BAB II METODE ELEMEN HINGGA PADA STRUKTUR. 2.1 Jenis - Jenis Struktur pada Bangunan Teknik Sipil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II METODE ELEMEN HINGGA PADA STRUKTUR. 2.1 Jenis - Jenis Struktur pada Bangunan Teknik Sipil"

Transkripsi

1 BAB II METODE ELEMEN HINGGA PADA STRUKTUR 2.1 Jenis - Jenis Struktur pada Bangunan Teknik Sipil Struktur 1D (satu dimensi) adalah suatu idealisasi dari bentuk struktur yang sebenarnya dimana struktur dianggap merupakan gabungan dari elemen 1D (elemen rangka, balok, grid, dan portal) untuk kemudian dilakukan analisis perhitungan. Pada dasarnya perilaku semua tipe struktur 1D, 2D, atau 3D (rangka/balok/portal, pelat/cangkang atau solid) dapat dijabarkan dalam bentuk persamaan diferensial. Dalam praktiknya, penulisan persamaan diferensial untuk struktur 1D sering kali tidak perlu karena struktur tersebut dapat diperlakukan sebagai penggabungan elemen 1D. Solusi eksak untuk persamaan diferensial dapat dinyatakan dalam bentuk relasi antara gaya dan peralihan pada ujung-ujung elemen. Kombinasi yang tepat dari relasi ini dengan persamaan keseimbangan dan kompatibilitas pada simpul dan perletakan menghasilkan sebuah sistem persamaan aljabar yang menggambarkan perilaku struktur Truss (rangka) Definisi truss (rangka) adalah konstruksi yang tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja, umumnya dari baja, kayu, atau paduan ringan guna 15

2 mendukung atap atau jembatan, umumnya hanya memperhitungkan pengaruh aksial saja. Truss 2 dimensi : truss yang dapat menahan beban pada arah datar saja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal. Truss 3 dimensi : truss yang dapat menahan beban pada semua arah (sumbu x, y dan z) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal Balok Definisi balok yaitu konstruksi yang tersusun dari batang-batang saling menyilang dan menyatu pada bidang horizontal dimana gaya-gaya dominan yang bekerja adalah tegak lurus bidang tersebut sehingga menimbulkan momen lentur yang menghasilkan putaran sudut pada ujung-ujung batang, dan translasi tegak lurus pada bidang batang tersebut Grid Definisi grid yaitu balok-balok yang saling menyilang dan menyatu pada bidang horizontal dimana gaya-gaya dominan yang bekerja adalah tegak lurus bidang tersebut sehingga menimbulkan momen lentur, momen torsi, dan translasi tegak lurus pada bidang balok-balok tersebut, umumnya dapat menahan gaya normal terhadap bidang datarnya Frame (portal) Definisi frame (portal) adalah kerangka yang terdiri dari dua atau lebih bagian konstruksi yang disambungkan guna stabilitas, umumnya dapat menahan gaya momen, gaya geser dan aksial. 16

3 Frame 2 dimensi : frame yang dapat menahan beban pada arah datar saja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal dan beban batang. Frame 3 dimensi : frame yang dapat menahan beban pada semua arah saja (sumbu x, y dan z) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal dan beban batang. 2.2 Konsep Elemen Hingga Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai bentuk relatif teratur. Elemen ini akan mempunyai sifat-sifat tertentu yang tergantung kepada bentuk fisik dan materi penyusunnya. Bentuk fisik dan materi penyusun elemen tersebut akan menggambarkan totalitas dari elemen tersebut. Totalitas sifat elemen inilah yang disebut dengan kekakuan elemen. Jika diperinci maka sebuah struktur mempunyai Modulus Elastis (E), Modulus Geser (G), Luas Penampang (A), Panjang (L) dan Inersia (I). Inilah satu hal yang perlu dipahami didalam pemahaman elemen hingga nantinya, bahwa kekakuan adalah fungsi dari E,G,A,L,I. Sebagaimana telah didefinisikan para pendahulu-pendahulu, bahwa energi itu adalah kekal dan jika aksi (energi) dilakukan terhadap suatu materi, maka materi akan melakukan suatu reaksi sebesar aksi tersebut. Reaksi dari pada materi ini akan disebut dengan gaya dalam. GAYA DALAM yang ada dalam struktur didefinisikan yaitu: Gaya Normal, Gaya Lintang, dan Gaya Momen yang akan 17

4 mempengaruhi bentuk fisik materi tersebut. Perubahan bentuk fisik materi ini disebut dengan peralihan (displacement). Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk memperkirakan besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. Kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka elemen kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian kontinum menjadi elemen hingga disebut proses diskretisasi (pembagian). Dinamakan elemen hingga karena ukuran elemen kecil ini berhingga (bukannya kecil tak berhingga) dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih sederhana dibanding dengan kontinumnya. Dengan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya akan lebih sederhana. Misalnya suatu batang panjang yang bentuk fisiknya tidak lurus, dipotong-potong sependek mungkin sehingga terbentuk batang-batang pendek yang relatif lurus. Maka pada bentang yang panjang tadi disebut kontinum dan batang yang pendek disebut elemen hingga. Suatu bidang yang luas dengan dimensi yang tidak teratur, dipotong-potong berbentuk segi tiga atau bentuk segi empat yang beraturan. Bidang yang dengan dimensi tidak beraturan tadi disebut kontinum, bidang segitiga atau segi empat beraturan disebut elemen hingga. Dan banyak lagi persoalan yang identik dengan hal diatas. Maka dari sini dapat dikatakan bahwa elemen hingga merupakan elemen diskrit dari suatu kontinum yang mana perilaku strukturnya masih dapat mewakili perilaku struktur kontinumnya secara keseluruhan. 18

5 Pendekatan dengan elemen hingga merupakan suatu analisis pendekatan yang berdasarkan asumsi peralihan atau asumsi tegangan, bahkan dapat juga berdasarkan kombinasi dari kedua asumsi tadi dalam setiap elemennya. Elemen Hingga Kontinum Elemen Hingga Elemen Hingga Kontinum Kontinum Batang bengkok menjadi batang-batang pendek yang lurus Batang bengkok menjadi batang-batang pendek yang lurus Bidang tidak beraturan menjadi menjadi bidang-bidang bidang-bidang segitiga beraturan segitiga beraturan Elemen Hingga Kontinum Bidang tidak beraturan menjadi bidang-bidang segiempat beraturan Bidang tidak beraturan menjadi bidang-bidang segiempat beraturan Kontinum Parabolic Dome menjadi bidang-bidang Kontinum tiga dimensi parabolic dome segiempat kuadrilateral Gambar 2.1 Diskretisasi Suatu Koninum pada Metode Elemen Hingga Karena pendekatan berdasarkan fungsi peralihan merupakan teknik yang sering sekali dipakai, maka langkah-langkah berikut ini dapat digunakan sebagai pedoman bila menggunakan pendekatan berdasarkan asumsi tersebut : 1. Bagilah kontinum menjadi sejumlah elemen (Sub-region) yang berhingga dengan geometri yang sederhana (segitiga, segiempat, dan lain sebagainya). 19

6 2. Titik-titik pada elemen yang diperlakukan sebagai titik nodal, dimana syarat keseimbangan dan kompatibilitas dipenuhi. 3. Asumsikan fungsi peralihan pada setiap elemen sedemikian rupa sehingga peralihan pada setiap titik sembarangan dipengaruhi oleh nilai-nilai titik nodalnya. 4. Pada setiap elemen khusus yang dipilih tadi harus dipenuhi persyaratan hubungan regangan peralihan dan hubungan rengangan-tegangannya. 5. Tentukan kekakuan dan beban titik nodal ekivalen untuk setiap elemen dengan menggunakan prinsip usaha atau energi. 6. Turunkan persamaan keseimbangan ini untuk mencari peralihan titik nodal. 7. Selesaikan persamaan keseimbangan ini untuk mencari peralihan titik nodal. 8. Hitung tegangan pada titik tertentu pada elemen tadi. 9. Tentukan reaksi perletakan pada titik nodal yang tertahan bila diperlukan. 2.3 Tegangan dan Regangan dalam Kontinum Elastis Dalam pembahasan ini diasumsikan bahwa kontinum yang dianalisis terdiri atas material elastis dengan regangan kecil. Hubungan antara regangan dan tegangannya dapat digambarkan dalam suatu sistem koordinat ortogonal yang mengikuti kaidah tangan kanan misalnya dalam sebuah koordinat cartesius. Gambar 2.2 memperlihatkan sebuah elemen yang amat kecil dalam sumbu koordinat Cartesius yang panjang sisi-sisinya dinyatakan dengan dx, dy, dan dz. Tegangan normal dan tegangan geser digambarkan dengan anak panah pada 20

7 permuakaan elemen tadi. Tegangan normal diberi notasi x, y, dan z, sedangkan tegangan geser diberi notasi τ xy, τ yz, dan seterusnya. Dari persamaan keseimbangan elemen tadi didapatkan hubungan sebagai berikut: z,w z τ zy τ zx τ yz τ xz dz τ xy x y τ yx y,v dx dy x,u Gambar 2.2 Tegangan pada sebuah elemen yang sangat kecil τ xy τ yx τ yz τ zy τ zx τ xz... (2-1) Tegangan regangan yang dilukiskan dalam gambar akan menimbulkan regangan normal dan regangan geser. Regangan normal ε x, ε y, dan ε z didefinisikan sebagai: ε x ε y ε z.. (2-2) 21

8 dimana u, v, dan w merupakan translasi dalam arah x, y, dan z. Regangan geser, γ xy, γ yz dan lain-lain dinyatakan dalam rumus berikut ini: γ xy + γ yx ; γ yz + γ zy ; γ zx + γ xz. (2-3) Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa hanya ada tiga regangan geser yang bebas. Untuk mempermudah, keenam tegangan bebas beserta keenam regangannya akan dituliskan dalam bentuk matriks kolom (atau vektor) seperti berikut: σ ε (2-4) Hubungan tegangan regangan untuk material isotropik diturunkan dari teori elastisitas seperti berikut ini: ε x ε x (2-5) ε x dimana : G 22

9 Dalam persamaan ini E modulus elastisitas (modulus Young), G modulus geser, dan v rasio Poisson. Dalam bentuk matriks, hubungan yang terdapat pada persamaan dapat dituliskan sebagai: ε C σ... (2-6) dimana C (2-7) Matriks C merupakan operator yang menghubungkan vektor regangan ε dengan vektor tegangan σ. Dan dengan meng-invers persamaan (2-6) didapatkan hubungan tegangan regangan seperti berikut ini: dimana σ E ε.. (2-8) E C -1 (2-9) Matriks E adalah operator yang menghubungkan vektor tegangan σ dengan vektor regangan ε. 23

10 2.4 Finite Element Method Berdasarkan Prinsip Usaha Virtual Dalam pembahasan ini, persamaan-persamaan metode elemen hingga akan diturunkan dengan menggunakan prinsip usaha virtual. Sebuah elemen hingga tiga dimensi yang terletak pada salib sumbu cartesius dengan koordinat x, y, dan z. Peralihan umum (general displacement) yang terjadi pada sembarang titik dalam elemen dinyatakan dengan vektor kolom u: u.... (2-10) dimana u, v, dan w berturut-turut merupakan translasi dalam arah x, y, dan z. Gaya tubuh (body forces) yang bekerja pada elemen, gaya-gaya ini akan dimasukkan ke dalam vektor b, seperti berikut: b... (2-11) Notasi b x, b y, dan b z mewakili komponen-komponen gaya (persatuan voume, luas atau panjang) yang bekerja pada sembarang titik sesuai dengan arah x, y, dan z. Peralihan titik nodal (nodal displacement) q yang diperhitungkan hanyalah berupa translasi dalam arah x, y, dan z. Bila n en jumlah titik nodal elemen, maka: q {q i } (i 1,2,...,n en )... (2-12) 24

11 dimana: q i... (2-13) Gaya titik nodal (nodal actions) p diambil dalam arah x, y, dan z: p {p i } (i 1,2,...,n en )... (2-14) dimana: pi (2-15) Hubungan antara peralihan umum dan peralihan titik nodal dinyatakan oleh fungsi bentuk peralihan (displacement shape function) sebagai berikut: u f q... (2-16) Dalam persamaan ini notasi f adalah matriks segiempat yang menunjukkan bahwa u sepenuhnya tergantung pada q. Hubungan regangan-peralihan diperoleh dengan menurunkan matriks peralihan umum. Proses ini ditunjukkan dalam pembentukan matriks d yang disebut operator diferensial linier dan dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian matriks: ε d u... (2-17) Dalam persamaan ini operator d menyatakan hubungan antara vektor regangan ε dengan vektor peralihan umum (vektor u). Dengan substitusi persamaan (2-16) ke dalam (2-17) diperoleh: 25

12 ε B q. (2-18) dimana: B d f... (2-19) Matriks B menunjukkan regangan yang terjadi pada sembarang titik dalam elemen akibat satu satuan peralihan titik nodal. Dari persamaan (2-8) telah diperoleh hubungan tegangan regangan dalam bentuk matriks sebagai berikut: σ E ε... (2-20) dimana E adalah matriks yang menghubungkan tegangan σ dan regangan ε. Dengan mensubstitusikan persamaan (2-18) ke dalam (2-20) diperoleh: σ E B q. (2-21) dimana perkalian E B menunjukkan tegangan pada sembarang titik bila terjadi satu satuan peralihan titik nodal. Prinsip usaha virtual: Bila ada suatu struktur dalam keadaan seimbang, dikerjakan suatu peralihan virtual yang kecil dalam batas-batas deformasi yang masih dapat diterima, maka usaha virtual dari beban luar tadi sama denan energi regangan virtual dari tegangan dalamnya. Bila prinsip di atas kita terapkan pada elemen hingga, akan diperoleh: (2-22) δu e δw e... 26

13 dimana δu adalah energi regangan virtual dari tegangan dalam dan δw merupakan usaha virtual beban luar yang bekerja pada elemen. Untuk memperoleh kedua nilai tersebut, diasumsikan adanya peralihan virtual kecil yang dinyatakan dalam vektor δq. Jadi, δq { δq } i (i 1,2,...,n en ) (2-23) Kemudian peralihan umum virtual akan menjadi: δu f δq... (2-24) Dengan menggunakan hubungan regangan peralihan dalam persamaan (2-18), kita dapatkan: δε B δq.... (2-25) Energi regangan virtual dalam δu dapat dituliskan sebagai berikut: δu e.... (2-26) Usaha virtual luar dari gaya titik nodal dan gaya tubuh menjadi: δw e... (2-27) Dengan substitusi persamaan (2-26) dan (2-27) ke dalam persamaan (2-22) akan dihasilkan:... (2-28) Kemudian substitusi persamaan (2-20) untuk mengganti σ, dan dengan menggunakan transpose dari persamaan (2-24) dan (2-25) akan diperoleh: 27

14 ... (2-29) Selanjutnya, substitusi persamaan (2-18) untuk nilai serta bagilah ruas kiri dan kanan dengan sehingga persamaan (2-29) akan menjadi : Persamaan (2-30) dapat dituliskan kembali menjadi:..... (2-30) 31) dimana K q p + p b.... (2- K... (2-32) dan p b... (2-33) Matriks K dalam persamaan (2-32) adalah matriks kekakuan elemen, yaitu gaya yang terjadi pada titik nodal akibat adanya satu satuan peralihan titik nodal. Sedangkan vektor p b pada persamaan (2-33) menunjukkan gaya nodal ekuivalen akibat bekerjanya gaya tubuh dalam vektor b. Tegangan dan regangan yang diturunkan di atas hanya bergantung pada peralihan titik nodal. Bila terjadi regangan awal 0, maka regangan total dapat dituliskan sebagai berikut: 28

15 0 + C... (2-34) dimana C adalah matriks hubungan regangan tegangan. Dari persamaan (2-9) telah kita dapatkan: C (2-35) Dengan menyelesaikan vektor tegangan pada persamaan (2-34) akan diperoleh: E( 0 ).. (2-36) Bila per samaan ini digunakan untuk mengganti dalam persamaan (2-28), maka akhirnya rumus tersebut akan menghasilkan: 37) K q p + p b + p (2- dimana p (2-38) Kita dapat menganggap vektor p 0 merupakan beban titik nodal ekuivalen akibat regangan awal, sama halnya dengan yang ditimbulkan oleh perubahan temperatur. 2.5 Fungsi Bentuk Dan Peralihan Umum Dalam Bentuk Operasi Matriks 29

16 Asumsikan bahwa fungsi peralihan dinyatakan sebagai perkalian antara matriks geometri q dengan vektor dari konstanta sembarang c sebagai berikut: u g c. (2-39) Kemudian dicari operator g untuk setiap titik nodal sehingga: q h c. (2-40) Di mana, h { g }(i 1,2,...,n ).. i en (2-41) dan g 1 menunjukkan matriks g yang dihitung pada titik nodal ke i. Dengan mengasumsikan bahwa matriks h adalah matriks bujur sangkar dan nonsingular, carilah konstanta c dalam persamaan (2-40): c h -1 q... (2-42) Substitusikan persamaan (2-42) ke da lam (2-39) untuk memperoleh: u g h - 1 q... (2-43) f g h (2-44) Sebagai contoh, untuk elemen aksial 1 dimensi asumsikan bahwa peralihan u di sembarang titik pada elemen merupakan fungsi linier dari x, seperti berikut ini: u c 1 + c 2 x (fungsi peralihan). (2-45) 30

17 u 1 2 q1 q2 q 1 x q L 2 L (a) x 1 f1 (b) f2 1 (c) Gambar 2.3 Elemen aksial dalam bentuk matriks: u [1 x].. (2-46) dari persamaan (2-39) diperoleh: g [1 x]... (2-47) fungsi peralihan ini dapat dinyatakan dalam fungsi bentuk peralihan dengan mencari kedua konstanta nya, yaitu c 1 dan c 2. Pada x 0, didapat c 1 q 1 ; untuk x L akan diperoleh q 2 c 1 + c 2 L Jadi c 2 (q2 q 1 )/L. Bila konstanta ini disubstitusikan ke dalam persamaan (2-23) akan diperoleh: 31

18 u q 1 + x... (2-48) Persamaan ini bukan lagi merupakan fungsi konstanta, melainkan fungsi dari peralihan titik nodal. Bila persamaan (2-26) digabungkan dengan (2-16) maka akan dapat dituliskan kembali menjadi: u f q.... (2-49) dimana fungsi bentuk yang didapat dalam bentuk matriks sebagai berikut: f [ f 1 f 2 ] Kedua fungsi bentuk peralihan ini diperlihatkan dalam Gambar 2.3 (b) dan (c). Fungsi bentuk peralihan (shape function) bisa juga diperoleh dengan menghitung matriks g pada titik nodal 1 dan 2 [lihat persamaan (2-40)]:..... (2-50) sehingga diperoleh: h.. (2-51) invers dari matriks h adalah: h (2-52) 32

19 kemudian dari persamaan (2-44) diperoleh: f g h -1, yang sama dengan persamaan (2-49). Hubungan regangan peralihan untuk elemen aksial hanya terdiri dari satu turunan saja sesuai persamaan (2-2) dalam sub-bab 2.3: ε ε x d u B q maka: B [-1 1] Dengan cara yang sama, didapat hubungan tegangan regangan [persamaan (2-20) dan (2-21)] sebagai berikut: σ σ x E ε E ε x EB q Jadi: E E dan E B [-1 1] (2-53) Dengan mengasumsikan luas penampang A besarnya konstan, maka kekakuan elemen dapat dihitung dari persamaan (2-32) seperti berikut ini: K [-1 1] K... (2-54) 2.6 Grid Element Grid adalah sebuah struktur 1D yang terbentuk dari rangkaian balok-balok yang terhubung secara kaku pada nodal, dimana seluruh balok dan nodal tersebut 33

20 berada pada bidang (X-Y) yang sama. Penggambaran ini identik dengan penggambaran portal bidang. Perbedaan antara struktur grid dan portal terletak pada arah beban yang bekerja pada struktur dan respons struktur terhadap beban tersebut. Pada portal bidang seluruh beban bekerja pada bidang portal dan seluruh peralihan juga terjadi pada bidang tersebut. Balok-balok portal mengalami lentur dan deformasi aksial pada arah bidang. Pada struktur grid seluruh beban bekerja pada arah tegak lurus bidang, demikian juga dengan peralihan yang terjadi. Balok-balok grid mengalami lentur keluar bidang dan juga puntir. Sistem koordinat global yang akan dipakai untuk menempatkan struktur grid adalah pada bidang X-Y. Beban vertikal akan bekerja pada arah Z dan momen nodal bekerja pada bidang grid seperti tampak pada Gambar 2.4. Pada Gambar 2.5 memperlihatkan sistem koordinat lokal elemen yang digunakan. Z Y f zi M yi M xi X Gambar 2.4 Arah Positif Gaya Nodal Struktur dalam Sistem Global Pada elemen grid, terdapat efek lentur terhadap sumbu horizontal penampang seperti halnya balok, dan juga efek puntir terhadap sumbu batang, yang berarti dapat 34

21 menahan momen torsi. Karenanya, pada setiap nodal terdapat: peralihan vertikal wi, rotasi terhadap sumbu horizontal penampang (arah y) akibat momen lentur, dan rotasi terhadap sumbu elemen akibat torsi. Tiap nodal mempunyai 3 derajat kebebasan (wi, θ xi, θ yi ). z x y Gambar 2.5 Sistem Koordinat Lokal Elemen Efek Lentur Efek lentur akan terjadi terhadap sumbu y elemen, dan efek puntir terjadi terhadap sumbu x elemen. Peralihan nodal dan gaya batang dianggap positif bila bekerja pada arah koordinat positif. Kita gunakan aturan tangan kanan unuk arah efek lentur dan torsi. Gambar 2.6 menunjukkan arah positif untuk gaya dan peralihan elemen. θ x1, θ y1, θ x2, dan θ y2 adalah rotasi, sedangkan w 1 dan w 2 adalah translasi pada arah z z M x1 f z1 y y f z2 M y1 M y2 M x2 x 35

22 Gambar 2.6 Gaya dan Peralihan Elemen Positif Gambar 2.7 melukiskan elemen lentur (flexural element) lurus yang melendut pada bidang utama x-z. Dalam gambar ditentukan adanya sebuah peralihan umum w, yaitu translasi dalam arah z. Jadi: u w Gaya tubuh yang ditinjau merupakan komponen tunggal b z (gaya per satuan panjang) yang bekerja dalam arah z. Maka: b b z Pada titik nodal 1 [lihat gambar 2.6 (a)]: q 1 : translasi dalam arah z dan rotasi kecil dalam arah y (mata panah tunggal) q 2 : rotasi kecil dalam arah y ( mata panah ganda) Hal yang sama juga berlaku untuk titik nodal 2 peralihan yang diberi nomor 3 dan 4 berturut-turut merupakan translasi dan rotasi yang kecil. Maka, vektor peralihan titik nodal akan menjadi: (2-54) q {q 1, q 2, q 3, q 4 } {w 1, θ y1, w 2, θ y2 }... dimana: 36

23 θ y1 θ y2 Turunan (putaran sudut) ini dapat dianggap sebagai suatu rotasi yang kecil walaupun sebenarnya mempengaruhi perubahan translasi pada titik nodal tersebut. Aksi titik nodal yang terjadi pada titik nodal 1 dan 2 adalah: p {p 1, p 2, p 3, p 4 } {p y1, M p y2, M x2 } x1, p y1 dan p y2 : gaya dalam arah y pada titik nodal 1 dan 2 M z1 dan M z2 : momen dalam arah y pada titik nodal 1 dan 2 Karena ada empat peralihan titik nodal, fungsi peralihan lengkap untuk elemen lentur ini dapat diasumsikan sebagai berikut: (2-55) w c 1 + c 2 x + c 3 x 2 + c 4 x

24 y z y z q2 q1 1 x w v L (a) q4 q3 2 x x 1 (b) 1 (c) 1 (d) 1 (e) Gambar 2.7 Elemen Lentur dan Fungsi Bentuk (Sumber : Weaver, William JR dan Paul R. Johnston, Elemen Hingga untuk Analisis Struktur, 1993) matriks translasi g menjadi: g [ 1 x x 2 3 ] x (2-56) Peralihan kedua (rotasi) pada setiap titik nodal memiliki hubungan diferensial dengan peralihan yang pertama (translasi). Matriks rotasi (turunan pertama g terhadap x)adalah: 38

25 [0 1 2x 3x 2 ].. (2-57) Bentuk matriks h dari kedua nodal 1 (x 0) dan nodal 2 (x L): h.. (2-58) invers dari matriks h adalah: h -1.. (2-59) Dari mengalikan kembali h -1 dengan g akan diperoleh matriks fungsi bentuk peralihan dalam matriks f sebagai berikut: f g h -1 [ f 1 f 2 f 3 f 4 ] f [ 1 x x 2 x 3 ] f [ 2x 3 3x 2 L + L 3 x 3 L 2x 2 L 2 + xl 3-2x 3 + 3x 2 L x 3 L x 2 L 2 ] (2-60) dimana fungsi bentuk yang didapat adalah: f 1 (translasi pada titik 1 terhadap sumbu-z elemen: w z1 ) 39

26 f 2 (rotasi pada titik 1 terhadap sumbu-y elemen: θ y1 ) f 3 (translasi pada titik 2 terhadap sumbu-z elemen: w z2 ) f 4 (rotasi pada titik 2 terhadap sumbu-y elemen: θ y2 ) Keempat fungsi bentuk ini dilukiskan dalam Gambar 2.6 (b), (c), (d), dan (e) yaitu perubahan w sepanjang elemen akibat dari satu satuan peralihan titik nodal dari keempat arah peralihan q 1, q 2, q 3, dan q 4. Hubungan regangan-peralihan dapat diturunkan untuk elemen lentur dengan mengasumsikan bahwa penampang yang rata akan tetap rata selama deformasi seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Translasi u dalam arah x pada setiap titik dalam penampang adalah: u - y... (2-61) dengan menggunakan hubungan ini, kita dapat memperoleh persamaan regangan lentur: ε x - y - y ø..... (2-62) dengan ø adalah kelengkungan. ø (2-63) 40

27 Dari persamaan (2-62) dapat kita lihat bahwa operator diferensial linier d yang menghubungkan ε x dengan w adalah: d - y... (2-64) z, w y,v y da σ x x,u x, u dx Gambar 2.8 Deformasi Lentur (Sumber : Weaver, William JR dan Paul R. Johnston, Elemen Hingga untuk Analisis Struktur, 1993) Kemudian persamaan (2-19) akan memberikan matriks regangan-peralihan B seperti di bawah ini: 2 2 B d f [ 12x - 6L 6xL - 4L -12x + 6L 6xL - 2L ] (2-65) Hubungan antara tegangan lentur σ dan regangan lentur ε dinyatakan dengan: x x σ E ε x x... (2-66) 41

28 Maka: E E dan E B E B.... (2-67) Kekakuan elemen dapat diperoleh dari persamaan (2-32) dan akan memberikan hasil seperti berikut ini: K K [ 12x - 6L 6xL - 4L 2-12x + 6L 6xL - 2L 2 ]da dx Melalui perkalian dan integrasi (dengan EI konstan) maka akan dihasilkan persamaan (2-68) Efek Torsi Gambar 2.9 melukiskan sebuah elemen torsi yang dapat berupa tongkat pada m esin atau batang pada struktur grid. Element ini juga memiliki peralihan umum tunggal θ x, yaitu rotasi kecil dalam arah x. Jadi, u [ θ xi ]. Akibat adanya peralihan elastis ini (rotasi kecil tadi) akan dihasilkan gaya tubuh b M x berupa momen (persatuan panjang) yang bekerja dalam arah sumbu x positif. Peralihan titik nodal terdiri dari rotasi aksial yang kecil pada titik nodal 1 dan 2. Maka: q.. (2-69) 42

29 q1 u 1 2 x L (a) q2 x 1 f1 (b) f2 1 (c) Gambar 2.9 Elemen Torsi dan Fungsi Bentuk (Sumber : Weaver, William JR dan Paul R. Johnston, Elemen Hingga untuk Analisis Struktur, 1993) Gaya titik nodal yang dihasilkan pada titik 1 dan 2 adalah: p Karena hanya ada dua peralihan titik nodal pada elemen torsi ini, maka dapat digunakan fungsi peralihan yang linier, yaitu: (2-70) θ x c 1 + c 2 x. Fungsi bentuk peralihan pada elemen torsi ini sama seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.9 (b) dan (c). 43

30 f g h -1 [ f 1 f 2 ]... (2-71) Kemudian turunkan hubungan regangan-peralihan untuk elemen torsi dengan penampang lingkaran seperti yang terlihat dalam Gambar Asumsikan jari-jari penampang tetap lurus selama terjadi deformasi torsi. Disini dapat disimpulkan bahwa regangan geser γ akan bervariasi linier terhadap panjang jari-jari r seperti berikut: γ r rψ. (2-72) dimana ψ adalah putaran (twist), yaitu besarnya perubahan dari putaran sudut. Jadi: ψ.. (2-73) z y τ d r x dx Gambar 2.10 Deformasi Torsi (Sumber : Weaver, William JR dan Paul R. Johnston, Elemen Hingga untuk Analisis Struktur, 1993) 44

31 K dx dimana: I x da menyatakan besarnya momen iners ia penam pang terhadap garis netral. K K... (2-68) 44

32 Dari persamaan dapat dibuktikan bahwa nilai maksimum regangan geser terjadi pada permukaan. γ max Rψ dimana R adalah jari-jari penampang (lihat gambar). Selanjutnya, pada persamaan jelas terlihat bahwa operator diferensial linier d yang menghubungkan γ dengan θ x adalah: d r.... (2-74) maka, matriks regangan-peralihan B akan menjadi: B d f [-1 1]... (2-75) yang mirip dengan matriks B pada elemen aksial, kecuali muncul nilai r. Pada elemen torsi, hubungan antara tegangan geser τ (Gambar 2.10) dengan regangan gesernya γ dinyatakan dengan: τ G γ... (2-76) dimana simbol G menunjukkan modulus geser material. Jadi: E G dan E B G B.. (2-77) Kekakuan torsi sekarang bisa diperoleh dengan menurunkan persamaan (2-32) sebagai berikut: K 45

33 K [-1 1] r dr dθ dx K Dengan GJ konstan. Momen inersia polar J didefinisikan sebagai: J Untuk penampang bukan lingkaran/sembarang, momen inersia polar J diturunkan dari rumus: + -2 G v, dimana: fungsi torsi Dengan bantuan penyelesaian memakai teori Prand l (Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga Prof.DR.Ing Johannes Tarigan, 2008), maka: J Khusus untuk tampang persegi maka Inersia Polar: 46

34 J α a b 3, dimana α dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Koefisien Torsi Tamp ang P ersegi a/b α ~ b a Gambar 2.11 Tampang Persegi Jika nilai a/b 2, maka J dapat pula dihitung dengan rumus: Dengan notasi matriks, persamaan-persamaan da lam eleme n yang mengalami lentur dan torsi pada grid element dapat ditulis sebagai persamaan keseimbangan elemen pada sistem koordinat lokal sebagai berikut: 47

35 K lokal Bila tidak ada beban nodal ekuivalen yang bekerja pada elemen grid, dan dengan mengembalikan kembali bentuk persamaan keseimbangan elemen pada persamaan (2-31), maka: p K q Transformasi pada sistem koordinat 48

36 Seperti hal nya elemen rangka dan portal, kita harus mentransformasikan matriks kekakuan elemen yang mengacu pada koordinat elemen ke dalam sistem koordinat global. Sumbu X dan Y (global) akan terletak pada bidang struktur dan karenanya berada pada bidang yang sama dengan sumbu x dan y (lokal) elemen. Sumbu z lokal dan global paralel satu sama lain. Pada Gambar 2.12, kita harus mentransformasi peralihan dengan memutar terhadap sumbu z. Bila α adalah sudut ant ara sumbu x ele men dan sumbu global, Sumbu (global) berimpit dengan sumbu z (lokal), maka translasi tegak lurus bidang - maupun x-y adalah W i w i. cos α 2 sin α cos α 1 sin α y α x Gambar 2.12 Transformasi koordinat lokal ke koordinat global Σ M x 0 M x2 Cos α + M y2 Sin α + 0 Σ M y 0 Sin α + M y2 Cos α

37 Σ F z wz2 { } Analog: { } Pada titik simpul 1 berlaku juga seperti simpul 2, maka untuk satu elemen berlaku : { } [ ] { } { }. (2-78) Untuk displacement vektor berlaku juga : Analog : [ ] (2-79) [ ] { } -1 { } [ ] -1 dari persamaan (2-78) dan (2-79) : [ 1 ] { } [ ]. (2-80) 50

38 { } [ ] [ ] 1.. (2-81) 1 T dimana : [ ] [ ] [ ] [ ]... (2-82) T 1 Keterangan : [ ] [ ] karena [ ] matriks Orthogonal. Matriks transformasi: [ ] T [ ] Matriks kekakuan elemen dalam sistem koordinat lokal adalah: 51

39 Jika: Sin α S Cos α C, maka: T [ ] [ ] 52

40 Dengan menyelesaikan persamaan diatas, diperoleh matriks kekakuan elemen dalam sistem koordinat global:... (2-83) Kompatibilitas, Keseimbangan, Penentuan Dari Matriks Kekakuan. Kondisi kompatibilitas mensyaratkan bahwa peralihan untuk semua titik pada suatu struktur yang terbebani harus kompatibel dengan seluruh peralihan pada struktur. Dengan demikian, pada saat struktur dibagi-bagi menjadi elemen-elemen, kondisi kompatibilitas memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut: Peralihan nodal yang merupakan pertemuan beberapa elemen haruslah kontinu dan pergerakannya selalu bersama. Peralihan nodal struktur harus konsisten dengan perilaku nodal yang telah ditetapkan. 53

41 Peralihan nodal pada tumpuan harus memenuhi kondisi batas dari peralihan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh, diketahui konstruksi seperti Gambar Tujuannya adalah untuk mencari matriks kekakuan dari konstruksi tersebut. MX2 b 3 1 MY2 a 2 4 c e FZ5 5 d X 6 Z Y Y Gambar 2.13 Penomoran untuk nodal dan batang Tabel 2.2 Penomoran untuk Nodal dan Batang Elemen Simpul 1 (awal) Simpul 2 (akhir) a 1 2 b 2 3 c

42 d 4 5 e 5 6,,, sesuai dengan persamaan di atas dengan π 2 dengan 0, untuk system Koordinat X Y berlaku :..... (2-84) Untuk menjamin kompatibilitas dari perubahan bentuk maka harus ditetapkan : (2 85) + + Untuk keseragaman maka perlu dibuat definisi arah positif dari gaya-gaya dalam.... (2-86) 55

43 Gambar 2.14 Freebody gaya-gaya dalam { } { } { } { } + { } + { } { } { }... (2 87) { } { } { } { } + { } + { } { } { } Dari persamaan f dan g didapat : { } { } + { } 56

44 { } { } + { } + { } + { } + { } + { } { } { } + { } { } { } + { }.. (2-88) { } { } + { } + { } + { } + { } + { } { } { } + { } Persamaan (j) diatas jika disusun dalam bentuk matriks menjadi: { } { }. (2-89) dimana : { } vektor dari gaya-gaya luar pada titik simpul { } vektor dari perpindahan (displacement) matriks kekakuan simetris 57

45 .. (2-90) Syarat keseimbangan Pada persamaan (k) banyaknya persamaan sesuai dengan banyaknya yang tidak diketahui. Untuk contoh Gambar 2.13, maka perpindahan (displacement) adalah: θ x1 θ y1 w z1 θ x3 θ y3 w z3 θ x4 θ y4 w z4 θ x6 θ y6 w z (2-91) { } ; { } ; { } ; { } { } ; { } { } ; { } ; { } ; { } dimana vektor gaya-gaya dalam yang timbul pada simpul 1, 3, 4, 6 akibat 58

46 pembebanan pada struktur (simpul 2) belum diketahui. Dari persamaan (m) terdapat 18 bilangan anu tidak diketahui diantaranya 6 displacement (perpindahan) dan 12 gaya/momen, lihat pada Gambar FZ3 MX3 M Y3 FZ6 MX1 MY1 F Z1 1 a wz2 w z2?x2 θ x2? y2 2 MX4 MY4 FZ4 4 b c e 3 wwz5?x5 θ x5? y5 5 MX6 d X 6 MY6 Z Y Gambar 2.15 Reaksi Tumpuan dan Displacement pada Grid Untuk Gambar 2.13, matriks keseluruhan 18 x 18 dapat dijadikan matriks 6 x 6. Dengan kondisi batas yang telah diketahui, maka baris ke 1 s/d 3, 7 s/d 9, 10 s/d 12, dan 16 s/d 18 dapat dicoreng. Dengan THEORI CHOLESKY (Bahan Kuliah Metode Elemen Hingga Prof.DR.Ing Johannes Tarigan, 2008) { 1 } { }. (2-92) persamaan dapat diselesaikan. 59

47 Setelah displacement pada nodal 2 dan 5 diketahui, maka dengan persamaan (i) dapat dihitung reaksi tumpuan dan dicek kembali apakah perhitungan sudah benar atau belum Beban Nodal Ekuivalen Beban-beban yang bekerja di antara nodal elemen (merata, temperatur) yang bekerja pada elemen harus ditransformasikan menjadi beban nodal sehingga sesuai dengan tipe peralihan nodal yang didefinisikan. Dalam metode Beban Nodal Ekuivalen (BNE), kita tetapkan kerja luar atau kerja eksternal yang dihasilkan oleh beban nodal ekuivalen sama besarnya dengan kerja yang dihasilkan oleh beban yang bekerja di antara nodal elemen. Beban titik nodal ekuivalen yang disebabkan oleh beban merata b z per satuan panjang seperti tampak pada Gambar 2.16 (a) dapat dihitung dari persamaan (2.4 14) dengan f mengacu pada persamaan (f) pada sub-bab seperti berikut ini: p b dx dx 60

48 z b z y q 2 q x L (a) q 4 q 3 x z b z x/l b z y q x q 4 L q 1 q 3 (b) x Gambar 2.16 Elemen Lentur Dengan Pembebanan Merata Dengan cara yang sama, dapat diturunkan beban titik nodal ekuivalen untuk pembebanan segitiga (Gambar 2.16 (b)) seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini: p b dx dx Selanjutnya untuk beban titik nodal ekuivalen yang disebabkan oleh berbagai kondisi pembebanan disusun pada Gambar

49 z b z x L b z a L b z L b z L b z a b L a Sumber : I. Katili, Metode Elemen Hingga untuk Skeletal, 2008 Gambar 2.17 Beban Nodal Ekuivalen (BNE) untuk Grid Bag.1 62

50 z P x L/2 L/2 P a L b M L/2 L/2 M a b P P L/3 L/3 L/3 Sumber : I. Katili, Metode Elemen Hingga untuk Skeletal, 2008 Gambar 2.18 Beban Nodal Ekuivalen (BNE) untuk Grid Bag.2 63

51 2.6.7 Persamaan untuk Gaya Dalam Dengan notasi matriks, gaya-gaya dalam pada grid element dapat ditulis sebagai persamaan keseimbangan elem en pada sistem koordinat lokal sebagai berikut: K e [ ] [ ] 64

52 z b z x L b z a L b z L b z L b z a b L a Sumber : I. Katili, Metode Elemen Hingga untuk Skeletal,

53 Gambar 2.19 Gaya Internal Ekuivalen (GIE) untuk Grid Bag.1 z P x L/2 L/2 P a L b M L/2 L/2 M a b P P L/3 L/3 L/3 Sumber : I. Katili, Metode Elemen Hingga untuk Skeletal, 2008 Gambar 2.20 Gaya Internal Ekuivalen (GIE) untuk Grid Bag.2 66

PEMAKAIAN ELEMEN GRID (BALOK SILANG) UNTUK MENENTUKAN LENDUTAN PADA BALOK (STUDI LITERATUR)

PEMAKAIAN ELEMEN GRID (BALOK SILANG) UNTUK MENENTUKAN LENDUTAN PADA BALOK (STUDI LITERATUR) PEMAKAIAN ELEMEN GRID (BALOK SILANG) UNTUK MENENTUKAN LENDUTAN PADA BALOK (STUDI LITERATUR) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjanateknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Elemen Hingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Dasar Metode Elemen Hingga Struktur dalam istilah teknik sipil adalah rangkaian elemen-elemen yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Elemen adalah susunan materi yang

Lebih terperinci

PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000

PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000 PROGRAM ANALISIS GRID PELAT LANTAI MENGGUNAKAN ELEMEN HINGGA DENGAN MATLAB VERSUS SAP2000 Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil (Studi Literatur)

Lebih terperinci

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: SURYADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin

Lebih terperinci

KONTRIBUSI BALOK ANAK TERHADAP KEKAKUAN STRUKTUR PADA BALOK DENGAN PEMODELAN GRID

KONTRIBUSI BALOK ANAK TERHADAP KEKAKUAN STRUKTUR PADA BALOK DENGAN PEMODELAN GRID KONTRIBUSI BALOK ANAK TERHADAP KEKAKUAN STRUKTUR PADA BALOK DENGAN PEMODELAN GRID Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling utama mendukung beban luar serta berat sendirinya oleh momen dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. yang paling utama mendukung beban luar serta berat sendirinya oleh momen dan gaya BAB I PENDAHUUAN I.1. ATAR BEAKANG Dua hal utama yang dialami oleh suatu balok adalah kondisi tekan dan tarik yang antara lain karena adanya pengaruh lentur ataupun gaya lateral.balok adalah anggota struktur

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR PORTAL RUANG TIGA LANTAI DENGAN METODE KEKAKUAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS HERY SANUKRI MUNTE

ANALISA STRUKTUR PORTAL RUANG TIGA LANTAI DENGAN METODE KEKAKUAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS HERY SANUKRI MUNTE ANALISA STRUKTUR PORTAL RUANG TIGA LANTAI DENGAN METODE KEKAKUAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR HERY SANUKRI MUNTE 06 0404 008 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM)

ANALISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM) ANAISA STRUKTUR METODE MATRIKS (ASMM) Endah Wahyuni, S.T., M.Sc., Ph.D Matrikulasi S Bidang Keahlian Struktur Jurusan Teknik Sipil ANAISA STRUKTUR METODE MATRIKS Analisa Struktur Metode Matriks (ASMM)

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran Bab 5 Puntiran 5.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai kekuatan dan kekakuan batang lurus yang dibebani puntiran (torsi). Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban aksial,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser 4.1 Tegangan dan Regangan Balok akibat Lentur Murni Pada bab berikut akan dibahas mengenai respons balok akibat pembebanan. Balok

Lebih terperinci

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method)

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method) Metode Kekakuan angsung (Direct Stiffness Method) matriks kekakuan U, P U, P { P } = [ K ] { U } U, P U 4, P 4 gaya perpindahan P K K K K 4 U P K K K K 4 U P = K K K K 4 U P 4 K 4 K 4 K 4 K 44 U 4 P =

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang I-1

I.1 Latar Belakang I-1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Berbagai jenis struktur, seperti terowongan, struktur atap stadion, struktur lepas pantai, maupun jembatan banyak dibentuk dengan menggunakan struktur shell silindris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Balok tinggi adalah elemen struktur yang dibebani sama seperti balok biasa dimana besarnya beban yang signifikan dipikul pada sebuah tumpuan dengan gaya tekan yang menggabungkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA II.1. Material baja Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR PELAT DUA ARAH TANPA BALOK (FLAT SLAB)

ANALISA STRUKTUR PELAT DUA ARAH TANPA BALOK (FLAT SLAB) ANALISA STRUKTUR PELAT DUA ARAH TANPA BALOK (FLAT SLAB) Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: JAKA PRAMANA KABAN

Lebih terperinci

DEFORMASI BALOK SEDERHANA

DEFORMASI BALOK SEDERHANA TKS 4008 Analisis Struktur I TM. IX : DEFORMASI BALOK SEDERHANA Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan Pada prinsipnya tegangan pada balok

Lebih terperinci

ANALISA P Collapse PADA GABLE FRAME DENGAN INERSIA YANG BERBEDA MENGGUNAKAN PLASTISITAS PENGEMBANGAN DARI FINITE ELEMENT METHOD

ANALISA P Collapse PADA GABLE FRAME DENGAN INERSIA YANG BERBEDA MENGGUNAKAN PLASTISITAS PENGEMBANGAN DARI FINITE ELEMENT METHOD ANALISA P Collapse PADA GABLE FRAME DENGAN INERSIA YANG BERBEDA MENGGUNAKAN PLASTISITAS PENGEMBANGAN DARI FINITE ELEMENT METHOD Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

2.1. Metode Matrix BAB 2 KONSEP DASAR METODE MATRIX KEKAKUAN Seperti telah diketahui, analisis struktur mencakup penentuan tanggap (respons) sistem struktur terhadap gaya maupun pengaruh luar yang bekerja

Lebih terperinci

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial

l l Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial Bab 2 Sifat Bahan, Batang yang Menerima Beban Axial 2.1. Umum Akibat beban luar, struktur akan memberikan respons yang dapat berupa reaksi perletakan tegangan dan regangan maupun terjadinya perubahan bentuk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur BAB I PENDAHUUAN 1.1. atar Belakang Masalah Dalam perencanaan struktur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur dibebani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan oleh kebutuhan ruang yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi suatu bangunan, aksi gaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerusakan Struktur Kerusakan struktur merupakan pengurangan kekuatan struktur dari kondisi mula-mula yang menyebabkan terjadinya tegangan yang tidak diinginkan, displacement,

Lebih terperinci

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai 6 BAB II.TINJAUAN PUSTAKA A. Jembatan Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER

STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER STUDI ANALISIS PEMODELAN BENDA UJI BALOK BETON UNTUK MENENTUKAN KUAT LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE KOMPUTER KOMARA SETIAWAN NRP. 0421042 Pembimbing : Anang Kristanto, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

PUNTIRAN. A. pengertian

PUNTIRAN. A. pengertian PUNTIRAN A. pengertian Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran)

Lebih terperinci

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi I.1 Pendahuluan Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Dalam mekanika teknik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Struktur baja dapat dibagi atas tiga kategori umum: (a) struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik dan tekan, kolom,

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

GETARAN BEBAS PADA BALOK KANTILEVER. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak. Kata kunci : derajad kebebasan, matrik massa, waktu getar alamai

GETARAN BEBAS PADA BALOK KANTILEVER. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak. Kata kunci : derajad kebebasan, matrik massa, waktu getar alamai GTARAN BBAS PADA BAOK KANTIVR Kusdiman Joko Priyanto Abstrak Pada dasarnya sistem pegas massa dengan satu derajat kebebasan (single degree of freedom) merupakan sebuah konsep dasar yang diperlukan dalam

Lebih terperinci

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD Modul ke: 02 Fakultas FTPD Program Studi Teknik Sipil STATIKA I Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT Reaksi Perletakan Struktur Statis

Lebih terperinci

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur

II. LENTURAN. Gambar 2.1. Pembebanan Lentur . LENTURAN Pembebanan lentur murni aitu pembebanan lentur, baik akibat gaa lintang maupun momen bengkok ang tidak terkombinasi dengan gaa normal maupun momen puntir, ditunjukkan pada Gambar.. Gambar.(a)

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Dalam mekanika bahan, pengertian tegangan tidak sama dengan vektor tegangan. Tegangan merupakan tensor derajat dua, sedangkan vektor, vektor apapun, merupakan tensor

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR. PENDAHULUAN Pada struktur pelat satu-arah beban disalurkan ke balok kemudian beban disalurkan ke kolom. Jika balok menyatu dengan ketebalan pelat itu sendiri, menghasilkan sistem

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1. Umum Dalam merencanakan suatu struktur, tegangan puntir ( torsi ) & warping merupakan salah satu tegangan yang berpengaruh. Meskipun pengaruhnya bersifat sekunder, namun tidak

Lebih terperinci

Tegangan Dalam Balok

Tegangan Dalam Balok Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : SKS Tegangan Dalam Balok Pertemuan 9, 0, TIU : Mahasiswa dapat menghitung tegangan yang timbul pada elemen balok akibat momen lentur, gaya normal, gaya

Lebih terperinci

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada

Bab 3 (3.1) Universitas Gadjah Mada Bab 3 Sifat Penampang Datar 3.1. Umum Didalam mekanika bahan, diperlukan operasi-operasi yang melihatkan sifatsifat geometrik penampang batang yang berupa permukaan datar. Sebagai contoh, untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2]

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Tipikal struktur mekanika (a) struktur batang (b) struktur bertingkat [2] BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Elemen Hingga Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain dan produk. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Torsi Erwin (2009) berpendapat bahwa torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Torsi. Pertemuan - 7 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 05 SKS : 3 SKS Torsi Pertemuan - 7 TIU : Mahasiswa dapat menghitung besar tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu penampang TIK : Mahasiswa dapat menghitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Teori 2.1.1. Hubungan tegangan dan regangan Hubungan teganan dan regangan pertama kali dikemukakan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. Dalam hokum hooke dijelaskan

Lebih terperinci

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE Nama : Rani Wulansari NRP : 0221041 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1 Tegangan Lentur pada balok II.1.1 Umum Pada kasus yang umum terjadi dapat dilihat ketika sebuah balok lurus yang menerima beban-beban lateral mengalami momen lentur dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL TUGAS AKHIR RIDWAN H PAKPAHAN 05 0404 130 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2009 1 ANALISIS PERENCANAAN

Lebih terperinci

Analisis Struktur II

Analisis Struktur II nalisis Struktur II Dr.Eng. chfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya onsep nalisis Struktur equilibrium contitutive law compatibility Lentur Geser ksial Torsi Gaya

Lebih terperinci

MEKANIKA REKAYASA III

MEKANIKA REKAYASA III MEKANIKA REKAYASA III Dosen : Vera A. Noorhidana, S.T., M.T. Pengenalan analisa struktur statis tak tertentu. Metode Clapeyron Metode Cross Metode Slope Deflection Rangka Batang statis tak tertentu PENGENALAN

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di daerah asalnya yaitu daerah

Lebih terperinci

BAB II METODE KEKAKUAN

BAB II METODE KEKAKUAN BAB II METODE KEKAKUAN.. Pendahuluan Dalam pertemuan ini anda akan mempelajari pengertian metode kekakuan, rumus umum dan derajat ketidak tentuan kinematis atau Degree Of Freedom (DOF). Dengan mengetahui

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR

PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR PRINSIP DASAR MEKANIKA STRUKTUR Oleh : Prof. Ir. Sofia W. Alisjahbana, M.Sc., Ph.D. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Torsi Pada Balok Sederhana Ditinjau sebuah elemen balok sederhana dengan penampang persegi menerima beban momen lentur konstan seperti ditunjukkan dalam gambar II.1(a). Diasumsikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL.1. Karakterisitik Bentuk dan Letak Core Wall Struktur core wall yang bisa dijumpai dalam aplikasi konstruksi bangunan tinggi dewasa ini ada bermacam-macam. Antara lain adalah

Lebih terperinci

Modul 4 PRINSIP DASAR

Modul 4 PRINSIP DASAR Modul 4 PRINSIP DASAR 4.1 Pendahuluan Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika, yang menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya yang bekerja. Insinyur

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS, Ph.D 2. Bambang Piscesa, ST, MT

Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS, Ph.D 2. Bambang Piscesa, ST, MT PENGEMBANGAN PERANGKAT UNAK MENGGUNAKAN METODE EEMEN HINGGA UNTUK PERANCANGAN TORSI DAN GESER TERKOMBINASI PADA BAOK BETON BERTUANG Oleh: DIAR FAJAR GOSANA 317 1 17 Dosen Pembimbing: 1. Tavio, ST, MS,

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

BAB III. Ditinjau dari 'hmur teori, konstruksi dan pemakaiannya balok grid sudah

BAB III. Ditinjau dari 'hmur teori, konstruksi dan pemakaiannya balok grid sudah BAB STRUKUR BALOK GRD 3.1 Umum Ditinjau dari 'hmur teori, konstruksi dan pemakaiannya balok grid sudah banyak digunakan pada gedung-gedung di ndonesia. Jadi struktur dengan menggunakan balok grid ini bukanlah

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN TORSI TERHADAP PERENCANAAN TULANGAN MEMANJANG DAN TULANGAN GESER PADA BALOK GRID BETON BERTULANG TAMPANG PERSEGI

PENGARUH TEGANGAN TORSI TERHADAP PERENCANAAN TULANGAN MEMANJANG DAN TULANGAN GESER PADA BALOK GRID BETON BERTULANG TAMPANG PERSEGI PENGARUH TEGANGAN TORSI TERHADAP PERENCANAAN TUANGAN MEMANJANG DAN TUANGAN GESER PADA BAOK GRID BETON BERTUANG TAMPANG PERSEGI Randy dan Johannes Tarigan Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss Golongan struktur 1. Balok (beam) adalah suatu batang struktur yang hanya menerima beban tegak saja, dapat dianalisa secara lengkap apabila diagram gaya geser dan diagram momennya telah diperoleh. 2. Kerangka

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin- KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin- Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya Macam-macam Tegangan dan ambangnya Tegangan Normal engetahuan dan pengertian tentang bahan dan perilakunya jika mendapat gaya atau beban sangat dibutuhkan di bidang teknik bangunan. Jika suatu batang prismatik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konstruksi Baja merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam pembangunan gedung dan struktur yang lainnya baik dalam skala kecil maupun besar. Hal ini

Lebih terperinci

LENDUTAN (Deflection)

LENDUTAN (Deflection) ENDUTAN (Deflection). Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat ditentukan dari sifat penampang dan beban-beban luar. Pada prinsipnya tegangan pada balok akibat beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISIS PENENTUAN TEGANGAN REGANGAN LENTUR BALOK BAJA AKIBAT BEBAN TERPUSAT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA AFRIYANTO NRP : 0221040 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I STRUKTUR STATIS TAK TENTU

BAB I STRUKTUR STATIS TAK TENTU I STRUKTUR STTIS TK TENTU. Kesetimbangan Statis (Static Equilibrium) Salah satu tujuan dari analisis struktur adalah mengetahui berbagai macam reaksi yang timbul pada tumpuan dan berbagai gaya dalam (internal

Lebih terperinci

.1. Kekuatan Bahan BAB ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN Suatu sistem struktur yang menanggung beban luar (external forces) akan menyebabkan timbulnya gaya dalam (internal forces) pada elemen-elemen penyusun

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

Struktur Beton. Ir. H. Armeyn, MT. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil dan Geodesi Institut Teknologi Padang

Struktur Beton. Ir. H. Armeyn, MT. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil dan Geodesi Institut Teknologi Padang Penerbit Universiras SematangISBN. 979. 9156-22-X Judul Struktur Beton Struktur Beton Ir. H. Armeyn, MT Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil dan Geodesi Institut Teknologi Padang

Lebih terperinci

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok

Besarnya defleksi ditunjukan oleh pergeseran jarak y. Besarnya defleksi y pada setiap nilai x sepanjang balok disebut persamaan kurva defleksi balok Hasil dan Pembahasan A. Defleksi pada Balok Metode Integrasi Ganda 1. Defleksi Balok Sumbu sebuah balok akan berdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya semula apabila berada di bawah pengaruh gaya terpakai.

Lebih terperinci

APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA PADA RANGKA RUANG (SPACE TRUSS) DENGAN MEMBANDINGKAN CARA PERHITUNGAN MANUAL DENGAN PROGRAM SAP2000

APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA PADA RANGKA RUANG (SPACE TRUSS) DENGAN MEMBANDINGKAN CARA PERHITUNGAN MANUAL DENGAN PROGRAM SAP2000 APLIKASI METODE ELEMEN HINGGA PADA RANGKA RUANG (SPACE TRUSS) DENGAN MEMBANDINGKAN CARA PERHITUNGAN MANUAL DENGAN PROGRAM SAP2000 Sanci Barus 1, Syahrizal 2 dan Martinus 3 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu I.1 Golongan Struktur Sebagian besar struktur dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga golongan berikut: balok, kerangka kaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas

BAB I PENDAHULUAN. yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pada saat ini, pesatnya perkembangan teknologi telah memunculkan berbagai jenis struktur pelat yang cukup rumit misalnya pada struktur jembatan, pesawat terbang, bangunan,

Lebih terperinci

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya BABH TINJAUAN PUSTAKA Pada balok ternyata hanya serat tepi atas dan bawah saja yang mengalami atau dibebani tegangan-tegangan yang besar, sedangkan serat di bagian dalam tegangannya semakin kecil. Agarmenjadi

Lebih terperinci

MAKALAH PRESENTASI DEFORMASI LENTUR BALOK. Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mekanika Bahan Yang Dibina Oleh Bapak Tri Kuncoro ST.MT

MAKALAH PRESENTASI DEFORMASI LENTUR BALOK. Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mekanika Bahan Yang Dibina Oleh Bapak Tri Kuncoro ST.MT MAKALAH PRESENTASI DEFORMASI LENTUR BALOK Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mekanika Bahan Yang Dibina Oleh Bapak Tri Kuncoro ST.MT Oleh : M. Rifqi Abdillah (150560609) PROGRAM STUDI SI TEKNIK SIPIL JURUSAN

Lebih terperinci

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Halaman 1 dari Pertemuan 8 Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA Gambar di bawah ini adalah DENAH ATAP dan TAMPAK TRUSS B yang simetri dari struktur atap konstruksi baja berbentuk kubah yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila II. KAJIAN PUSTAKA A. Balok dan Gaya Balok (beam) adalah suatu batang struktural yang didesain untuk menahan gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila beban yang dialami pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada konstruksi baja permasalahan stabilitas merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat pembebanan yang melebihi

Lebih terperinci

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI 2.1 UMUM Struktur balok yang ditumpu oleh dua tumpuan dapat menahan momen yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, ini berarti sebagian dari penempangnya

Lebih terperinci

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana teknik sipil Anton Wijaya 060404116 BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Modifikasi itu dapat dilakukan dengan mengubah suatu profil baja standard menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Modifikasi itu dapat dilakukan dengan mengubah suatu profil baja standard menjadi BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum Struktur suatu portal baja dengan bentang yang besar sangatlah tidak ekonomis bila menggunakan profil baja standard. Untuk itu diperlukannya suatu modifikasi pada profil baja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

SAMBUNGAN LAS 6.1 PERHITUNGAN KEKUATAN SAMBUNGAN LAS Sambungan Tumpu ( Butt Joint ).

SAMBUNGAN LAS 6.1 PERHITUNGAN KEKUATAN SAMBUNGAN LAS Sambungan Tumpu ( Butt Joint ). SAMBUNGAN LAS Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan sampai suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan pengisi. Dalam sambungan las ini, yang akan dibahas hanya

Lebih terperinci

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan Bab 7 Kolom 7.1. Stabilitas Kolom Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan bahwa agar struktur dan elemen-elemennya dapat berfungsi mendukung beban harus memenuhi persyaratan keku-atan, kekakuan dan stabilitas.

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi Bab 3 Metodologi 3.1 Pendahuluan Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi penanggulangan erosi, sebaiknya beberapa kondisi tube dan lapangan perlu dipertegas. Dalam metoda perhitungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Umum Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentudari semen, pasir, dan koral

Lebih terperinci

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi suatu area pada konstruksi seperti rumah, gedung bertingkat, dan jenis konstruksi lainnya. Umumnya,

Lebih terperinci

ANALISA TORSI, LENTUR, LENDUTAN DAN LINTANG PADA TAMPANG I

ANALISA TORSI, LENTUR, LENDUTAN DAN LINTANG PADA TAMPANG I ANAISA TORSI, ENTUR, ENDUTAN DAN INTANG ADA TAMANG I TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Teknik Sipil Disusun oleh DAOT H MAAU 6 SUB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci