BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini berisi mengenai keseluruhan tahapan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian. Tahapan tersebut akan dijelaskan pada sub bab berikut. 4.1 PENGUMPULAN DATA Tahap pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data awal sebagai pendahuluan dalam perancangan alat proses finishing pemelituran. Tahap pengumpulan data selengkapnya dijelaskan pada sub subbab berikut ini Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan dengan cara observasi. Observasi dilakukan untuk mengetahui rangkaian proses dari obyek penelitian serta untuk memperoleh dokumentasi postur kerja operator saat melakukan proses kerja. Obyek penelitian yaitu pada proses finishing pemelituran. Proses produksi pembuatan jendela terdiri dari proses pengerjaan konstruksi, proses assembly, dan proses finishing. Fokus penelitian yaitu proses kerja finishing pada aktivitas mengampelas dan memelitur. Kotak berwarna merah pada gambar 4.1 menunjukkan fokus proses kerja yang akan dikaji dalam penelitian ini. Berikut adalah alur kerja proses pembuatan produk jendela, yaitu sebagai berikut: Mulai Proses Pengerjaan Konstruksi Proses Assembly Proses Finishing Selesai Gambar 4.1 Diagram commit Alir to Proses user Pembuatan Jendela IV-1

2 Proses pengerjaan konstruksi dan proses assembly melalui beberapa rangkaian proses kerja. Berikut adalah diagram aliran yang menjelaskan rangkaian proses kerja yang dilalui dalam proses pengerjaan konstruksi dan proses assembly: Mulai Persiapan Bahan Pengukuran Pemotongan manual Pemotongan dengan mesin Penghalusan dengan mesin Pemotongan dengan mesin Pengukuran Pemahatan Pemberian profil Assembly Pengeboran Pemasangan pen Pengampelasan dengan mesin Pemotongan kelebihan sisi kayu Selesai Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Produksi Pembuatan Jendela Proses finishing pemelituran juga melalui beberapa rangkaian proses. Berikut adalah diagram aliran yang menjelaskan rangkaian proses kerja yang dilalui dalam proses finishing pemelituran: Mulai Pengampelasan Pelapisan dengan plamir Pengampelasan Pengampelasan Pemelituran dasaran (dgn kuas) Pembuatan adonan plamir Pelapisan dengan plamir Pengampelasan Pembuatan adonan pelitur Pembersihan debu sisa ampelasan Pemelituran dasaran (dgn kuas) Pengampelasan Penggilapan (pemelituran dengan kain) Selesai Gambar 4.3 Diagram commit Alir Proses to user Finishing Pemelituran IV-2

3 Proses kerja finishing diawali dengan proses pengampelasan pada seluruh permukaan produk. Proses ini berfungsi untuk menghaluskan permukaan produk agar lebih halus ketika dilakukan proses berikutnya. Proses selanjutnya adalah pelapisan dengan lapisan plamir yang diawali dengan pembuatan bahan plamir yang terdiri dari campuran wood filler dan thinner. Pelapisan dengan plamir ini berfungsi untuk memberikan lapisan dasar sesuai warna yang diinginkan pada hasil pelituran. Selanjutnya permukaan produk kembali diampelas dan dilapisi plamir lagi. Setelah itu masuk ke proses berikutnya yaitu pemelituran dengan menggunakan kuas yang diawali dengan pembersihan permukaan produk dari sisa-sisa ampelasan dan pembuatan bahan pelitur. Bahan pelitur terdiri dari campuran spirtus, serlak dan ongker. Setelah seluruh permukaan dipelitur, dilakukan proses pengampelasan kembali. Tahap berikutnya masuk ke proses penggilapan, yaitu proses pemelituran yang digunakan untuk menentukan warna hasil produk pelituran. Warna hasil pelituran yang baik akan diperoleh ketika proses penggilapan dilakukan dengan waktu yang lama. Warna hasil pelituran menyesuaikan permintaan konsumen. Bahan yang digunakan dalam proses penggilapan beda dengan bahan pemelituran yang digunakan pada proses sebelumnya. Pada proses penggilapan ini hanya menggunakan campuran bahan spirtus dan serlak tanpa tambahan ongker. Alat yang digunakan dalam proses penggilapan yaitu kain yang dilipat. Pada proses ini dilakukan perulangan proses penggilapan dan pengampelasan yang dilakukan secara bergantian hingga didapatkan warna hasil pelituran sesuai kebutuhan. Keseluruhan proses finishing pemelituran membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Nilai waktu ini didasarkan pada waktu observasi. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses kerja finishing menjadi salah satu pertimbangan yang melatar belakangi dilakukannya penelitian ini. Berikut akan disajikan tabel yang menunjukkan pencatatan waktu keseluruhan proses finishing pemelituran, yaitu sebagai berikut: IV-3

4 Tabel 4.1 Aktivitas Proses Finishing Pemelituran Waktu Waktu Observasi (menit) Aktivitas Proses Kerja Persiapan Mengampelas seluruh permukaan produk Membuat adonan bahan plamir Melapisi plamir pada permukaan kayu yang lebar dengan scrap Melapisi plamir pada permukaan profil kayu dengan kain Mengampelas dan membersihkan debu sisa ampelasan pada permukaan produk Menambal bagian permukaan kayu yang berlubang dengan plamir Mengampelas Istirahat (sarapan) Membuat adonan pelitur dasaran (spirtus + serlak + ongker) + membersihkan debu sisa ampelasan pada permukaan produk Memelitur dasaran dengan menggunakan kuas Mengampelas Memelitur dasaran dengan menggunakan kuas Penggilapan dengan menggunakan kain Proses perulangan mengampelas menggilap mengampelas kembali Ishoma Proses perulangan menggilap mengampelas menggilap kembali Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa proses pengampelasan dan penggilapan yang dilakukan secara bergantian membutuhkan waktu yang paling lama. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses finishing pemelituran adalah 5 jam. Waktu tersebut merupakan waktu yang dibutuhkan untuk IV-4

5 melakukan proses finishing pemelituran pada umumnya, sehingga bisa jadi lebih dari 5 jam untuk menyelesaikan proses tersebut hingga diperoleh warna hasil pelituran yang sesuai. Berikut adalah dokumentasi postur kerja operator saat melakukan proses pengampelasan dan penggilapan: Gambar 4.4 Dokumentasi Proses Kerja Pengampelasan Gambar 4.4 menunjukkan dokumentasi pekerja saat melakukan proses kerja pengampelasan. Proses kerja pengampelasan dapat dilakukan dengan posisi produk tegak berdiri atau mendatar. Pada gambar 1 menunjukkan ketika pekerja dalam posisi tegak melakukan proses pengampelasan untuk bagian atas produk. Pada gambar 2 menunjukkan ketika pekerja harus menjangkau bagian samping kebawah dilakukan dengan postur kerja membungkuk. Pada gambar 3 menunjukkan ketika pekerja harus melakukan postur kerja jongkok dan membungkuk untuk menjangkau bagian bawah produk. Proses kerja pengampelasan dapat juga dilakukan dengan memposisikan produk secara horisontal atau mendatar. Pada posisi ini biasanya pekerja menambahkan balok untuk digunakan sebagai alas duduk serta harus menambahkan landasan balok dibawah produk untuk membuat posisi bidang kerja lebih tinggi sehingga lebih dekat untuk menjangkaunya meski tidak signifikan. Ketika bidang kerja terlalu jauh maka pekerja harus menjangkau tersebut dengan postur kerja jongkok. Berikut dokumentasi postur kerja operator ketika melakukan proses kerja pengampelasan dengan posisi produk horisontal/mendatar: IV-5

6 1 2 3 Gambar 4.5 Dokumentasi Proses Pengampelasan dengan Posisi Mendatar Tahapan proses berikutnya adalah proses penggilapan. Proses kerja tersebut menggunakan kain sebagai alat pemoles dan menggunakan bahan pemoles berupa campuran spirtus dan serlak. Dokumentasi postur kerja operator saat melakukan proses kerja penggilapan ditunjukkan pada gambar 4.6 sebagai berikut: Gambar 4.6 Dokumentasi Proses Kerja Penggilapan Gambar 4.6 menunjukkan dokumentasi saat pekerja melakukan proses kerja penggilapan dengan posisi produk berdiri bersandar pada bidang tegak. Pada gambar 1 menunjukkan ketika pekerja dalam posisi tegak melakukan proses kerja penggilapan untuk bagian atas produk. Gambar 2 menunjukkan pekerja harus menjangkau bagian bawah produk dengan postur kerja membungkuk. Gambar 3 menunjukkan ketika pekerja sudah merasa kurang nyaman ketika harus IV-6

7 membungkuk untuk menjangkau bagian bawah produk. Pekerja memutar produknya sehingga bagian bawah produk diposisikan menjadi bagian atas produk agar tidak perlu membungkuk saat melakukan proses penggilapan. Berdasarkan fakta ini dapat diidentifikasi bahwa pekerja merasa kurang nyaman dengan posisi kerja saat melakukan proses kerja yang mengharuskan untuk membungkuk, jongkok, berdiri, dan kembali membungkuk lagi. Proses ini dilakukan secara berulang dan membutuhkan waktu yang lama Identifikasi Ketidaknyamanan Operator Identifikasi ketidaknyamanan operator dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai keluhan-keluhan yang dirasakan oleh para pekerja saat melakukan aktivitas mengampelas dan memelitur pada proses finishing. Upaya ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung terhadap pekerja dengan memberikan kuesioner Nordic Body Map. Data yang diperoleh yaitu informasi mengenai keluhan-keluhan apa saja yang dirasakan oleh para pekerja, bagian tubuh mana saja yang dirasakan sakit/nyeri, prosentase keluhan sakit di beberapa bagian tubuh, dan harapan pekerja terkait dengan perbaikan metode kerja. Dengan adanya beberapa informasi tersebut maka dapat dibangkitkan kebutuhan pekerja yang nantinya dapat membantu dalam proses desain alat bantu yang bisa menyesuaikan harapan dan kebutuhan pekerja. Hasil rekapitulasi kuesioner Nordic Body Map yang diberikan kepada 2 pekerja yang berhubungan langsung dengan aktivitas kerja mengampelas dan memelitur dalam proses finishing disajikan dalam tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Rekapitulasi Kuesioner NBM Operator ke- Prosentase No. Segmen Tubuh Jumlah 1 2 Tingkat Keluhan 1 Leher bawah 1 50% 2 Bahu kiri 2 100% 3 Bahu kanan 2 100% 4 Pinggang 2 100% 5 Lengan bawah kanan 1 50% 6 Pergelangan tangan kanan commit to user 2 100% IV-7

8 Tabel 4.2 Rekapitulasi Kuesioner NBM (Lanjutan) No. Segmen Tubuh Operator ke- Prosentase Jumlah 1 2 Tingkat Keluhan 7 Tangan kanan 2 100% 8 Lutut kiri 2 100% 9 Lutut kanan 2 100% 10 Pergelangan kaki kiri 2 100% 11 Pergelangan kaki kanan 2 100% 12 Punggung 2 100% 13 Pantat (buttock) 2 100% Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pekerja yang berhubungan langsung dengan proses kerja mengampelas dan memelitur mengalami keluhan di beberapa segmen tubuhnya. Tanda checklist ( ) menunjukkan adanya keluhan yang dialami oleh pekerja pada bagian tubuh tersebut. Prosentase tingkat keluhan pada tiap bagian tubuh pada kedua operator ditunjukkan dalam grafik pada gambar berikut: 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Prosentase Tingkat Keluhan Segmen Tubuh Gambar 4.7 Grafik Prosentase Tingkat Keluhan Pekerja Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada gambar 4.7 dapat diketahui bahwa keluhan rasa tidak nyaman commit atau to nyeri user yang dialami oleh kedua pekerja IV-8

9 terjadi pada bahu kanan dan kiri, pinggang, pergelangan tangan kanan, tangan kanan, lutut kiri dan kanan, pergelangan kaki kiri dan kanan, punggung, dan pantat. Sedangkan pada bagian tubuh leher bawah dan lengan bawah kanan hanya 1 pekerja yang mengalami keluhan rasa sakit. Hal ini menunjukkan ada masalah pada cara atauj metode kerja proses finishing saat ini. Untuk itulah perlu dikaji lebih lanjut mengenai apa yang salah dengan cara atau metode kerja yang dilakukan. Identifikasi dengan menggunakan metode wawancara dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan informasi secara langsung mengenai keluhan dan harapan yang dialami pekerja yang berhubungan langsung dengan sistem kerja yang dikaji. Rekapitulasi hasil wawancara mengenai keluhan, kendala, dan harapan para pekerja terkait proses finishing pemelituran yaitu sebagai berikut: Tabel 4.3 Keluhan dan Harapan Pekerja No. Keluhan Pekerja Harapan Pekerja Rasa nyeri pada bahu kanan dan 1 kiri, pinggang, pergelangan tangan Adanya alat bantu yang nyaman kanan, tangan kanan, lutut kiri dan digunakan dan dapat mengurangi rasa kanan, pergelangan kaki kiri dan nyeri setelah bekerja. kanan, punggung, dan pantat setelah bekerja. Pekerja merasa kurang nyaman 2 untuk menjangkau seluruh permukaan produk yang mengharuskan melakukan sikap kerja membungkuk-jongkokberdiri ketika produk diposisikan bersandar pada bidang tegak. Adanya alat bantu yang memungkinkan melakukan proses kerja pemelituran tanpa harus melakukan sikap kerja membungkukjongkok-berdiri. IV-9

10 Tabel 4.3 Keluhan dan Harapan Pekerja (Lanjutan) No. Keluhan Pekerja Harapan Pekerja Operator merasa kurang nyaman Adanya alat bantu yang dapat memposisikan sikap kerja yang nyaman ketika produk diposisikan 3 dengan posisi kerja duduk-jongkok mendatar (horisontal). saat produk diposisikan Adanya alat bantu yang fleksibel horisontal/mendatar. untuk bisa memposisikan produk dikerjakan dalam posisi horisontal maupun vertikal. 4.2 PENGOLAHAN DATA Pada tahap pengolahan data ini dilakukan beberapa tahapan diantaranya penilaian postur kerja dengan metode REBA, penyusunan konsep perancangan, penerapan anthropometri pada desain alat, penentuan komponen alat bantu, pembuatan rancangan alat bantu, perhitungan teknik, estimasi biaya rancangan, ilustrasi postur tubuh terhadap hasil rancangan, dan penilaian postur kerja dengan metode REBA setelah perancangan. Untuk detail lebih jelasnya akan dijelaskan pada sub subbab berikut ini Penilaian Postur Kerja dengan Metode REBA Penilaian terhadap posisi kerja dengan menggunakan metode REBA digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai resiko yang ditimbulkan dari posisi kerja yang dilakukan saat melakukan aktivitas kerja. Penilaian terhadap postur kerja penting untuk dilakukan agar dapat diketahui tingkat resiko (risk level) yang ditimbulkan, sehingga dapat segera diambil tindakan sesuai dengan tingkat resiko yang ada. Dengan melakukan penilaian postur kerja menggunakan metode REBA maka dapat diketahui aman atau tidaknya postur kerja yang dilakukan oleh operator. Tahapan untuk melakukan penilaian dengan menggunakan metode REBA diawali dengan penarikan sudut pada dokumentasi saat pekerja melakukan aktivitas kerja. Berdasarkan dokumentasi postur kerja yang telah diperoleh pada IV-10

11 studi pendahuluan maka dapat dilakukan analisis penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA, sebagai berikut: A. Penilaian REBA pada Proses Pengampelasan dengan Posisi Produk Bersandar pada Bidang Tegak Gambar 4.8 Penilaian Sudut Postur Kerja Proses Pengampelasan dengan Posisi Produk Bersandar pada Bidang Tegak Berdasarkan penarikan sudut pada gambar 4.8 maka dapat dilakukan penilaian dengan menggunakan metode REBA, yaitu sebagai berikut: 1. Grup A (Neck, Trunk, and Legs Analysis) - Leher (Neck) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi leher pekerja membentuk sudut sebesar 19,27 sehingga sesuai tabel 2.2 termasuk kedalam pergerakan leher 0-20 flexion dengan skor 1. Posisi leher pekerja sesuai gambar 4.8 menunjukkan pergerakan memutar ke samping sehingga skor untuk leher (neck) menjadi +1. Total untuk skor leher (neck) yaitu 2. - Punggung (Trunk) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi punggung pekerja membentuk sudut sebesar 99,56 sehingga sesuai tabel 2.1 termasuk kedalam pergerakan punggung >60 flexion dengan skor 4. Posisi punggung pekerja sesuai gambar 4.8 menunjukkan pergerakan miring ke samping sehingga skor IV-11

12 untuk punggung (trunk) menjadi +1. Total untuk skor punggung (trunk) yaitu 5. - Kaki (Legs) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi kedua kaki menopang berat tubuh sehingga sesuai tabel 2.3 mendapat skor 1. Posisi kaki berdiri membungkuk membentuk sudut 22,01 sesuai tabel 2.3 karena sudut yang terbentuk <30 maka tidak perlu ditambahkan adjustment sehingga nilai untuk legs score tetap 1. - Table A Score Nilai untuk table A score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara neck score, trunk score, dan legs score. Nilai untuk neck score, trunk score, dan legs score secara berurutan adalah 2,5, dan 1. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table a score yaitu 6. - Load Score Nilai untuk load score diperoleh dari berat beban yang diterima oleh pekerja saat melakukan proses kerja. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa pekerja tidak menerima berat beban yang besar karena hanya memegang ampelas untuk melakukan proses kerja pengampelasan, maka sesuai tabel 2.4 termasuk kedalam berat beban <5 kg dengan nilai load score yaitu 0. - Score A Nilai untuk score A diperoleh dari penjumlahan antara table A score dengan load score. Nilai untuk table A score dan load score secara berurutan yaitu 6 dan 0, maka nilai untuk score A adalah Grup B (Arm and Wrist Analysis) - Lengan Atas (Upper Arm) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi lengan atas pekerja membentuk sudut sebesar 86,63 sehingga sesuai tabel 2.5 termasuk kedalam pergerakan lengan atas flexion dengan skor lengan atas (upper arm) yaitu 3. IV-12

13 - Lengan Bawah (Lower Arm) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 69,95 sehingga sesuai tabel 2.6 termasuk kedalam pergerakan lengan bawah flexion dengan skor lengan bawah (lower arm) yaitu 1. - Pergelangan Tangan (Wrist) Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa posisi pergelangan tangan pekerja membentuk sudut sebesar 27,14 sehingga sesuai tabel 2.7 termasuk kedalam pergerakan pergelangan tangan >15 extention dengan skor 2 dan +1 karena putaran pergelangan tangan menjauhi sisi tengah, sehingga nilai pergelangan tangan (wrist) yaitu 3. - Table B Score Nilai untuk table B score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara upper arm score, lower arm score, dan wrist score. Nilai untuk upper arm score, lower arm score, dan wrist score secara berurutan adalah 3,1, dan 3. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table b score yaitu 5. - Coupling Score Berdasarkan gambar 4.8 dapat diketahui bahwa proses kerja pengampelasan menggunakan alat berupa ampelas. Ampelas digunakan untuk menggosok permukaan kayu seperti yang terlihat pada gambar. Sesuai tabel 2.8 kondisi ini termasuk kedalam coupling fair dengan skor 1 karena pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal. - Score B Nilai untuk score B diperoleh dari penjumlahan antara table B score dengan coupling score. Nilai untuk table B score dan coupling score secara berurutan yaitu 5 dan 1, maka nilai untuk score B adalah Final REBA Score - Table C Score Nilai untuk table C score diperoleh dari pertemuan antara 2 point yang dibentuk antara score A dan score B. Nilai untuk score A dan score B secara IV-13

14 berurutan adalah 6 dan 6. Berdasarkan kedua skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table c score yaitu 8. - Activity Score Berdasarkan kondisi kerja proses pengampelasan dengan posisi produk bersandar pada bidang tegak maka activity score bernilai +1 sesuai tabel 2.9 termasuk kedalam aktivitas jika pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit. - Final REBA Score Nilai untuk final REBA score diperoleh dari penjumlahan antara table C score dengan activity score. Nilai untuk table C score adalah 8 dan activity score adalah +1, sehingga nilai untuk final REBA score adalah 9. Berdasarkan nilai final REBA score tersebut maka dapat diketahui bahwa level resiko tergolong tinggi dengan level tindakan 3 yaitu perlu segera dilakukan perbaikan. B. Penilaian REBA pada Proses Pengampelasan dengan Posisi Produk Horisontal/Mendatar Gambar 4.9 Penilaian Sudut Postur Kerja Proses Pengampelasan dengan Posisi Produk Horisontal/Mendatar IV-14

15 Berdasarkan penarikan sudut pada gambar 4.9 maka dapat dilakukan penilaian dengan menggunakan metode REBA, yaitu sebagai berikut: 1. Grup A (Neck, Trunk, and Legs Analysis) - Leher (Neck) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi leher pekerja membentuk sudut sebesar 15,68 sehingga sesuai tabel 2.2 termasuk kedalam pergerakan leher 0-20 flexion dengan skor 1. Posisi leher pekerja sesuai gambar 4.9 menunjukkan pergerakan memutar ke samping sehingga skor untuk leher (neck) menjadi +1. Total untuk skor leher (neck) yaitu 2. - Punggung (Trunk) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi punggung pekerja membentuk sudut sebesar 47,79 sehingga sesuai tabel 2.1 termasuk kedalam pergerakan punggung flexion dengan skor 3. Posisi punggung pekerja sesuai gambar 4.9 menunjukkan pergerakan miring ke samping sehingga skor untuk punggung (trunk) menjadi +1. Total untuk skor punggung (trunk) yaitu 4. - Kaki (Legs) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi kedua kaki menopang berat tubuh sehingga sesuai tabel 2.3 mendapat skor 1. Posisi kaki jongkok membentuk sudut 144,02 sesuai tabel 2.3 termasuk kedalam pergerakan lutut >60 flexion sehingga skor untuk kaki (legs) menjadi +2. Total untuk skor kaki (legs) yaitu 3. - Table A Score Nilai untuk table A score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara neck score, trunk score, dan legs score. Nilai untuk neck score, trunk score, dan legs score secara berurutan adalah 2,4, dan 3. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table a score yaitu 7. - Load Score Nilai untuk load score diperoleh dari berat beban yang diterima oleh pekerja saat melakukan proses kerja. Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa pekerja tidak menerima berat commit beban to yang user besar karena hanya memegang IV-15

16 ampelas untuk melakukan proses kerja pengampelasan, maka sesuai tabel 2.4 termasuk kedalam berat beban <5 kg dengan nilai load score yaitu 0. - Score A Nilai untuk score A diperoleh dari penjumlahan antara table A score dengan load score. Nilai untuk table A score dan load score secara berurutan yaitu 7 dan 0, maka nilai untuk score A adalah Grup B (Arm and Wrist Analysis) - Lengan Atas (Upper Arm) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi lengan atas pekerja membentuk sudut sebesar 69,65 sehingga sesuai tabel 2.5 termasuk kedalam pergerakan lengan atas flexion dengan skor lengan atas (upper arm) yaitu 3. - Lengan Bawah (Lower Arm) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 23,13 sehingga sesuai tabel 2.6 termasuk kedalam pergerakan lengan bawah <60 flexion dengan skor lengan bawah (lower arm) yaitu 2. - Pergelangan Tangan (Wrist) Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa posisi pergelangan tangan pekerja membentuk sudut sebesar 22,88 sehingga sesuai tabel 2.7 termasuk kedalam pergerakan pergelangan tangan >15 extention dengan skor pergelangan tangan (wrist) yaitu 2. - Table B Score Nilai untuk table B score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara upper arm score, lower arm score, dan wrist score. Nilai untuk upper arm score, lower arm score, dan wrist score secara berurutan adalah 3,2, dan 2. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table b score yaitu 5. - Coupling Score Berdasarkan gambar 4.9 dapat diketahui bahwa proses kerja pengampelasan menggunakan alat berupa ampelas, dan biasanya ditambahkan balok kecil commit untuk membantu to user mengerjakan proses kerja IV-16

17 pengampelasan. Sesuai tabel 2.8 kondisi ini termasuk kedalam coupling fair dengan skor 1 karena pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal. - Score B Nilai untuk score B diperoleh dari penjumlahan antara table B score dengan coupling score. Nilai untuk table B score dan coupling score secara berurutan yaitu 5 dan 1, maka nilai untuk score B adalah Final REBA Score - Table C Score Nilai untuk table C score diperoleh dari pertemuan antara 2 point yang dibentuk antara score A dan score B. Nilai untuk score A dan score B secara berurutan adalah 7 dan 6. Berdasarkan kedua skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table c score yaitu 9. - Activity Score Berdasarkan kondisi kerja proses pengampelasan dengan posisi produk horisontal/mendatar maka activity score bernilai +1 sesuai tabel 2.9 termasuk kedalam aktivitas jika pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit. - Final REBA Score Nilai untuk final REBA score diperoleh dari penjumlahan antara table C score dengan activity score. Nilai untuk table C score adalah 9 dan activity score adalah +1, sehingga nilai untuk final REBA score adalah 10. Berdasarkan nilai final REBA score tersebut maka dapat diketahui bahwa level resiko tergolong tinggi dengan level tindakan 3 yaitu perlu segera dilakukan perbaikan. IV-17

18 C. Penilaian REBA pada Proses Penggilapan (Pemelituran dengan Menggunakan Kain) Gambar 4.10 Penilaian Sudut Postur Kerja Proses Penggilapan (Pemelituran dengan Menggunakan Kain) Berdasarkan penarikan sudut pada gambar 4.10 maka dapat dilakukan penilaian dengan menggunakan metode REBA, yaitu sebagai berikut: 1. Grup A (Neck, Trunk, and Legs Analysis) - Leher (Neck) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi leher pekerja membentuk sudut sebesar 19,82 sehingga sesuai tabel 2.2 termasuk kedalam pergerakan leher in extension dengan skor 2. Posisi leher pekerja sesuai gambar 4.10 menunjukkan pergerakan memutar ke samping sehingga skor untuk leher (neck) menjadi +1. Total untuk skor leher (neck) yaitu 3. - Punggung (Trunk) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi punggung pekerja membentuk sudut sebesar 76,75 sehingga sesuai tabel 2.1 termasuk kedalam pergerakan punggung >60 flexion dengan skor 4. Posisi punggung pekerja sesuai gambar 4.10 menunjukkan pergerakan miring ke samping sehingga IV-18

19 skor untuk punggung (trunk) menjadi +1. Total untuk skor punggung (trunk) yaitu 5. - Kaki (Legs) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi kedua kaki menopang berat tubuh sehingga sesuai tabel 2.3 mendapat skor 1. Posisi kaki berdiri membungkuk membentuk sudut 24,70 sesuai tabel 2.3 karena sudut yang terbentuk <30 maka tidak perlu ditambahkan adjustment sehingga nilai untuk legs score tetap 1. - Table A Score Nilai untuk table A score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara neck score, trunk score, dan legs score. Nilai untuk neck score, trunk score, dan legs score secara berurutan adalah 3,5, dan 1. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table a score yaitu 8. - Load Score Nilai untuk load score diperoleh dari berat beban yang diterima oleh pekerja saat melakukan proses kerja. Berdasarkan gambar 4.10 dapat dilihat bahwa pekerja tidak menerima berat beban yang besar karena hanya memegang kain untuk melakukan proses kerja penggilapan (pemelituran), maka sesuai tabel 2.4 termasuk kedalam berat beban <5 kg dengan nilai load score yaitu 0. - Score A Nilai untuk score A diperoleh dari penjumlahan antara table A score dengan load score. Nilai untuk table A score dan load score secara berurutan yaitu 8 dan 0, maka nilai untuk score A adalah Grup B (Arm and Wrist Analysis) - Lengan Atas (Upper Arm) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi lengan atas pekerja membentuk sudut sebesar 84,15 sehingga sesuai tabel 2.5 termasuk kedalam pergerakan lengan atas flexion dengan skor lengan atas (upper arm) yaitu 3. IV-19

20 - Lengan Bawah (Lower Arm) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 106,31 sehingga sesuai tabel 2.6 termasuk kedalam pergerakan lengan bawah >100 flexion dengan skor lengan bawah (lower arm) yaitu 2. - Pergelangan Tangan (Wrist) Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa posisi pergelangan tangan pekerja membentuk sudut sebesar 21,38 sehingga sesuai tabel 2.7 termasuk kedalam pergerakan pergelangan tangan >15 extention dengan skor pergelangan tangan (wrist) yaitu 2. - Table B Score Nilai untuk table B score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara upper arm score, lower arm score, dan wrist score. Nilai untuk upper arm score, lower arm score, dan wrist score secara berurutan adalah 3,2, dan 2. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table b score yaitu 5. - Coupling Score Berdasarkan gambar 4.10 dapat diketahui bahwa proses kerja penggilapan (pemelituran) menggunakan alat berupa kain yang dilipat. Kain tersebut digunakan untuk memoles permukaan kayu seperti yang terlihat pada gambar Sesuai tabel 2.8 kondisi ini termasuk kedalam coupling fair dengan skor 1 karena pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal. - Score B Nilai untuk score B diperoleh dari penjumlahan antara table B score dengan coupling score. Nilai untuk table B score dan coupling score secara berurutan yaitu 5 dan 1, maka nilai untuk score B adalah Final REBA Score - Table C Score Nilai untuk table C score diperoleh dari pertemuan antara 2 point yang dibentuk antara score A dan score B. Nilai untuk score A dan score B secara berurutan adalah 8 dan 6. Berdasarkan kedua skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table c score yaitu commit 9. to user IV-20

21 - Activity Score Berdasarkan kondisi kerja proses penggilapan (pemelituran) maka activity score bernilai +1 sesuai tabel 2.9 termasuk kedalam aktivitas jika pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit. - Final REBA Score Nilai untuk final REBA score diperoleh dari penjumlahan antara table C score dengan activity score. Nilai untuk table C score adalah 9 dan activity score adalah +1, sehingga nilai untuk final REBA score adalah 10. Berdasarkan nilai final REBA score tersebut maka dapat diketahui bahwa level resiko tergolong tinggi dengan level tindakan 3 yaitu perlu segera dilakukan perbaikan. D. Hasil Rekapitulasi Penilaian dengan Metode REBA Penilaian postur kerja menggunakan metode REBA dilakukan pada 3 aktivitas kerja diantaranya pengampelasan dengan posisi produk disandarkan pada bidang tegak, pengampelasan dengan posisi produk horisontal/mendatar, dan proses penggilapan (pemelituran dengan menggunakan kain). Hasil rekapitulasi penilaian ketiga postur kerja kerja tersebut dengan menggunakan metode REBA yaitu sebagai berikut: Tabel 4.4 Rekapitulasi Final REBA Score No. Aktivitas Kerja REBA Level Action Score Resiko Level 1 Pengampelasan dengan posisi produk 9 Tinggi 3 disandarkan pada bidang tegak 2 Pengampelasan dengan posisi produk 10 Tinggi 3 horisontal/mendatar 3 Proses penggilapan (pemelituran dengan 10 Tinggi 3 menggunakan kain) Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode REBA, ketiga proses kerja tersebut memiliki level resiko yang tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena posisi kerja/postur kerja yang salah saat melakukan proses kerja. Ketiga aktivitas kerja tersebut memiliki commit nilai 3 to untuk user action level yang berarti bahwa IV-21

22 perlu segera dilakukan perbaikan untuk dapat mengurangi resiko kerja. Salah satu resiko kerja yang dapat terjadi adalah adanya gangguan pada sistem musculoskeletal, apabila hal ini hanya dibiarkan begitu saja maka semakin lama akan semakin berbahaya Penyusunan Konsep Perancangan Penyusunan konsep perancangan dalam penelitian ini meliputi identifikasi kebutuhan dalam perancangan dan pembangkitan gagasan (ide). 1. Identifikasi Kebutuhan dalam Perancangan Berdasarkan analisis penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA, hasil kuesioner Nordic Body Map, dan hasil wawancara dengan para pekerja yang berhubungan langsung dengan proses kerja finishing pemelituran maka diperoleh informasi mengenai keluhan dan harapan pekerja. Dari informasi tersebut kemudian dibangkitkan atau ditetapkan kebutuhan dan desain produk yang akan dirancang. Tabel 4.5 menunjukkan data tentang keluhan, harapan, kebutuhan, dan desain alat bantu yang akan dirancang. Tabel 4.5 Keluhan, Harapan, Kebutuhan, dan Desain Alat No. Keluhan Pekerja Harapan Pekerja Kebutuhan Desain Alat Rasa nyeri pada bahu kanan dan kiri, pinggang, pergelangan tangan kanan, tangan 1 kanan, lutut kiri dan kanan, pergelangan kaki kiri dan kanan setelah bekerja. Pekerja merasa kurang nyaman untuk menjangkau seluruh permukaan produk yang mengharuskan 2 melakukan sikap kerja membungkuk-jongkokberdiri ketika produk diposisikan bersandar pada bidang tegak. Alat bantu Desain alat bantu Adanya alat bantu aktivitas yang yang nyaman pemelituran yang menyesuaikan digunakan, setidaknya mengurangi rasa dengan dapat mengurangi rasa nyeri setelah anthropometri nyeri setelah bekerja. bekerja. pekerja. Adanya alat bantu yang memungkinkan Alat bantu yang Desain alat yang melakukan proses membantu pekerja dapat kerja pemelituran memperbaiki menyesuaikan tanpa harus melakukan sikap kerja saat sikap kerja sikap kerja melakukan proses pekerja sesuai membungkukjongkok-berdiri. kerja pemelituran. kaidah ergonomi. IV-22

23 Tabel 4.5 Keluhan, Harapan, Kebutuhan, dan Desain Alat (Lanjutan) No. Keluhan Pekerja Harapan Pekerja Kebutuhan Desain Alat Adanya alat bantu Desain alat yang Alat bantu yang yang dapat dapat memposisikan memposisikan sikap memposisikan produk kerja yang nyaman produk dengan menyesuaikan ketika produk sikap kerja Operator merasa kurang kenyamanan diposisikan mendatar pekerja berdiri nyaman dengan posisi pekerja. (horisontal). tegak. 3 kerja duduk-jongkok Adanya alat bantu Desain alat yang saat produk diposisikan Alat bantu yang yang fleksibel untuk dilengkapi dengan horisontal/mendatar. dapat bisa memposisikan komponen yang memposisikan produk dikerjakan dapat produk dalam dalam posisi memposisikan posisi horisontal horisontal maupun bidang kerja tegak maupun vertikal. vertikal. maupun mendatar 2. Pembangkitan Gagasan (Ide) Berdasarkan kebutuhan pekerja yang dinyatakan pada tabel 4.5 diatas maka dapat dikembangkan gagasan atau ide untuk mengatasi masalah pada proses kerja finishing pemelituran. Gagasan yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan pekerja yang dikembangkan menyesuaikan prinsip ergonomi agar pekerja dapat menggunakan hasil rancangan alat bantu dengan nyaman. Ide maupun alternatif yang dikembangkan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan mewakili konsep mekanisme perancangan alat bantu proses kerja finishing pemelituran. Gagasan yang dikembangkan dari kebutuhan pekerja yaitu sebagai berikut: a. Kebutuhan pekerja akan alat bantu proses kerja finishing pemelituran yang mengurangi rasa nyeri setelah bekerja. Pekerja membutuhkan alat bantu yang dapat mengurangi rasa nyeri setelah bekerja melakukan aktivitas mengampelas dan memelitur dalam proses finishing. Rasa nyeri yang timbul tersebut merupakan dampak dari ketidaknyamanan yang dialami oleh pekerja dalam melakukan proses kerja finishing pemelituran karena sikap kerja yang dilakukan tidak ergonomis. Proses kerja finishing pemelituran mengharuskan pekerja untuk melakukan sikap kerja membungkuk-jongkok-berdiri yang dilakukan secara berulang dan IV-23

24 dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini dilakukan untuk dapat mencapai seluruh permukaan yang akan dilakukan proses finishing. Rasa nyeri dirasakan pada beberapa bagian tubuh diantaranya pada bahu kanan dan kiri, pinggang, pergelangan tangan kanan, tangan kanan, lutut kiri dan kanan, pergelangan kaki kiri dan kanan. Desain hasil rancangan untuk memenuhi kebutuhan pekerja adalah desain alat bantu yang menyesuaikan dengan anthropometri pekerja, misalnya tinggi hasil rancangan harus sesuai dengan tinggi badan pekerja, ketinggian bidang kerja sesuai dengan tinggi siku berdiri, dan bidang kerja menyesuaikan jangkauan tangan pekerja. b. Kebutuhan pekerja akan alat bantu yang membantu pekerja memperbaiki sikap kerja saat melakukan proses kerja pemelituran. Kebutuhan pekerja yang kedua adalah kebutuhan akan alat bantu yang membantu pekerja memperbaiki sikap kerja saat melakukan proses kerja pemelituran. Pada umumnya proses kerja finishing pemelituran tidak menggunakan alat bantu dalam menyelesaikan proses kerjanya. Produk yang akan dipelitur disandarkan ke dinding atau bidang tegak lainnya lalu untuk menjangkau seluruh permukaan produk pekerja harus melakukan sikap kerja yang tidak ergonomis karena harus membungkuk-jongkok-berdiri untuk dapat menjangkau seluruh permukaan produk yang akan diampelas atau dipelitur. Pekerja merasa kurang nyaman ketika harus menjangkau seluruh permukaan produk dengan sikap kerja seperti ini. Desain hasil rancangan untuk memenuhi kebutuhan pekerja adalah desain alat bantu yang dapat menempatkan produk pada sandaran yang dapat dioperasikan menyesuaikan kebutuhan pekerja. Dari sinilah muncul gagasan untuk membuat suatu frame kerja sebagai tempat sandaran produk yang dapat diputar sehingga pekerja tidak perlu membungkuk maupun jongkok untuk menjangkau permukaan dibagian bawah, pekerja hanya perlu memutar frame sebagai sandaran produk tadi untuk merubah posisi produk yang awalnya berada dibawah menjadi berada diatas. Dengan begitu desain alat bantu tersebut dapat menghilangkan sikap kerja tidak ergonomis seperti membungkuk dan jongkok karena prinsip yang diterapkan disini adalah fitting the job to the man rather than fitting the commit man to to the user job yang berarti pekerjaan yang IV-24

25 menyesuaikan manusia bukan manusia yang harus menyesuaikan pekerjaannya, dan hal ini dibantu dengan adanya alat bantu yang akan dirancang tersebut. c. Kebutuhan pekerja akan alat bantu yang memposisikan produk menyesuaikan kenyamanan pekerja. Kebutuhan pekerja yang ketiga adalah alat bantu yang memposisikan produk menyesuaikan kenyamanan pekerja. Kebutuhan ini muncul dari keluhan pekerja yang merasa kurang nyaman dengan sikap kerja dudukjongkok saat melakukan proses pengampelasan dengan produk diposisikan mendatar di atas lantai. Gagasan yang muncul dari kebutuhan tersebut adalah desain alat yang dapat memposisikan produk dengan sikap kerja pekerja berdiri tegak dengan harapan dapat menyesuaikan kenyamanan pekerja. Agar kenyamanan pekerja dapat tercapai maka dapat diwujudkan dengan menetapkan spesifikasi alat bantu mengacu pada kebutuhan yang kedua yaitu frame yang digunakan sebagai sandaran produk harus disesuaikan tingginya menyesuaikan tinggi siku berdiri. Penyesuaian alat bantu dengan tinggi siku berdiri ini dapat diimplementasikan ketika produk diposisikan/dipasang pada frame dengan posisi mendatar/horisontal. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, terkadang pekerja merasa nyaman ketika mengampelas maupun memelitur dengan posisi produk disandarkan pada bidang tegak. Gagasan ini diwujudkan dalam desain frame yang dapat diposisikan tegak seperti saat proses kerja ini dilakukan pada umumnya. batasan untuk tinggi maksimum frame ketika diposisikan tegak disesuaikan dengan tinggi badan pekerja sehingga pekerja tidak kesusahan ketika akan menjangkau produk yang akan dilakukan proses finishing. d. Kebutuhan pekerja akan alat bantu yang dapat memposisikan produk dalam posisi horisontal maupun vertikal. Kebutuhan pekerja yang keempat adalah alat bantu yang dapat memposisikan produk dalam posisi horisontal maupun vertikal. Kebutuhan ini muncul dari keluhan pekerja yang merasa kurang nyaman dengan sikap kerja duduk-jongkok saat produk diposisikan horisontal diatas lantai. Gagasan yang muncul berdasarkan kebutuhan pekerja adalah merubah sikap kerja IV-25

26 pekerja namun tetap mempertahankan agar produk bisa diposisikan horisontal. Melanjutkan gagasan pada kebutuhan kedua, desain alat yang dibutuhkan adalah frame atau sandaran tempat meletakkan produk dilengkapi dengan komponen yang dapat memposisikan bidang kerja dalam posisi horisontal. Hal ini dapat diwujudkan dengan menambahkan komponen pengunci pada frame sehingga dapat fleksibel memposisikan bidang kerja menjadi tegak maupun mendatar Penerapan Anthropometri Pada Desain Alat Perancangan alat bantu proses finishing pemelituran ini didasarkan dengan data anthropometri pengguna agar tercapai kaidah ergonomi. Yang dimaksud pengguna disini adalah pekerja di home industry Waluyo Jati yang berhubungan langsung dengan proses kerja pemelituran. Data anthropometri yang digunakan dalam penerapan anthropometri pada desain alat meliputi tinggi badan (Tb), tinggi siku berdiri (Tsb), dan jangkauan tangan ke depan (jtd). Penjelasan lebih detail akan dijelaskan pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Tujuan Penerapan Data Anthropometri No. Data yang dibutuhkan Tujuan 1 Tinggi badan (Tb) Untuk menyesuaikan ketinggian maksimal dari frame sandaran bidang kerja ketika bidang kerja diposisikan berdiri tegak. 2 Tinggi siku berdiri (Tsb) Untuk menentukan ketinggian komponen dasar penyangga frame sehingga ketika bidang kerja diposisikan horisontal/mendatar maka tinggi bidang kerja sesuai dengan kaidah ergonomi nyaman untuk digunakan. Untuk menentukan dimensi panjang frame 3 Jangkauan tangan ke sehingga ketika bidang kerja diposisikan depan (Jtd) horisontal mendatar maka masih terjangkau oleh jangkauan pekerja. IV-26

27 Pengumpulan data antropometri ini dilakukan pada kedua pekerja yang berhubungan langsung dengan proses kerja finishing pemelituran. Berikut hasil rekapitulasi dimensi tubuh operator: Tabel 4.7 Rekap Hasil Data Anthropometri Pekerja No. Data Simbol Operator 1 Operator 2 1 Tinggi badan Tb Tinggi siku berdiri Tsb Jangkauan tangan ke depan Jtd Data anthropometri yang diimplementasikan dalam perancangan alat bantu adalah data anthropometri pekerja dengan persentil ke-5 (P5). Berikut adalah perhitungan data anthropometri dengan persentil ke-5 (P5) untuk tinggi badan, tinggi siku berdiri, dan jangkauan tangan ke depan: A. Tinggi Badan (P5) Mean X = x 1 + x 2 N X = 2 Standar Deviasi = 166 cm SD = (x i x ) 2 N 1 SD = ( )2 + ( ) Persentil ke-5 P5 = X 1,645 SD P5 = 166 1,645 (1,414) = 163,674 cm B. Tinggi Siku Berdiri (P5) Mean = 1,414 cm X = x 1 + x 2 N X = = 104 cm IV-27

28 Standar Deviasi SD = (x i x ) 2 N 1 P5 SD = ( )2 + ( ) P5 = X 1,645 SD P5 = 104 1,645 (1,414) = 101,673 cm C. Jangkauan Tangan Kedepan (P5) Mean X = x 1 + x 2 N X = 2 Standar Deviasi SD = (x i x ) 2 N 1 = 81,5 cm = 1,414 cm P5 SD = (80 81,5)2 + (83 81,5) P5 = X 1,645 SD P5 = 81,5 1,645 (2,121) = 78,01 cm = 2,121 cm Penentuan Komponen Alat Bantu Proses Kerja Finishing Pemelituran Pada tahapan ini penentuan komponen berdasarkan gagasan dari identifikasi kebutuhan pada tahapan sebelumnya. Secara garis besar terdapat 4 kebutuhan yang menghasilkan 4 gagasan yang muncul untuk bisa diimplementasikan sebagai solusi dari kebutuhan tersebut. Empat gagasan desain yang muncul tersebut meliputi frame sebagai sandaran bidang kerja pemelituran, komponen dasar sebagai penyangga frame yang disesuaikan dengan ketinggian siku berdiri pekerja, dan komponen commit pengunci to user untuk menambahkan keistimewaan IV-28

29 alat bantu agar dapat memposisikan bidang kerja secara berdiri tegak maupun mendatar horisontal. Untuk detail lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Frame Sandaran Bidang Kerja Bagian ini merupakan komponen utama dari alat bantu berupa frame berbentuk + yang digunakan sebagai sandaran bidang kerja untuk menempatkan produk yang akan diproses. Dimensi panjang frame ini menyesuaikan dengan data anthropometri jangkauan ke depan pekerja, yaitu 78,01 cm untuk persentil ke-5 (P5), sehingga dimensi setengah panjang frame dibuat kurang dari 78,01 cm. Hal ini bertujuan agar ketika frame diposisikan mendatar horisontal masih dapat terjangkau oleh pekerja. Frame ini dapat diputar dengan tujuan agar pekerja tidak perlu membungkuk atau jongkok untuk menjangkau permukaan produk bagian bawah produk saat diproses, Pekerja hanya perlu memutar frame bagian bawah menjadi bagian atas sehingga tercapai prinsip ergonomi yaitu fitting the job to the man rather than fitting the man to the job. Berikut detail gambar rancangan frame beserta dimensinya: Gambar 4.11 commit Gambar to user 2D Komponen Frame IV-29

30 Gambar 4.12 Gambar 3D Komponen Frame 2. Ragum (Pencekam) pada Frame Bagian ini merupakan komponen pelengkap pada frame sandaran bidang kerja. Bagian ini difungsikan sebagai pencekam produk yang ditempatkan pada komponen frame agar dapat mempertahankan posisi produk. Desain pencekam ini tentunya dirancang agar tidak merusak produk yang akan dipelitur sehingga diberikan lapisan spon pada bagian sisi dalamnya yang bersentuhan kontak langsung dengan produk yang akan dilakukan proses kerja finishing pemelituran. Untuk dimensi panjang dan lebar pencekam tentunya menyesuaikan dengan framenya. Berikut detail gambar rancangan pencekam beserta dimensinya: Gambar 4.13 Gambar 2D Komponen Ragum (Pencekam) IV-30

31 Gambar 4.14 Gambar 3D Komponen Ragum (Pencekam) 3. Komponen Penyangga Dasar Bagian ini merupakan komponen dasar yang difungsikan sebagai penyangga frame sandaran bidang kerja. Desain untuk komponen dasar penyangga ini tentunya harus dengan konstruksi yang kokoh. Untuk itulah pada desain komponen penyangga dasar ini dibentuk 2 segitiga penyangga untuk memperkuat konstruksi. Pada bagian sisi kedua segitiga penyangga tersebut dibuat lubang-lubang yang difungsikan sebagai slot pengunci saat mengoperasikan alat bantu aktivitas pemelituran dalam proses finishing. Berikut detail gambar rancangan komponen penyangga dasar beserta dimensinya: Gambar 4.15 Gambar 2D Komponen Penyangga Dasar IV-31

32 Gambar 4.16 Gambar 3D Komponen Penyangga Dasar 4. Komponen Pengunci Bagian ini merupakan salah satu komponen pendukung yang menjadi added value dari alat bantu yang akan dirancang. Dengan adanya komponen pengunci ini maka dapat memposisikan frame sandaran bidang kerja dalam posisi tegak atau mendatar horisontal. Komponen pengunci ini terdiri dari 1 pengunci as ditengah untuk dapat menggerakkan frame sandaran bidang kerja dalam posisi tegak maupun mendatar horisontal serta pengunci U yang dapat dibongkar pasang dan difungsikan sebagai pengunci ketika akan memilih melakukan proses pemelituran dengan posisi bidang kerja tegak atau mendatar horisontal. Berikut detail gambar rancangan komponen pengunci beserta dimensinya. Gambar 4.17 Gambar 2D Komponen Pengunci Gambar 4.18 Gambar 3D Komponen Pengunci IV-32

33 5. Komponen Penghubung Frame dengan Penyangga Dasar Bagian ini merupakan komponen tambahan yang difungsikan sebagai penghubung antara frame dengan komponen penyangga dasar. Untuk dimensi panjang dan lebarnya menyesuaikan dengan komponen penyangga dasar. Pada bagian kedua sisi komponen ini dibuat lubang-lubang yang nantinya difungsikan sebagai slot pengunci untuk mengoperasikan alat bantu proses kerja finishing pemelituran. Berikut detail gambar rancangan komponen penghubung frame dan komponen penyangga dasar beserta dimensinya: Gambar 4.19 Gambar 2D Komponen Penghubung Gambar 4.20 Gambar 3D Komponen Penghubung 6. Roda Komponen yang tidak kalah penting dibanding kelima komponen lain. Merupakan komponen pelengkap yang difungsikan untuk mempermudah dalam proses manual handling. Dengan adanya roda tersebut dapat mempermudah pekerja untuk memindahkan letak alat bantu menyesuaikan kebutuhan kerja. Roda yang digunakan adalah roda yang dilengkapi dengan komponen pengunci, sehingga dapat menjaga kestabilan posisi alat bantu ketika sedang dioperasikan. Berikut detail gambar komponen roda beserta dimensinya: IV-33

34 Gambar 4.21 Gambar 2D Komponen Roda Gambar 4.22 Gambar 3D Komponen Roda Pembuatan Rancangan Alat Bantu Proses Kerja Finishing Pemelituran Rancangan alat bantu proses kerja finishing pemelituran didesain berdasarkan kompenen serta dimensi yang telah ditentukan pada tahapan sebelumnya. Pembuatan gambar rancangan alat bantu ini dilakukan dengan menggunakan software SolidWorks Premium Berikut desain gambar rancangan alat bantu proses kerja finishing pemelituran: A. Gambar Desain Alat Bantu Saat Memposisikan Bidang Kerja Tegak Gambar desain alat bantu saat memposisikan bidang kerja tegak ditunjukkan secara 2D maupun 3D dalam beberapa sudut pandang, sebagai berikut: IV-34

35 Gambar 2D Alat Bantu Gambar 4.23 Gambar 2D Alat Bantu Tampak Samping Gambar 4.24 Gambar 2D Alat Bantu Tampak Depan IV-35

36 Gambar 3D Alat Bantu Gambar 4.25 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Samping Gambar 4.26 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Depan IV-36

37 Gambar 4.27 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Sudut B. Gambar Desain Alat Bantu Saat Memposisikan Bidang Kerja Mendatar Gambar desain alat bantu saat memposisikan bidang kerja tegak ditunjukkan secara 2D maupun 3D dalam beberapa sudut pandang, sebagai berikut: Gambar 2D Alat Bantu Gambar 4.28 Gambar 2D Alat Bantu Tampak Samping IV-37

38 Gambar 3D Alat Bantu Gambar 4.29 Gambar 2D Alat Bantu Tampak Atas Gambar 4.30 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Samping IV-38

39 Gambar 4.31 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Atas Gambar 4.32 Gambar 3D Alat Bantu Tampak Sudut Hasil Rancangan Alat Bantu Penelitian ini menghasilkan output berupa suatu rekomendasi perbaikan proses kerja pada proses finishing commit pemelituran to user yaitu dengan menambahkan suatu IV-39

40 fasilitas kerja yang dirancang dengan tujuan untuk memperbaiki postur kerja pekerja saat melakukan proses kerja. Fasilitas kerja yang dihasilkan yaitu berupa rancangan alat bantu yang diberi nama flexible framework. Diberi nama demikian mengandung suatu makna bahwa alat bantu yang dirancang merupakan suatu frame work atau suatu frame yang difungsikan sebagai bidang kerja yang dapat diposisikan secara fleksibel atau menyesuaikan kenyamanan pekerja ketika melakukan proses kerja. Alat bantu dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu alat bantu yang nyaman digunakan sesuai dengan harapan para pekerja. Harapan para pekerja dihimpun melalui wawancara langsung yang dilakukan kepada 2 pekerja yang berhubungan langsung dengan proses kerja finishing pemelituran. Berdasarkan data keluhan dan harapan pekerja dibangkitkan gagasan untuk menghasilkan data kebutuhan dan desain alat yang dibutuhkan. Alat bantu dirancang menerapkan perhitungan anthropometri yang menyesuaikan dimensi tubuh pekerja yang berhubungan langsung dengan proses kerja agar fasilitas kerja yang dirancang nyaman untuk digunakan. Ketinggian rancangan alat bantu disesuaikan agar tidak terlalu tinggi karena apabila ketinggian rancangan alat bantu terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan bahu dan lengan atas terangkat menjauhi posisi normal tubuh yang dapat menyebabkan kelelahan dan keluhan nyeri pada pekerja. Sedangkan apabila ketinggian rancangan alat bantu terlalu rendah maka mengakibatkan leher dan kepala tertunduk sehingga menyebabkan keluhan tulang belakang dan otot menegang. Untuk memperbaiki proses kerja finishing pemelituran ke dalam posisi berdiri maka semua obyek yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan harus berada pada jangkauan ketinggian antara pinggul dan bahu. Upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi postural stress yang terjadi karena posisi tangan yang terangkat terlalu tinggi atau terlalu menjauhi posisi normal tubuh. Prinsip ini harus dipertimbangan dalam mendesain bidang kerja untuk pekerjaan yang dilakukan dalam posisi berdiri. Hasil rancangan alat bantu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya adalah: IV-40

41 A. Kelebihan Hasil Rancangan Alat Bantu 1. Merupakan suatu produk inovatif Hasil rancangan alat bantu yang dibuat merupakan suatu terobosan baru alternatif untuk memperbaiki postur kerja proses finishing pemelituran yang dirancang menyesuaikan data keluhan dan harapan pekerja. Disebut alat bantu terobosan baru karena pada umumnya proses kerja finishing pemelituran tidak menggunakan fasilitas kerja alat bantu dan hanya dikerjakan secara manual dengan cara menyandarkan produk pada bidang tegak (seperti: dinding) atau hanya diletakkan diatas lantai. 2. Kemudahan dan kenyamanan dalam pemakaian Alat bantu ini dirancang untuk memberikan kemudahan bagi pekerja dalam proses pengoperasiannnya. Tidak diperlukan suatu keahlian khusus untuk dapat mengoperasikan alat bantu tersebut. Proses pengoperasian dilakukan dengan cara meletakkan produk pada frame sebagai bidang kerja lalu dicekam pada keempat sisinya. Setelah itu tinggal memposisikan frame sesuai kenyamanan pekerja dalam melakukan proses kerja. Sedangkan kenyamanan yang dimaksud adalah alat bantu ini dirancang dengan menyesuaikan kondisi anthropometri pekerja yang berhubungan langsung dengan proses finishing pemelituran sehingga akan terasa nyaman ketika alat dioperasikan oleh pekerja. 3. Dapat mengurangi keluhan rasa tidak nyaman Rancangan alat bantu ini didesain untuk proses pengerjaan berdiri. Ditambahkan pula komponen berupa frame berbentuk + yang berfungsi untuk menyandarkan produk serta dicekam pada keempat sisinya. Frame ini dapat diputar sehingga dapat memposisikan produk bagian bawah diputar menjadi bagian atas sehingga ketika pekerja akan melakukan proses kerja pada bagian bawah produk tidak perlu melakukan postur kerja membungkuk atau jongkok melainkan hanya perlu memutar frame sehingga produk bagian bawah akan pindah ke bagian atas dan proses pengerjaan bisa dilakukan dengan postur kerja berdiri tegak. Dengan begitu keluhan rasa tidak nyaman akibat postur kerja membungkuk dan jongkok dapat dihindari. IV-41

42 4. Menurunkan level resiko kerja Berdasarkan penilaian postur kerja dengan menggunakan REBA maka dapat diketahui bahwa postur kerja yang dilakukan sebelum diterapkan dengan tambahan fasilitas kerja berupa alat bantu memiliki nilai REBA Score 9 hingga 10 yang menunjukkan bahwa postur kerja yang dilakukan tergolong kedalam level resiko yang tinggi (high risk). Setelah diimplementasikan rancangan alat bantu maka diperoleh penilaian REBA Score dapat turun menjadi 2 sampai 3 yang menunjukkan bahwa postur kerja yang dilakukan tergolong kedalam level resiko yang rendah (low risk). B. Kekurangan Hasil Rancangan Alat Bantu 1. Rancangan alat bantu tidak dapat mengakomodir semua ukuran produk Hasil rancangan alat bantu hanya dapat mengakomodir untuk ukuran produk maksimal 140 cm x 140 cm. Untuk produk yang memiliki dimensi lebih besar dari 140 cm x 140 cm tidak dapat dioperasikan dengan bantuan alat bantu karena ketika frame diputar maka bagian sisi pojok produk akan menabrak lantai dasar sehingga dikhawatirkan akan merusak produk. Oleh karena itu lebih baik diberikan batasan untuk dimensi maksimal produk yang dapat diakomodir dengan menggunakan alat bantu hasil rancangan Perhitungan Teknik Perhitungan teknik diperlukan untuk mengetahui kelayakan rancangan alat bantu fasilitas kerja yang dibuat. Perhitungan teknik yang dilakukan meliputi gaya pada rangka, kekuatan tahanan tekan, dan stabilitas guling. Penjelasan untuk masing-masing bagian adalah sebagai berikut: A. Gaya Pada Rangka Perhitungan gaya-gaya pada rangka diperlukan untuk mengetahui besarnya gaya yang muncul pada masing-masing rangka. Perhitungan gaya pada rangka dilakukan dalam keadaan alat memposisikan bidang kerja horisontal dan dalam keadaan alat memposisikan bidang kerja vertikal. Rangka yang dimaksud adalah rangka segitiga penumpu bidang kerja. Berikut perhitungan untuk masing-masing posisi alat bantu: IV-42

43 Diketahui: Massa frame = 14,2 kg Massa ragum (4) = 1,3 kg Massa komponen penyambung = 3,6 kg Massa produk = 6,3-20 kg Massa total yang harus ditumpu = 39,1 kg F = 39,1 x 9,8 = 383,18 N Karena rangka segitiga penumpu berjumlah 2 maka untuk gaya yang menekan dibagi 2 menjadi 191,59 N 192 N F = 192 N Gaya proses yang dipilih adalah proses ampelas dengan gaya terbesar yang digunakan dalam perhitungan. F proses = 12 N L1 = 19 cm L2 = 51 cm L = L1 + L2 = 70 cm 1. Gaya Pada Rangka Saat Alat Memposisikan Bidang Kerja Horisontal Gambar 4.33 Garis Gaya pada Rangka Alat Bantu Posisi Horisontal IV-43

44 Momen pada titik B M B = 0 (R AV. 70) ( ) ( ) = 0 R AV = = 160,63 N Momen pada titik A M A = 0 (R BV. 70) ( ) (12. 51) = 0 R BV = = 60,86 N Gambar 4.34 Reaksi Gaya pada Rangka 1 dan 2 Gaya pada sumbu X F x = 0 R AV + F 1 sin 80 = 0 160,63 + F 1. 0,98 = 0 F 1 = -163,91 N (tekan) Gaya pada sumbu Y F y = 0 F 2 + F 1 cos 80 = 0 F 2 + (-163,91). 0,17 = 0 F 2 = 27,86 N (tarik) Gambar 4.35 Reaksi Gaya pada Rangka 2 dan 3 Gaya pada sumbu X F x = 0 R BV + F 3 sin 48 = 0 60,86 + F 3. 0,74 = 0 F 3 = -82,24 N (tekan) IV-44

45 2. Gaya Pada Rangka Saat Alat Memposisikan Bidang Kerja Vertikal Gambar 4.36 Garis Gaya pada Rangka Alat Bantu Posisi Vertikal Momen pada titik A M A = 0 (R BV. 70) (192 sin ) + (192 cos ) (12 sin ) (12 cos ) = 0 70 R BV = 3592, , , ,49 R BV = 2875,79 70 = 41,08 N Momen pada titik B M B = 0 (R AV. 70) (192 sin ) + (192 cos ) (12 sin ) (12 cos ) = 0 70 R AV = 9643, , , ,49 R AV = 9211,81 70 = 131,59 N IV-45

46 Gaya pada sumbu Y F y = 0 F 1 sin 80 + R AV = 0 F 1 sin 80 = - R AV F 1 = 131,59 0,98 Gaya pada sumbu X F x = 0 Gambar 4.37 Reaksi Gaya pada Rangka 1 dan 2 = - 134,28 N (tekan) F cos 80 + F 1 cos cos 48 = 0 F ,34 + (-23,32) + 8,03 = 0 F 2 = - 18,05 N (tekan) Gambar 4.38 Reaksi Gaya pada Rangka 1 dan 3 Gaya pada sumbu X F x = 0 F 1 cos cos 80 = F 3 cos cos 48-23, ,34 = 0,67 F 3 + 8,03 F 3 = 2,97 N (tarik) B. Kekuatan Tahanan Tekan Alat Menurut SNI pasal 9.1 untuk menghitung kekuatan tahanan tekan harus memenuhi: N u < Ø c. N n F u < 0,85. F n IV-46

47 F u < 0,85. A g. f y Dengan Ø c = 0,85 N u = beban terfaktor N n = kuat tekan nominal komponen struktur = A g. f y A g = luas kotor f y = tegangan leleh = 210 Mpa F u = gaya ultimate atau gaya yang terjadi F n = gaya nominal 1. Kekuatan Tahanan Tekan Saat Alat Memposisikan Bidang Kerja Horisontal N u < Ø c. N n F u < 0,85. A g. F y 163,91 < 0,85. 6, ,91 N < 1119,2 N Berdasarkan pertidaksamaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan tahanan tekan alat saat alat memposisikan bidang kerja horisontal adalah kuat sehingga aman untuk dioperasikan, karena nilai kuat tekan nominal komponen struktur lebih besar daripada nilai beban terfaktor. 2. Kekuatan Tahanan Tekan Saat Alat Memposisikan Bidang Kerja Vertikal N u < Ø c. N n F u < 0,85. A g. F y 134,28 < 0,85. 6, ,28 N < 1119,2 N Berdasarkan pertidaksamaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan tahanan tekan alat saat alat memposisikan bidang kerja vertikal adalah kuat sehingga aman untuk dioperasikan, karena nilai kuat tekan nominal komponen struktur lebih besar daripada nilai beban terfaktor. IV-47

48 C. Stabilitas Guling (Overturning Stability) Gambar 4.39 Rangka Stabilitas Guling 192 sin 80. L2 < W. L1 189,08. 5 < W. 30 W hitungan > 31,51 N W hitungan > 3,22 kg Nilai W sesungguhnya yaitu sebesar 15,12 kg sehingga memenuhi pertidaksamaan bahwa nilai W sesungguhnya lebih besar dari W hitungan yaitu 3,22 kg, sehingga dapat disimpulkan bahwa rancangan alat bantu tidak akan mengalami guling atau alat bantu mampu mempertahankan posisinya agar tidak jatuh. D. Kekuatan Tiap Roda Gambar 4.40 Garis Gaya Kekuatan Roda Fy = R AV + R BV = R AV + R BV = 55 kg Ma = 0 ; Mb = 0 R BV x 0,7 m = 55 x 0,35 m R BV = 27,5 kg IV-48

49 R AV + R BV = 55 kg R AV + 27,5 kg = 55 kg R AV = 27,5 kg Berdasarkan perhitungan kekuatan tiap roda dengan diameter 10 cm tersebut menerima beban sebesar 27,5 kg Ilustrasi Postur Tubuh Terhadap Hasil Rancangan Ilustrasi terhadap hasil rancangan diperlukan untuk mengetahui cara kerja alat bantu hasil rancangan serta membandingkan kondisi postur kerja pekerja sebelum dan setelah dilakukan perancangan alat bantu. Berikut akan ditunjukkan gambar ilustrasi pekerja setelah menggunakan alat bantu hasil rancangan. Ilustrasi dilakukan pada saat alat bantu hasil rancangan memposisikan bidang kerja dalam posisi horisontal (mendatar) maupun vertikal. Gambar 4.41 Pekerja Saat Melakukan Proses Kerja dengan Alat Bantu Memposisikan Bidang Kerja Horisontal Gambar 4.41 menunjukkan ilustrasi postur kerja pekerja saat alat bantu memposisikan bidang kerja mendatar atau horisontal. Sebelum menggunakan alat bantu, pekerja melakukan proses pengampelasan dengan meletakkan produk diatas lantai dan posisi pekerja jongkok atau duduk seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5. Dengan penerapan alat bantu hasil rancangan maka dapat merubah sistem kerja pengampelasan yang awalnya dengan posisi jongkok atau duduk menjadi berdiri. Selain itu juga mengubah posisi produk yang awalnya diletakkan diatas lantai dengan tambahan landasan commit balok to user menjadi diletakkan pada frame alat IV-49

50 bantu hasil rancangan dengan pencekam yang dipasang di keempat sisinya. Sistem kerja frame ini dapat diputar 360 sehingga memudahkan pekerja untuk menjangkau sisi produk yang jauh. Pekerja hanya perlu memutar frame tersebut sehingga dapat menjangkau sisi lain produk yang akan dilakukan proses kerja. Ketinggian alat bantu disesuaikan dengan ketinggian antropometri siku pekerja sehingga bidang kerja menyesuaikan posisi nyaman pekerja. Gambar 4.42 Pekerja Saat Melakukan Proses Kerja dengan Alat Bantu Memposisikan Bidang Kerja Vertikal Gambar 4.42 menunjukkan ilustrasi postur kerja pekerja saat alat bantu memposisikan bidang kerja vertikal. Sebelum menggunakan alat bantu, pekerja melakukan proses pengampelasan maupun pemelituran dilakukan dengan menyandarkan produk pada bidang datar dengan posisi pekerja berdiri. Namun ketika pekerja akan menjangkau bagian samping maupun bawah produk pekerja harus menjangkau bagian tersebut dengan posisi tubuh membungkuk seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.6 Dengan penerapan alat bantu hasil rancangan maka dapat merubah sistem kerja pengampelasan maupun pemelituran yang awalnya berdiri-membungkuk-berdiri lagi menjadi berdiri saja tanpa harus melakukan postur kerja membungkuk. Selain itu dengan penerapan alat bantu tersebut merubah posisi produk yang sebelumnya hanya disandarkan pada bidang tegak dengan tambahan landasan balok pada posisi bawahnya untuk meninggikan posisi produk menjadi diletakkan pada suatu frame dengan pencekam pada keempat sisinya. Sistem kerja frame ini commit dapat diputar to user 360 sehingga dapat membantu IV-50

51 memposisikan produk yang awalnya pada bagian bawah tinggal diputar menjadi bagian atas sehingga pekerja tidak perlu membungkuk untuk menjangkaunya melainkan hanya perlu memutar frame menyesuaikan posisi yang akan dilakukan proses pengampelasan maupun pemelituran. Ketinggian maksimal bidang kerja dirancang menyesuaikan tinggi badan pekerja atau dibawahnya sehingga pekerja nyaman saat melakukan proses kerja pengampelasan maupun pemelituran Penilaian Postur Kerja dengan Metode REBA Setelah Perancangan Penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA setelah perancangan digunakan untuk membandingkan dengan posisi kerja sebelum perancangan. Selain itu digunakan untuk mengetahui penurunan nilai level resiko yang dihasilkan. Berikut adalah penilaian postur kerja dengan menggunakan metode REBA setelah perancangan: A. Penilaian Postur Kerja Saat Alat Bantu Memposisikan Bidang Kerja Horisontal Gambar 4.43 Penilaian Sudut Saat Alat Bantu Memposisikan Bidang Kerja Horisontal Berdasarkan penarikan sudut pada gambar 4.43 maka dapat dilakukan penilaian dengan menggunakan metode commit REBA, to user yaitu sebagai berikut: IV-51

52 1. Grup A (Neck, Trunk, and Legs Analysis) - Leher (Neck) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi leher pekerja membentuk sudut sebesar 19,35, sehingga sesuai tabel 2.2 termasuk kedalam pergerakan leher 0-20 flexion dengan skor 1. - Punggung (Trunk) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi punggung pekerja membentuk sudut sebesar 0 karena pekerja berdiri tegak, sehingga sesuai tabel 2.1 termasuk kedalam pergerakan punggung 0 dengan skor 1. - Kaki (Legs) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi kedua kaki menopang berat tubuh sehingga sesuai tabel 2.3 mendapat skor 1. - Table A Score Nilai untuk table A score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara neck score, trunk score, dan legs score. Nilai untuk neck score, trunk score, dan legs score secara berurutan adalah 1,1, dan 1. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table a score yaitu 1. - Load Score Nilai untuk load score diperoleh dari berat beban yang diterima oleh pekerja saat melakukan proses kerja. Berdasarkan gambar 4.43 dapat dilihat bahwa pekerja tidak menerima berat beban yang besar karena hanya memegang ampelas untuk melakukan proses kerja pengampelasan, maka sesuai tabel 2.4 termasuk kedalam berat beban <5 kg dengan nilai load score yaitu 0. - Score A Nilai untuk score A diperoleh dari penjumlahan antara table A score dengan load score. Nilai untuk table A score dan load score secara berurutan yaitu 1 dan 0, maka nilai untuk score A adalah 1. IV-52

53 2. Grup B (Arm and Wrist Analysis) - Lengan Atas (Upper Arm) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi lengan atas pekerja membentuk sudut sebesar 20,04 sehingga sesuai tabel 2.5 termasuk kedalam pergerakan lengan atas flexion dengan skor lengan atas (upper arm) yaitu 2. - Lengan Bawah (Lower Arm) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi lengan bawah pekerja membentuk sudut sebesar 65,47 sehingga sesuai tabel 2.6 termasuk kedalam pergerakan lengan bawah flexion dengan skor lengan bawah (lower arm) yaitu 1. - Pergelangan Tangan (Wrist) Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa posisi pergelangan tangan pekerja membentuk sudut kurang dari 15 sehingga sesuai tabel 2.7 termasuk kedalam pergerakan pergelangan tangan <15 dengan skor 1. - Table B Score Nilai untuk table B score diperoleh dari pertemuan antara 3 point yang dibentuk antara upper arm score, lower arm score, dan wrist score. Nilai untuk upper arm score, lower arm score, dan wrist score secara berurutan adalah 2,1, dan 1. Berdasarkan ketiga skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table b score yaitu 1. - Coupling Score Berdasarkan gambar 4.43 dapat diketahui bahwa proses kerja pengampelasan menggunakan alat berupa ampelas. Ampelas digunakan untuk menggosok permukaan kayu seperti yang terlihat pada gambar Sesuai tabel 2.8 kondisi ini termasuk kedalam coupling fair dengan skor 1 karena pegangan tangan bisa diterima tapi tidak ideal. - Score B Nilai untuk score B diperoleh dari penjumlahan antara table B score dengan coupling score. Nilai untuk table B score dan coupling score secara berurutan yaitu 1 dan 1, maka nilai untuk score B adalah 2. IV-53

54 3. Final REBA Score - Table C Score Nilai untuk table C score diperoleh dari pertemuan antara 2 point yang dibentuk antara score A dan score B. Nilai untuk score A dan score B secara berurutan adalah 1 dan 2. Berdasarkan kedua skor tersebut maka diperoleh nilai untuk table c score yaitu 1. - Activity Score Berdasarkan kondisi kerja proses pengampelasan dengan posisi produk bersandar pada bidang tegak maka activity score bernilai +1 sesuai tabel 2.9 termasuk kedalam aktivitas jika pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali per menit. - Final REBA Score Nilai untuk final REBA score diperoleh dari penjumlahan antara table C score dengan activity score. Nilai untuk table C score adalah 1 dan activity score adalah +1, sehingga nilai untuk final REBA score adalah 2. Berdasarkan nilai final REBA score tersebut maka dapat diketahui bahwa level resiko tergolong rendah (low risk) dengan level tindakan 1. B. Penilaian Postur Kerja Saat Alat Bantu Memposisikan Bidang Kerja Vertikal Gambar 4.44 Penilaian Sudut commit Saat Alat to Bantu user Memposisikan Bidang Kerja Vertikal IV-54

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati)

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati) PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PEMELITURAN DALAM PROSES FINISHING (Studi Kasus: Home Industry Waluyo Jati) Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi mengenai analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Pustaka Studi Lapangan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan MODUL 10 REBA 1. Deskripsi Rapid Entire Body Assessment (REBA) merupakan metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomic dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai postur kerja seorang operator. Berdasarkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan semakin meningkat pula. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut banyak orang membuka usaha di bidang bahan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGAJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT...

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT. ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESMENT PADA OPERATOR DALAM PEMBUATAN PEMBERSIH AIR LIMBAH DI PT. KAMIADA LESTARI INDONESIA Disusun Oleh: Roni Kurniawan (36411450) Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo

Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo Performa (2011) Vol. 10, No. 2: 119-130 Perancangan Alat Bantu Pemasangan Stiker Gitar untuk Mengurangi Keluhan dan Memperbaiki Postur Kerja di Tarjo Guitar Sukoharjo Maria Puspita Sari, Rahmaniyah Dwi

Lebih terperinci

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL

PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL PERBAIKAN PROSES IRAT BAMBU DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI DI UKM ALIFA CRAFT WEDDING SOUVENIR KASONGAN,BANTUL TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini akan membantu menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang ada. 2.1 GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batu bata Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya. Tanah ini banyak ditemui di sekitar kita. Itulah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire

Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire Lampiran 1. Format Standard Nordic Quetionnaire A. DATA RESPONDEN Nama : Usia : Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Status Pernikahan : Berat Badan Tinggi Badan : kg : cm Tangan dominan : a. Kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT.XYZ merupakan industri yang bergerak di bidang konstruksi dan fabrikasi baja yang berlokasi di Bandung. Peneliti melakukan pengamatan di lantai produksi ragum bangku PT.XYZ. Pada lantai produksi

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE

PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE PERANCANGAN ULANG FASILITAS KERJA PADA PROSES MEMAHAT UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA DI JAVA ART STONE TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Teknik Industri

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan Nai Shoes Collection merupakan home industry yang bergerak di bidang industri sepatu safety dan sepatu boot yang berlokasi di Jl. Cibaduyut Raya Gang Eteh Umi RT. 2 RW 1 kota Bandung.

Lebih terperinci

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Cita Anugrah Adi Prakosa 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Laboratorium

Lebih terperinci

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan Ery Suhendri¹, Ade Sri Mariawati²,Ani Umiyati³ ¹ ² ³ Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa erysuhendri@yahoo.com¹,adesri77@gmail.com²,

Lebih terperinci

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa

Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa ANALISIS POSTUR KERJA PADA INDUSTRI GERABAH Novena Ayu Parasti, Chandra Dewi K., DM. Ratna Tungga Dewa PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA, Jln.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA 138 BAB V HASIL DAN ANALISA 5.2. Hasil PT. Intan Pertiwi Industri merupakan perusahaan industri yang bergerak dalam pembuatan elektroda untuk pengelasan. Untuk menemukan permasalahan yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan pendahuluan dari laporan penelitian. Bagian yang akan dibahas adalah latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan yang akan dicapai pada penelitian, batasan masalah

Lebih terperinci

Perbaikan Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) Di CV.XYZ

Perbaikan Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) Di CV.XYZ Perbaikan Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) Di CV.XYZ Tri Yanuar 1, Yayan Harry Yadi 2, Ade Sri Mariawati 3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS MEMELITUR DALAM PROSES FINISHING

PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS MEMELITUR DALAM PROSES FINISHING PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEMPERBAIKI POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS MEMELITUR DALAM PROSES FINISHING Argadia Teguh widodo 1*, Rahmaniyah Dwi Astuti 2 1,2 Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Kondisi Lapangan Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat usaha informal pejahitan pakaian di wilayah Depok, khususnya Kecamatan Sukmajaya. Jumlah tempat usaha

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT X bergerak di bidang industri manufaktur yang memproduksi karet sebagai hasil utamanya. Operator mengalami keluhan sakit pada leher, punggung, lengan, dan kaki akibat pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA Etika Muslimah 1*, Dwi Ari Wibowo 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak Analisis Tingkat Risiko Cedera MSDs pada Pekerjaan Manual Material Handling dengan Metode REBA dan RULA pada Pekerjaan Area Produksi Butiran PT. Petrokimia Kayaku Reza Rashad Ardiliansyah 1*, Lukman Handoko

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi metodologi pemecahan masalah dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Indentifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dunia modern, mesin, peralatan dan segala produk sudah dipasarkan kepada seluruh masyarakat agar mereka merasa lebih mudah dan diuntungkan. Pada awalnya,

Lebih terperinci

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las. Sulistiawan I BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Perancangan ulang alat penekuk pipa untuk mendukung proses produksi pada industri las Sulistiawan I 1303010 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 30 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1. Pengumpulan data 4.1.1 Layout Lini Produksi Sekarang Gambar 4.1 Layout Assembly Line Gambar di atas menunjukkan denah lini produksi PT. Federal Karyatama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UD. M Irfan Shoes merupakan usaha kecil menengah yang berada di dalam kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) yang bergerak dalam bidang pembuatan sepatu. Proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 51-56 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN Disusun oleh: Daryono (344169) Jurusan : Teknik Industri Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X

1 Pedahuluan. Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN X Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.5 No.1 (2016) 4-10 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pada Pekerja Pengangkut Kayu Dengan Menggunakan Metode

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK Nama : Dimas Harriadi Prabowo NPM : 32411114 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini memunculkan berbagai jenis usaha. Semua kegiatan perindustrian tersebut tidak terlepas dari peran manusia, mesin dan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT

SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK MEREDUKSI ISSUE ERGONOMICS BACKBONE PAIN PADA PROSES WELDING NUT Disusun Oleh : Sanusi Akbar NPM. 201310217011 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai desain perbaikan kursi untuk karyawan pada bagian kerja penyetelan dan pelapisan

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA)

ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) ANALISIS POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS PENGANGKUTAN BUAH KELAPA SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESSMENT (REBA) Muhammad wakhid Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Gambar. Postur Batang Tubuh REBA Tabel. Skor Batang Tubuh REBA Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi normal 1

Gambar. Postur Batang Tubuh REBA Tabel. Skor Batang Tubuh REBA Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi normal 1 Lampiran 1. Form penilaian metode REBA Grup A: b.batang tubuh (trunk) Gambar. Postur Batang Tubuh REBA Tabel. Skor Batang Tubuh REBA Pergerakan Skor Skor Perubahan Posisi normal 1 0-20 0 (ke depan dan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali

Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Analisis Postur Kerja dengan Metode REBA untuk Mengurangi Resiko Cedera pada Operator Mesin Binding di PT. Solo Murni Boyolali Alfian Destha Joanda *1) dan Bambang Suhardi *2) 1,2) Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Postur kerja adalah sikap tubuh pekerja saat melaksanakan aktivitas kerja. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator yang kurang

Lebih terperinci

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja https://doi.org/10.22219/jtiumm.vol18.no1.19-28 Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja Dian Palupi Restuputri, M. Lukman, Wibisono Teknik Industri, Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Hasil A. Penilaian Postur Kerja Berdasarkan Metode RULA Hasil pengolahan data postur kerja pengawas radiasi pertama di SDPFPI- DPFRZR-BAPETEN dengan metode RULA, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah tata cara yang terperinci mengenai tahap-tahap melakukan sebuah penelitian. Metodologi penelitian pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia, industri sangat berkontribusi bagi perekonomian nasional,baik industri kecil, menengah

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Dosen Penguji... Error! Bookmark not defined. Halaman Persembahan... iii Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat langsung pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja pada perusahaan yang diteliti. Data yang diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengumpulan Data 4.1.1. Data Meja Belajar Tabel 4.1 Data pengukuran meja Pengukuran Ukuran (cm) Tinggi meja 50 Panjang meja 90 Lebar meja 50 4.1.. Data Kursi Belajar

Lebih terperinci

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian BAB III METOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Metodologi penelitian berkaitan dengan prosedur, alat, metode serta desain penelitian yang dipergunakan di dalam melaksanakan penelitian. Tahapan proses

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu Ukuran dan model dari kursi taman/teras yang lama. Data anthropometri tentang ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya memberikan dampak yang positif dan negatif pada tubuh manusia. Salah satu bagian yang paling berdampak pada aktivitas

Lebih terperinci

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA Samuel Bobby Sanjoto *1), M.Chandra Dewi K 2) dan A. Teguh Siswantoro 3) 1,2,3) Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANGAN ALAT PENCACAH PELEPAH SAWIT DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI (STUDI KASUS DI UKM TANI SIDORUKUN) TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak

ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X. Abstrak ANALISA ERGONOMI PADA POSTUR KERJA OPERATOR PAKAN AYAM MENGGUNAKAN METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) DI PT. X Krishna Tri Sanjaya 1 Staf Pengajar, Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban krishnasanjaya@yahoo.com

Lebih terperinci

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Nama : Tehrizka Tambihan NPM : 37412336 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi

Lebih terperinci

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kursi roda menjadi alat bantu yang sangat penting bagi penyandang cacat fisik khususnya penyandang cacat bagian kaki dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Akan tetapi, kursi roda yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2015 USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA UNTUK MENGURANGI MUSCULOSKELETAL DISORDER (MSDs) PADA STASIUN PENDEMPULAN DI CV.SUPER PLATES TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA

ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA ANALISIS RISIKO POSTUR KERJA DI CV. A CLASS SURAKARTA Yudha Rahadian 1*, Giusti Arcibal 1, Irwan Iftadi 1,2 1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jln. Ir. Sutami 36A,

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR Iwan Suryadi 1, Siti Rachmawati 2 1,2 Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi di bidang manufaktur maupun jasa sering dijumpai stasiun kerja yang tidak ergonomis dikarenakan tidak sesuainya antropometri pekerja dengan fasilitas

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Industri ISSN:

Prosiding Teknik Industri ISSN: Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502 Perancangan Fasilitas Kerja Berdasarkan Prinsip Ergonomi pada Stasiun Kerja Pemasangan Insole Sepatu di CV. Iruls Bandung Facility Design Based on The Principle

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai

Lebih terperinci

Redesain Alat Pemipihan Biji Melinjo Dengan Pendekatan Metode Antropometri Di UD. SARTIKA

Redesain Alat Pemipihan Biji Melinjo Dengan Pendekatan Metode Antropometri Di UD. SARTIKA Redesain Alat Biji Melinjo Dengan Pendekatan Metode Antropometri Di UD. SARTIKA Wahyu Prasetyo 1, Ade Sri Mariawati 2 1, 2, Jurusan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa wahyuprasetyo189@gmail.com

Lebih terperinci

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS PKMT-2-1-1 RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS Mirta Widia, Mia Monasari, Vera Methalina Afma, Taufik Azali Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Perancangan wheelbarrow

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA 60 ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA Friska Pakpahan 1, Wowo S. Kuswana 2, Ridwan A.M. Noor 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut:

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA. area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Postur Kerja Berdasarkan Metode REBA Berdasarkan hasil penilaian postur kerja berdasarkan metode REBA di area Die Casting dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Station Melting

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manual material handling (MMH) adalah salah satu komponen dari banyak pekerjaan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Jenis pekerjaan ini meliputi mengakat, menurunkan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pabrik Tahu Cibuntu merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan di Bandung yang memproduksi tahu. Berlokasi di daerah jalan Babakan Ciparay, Kecamatan Bandung Kulon, pabrik ini memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUATAN DODOL DI TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2016 Identitas Umum Responden 1. Nama : 2. Usia (thn) : 3. Jenis Kelamin : L/P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi (Eko

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI PADA PEKERJA KONSTRUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE REBA, OWAS DAN QEC

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI PADA PEKERJA KONSTRUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE REBA, OWAS DAN QEC TUGAS AKHIR ANALISIS PENILAIAN TINGKAT RISIKO ERGONOMI PADA PEKERJA KONSTRUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE REBA, OWAS DAN QEC PADA PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK PT. CROWN Diajukan guna melengkapi sebagian syarat

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Alternatif yang dipilih untuk perancangan alat pilin tampar pandan menggunakan alternatif 3 dengan biaya pembuatan alat Rp 911.000,00 2. Setelah dianalisis

Lebih terperinci