Kasus Hanging Dengan Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kasus Hanging Dengan Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa"

Transkripsi

1 1 Kasus Hanging Dengan Posisi Duduk Bersandar Di Kursi Sofa Tutik Purwanti, Hariadi Apuranto Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair RSUD Dr Soetomo Surabaya Abstrak Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering pada Hanging ( sekitar 90% ) dari seluruh kasus (Idris AM. 1997). Salah satu cara bunuh diri yang mudah dikerjakan adalah gantung diri (Apuranto H. 2004), karena dengan alat yang sederhana seperti tali rafia, ikat pinggang atau kabel listrik gantung diri ini dapat dikerjakan oleh korban, mengingat alat - alat tersebut mudah didapatkan. Kasus gantung (hanging) yang masuk Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya Januari Desember 2013 kasus mati tak wajar sebanyak 960 kasus, kasus dengan gantung diri sebanyak 24 kasus. Yang dilakukan pemeriksaan luar saja sebanyak 20 kasus, sedangkan yang diotopsi sebanyak 4 kasus dan korbannya kebanyakan laki laki serta dewasa muda. Pada laporan kasus ini ditemukan hanging dalam posisi duduk setengah tidur dan tergantung dengan tali kabel telpon. Diperlukan olah TKP, pemeriksaan luar dan dalam untuk mengetahui cara dan sebab kematiannya. Pada pemeriksaan luar dan dalam ditemukan tanda tanda khas mati lemas (asphyxia) berupa bintik perdarahan, sianosis, darah tampak lebih gelap dan encer, pelebaran pembuluh darah otak serta edema paru. Keyword: hanging, suicide, asfiksia. Pemeriksaan TKP Korban ditemukan dalam keadaan tergantung di Kusen jendela dengan posisi duduk di sofa. Korban laki-laki, umur lebih kurang 61 th, panjang badan 165 cm dalam keadaan telah meninggal. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik lainnya selain jejas jerat akibat jeratan yang menjadi erat karena berat badan korban. Korban diperkirakan meninggal dunia antara pukul sampai WIB tanggal 13 Febuari Keadaan tersebut lazim terjadi pada peristiwa gantung diri. Untuk mengetahui penyebab kematian pasti perlu dilakukan Otopsi. Jenazah diterima di Instalasi Forensik dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya tanggal 13 Febuari 2014, pukul WIB, dilakukan pemeriksaan luar dan dalam pada tanggal 14 febuari 2014, pukul WIB atas permintaan (SPVR) Polsekta Tambaksari. Hasil Pemeriksaan Luar Jenazah laki-laki, umur 61 tahun, panjang badan 165 cm, berat badan 64 kg, kulit sawo matang, dan keadaan gizi baik. Jenazah berlabel tetapi tidak bersegel. Lebam mayat pada ujung tangan, punggung dan jari jari serta telapak kaki, kaku mayat pada seluruh persendian, dan tidak didapatkan tanda tanda pembusukan. Kepala: Wajah berwarna kebiruan. Mata kanan dan kiri : Perdarahan bintik bintik pada selaput lendir mata kiri. Mulut : bibir atas dan bawah berwarna kebiruan. Leher : ditemukan tali kabel di leher berwarna biru muda dengan diameter nol koma empat sentimeter dengan simpul hidup sebanyak satu buah yang terletak sembilan sentimeter di bawah lubang telinga kiri. Pada kulit leher terdapat luka lecet berwarna merah kecoklatan yang melingkari leher sepanjang tiga puluh tujuh sentimeter, lebar nol koma tujuh sentimeter, kedalaman nol koma lima sentimeter. Pada bagian depan jejas terletak di bawah jakun melingkar ke arah kanan sampai delapan sentimeter dibawah telinga kanan dan menyerong kearah atas sampai lima koma lima sentimeter di bawah lubang telinga kiri. Anggota gerak atas : Kuku jari jari berwarna keunguan, telapak tangan pucat.

2 2 Hasil Pemeriksaan Dalam Rongga dada: Paru kanan : tepi tajam, permukaan licin, warna merah kehitaman, pada perabaan padat kenyal, dan didapatkan suara derik, berat 630 gram. Paru Kiri : tepi tajam, permukaan licin, warna merah kehitaman, pada perabaan padat kenyal, dan didapatkan permukaan mengkerut dan ada sebagian yang mengeras, berat 550 gram. Otak : Pembuluh darah permukaan otak melebar, warna otak putih, pada perabaan padat kenyal, pada irisan tidak ditemukan cairan merah, berat 1200 gram. Otak kecil berat 275 gram, pada irisan tidak ditemukan kelainan. Batang otak tidak ditemukan kelainan. Leher. Jaringan bawah kulit dan otot : tidak ditemukan kelaianan. Tulang lidah dan tulang rawan gondok : tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan TKP Pemeriksaan korban dimulai setelah pengambilan foto dan pembuatan sketsa dilakukan secara lengkap ( Geberth V.J. 1993). Sketsa tersebut memuat posisi korban terhadap barang barang di sekitar korban. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan Tempat Kejadian perkara, dengan hasil Korban laki-laki, umur lebih kurang 61 th, panjang badan 165 cm dalam keadaan telah meninggal. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik lainnya selain jejas jerat akibat jeratan yang menjadi erat karena berat badan korban. Korban ditemukan dalam keadaan tergantung dalam posisi duduk di sofa dengan tali terikat di kusen jendela Keadaan TKP tenang, dan ditemukan kabel telepon yang sudah tidak digunakan menempel di dinding. Tali gantung terbuat dari kabel telepon yang dipilin dan simpul pada leher berupa simpul hidup terletak di bawah telinga kiri, sedangkan pada kusen jendela adalah simpul mati dengan satu buah lilitan. Jarak antara simpul di kusen dan leher 60 Cm sedangkan jarak antara kusen dan lantai 100 Cm. Korban terakhir terlihat pukul WIB. Korban diperkirakan meninggal dunia antara pukul WIB sampai WIB tanggal 13 Febuari Keadaan tersebut lazim terjadi pada peristiwa gantung diri. Untuk mengetahui penyebab kematian pasti perlu dilakukan Otopsi. Kasus gantung (hanging) hampir selalu kasus bunuh diri, meskipun ada beberapa kasus yang dilaporkan adalah pembunuhan dengan cara si korban dibuat sedemikian rupa seolah olah bunuh diri ( Knight B. 1997, FKUI edisi 2, Idris M.A ), untuk itu perlu sekali diadakan pemeriksaan Tempat kejadian perkara ( TKP ). Pada kasus gantung (hanging) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan TKP, sehingga dapat membantu memperkirakan cara kematian, hal hal yang dimaksud seperti tersebut pada tabel berikut. Tabel 1. Perkiraan cara kematian pada pemeriksaan TKP. A. Alat Penjerat Simpul Jumlah lilitan Arah Jarak titik tumpu simpul B. Korban Jejas jerat Luka perlawanan Luka luka lain Jarak dari lantai Pembunuhan Biasanya simpul mati. Hanya satu. Mendatar. Dekat. Berjalan mendatar. ( + ) Ada, sering di daerah leher. Jauh. C. TKP Lokasi Kondisi Bervariasi. Tak teratur. Pakaian Tak teratur, robek. D. Alat Dari si pembunuh. E.Surat Peninggalan ( - ) ( + ) F. Ruangan Tak teratur, terkunci dari luar. Sumber : Ilmu Kedokteran Forensik FKUI edisi 2 Bunuh diri Simpul hidup. Satu atau lebih. Sering keatas. Jauh. Meninggi kearah simpul ( - ) Biasanya tidak ada, mungkin terdapat luka percobaan lain. Dekat, dapat tak tergantung. Tersembunyi. Teratur. Rapi & baik. Dari yang ada di TKP. Terkunci dalam. dari Alat Penjerat Alat penjerat yang sering digunakan antara lain stocking, kabel telpon / listrik, sleyer, tali goni dan kadang kadang baju korban. Jika yang digunakan tali goni jejas cekungan yang ditimbulkan sangat jelas akibat tekanan simpul dan helaian tali, sedangkan jika tali yang digunakan mempunyai permukaan yang lembut tanda tanda yang ditimbulkan tidak banyak yang dapat diidentifikasi ( Fateh A. 1973). Pada kasus ini korban menggunakan tali dari kabel telepon yang mempunyai penampang kecil.

3 3 Bila ditemukan alat jerat yang dicurigai dipakai untuk menjerat korban pada TKP, tetapi terpisah dari tubuh korban, maka perlu diperiksa epidermis yang ada pada alat jerat tersebut yang kemudian dibandingkan dengan bekas jerat pada leher korban ( Fatteh A. 1973) Tidak jarang alur jerat membentuk cetakan yang sesuai dengan bentuk alat jerat yang digunakan. Bila alat penjerat mempunyai permukaan luas, maka tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu kuat / besar, tetapi cukup untuk menutup pembuluh darah vena sehingga muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah merah kebiruan dan kadang kadang disertai keluarnya lidah atau air liur, sebaliknya jika alat penjerat yang digunakan mempunyai permukaan kecil, maka tekanan yang ditimbulkan kuat / besar sehingga dapat menekan baik pembuluh darah vena maupun pembuluh darah arteri yang menyebabkan muka korban pucat dan tidak ada penonjolan mata ( Idris AM. 1997, Keith Simpson 1972 ).Pada kasus ini kabel dililitkan sekali lilitan pada leher dengan simpul hidup. Korban Sebelum korban diturunkan dari tiang gantungan, maka perlu diukur tinggi tiang gantungan, panjang tali pengantung dan jarak ujung kaki dari lantai ( pada kasus yang tergantung komplit). Pada kasus gantung diri kaki tidak selalu harus bebas dari lantai, karena gantung diri dapat dilakukan dengan kaki menempel lantai kemudian lutut ditekuk ( Gonzales1954. Hariadi A Njowito H. 1992). Makin jauh jarak antara kaki korban dengan lantai, maka makin kuat dugaan bahwa kasus tersebut adalah suatu pembunuhan, dan makin dekat jarak simpul dengan tiang tumpuan, semakin besar dugaan kasus tersebut adalah pembunuhan ( Apuranto H. 2005). Pada kasus ini posisi korban duduk di sofa, dan jarak antara simpul dengan kusen jendela tempat mengikatkan kabel dekat dan mudah dijangkau. Tekanan 10 pon pada leher sudah dapat menghentikan aliran darah di leher, namun jejas yang terlihat tidak jelas, bahkan mungkin tak terlihat sama sekali ( Dahlan S ). Sedangkan tekanan pada area a. Carotis selama 10 menit menyebabkan korban tak sadar, perubahan elektro cardiographi ( EKG ) minimal, peningkatan amplitudo electro encephalographi ( EEG ), dan pergerakan pernafasan terhambat ( J. D. Dominick, J, M, Dimaio V ) Dan beberapa pembuluh darah lain dapat tertutup dengan tekanan tertentu, seperti terlihat pada tabel 4 Tabel 2. Besar tekan yang dapat menyebabkan tertutupnya pembuluh darah No pembuluh darah tekanan ( lb. ) Keterangan 1 2 Arteri cerebralis Arteri lb lebih kurang 0,45 kg 3 vertebralis Vena Jugularis 4.4 Sumber : Fatteh A Hand book of forensic pathologi 1973 Pada kasus bunuh diri biasanya tali diikatkan pada ketinggian, tetapi pada korban yang mempunyai ketrampilan, tali dapat diikakkan pada pegangan pintu atau sesuatu yang letaknya rendah ( Moritz A.R., R. Crawford M ). Pada gantung diri cekungan bekas alat jerat biasanya naik ke arah titik gantung memberikan bentuk huruf V terbalik, dan akan semakin menghilang kearah titik tertinggi dari titik gantung ( Fatteh A ). TKP Pada pemeriksan Tempat kejadian perkara (TKP) perlu dicari informasi mengenai pernikahan, problem keuangan,.riwayat depresi dan usaha bunuh diri sebelumnya. Selain itu perlu diperhatikan juga tipe jerat, titik gantung, sesuatu yang dipakai mengikatkan tali gantung, apakah kaki menyentuh tanah atau tidak dan lain lain. ( Gonzales 1954). Pada kasus ini dari heteroanamnesa ( polisi yang bertugas) bahwa si korban baru saja ditangkap karena kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan menderita penyakit yang lama tidak sembuh. Saat dalam proses pemeriksaan di ruang periksa, beberapa saat setelah korban diperiksa ditemukan dalam keadaan sudah meninggal dalam posisi duduk dan ditemukan tali kabel di lehernya yang diikatkan di jeruji jendela. Meskipun tempat penggantungan tidak di tempat tersembunyi, tetapi dari keterangan tersebut mendukung tindakan korban adalah bunuh diri.

4 4 Cara Kematian Cara kematian akan dapat ditentukan apabila pemeriksaan TKP dilakukan dengan baik dan teliti. Hampir seluruh kasus gantung (hanging) adalah bunuh diri, namun cara kematian yang lain dapat terjadi pada gantung diri yaitu : Kecelakaan. Pembunuhan. Yang perlu diperhatikan sebagai pegangan untuk menentukan cara kematian yaitu keadaan lokasi, posisi korban, keadaan korban, dan keadaan tali jika simpul hidup apakah jika dilonggarkan dapat dilewati kepala, dan jika simpul mati apakah dapat dilewati kepala ( Dahlan S. 2000). Pada kasus ini tempat korban melakukan di ruang pemeriksaan, dimana keaadaan TKP rapi, posisi korban duduk di sofa, dimana tempat simpul tali di kusen jendela adalah simpul mati dan mudah dijangkau, sedangkan jeratan di leher menggunakan simpul hidup dimana untuk melepaskan lilitan, simpul tali dapat dilonggarkan melewati kepala, jumlah lilitan hanya satu lilitan. Sedangkan tali yang digunakan diperkirakan diambil di ruang tersebut karena juga ad ditemukan tali kabel telepon yang sudah tidak digunakan lagi. Kecelakaan Beberapa contoh gantung (hanging) karena kecelakaan antara lain seorang penerjun yang tersangkut pada pohon sehingga tali parasutnya menjerat lehernya, contoh lain yang sering terjadi aktivitas autoerotic yaitu kegiatan yang dilakukan sebagai salah satu cara untuk bermasturbasi (Fatteh A ) Pembunuhan Pembunuhan dengan dengan cara menggantung korban relatif jarang, cara ini dapat dilakukan si korban dibuat tidak berdaya, atau di bunuh lebih dulu baru kemudian di gantung ( H. Njowito, 1992., B. Knight, 1991 ). Dan kadang suatu pembunuhan dibuat sedemikian rupa sehingga mirip suatu bunuh diri ( simulated suicidal hanging ). Bila seseorang telah meninggal kemudian digantung, biasanya jeratnya diikatkan ke leher terlebih dulu, baru kemudian ke tiang gantungan / blandar, sehingga bila blandar diperhatikan lebih seksama akian didapatkan tanda tanda bahwa talinya telah begerak dari bawah ke atas, sedang pada kasus bunuh diri justru sebaliknya. Disamping itu arah pergerakan tali juga dapat dilihat dari serat serat kecil gesekan tali ( Apuranto H ) Bunuh diri Di Amerika Serikat tiap tahun terjadi lebih orang meninggal karena bunuh diri ( 85 orang / hari atau 1 orang / 20 menit ), dimana usia korban antara tahun, pada usia ini digolongkan dalam masa remaja dimana pada masa ini pertumbuhan fisik dan pematangan psikisnya belum berimbang ( pertumbuhan fisik lebih pesat dibanding perkembangan psikisnya ), sehingga kegagalan yang dialami dalam memenuhi tuntutan sosial akan menyebakan frustasi dan konflik konflik batin, terutama jika ada tanggapan yang salah dari orang dewasa Korban bunuh diri laki laki lebih banyak dari pada perempuan, tetapi pada kasus percobaan bunuh diri justru sebaliknya perempuan lebih banyak dari pada laki laki ( Sadock G. J., Kaplan M.D. et. Al Siti Rahayu H. 1982). Bunuh diri klasik dilakukan dengan cara satu ujung tali diikatkan pada blandar sehingga untuk mencapai blandar tersebut korban memerlukan tangga atau alat lain, kemudian korban mengambil kursi atau alat pijakan yang lain dan berdiri diatasnya kemudian membuat jerat pada ujung tali yang lain yang lubangnya dapat di sempitkan dan dilonggarkan ( simpul hidup ), selanjutnya kepala dimasukkan dalam jerat kemudia kursi atau alat pijakan di gulingkan sehingga korban menggantung dengan kaki bebas dari lantai ( H. Njowito, H. Apuranto, 2005 ). Pada kasus bunuh diri kaki korban tidak harus tergantung diatas lantai. Menurut posisi bagian tubuh korban terhadap lantai, gantung diri dibagi menjadi dua yaitu pertama komplit, bila seluruh tubuh tergantung diatas tanah dan tidak menyentuh lantai, dan inkomplit, bila beberapa bagian tubuh menyentuh lantai (Ernoehazy William,2006). Pada kasus ini keadaan TKP yang tenang, dimana juga ditemukan tali dengan bahan yang sama dengan alat tali yang digunakan untuk menjerat, dilihat dari jenis simpul di leher dan simpul di kusen jendela serta mudah dijangkaunya tempat untuk mengikat tali di jendela, dimana dari keeerangan heteroanamnesa bahwa korban menderita penyakit kronis dan baru saja keluar dari tahanan, maka dapat disimpulkan cara kematian korban secara tidak wajar yaitu bunuh diri dengan cara hanging. Sebab kematian Pada gantung diri kematian korban dapat disebabkan oleh ( Dahlan S H. Apuranto

5 5 2005) : Asphixia, Gangguan sirkulasi darah ke otak, Vagal reflek, dan Kerusakan medulla spinalis. Asphixia Tekanan yang terus menerus pada leher selama minimal detik cukup memberikan tanda tanda kongesti / Asphixia ( Kninght B ). Pada kasus asphixia secara umumnya pada otopsi ditemukan hal hal berikut ( Fatteh A. 1973) : Perdarahan Petechial. Terjadi akibat peningkatan tekanan intrakapiler dan kenaikan permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh anoxia. Perdarahan dapat dilihat pada kulit, konjungtiva, epiglotis, regio subglotis, permukaan pleura dan pericard serta permukaan organ dalam, tetapi yang paling menonjol terlihat pada konjungtiva palpebra, kulit dahi, dan kulit di bawah tanda jerat yang tampak sebagai bintik bintik merah yang menyebar. Pada orang kulit gelap untuk dapat melihatnya diperlukan bantuan kaca pembesar. Kongesti. Tampak jelas pada pembuluih darah mata, septum nasi dan membran tympani. Pada muka terlihat ungu dan sedikit bengkak. Jika terjadi kongesti yang kuat pada paru dapat terjadi perdarahan yang biasanya terjadi bersamaan dengan dilatasi jantung kanan Cyanosis. Kelainan ini tidak spesifik, meskipum umumnya ditemukan pada asphixia. Biasanya terlihat pada bibir dan kuku extemitas atas ataupun bawah. Intensitas cyanosis ini dapat berubah setelah kematian. Gangguan Sirkulasi Darah Otak Pada leher terdapat a. Carotis communis yang bersama sama dengan v. Jugularis interna dan n. Vagus membentuk seberkas neurovaskuler, berkas ini terletak di bawah m. Sternocleidomastoidius. A. Carotis communis setinggi os. Hyoid bercabang menjadi a. Carotis interna dan a. Carotis externa. A. Carotis interna bersam sam a. Vertebralis menyuplai darah ke otak. A.Vertebralis berjalan ke atas ( di dalam foramen transversum ) dari vertebra cervicalis 4 menuju vertebra cervicalis 1 ( atlas ) menembus membran atlanto occipitalis. Kedua a. Vertebralis bersatu membentuk a. Basilaris (Konhardi Helmut, 1990 ). Pada kasus gantung diri akibat berat badan korban dapat terjadi jeratan pada leher yang dapat menyebabkan tekanan pada a. Vertebralis, dan jika tekanan yang terjadi sebesar 6,6 lb (2,97 kg), maka akan menyebakan penyumbatan arteri ini ( Fatteh A ). Atau jika jeratan tadi berada setinggi os. Hyoid maka dapat menyebabkan tekanan pada a. Carotis, yang bila tekanan ini berlangsung selama 10 menit, maka akan menyebabkan korban kehilangan kesadarannya dan pergerakan pernafasan terhambat (J. D. Dominick, J, M, Dimaio V ). Jika hal tersebut diatas terjadi, maka akan terjadi gangguan suplai darah ke otak yang bila korban tidak tertolong dengan segera akan menyebabkan kematian korban. Vagal Refleks. N. Vagus mempunyai empat serabut yaitu serabut somatosensorik, viscero sensorik, somatomotorik, dan visceromotorik. N. Vagus keluar ke leher di belakang arteri dan vena jugularis interna (Mardjono Mahar, Priguna Sidarta, 1989). Refleks vagus dapat terjadi karena stimulasi neural carotid kompleks dan lebih sering terjadi pada manual strangulasi, kecuali hangging (Knight B. 1991) Kerusakan Medulla Spinalis. Kerusakan batang otak dan medulla spinalis terjadi akibat dislokasi atau fraktur vertebrae cervicalis. Sebagai contoh pada hukuman gantung ( judicial hanging ) akibat tempat pijakan diambil maka korban akan mengalami traksi yang menyebabkan terpisahnya vertebrae cervicalis 2 ( VC2) dan vertebrae cervicalis 3 ( VC3 ) atau vertebrae cervicalis 3 ( VC3) dan vertebrae cervicalis 4 ( VC4 ). Hal ini juga dapat terjadi akibat dorongan simpul besar yang berada pada sisi leher, sehingga medulla spinalis bagian atas akan tertarik / teregang ( FKUI,1997 ). Kesimpulan Penatalaksanaan korban mati akibat gantung di mulai dari TKP. Gantung dapat di bagi berdasarkan letak simpul yaitu atipikal dan tipikal.sedangkan berdasarkan posisi tubuh gantung dibagi menjadi inkomplit dan komplit. Pada kasus ini jenis gantung inkomplit karena posisi korban duduk dan kaki menyentuh lantai, jenis simpul hidup yang terletak di bawah telinga, termasuk atipical. Keadaan TKP yang tenang, tempat untuk mengikatkan tali yang mudah dijangkau, alat

6 6 untuk menjerat kemungkinan didapatkan di TKP, dan riwayat korban yang menderita penyakit, serta baru keluar dari penjara, menunjukkan korban mati karena bunuh diri. Dari pemeriksaan luar korban khas atau lazim didapatkan pada korban gantung diri, dan pada pemeriksaan dalam ditemukan tenda yang lazim pada mati lemas (asphixsia). DAFTAR PUSTAKA Anonim,1997 Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I cetakan ke 2, FK Universitas Indonesia jakarta, hal Apuranto Hariadi, Korban bunuh Diri dengan Cara Gantung Diri dalam Pro Justisia majalh Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 10 no 1, Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Cabang Surabaya, hal Apuranto Hariadi, Asphixia dalam Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Unair, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK. Unair, hal Dahlan Sofwan, 2000 Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum Cetakan I, BP. Universitas Diponegoro Semarang, Hal Ernoehazy William,2006 Hanging injuries and Strangulation diakses 14 Pebruari 2014 Fatteh Abdullah, 1973 hand Book Of Vorensic pathology JB. Lippincortt Company Philadelphia, p Geberth Vernon J., 1993 PracticalHomicide Investigation, Tactics, Procedure And Forensic Techniques 2 nd ed. CRC Press Inc. London, p Hamdani Njowito, 1992 Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi II, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta., hal Idris Abdul Mun im, 1997 Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I, Penerbit Binarupa Aksara Jakarta, hal Knight Bernard, 1991 Forensic Pathology First published in Great britain, p , 353. Knight Bernard, 1997 Simpson s Forensic Medicine 11 th ed. Oxford University Press Inc. New York, p Konhardi Helmut, 1990 Atlas Dan Buku Teks Anatomi Manusia Bagian 2 Cetakan kedua, EGC. Penerbit buku kedokteran, hal MD. Dominick J. Dimaio., Vincent JM. Dimaio MD Forensic pathology CRC. Press Inc. United States, p Simpson Keith, 1972 Forensic Medicine 6 th ed. Edward Arnold Ltd. London, p T Gonzales., Morgan Vance et. al., 1954 Legal Medicine Pathology and Toxicology 2 nd ed., Appleton Centra Crafts Inc. new york, p

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN PEMULASARAN JENAZAH RUMAH SAKIT DR. KARIADI Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang. Telp. (024) 8413993 PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016 Atas permintaan tertulis

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni 2012 114

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni 2012 114 Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni 2012 114 Pendahuluan Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal. Afiksia

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014 PRO JUSTITIA PEMERINTAH KABUPATEN SERANG VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014 Serang, 27 Juni 2015 Saya yang bertanda tangan di bawah Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F. Dokter Spesialis Forensik

Lebih terperinci

Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun

Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2011-2012 Indra Sakti Nasution 1, RA Tanzila 2., Irfanuddin 3 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997). Infantisid adalah pembunuhan orok (bayi) yang dilakukan oleh ibu kandungnya

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka Gantung diri (Hanging)

Tinjauan Pustaka Gantung diri (Hanging) Tinjauan Pustaka Gantung diri (Hanging) Abdul Karim Lubis, Guntur Bumi Nasution, Mistar Ritonga Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak

Lebih terperinci

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pro: Justicia Rahasia

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pro: Justicia Rahasia Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang No : R/10/XI/2011 SAT POLAN Lampiran : - Perihal : Pemeriksaan jenazah a.n. Srimongkhon Sakhon Pro: Justicia Rahasia

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM VER/01/XII/2014/Reskrim

VISUM ET REPERTUM VER/01/XII/2014/Reskrim PRO JUSTITIA PEMERINTAH KABUPATEN SERANG VISUM ET REPERTUM VER/01/XII/2014/Reskrim Serang, 29 Desember 2014 Saya yang bertanda tangan di bawah Dr. Budi Suhendar SpF. DFM, Dokter Spesialis Forensik pada

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Identitas dan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Identitas dan BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Identitas dan Sebab-Sebab Kematian Korban Tindak Pidana Pembunuhan. Ilmu kedokteran forensik merupakan ilmu

Lebih terperinci

REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G0002169

REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G0002169 REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G0002169 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2008 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis

Lebih terperinci

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi)

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi) Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka tembak (Vincent dan Dominick, 2001). a. Trauma Benda Tumpul

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

VISUM ET REPERTUM NO : 012 / KEDFOR / VI / 2013.

VISUM ET REPERTUM NO : 012 / KEDFOR / VI / 2013. PRO JUSTITIA PEMERINTAH KABUPATEN SERANG VISUM ET REPERTUM NO : 012 / KEDFOR / VI / 2013. Serang, 08 Oktober 2013 Saya yang bertanda tangan di bawah Dr. Budi Suhendar SpF. DFM, Dokter Spesialis Forensik

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 269 /PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl.Lahir : 21 tahun / 25 November 1991.

P U T U S A N NOMOR : 269 /PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl.Lahir : 21 tahun / 25 November 1991. P U T U S A N NOMOR : 269 /PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK 133 KUHAP

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK 133 KUHAP DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK Pasal 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASFIKSIA 2.1.1. Defenisi Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)

Lebih terperinci

GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS

GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS A.A.Sg.Dewi Raditiyani Nawang Wulan 1, Kunthi Yulianti 2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 1 Bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018 KETERAMPILAN KLINIK 4 PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. 1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. menegakkan tubuh 2. Tulang anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah disebut.

Lebih terperinci

HANDOUT KETERAMPILAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

HANDOUT KETERAMPILAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL HANDOUT KETERAMPILAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL Laboratorium Keterampilan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2012 Daftar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam

Lebih terperinci

MAKALAH UJIAN KASUS PATOLOGI FORENSIK

MAKALAH UJIAN KASUS PATOLOGI FORENSIK MAKALAH UJIAN KASUS PATOLOGI FORENSIK Disusun oleh: Pramita Yulia Andini 030.09.184 Penguji: DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTO MANGUNKUSUMO FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM

PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM PEMBEKAPAN Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G 0003181 Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

INVESTIGATION AT THE SCENE OF DEATH

INVESTIGATION AT THE SCENE OF DEATH INVESTIGATION AT THE SCENE TUJUAN : OF DEATH MENENTUKAN CARA KEMATIAN CARA KEMATIAN: MENURUT 1 KK - WAJAR = NATURAL DEATH - TIDAK WAJAR = UN-NATURAL DEATH - TIDAK DAPAT DITENTUKAN = UN- DETERMINED KONFIRMASI

Lebih terperinci

Abdul Gafar Parinduri Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam / FK UMSU

Abdul Gafar Parinduri Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam / FK UMSU TRAUMA TUMPUL Blunt trauma Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Abdul Gafar Parinduri Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam / FK UMSU Abstrak Trauma tumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Cedera Otak dan Penyakit Kronis Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Apakah yang Dimaksudkan dengan Kelumpuhan Otak itu? Kelumpuhan

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE Station 1: Perawatan Pasien yang Menggunakan Traksi Gambaran Umum Traksi merupakan alat immobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat. Berbagai faktor ikut berperan di dalam meningkatnya angka kematian

Lebih terperinci

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS

Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Materi 13 KEDARURATAN MEDIS Oleh : Agus Triyono, M.Kes Pengertian Kedaruratan medis adalah keadaan non trauma atau disebut juga kasus medis. Seseorang dengan kedarutan medis dapat juga terjadi cedera.

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas spontan? Apakah Anda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 648/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 648/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 648/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan:

Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan: P U T U S A N NOMOR : 556 / PID.SUS / 2015 / PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana pada peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 399/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 399/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 399/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ---- PENGADILAN TINGGI MEDAN, mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari :

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari : 116 BAB X ISOMETRIK Otot-otot Wajah terdiri dari : 1. Occopito Froratalis : otot-otot pada tulang dahi yang lebar yang berfungsi membentuk tengkorak kepala bagian belakang 2. Temporalis : otot-otot di

Lebih terperinci

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Pengantar : Dalam lokakarya kesegaran jasmani yang dilaksanakan pada tahun 1984 Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan menjadi instrumen

Lebih terperinci

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Untuk Komplikasi Diabetes Pada Kulit Diabetes dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh Anda, termasuk juga kulit. Sebenarnya, permasalahan

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa lebih, setelah merdeka hingga sampai tahun 2010 telah dilakukan enam

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KESEGARAN JASMANI ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or NIP

PEMERIKSAAN KESEGARAN JASMANI ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or NIP PEMERIKSAAN KESEGARAN JASMANI ANAK USIA SEKOLAH LANJUTAN Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or NIP 19830127 200604 2 001 Dalam lokakarya kesegaran jasmani yang dilaksanakan pada tahun 1984 Tes Kesegaran Jasmani

Lebih terperinci

KEMATIAN TAHANAN DI RUANG SEL POLISI KONTROVERSI PEMBUNUHAN ATAU BUNUH DIRI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

KEMATIAN TAHANAN DI RUANG SEL POLISI KONTROVERSI PEMBUNUHAN ATAU BUNUH DIRI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ILMU KEDOKTERAN FORENSIK KEMATIAN TAHANAN DI RUANG SEL POLISI KONTROVERSI PEMBUNUHAN ATAU BUNUH DIRI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ILMU KEDOKTERAN FORENSIK Rika Susanti LAPORAN KASUS Bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Pengantar : Dalam lokakarya kesegaran jasmani yang dilaksanakan pada tahun 1984 Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan menjadi instrumen

Lebih terperinci

Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya gejala-gejala yang mengganggu selama kehamilan berlangsung, seperti : sakit pinggang, bengkak kaki dll

Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya gejala-gejala yang mengganggu selama kehamilan berlangsung, seperti : sakit pinggang, bengkak kaki dll NAMA PEKERJAAN MATA KULIAH : Senam Hamil : ASKEB I (Kehamilan) UNIT : Antenatal Care REFERENSI : Dikes Prop. Sumatera Barat-JICA, 2003, Pedoman Kelas Ibu. Dikes Prop. Sumareta Barat-JICA, Padang Dikes

Lebih terperinci

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Lampiran 4. TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) Pengantar : Dalam lokakarya kesegaran jasmani yang dilaksanakan pada tahun 1984 Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996; P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA di MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat

Lebih terperinci

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N No.333/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam tingkat banding, telah menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini. dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini. dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung meningkat. Kasus bunuh diri menempati 1 dari 10 penyebab kematian

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

Sehat Mengenakan Tas Ransel Sunday, 12 February :16

Sehat Mengenakan Tas Ransel Sunday, 12 February :16 Tas ransel tersedia dalam banyak ukuran, warna, bahan dan bentuk yang membantu anak-anak berbagai usia mengekspresikan gaya dan selera mereka. Dan, tas ransel apabila dikenakan dengan benar, sangat praktis

Lebih terperinci

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or

BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI. Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or BAHAN AJAR GIZI OLAHRAGA DEHIDRASI Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or Dehidrasi adalah gangguan keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Penyebabnya adalah pengeluaran air/cairan lebih banyak daripada pemasukan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan TKJI untuk Anak Usia Tahun. Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan.

Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan TKJI untuk Anak Usia Tahun. Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan. Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan TKJI untuk Anak Usia 13-15 Tahun 1. Lari 50 meter a. Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan. b. Alat dan fasilitas 1) Lintasan lurus, datar, rata, tidak licin,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 78/PID/2013/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,

P U T U S A N. Nomor : 78/PID/2013/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, P U T U S A N Nomor : 78/PID/2013/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung, yang mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat banding telah

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan

Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan Pendahuluan Penatalaksanaan kekerasan terhadap perempuan

Lebih terperinci

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori) Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan Toksikologi (Teori) KELOMPOK 2 Anggota : 1. Adi Lesmana 2. Devy Arianti L. 3. Dian Eka Susanti 4. Eneng Neni 5. Eningtyas 6. Khanti 7. Nurawantitiani

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

LUKA BAKAR Halaman 1

LUKA BAKAR Halaman 1 LUKA BAKAR Halaman 1 1. LEPASKAN: Lepaskan pakaian/ perhiasan dari daerah yang terbakar. Pakaian yang masih panas dapat memperburuk luka bakar 2. BASUH: Letakkan daerah yang terbakar di bawah aliran air

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 598/PID/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam pengadilan tingkat banding,

Lebih terperinci

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Materi 12 CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA Oleh : Agus Triyono, M.Kes A. CEDERA KEPALA Pengertian : Semua kejadian pada daerah kepala yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak baik

Lebih terperinci

LATIHAN PERNAFASAN. Pengantar

LATIHAN PERNAFASAN. Pengantar LATIHAN PERNAFASAN Pengantar 1. Teknik pernafasan: kembangkan perut pada saat menarik nafas dalam, dan kempiskan perut pada saat membuang nafas. 2. Sebaiknya bernafas melalui hidung. 3. Biarkan dada mengikuti

Lebih terperinci

Umur/ Tgl lahir : 15 Tahun / 27 September 1997 Jenis Kelamin : Laki-laki.

Umur/ Tgl lahir : 15 Tahun / 27 September 1997 Jenis Kelamin : Laki-laki. P U T U S A N Nomor : 105/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung, yang mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding,

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN Pengertian P3K Pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapat pertolongan dari dokter. Sifat dari P3K :

Lebih terperinci

PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI (INFANTICIDE)

PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI (INFANTICIDE) PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI (INFANTICIDE) Syifa Munawarah*, Taufik Suryadi** *Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala ** Bagian/SMF Ilmu Kedokteran dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Unsyiah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 35/PID/2012/PT-MDN.-

P U T U S A N Nomor : 35/PID/2012/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 35/PID/2012/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA DI MEDAN, dalam yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam peradilan

Lebih terperinci

Gambaran Kasus Kematian dengan Asfiksia di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode

Gambaran Kasus Kematian dengan Asfiksia di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode Gambaran Kasus Kematian dengan Asfiksia di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode 213-217 1 Nikita E. K. Rey 2 Johannis F. Mallo 2 Erwin G. Kristanto 1 Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN APA PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN APA PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KONSEP DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN APA PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN (GROWTH) BERKAITAN DG. PERUBAHAN DALAM BESAR, JUMLAH, UKURAN DAN FUNGSI TINGKAT SEL, ORGAN MAUPUN INDIVIDU

Lebih terperinci

Virtual Reality. Abstrak

Virtual Reality. Abstrak Virtual Reality Fauzan Azmi azmifauzan@gmail.com http://www.azmifauzan.web.id Abstrak Secara sederhana, virtual reality adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang dibangkitkan komputer, yang terlihat

Lebih terperinci

I. Panduan Pengukuran Antropometri

I. Panduan Pengukuran Antropometri I. Panduan Pengukuran Antropometri A. Tujuan Tujuan dari pengukuran kesehatan adalah untuk mengetahui kondisi pertumbuhan dan gizi anak. Penilaian pertumbuhan pada anak sebaiknya dilakukan dengan jarak

Lebih terperinci

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI SISTEM SARAF SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI 1. SEL SARAF SENSORIK. 2. SEL SARAF MOTORIK. 3. SEL SARAF INTERMEDIET/ASOSIASI. Sel Saraf Sensorik Menghantarkan impuls (pesan) dari reseptor ke sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 680/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 680/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 680/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian LAMPIRAN 51 Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian 52 Lampiran 2. Surat Ijin Riset/Survei/PKL 53 Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Sekolah PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 107/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

PENGURUTAN (MASSAGE)

PENGURUTAN (MASSAGE) PENGURUTAN (MASSAGE) Massage merupakan salah satu cara perawatan tubuh paling tua dan paling bermanfaat dalam perawatan fisik (badan) Massage mengarahkan penerapan manipulasi (penanganan) perawatan dari

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

MEMBUAT POLA BUSANA TINGKAT DASAR

MEMBUAT POLA BUSANA TINGKAT DASAR MEMBUAT POLA BUSANA TINGKAT DASAR Busana mempunyai hubungan yang erat dengan manusia, karena menjadi salah satu kebutuhan utamanya. Sejak jaman dahulu, dalam kehidupan sehari hari manusia tidak bisa dipisahkan

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

Efek rokok: Bgmn rokok mempengaruhi penampilan dan kehidupan anda

Efek rokok: Bgmn rokok mempengaruhi penampilan dan kehidupan anda Efek rokok: Bgmn rokok mempengaruhi penampilan dan kehidupan anda Kembaran mana yang merupakan perokok? Mungkin tidak ada air mancur yang membuat awet muda, tapi ada cara yang pasti untuk membuat diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Senam Nifas 1. Defenisi Senam Nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu setelah melahirkan yang berrtujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan sirkulasi ibu pada masa

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL Versi : 1 Tgl : 17 maret 2014 1. Pengertian Senam Hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik maupun mental, untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional atau studi belah lintang dimana variabel

Lebih terperinci