Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil Penelitian dan Analisis Bab ini berisi penjelasan mengenai profil industri alas kaki di Cibaduyut, uraian mengenai hasil data penelitian yang diperoleh, serta analisis dan interpretasi hasil penelitian tersebut dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti. IV.1. Profil Industri Alas Kaki Cibaduyut Cibaduyut merupakan sebuah ruas jalan panjang yang berada di dekat terminal Leuwi Panjang yang terkenal sebagai sentra pembuatan dan penjualan sepatu. Demikian melekatnya Cibaduyut dengan sepatu, hingga di ujung utara jalan itu dibangun monumen sepatu raksasa. Di sepanjang jalan Cibaduyut banyak sekali terdapat toko yang memajang, menjual dan melayani pemesanan sepatu. Selain itu, industri alas kaki menjadi salah satu cluster yang akan dikembangkan karena Indonesia pernah menjadi salah satu eksportir sepatu ketiga di dunia, salah satunya produk sepatu Cibaduyut. Letak geografis Sentra Sepatu Cibaduyut terletak 5 Km dari Pusat Kota Bandung ke arah selatan, luas arealnya mencapai 14 Km² dengan wilayah meliputi Kota Bandung 5 (lima) Kelurahan dan Kabupaten Bandung 3 (tiga) Desa. Pertumbuhan dan perkembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Sepatu Cibaduyut meningkat hingga membentuk sebuah sentra. Pada awalnya dimulai pada tahun 1920 yang dirintis oleh beberapa orang warga setempat yang kesehariannya bekerja pada sebuah pabrik sepatu di Kota Bandung, maka dengan bekal keterampilan yang dimiliki serta kemauan dan tekad yang kuat, mereka memulai dengan membuka usaha walau kecil-kecilan di rumah dengan tenaga kerja putra-putrinya. Dengan semakin banyaknya pesanan maka mereka kemudian merekrut pekerja dari warga sekitar sehingga keterampilan menyebar secara turun temurun ke warga setempat yang akhirnya diikuti oleh warga sekitar untuk ikut membuka usaha tersebut. 79

2 Pada tahun 1940 sebelum Jepang menjajah masuk ke Indonesia, jumlah perajin sepatu di Cibaduyut sekitar 89 orang. Semakin lama kemampuan dan keterampilan para pengrajin sepatu di Cibaduyut semakin meningkat yang diikuti pula dengan peningkatan jumlah order atau pesanan dari luar Cibaduyut. Tahun 1950 jumlah perajin semakin bertambah dan meningkat menjadi pengusaha industri kecil sepatu di Sentra Cibaduyut, jumlah unit usaha saat itu mencapai 250 unit usaha. Di samping itu telah mulai tumbuh hubungan yang baik antar pengusaha/perajin yang kemudian membentuk sebuah organisasi Gabungan Pengusaha Sepatu Desa Bojongloa (GPSB). Gerakan organisasi dimulai adanya kebutuhan para pengusaha/perajin untuk kebutuhan pengadaan bahan baku kulit, dimana saat itu masih diimpor dari luar negeri. Atas hasil kesepakatan dari para anggotanya, maka GPSB berganti nama menjadi Koperasi Perkulitan dan Sepatu Indonesia (KOPSI) dengan jumlah anggota 120 Pengusaha/Perajin. Sejalan dengan perkembangannya, pada tahun 1989 para pengusaha/perajin yang pada umumnya belum memiliki pesawat telepon, mulai merasakan kebutuhan komunikasi dagang, sehingga tercipta kerjasama antar departemen, instansi, dan koperasi terkait dengan berdirinya Warung Telekomunikasi (Wartel) bertempat di UPT Barang Kulit Cibaduyut dan konon sebagai Wartel Pertama yang didirikan di Indonesia yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Bapak Susilo Sudarman. Sementara itu, para industri alas kaki Cibaduyut semakin berkembang dan meningkat, terutama dalam hal pemasaran untuk memenuhi pesanan dalam dan luar kota bahkan antar provinsi di Indonesia. Walaupun demikian, timbul kesulitan dalam hal pengiriman barang untuk memenuhi pesanan konsumen. Kesulitan tersebut antara lain mengenai tempat jasa pengiriman yang jauh dan belum adanya alat transportasi yang memadai untuk menuju tempat tersebut. Berdasarkan permasalahan itu, Kanwil Departemen Perindustrian Provinsi Jawa Barat pada tahun 1990 mengadakan kerjasama pembinaan dengan PT. POS INDONESIA. 80

3 Tujuannya adalah peningkatan mutu pelayanan dan mutu pengiriman (delivery) untuk memenuhi pendistribusian produk sepatu dari sentra Sepatu Cibaduyut ke seluruh wilayah di Indonesia. Pada dekade tahun 90 an wilayah kerja perajin semakin meluas sampai ke desa Sukamenak dan desa Cangkuang di Kabupaten Bandung. Pada tahun 1996 Dep. Perindustrian merger dengan Dep Perdagangan, sehingga berubah menjadi Dep.Perindustrian dan Perdagangan dan di Jawa Barat menjadi Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. IV.1.1. Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pada era reformasi terbentuk otonomi daerah pada tahun 2001, maka Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat beserta asetnya diserahkan kepada kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat termasuk di dalamnya Unit Pelayanan Teknis (UPT) Barang-Barang Kulit Cibaduyut (Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2002 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat). Peraturan Daerah Tahun 2002 Nomor 9 Seri D, berubah menjadi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2003 tentang Pembentukan Instalasi Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, maka Unit Pelayanan Teknis (UPT) Barangbarang Kulit Cibaduyut berubah namanya menjadi Instalasi Pengembangan Industri Kecil Menengah Persepatuan. Kewenangan dan tanggung jawabnya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaannya melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. Pelayanan yang disediakan instalasi ini untuk membantu para pelaku usaha alas kaki antara lain adalah: Pelayanan Teknis Mesin. Pelayanan Publik (Public Service). Pelayanan Informasi & Promosi. Kerjasama Warpostel. 81

4 Kerjasama Klinik Kesehatan Kerja. Kerjasama Forum Komunikasi Pengusaha Persepatuan Kerjasama Paguyuban Alas Kaki Unggulan Kerjasama R & D Dampak adanya perkembangan sentra industri kecil menengah persepatuan Cibaduyut telah menumbuhkan industri pendukung lainnya seperti tumbuhnya show room/outlet sepatu, pusat perdagangan sepatu, toko/penjual bahan baku/bahan pembantu dan counter atau penjual produk-produk lainnya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di berikut ini: Tabel IV.1 Perkembangan Pertumbuhan Industri Pendukung No Uraian Jumlah 1. Show Room/Outlet/Toko 158 Unit 2. Pusat Perdagangan 4 Unit 3. Toko Bahan Baku dan Penolong 39 Unit 4. Shoelast/Acuan kasar 14 Unit 5. Industri Alat/Spare part 3 Unit 6. Industri Kemasan/Packaging 15 Unit 7. Industri Sol Karet 5 Unit Sumber : UPT Cibaduyut, 2006 Potensi Sentra IKM Alas Kaki/Sepatu di Cibaduyut dalam 5 tahun terakhir memberi gambaran sebagai berikut: Tabel IV.2 Potensi Sentra IKM Alas Kaki/Sepatu di Cibaduyut No POTENSI T A H U N Unit Usaha Tenaga Kerja (Org) Investasi (Rp.1.000) Produksi (Psg/Thn) Sumber : UPT Cibaduyut,

5 Namun dalam perkembangannya hingga saat ini, industri alas kaki di Cibaduyut, sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 mengalami berbagai permasalahan yang menyebabkan industri ini sulit untuk berkembang. Berbagai permasalahan tersebut selanjutnya akan dijelaskan lebih dalam pada bagian hasil kuesioner. IV.1.2. Aprisindo Aprisindo merupakan salah satu asosiasi industri alas kaki atau sepatu di Indonesia. Aprisindo berdiri pada tanggal 7 Juli 1988, dalam rapat yang dilaksanakan oleh 23 perusahaan yang bergerak di bidang industri sepatu dari Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan menyepakati untuk membentuk suatu wadah organisasi bersama atau Asosiasi yang diberi nama : Asosiasi Persepatuan Indonesia atau disingkat Aprisindo dan pada tanggal 16 April 1997, sesuai keputusan tentang penyempurnaan AD/ART, organisasi ini diberi nama Asosiasi Persepatuan Indonesia atau disingkat Aprisindo, dengan terjemahannya dalam bahasa Inggris: Indonesian Footwear Assosiation. Maksud didirikannya Aprisindo adalah untuk meningkatan industri sepatu dan kerja sama antara Asosiasi dan anggota-anggotanya dalam peningkatan target atau sasaran ekspor sepatu Indonesia dengan membentuk 3 (tiga) kerangka operasional yaitu bidang teknologi dan sumber daya manusia, hukum dan legal serta marketing dan pengembangan usaha (Aprisindo, -). Menurut Loekito (2008) selaku ketua Aprisindo Jabar dalam wawancara langsung, Asosiasi Persepatuan Indonesia atau Aprisindo ini telah lama berdiri, namun untuk wilayah Jawa Barat Aprisindo baru terlaksana pada bulan Maret tahun Sebelumnya, para pelaku IKM alas kaki telah membentuk sebuah asosiasi namun hanya sebatas formatur tanpa adanya kepengurusan dan kegiatan hingga akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk Aprisindo Jawa Barat. Salah satu tujuan dibentuknya Aprisindo Jawa Barat adalah untuk menjadi pendorong semangat bangkitnya industri alas kaki terutama di Cibaduyut. Selain itu, Aprisindo Jawa Barat juga bertujuan menyatukan para pelaku IKM alas kaki untuk secara bersama-sama memperbaiki industri alas kaki Cibaduyut karena pada kenyataannya industri ini memiliki potensi yang sangat besar. 83

6 Saat ini industri alas kaki di Cibaduyut sedang dalam kondisi terpuruk yang disebabkan oleh berbagai macam permasalahan. Beberapa diantara permasalahan tersebut adalah masalah pihak pengelola dan pengrajin alas kaki dengan latar belakang pendidikan yang kurang memadai sehingga memiliki pola pikir dan wawasan yang sempit, tidak memiliki strategi berwirausaha, serta merasa paling hebat dengan keahlian yang dimilikinya sehingga muncul istilah SMS (Senang kalau melihat orang susah). Karakter pengelola dan pengrajin tersebut sering terjadi tidak hanya untuk industri alas kaki di Cibaduyut tetapi juga pada pabrikpabrik sepatu kelas menengah di kota Bandung. Selain masalah pengelola dan pengrajin, persaingan usaha juga turut menjadi kendala pada industri alas kaki di Cibaduyut, baik persaingan dari segi harga yang tidak diikuti dengan peningkatan kualitas maupun desain yang ditandai dengan terjadinya penjiplakan desain atau plagiat sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Masalah lain yang turut diungkapkan Loekito (2008) adalah sulitnya mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh para pelaku industri alas kaki dalam rangka memajukan industrinya sehingga banyak diantara pabrik-pabrik kelas menengah yang memiliki kapasitas di bawah 500 pasang alas kaki perhari gagal mempertahankan usahanya. Berbagai permasalahan tersebut yang akhirnya memotivasi para pelaku industri alas kaki untuk membentuk Aprisindo dengan harapan dapat membenahi kondisi industri alas kaki karena pada kenyataannya persaingan usaha yang terjadi pada industri tersebut tidak hanya terjadi diantara sesama pelaku industri alas kaki tetapi telah terjadi secara global dengan sangat luar biasa, sehingga para pelaku industri alas kaki secara bersama-bersama harus memperbaiki konsep-konsep dasar mengenai kewirausahaan agar mampu bertahan dalam persaingan global tersebut. 84

7 IV.2. Hasil Kuesioner Survey dengan menggunakan kuesioner diajukan kepada 30 pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dan dilakukan untuk mengetahui lebih jelas mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan, pelayanan yang dibutuhkan serta untuk mengukur jiwa kewirausahaan dan proses pengembangan produk yang diterapkan oleh para pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut tersebut. Data yang diperoleh dari hasil pengolahan kuesioner selanjutnya akan dijadikan dasar untuk mengembangkan model awal Pusat Inovasi didukung oleh hasil literatur yang telah dilakukan sebelumnya. Dari pengolahan kuesioner, diperoleh hasil sebagai berikut: IV.2.1. Identifikasi Masalah Variabel identifikasi masalah terdiri atas 10 item pernyataan, yaitu: Tabel IV.3 Pernyataan Variabel Identifikasi Masalah Pernyataan No A. Identifikasi masalah Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit 1 untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku imitasi 2 untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku asesoris 3 untuk memproduksi alas kaki 4 Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil memproduksi alas kaki 5 Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat 6 Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut Sering terjadi peniruan merk alas kaki luar negeri antara pelaku usaha di 7 Cibaduyut Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih 8 kurang Daerah Cibaduyut merupakan daerah yang tidak nyaman sebagai tempat wisata 9 belanja 10 Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet Selain kesepuluh pernyataan tersebut, para responden turut ditanyakan mengenai permasalahan lain yang dialami responden yang tidak tercantum pada daftar pernyataan di atas, sehingga permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan dapat diketahui dengan lebih jelas. 85

8 Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner (lihat Lampiran A halaman 187) diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: No. Ite m Tabel IV.4 Identifikasi Masalah A. Identifikasi masalah Pernyataan Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku imitasi untuk memproduksi alas kaki Pelaku usaha mengalami permasalahan dalam memperoleh bahan baku asesoris untuk memproduksi alas kaki Ya Tidak 0,83 0,17 0,5 0,5 0,47 0,53 4 Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil 0,63 0,37 5 Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat 0,9 0,1 6 Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut 0,87 0,13 7 Sering terjadi peniruan merk alas kaki luar negeri antara pelaku usaha di Cibaduyut 0,37 0,63 8 Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang 0,93 0,07 9 Daerah Cibaduyut merupakan daerah yang tidak nyaman sebagai tempat wisata belanja 0,33 0,67 10 Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet 0,93 0,07 Untuk permasalahan lain yang diungkapkan para responden adalah sebagai berikut: 1. Belum ada tempat penyimpanan sampah sementara 2. Permasalahan dalam mengatur sistem pembayaran dengan pihak pemesan 3. Kurangnya rasa kebersamaan antara sesama pelaku usaha 4. Mesin-mesin yang tersedia tidak modern 5. Banjir dan kurangnya keamanan Dari data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan skala prioritas antara lain adalah: 86

9 1. Sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet 2. Perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang 3. Persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat 4. Sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut 5. Permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki 6. Sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil Ke enam permasalahan utama di atas akan menjadi fokus utama dari penelitian ini, sedangkan permasalahan lainnya dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut. IV.2.2. Pelayanan yang Dibutuhkan Variabel pelayanan yang dibutuhkan terdiri atas11 item pernyataan, yaitu: No Table IV.5 Penyataan Pelayanan yang Dibutuhkan Pernyataan B.Pelayanan yang dibutuhkan pelaku usaha alas kaki dari Pusat Inovasi Pelaku usaha membutuhkan Pelatihan/Training/Mentoring mengenai kewirausahaan Pelaku usaha membutuhkan konsultasi usaha berupa: a. Perencanaan bisnis (Business planning ) b. Pembinaan manajemen perusahaan (Management development) c. Perencanaan Keuangan (Finance) d. Manajemen proyek (Project management) e. Akuntansi (Accounting) / Pembukuan f. Pemasaran dan inovasi (Marketing and innovation) g. Pengembangan Produk (New product development) h. Pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis i. Konsultasi Pajak Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah) 87

10 Selain beberapa pernyataan tersebut, para responden turut ditanyakan mengenai kebutuhan lain yang tidak tercantum pada daftar pernyataan di atas, sehingga kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan oleh para pelaku usaha dapat diketahui dengan lebih jelas. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner (lihat Lampiran A halaman 188) diperoleh data sebagai berikut: Tabel IV.6 Pelayanan yang Dibutuhkan No. Item B. Pelayanan yan dibutuhkan Pernyataan Ya Tidak Pelaku usaha membutuhkan Pelatihan/Training/Mentoring mengenai 0,87 0,13 kewirausahaan Pelaku usaha membutuhkan konsultasi usaha berupa: a. Perencanaan bisnis ( Business Planning ) 0,87 0,13 b. Pembinaan manajemen perusahaan (Management Development) 0,83 0,17 c. Perencanaan Keuangan (Finance) 0,93 0,07 d. Manajemen proyek (Project management) 0,87 0,13 e. Akuntansi (Accounting) / Pembukuan 0,9 0,1 f. Pemasaran dan Inovasi (Marketing and Innovation) 0,9 0,1 g. Pengembangan Produk (New Product Development) ,03 h. Pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis 0,9 0,1 i. Konsultasi Pajak 0,93 0,07 Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah) 1 0 Untuk kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha di luar pernyataan kuesioner adalah sebagai berikut: 1. Promosi 2. Bantuan pinjaman modal dari pemerintah 3. Pelatihan untuk operator 88

11 Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa semua pernyataan yang terdapat pada kuesioner dibutuhkan oleh para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut, namun ditemukan beberapa kebutuhan lain sebagai mana yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan demikian, kebutuhan utama industri alas kaki di Cibaduyut yang harus dipenuhi berdasarkan skala prioritas antara lain adalah: 1. Pelaku usaha membutuhkan Penyediaan jaringan usaha/ Network Access (terutama ke Pemerintah) 2. Pelatihan/Training/Mentoring mengenai kewirausahaan 3. Membutuhkan konsultasi usaha berupa: a. Pengembangan Produk (New product development) b. Perencanaan Keuangan (Finance) c. Konsultasi Pajak d. Pembinaan Keahlian dan Kemampuan Bisnis e. Akuntansi (Accounting) / Pembukuan f. Pemasaran dan Inovasi (Marketing and innovation) g. Perencanaan Bisnis (Business planning ) h. Manajemen Proyek (Project management) i. Pembinaan Manajemen Perusahaan (Management development) Kebutuhan-kebutuhan utama tersebut akan menjadi fokus utama dari penelitian ini, sedangkan kebutuhan lainnya dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut. IV.2.3. Karakteristik Kewirausahaan Untuk mengukur jiwa kewirausahaan para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut, penelitian ini menggunakan pendapat dari Zimmerer dan Scarborough (2005) yang digabung dengan pendapat dari Frey dan Korman (2004). 89

12 Sebagai mana yang telah dijelaskan pada Bab II, menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) karakteristik kewirausahaan terdiri atas beberapa karakter yaitu bertanggung jawab, berani mengambil resiko, percaya diri, segera mengevaluasi diri, semangat, orientasi masa depan, keterampilan pada pengaturan, nilai prestasi atas uang, komitmen tinggi, toleransi pada ketidakpastian dan fleksibilitas. Sedangkan menurut Frey dan Korman (2004), karakteristik seorang wirausaha adalah ketabahan dan kemauan untuk terus maju, kemampuan melihat kesempatan, bersedia menghadapi penderitaan, hubungan dan penuh pertimbangan. Variabel karakteristik kewirausahaan terdiri atas 40 item pernyataan dihitung secara total (Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran A halaman 189). Dari hasil pengolahan kuesioner diperoleh data secara keseluruhan sebagai berikut: Tabel IV. 7 Kategori Variabel Karakteristik Kewirausahaan Skor maksimal 6000 Skor minimal 1200 Selisih 4800 Panjang interval 960 Interval Skor (Sangat tidak baik) Skor ( Tidak baik) Skor Total 3910 Skor ( Cukup) Skor ( Baik) Skor (Sangat baik) Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa karakteristik kewirausahaan pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut tergolong dalam dalam kategori cukup. 90

13 Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan skor total 3910 yang berdasarkan interval tergolong ke dalam kategori cukup. Para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dinilai telah cukup memiliki beberapa karakteristik kewirausahaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bertanggung jawab, berani mengambil resiko, percaya diri, segera mengevaluasi diri, semangat, orientasi masa depan, keterampilan pada pengaturan, nilai prestasi atas uang, komitmen tinggi, toleransi pada ketidakpastian dan fleksibilitas (Zimmerer dan Scarborough, 2005) dan ketabahan dan kemauan untuk terus maju, kemampuan melihat kesempatan, bersedia menghadapi penderitaan, hubungan dan penuh pertimbangan (Frey dan Korman, 2004). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah memiliki jiwa kewirausahaan dalam kategori cukup baik dalam mengelola usahanya. Berdasarkan pendapat Loekito (2008) selaku ketua Aprisindo Jabar dalam wawancara langsung, saat ini industri alas kaki di Cibaduyut sedang menghadapi berbagai macam permasalahan. Beberapa diantara permasalahan tersebut adalah masalah pihak pengelola dan pengrajin alas kaki dengan latar belakang pendidikan yang kurang memadai sehingga memiliki pola pikir dan wawasan yang sempit, tidak memiliki strategi berwirausaha, serta merasa paling hebat dengan keahlian yang dimilikinya sehingga muncul istilah SMS (Senang kalau melihat orang susah). Hal ini tentunya bertentangan dengan hasil kuesioner yang menyatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah cukup memiliki karakteristik kewirausahaan, sehingga peneliti menganggap bahwa kategori cukup untuk variabel karakteristik kewirausahaan tersebut berlaku dalam level cukup ke bawah. Dengan demikian, masih diperlukan usaha untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan para pelaku usaha industri di Cibaduyut ke level yang lebih tinggi. 91

14 IV.2.4. Proses Pengembangan Produk Berdasarkan hasil literatur, menurut Wikipedia (2006) ada beberapa tahap umum dalam proses pengembangan produk yaitu Idea Generation, Idea Screening, Concept Development and Testing, Business Analysis, Beta Testing and Market Testing, dan Technical Implementation. Penelitian ini menggunakan dasar teori tersebut untuk mengukur proses pengembagan produk yang telah dilakukan oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut. Variabel proses pengembangan produk terdiri atas 25 item pernyataan yang menyangkut variabel proses pengembangan produk yang dihitung secara total (Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran A halaman 191). Hasil pengolahan kuesioner diperoleh data sebagai berikut : Tabel IV.8 Kategori Variabel Proses Pengembangan Produk Skor maksimal 3750 Skor minimal 750 Selisih 3000 Panjang interval 600 Interval Skor (Sangat tidak baik) Skor ( Tidak baik) Skor Total 2816 Skor ( Cukup) Skor ( Baik) Skor (Sangat baik) Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa proses pengembangan produk yang dilakukan oleh para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut termasuk ke dalam kategori cukup baik. Hal ini dapat ditunjukkan dari perhitungan skor total 2816 yang berdasarkan interval tergolong cukup baik. Para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut dinilai telah cukup baik dalam melakukan tahapan kegiatan pengembangan produknya yang terdiri atas Idea Generation, Idea Screening, Concept Development and Testing, Business Analysis, Beta Testing and Market Testing, dan Technical Implementation (Wikipedia, 2006). 92

15 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut telah cukup baik dalam melakukan proses pengembangan produknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wawan (2006), pola perkembangan gaya desain industri alas kaki di Cibaduyut antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, selalu mengikuti ("meniru") perkembangan gaya desain yang sedang tren baik lokal maupun internasional. Namun dalam proses tersebut tidak diikuti oleh kualitas produk yang memadai sehingga produk Cibaduyut dianggap produk murahan dengan kualitas rendah. Dengan image market seperti itu, bagi konsumen yang memiliki gengsi dan menganggap benda sebagai gaya hidup, Cibaduyut tidak menjadi pilihan untuk belanja alas kaki. Pendapat tersebut bertentang dengan hasil kuesioner, sehingga seperti halnya variabel karakteristik kewirausahaan, peneliti menganggap bahwa kategori cukup untuk variabel proses pengembangan produk tersebut berlaku dalam level cukup ke bawah. Dengan demikian, proses pengembangan produk yang dilakukan pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut masih harus diperbaiki dan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi. IV.3. Model dan Kerangka Kerja Pusat Inovasi Model pusat inovasi dikembangkan berdasarkan adaptasi dan dimodifikasi dari praktek pusat inovasi di dunia yaitu The Canadian Innovation Centre dan The Barnsley Business and Innovation Centre. Berikut merupakan model awal pusat inovasi beserta elemen-elemennya: Gambar IV.1 Model Awal Pusat Inovasi Modificated from : CIC (2006) and BBIC (2003). 93

16 Berdasarkan gambar di atas, pusat inovasi terdiri dari beberapa elemen yaitu visi dan misi, program kegiatan, tim manajemen, bentuk usaha, fasilitas, pelayanan dan sponsorship. Elemen-elemen tersebut selanjutnya akan dijadikan acuan pertanyaan untuk membentuk model pusat inovasi yang sesuai dengan kondisi industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan pendapat informan sekaligus memverifikasi model tersebut. Kerangka kerja pusat inovasi dikembangkan berdasarkan Caputo, A.C., et all, (2002) yang disesuaikan dengan hasil kuesioner. Kerangka kerja tersebut terdiri dari elemen-elemen penting dari sebuah pusat inovasi yang selanjutnya akan dijadikan acuan penyusunan pertanyaan sekaligus diverifikasi melalui in-depth interview dengan para informan expert. Informasi yang diperoleh dari para informan tersebut akan digunakan untuk memferivikasi kerangka kerangka kerja dan model pusat inovasi yang telah dikembangkan sebelumnya sehingga pada akhirnya akan diperoleh model akhir pusat inovasi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi industri alas kaki di Cibaduyut. Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, kerangka kerja pusat inovasi yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: Gambar IV.2 Kerangka Kerja Pusat Inovasi Adopted from : Caputo, A.C., et al. (2002). 94

17 Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pusat inovasi dalam usahanya memajukan IKM akan dihubungkan oleh innovation promotor yang terdiri dari pemerintah, pihak akademis dan organisasi independent. Innovation promotor merupakan pihak-pihak yang akan menggerakkan pusat inovasi dalam mencapai tujuannya. Untuk skema industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat sebagai berikut : Gambar IV.3 Skema Industri Alas Kaki di Cibaduyut Permasalahan utama industri alas kaki di Cibaduyut, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan hasil kuesioner terdiri atas sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet, perhatian pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang, persaingan usaha alas kaki sangat ketat, sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut, permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki serta SDM yang terbatas dan kurang terampil. 95

18 Untuk kebutuhan utama para pelaku usaha industri alas kaki di Cibaduyut berdasarkan hasil kuesioner terdiri atas penyediaan jaringan usaha/network access (terutama ke Pemerintah), pelatihan/training/mentoring mengenai kewirausahaan, dan konsultasi usaha (meliputi pengembangan produk (new product development), perencanaan keuangan (finance), konsultasi pajak, pembinaan keahlian dan kemampuan bisnis, akuntansi (accounting)/pembukuan, pemasaran dan inovasi (marketing and innovation), perencanaan bisnis (business planning), manajemen proyek (project management), pembinaan manajemen perusahaan (management development)). IV.4. Model Pusat Inovasi Cibaduyut Hasil Verifikasi Berdasarkan coding result dari hasil wawancara, diperoleh model kategorial yang telah disebutkan pada Bab III. Dari model kategorial tersebut dapat dilihat bahwa pengembangan model pusat inovasi untuk industri alas kaki di Cibaduyut terdiri atas beberapa kategori yaitu pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut, perkembangan industri alas kaki di Cibaduyut, pengembangan model pusat inovasi, model pusat inovasi untuk industri alas kaki di Cibaduyut, peran innovation promotor, kaitan pusat inovasi dengan UPT dan cluster, permasalahan industri alas kaki di Cibaduyut dan solusinya, visi dan misi Pusat Inovasi Cibaduyut, bentuk usaha Pusat Inovasi Cibaduyut, tujuan Pusat Inovasi Cibaduyut, klien Pusat Inovasi Cibaduyut, program kerja Pusat Inovasi Cibaduyut, tim manajemen Pusat Inovasi Cibaduyut, fasilitas dan layanan Pusat Inovasi Cibaduyut, sponsor Pusat Inovasi Cibaduyut, dan rencana strategi Pusat Inovasi Cibaduyut. Kategori-kategori tersebut dipilih karena memiliki informasi dan data penting yang berkaitan dengan topik penelitian, sehingga kategori-kategori tersebut dapat membangun konsep mengenai topik penelitian ini. Penentuan kategori-kategori di atas didasarkan pada kesamaan tema/pola dari informasi yang diperoleh dari para informan. Penjabaran kategori-kategori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 96

19 IV.4.1. Pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut Berdasarkan pendapat informan C2, pengembangan pusat inovasi untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sangat bagus dan perlu untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena pada keadaan sekarang, para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut sering melakukan penjiplakan desain, sehingga pusat inovasi dibutuhkan oleh para pelaku tersebut agar dapat berkreasi sendiri. Menurut pendapat informan B1, untuk membangun sebuah pusat inovasi terutama di Cibaduyut diperlukan sebuah proses karena pada kenyataannya industri alas kaki merupakan industri yang sangat kompleks, begitu pula dengan permasalahan yang dihadapinya. Selain itu, dalam membangun sebuah pusat inovasi, faktor budaya yang mengarah pada suatu sikap tidak memiliki semangat perubahan turut menjadi kendala. Pengembangan pusat inovasi, dari sisi kepemilikan atau ownership harus turut diperhitungkan, karena apabila dari sisi ownership sudah lemah, menurut pendapat B1, pusat inovasi tersebut akan sulit untuk dikembangkan yang selanjutnya akan menjadi masalah pada tahap substainsbility dan menjadi terbatas, sehingga masalah kepemilikan harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini penting dilakukan agar pihak yang mengelola pusat inovasi tersebut akan memiliki rasa tanggung jawab atas masalah kelangsungan dari pusat inovasi tersebut. Apabila pihak pengelola pusat inovasi tidak memiliki rasa tanggung jawab tersebut, pusat inovasi akan sulit dikembangkan. Menurut pendapat B1, jika pusat inovasi menjadi lembaga yang dimiliki pemerintah, akan terbentur pada masalah program-program kegiatan, dimana dalam hal ini program-program kegiatan pemerintah dinilai tidak fokus dan kurang compatibel dengan demand dari para pelaku industri alas kaki di Cibaduyut itu sendiri. 97

20 Jika pusat inovasi menjadi lembaga swasta seperti asosiasi atau lembaga independent, akan memberatkan IKM karena apabila pusat inovasi dikelola oleh pihak swasta, cenderung akan berfungsi sebagai business center yang berorientasi pada keuntungan, sehingga tujuan untuk memajukan industri ini tidak akan tercapai. Dengan demikian, dibutuhkan kerjasama antara pihak pemerintah atau UPT dan pihak swasta dalam hal kepemilikan dan pengelolaan pusat inovasi tersebut. Informan D1 mengungkapkan bahwa status kepemilikan pusat inovasi dapat ditentukan melalui MOU (Memorandum Of Understanding) antara pihak pemerintah atau UPT dan pihak swasta sekaligus menentukan peran dan status masing-masing pihak tersebut. Pusat inovasi dapat berbentuk sebagai salah satu lembaga pemerintah yang dikelola oleh pihak swasta (organisasi independent), yang lebih mengetahui dan berpengalaman dalam mengelola sebuah institusi seperti pusat inovasi, sehingga pihak swasta memiliki status sebagai mitra pemerintah dimana dalam pengelolaan pusat inovasi ini melibatkan beberapa pihak lain yang memiliki kepentingan dan latar belakang kemampuan yang diperlukan antara lain seperti para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut dan pihak akademik. Peran masing-masing pihak akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya. Penjelasan di atas didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut: //... Kalau saya sih..memang segalanya perlu proses yah, permasalahan di Cibaduyut juga itu sangat kompleks...fakta industrinya juga kompleks..gitu yah...dan kadang-kadang kita kebentur juga sama apa yah, culture mereka gitu...karena mereka memang tidak punya suatu spirit perubahan... references B1// Untuk kategori Pengembangan Pusat Inovasi Cibaduyut, ada beberapa informan yang tidak memberikan jawaban diantaranya informan A1, A2, C1, dan D2. Hal ini cenderung disebabkan karena kategori ini bukan merupakan pertanyaan tetapi merupakan informasi lain yang memiliki keterkaitan yang penting dengan topik penelitian ini, sehingga peneliti merasa perlu untuk dijabarkan sebagai latar belakang pengembangan model Pusat Inovasi Cibaduyut. (Keterangan transkrip para informan dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192). 98

21 IV Perkembangan Industri Alas Kaki di Cibaduyut Cibaduyut sebagai sentra industri alas kaki di kota Bandung memiliki sebuah unit pelayanan teknik atau UPT yang memiliki beberapa fungsi yang telah dijelaskan pada bagian profil industri alas kaki di Cibaduyut. Berdasarkan pendapat informan A1, sebelum otonomi daerah, UPT dikelola oleh orang-orang yang memiliki keahlian di atas rata-rata pelaku IKM alas kaki Cibaduyut. Hal ini dikarenakan, pengelola tersebut disekolahkan oleh pemerintah ke Itali sehingga memiliki kreativitas tinggi dan turut dilengkapi dengan peralatan yang maju. Namun, seiring dengan perkembangan setelah otonomi daerah, UPT kemudian tidak dikelola dengan baik. Beberapa diantaranya disebabkan karena para pegawai yang sebelumnya mengelola UPT dipindahkan baik ke kota Bandung atau kabupaten Bandung maupun ke propinsi. Selain itu, para pengelola yang memiliki keahlian turut menghilang. Dengan keadaan tersebut, UPT menjadi tidak berfungsi selama beberapa tahun. Pada tahun 2006, pemerintah kota Bandung menggalakkan rencana program revitalisasi untuk kawasan industri alas kaki di Cibaduyut yang kegiatannya antara lain melengkapi kembali permesinan di UPT Cibaduyut, memperbaiki bangunan UPT Cibaduyut, memilih kembali para pengelolanya, dan saat ini pemerintah sedang mengkaji kawasan Cibaduyut dari segi tatanannya. Penjelasan dari infoman A1 tersebut didukung oleh pernyataan Wali Kota Bandung, Dada Rosada dalam Gurnita (2006) yang menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah membentuk tim untuk menyusun program revitalisasi kawasan Cihampelas, Cigondewah, Cibaduyut, Binongjati, dan Suci. Penataan lima kawasan yang diharapkan dapat menghasilkan produk lokal berkualitas internasional itu dimulai Januari Tim tersebut terdiri atas unsur pemerintah pusat, provinsi, kota, perguruan tinggi, perwakilan usaha, Kadin, lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan, serta BUMN/BUMD. 99

22 Hal senada diungkapkan pula oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Agus Gustiar dalam Surjana (2006) yang menjelaskan bahwa revitalisasi kawasan industri sepatu Cibaduyut diharapkan tidak hanya dapat menjadi kawasan belanja, tetapi juga mengarah pada konsep wisata industri. Salah satunya adalah dengan mewujudkan konsep rumah dan bisnis (RnB) di kawasan ini yang berarti bahwa rumah perajin tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk pameran hasil kerajinan sepatu, tetapi juga display cara pembuatan (bengkel) sepatu kulit. Program revitalisasi ini turut didukung oleh pernyataan salah satu anggota DPR dari fraksi PAN, Didik J.Rachbini (DPR-RI, 2007), yang menjelaskan bahwa diperlukan adanya revitalisasi Cibaduyut sebagai sentra produksi sepatu dengan membangun kelembagaan yang sifatnya forum solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada, yang meliputi permasalahan baik dari masalah kredit, marketing, bunga bank, masalah desain dan masalah lainnya. Dengan demikian, konsep mengenai revitalisasi Cibaduyut harus mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak dan infrastruktur, salah satunya melalui lembaga pusat inovasi sebagai forum solusi dengan segala fasilitas dan layanannya untuk memajukan industri alas kaki di Cibaduyut sehingga kawasan Cibaduyut mampu menjadi tujuan wisata utama kota Bandung dan masyarakat Bandung akan bangga dengan produk Cibaduyut. Penjelasan di atas berdasarkan pernyataan informan sebagai berikut: //...tahun 2006 baru kita galakkan kembali...revitalisasi sendiri permesinannya dilengkapi lagi bangunannya direhab orang-orangnya juga dipilih dan sekarang lagi dikaji dari segi tatanannya...references A1// Pada kategori Perkembangan Industri Alas Kaki di Cibaduyut, hanya diperoleh dari informan A1 yang memiliki latar belakang sebagaimana yang tercantum pada transkrip A1 (dapat dilihat pada Lampiran B halaman 192). Hal ini disebabkan karena kategori ini ditentukan dari informasi tambahan dari informan A1 yang memiliki kaitan penting bagi pembentukan konsep pengembangan model pusat inovasi di Cibaduyut. 100

23 IV Pengembangan Model Pusat Inovasi Proses pengembangan model pusat inovasi erat kaitannya dengan keadaan serta permasalahan yang sedang dihadapi industri alas kaki di Cibaduyut saat ini. Hal ini selanjutnya akan menentukan layanan, fasilitas serta program yang akan disusun sehingga dapat memenuhi kebutuhan serta mengatasi permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM alas kaki sebagaimana yang diungkapkan oleh informan B2. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dijelaskan pada sub bab Hasil Kuesioner, terdapat enam permasalahan yang dihadapi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut yaitu permasalahan dalam memperoleh bahan baku kulit dan imitasi untuk memproduksi alas kaki, sulit mendapatkan tenaga kerja (SDM) terampil, persaingan usaha alas kaki di Cibaduyut sangat ketat, sering terjadi peniruan desain alas kaki antara pelaku usaha di Cibaduyut, perhatian Pemerintah terhadap kemajuan pengusaha alas kaki di Cibaduyut masih kurang, dan sarana lalu lintas menuju daerah Cibaduyut kurang lancar atau sering macet. Informan B2 mengungkapkan bahwa perlu menggambarkan suatu hubungan antara keadaan IKM alas kaki Cibaduyut saat ini beserta permasalahannya saat ini dengan keadaan IKM alas kaki Cibaduyut setelah memanfaatkan pusat inovasi melalui program kegiatan, fasilitas dan layanannya, sehingga akan diperoleh penggambaran yang jelas tentang manfaat pusat inovasi serta indikator keberhasilan yang diinginkan bagi para pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut. Berdasarkan pendapat informan A2, C1 dan C2 indikator keberhasilan pusat inovasi ditunjukkan dengan sarana lalu lintas yang lancar sehingga dalam hal ini keterlibatan pemerintah mutlak diperlukan antara lain dalam hal perbaikan infrastruktur yang dapat berupa pembukaan akses tol ke Cibaduyut, regulasi, promo serta perijinan. Dengan keterlibatan pemerintah tersebut, perhatian pemerintah pun turut dapat ditingkatkan. 101

24 Indikator keberhasilan lainnya yaitu para pelaku IKM alas kaki memiliki produk dengan branding yang lebih baik dan kualitas yang berdaya saing tinggi untuk menghadapi persaingan usaha yang ketat, para pelaku IKM alas kaki juga menjadi lebih kreatif dan mampu menciptakan model desain produk yang semakin beragam, akses pasar dari segi segmentation, targeting dan positioning yang tepat, pembentukan customer base yang kuat dan advertising yang gencar. Selain itu, indikator keberhasilan pusat inovasi ditunjukkan dengan adanya ketersediaan jaringan supplier bahan baku yang lebih luas bagi para pelaku IKM, sedangkan dari sisi sumber daya manusia (SDM), melalui pusat inovasi diharapkan tidak hanya meningkatkan jiwa kewirausahaan para pelaku IKM alas kaki menjadi lebih profesional, tetapi juga kemampuan dan keahlian dalam membuat produk alas kaki. Dari segi pendapatan pelaku usaha alas kaki, setelah memanfaatkan program kegiatan, fasilitas dan layanan pusat inovasi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan yang tinggi sehingga kesejahteraannya pun meningkat. Industri Alas Kaki (Footwear) Di Cibaduyut Tidak Berkembang / Menurun Pusat Inovasi Industri Alas Kaki (Footwear) Di Cibaduyut Berkembang / Meningkat Mengalami Beberapa Permasalahan utama, yaitu : 1. Sarana lalu lintas kurang lancar 2. Perhatian Pemerintah masih kurang 3. Persaingan ketat 4. Tingkat peniruan desain produk/merk tinggi 5. Bahan baku 6. SDM yang terbatas dan kurang terampil Program Kegiatan Fasilitas dan Pelayanan Mengalami kemajuan : 1. Keterlibatan pemerintah meningkat dengan perbaikan infrastruktur melalui perijinan, regulas, promo dan pembukaan akses jalan tol ke Cibaduyut. 2. Menghasilkan produk yang memiliki branding yang lebih baik, berkualitas dan daya saing tinggi 3. Kreativitas pengusaha dalam mendesain produk meningkatkan sehingga terus menghasilkan beragam desain baru 4. Memiliki link ke berbagai supplier bahan baku 5. IKM memiliki jiwa kewirausahaan yang lebih profesional dan terampil 6. Peningkatan pendapatan pelaku usaha alas Gambar IV.4. Indikator Keberhasilan Pusat Inovasi Cibaduyut Penjelasan mengenai pendapat informan di atas berdasarkan pernyataan sebagai berikut: //...bikin model juga..keadaan industri ini sekarang lengkap dengan permasalahanya trus dikaitkan dengan pusat inovasi dengan segala apa ya..ya apa yang ada di pusat inovasi ini lah..programnya..fasilitasnya..layanannya.. trus diikuti gambar keadaan setelah industri ini nantinya..setelah memanfaatkan pusat inovasi ini... references B2// 102

25 Pada kategori Pengembangan Model Pusat Inovasi, informasi yang memiliki kesamaan tema diperoleh dari informan A2, B1, C1 dan C2. Hal ini dikarenakan penentuan kategori tersebut berdasarkan informasi tambahan diluar pertanyaan wawancara, namun memiliki keterkaitan yang sangat penting bagi pembentukan konsep pengembangan model pusat inovasi di Cibaduyut sehingga peneliti merasa perlu untuk menentukan kategori tersebut.. (Keterangan transkrip para informan A2, B1, C1 dan C2 dapat dilihat pada Lampiran B halaman 203, 208, 221 dan 231). IV.4.4. Model Pusat Inovasi Untuk Industri Alas Kaki di Cibaduyut Pusat inovasi yang dikembangkan untuk industri alas kaki di Cibaduyut harus mencakup inovasi secara menyeluruh meliputi inovasi produk, marketing, promosi, desain dan teknologi sebagaimana yang diungkapkan oleh informan D1. Dengan demikian segala kebutuhan inovasi dapat terlayani oleh pusat inovasi tersebut. Melalui pusat inovasi diharapkan industri alas kaki Cibaduyut dapat memperluas jaringan usahanya serta memperoleh pelatihan yang diantaranya untuk mendidik pegawai agar memiliki kemampuan yang sesuai standar sehingga dapat mencapai hasil yang juga sesuai standar. Hal ini disebabkan karena pada industri alas kaki khususnya di Cibaduyut, para pegawai cenderung terjebak dalam kebisaan lama dimana karena memiliki keahlian menjadi merasa lebih tahu sehingga bersikap sulit untuk di atur. Dengan adanya pusat inovasi, melalui pelatihan diharapkan para pegawai menjadi lebih profesional dengan memenuhi syarat Skill, Knowledge and Attitude (SKA) karena dalam hal ini Skill, Knowledge and Attitude para pegawai IKM alas kaki di Cibaduyut masih bersifat warisan orang tua atau turun temurun sehingga perlu dikelola dengan lebih baik. 103

26 Menurut pendapat informan A1, model pusat inovasi untuk industri kreatif alas kaki di Cibaduyut harus sesuai dengan keadaan industri ini yang salah satunya yaitu pusat inovasi sebaiknya berlokasi di Cibaduyut dengan merevitalisasi dari fungsi-fungsi unit pelayanan teknis yang telah ada saat ini. Model pusat inovasi harus mengikuti kebutuhan para pelaku IKM alas kaki dengan cara yang berbeda sesuai dengan perkembangan permasalahan di lapangan. Pada perkembangannya saat ini, Cibaduyut mengalami pergeseran fungsi dimana sebelumnya Cibaduyut berfungsi sebagai sentra industri, saat ini Cibaduyut lebih berfungsi sebagai sentra perdagangan. Sebagai sentra industri, Cibaduyut berfungsi menjual produk-produk produksi IKM Cibaduyut sendiri sehingga akan lebih memajukan industri ini, sedangkan sebagai sentra perdagangan, Cibaduyut tidak hanya menjual produk-produknya tetapi juga produk alas kaki dari daerah lain seperti Sumantra dan China.. Dengan fungsinya sebagai sentra perdagangan, terjadi persaingan antara produk Cibaduyut dengan produk luar dimana dalam hal ini produk Cibaduyut cenderung tidak mampu bersaing dari segi harga sehingga menghancurkan industri alas kaki asli Cibaduyut. Menanggapi keadaan ini, Dinas perindustrian dan Perdagangan bersama pemerintah kota Bandung memiliki rencana membangkitkan kembali industri alas kaki Cibaduyut dengan mengembalikan fungsinya sebagai sentra industri, sehingga sebuah lembaga seperti pusat inovasi menjadi sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung suksesnya proses tersebut. Dukungan pusat inovasi dalam hal ini dapat berupa bantuan dari sisi teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku IKM alas kaki, dari sisi permesinan yang dalam hal ini mendapat bantuan dari pemerintah setempat, dari sisi research and development dalam hal ini pusat inovasi dapat melakukan kerjasama dengan pihak akademik atau perguruan tinggi mengingat kemampuan IKM alas kaki dalam melakukan research and development sangat terbatas. 104

27 Selain itu, kerjasama tersebut dapat pula berupa pengembangan desain produk dengan melibatkan perguruan tinggi yang memiliki jurusan desain seperti ITENAS dan senirupa ITB karena salah satu kekurangan produk Cibaduyut adalah sering terjadi peniruan desain sehingga produk Cibaduyut menjadi kurang mampu mengikuti trend atau mode desain alas kaki yang belakangan terus berkembang. Melalui kegiatan pengembangan desain, pusat inovasi dapat berfungsi sebagai bank desain, dimana para mahasiswa-mahasiswa lulusan jurusan desain produk dapat menginvestasikan desain-desainnya dalam bentuk prototype-prototype di pusat inovasi untuk kemudian diperjualbelikan. Para pelaku IKM alas kaki yang membutuhkan desain dapat membeli baik dengan cara tunai ataupun dengan memasukkan fee untuk desain mahasiswa tersebut pada harga produk alas kaki sehingga pelaku IKM alas kaki berkewajiban menyerahkan sekian persen dari total omset produk yang terjual kepada mahasiswa tersebut. Sistem pembayaran fee ini dapat dilakukan jika pelaku IKM tidak mampu membeli secara tunai, namun untuk perhitungannya dibutuhkan sebuah sistem pembukuan yang sesuai, salah satunya dengan membuat kartu persediaan, sehingga dapat diketahui dengan pasti jumlah persediaan, jumlah produk yang terjual, besarnya fee yang harus dibayar, dan lain-lain. Dengan adanya sistem pembayaan fee ini dapat meringankan beban pelaku IKM alas kaki Cibaduyut mengingat besarnya biaya HaKI yang harus ditanggung jika mereka harus membeli secara tunai. Dukungan pusat inovasi lainnya dapat berupa bantuan inovasi dari sisi promosi melalui pembuatan majalah sebagai mana yang dilakukan salah satu distro di Bandung dengan majalah SWAFTnya. Promosi melalui majalah dinilai efektif karena dapat menyentuh kalangan remaja yang merupakan pangsa pasar sekaligus populasi terbanyak di Jawa Barat. Selain itu, majalah sebagai media promosi dapat digunakan pula untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pengguna atau konsumen agar lebih mencintai produk-produk dalam negeri. Sistem promosi lainnya juga dapat melalui media atau fasilitas internet dan pengembangan sistem katalog. 105

28 Pusat inovasi dalam mendukung proses revitalisasi fungsi Cibaduyut sebagai sentra industri sekaligus memajukan industri ini dapat memberikan pelayanan berupa pendampingan bisnis yang disesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan IKM alas kaki itu sendiri, salah satunya dapat berupa bantuan jaringan ke perbankan, pendampingan dalam pembuatan proposal, pembukuan sederhana, dan sebagainya. Selain itu, pusat inovasi juga dapat melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah berupa unit pelayanan teknik (UPT) dengan memberikan pelayanan baik secara teknik maupun kontrol kualitas, memberikan pendidikan kepada masyarakat pelaku IKM alas kaki di Cibaduyut untuk mengurangi persaingan dengan sesama pelaku IKM alas kaki Cibaduyut, mendidik para pelaku tersebut untuk dapat menghargai arti desain sehingga menghindari terjadinya peniruan desain, menghimbau para para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut untuk menghindari persaingan dengan saling menjatuhkan harga, mendorong para para pelaku IKM alas kaki Cibaduyut untuk melakukan inovasi secara terus menerus sebagaimana yang dilakukan oleh distro-distro baik inovasi bahan baku maupaun desain produk sehingga dapat bersaing dengan produk luar terutama produk China, serta menanamkan rasa kebersamaan dan pentingnya bekerjasama dengan sesama pelaku IKM alas kaki Cibaduyut dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk mereka. Selain itu, unit pelayanan teknik (UPT) juga turut menyediakan informasi yang berkaitan dengan perkembangan industri alas kaki di Cibaduyut dan memfasilitasi perluasan pasar bagi industri ini. Penjelasan pendapat para informan berkaitan dengan masalah perubahan fungsi Cibaduyut tersebut didukung oleh pernyataan pelaku usaha Uce Hidayat dalam Ernanto (2003) yang menjelaskan bahwa bersamaan dengan krisis ekonomi yag melanda Indonesia pada tahun 1997, perajin terpaksa menjual toko-toko sepatu yang ada di tepi jalan Cibaduyut ke orang lain untuk bertahan hidup. Perajin terpaksa pindah di rumah-rumah yang ada di belakang kawasan Cibaduyut. Sementara itu, para pengusaha yang memiliki modal dan berasal dari luar kota Bandung mulai memiliki toko-toko alas kaki dan berdagang di Cibaduyut. 106

29 Uce mengatakan bahwa pada awalnya pemasok toko-toko milik pengusaha tersebut tetap berasal dari pengrajin di sekitar Cibaduyut. Namun, sejak toko-toko tersebut dimiliki oleh orang dari luar Kota Bandung, lambat laun kawasan Cibaduyut mulai berubah fungsi. Tidak hanya menjual sepatu sebagaimana ciri khas Cibaduyut, tetapi toko-toko tersebut juga menjual baju, menjadikannya supermarket, bahkan menjajakan jajanan serta makanan. Hal ini mengakibatkan fungsi Cibaduyut sebagai kawasan industri yang menjual dan memproduksi produk alas kaki beralih menjadi kawasan perdagangan yang menjual berbagai produk yang pada akhirnya membuat Cibaduyut tak lagi identik dengan sepatu (Ernanto, 2003). Selain itu, terjadi persaingan antara produk Cibaduyut dan produk China yang disebabkan oleh banyak faktor. Hal ini didukung oleh pernyataan pelaku usaha alas kaki di Cibaduyut Amun Ma mun (Dio, 2005) yang menjelaskan bahwa salah satu diantara faktor tersebut adalah produk sepatu asal Cina tidak hanya dijual di mal atau pertokoan semata tetapi juga dijual dengan bebas hingga ke tingkat pedagang kaki lima (PKL) di pinggiran jalan. Hal ini berdampak pada produksi sepatu dari industri kecil menengah yang memiliki pangsa pasar kalangan masyarakat menengah ke bawah, sehingga Pemerintah diminta membatasi peredaran sepatu impor dari Cina. Menurut Ma mun yang merupakan Ketua Asosiasi Pengusaha Sepatu Cibaduyut Bandung (Dio, 2005), semakin lama industri sepatu Cibaduyut harus mengurangi produksinya. Jika dalam kondisi normal setiap pengusaha sepatu Cibaduyut mampu memproduksi sedikitnya 30 lusin sepatu, maka kini turun hingga tinggal 30 persen saja. Dio (2004) menjelaskan bahwa lebih murahnya produk impor dari Cina menjadi pertimbangan utama. 107

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab V Kesimpulan dan Saran Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini akan membahas kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diikuti saran-saran yang ditujukan baik kepada pihak-pihak/lembaga-lembaga

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1 Ratih Purbasari_

Bab I Pendahuluan. 1 Ratih Purbasari_ Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Pengembangan kreativitas sebagai usaha yang mendukung peningkatan inovasi baik untuk suatu produk maupun jasa harus senantiasa terus dilakukan. Hal ini salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Masalah Kelompok industri kecil memiliki peran strategis dalam peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha di Indonesia. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di Indonesia, Pelaku usaha semakin banyak jumlahnya dan produk yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling berlomba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu penyumbang terbesar perekonomian Indonesia. UMKM di negara berkembang seperti di Indonesia, sering dikaitkan

Lebih terperinci

memiliki potensi yang sekaligus menjadi identitas kota, salah satunya yang dirintis oleh beberapa warga setempat. Produk Cibaduyut tak

memiliki potensi yang sekaligus menjadi identitas kota, salah satunya yang dirintis oleh beberapa warga setempat. Produk Cibaduyut tak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki perkembangan seperti kota Jakarta. Kelebihan kota Bandung dibandingkan dengan kota-kota lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha saat ini sangat pesat, dari perspektif dunia, bisa disebutkan bahwa usaha kecil, dan menengah memiliki peranan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Banyu Lanang, Sepatu Cibaduyut Dilema, Antara Meningkatkan Mutu dan Image Murah, Banyu

BAB I PENDAHULUAN. 1 Banyu Lanang, Sepatu Cibaduyut Dilema, Antara Meningkatkan Mutu dan Image Murah, Banyu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bandung dikenal sebagai salah satu lokasi wisata di Indonesia karena memiliki ragam keindahan alam seperti wisata Curug Dago, Curug Malela, Curug Jompong, Curug Maribaya

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I 1.1 Latar Belakang Permasalahan Sepatu adalah suatu jenis alas kaki (footwear) yang biasanya terdiri bagianbagian sol, hak, kap, tali, dan lidah yang fungsinya sebagai alas kaki. Pengelompokkan sepatu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kawasan Cigondewah merupakan salah satu kawasan pemukiman, sekaligus dikenal sebagai kawasan industri tekstil sejak tahun 1990-an, yang tumbuh seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sentra industri yaitu pusat kegiatan dari kelompok industri pada suatu lokasi/tempat tertentu yang dimana terdiri dari berbagai usaha yang sejenis.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, tingkat persaingan usaha sangatlah tinggi. Hal ini secara otomatis memaksa para pelaku usaha untuk terus mengembangkan diri

Lebih terperinci

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta 4.1.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan 4.1.1.1

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PUSAT INOVASI UNTUK INDUSTRI ALAS KAKI (FOOTWEAR) DI CIBADUYUT, BANDUNG, JAWA BARAT TESIS

PENGEMBANGAN MODEL PUSAT INOVASI UNTUK INDUSTRI ALAS KAKI (FOOTWEAR) DI CIBADUYUT, BANDUNG, JAWA BARAT TESIS PENGEMBANGAN MODEL PUSAT INOVASI UNTUK INDUSTRI ALAS KAKI (FOOTWEAR) DI CIBADUYUT, BANDUNG, JAWA BARAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah 181 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Terdapat beberapa kesimpulan yang diperoleh peneliti sebagai jawaban dari setiap

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran, memperluas kesempatan kerja, memerangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dengan luas 167,67 km 2 ini berpenduduk jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dengan luas 167,67 km 2 ini berpenduduk jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kota Bandung dengan luas 167,67 km 2 ini berpenduduk 2.483.977 jiwa (Data BPS tahun 2013) memiliki potensi perekonomian luar biasa. Kota Bandung memiliki

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan BAB 3 ISU ISU STRATEGIS 1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN a. Urusan Perdagangan, menghadapi permasalahan : 1. Kurangnya pangsa pasar

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM Strategi dan perencanaan program disusun berdasarkan permasalahanpermasalahan yang muncul pada dan potensi yang dimiliki oleh. Program disusun oleh berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak kota di Indonesia yang memproduksi batik dan tiap kota memiliki ciri tersendiri akan batik yang diproduksinya, seperti di Solo, Yogyakarta, Cirebon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Bentuk Usaha PT. Karya Sarana Cipta Mandiri

BAB I PENDAHULUAN Bentuk Usaha PT. Karya Sarana Cipta Mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha PT. Karya Sarana Cipta Mandiri PT. Karya Sarana Cipta Mandiri atau lebih dikenal dengan sebutan KSCM, berdiri sejak 14 Juni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan Sentra industri rajutan Binong Jati merupakan sentra rajut terbesar di Kota Bandung yang terletak di Jl.Binong

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. T U J U A N Memperkuat basis produksi usaha IKM Memastikan bahwa produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas dilihat dari aspek

I. T U J U A N Memperkuat basis produksi usaha IKM Memastikan bahwa produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas dilihat dari aspek BERIKAN KEPUASAN PUBLIK BAHWA PRODUK UNGGULAN DAERAH ANDA ADALAH BERKUALITAS DAN BERMANFAAT oleh : Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Disampaikan pada acara : Rapat Regional Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UMKM cukup

BAB I PENDAHULUAN. omzet, namun karena jumlahnya cukup besar, maka peranan UMKM cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah.peran penting tersebut telah mendorong banyak

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA DI SEKOLAH

UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA DI SEKOLAH UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA DI SEKOLAH A. Ridwan Siregar Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Minat baca adalah keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi (gairah) untuk membaca. Minat baca dengan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana (surplus of fund) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (lack of

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana (surplus of fund) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (lack of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mekanisme kerja bank yang menjadi jembatan antara masyarakat yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan masyarakat yang membutuhkan dana (lack of fund) menjadi pilar

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia bisnis di negara kita yang sudah berusia dari 50 tahun ini nampak cukup pesat, khususnya dalam 25 tahun terakhir. Hal ini bisa kita lihat

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA Noneng Masitoh Irman Firmansyah Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRAK Iindustri kerajinan bordir

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

terhadap PDRB Kota Bandung Kota Bandung APBD Pendukung Usaha bagi Usaha Mikro UMKM binaan Kecil Menengah

terhadap PDRB Kota Bandung Kota Bandung APBD Pendukung Usaha bagi Usaha Mikro UMKM binaan Kecil Menengah RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2015 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2016 KOTA BANDUNG SKPD : Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian Perdagangan Jumlah Sumber Dana APBD Kota Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memproduksi banyak ragam alas kaki. Tingkat produksi domestik diperkirakan mencapai lebih dari 135 juta pasang dengan jumlah pekerja manufaktur alas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terus mengenalkan produknya kepada masyarakat seluas mungkin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terus mengenalkan produknya kepada masyarakat seluas mungkin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan di dunia usaha fashion saat ini sudah sangatlah pesat. Apapun jenis dan bentuk dari produk dan jasanya, para wirausaha tentu ingin terus mengenalkan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan 7 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang merupakan peralihan dari Dinas

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN ESELON PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembangunan yang berorientasi atau berbasis kegiatan ekonomi lokal menekankan pada kebijakan pembangunan pribumi (endogenous development policies) yang memanfaatkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati,

Gelar Sepatu, Kulit dan Fesyen Merek Indonesia Mendunia Hadirin sekalian yang saya hormati, SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN PAMERAN GELAR SEPATU, KULIT DAN FESYEN TAHUN 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER (JCC) JAKARTA, 1 JULI 2015 Yth. : 1. Para Duta Besar Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami kesulitan. Keadaan ini tidak hanya terjadi pada industri besar atau menengah saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan pihak yang memiliki andil cukup besar dalam pergerakan perekonomian nasional. UMKM memiliki kontribusi dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini dihadapkan pada era

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini dihadapkan pada era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini dihadapkan pada era perdagangan bebas dan globalisasi dunia usaha. Adanya globalisasi dapat dilihat dengan tumbuhnya

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung

Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung Prosiding Ilmu Ekonomi ISSN: 2460-6553 Potret Kluster Industri Boneka di Kelurahan Cijerah Kota Bandung 1 Siti Laila Aprilia, 2 Ria Haryatiningsih, 3 Noviani 1,2,3 ProdiIlmu Ekonomi, Fakultas IlmuEkonomidanBisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini perkembangan dunia usaha sedang meningkat pesat, terlihat bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan yang sangat besar untuk pembangunan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pihak yang membutuhkan aliran informasi yang cepat dan murah.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pihak yang membutuhkan aliran informasi yang cepat dan murah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi telah menjadi gerbang bagi manusia menuju era baru tanpa terhalang oleh adanya batas-batas geografis dan geopolitis, yang pada akhirnya tercipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh Danareksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneur (Wirausahawan) secara umum adalah orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneur (Wirausahawan) secara umum adalah orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Entrepreneur (Wirausahawan) secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada.ide adalah hal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN PIU KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2014 BUSINESS PLAN INFRASTRUKTUR KOMPONEN 2 RUMAH PRODUKSI RAJUNGAN A. LATAR BELAKANG Business Plan akan menjadi dasar atau pijakan bagi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

Kota Bandung 20 lokasi pengecer barang hasil tembakau

Kota Bandung 20 lokasi pengecer barang hasil tembakau RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD TAHUN 2016 DAN PRAKIRAAN MAJU TAHUN 2017 KOTA BANDUNG SKPD : Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian Perdagangan Jumlah Sumber Dana APBD Kota Rp

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri sepatu di era globalisasi seperti sekarang ini berada dalam persaingan yang semakin ketat. Terlebih lagi sejak tahun 2010 implementasi zona perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada umumnya pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang mempunyai tujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di 63 BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil analisis kesesuaian, pengaruh proses pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende dapat dibahas

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 350 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN VII.1. Kesimpulan Dalam bab ini digambarkan kesimpulan tentang temuan penelitian, hasil analisis penelitian, dan fenomena yang relevan untuk diungkap sebagai bagian penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kulit dan industri kecil kerajinan barang-barang dari kulit.

BAB I PENDAHULUAN. kulit dan industri kecil kerajinan barang-barang dari kulit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Garut sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pengembangan klaster industri dengan berbagai macam produknya. Salah satu industri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1.1 Latar belakang pemilihan usaha Pada dasarnya pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Seiring dengan perkembangan zaman pakaian berubah menjadi bagian dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN BAHAN LKPJ TAHUN 2016 DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN BANJAR

LAMPIRAN BAHAN LKPJ TAHUN 2016 DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN BANJAR LAMPIRAN BAHAN LKPJ TAHUN 2016 DINAS KOPERASI DAN UMKM KABUPATEN BANJAR URUSAN WAJIB KOPERASI DAN UMKM Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah a. Program dan Kegiatan Prioritas Urusan Wajib program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh bangsa Indonesia, pemerintah terus melakukan upaya percepatan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan.

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN INFORMASI DAN PENGUKURAN PERMINTAAN PASAR

BAB 4 PENGUMPULAN INFORMASI DAN PENGUKURAN PERMINTAAN PASAR BAB 4 PENGUMPULAN INFORMASI DAN PENGUKURAN PERMINTAAN PASAR Pentingnya Suatu Informasi Perusahaan membutuhkan informasi disebabkan : Lingkungan pemasaran mereka. Persaingan. Kebutuhan konsumen Manejer

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, dokumen ekspor, dan biaya

BAB VI PENUTUP. produktif, adaptasi produk, kapasitas produksi, dokumen ekspor, dan biaya BAB VI PENUTUP 1.1. Kesimpulan Dalam menghadapi MEA, pemerintah Indonesia mempersiapkan UMKM agar mampu bersaing dan memanfaatkan peluang MEA. Kesiapan UMKM dalam menghadapi MEA dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perekonomian negara yang sedang berkembang, meskipun UKM sering

BAB I PENDAHULUAN. dari perekonomian negara yang sedang berkembang, meskipun UKM sering BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian negara yang sedang berkembang, meskipun UKM sering dianggap berkonotasi

Lebih terperinci

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Seni batik merupakan salah satu kebudayaan lokal yang telah mengakar di seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Bila awalnya kerajinan batik hanya berkembang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

1. RINGKASAN EKSEKUTIF

1. RINGKASAN EKSEKUTIF BAB XIV Menyusun Proposal Bisnis Dalam Menyusun Proposal bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni 1. Menggambar keseluruhan (overview) rencana strategi perusahaan yang akan dijalankan. 2.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci