ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL. Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL. Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder"

Transkripsi

1 ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder Maulana Malik 1, Wignyanto 2, dan Sakunda Anggarini 2 1 Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Penulis Korespondensi: 123mau123malik@gmail.com ABSTRAK Umbi wortel memiliki kadar air tinggi dengan nilai tambah yang rendah bila tanpa melalui pengolahan, yaitu Rp 3.000,00 per kg. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas dan nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan menjadi tepung wortel, serta peningkatan nilai tambah tepung wortel dari umbi wortel yang dibeli dari petani dan pengecer. Analisis kualitas dilakukan dengan membandingkan kualitas umbi wortel dan tepung wortel. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan menjadi tepung wortel. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas, yaitu kadar air sebesar 91.2 % menurun menjadi 0.82 %, total karoten sebesar µg/g meningkat menjadi µg/g, warna dari L 38.6,, b 28.2 menjadi L 54.7, a 23.4, b Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar Rp 5.521,00 per kg dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg dan setelah dilakukan menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg. Kata Kunci: Nilai Tambah, Tepung Wortel 1

2 Abstract Carrot tuber have a high moisture content with a low added value when without processing, which is per kg. This study aims to determine the increase of the quality and added value of carrot tuber after carrot tuber processing into carrot powder, and an increase in carrot powder added value of carrot tuber purchased from farmer and retailer. Quality analysis is done by comparing the quality of carrot tuber and carrot powder. Added value analysis is done by comparing the added value of carrot tuber without processing and after carrot tuber processing into carrot powder. The results showed an increase in quality, the moisture content of 91.2% decreased to 0.82%, total carotene was ug/g increased to µg/g, the color of L 38.6, a 25.1, b 28.2 to L 54.7, a 23.4, b Carrot powder added value when carrot tuber purchased from farmer was per kg and when carrot tuber purchased from retailer was Rp 6.117,00 per kg. Added value of carrot tuber without processing was Rp 3.000,00 per kg and after carrot tuber processing into carrot powder was Rp 6.117,00 per kg. Key word: Added Value, Carrot Powder PENDAHULUAN Umbi wortel merupakan bahan makanan mudah rusak, sehingga umur simpannya relatif pendek. Umbi wortel bila dilakukan penyimpanan dingin memiliki umur simpan 4-6 minggu (Samad, 2006). Pengolahan bahan makanan diperlukan untuk memperlama umur simpan umbi wortel. Dalam industri pangan, umbi wortel umumnya diolah menjadi minuman sari umbi wortel, keripik wortel, manisan wortel, dan tepung wortel (Cahyono, 2002). Tepung wortel memiliki umur simpan 2 tahun (Anonim 1, 2013) lebih lama daripada sari buah (12 bulan), keripik wortel (5 bulan), dan manisan buah (2 minggu-1 bulan), sehingga umbi wortel lebih baik diolah menjadi tepung wortel. Umbi wortel memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air mempengaruhi kesegaran dan daya awet bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan bakteri, kapang, dan khamir 2

3 berkembang biak sehingga bahan pangan mengalami perubahan (Sandjaja, 2009). Tepung wortel yang dihasilkan diharapkan memiliki kadar air lebih rendah dari umbi wortel, tetapi total karoten dan vitamin C tidak lebih rendah dari umbi wortel. Adapun dari segi warna masih menyerupai warna umbi wortel, serta memiliki rendemen tinggi. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan umumnya masih rendah. Pada November 2012, harga jual umbi wortel di Kota Batu untuk tingkat petani sebesar per kg (Anonim 3, 2013), dan harga jual umbi wortel untuk tingkat pengecer sebesar Rp 8.000,00 per kg (Anonim 2, 2013). Hal ini menunjukkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar per kg. Pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang tinggi, sehingga memberikan keuntungan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas 3 Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan November 2012 Januari Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan praktek secara langsung proses pembuatan tepung wortel dan dilakukan pengukuran kadar air, rendemen, warna, total karoten, dan vitamin C, serta dilakukan analisis nilai tambah. Bahan yang digunakan berupa umbi wortel dengan varietas Chantenay, yang didapatkan di Pasar Besar Kota Malang. Alat yang digunakan dalam melakukan analisis kualitas antara lain Oven Memmert, Timbangan Manual Canry (kapasitas 3 kg), Color Reader Minolta, dan Spektrofotometer Shimadzu. Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: umbi wortel yang digunakan sebanyak 24,10 kg (yang telah dikupas), pengujian kualitas meliputi kadar air, warna, total karoten, dan vitamin C, serta rendemen, analisis nilai tambah dilakukan pada saluran distribusi tingkat petani, tingkat pengecer, dan tingkat pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

4 1. Harga jual tepung wortel berdasarkan 39 kg umbi wortel (kapasitas tunnel dryer). 2. Harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar per kg dan diasumsikan stabil. 3. Harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar per kg dan diasumsikan stabil. 4. Tenaga kerja langsung 3 orang dan tenaga kerja tak langsung 1 orang. 5. Mesin pengering (tunnel dryer) 1 buah. 6. Produksi dilakukan 156 kali dalam setahun (13 kali sebulan). 7. Sekali produksi dihasilkan 2.46 kg tepung wortel (rendemen 6.3 %) dan diasumsikan stabil. 8. Markup 20 %. Proses pembuatan tepung wortel dilakukan berdasarkan proses pembuatan umbi wortel kering pada penelitian Asgar dan Musaddad (2006), yaitu umbi wortel disortasi, dicuci, ditiriskan, dikupas kulitnya, diiris dengan tebal irisan ± 3 mm, diblanching dengan suhu 85ºC selama 10 menit, ditiriskan, dan dikeringkan sampai rapuh pada suhu 60ºC selama 20 jam. Penepungan 4 dilakukan menggunakan mesin penepung. Pengukuran kualitas dilakukan terhadap umbi wortel dan tepung wortel, dilakukan tiga kali, dan diuji dengan uji t. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan diperoleh dari selisih harga jual umbi wortel pada saluran distribusi tingkat petani dan tingkat pengecer. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan menjadi tepung wortel diperoleh dari perhitungan nilai tambah (Hayami dalam Hapsari et al., 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Kualitas Parameter kualitas dari tepung wortel dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kadar Air Kadar air pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui pada basis basah rata-rata kadar air umbi wortel sebesar

5 91.2 %, dan rata-rata kadar air tepung wortel sebesar 0.82 %. Berdasarkan uji t diketahui kadar air antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda nyata (t hitung lebih besar dari t tabel). Hal ini menunjukkan penurunan kadar air yang cukup besar (> 90 %). Tabel 1 Kadar Air pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Penelitian Ini Rosida dan Purwanti (2008) Uji t Umbi Tepung t t Tabel Wortel Wortel Hitung Tepung Wortel Kadar Air (%) * Diiris ± 3 mm Diiris ± 5 mm Perlakuan (Diblanching (Diblanching Pendahuluan 85ºC 10 menit) 80ºC 2 menit) Pengeringan 60ºC 20 jam 60ºC 24 jam Standar SNI (Tepung Jagung) = 0.63 % SNI (Tepung Beras) = 0.82 % Keterangan: * = Berbeda nyata Dalam basis basah, rata-rata kadar air tepung wortel pada penelitian ini sebesar 0.82 % lebih tinggi dari kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), yaitu 0.69 %. Hal ini diduga karena masing-masing penelitian menggunakan metode perlakuan pendahuluan dan pengeringan berbeda. Salah satu tujuan utama blanching yaitu melenturkan jaringan, sehingga jaringan kemungkinan besar akan terbuka (Asgar dan Musaddad, 2006). Irisan tidak tebal, suhu tinggi, dan waktu yang lama saat blanching akan mengakibatkan jaringan semakin lunak dan jaringan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Dengan irisan lebih tipis, suhu lebih tinggi, dan waktu lebih lama saat blanching, seharusnya kadar air tepung wortel pada penelitian ini lebih rendah 5

6 daripada kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), namun waktu pengeringan lebih pendek menyebabkan kadar air tepung wortel penelitian ini lebih tinggi. Pada basis basah, kadar air tepung jagung dalam SNI maksimal 0.63 %, dan kadar air tepung beras dalam SNI maksimal 0.82 %. Hasil 2 kali uji menunjukkan kadar air lebih besar dari 0.82 %, yaitu 0.83 % dan 0.82 %, sehingga disimpulkan kadar air tepung wortel hampir memenuhi SNI b. Rendemen Tabel 2 Rendemen Tepung Wortel Penelitian Ini Rochimiwati et al. (2011) Umbi Wortel Tepung Wortel Umbi Wortel Tepung Wortel Berat kg 1.52 kg 1 kg 50 gram Rendemen 6.3 % 5 % Kadar Air 91.2 % 0.82 % % Pembanding Rendemen Tepung Tapioka = 25 % Rendemen Tepung Ubi Jalar = 30 % Rendemen tepung wortel dapat dilihat di Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui rendemen tepung wortel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 6.3 %, di mana rendemen tersebut lebih besar dari rendemen tepung wortel pada penelitian Rochimiwati et al. (2011) sebesar 5 %. Tingginya rendemen tepung wortel penelitian ini disebabkan tingginya kadar air, yaitu, sedangkan kadar air tepung wortel Rochimiwati et al. (2011) sebesar 0,42 %. Walaupun lebih tinggi dari rendemen tepung wortel Rochimiwati et al. (2011), rendemen tersebut lebih rendah dari rendemen tepung tapioka dan tepung ubi jalar. Rendemen tepung wortel rendah disebabkan tingginya kadar air umbi wortel, yaitu 91,2 %, setelah menjadi tepung wortel menjadi 0,82 %. Penurunan kadar air mengakibatkan berat umbi wortel banyak berkurang, sehingga rendemen tepung wortel menjadi sangat rendah. Di samping itu, pengolahan 6

7 umbi wortel menjadi tepung wortel melalui blanching dan pengeringan. Pada penelitian ini, proses blanching dilakukan dengan metode air panas, sehingga jaringan semakin lunak dan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Penurunan air terjadi melalui proses pengeringan. c. Warna Tabel 3 Warna pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel Penelitian Ini Umbi Wortel Tepung Wortel Uji t t Hitung t Tabel L * 4.30 a * 4.30 b * 4.30 Blanching 85ºC 10 menit Pengeringan 60ºC 20 jam Keterangan: * = Berbeda nyata Warna pada umbi wortel dan tepung wortel dapat dilihat di Tabel 3. Pada parameter warna, L menunjukkan tingkat kecerahan, a menunjukkan tingkat kemerahan, dan b menunjukkan tingkat kekuningan. Berdasarkan Tabel 3 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel akan meningkatkan tingkat kecerahan dan tingkat kekuningan, namun menurunkan tingkat kemerahan umbi wortel. Warna tepung wortel dipengaruhi proses blanching dan proses pengeringan yang dilakukan, serta warna umbi wortel sebagai bahan baku. Salah satu tujuan utama blanching yaitu menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan makanan yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang merugikan, seperti enzim polifenol oksidase yang dapat mengakibatkan terjadinya pencoklatan pada bahan. Suhu tinggi saat blanching dapat mempercepat dalam menginaktivasi enzim polifenol oksidase. Semakin banyak enzim polifenol oksidase yang diinaktivasi, maka semakin kecil kemungkinan pencoklatan 7

8 pada bahan. Suhu pengeringan rendah baik untuk mempertahankan kandungan karoten dan warna umbi wortel (Asgar dan Musaddad, 2006). Perubahan warna umbi wortel juga dipengaruhi warna umbi wortel. Kualitas produk akhir dipengaruhi kualitas bahan baku dan kualitas proses (Hurst, 2006). d. Total Karoten Tabel 4 Total Karoten pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Penelitian Ini Uji t Umbi Tepung t t Wortel Wortel Hitung Tabel µg/g Total Karoten µg/g atau 50.24* µg/100g Total karoten pada µg/g µg/g kadar air yang sama AKG 454 µg Keterangan: * = Berbeda nyata Peningkatan total karoten Total karoten pada umbi disebabkan pemekatan yang wortel dan tepung wortel pada terjadi melalui proses basis basah dapat dilihat di pengeringan. Total karoten Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 sebagai provitamin A larut diketahui pada basis basah, dalam lemak. Kadar air umbi rata-rata total karoten umbi wortel setelah menjadi tepung wortel sebesar µg/g, dan wortel mengalami penurunan, rata-rata total karoten tepung namun total karoten tidak wortel sebesar µg/g. mengalami penurunan karena Berdasarkan uji t diketahui total karoten tidak larut dalam nilai total karoten antara umbi air. Walaupun total karoten wortel dan tepung wortel tepung wortel lebih tinggi dari berbeda nyata (t hitung lebih umbi wortel, total karoten besar dari t tabel). Hal ini umbi wortel bila dilakukan menunjukkan total karoten tepung wortel lebih tinggi dari menjadi tepung wortel umbi wortel. mengalami penurunan. Bila 8

9 diasumsikan total karoten tidak berubah, maka total karoten umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung menjadi µg/g, sedangkan total karoten tepung wortel penelitian ini µg/g. Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk total karoten yang digunakan sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 454 µg. Rata-rata total karoten tepung wortel penelitian ini sebesar µg/g atau 8278 µg/100g, sehingga disimpulkan total karoten tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk total karoten. e. Vitamin C Tabel 5 Vitamin C pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Penelitian Ini Uji t Umbi Tepung t t Wortel Wortel Hitung Tabel Vitamin C mg/100g 7.37 mg/100g 5.51* 4.30 Vitamin C pada mg/100g 7.37 mg/100g kadar air yang sama AKG 4 mg Keterangan: * = Berbeda nyata Vitamin C pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 diketahui pada basis basah, rata-rata vitamin C umbi wortel sebesar mg/100g, dan rata-rata vitamin C tepung wortel sebesar 7.37 mg/100g. Berdasarkan uji t diketahui nilai vitamin C antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda nyata (t hitung besar dari t tabel). Bila diasumsikan 9 vitamin C tidak berubah, maka vitamin C umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel menjadi mg/100g, sedangkan vitamin C tepung wortel penelitian ini 7.37 mg/100g. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan vitamin C sebesar mg/100g. Penurunan vitamin C disebabkan penurunan kadar air. Vitamin C larut dalam air.

10 Kadar air dan vitamin C umbi wortel mengalami penurunan karena vitamin C larut dalam air. Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk vitamin C yang digunakan sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 4 mg. Rata-rata vitamin C tepung wortel penelitian ini sebesar 7.37 mg/100g, sehingga disimpulkan vitamin C tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk vitamin C. 2. Kualitas Tepung Wortel Umbi wortel bila dilakukan menjadi tepung wortel akan meningkatkan total karoten, sehingga kualitas yang menjadi keunggulan dari tepung wortel adalah total karoten, walaupun vitamin C mengalami penurunan. Tepung wortel memiliki kadar air yang rendah, sehingga umur simpan tepung wortel lebih lama hingga mencapai 2 tahun. Di samping itu, menjadi tepung wortel tidak menyebabkan perubahan warna yang signifikan. Hal ini menunjukkan secara kualitas, menjadi tepung wortel layak untuk dilaksanakan. 3. Analisis Nilai Tambah Tabel 6 Nilai Tambah Umbi Wortel Tanpa Melalui Pengolahan dan Setelah Dilakukan Pengolahan Umbi Wortel Menjadi Tepung Wortel Tanpa Pengolahan Setelah Pengolahan (Rp / kg) Tingkat Petani Tingkat Pengecer Tingkat Pengolahan Umbi Wortel Menjadi Tepung Wortel Harga Input Bahan Baku Harga Pokok Produksi Harga Jual Nilai Output Sumbangan Input Lain Nilai Tambah

11 Pengembangan agroindustri tepung wortel akan membentuk mata rantai yang menghubungkan umbi wortel menjadi tepung wortel, hingga sampai ke konsumen, yaitu industri hulu, industri utama, dan industri hilir. Industri hulu merupakan industri yang menyediakan bahan baku, bahan penolong, teknologi, dan jasa. Industri utama merupakan industri yang melakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Industri hilir merupakan industri yang melakukan penyimpanan, distribusi, dan pemasaran (Tarigan, 2005). Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel dapat dilihat di Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 diketahui harga pokok produksi pada menjadi tepung wortel relatif besar, yaitu per kg. Hal ini disebabkan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer Rp 8.000,00 per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga pokok produksi pada menjadi tepung wortel menjadi per kg. Di samping itu, proses 11 pengeringan dengan tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga ). Sekali produksi tenaga kerja mendapat upah Rp ,00 per orang. Hal ini dikarenakan sifat umbi wortel yang keras, sehingga sulit untuk dilakukan pengirisan. Bila umbi wortel dibeli dari pengecer, produk dijual dengan harga Rp ,00 per kg. Harga jual tersebut sangat tinggi. Hal ini disebabkan harga pokok produksi yang tinggi dan rendemen tepung wortel yang rendah. Rendemen tepung wortel sebesar 6.3 %, sedangkan dalam sekali proses pengeringan menggunakan tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga Rp ,00). Markup yang digunakan sebesar 20 %. Harga jual tepung wortel bisa lebih rendah bila menggunakan umbi wortel dari petani, yaitu Rp ,00 per kg. Berdasarkan Tabel 6 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel memiliki harga input bahan baku sebesar Rp 8.000,00 per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga

12 diperoleh nilai tambah sebesar per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga input bahan baku sebesar per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.521,00 per kg. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan umbi wortel dari petani bisa didapatkan harga jual yang lebih murah, namun memiliki nilai tambah yang hampir sama, sedangkan konsumen lebih menyukai tepung wortel yang lebih murah dengan kualitas yang sama, sehingga dengan kualitas tersebut tingkat penjualan menjadi lebih besar. Pada November 2012, di Kota Batu, harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar Rp 5.000,00 per kg dan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar per kg, sehingga nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer. Hal ini menunjukkan nilai 12 tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel lebih besar daripada tanpa melalui pengolahan, sehingga disimpulkan melakukan menjadi tepung wortel lebih menguntungkan daripada tidak melakukan pengolahan. KESIMPULAN 1. Ada peningkatan kualitas umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel, yaitu kadar air sebesar 91.2 % pada umbi wortel menurun menjadi 0.82 % pada tepung wortel, total karoten sebesar µg/g pada umbi wortel meningkat menjadi µg/g pada tepung wortel, dan perubahan warna dari L 38.6, a 25.1, b 28.2 pada umbi wortel menjadi L 54.7, a 23.4, b 32.9 pada tepung wortel. 2. Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar per kg, dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. 3. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg,

13 dan setelah dilakukan menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer. UCAPAN TERIMA KASIH Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Wignyanto, MS, Sakunda Anggarini, STP, MP, Dr. Ir. Nur Hidayat, MP, Dr. Ir. M. Hindun Pulungan, MS, dan Wike Agustin Prima Dania, STP, M.Eng atas segala bimbingan, arahan, ilmu, pengetahuan, saran dan masukannya. DAFTAR PUSTAKA Anonim Specification of Carrot Powder. Dilihat 21 Februari < a.com/pdf/carrot_powd er.pdf> Anonim Laporan Harian Harga Eceran Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari < go.id/smshargakab/lhk 04.asp> Anonim Laporan Harian Harga Produsen Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari 2013 < go.id/smshargakab/lhk 03.asp> Asgar, A dan Musaddad D Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura 16(3): Cahyono, B Wortel. Kanisius. Yogyakarta. Hal Hapsari, H, Djuwendah E dan Karyani T Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Agrikultura 19(3): Hurst, K Prinsip-Prinsip Perancangan Teknik. 13

14 Erlangga. Jakarta. Hal. 48 Rochimiwati SN, Fanny L, Kartini TD, Sirajuddin dan Sukmawati Pembuatan Aneka Jajanan Pasar dengan Subtitusi Tepung Wortel untuk Anak Baduta. Media Gizi Pangan 11(1): Kabupaten Lumajang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Rosida dan Purwanti II Pengaruh Substitusi Tepung Wortel dan Lama Penggorengan Vakum terhadap Karakteristik Keripik Wortel Simulasi. Jurnal Teknologi Pertanian 9(1): Samad, MY Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): Sandjaja Kamus Gizi. Kompas. Jakarta. Hal Tarigan, H Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Pisang di 14

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian di dalam pembangunan nasional sangat penting karena sektor ini mampu menyerap sumber daya yang paling besar dan memanfaatkan sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Keripik Pisang Mocca Tahapan-tahapan proses pengolahan keripik pisang mocca di UKM FLAMBOYAN terdiri atas : 1. Penyiapan bahan baku Adapun jenis pisang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 1 (4) : 353-360, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU Analysis Added Value Of Local Palu Onions To Become Fried

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh menjalar di dalam tanah dan menghasilkan umbi. Ubi jalar dapat di tanam pada lahan yang kurang subur, dengan catatan tanah tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP

INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG. OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP INOVASI PEMBUATAN ANEKA PRODUK OLAHAN DARI BENGKUANG OLEH : Gusti Setiavani, STP. MP Bengkuang merupakan buah yang kaya akan zat gizi yang mempunyai peranan yang penting untuk kesehatan terutama vitamin

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara)

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN NANAS MENJADI KERIPIK DAN SIRUP (Kasus: Desa Sipultak, Kec. Pagaran, Kab. Tapanuli Utara) Haifa Victoria Silitonga *), Salmiah **), Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TANAMAN PANGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TANAMAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TANAMAN PANGAN Mochamad Nurcholis, STP, MP Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Jl. Veteran-Malang, Telp./Fax. 0341-569214 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat keempat di Indonesia, setelah beras dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun relatif rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK KENTANG Karya ilmiah peluang bisnis tentang bisnis kentang goreng ini bertujuan untuk memberi petunjuk atau referensi kepada pembaca, untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tepung tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Tepung tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber karbohidrat Indonesia selama ini bergantung pada beras. Konsumsi beras di Indonesia salah satunya dalam bentuk tepung. Tepung beras merupakan variasi olahan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk bertahan hidup. Pangan sebagai sumber gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mie Berbahan Dasar Gembili BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan mie gembili adalah sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan: a. Panci b. Slicer c. Pisau d. Timbangan e. Screen 80 mesh

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI Oleh : Keny Damayanti NPM.0533010023 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

The Effect of Carrot Flour Substitution and Vacuum Frying Time on Characteristics of Carrot Simulation Chips

The Effect of Carrot Flour Substitution and Vacuum Frying Time on Characteristics of Carrot Simulation Chips PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL DAN LAMA PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KARAKTERISTIK KERIPIK WORTEL SIMULASI The Effect of Carrot Flour Substitution and Vacuum Frying Time on Characteristics of Carrot

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk membuat berbagai jenis makanan.

PENDAHULUAN. sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk membuat berbagai jenis makanan. PENDAHULUAN Latar Belakang Kentang merupakan salah satu hasil tanaman hortikultura yang berbentuk umbi. Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan. Umbi kentang banyak

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL PENGKAJIAN PERTANIAN (ROPP)

RENCANA OPERASIONAL PENGKAJIAN PERTANIAN (ROPP) RENCANA OPERASIONAL PENGKAJIAN PERTANIAN (ROPP) PENGKAJIAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH BUAH MANGGA DAN PISANG SPESIFIK BENGKULU MELALUI TEKNOLOGI PENGGORENGAN VAKUM DI PROPINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gembili Menurut Nur Richana (2012), gembili diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Magnoliophyta ( tumbuhan berbiji

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manis, aroma harum dan nilai gizi tinggi sehingga digemari masyarakat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. manis, aroma harum dan nilai gizi tinggi sehingga digemari masyarakat banyak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jambu biji merupakan buah yang cukup populer di kalangan masyarakat dan tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia. Jambu biji memiliki rasa manis, aroma harum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Susy Lesmayati 1 dan Retno Endrasari 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan 2 Balai

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING (The Time of Effect and Temperature on the Manufacture of Bengkoang Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNOLOGI MESIN PENGOLAH DAN NILAI TAMBAH KERIPIK SALAK PONDOH PADA KELOMPOK SRIKANDI KELURAHAN SUMBERGONDO KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

ANALISIS TEKNOLOGI MESIN PENGOLAH DAN NILAI TAMBAH KERIPIK SALAK PONDOH PADA KELOMPOK SRIKANDI KELURAHAN SUMBERGONDO KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU 1 Jurnal Akses Pengabdian Indonesia Vol 1 No 2 : 1-8, 2017 ANALISIS TEKNOLOGI MESIN PENGOLAH DAN NILAI TAMBAH KERIPIK SALAK PONDOH PADA KELOMPOK SRIKANDI KELURAHAN SUMBERGONDO KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. familiar, selain familiar dodol juga terasa enak dan banyak macamnya. Di

BAB I PENDAHULUAN. familiar, selain familiar dodol juga terasa enak dan banyak macamnya. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indoesia merupakan negara yang terkenal dengan makanan tradisional. Banyak makanan Indonesia yang tidak dijumpai di negara lain termasuk dodol. Dodol adalah makanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Volume 16, Nomor 2, Hal. 11 16 Juli Desember 2014 ISSN:0852-8349 KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Fortuna, D,. F. Tafzi dan A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU (The Time Effect Of Vacuum Frying Towards The Amount Of Water And Organoleptic Ingredients

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian yang sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian yang sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian yang sangat beragam. Umbi-umbian yang dihasilkan banyak yang diekspor. Salah satu jenis umbi-umbian yang cukup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

IbM PENGUSAHA KERIPIK SINGKONG RUMAH TANGGA

IbM PENGUSAHA KERIPIK SINGKONG RUMAH TANGGA ARTIKEL ILMIAH Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) IbM PENGUSAHA KERIPIK SINGKONG RUMAH TANGGA Oleh Yuni Retnaningtyas, M.Si., Apt. 0009067806 Ema Desia Prajitiasari SE. MM. 0021127901 UNIVERSITAS JEMBER November

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur) SKRIPSI Oleh : Fery Rois NPM : 0633010039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL LITBANG

LAPORAN HASIL LITBANG SIDa.X.6 LAPORAN HASIL LITBANG Pengembangan Teknologi Pengolahan Makanan Ringan (Vacuum Frying, Deep Frying dan Spinner) untuk Meningkatkan Kualitas Makanan Olahan di Banjarnegara PROGRAM INSENTIF RISET

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. I. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah, sebagian besar menggunakan tepung terigu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kapita pada tahun 2012 di Indonesia sebesar 87,24 kg (Anonim a, 2012) yang tidak

BAB I. PENDAHULUAN. kapita pada tahun 2012 di Indonesia sebesar 87,24 kg (Anonim a, 2012) yang tidak BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada industri pangan, pengolahan pangan bertujuan untuk memperpanjang masa kadaluarsa, mengubah dan atau meningkatkan karakteristik produk (cita rasa, warna, tekstur),

Lebih terperinci

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : puree labu kuning, tapioka, bika ambon.

ABSTRAK. Kata kunci : puree labu kuning, tapioka, bika ambon. Hindun Tristya Zumrotin. 1211105021. Pengaruh Perbandingan Puree Labu Kuning (Cucurbita moschata ex. Poir) dan Tapioka Terhadap Karakteristik Bika Ambon. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Made Sugitha,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Ubi Kayu Singkong (Manihot esculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

23. HASlL OLAHAN TEPUNG UBI JALAR

23. HASlL OLAHAN TEPUNG UBI JALAR Kararnel Susu, Yoghurt Olahan Tepung Ubi Jalac Ebi (udang kering). Keju 23. HASlL OLAHAN TEPUNG UBI JALAR Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kue dan roti gandum. Adapun proses

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) EFISIENSI PENGGANDAAN SKALA KAPASITAS BENCH PADA PRODUKSI GELATIN TULANG IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) EFFICIENCY OF CAPACITY BENCH SCALE IN GELATINE OF RED SNAPPER BONE S PRODUCTION Ivanti Lilianti

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panen, produksi buah-buahan berlimpah sehingga harga jualnya rendah. Petani tidak dapat menyimpan buah-buahan lebih lama karena umur

I. PENDAHULUAN. panen, produksi buah-buahan berlimpah sehingga harga jualnya rendah. Petani tidak dapat menyimpan buah-buahan lebih lama karena umur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi buah-buahan di Indonesia seperti nanas, salak, pisang, dan pepaya cukup tinggi. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), produksi buah-buahan Indonesia

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. B. Waktu dan Tempat penelitian Pembuatan keripik pisang raja nangka dan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING (The Effect of Time and Temperature on the Manufacture of Carrot Chips with Vaccum Frying) Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman tropis, namun demikian tetap mampu beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis. Di Indonesia, tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERHITUNGAN

LAMPIRAN II PERHITUNGAN 2.1 Perhitungan Putaran LAMPIRAN II PERHITUNGAN Perhitungan kecepatan untuk mengetahui berapa kemampuan kecepatan alat yang dihasilkan pada proses chips ubi ungu. dibandingkan secara teori dan praktik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING Analysis of Physical and Organoleptic Properties of Mango Chips (Mangifera

Lebih terperinci

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven

Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven 129 Evaluasi Kualitas Produk Dadih Dalam Bentuk Bubuk Yang Dikeringkan Dengan Sinar Matahari Dan Oven L. Ibrahim Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Limau Manis, Padang Abstract The research was conducted

Lebih terperinci

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.2 ; November 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING * RIZKI AMALIA 1, AK QOYUM FINARIFI 1 1 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembungkus dari buah buahan dan sayuran dapat menggantikan beberapa pembungkus sintetik yang biasanya digunakan untuk mengawetkan dan melindungi makanan tersebut. Edible

Lebih terperinci

POTENSI GANYONG SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT DALAM UPAYA MENUNJANG KETAHANAN PANGAN

POTENSI GANYONG SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT DALAM UPAYA MENUNJANG KETAHANAN PANGAN POTENSI GANYONG SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT DALAM UPAYA MENUNJANG KETAHANAN PANGAN Nur Hidayat, Irnia Nurika dan Isti Purwaningsih Jur. Teknologi Industri Pertanian FTP UB Malang. Disampaikan Pada Seminar

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah umbi-umbian, salah satunya adalah singkong yang mempunyai potensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci