I. PENDAHULUAN. kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi sekitar 90% dari kandungan cabai merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan cabai pada saat musim panen raya. Hal ini dikarenakan hasil panen yang melimpah sedangkan proses pengeringan tidak dapat berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan kadar air dalam cabai masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan pembusukan. Beberapa upaya penyelamatan hasil pertanian adalah dengan melakukan pengeringan. Prinsip pengeringan cabai adalah menguapkan air karena ada perbedaan kandungan uap air diantara udara dan bahan yang dikeringkan. Udara panas mempunyai kandungan uap air yang lebih kecil dari pada bahan sehingga dapat mengurangi uap air dari bahan yang dikeringkan. Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah udara yang mengalir. Dengan adanya aliran udara maka udara yang sudah jenuh dapat diganti oleh udara kering sehingga proses pengeringan dapat berjalan secara terus menerus (Anonim a, 2011). 1

2 Pengeringan cabai dilakukan sebagai alternatif untuk menanggulangi produk cabai yang berlebihan, terutama saat panen raya. Dengan pengeringan, cabai dapat disimpan lebih lama sehingga penjualan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Dalam proses pengeringan cabai dikenal dua metode pengeringan yaitu penjemuran dan pengeringan mekanis dengan menggunakan alat pengering. Walaupun demikian, penjemuran tidak dapat diandalkan karena sangat tergantung pada kondisi cuaca. Proses pengeringan mekanis dengan menggunakan alat pengering mekanis yang tidak sesuai dengan karakteristik dari cabai yang dikeringkan mengakibatkan terjadinya kerusakan cabai, sehingga dapat mengurangi mutu dari cabai yang dihasilkan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah model pengeringan sebagai dasar dalam perancangan sebuah alat pengering. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu diadakan penelitian untuk mendapatkan sebuah model pengeringan yang mampu mempresentase perilaku cabai selama pengeringan. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan model pengeringan lapisan tipis yang sesuai dengan karakteristik cabai merah besar varietas tombak. Kegunaan dari penelitian ini adalah menjadi dasar permodelan pengeringan cabai merah besar varietas tombak. 2

3 II. TINJAUAN PUSTA 2.1 Pasca Panen Cabai Tanaman Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010). Umumnya buah cabai merah dipetik apabila telah masak penuh, ciricirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur hari setelah tanam dengan interval waktu panen 2 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur hari setelah tanam dengan interval panen 3-5 hari. Secara umum interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang dapat menghasilkan 1 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai merah sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonim b, 2011). Cabai merah besar merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air yang cukup tinggi pada saat panen. Selain masih mengalami proses respirasi, cabai merah akan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40%. Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini 3

4 menyebabkan harga cabai merah di pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang tepat dapat menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah (Prayudi, 2010). Tabel 1. No Kualitas cabai merah besar segar berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ) Jenis Uji Persyaratan Mutu I Mutu II Mutu III 1. Keseragaman warna Merah> 95% 2. Keseragaman Seragam (98%) Merah 95% Seragam (96%) Merah 95% Seragam (95%) 3. Bentuk 98 Normal 96 Normal 95 Normal 4. Keragaman ukuran: a. Cabai merah besar segar - Panjang buah - Garis tengah pangkal b. Cabai merah keriting - Panjang buah - Garis tengah pangkal cm 1,5-1,7 cm >12-17 cm >1,3-1,5 cm 9-10 cm 1,3-1,5 cm >10-12 cm >1,0-1,3 cm <9 cm <3 cm <10 cm <1,0 cm 5. Kadar kotoran Tingkat kerusakan dan busuk a. Cabai merah besar b. Cabai merah keriting Sumber: Departemen Pertanian, Standar Mutu Indonesia SNI Cabai dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, bentuknya padat, dan warnanya tepat merah menyala (untuk cabai merah) dengan sedikit garis hitam (90% masak). Umur panen cabai pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu varietas, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan (Anonim c,2011)

5 Berdasarkan Anonim c (2011) cara panen cabai adalah sebagai berikut: Cabai dipetik dengan menyertakan tangkai buahnya. Cabai yang dipanen tanpa menyertakan tangkainya akan lebih cepat busuk bila disimpan dan mengurangi bobot hasil panen. Pemanenan biasanya dilakukan sekaligus antara cabai yang masak penuh dengan cabai yang 80-90% masak dalam satu wadah. Cabai yang terserang penyakit harus ditempatkan dalam wadah tersendiri sehingga pada saat panen diperlukan dua wadah. Buah yang rusak/sakit ini harus dipanen. Jika tidak dipanen maka akan menular ke cabai yang lain. Waktu panen yang baik pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan optimal sebagai hasil penimbunan zat-zat makanan pada malam harinya dan belum banyak mengalami penguapan. Sifat khas cabai merah adalah tidak dapat disimpan lama, karena kandungan airnya cukup tinggi. Selain itu, pada saat panen raya dan harga rendah sangat diperlukan penanganan yang dapat mempertahankan nilai ekonomis dari komoditas tersebut (Anonim c, 2011). 2.2 Varietas Cabai Varietas cabai hibrida maupun non hibrida yang telah dilepas di Indonesia sudah banyak. Menurut Prayudi (2010), berikut beberapa varietas cabai hibrida dan non hibrida dengan ciri potensi yang dihasilkan a. Cabai Merah Teropong Inko hot Cabai ini merupakan varietas hibrida yang mempunyai penampilan buah menarik, besar dan lurus dengan kulit buah agak tebal. Varietas ini dapat dipanen pada umur 85 hst. Diameter buah ±2,1 cm dan panjang buah 5

6 ±11 cm. Varietas ini mempunyai tinggi tanaman 55cm, dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Hasil panen enam kali petik, dapat mencapai 31,85 kg, sehingga per batang menghasilkan 0.91 kg. b. Cabai Merah Varietas Premium Cabai ini merupakan varietas hibrida. Tinggi tanaman ±110 cm, umur mulai berbungan ±32 hst. Umur mulai panen ± 95 hst, ukuran buah panjang ±13 cm, berat per buah ± 13 g, rasa pedas. Beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai sedang dengan ketinggian m. c. Cabai Merah Varietas Tombak Karakteristik cabai merah besar varietas tombak yaitu warna buah muda, hijau mengkilat, warna buah masak merah mengkilat, permukaan buah licin, daya simpan lebih tahan, Panjang buah ±15 cm, diameter buah ±1,7 cm dan berat per buah ±13 g. d. Cabai Merah Varietas Hot Beauty Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 87-95cm, umur mulai berbungan hst, umur mulai panen hst. Ukuran Buah:panjang 11,5-14,1 cm, diameter cm, permukaan kulit halus, berat perbuah g. Beradaptasi dengan baik di dataran rendah-sedang. 2.3 Konsep Dasar Pengeringan Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, 6

7 enzim aktifitas serangga (Hederson and Perry, 1976). Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker et. al. (1981), proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan. Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum pengeringan. Sehingga, akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005). Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara serta kadar air. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan (Taib, dkk., 1988) Taib, dkk. (1988), menyatakan bahwa semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas (suhu udara pengering) dengan bahan yang dikeringkan, semakin cepat pula perpindahan panas ke dalam bahan sehingga penguapan air dari bahan yang dikeringkan akan lebih banyak dan cepat. Suhu pengeringan bervariasi untuk setiap bahan yang dikeringkan. Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan. Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama (Broker, dkk.,1981). Muchtadi (1989) menambahkan, apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat 7

8 pengeringannya. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding terbalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat. Faktor lain yaitu kadar air bahan yang dikeringkan, Taib, dkk. (1988) menyatakan bahwa pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya iar yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan. Heldman and Singh (1981) menyatakan, kadar air bahan pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air basis kering dan kadar air basis basah. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan keringnya. Kadar air basis basah adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan total. Tabel 2. Standar Mutu Cabai Kering (SNI ). No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Mutu II 1. Bau dan rasa Khas Khas 2. Berjamur dan % Tidak ada Maks 3 Berserangga(b/b) 3. Excreta Mg/kg Maks 2 Maks 3 4. Kadar air (%) % Maks 11 Maks Benda asing (b/b) % Maks I Maks 3 6. Buah cacat (b/b) % Maks 5 Maks 5 Sumber : Standar Nasional Indonesia, Bila bahan pangan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau diirisiris maka proses pengeringan akan berlangsung lebih cepat. Hal ini dikarenakan pengirisan atau pemotongan akan memperluas permukaan bahan sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang berhubungan dengan udara panas dan mengurangi jarak gerak panas untuk sampai ke bahan yang dikeringkan (Muchtadi, 1989). 8

9 Pengeringan cabai merah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami banyak dipraktekkan oleh petani, yang dilkaukan dengan penyinaran matahari secara langsung (penjemuran). Sementara pengeringan buatan merupakan cara pengeringan dengan menggunakan alat yang memanfaatkan sumber panas sinar matahari (energi surya), kompor minyak, ataupun tenaga listrik. Alat pengering yang menggunakan sumber tenaga listrik biasanya berupa oven (Rahman dan Yuyun, 2005). 2.4 Kadar Air Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah kadar air, pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib, dkk., 1988). Kadar air suatu bahan merupakan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan yang dinyatakan dalam persen basis basah (wet basis) atau dalam persen basis kering (dry basis). Kadar air basis basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air basis kering lebih 100%. Kadar air basis basah (b,b) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat total bahan. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:... (1) 9

10 Keterangan: M = Kadar air basis basah (% bb) Wm = Berat air dalam bahan (g) Wd Wt = Berat bahan kering (g) = Berat total (g) kadar air basis kering (b,k) adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:... (2) Keterangan: M Wm Wd Wt = Kadar air basis kering (% bk) = Berat air dalam bahan (g) = Berat bahan kering (g) = Berat total (g) Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Anonim e, 2011) 2.5 Model Pengeringan Lapisan Tipis Menurut Hederson and Perry (1976), pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana seluruh bahan dalam lapisan tersebut dapat menerima langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan suhu konstan. 10

11 Pada proses pengeringan cabai merah metode yang digunakan adalah pengeringan lapisan tipis dimana seluruh permukaan bahan menerima langsung panas yang berasal dari udara pengering. Perubahan kadar air bahan selama pengeringan dapat diduga dengan menggunakan model matematik semi teoritis dan empiris untuk menyederhanakan penyelesaian persamaan difusi pada pengeringan (Hederson and Perry, 1976). Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama-tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui dstruktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar supaya lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara pemanasan yang digunakan (Anonim e, 2011) Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang dipindahkan dari bahan atmosfir. Kelembaban udara berpengaruh 11

12 terhadap proses pemindahan uap air. Pada kelembaban udara tinggi perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dan bahan ke luar menjadi terhambat (Anonim e, 2011). Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tnaga untuk mengeluarkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor listrik. Sumbr energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara dan elemen pemanas listrik (Anonim e, 2011) Pengeringan lapisan tipis dimasudkan untuk mengeringkan produk sehingga pergerakan udara dapat melalui seluruh permukaan yang dikeringkan yang menghasilkan terjadinya penurunan kadar air dalam pross pengeringan. Pengeringan lapisan tipis merupakan suatu pengeringan yang dilakukan dimana bahan dihamparkan dengan ketebalan satu tipis (satu) (Sodha, dkk., 1987). Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan oleh udara dengan suhu dan kelembaban tetap dan dapat menembus seluruh bahan yang dikeringkan. Pada pengeringan lapisan tipis bidang pengeringan lebih besar dan ketebalan bahan dikurangi sehingga pengeringan berlangsung serentak dan merata ke seluruh bahan (Henderson, et.al., 1976). Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai sumber tenaga untuk mengeluarkan udara dapat digunakan motor 12

13 bakar atau motor listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas, minyak bumi, batubara dan elemen pemanas listrik (Anonim e, 2011). Beberapa model teoritis yang sering digunakan dalam pengeringan lapisan tipis hasil-hasil pertanian, antara lain: No Nama Model Model Matematika Newton Page Modified page Hederson and Pabis Logarithmic Two term Two term exponential Wang and Singh Approximation of diffusion Verma et al. Modified Hederson and Pabis Hii et al. Midilli et al. \ Keterangan: t = interval waktu pengeringan a,k,n,c,b,g,h = konstanta Sumber: Meisami, Pengeringan lapisan tipis dimasudkan untuk mengeringkan produk sehingga pergerakan udara dapat melalui seluruh permukaan yang dikeringkan yang menghasilkan terjadinya penurunan kadar air dalam proses 13

14 pengeringan. Pengeringan lapisan tipis merupakan suatu pengeringan yang dilakukan dimana bahan dihamparkan dengan ketebalan satu tipis (satu) (Sodha, et.al., 1987). Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan oleh udara dengan suhu dan kelembaban tetap dan dapat menembus seluruh bahan yang dikeringkan. Pada pengeringan lapisan tipis bidang pengeringan lebih besar dan ketebalan bahan dikurangi sehingga pengeringan berlangsung serentak dan merata ke seluruh bahan (Henderson, et.al., 1976). Pengeringan lapisan tipis mempunyai beberapa kelebihan yaitu penanganan kadar air dapat dilakukan sampai minimum, biji dengan kadar air maksimum dapat dipanen dan periode pengeringan dapat lebih pendek untuk kadar air yang sama (Brooker, 1974). 2.6 Model Matematika Beberapa model model teoritis yang sering digunakan dalam pengeringan lapisan tipis hasil-hasil pertanian antara lain: 1. Newton.... (3) Model Newton sering digunakan oleh para peneliti dalam pengeringan dan menghitung tingkat kehilangan air pada suatu bahan dengan medium yang mempunyai suhu yang konstan. Model Newton digunakan untuk pengeringan pada gandum, kulit jagung, kacang mente dan biji-bijian semacam kenari dan kakao. Pada kurva pengeringan, Sebuah model akan memberikan gambaran yang jelas pada tahap awal pengeringan namun mengabaikan tahap selanjutnya (Brooker dkk,1974). 14

15 2. Henderson and Pabis (4) Model Henderson and Pabis adalah sebuah bentuk penyelesaian pada hukum Fick s II. Model Henderson and Pabis dahulu digunakan untuk model pengeringan pada jagung, gandum, beras kasar, kacang tanah, dan jamur. Pada pengeringan jagung terdapat sebuah kelemahan yaitu pada pengeringan jam pertama dan jam kedua yang disebabkan perbedaan perubahan tingkatan suhu antara biji dan udara (Murat, 2009). 3. Page Model (5) Page model merupakan modifikasi dari model Newton. Model ini bertujuan untuk menutupi kekurangan-kekurangan pada model newton. Page model telah menghasilkan prediksi yang baik pada pengeringan biji beras dan padi kasar, kacang kedelai, buncis putih, kulit, jagung, dan biji bunga matahari (Murat, 2009). 15

16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011 di Laboratorium Processing Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering tray dryer model EH-TD-300 Eunha Fluid Science, desikator, timbangan digital (ketelitian 0.1 g), kertas label, plastik kedap udara, hygrometer, anemometer, kamera digital dan thermometer. Bahan yang digunakan adalah cabai merah besar varietas Tombak yang diperoleh dari Lingkungan Tamallaeng, Kelurahan Tamallaeng, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Cabai varietas Tombak merupakan cabai ukuran besar yang panjangnya dapat mencapai cm dengan berat ratarata sekitar 11.5g-14.7g per buah. Warna cabai pada saat matang adalah merah. 3.3 Parameter Observasi a. Berat Bahan (g), dihitung dengan timbangan digital (ketelitian 0.1 g). b. Suhu pengeringan ( o C), diukur dengan menggunakan thermometer. c. Kecepatan udara pengeringan (m/s), diukur dengan menggunakan anemometer. d. Kelembaban udara pengeringan ( o C), diukur dengan menggunakan hygrometer yang terdiri dari thermometer bola basah dan thermometer bola kering. 16

17 3.4 Prosedur Penelitian a. Persiapan Bahan Persiapan bahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan cabai merah besar sebanyak 2 (dua) kg 2. Melakukan penyortiran pada cabai merah besar 3. Sampel dibagi menjadi dua bagian, satu bagian dibelah dan dibersihkan dari bijinya, serta satu bagian yang lain dalam bentuk utuh. 4. Sampel dicelupkan ke air hangat (sekitar 60 o C) selama 10 menit. Praktek ini umum digunakan pada proses pengolahan cabai untuk mempertahankan warna cabai. b. Proses Pengeringan Penelitian ini menggunakan satu level suhu pada tiga level kecepatan udara. Suhu pengeringan ditetapkan sekitar 47 o C dan kecepatan udara masing-masing sebesar 1.0 m/s, 1.5 m/s dan 2.0 m/s. Proses pengeringannnya dilakukan seperti berikut ini dan flow-chartnya disajikan pada Gambar Menyiapkan sampel (utuh dan terbelah) 2. Menimbang berat total masing-masing sampel cabai yang digunakan untuk dikeringkan adalah ±90 gram utnuk sampel utuh dan ±60 gram untuk sampel belah. Berat sampel ini dicatat sebagai berat awal. 3. Menghamparkan cabai di atas wadah kawat kasa. Masing-masing jenis sampel menggunakan dua wadah ukuran 20 x10 cm Menyiapkan alat pengering dan mengatur suhu pengeringannya sehingga stabil pada sekitar 47 o C. 17

18 5. Mengatur kecepatan udara pengeringan sesuai dengan level kecepatan yang ditetapkan pada penelitian ini (1.0 m/s, 1.5 m/s dan 2.0 m/s). 6. Kawat kasa yang berisi sampel cabai utuh dan belah dimasukkan ke ruang pengeringan alat pengering. 7. Sampel dikeluarkan dari alat pengeringan dan ditimbang setiap selang waktu 1 (satu) jam. Pengeringan dihentikan pada saat berat sampel konstan selama sekitar 5 (lima) jam pengeringan. Untuk menghindarkan beban yang berlebihan pada alat, pengeringan dihentikan pada setiap interval pengeringan 8 (delapan) jam. Selama penghentian pengeringan, sampel dimasukkan ke dalam plastik kedap udara kemudian disimpan di dalam desikator agar tidak terjadi pertukaran udara antara sampel dan lingkungannya. 8. Setelah berat sampel konstan selama sekitar 5 (lima) jam, pengeringan dihentikan dan sampel tersebut dioven selama 72 jam pada suhu 115 o C untuk mendapatkan berat kering sampel. c. Pengolahan data Setelah berat kering sampel (setelah di oven) diperoleh, maka bb (kadar air basis basah) dan bk (kadar air basis kering pada setiap lama pengeringan dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 untuk bb dan Persamaan 2 untuk bk dan ditabelkan. Penelitian ini menggunakan satu level suhu pengeringan pada tiga level kecepatan udara serta dua jenis sampel (cabai utuh dan cabai belah) dan masing-masing jenis sampel terdiri atas dua sub-sampel, maka total data yang diperoleh adalah 12 data-set. Tujuan penggunaan dua subsampel adalah untuk meningkatkan akurasi pengukuran kadar air sampel 18

19 melalui penggunaan nilai rata-rata, maka total data set yang diolah untuk penentuan model pengeringan adalah 6 buah, masing-masing 3 buah untuk setiap jenis sampel (cabai utuh dan cabai belah). Keenam data-set ini disusun ke dalam data-set bk yang kemudian dikonversi ke. Dengan demikian, data-set juga sebanyak 6 buah. Dimana, untuk mencari (moisture ratio) digunakan rumus:... (6) Keterangan: M o M e M t : Moisture Ratio : Kadar air awal (% bk) : Kadar air yang diperoleh setelah berat bahan konstan (%bk) :Kadar air pada saat t (% bk) Setiap data-set diuji kesesuaiannya dengan tiga jenis model pengeringan lapisan tipis, yakni model Newton, model Henderson and Pabis, dan model Page. Untuk memudahkan proses pengujian, ketiga model ini ditransformasi kedalam bentuk linear, kemudian rangkaian langkah-langkah berikut dilakukan: 1. Menginput data waktu pengeringan dan nilai kedalam program Excel. 2. Membuat gambar yang menghubungkan antara Ln dan t untuk model Newton dan model Henderson and Pabis, serta Ln (-Ln ) dan Ln t untuk model Page. 19

20 3. Menambahkan trendline pada Excel yang akan memberikan bentuk persamaan linear, termasuk nilai konstanta, dan nilai R 2 untuk masingmasing model. 4. Memilih model nilai R 2 tertinggi sebagai model terbaik yang akan merepresentasikan perilaku pengeringan lapisan tipis cabai utuh dan cabai belah, varietas Tombak. 20

21 Cabai Merah varietas Wibawa Sortasi Penyiapan sampel sekitar 400 g Sampel dibagi dua, satu bagian dibelah Pencucian dan Perendaman dalam air pada Temperatur 60 o C selama 10 menit Penirisan (5-10menit) Pengeringan dengan alat pengering dengan suhu 47 o C pada kecepatan udara 1.0 m/s, 1.5 m/s dan 2.0 m/s Pengukuran suhu dan RH lingkungan setiap 60 menit Pengukuran berat bahan setiap 60 menit Penyimpanan bahan dalam desikator setelah pengukuran selama 8 jam setiap hari Pengeringan dilanjutkan hingga berat sampel konstan Setelah berat bahan konstan, bahan dimasukkan ke oven selama 72 jam pada suhu 115 o C untuk mendapat berat akhir atau berat padatan/kering bahan Gambar 1. Bagan alir proses pengeringan cabai merah dengan pengeringan mekanis 21

22 Kadar air basis kering (%) Kadar air basis kering (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan cabai merah besar dengan suhu pengeringan sekitar 47 o C dan kecepatan udara masuk dengan menggunakan variasi suhu kecepatan udara (1.0 m/s, 1.5 m/s dan 2.0 m/s untuk pengeringan lapisan tipis) dan berat sampel 80 g untuk masing-masing rak pada sampel cabai utuh dan 60 g masing-masing rak untuk sampel belah, maka diperoleh pola penurunan kadar air (basis basah dan basis kering) seperti disajikan pada Gambar 2 (a dan b) dan 3 (a dan b). Cabai Utuh Cabai Belah 1400% 1400% 1200% 1200% 1000% 1000% 800% 600% v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s 800% 600% v=1.0 m/s v=1.5 m/s 400% 400% v=2.0 m/s 200% 200% 0% 0% Lama Pengeringan (jam) Lama Pengeringan (jam) (a) (b) Gambar 2. Pola penurunan -bk selama proses pengeringan (a) untuk cabai utuh dan (b) untuk cabai belah pada tiga level kecepatan udara pengeringan. 22

23 Kadar air basis basah (%) Kadar air basis basah (%) Cabai Utuh Cabai Belah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s 20% 20% 10% 10% 0% 0% Lama Pengeringan (Jam) Lama Pengeringan (jam) (a) (b) Gambar 3. Pola penurunan -bb selama proses pengeringan (a) untuk cabai utuh dan (b) untuk cabai belah pada tiga level kecepatan udara pengeringan. Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan udara pengeringan, maka semakin cepat laju pengeringan baik pada cabai utuh maupun cabai belah. Hal lainnya yang ditunjukkan oleh gambar di atas adalah cabai utuh membutuhkan waktu pengeringan yang jauh lebih lama (mencapai sekitar 90 jam) untuk mencapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungannya dibandingkan dengan cabai belah yang kadar kesetimbangannya dicapai dalam waktu kurang dari separuh waktu pengeringan cabai utuh. Hal ini dapat terjadi karena cabai belah tidak lagi memiliki komponen bagian dalam sebagaimana cabai utuh sehingga massa bahannya lebih kecil. 23

24 Moisture Ratio () Mioisture Ratio () 4.2. Pola Penurunan Moisture Ratio Pola Moisture Ratio () yang dihitung dengan menggunakan persamaan yang disajikan pada Bab II dan III disajikan pada Gambar 4. Cabai Utuh Cabai Belah v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s Lama Pengeringan (Jam) Lama Pengeringan (Jam) (a) (b) Gambar 4. Pola selama proses pengeringan untuk (a) cabai utuh dan (b) belah pada tiga level kecepatan udara pengeringan. Dari gambar di atas nampak pola penurunan sejalan dengan pola penurunan -bk. Hal ini terjadi karena dihitung dari perubahan -bk. Pola ini selanjutnya digunakan untuk menentukan model pengeringan lapisan tipis terbaik untuk cabai utuh dan belah Model Pengeringan Tiga jenis model yang cocok dengan perilaku yang terdapat pada Gambar 3 di atas. Ketiga model dimaksud adalah model Newton, model Henderson and Pabis, dan model Page. Untuk mendapatkan model terbaik, maka bentuk linear dari ketiga model ini diuji dengan menggunakan data 24

25 pengeringan pada tiga level kecepatan udara untuk masing-masing jenis cabai (cabai utuh dan belah). Bentuk linear ketiga model tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4. Bentuk linear dari ketiga model yang diuji. Model Bentuk Eksponensial Bentuk Linear Newton Henderson & Pabis Page Sumber: Meisami, Ln() = - k.t Ln () = Ln (a) (k.t) Ln (- Ln ) = Ln (k) + (n) Ln (t) Untuk model Newton dan Henderson dan Pabis, nilai Ln diplot bersama dengan nilai lama pengeringan t. Sedangkan untuk model Page, yang diplotkan ke dalam gambar adalah nilai Ln(-Ln ) dan t. Dari plot ini, program Excel digunakan untuk menentukan garis linearnya dengan menambahkan trendline. Hasil trendline disajikan pada Lampiran 7. Hasil pengujian trendline diperoleh nilai konstanta yang ada pada masing-masing model yang diuji, berikut nilai R 2 -nya. Ringkasan hasil pengujian ini disajikan pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Hasil analisa model persamaan cabai utuh Model Kecepatan Udara k a n R 2 Newton v=1.0 m/s Ln () = -k.t v=1.5 m/s v=2.0 m/s Henderson & Pabis Ln () = Ln (a) (k.t) Page Ln (-ln ) = Ln (k) + (n) Ln (t) Sumber: Data primer setelah diolah, v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s

26 Tabel 6. Hasil analisa model persamaan cabai belah Model Kecepatan Udara k a n R 2 Newton v=1.0 m/s Ln () = -k.t v=1.5 m/s v=2.0 m/s Henderson & Pabis Ln () = Ln (a) (k.t) Page Ln (-ln ) = Ln (k) + (n) Ln (t) Sumber: Data primer setelah diolah, v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s v=1.0 m/s v=1.5 m/s v=2.0 m/s Dari tabel-tabel di atas, nampak bahwa model Page secara konsisten memberikan R 2 yang lebih tinggi dari kedua model lainnya. Oleh karena itu, penelitian menyimpulkan bahwa model Page adalah model terbaik untuk merepresentasi perilaku pengeringan lapisan tipis cabai utuh dan belah. Konstanta pengeringan (k dan n) untuk cabai utuh dan cabai belah diringkaskan sebagai berikut: Tabel 7. Konstanta pengeringan cabai utuh dan belah dengan model Page. Utuh : Perlakuan k n R 2 Belah v = 1.0m/s v = 1.5m/s v = 2.0m/s v = 1.0m/s v = 1.5m/s v = 2.0m/s Sumber : Data primer setelah diolah, Hubungan antara Model Page dengan Data Pengamatan Nilai konstanta k dan n dari Tabel 7 dimasukkan ke model Page, kemudian prediksi nilai dihitung untuk masing-masing kecepatan udara pengeringan dan jenis cabai (cabai utuh dan cabai belah). Hasil perhitungan ini kemudian digrafikkan bersama nilai hasil observasi. Grafik ini dapat 26

27 dilihat pada Gambar 5, 6 dan 7 untuk cabai utuh dan Gambar 8, 9 dan 10 untuk cabai belah. Keenam gambar ini jelas memperlihatkan kecilnya selisih antara nilai prediksi model Page dan hasil observasi. Hal ini sejalan dengan dengan nilai R 2 yang cukup tinggi, yaitu mendekati satu Data Pengamatan Model Page Gambar Waktu (jam) Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 1.0 m/s Data Pengamatan Model Page Waktu (jam) Gambar 6. Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 1.5 m/s 27

28 Data Pengamatan Model Page Waktu (jam) Gambar 7. Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 2.0 m/s Data Pengamatan Model Page Waktu (jam) Gambar 8. Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 1.0 m/s 28

29 Data Pengamatan Model Page Waktu (jam) Gambar 9. Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 1.5 m/s Data Pengamatan Model Page Waktu (Jam) Gambar 10. Hubungan model Page dengan data pengamatan untuk cabai utuh pada kecepatan udara 2.0 m/s 29

30 BAB V. KESIMPULAN Dari penelitian mengenai model pengeringan lapisan tipis pada cabai merah besar dapat disimpulkan bahwa ketiga model yang diuji (Newton, Henderson dan Pabis, dan Page) mempresentasekan perilaku pengeringan lapisan tipis cabai merah besar varietas tombak. Namun, model Page adalah model yang paling sesuai dari ketiga model tersebut. 30

31 DAFTAR PUSTA Anonim a Rancang Bangun Sistem Pengering Cabai Merah secara Elektrik. nes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/import/1849.pdf.(maret 2011). Anonim b Pasca Panen Cabai. (Maret 2011). Anonim c Pedisnya Cabai Manisnya Laba. pascapanen/pedasnya-cabai-manisnya-laba/at_download/article_pdf (Maret 2011) Anonim d Kandungan Gizi Cabai Merah Besar. &url=http%3a%2f%2fpphp.deptan.go.id (Maret 2011) Anonim e Pengeringan, Pendinginan dan Pengendalian Mutu. pertanian/pengendalian-mutu/pengeringanpendinginan-dan-pengemasan-komoditas-pertanian.pdf. (Maret 2011) Bambang Prayudi Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah. Brooker, D. B., F. W. Bakker-arkema, and C. W. Hall Drying Cereal Grains. Avi Publishing Company Inc. West Port, Connecticut. Departemen Pertanian Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta Hall, C. W Drying Farm Corps. Lyall Book depot Ludhiana. New Delhi. Heldman, D. R. and R. P. Singh Food Procces Engineering. The AVI Pulb. Co., Inc, Westport, Connecticut, USA. Hederson, S. M. and R. L. Perry Agricultural Process Engineering. 3rd ed. The AVI Publ. Co., Inc, Wesport, Connecticut, USA. Prayudi, B Budidaya dan Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum annum L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah. 31

32 Meisami, E Determination of suitable thin layer drying curve model for apple slices. Departement of Agricultural Machinery, Faculty of Boi- Systems Engineering, College of Agricultural and Natural Resource, University of Tehran, Karaj, Iran. Muchtadi Tien R Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pangan. Depdikbud PAU IPB, Bogor. Ozdemir Murat M.Sc Mathematical Analysis of Color Changes and Chemucal Parameters of Rosted Hazelnut, jurnal of engineering science and technology vol.3 no 1 (2008) Rahman dan Yuyun Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Kanisius:Yogyakarta. Sodha, Mahendra S., Narendra K. Bansal, Ashuni Kumar, Pradeep K. Bansal, and M.A.S. Malik, Solar Crop Driying. Volume I.CRC Press, inc. Boca Raton, Florida. Taib, G., Gumbira Said, dan S. Wiraatmadja Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. 32

33 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil pengukuran perubahan berat cabai merah besar pada sampel cabai utuh dan cabai yang dibelah pada kecepatan udara 1.0 m/s. t Udara Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel

34 t Udara Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel

35 t Lampiran 2 Udara Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sumber : Data primer sebelum diolah, 2011 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel 2 Hasil pengukuran perubahan berat cabai merah besar pada sampel cabai utuh dan cabai yang dibelah pada kecepatan udara 1.5 m/s. t Suhu Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Themometer Alat Bola Kering ( o C) ( o Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel 2 C)

36 t Suhu Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel

37 t Suhu Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sumber : Data primer sebelum diolah, 2011 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel 2 37

38 Lampiran 3 Hasil pengukuran perubahan berat cabai merah besar pada sampel cabai utuh dan cabai yang dibelah pada kecepatan udara 2.0 m/s. t Suhu Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel

39 t Lampiran 4 Suhu Pengeringan Cabai Utuh (g) Cabai Belah (g) Suhu Alat ( o C) Themometer Bola Kering ( o C) Sumber : Data primer sebelum diolah, 2011 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 1 Sampel 2 Nilai kadar air basis basah (BB), kadar air basis kering (BK) dan pada kecepatan udara 1.0 m/s. a. Sampel utuh t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%)

40 t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%)

41 t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah,

42 b. Sampel Belah t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah,

43 Lampiran 5 Nilai kadar air basis basah (BB), kadar air basis kering (BK) dan pada kecepatan udara 1.5 m/s. a. Sampel Utuh t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%)

44 t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah, 2011 b. Sampel Belah t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%)

45 t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah, 2011 Lampiran 6 Nilai kadar air basis basah (BB), kadar air basis kering (BK) dan pada kecepatan udara 2.0 m/s. a. Sampel Utuh t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%)

46 t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah,

47 b. Sampel Belah t Sampel 1 (bb) (%) Sampel 2 (bb) (%) Rata-rata bb (%) Sampel 1 (bk) (%) Sampel 2 (bk) (%) Rata-rata bk (%) Sumber : Data primer setelah diolah,

48 Ln (-Ln ) Ln Ln Lampiran 7 Gambar persamaan linear a. Gambar persamaan linear pada cabai utuh - Kecepatan udara 1.0 m/s Newton-Linear Henderson & Pabis-Linear - (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) (5.000) (6.000) (7.000) (8.000) y = x R² = t Ln Linear (Ln ) (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) (5.000) (6.000) (7.000) (8.000) y= x R² = t Ln Linear (Ln ) Page -Linear Ln t Ln (-Ln ) Linear (Ln (-Ln )) y=1.3701x R² = Sumber : Data Primer setelah diolah,

49 Ln (-Ln ) Ln Ln - Kecepatan Udara 1.5 m/s Newton-Linear Henderson & Pabis-Linear - (1.00) (2.00) (3.00) Ln Linear (Ln ) (1.00) (2.00) y = -0.08x R² = Ln Linear (Ln ) (4.00) (3.00) (5.00) (6.00) (4.00) (5.00) (6.00) (7.00) (8.00) t y = x R² = (7.00) (8.00) t Page-Linear (1.00) (2.00) Ln (-Ln ) Linear (Ln (-Ln )) (3.00) (4.00) y = x R² = (5.00) Ln t Sumber : Data Primer setelah diolah,

50 Ln (-Ln ) Ln Ln - Kecepatan Udara 2.0 m/s Newton-Linear Henderson-Linear (0.50) (1.00) (1.50) Ln Linear (Ln ) (0.50) (1.00) y = x R² = Ln Linear (Ln ) (2.00) (1.50) (2.50) (2.00) (3.00) (3.50) y = x R² = (2.50) (3.00) (4.00) t (3.50) (4.00) t Page-Linear (1.00) (2.00) (3.00) (4.00) Ln (-Ln ) y = x R² = (5.00) Ln t Sumber : Data Primer setelah diolah,

51 Ln (-Ln ) Ln Ln b. Gambar persamaan linear pada cabai belah - Kecepatan udara 1.0 m/s Newton-Linear Hederson & Pabis-Linear - (1.000) (2.000) Ln Linear (Ln ) (1.000) y = x R² = Ln (3.000) (4.000) (2.000) (3.000) (4.000) (5.000) (5.000) (6.000) (7.000) y = x R² = (6.000) (7.000) (8.000) t (8.000) t 2.50 Page-Linear (0.50) (1.00) (1.50) Ln (-Ln ) y = x R² = (2.00) (2.50) Ln t Sumber : Data Primer setelah diolah,

52 Ln (-Ln ) Ln Ln - Kecepatan udara 1.5 m/s Newton-Linear Henderson & Pabis-Linear (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) Ln Linear (Ln ) (1.000) (2.000) (3.000) y = x R² = Ln Linear (Ln ) (5.000) (6.000) y = x R² = (4.000) (5.000) (7.000) (8.000) t (6.000) (7.000) (8.000) t Page - Linear Ln (-Ln ) y = x R² = Ln t Linear (Ln (-Ln )) Sumber : Data Primer setelah diolah,

53 Ln (-Ln ) Ln Ln - Kecepatan udara 2.0 m/s Newton-Linear Henderson-Linear - (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) Ln Linear (Ln ) (1.000) (2.000) (3.000) (4.000) y = x R² = Ln Linear (Ln ) (5.000) (5.000) (6.000) (7.000) (8.000) y = x R² = t (6.000) (7.000) (8.000) (9.000) t Page-Linear (0.50) (1.00) (1.50) (2.00) y = x R² = Ln t Ln (-Ln ) Linear (Ln (-Ln )) Sumber : Data Primer setelah diolah,

54 Lampiran 8 Hasil regresi linear a. Hasil Regresi linear pada pengeringan 1.0 m/s - Cabai Utuh t Page Newton Henderson Model k a n R 2 Newton Henderson & Pabis Page

55 t Page Newton Henderson

56 t Page Newton Henderson Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah t Page Newton Henderson Model k a n R 2 Newton Henderson & Pabis Page

57 t Page Newton Henderson Sumber : Data Primer setelah diolah, b. Hasil Regresi linear pada pengeringan 1.5 m/s - Cabai Utuh t Page Newton Henderson Model k a n R 2 Newton Henderson & Pabis Page

58 t Page Newton Henderson

59 t Page Newton Henderson Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah t Page Sumber : Data Primer setelah diolah, c. Hasil Regresi linear pada pengeringan 2.0 m/s -. Cabai Utuh Newton Henderson Model k a n R 2 Newton Henderson & Pabis Page t Page Newton Henderson Model k a n R 2 Newton Henderson & Pabis Page

60 t Page Newton Henderson

61 t Page Newton Henderson Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah t Page Newton Henderson Model k a n R Newton Henderson & Pabis Page Sumber : Data Primer setelah diolah,

62 Model Model Lampiran 9 Gambar hubungan observasi dengan Model persamaan pada pengeringan. a. Kecepatan udara 1.0 m/s - Cabai Utuh Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam) Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam) Sumber : Data Primer setelah diolah,

63 Model Model b. Kecepatan udara 1.5 m/s - Cabai Utuh Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam) Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam) Sumber : Data Primer setelah diolah,

64 Model Model c. Kecepatan udara 2.0 m/s - Cabai Utuh Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam) Sumber : Data Primer setelah diolah, Cabai Belah Page Observed Newton Henderson Waktu (Jam Sumber : Data Primer setelah diolah,

65 Lampiran 10 Foto kegiatan selama penelitian Cabai Sebelum dikeringkan Pengamatan Pada Cabai Utuh Pengamatan Pada Cabai Belah Alat Pengering tray dryer model EH-TD- 300 Eunha Fluid Science Oven 65

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) ) ISHAK (G4 9 274) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK Perbedaan pola penurunan kadar air pada pengeringan lapis tipis cengkeh

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) Dwi Santoso 1, Djunaedi Muhidong 2, dan Mursalim 2 1 Program Studi Agroteknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) merupakan tanaman obat-obatan yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Tanaman ini berasal dari Indonesia, khususnya

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buahnya dapat digolongkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP Muhardityah 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA Jurusan Teknik Elektro, Fakultas. Teknik, Universitas Negeri Semarang Email:ulfaharief@yahoo.com,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran

Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR Ahmad MH Winata (L2C605113) dan Rachmat Prasetiyo (L2C605167) Jurusan Teknik Kimia, Fak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Asep Nurhikmat & Yuniar Khasanah UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia -

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * ISBN 978-62-97387--4 PROSIDING Seminar Nasional Perteta 21 PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * Hanim Z. Amanah 1), Ana Andriani 2), Sri Rahayoe 1) 1) Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N

KONSEP DASAR PENGE G RIN I GA G N KONSEP DASAR PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan konsep dasar pengeringan dan proses Sub Pokok Bahasan Konsep dasar pengeringan Proses

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS CENGKEH (Syzigium aromaticum)

MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS CENGKEH (Syzigium aromaticum) MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS CENGKEH (Syzigium aromaticum) OLEH ISHAK G411 09 274 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIANN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Lebih terperinci

Perubahan Sifat Fisik Talas (Colocoasia esculenta L. Schoot) Selama Pengeringan Lapis Tipis

Perubahan Sifat Fisik Talas (Colocoasia esculenta L. Schoot) Selama Pengeringan Lapis Tipis Perubahan Sifat Fisik Talas (Colocoasia esculenta L. Schoot) Selama Pengeringan Lapis Tipis OLEH : AMIRUDDIN G 621 07 040 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : TEKNIK PENGERINGAN NOMOR KODE / SKS : TEP 421/ 2 + 1 DESKRIPSI SINGKAT : Pendahuluan (definisi, keuntungan dan kelemahan teknik, alasan dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari penggunaannya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR AIR PADA BERBAGAI METODE PENGHANCURAN BENIH JARAK PAGAR. Abstract Ratri Kusumastuti, SP PBT Pertama BBPPTP Surabaya

PENETAPAN KADAR AIR PADA BERBAGAI METODE PENGHANCURAN BENIH JARAK PAGAR. Abstract Ratri Kusumastuti, SP PBT Pertama BBPPTP Surabaya PENETAPAN KADAR AIR PADA BERBAGAI METODE PENGHANCURAN BENIH JARAK PAGAR Abstract Ratri Kusumastuti, SP PBT Pertama BBPPTP Surabaya Kajian Penetapan Kadar Air Pada Berbagai Metode Penghancuran Benih Jarak

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta. PANEN BAWANG PUTIH Tujuan : Setelah berlatih peserta terampil dalam menentukan umur panen untuk benih bawang putih serta ciri-ciri tanaman bawang putih siap untuk dipanen 1. Siapkan tanaman bawang putih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak digunakan pada industri pangan dan proses pembudidayaannya yang relatif mudah. Hampir sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT C.Sri.Budiyati dan Kristinah Haryani Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2012 hingga September 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG

KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG Evanila Silvia dan Yuwana Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu evanila_silvia@yahoo.com

Lebih terperinci

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEKERASAN DAN WAKTU PEMECAHAN DAGING BUAH KAKAO (THEOBROMA CACAO L) 1) MUH. IKHSAN (G 411 9 272) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan OLLY SANNY HUTABARAT 3) ABSTRAK Permasalahan kakao Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November 2012 di Laboratorium

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November 2012 di Laboratorium 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September - November 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015

Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.3, No. 1, Maret 2015 PENGERINGAN BIJI KEMIRI PADA ALAT PENGERING TIPE BATCH MODEL TUNGKU BERBASIS BAHAN BAKAR CANGKANG KEMIRI Drying of Pecan Seed using Batch Type dryer with Pecan Sheel Fuel Oleh: Murad 1, Sukmawaty 1, Rahmat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga ( Mangifera indica L. ) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus

Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus PEMANFAATAN UAP PANAS PADA AIR CONDITIONER (AC) UNTUK PENGERINGAN IKAN ASIN Kamariah Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Musamus E-mail: kamariah@fkip.unmus.ac.id Martha Loupatty Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PENGERINGAN LAPISAN TIPIS KENTANG ( Solanum tuberosum. L) VARIETAS GRANOLA OLEH: AGUS M.HANI G

PENGERINGAN LAPISAN TIPIS KENTANG ( Solanum tuberosum. L) VARIETAS GRANOLA OLEH: AGUS M.HANI G PENGERINGAN LAPISAN TIPIS KENTANG ( Solanum tuberosum. L) VARIETAS GRANOLA OLEH: AGUS M.HANI G 621 07 027 Skripsi Hasil Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS dan PERUBAHAN WARNA SELAMA PROSES PENGERINGAN KACANG MERAH (Phaseoulus vulgaris L) VARIETAS HAWAIAN WONDER

MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS dan PERUBAHAN WARNA SELAMA PROSES PENGERINGAN KACANG MERAH (Phaseoulus vulgaris L) VARIETAS HAWAIAN WONDER MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS dan PERUBAHAN WARNA SELAMA PROSES PENGERINGAN KACANG MERAH (Phaseoulus vulgaris L) VARIETAS HAWAIAN WONDER Oleh : A. EVI ERFIANI G 621 08 001 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman pertanian yang strategis untuk dibudidayakan karena permintaan cabai yang sangat besar dan banyak konsumen yang mengkonsumsi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penanganan Awal Kacang Tanah Proses pengupasan kulit merupakan salah satu proses penting dalam dalam rangkaian proses penanganan kacang tanah dan dilakukan dengan maksud untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKATAN PINDAH PANAS. Jurusan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2

PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKATAN PINDAH PANAS. Jurusan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2 PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKAAN PINDAH PANAS Okka Adiyanto 1*, Bandul Suratmo 2, dan Devi Yuni Susanti 2 1, Jurusan eknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2 Jurusan eknik

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Jurnal Mekanikal, Vol. 7 No. 1: Januari 2016: 673-678 e-issn 2502-700X p-issn2086-3403 TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Syahrul, Wahyu Fitra, I Made Suartika,

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal Karakteristik Pengeringan Biji Kopi dengan Pengering Tipe Bak dengan Sumber Panas Tungku Sekam Kopi dan Kolektor Surya Characteristic Drying of Coffee Beans Using a Dryer with the Heat Source of Coffe

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PENGERING DENGAN PENGONTROL SUHU UNTUK PAKAN IKAN PADA CV. FAJAR ABADI

PEMANFAATAN ALAT PENGERING DENGAN PENGONTROL SUHU UNTUK PAKAN IKAN PADA CV. FAJAR ABADI PEMANFAATAN ALAT PENGERING DENGAN PENGONTROL SUHU UNTUK PAKAN IKAN PADA CV. FAJAR ABADI Sandra (Fak.Teknologi Pertanian, Univ. Andalas) 08121856240, sandra.malinsutan@yahoo.co.id) Mulyadi (Politeknik Engineering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang sangat peting, selain padi dan gandum. Jagung juga berfungsi sebagai sumber makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci