pada tahap akhir pengeringan. Hasil yang di peroleh didalam penelitian ini untuk nilai energy tidak jauh berbeda dari hasil penelitian yang diperoleh dari Faculty of Agricultural Engineering and Technology, College of Agricultural and Natural Resources, University of Tehran (Alimardani dan seifi, 2010) dengan nilai energy sebesar N.mm atau Nm pada akhir pengeringan. Pola perubahan energi sepanjang pengeringan atau selama perubahan kadar air (basis kering) disajikan pada Gambar 13 berikut. Pola yang ditunjukkan relatif sama dengan dengan pola sebaran Gaya dan Tekanan pada Gambar 3 dan Nilai (E) terhadap KA. BK PIONEER ANALISIS 1(v=1m/s) NK 22 ANALISIS 1(v=1m/s) PIONEER ANALISIS 2(v=1.5m/s) NK 22 ANALISIS 2(v=1.5m/s) % 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% Kadar air basis kering Gambar 13. Hubungan tingkat kekerasan (Energi, E) dengan basiskering (v=1.0 m/s dan v=1.5 m/s). kadar air 38

39 Dapat dilihat juga pada perubahan repture point yang dihasilkan yang dimana pada moving breaks ini akan lebih memberikan hasil yang lebih informative. Dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Hubungan antara jam pengeringan dengan repture point energy pada biji jagung varietas NK 22 dan Pioneer pada (v=1 m/s dan v=1.5 m/s) S Jam Repture Point E (Nm) Pioneer (P1) Repture point E (Nm) NK 22 (P1) Sumber : Data primer setelah diolah, 2012 Repture Point E (Nm) Pioneer (P2) Repture Point E(Nm) NK 22 (P2) Pada tabel diatas dapat dilihat perubahan repture point energy selama selang waktu pengeringan masing-masing varietas pada ke dua level kecepatan udara (v=1 m/s dan v=1.5 m/s) dimana perubahan yang terjadi begitu signifikan pada moving breaks energy varietas pioneer dan NK 22 kecepatan udara (v=1 m/s) dan NK 22 kecepatan udara (v=1.5 m/s) meskipun mengalami perubahan naik dan turun pada akhir-akhir pengamatan. 39

40 KA. BK (%) KA. BK (%) Sedangkan perubahan yang terjadi pada moving breaks untuk varietas pioneer pada kecepatan udara (v=1.5 m/s) begitu kecil atau tidak signifikan dengan perubahan-perubahan yang lainnya. Hal ini diakibatkan oleh jagung yang belum matang atau belum siap panen. Untuk memperjelas pola perubahan repture point selama selang waktu pengeringan, tabel 10 diatas kemudian digrafikkan yang hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut. 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% KA. BK (%) Pioneer perlakuan 1 (v=1m/s) repture point E (Nm) perlakuan 1 (v=1m/s) Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 14. Repture point energy varietas Pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0 m/s) Repture Point E (Nm) 100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0% KA. BK (%) Pioneer perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture point E (Nm) perlakuan 2 (v=1.5m/s) Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 15. Repture point energy varietas Pioneer terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s) Repture Point E (Nm) 40

41 KA. BK (%) KA. BK (%) 80.0% KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 1 (v=1m/s) % 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% Repture point E (Nm) perlakuan 1 (v=1m/s) Repture Point E (Nm) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 16. Repture point energy varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.0 m/s) % KA. BK (%) NK. 22 perlakuan 2 (v=1.5m/s) % 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% Repture point E (Nm) perlakuan 2 (v=1.5m/s) Repture Point E (Nm) 0.0% Waktu Pengeringan (Jam) Gambar 17. Repture point energy varietas NK. 22 terhadap selang waktu pengeringan pada level kecepatan udara (v=1.5 m/s) E. Pola Perubahan Tingkat Kekerasan (F, P dan Energi) 0 Dari Gambar 3, 8 dan 13 nampak jelas bahwa pola perubahan tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer dan NK22 pada perlakukan P1 dan NK22 pada perlakuan P2 relatif sama, overlapping satu dengan lainnya. Varietas 41

42 Pioneer dengan perlakuan P2 memiliki penyimpangan pola yang disinyalir sebagai akibat dari waktu panen yang kurang tepat. Berdasarkan fakta ini, maka nilai tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer (P1) dan NK22 (P1 dan P2) dirata-ratakan yang hasilnya disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, pola perubahan tingkat kekerasan sampel jagung yang diteliti digrafikkan sebagaimana disajikan pada Gambar 18. Fasilitas trendline yang ada pada MS-Excel kemudian digunakan untuk mengetahui pola perubahannya. Hasilnya menunjukkan bahwa pola exponential seperti yang disajikan pada masing-masing grafik relatif sesuai untuk merepresentasikan perubahan tersebut, dengan R 2 yang relatif baik. Tabel 11. Rata-rata Gaya, Tekanan dan Energi untuk seluruh sampel vs. KA. BK Jam RATA-RATA RATARATA RATA-RATA P RATARATA KA. BK F (N) (kps) E (Nm) % % % % % % % % % % % % % % Sumber : Data primer setelah diolah,

43 Rata-rata P (k/ps) vs KA.bk P (k/ps) y = 34755e x R² = RATA-RATA P (k/ps) % 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% KA. BK Rata-rata E (Nm) vs KA.bk RATA-RATA E (Nm) E (Nm) y = e x R² = % 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% KA. BK 250 Rata-rata F (N) vs KA.bk F (N) y = e x R² = RATA-RATA F (N) 0 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% KA. BK Gambar 18. Pola perubahan tingkat kekerasan jagung varietas Pioneer dan NK22. 43

44 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pemilihan jam pengamatan ke 0, 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 19, 22, 25 dan ke 28 selama proses pengeringan lapisan tipis jagung varietas Pioneer dan NK 22 memberikan gradasi kadar air yang cukup memadai untuk pengamatan tingkat kekerasan biji jagung akibat perubahan kadar air. 2. Pola perubahan tingkat kekerasan biji jagung akibat perubahan kadar air untuk kedua varietas yang diamati pada dua level kecepatan udara (1.0 m/s dan 1.5 m/s) relatif sama. 3. Pola perubahan tingkat kekerasan biji jagung yang dibangun dari hasil perata-rataan tingkat kekerasan biji jagung menunjukan pola exponensial dengan nilai R 2 yang cukup baik. B. Saran 1. Untuk penelitian yang akan datang sebaiknya mengakomodasi tingkat suhu pengeringan yang lebih bervariasi untuk melihat perbedaan perilaku tingkat kekerasan kedua varietas yang diuji, Pioneer dan NK Jumlah varietas jagung yang dikaji juga sebaiknya ditingkatkan, mencakup varietas hibrida selain Pioneer dan NK22. 44

45 DAFTAR PUSTAKA Alimardani, R dan Seifi, M.R Comparison of moisture-dependent physical and mechanical properties of two varieties of corn (Sc 704 and Dc 370). Australian Jurnal of Agricultural Engineering Vol. 1 Edisi 5 Hal Anonym, 2011 a. Jagung. Diakses Pada Tanggal 30 November Anonym, 2011 b. Karakteristik Biji Jagung. Diakses Pada Tanggal 30 November Berger, J., Maize Production and the Manuring of Maize. Printed in Press, Yogyakarta Dahlan M, Pembentukan benih jagung Hibrida, Risalah lokakarya produksi benih hibrida, hal 1-13 (Malang: Balai penelitian tanaman pangan, 1992) Desrosier NW Teknologi Pengawetan Pangan. Muljohardjo M, Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Technology of Food Preservation. Instron., Food Texture Analysis diakses pada tanggal 25 Juli 2009 Johnson LA Corn: Production, Processing and atilitation. Di dalam Lorenzo KJ, Kulp K, editor. Handboojk of Cereal Science and Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Judith A. Abbott dan F. Roger Harker., 2005 Texture. The Horticulture and Food Research Institute of New Zealand Ltd Muchtadi TR Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nurba, D Analisis Distribusi Suhu Aliran Udara, RH dan Kadar Air dalam Instor Dryer ISD untuk Biji Jagung. IPB ( Bogor Agricultural Universitas) Pramono L Mempelajari Karakteristik Pengeringan the hitam CTC (Curing Tearing Crushing ) tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ramadhani, N. F Model Pengeringan Lapis Tipis Pada Cabai Merah Besar Varietas Tombok. Universitas Hasanuddin 45

46 Safrizal, R Laporan Praktikum Satuan Operasional. Kadar Air Bahan. Laboratorium Teknik Pasca Panen. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Syiahkuala. Singh, J., Field Manual of Maize Breeding Procedures. Indian Agricultural Research Institute New Delhi, India. Supratomo, Bahan Ajar Teknik Pengolahan Pangan. Universitas Hasanuddin, Makassar. Sutoro; Yogo Sulaeman; Iskandar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Taib, G., Said, G., dan Wiraatmadja, S Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Taufiq, M Pengaruh Temperatur Terhadap Pengeringan Jagung Pada Pengeringan Konvensional. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Tjitrosoepomo, C., Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada Universy Press, Yogyakarta. Tranggono dan Sutardi, Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas. Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F.G., Naskah Akademis Keamanan Pangan. Institut Pertanian Bogor 46

47 LAMPIRAN 1. PIONER ANALISIS P1 (V=1.0 m/s) JAM SAMPLE Force (kg) Distance Time E F (N) s (m) (mm) (s) P (k/ps) E E E E E+03 Rata-rata E E E E E E+03 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 47

48 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E+04 Sumber: Data Primer Setelah Diolah,

49 2. NK 22 ANALISIS P1 (V=1.0 m/s) JAM SAMPLE Force Distance Time E F (N) s (m) P (k/ps) E E E E E+03 Rata-rata E E E E E E+03 Rata-rata E E E E E E+03 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 49

50 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E E E E E E+04 Rata-rata E+04 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, PIONER ANALISIS P2 (V=1.5 m/s) JAM SAMPLE Force Distance Time (kg) (mm) (s) E F (N) s (m) P (k/ps) Rata-rata Rata-rata

51 Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

52 Rata-rata Rata-rata Sumber: Data Primer Setelah Diolah, NK 22 ANALISIS P2 (V=1.5 m/s) JAM SAMPLE Force Time Distance (mm) (kg) (s) E F (N) s (m) P (k/ps) Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

53 Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Sumber: Data Primer Setelah Diolah,

54 5. Grafik tingkat kekerasan biji jagung pada perlakuan 1 NK 22 (P1) jam 0 PIONEER (P1) jam 0 54

55 NK 22 (P1) jam 1 PIONEER (P1) jam 1 55

56 NK 22 (P1) jam 2 PIONEER (P1) jam 2 56

57 NK 22 (P1) jam 3 PIONEER (P1) jam 3 57

58 NK 22 (P1) jam 5 PIONEER (P1) jam 5 58

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) ) ISHAK (G4 9 274) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Perbedaan pola penurunan kadar air pada pengeringan lapis tipis cengkeh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : RESKI FAUZI G

MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. Oleh : RESKI FAUZI G MEMPELAJARI TINGKAT KEKERASAN BIJI JAGUNG SELAMA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Oleh : RESKI FAUZI G 621 08 005 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub-divisi: Angiospermae,

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau

TINJAUAN PUSTAKA. dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi 2.1.1 Fungsi produksi Pengertian produksi adalah hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Jurnal Mekanikal, Vol. 7 No. 1: Januari 2016: 673-678 e-issn 2502-700X p-issn2086-3403 TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Syahrul, Wahyu Fitra, I Made Suartika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII) TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII) AINUN ROHANAH SAIPUL BAHRI DAULAY PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN FP - USU Evaluasi 1. jumlah kehadiran dalam kuliah 10% 2. Quiz/Tugas 10% 3. Ujian tengah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput rumputan. tanaman jagung (Zea mays L) dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah

TINJAUAN PUSTAKA. Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah TINJAUAN PUSTAKA Kentang yang dikenal orang ternyata telah melampaui perjalanan sejarah yang panjang. Bahkan, ratusan tahun yang lalu kentang telah dikenal orang. Pertamanya, kentang belum menyebar luas,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposisi Gizi Beras Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, beras dapat digantikan/disubsitusi oleh bahan makanan lainnya, namun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR Ahmad MH Winata (L2C605113) dan Rachmat Prasetiyo (L2C605167) Jurusan Teknik Kimia, Fak.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER

PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER PENGARUH PENAMBAHAN TAPIOKA TERHADAP MUTU BRONDONG JAGUNG DENGAN MENGGUNAKAN EKSTRUDER Suhardi dan Bonimin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Jagung adalah salah satu bahan pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Corn on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan aseptibilitas, kesegaran dan daya tahan bahan itu. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli tropis Ethiopia, Afrika Timur, dan dataran tinggi Ethiopia dianggap sebagai pusat utama domestikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buahnya dapat digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat

I. PENDAHULUAN. kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG 59 Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2: 59-63, 2017 UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG Ahmad Mukoffi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt) Jagung manis termasuk dalam famili Graminae dari ordo Maydae. Berdasarkan tipe bijinya, jagung dapat diklasifikasikan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di Indonesia. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012), pada tahun 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledoneae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci