PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI PASCA PAILIT (STUDI KASUS PT ASURANSI BUMI ASIH JAYA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI PASCA PAILIT (STUDI KASUS PT ASURANSI BUMI ASIH JAYA)"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI PASCA PAILIT (STUDI KASUS PT ASURANSI BUMI ASIH JAYA) Winyharti Ishak Nursiah Moh. Yunus Moh Rusli Ayyub ABSTRAK Penulisan skripsi ini membahas mengenai pencabutan izin usaha asuransi Bumi Asih Jaya karena tidak mampu lagi memenuhi ketentuan terkait kesehatan keuangan, namun Asuransi Bumi Asih Jaya tidak melaksanakan penyelesaian kewajiban kepada seluruh pemegang polis, sehingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajukan gugatan pailit kepada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Melalui keputusan Mahkamah Agung Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 atas permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh OJK terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya yang menyatakan bahwa permohonan pailit dari Pemohon Pailit dikabulkan serta menyatakan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Pailit. Rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Pasca Asuransi Bumi Asih Jaya Pailit dan mekanisme penyeleseaian tagihan yang diajukan para pemegang polis. Dengan penelitian empiris.berdasarkan dari penelit Kesimpulan hasil penelitian ini diketahui sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan dan berdasarkan Pasal 52 Ayat (1) Undang- Undang Perasuransian kedudukan Pemegang Polis Asuransi lebih tinggi daripada kreditor lainnya, tetapi nyatanya berbeda dengan yang terjadi dilapangan adanya kesenjangan antara Undang-Undang dan hasil penelitian bahwa sampai dengan April 2017 belum ada nasabah yang mendapatkan pengembalian premi oleh kurator yang telah ditunjuk oleh pengadilan. Disarankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas lebih memperhatikan perlindungan terhadap nasabah asuransi, dan OJK sebagai lembaga perlindungan Konsumen yang berwenang untuk terus mengawasi sampai dimana proses likuidasi perusahaan Bumi Asih Jaya agar hak-hak pemegang polis bisa terlindungi dan mendapatkan pengembalian klaim sesuai dengan perjanjian. Kata Kunci : Asuransi Bumi Asih Jaya, Kepailitan, Kurator, OJK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang secara sempurna, terkadang dalam kehidupan manusia dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak pasti, yang mungkin menguntungkan tetapi mungkin saja sebaliknya. Tentu saja sebagai manusia, setiap orang selalu mengharapkan hal-hal yang baik terjadi pada dirinya, namun manusia hanya dapat berencana dan 137

2 berusaha, tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukan. Oleh karena itu, setiap insan tanpa kecuali di alam fana ini selalu menghadapi berbagai resiko yang merupakan sifat hakiki manusia yang menunjukkan ketidak berdayaannya dibandingkan Sang Maha Pencipta. Kemungkinan menderita kerugian yang dimaksud disebut risiko 1 Timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan merupakan suatu yang belum pasti, sementara kemungkinan bagi seseorang akan mengalami kerugian atau kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia merupakan suatu hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, kemungkinan timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan, adalah suatu hal yang diusahakan untuk tidak terjadi 2 tetapi saat terjadi suatu hal yang tidak diinginkan dan mengalami suatu kerugian akibat kejadian tersebut, tentu saja manusia akan menanggung kerugian tersebut. Jika kerugian tersebut dalam jumlah yang kecil mungkin saja kerugian dapat ditutupi dengan uang tabungan yang ada, tetapi saat terjadi suatu kerugian yang besar seperti seseorang yang rumahnya terbakar habis, akan kehilangan tempat kediamannya, orang yang barang-barang pakaiannya dicuri 1 A. Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011 hlm. 1 2 Ibid semua akan hampir telanjang, orang yang tanamannya musnah akibat banjir, akan jatuh miskin 3 Menurut Pasal 1774 pengertian asuransi adalah : suatu perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginnya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu 4 Asuransi atau pertanggungan kerugian timbul karena kebutuhan manusia, Asuransi merupakan salah satu bentuk pengalihan risiko. Pertimbangan yang timbul dalam pengambilan keputusan terhadap bentuk penanganan risiko didasarkan pada apakah risiko yang berhasil diidentifikasi karena ketidak pastian tersebut dapat dicegah, dihindari, ditanggung sendiri atau harus dialihkan kepada pihak lain. Perjanjian anatara penanggung dan tertanggung sebagai suatu perjanjian asuransi atas kejadian yang dicatumkan dalam perjanjian yang timbul tidak dapat dipastikan, ini tidak membatasi kejadian yang diperjanjikan. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang risiko yang dihadapi oleh tertanggung yang akan diambil alih oleh penanggung dengan imbalan pembayaran premi. 3 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2000 hlm H. Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia Alfabeta, Bandung, 2013 hlm

3 Tuntutan kebutuhan terhadap pertanggungan asuransi terus berkembang mengikuti tingkat kompleksitas risiko yang timbul dan mengancam pribadi maupun dunia usaha. Perlindungan jasa asuransi dalam mengatasi risiko telah melahirkan usaha perasuransian sebagai suatu bisnis. Industri asuransi dapat memegang peranan penting bagi perekonomian suatu bangsa dalam bentuk penyediaan jasa pengambil alihan risiko, sehingga memungkinkan pribadi atau pelaku usaha membuat suatu perancanaan yang baik untuk perlindungan mereka terhadap resiko yang timbul dari ketidak pastian. Undang Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas, Koperasi, Usaha Bersama yang telah ada pada saat Undang- Undang ini diundangkan.tentunya di dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan- perusahaan tersebut dapat mengalami resiko yaitu seperti resiko mengalami pailit, dibalik perlindungan akan rasa aman yang diberikan dari jasa asuransi, perusahaan asuransi seperti halnya perusahaan lainnya tidak terlepas dari ancaman pailit. Perusahaan asuransi tidak selalu berjalan dengan mulus. Perusahaan asuransi bisa pailit kapan saja apabila manajemen perusahaan asuransi tidak berjalan dengan baik. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen yang dapat mengelola atau mengolah harta kekayaan perusahaan asuransi dengan baik. Kepailitan pada sebuah perusahaan dapat terjadi karena ketidak mampuan perusahaan asuransi tersebut dalam melunasi klaim dari nasabah yang sudah jatuh tempo, maka saat terjadi perusahaan asuransi pailit pihak yang dirugikan adalah nasabah karena tidak dapat meminta pembayaran klaim, sesuai Pasal 50 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian ( UU Perasuransian ) menyatakan Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah berdasarkan Undang- Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 memuat kewenangan ekslusif yang dimiliki OJK, apabila seorang ingin mengajukan pailit, jika menyangkut perusahaan asuransi maka kewenangan boleh atau tidaknya ada pada OJK yang dulu ada pada Menteri Keuangan 5 Bulan Oktober Tahun 2013, OJK telah mencabut izin Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya. Pencabutan itu dilakukan lantaran perusahaan dikabarkan memiliki 5 Amir Syamsudin, Analisis Putusan Mahkamah Konsititusi tentang Kepailitan, Jurnal Konstitusi, Vol. 2 Nomor 2, September, 2005 hlm

4 utang klaim kepada nasabah yang belum dibayar. Dengan dicabutnya izin usaha perusahaan, maka PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang asuransi jiwa dan diwajibkan menurunkan papan nama, serta menyelesaikan utang dan kewajibannya Pencabutan izin usaha Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya tentu saja nasabah/pemegang polis menjadi pihak yang dirugikan karena tidak bisa meminta claim ataupun pengembalian premi dari perusahaan tersebut, hal ini sungguh mencederai nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip Utmost Good Faith (itikad baik) dalam asuransi. 6 Dewan Komisioner OJK mengeluarkan keputusan Nomor: KEP- 112/D.05/2013 pada 18 Oktober 2013 untuk mencabut izin usaha Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Berdasarkan keputusan pencabutan izin usaha tersebut, perusahaan asuransi ini seharusnya melaksanakan penyelesaian kewajiban kepada seluruh pemegang polis. Akan tetapi, PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya belum melaksanakan keputusan tersebut sehingga OJK mengajukan gugatan pailit kepada PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, sesuai dengan Undang-Undang No 40 Tahun 6 Man Suparman Sastrawidjadja, Hukum Asuransi: Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian. PT Alumni, Bandung, 2004 hlm Pasal 51 Ayat (1), Kreditor menyampaikan permohonan kepada OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga. Kemudian dalam Pasal 51 Ayat (2) menyebutkan, OJK menyetujui atau menolak permohonan yang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan Nomor 408 K/Pdt.Sus- Pailit/2015 mengenai permohonan pernyataan pailit terhadap PT Asuransi Bumi Asih Jaya (PT AJ BAJ) oleh OJK sebagai pemohon pailit. Dalam Putusan tersebut dinyatakan bahwa permohonan pailit dari Pemohon Pailit dikabulkan serta menyatakan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Pailit. Dengan pailitnya suatu perusahaan bukan berarti menghilangkan kewajiban Perusahaan untuk mengembalikan premi yang telah dibayarkan oleh pemegang polis karena hal tersebut akan merugikan para pemegang polis. berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian serta dituangkan dalam suatu penulisan hukum (skripsi) dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Setelah Pailit (Studi Kasus PT Asuransi Bumi Asih Jaya Palu) 140

5 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis dari PT Asuransi Bumi Asih Jaya Palu? 2. Bagaimana Mekanisme Penyelesaian Tagihan yang diajukan oleh Para Pemegang Polis? II. PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Pasca Pailit Bumi Asih Jaya Palu OJK mencabut izin usaha perasuransian dari PT Asuransi Bumi Asih Jaya melalui Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.KEP-112/D.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013 tentang Pencabutan Izin Usaha dibidang Asuransi Jiwa atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya. Pencabutan izin usahai disebabkan Bumi Asih tidak mampu lagi memenuhi ketentuan terkait kesehatan keuangan. Asuransi Bumi Asih Jaya tidak mampu memenuhi ketentuan kesehatan keuangan baik risk bases capital, dan rasio perimbangan investasi terhadap cadangan teknis dan utang klaim. Sebelumnya OJK telah memberikan kesempatan untuk memenuhi ketentuan tersebut. Meski demikian, aturan yang kesempatan yang diberikan OJK tersebut nampaknya tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Pada Tahum 2009, Menteri Keuangan telah mengenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha pada Asuransi Bumi Asih untuk mencegah bertambahnya pihakpihak yang kemungkinan dirugikan oleh permasalahan keuangan yang dihadapinya. Sanksi tersebut, dikeluarkan melalui surat nomor S-694/MK.10/ April 2009 dengan batas waktu mengatasi masalah keuangan selama 12 bulan. Namun hingga empat tahun Asuransi Bumi Asih tidak dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi, sehingga sesuai Undang-Undang harus ditindak lanjuti dengan pencabutan izin usaha, dengan dicabutnya izin usaha maka menurunkan papan nama, baik di kantor pusat maupun kantor lainnya di luar kantor pusat, menyelesaikan seluruh kewajiban dan melakukan pembubaran badan hukum. OJK mengajukan permohonan pailit atas perusahaan asuransi jiwa Bumi Asih Jaya yang izin usahanya telah dicabut. Sayangnya, permohonan OJK ditolak oleh Pengadilan Niaga, permohonan OJK dianggap tidak memenuhi salah satu syarat dikabulkannya permohonan pailit, yakni debitur memiliki utang yang bisa dibuktikan dengan sederhana. Tidak terima dengan putusan itu, OJK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 10 Juni tahun lalu. Dua bulan kemudian, MA mengabulkan kasasi dan menyatakan Bumi Asih Jaya dalam pailit. 141

6 Perusahaan asuransi Bumi Asih Jaya yang telah diputus pailit pada bulan Agustus tahun Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan Nomor 408 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 mengenai pernyataan Pailit terhadap PT Asuransi Bumi Asih Jaya (PT AJ BAJ) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam Putusan tersebut dinyatakan bahwa permohonan pailit dari Pemohon Pailit dikabulkan serta menyatakan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Pailit, terhadap putusan tersebut telah dibuat aturan yang menyatakan bahwa pemegang polis akan dilindungi kepentingannya apabila perusahaan asuransi dinyatakan pailit. Putusan pernyataan pailit yang telah diucapkan oleh hakim pengadilan niaga menimbulkan akibat hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor, putusan tersebut mengakibatkan seluruh kekayaan debitor serta segala sesuatu yang diperoleh dalam kepailitan berada dalam sitaan umum, sejak putusan pailit diucapkan. Pada Pasal 22 Undang- Undang Nomor 37 tahun 2004 mengatur pengecualian sitaan umum terhadap : 1. Benda, termaksud hewan yang benarbenar dibutuhkan sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alatalat medis yang dipergunakan dalam kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan masakan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarganya; 2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian suatu jabatan atau jasa, upah, uang tunggu dan uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas. 3. Uang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya memberi nafkah. 7 Bumi Asih Jaya juga kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas bendanya, proses pengurusan, penguasaan harta dan penyelesaian kewajiban kepada para kreditur, pemegang polis dan pihak lain yang berhak dilakukan oleh kurator yang telah ditetapkan Pengadilan. Pasal 69 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur tentang tugas kurator, yaitu melakukan pengurusan dan/ pemberesan harta pailit. Bumi Asih Jaya yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga dengan putusan NOMOR : 04/PDT-SUS-PAILIT /2015/PN.NIAGA.JKT.PST.Jo, tertanggung diberikan perlindungan hukum berupa penunjukan kurator dan hakim pengawas oleh hakim pengadilan 7 Zaeni Asyhadie&Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan&Kepailitan, PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2012, Hlm

7 seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Selanjutnya Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa semenjak putusan pailit diucapkan, hak Debitur pailit untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang termasuk dalam harta pailit diambil alih oleh kurator. Perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya yang telah dinyatakan pailit oleh Mahkamah Agung akibat ketidakmampuannya memenuhi kewajiban solvabilitas minimal sesuai dengan aturan kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi maka harus memenuhi kewajibannya kepada kreditor sesuai dengan jenis kreditor yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian memberikan sinyal adanya perlindungan terhadap pemegang polis, pada Pasal itu disebutkan bahwa : 1. Dalam hal perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hak pemegang polis, tertanggung atau peserta atas pembagian harta kekayaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pihak lainnya. 2. Dalam hal perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dipailitkan atau dilikuidasi, dana asuransi harus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak atas manfaat asuransi. Berdasarkan pada ketentuan asal tersebut tersebut, dalam kasus perusahaan asuransi mengalami kepailitan, maka kedudukan pemegang polis merupakan kreditor Preferen. Kreditor Preferen merupakan kreditor yang oleh Undang- Undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, berdasarkan sifat piutangnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1134 Ayat (1) KUHPerdata, peraturan mengenai Kreditor Preferen diatur dalam KUH Perdata. Pasal 1134 Ayat (2) KUH Perdata disebutkan bahwa gadai dan hipotik lebih tinggi dari hak istimewa, kecuali dalam hal-hal oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Kedudukan Pemegang Polis, 143

8 Tertanggung atau Peserta Perusahaan Asuransi sebagai pemegang hak istimewa tidak ditentukan dalam KUH Perdata memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kreditor pemegang jaminan kebendaan atau kreditor seperatis, selain itu, didalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata menyebutkan piutang-piutang mana saja yang harus didahulukan pembayarannya, tetapi dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata Pemegang Polis tidak termasuk dalam pasal tersebut sebagai kreditor yang harus didahulukan pembayarannya. Artinya apabila mengacu pada KUH Perdata, kedudukan pemegang polis adalah sebagai kreditor konkuren, dan juga bukan termasuk kreditor pemegang jaminan atau kreditor separatis karena kreditor seperatis adalah pemegang hak jaminan kebendaan, bisa berupa hipotek, gadai, hak tanggungan maupun fidusia. 8 Meskipun kedudukan Pemegang Polis tidak diatur dalam KUH Perdata, akan tetapi Undang-Undang Perasuransian bersifat lex specialis dibandingkan dengan KUH Perdata. Artinya Undang-Undang Perasuransian harus dipandang sebagai lex 8 Hilda Fitfulia, Perlindungan Nasabah Asuransi Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi Pasca Lahirnya Undang-Undang OJK, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2014 specialis terhadap KUHPerdata pada umumnya karena pada umumnya ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata adalah lex generalis. Selain itu didalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga tidak diatur secara khusus kedudukan Pemegang Polis Asuransi sehingga Undang-Undang Kepailitan dan PKPU harus tunduk pada Undang-Undang Perasuransian. Undang-Undang Perasuransian adalah undang-undang yang lebih baru dibandingkan dengan Undang- Undang Kepailitan dan PKPU sehingga berdasarkan asas lex posteriori derogat legi priori dimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundangundangan yang lama, maka ketentuan didalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU akan dikesampingkan dan tunduk pada Undang-Undang Perasuransian. Sehingga berdasarkan Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Perasuransian kedudukan Pemegang Polis Asuransi lebih tinggi daripada kreditor lainnya. Oleh karenanya urutan kreditor yang mendapatkan pelunasan dari debitor pailit (Perusahaan Asuransi) sebagai berikut : 1. Kreditor yang memiliki hak istimewa yaitu nasabah asuransi 2. Kreditor yang memiliki piutang yang dijamin dengan hak jaminan 3. Kreditor Konkuren 144

9 Bagi para pemegang polis asuransi adanya hak utama yang diberikan oleh Undang-Undang akan muncul apabila Perusahaan Asuransi tersebut pailit, dan dalam pembagian harta dia akan mendapatkan urutan yang diutamakan. Pemegang Polis Asuransi akan mendapatkan pembagian harta pailit dari Perusahaan Asuransi sesuai dengan haknya, yaitu sebesar premi yang sudah dibayarkan 9 Subjek hukum yang sangat perlu dilindungi hak haknya adalah pihak konsumen jasa asuransi atau pihak tertanggung sebagai kreditur dari perusahaan asuransi, sebab konsumen jasa asuransi merupakan pihak yang memiliki kedudukan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perjanjian asuransi disamping kedudukan pelaku usaha perasuransian itu sendiri. B. Mekanisme Penyelesaian Tagihan yang diajukan oleh Pemegang Polis Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, proses penyelesaian kewajiban kepada para kreditur, pemegang polis dan pihak lain yang berhak dilakukan oleh kurator yang telah ditetapkan Pengadilan. Kurator yang telah ditetapkan Pengadilan untuk melaksanakan proses 9 Ali Sofian Kepailitan Perusahaan Asuransi, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2003, hlm. 78. penyelesaian kewajiban PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (Dalam Pailit), pemegang polis dapat menghubungi kurator berikut: 1. Raymond Bongard Pardede. Telepon timkuratorbaj@gmail.com 2. Lukman Sembada. Telepon / timkurator_baj@yahoo.com 3. Gindo Hutahaean Kurator tersebut memiliki 2 tugas, pertama untuk melikuidasi aset-aset dari Bumi Asih Jaya seperti tanah, bangunan, deposito dan segala macam aset yang dimiliki Bumi Asih Jaya. Hak utama atas penjualan perusahaan asuransi adalah pemegang polis. saat ini telah ditunjuk tim likuidasi yang akan menginventaris aset PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (BAJ) untuk kemudian di jual agar dapat membayar sejumlah klaim yang diajukan oleh nasabah Bumi Asih Jaya dan tugas ke dua dari kurator yaitu memverifikasi dokumen para pemegang polis. namun karena kurator-kurator tersebut berdomisili di Jakarta, yang sedikit menyulitkan kurator dan nasabah untuk berkonsultasi, maka karena Asuransi Bumi Asih Jaya merupakan perusahaan asuransi yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka kurator meminta bantuan untuk memfasilitasi untuk mempermudah 145

10 Nasabah Asuransi Bumi Asih Jaya yang berada di Kota Palu untuk menklaim 10 Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta para pemegang polis Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya segera mendaftarkan tagihan terhadap asuransi itu kepada kurator yang sudah ditunjuk setelah resmi dinyatakan pailit, Awalnya para kurator yang ditunjuk OJK menargetkan para kreditor dan pemegang polis mendaftarkan tagihannya paling lambat pada 30 Agustus lalu. Akan tetapi setelah dirasa masih banyak kreditor dan pemegang polis belum rampung melakukan pendaftaran, maka batas akhir pendaftaran diundur hingga 3 Oktober Dijelaskan keputusan pembubaran bumi asih dimulai setelah Otoritas Jasa Keuangan menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor 408/2015. Dalam putusan tersebut Asuransi Bumi Asih telah dinyatakan pailit. Dengan ini diumumkan bahwa batas akhir pengajuan tagihan kreditor PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya (dalam pailit) yang semula pada tanggal 30 Agustus 2016 diundur menjadi 3 Oktober 2016 Tim Kurator juga mengumumkan pra verifikasi tagihan akan dilakukan mulai 4 Oktober 2016 s/d 9 November Sedangkan pelaksanaan verifikasi tagihan kreditor dilakukan pada 15 November Tim Kurator Bumi Asih Jaya datang ke Kota Palu selama 3 hari untuk mengadakan Rapat pencocokan (verifikasi) dengan para pemegang polis di Kota Palu dan pertemuannya bertempat di Kantor OJK Kota Palu dijalan Basuki Rahmat, Palu Selatan. Berkas-berkas yang harus disiapkan dalam mengajukan tagihan diantaranya seperti surat tagihan kepada kurator PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya, fotocopy polis asuransi, fotocopy KTP pemegang polis, surat kuasa jika pemegang polis memberikan kuasa kepada orang lain yang disertai dengan fotocopy KTP penerima kuasa, fotocopy surat pernyataan klaim, fotocopy tanda terima dokumen dari perusahaan asuransi tersebut, fotocopy kwitansi dari Bumi Asih Jaya, dan beberapa dokumen pendukung lainnya, agar mempermudah kurator dalam memverifikasi 11 Sampai dengan tanggal 3 Oktober Tahun 2016 hanya sekitar pemegang polis yang datang mendaftarkan tagihannya, sedangkan jumlah nasabah Asuransi Bumi Asih Jaya di Kota Palu diperkirakan kurang lebih sekitar 1000 pemegang polis yang terbagi di beberapa kabupaten, termasuk Poso, Ampana dan 10 Wawancara bersama Ibu fita, Kepala sub bagian Administrasi OJK, Pada tanggal 13 Mei Wawancara Pak Zulfikar, Bagian Edukasi Perlindungan Konsumen OJK, pada tanggal 13 Mei

11 Luwuk sehingga mungkin pemegang polis yang berada diluar kota Palu belum mendengar kabar dan tidak mengetahui bahwa Asuransi Bumi Asih Jaya telah dinyatakan pailit. 12 OJK sampai sekarang masih mengurus pengumpulan surat kuasa nasabah bagi yang dokumennya sudah diverifikasi. Surat kuasa yang dimaksud adalah surat yang berisikan Nama, Alamat, No Polis dan No Rekening Nasabah, Nasabah yang sudah diverifikasi dokumennya oleh kurator telah mendapatkan intruksi melalui sms yang tergolong pembagian pengembalian uang premi tahap satu. 13 Pada ada bulan April tahun 2017, pihak kurator mengatakan proses pengembalian premi akan segera dibayarkan dan dilunasi kepada Pemegang Polis yang dokumen-dokumennya telah lengkap dan pemegang polis tersebut masuk dalam pembagian tahap pertama. Masalah perlindungan konsumen dibidang lembaga keuangan maka sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu 12 Wawancara bersama Mbak fita, Kepala sub bagian Administrasi OJK, pada tanggal 13 Mei Wawancara Pak Zulfikar, Bagian Edukasi Perlindungan Konsumen OJK, pada tanggal 13 Mei 2017 mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat, namun dalam menjalankan kewenangannya OJK juga dibatasi oleh Undang-Undang agar tidak menjadi lembaga super power. OJK hanya bisa melakukan sanksi administratif terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan. Peran OJK dalam perlindungan konsumen tidak bersingunggan langsung dengan konsumen karena OJK adalah lembaga pengawas dan regulator bukan lembaga eksekutor. Padahal besar sekali harapan masyarakat terutama para nasabah Asuransi Bumi Asih Jaya kepada OJK dalam mengatasi ketidakpastian yang terjadi mengenai Pengembalian klaim terhadap perusahaan Asuransi Bumi Asih Jaya dan Nasabah Asuransi, karena hingga saat ini proses pengembalian dana nasabah belum tuntas. Sengketa semacam ini diwaspadai semua pihak yang berkecimpung di industri asuransi maupun sektor keuangan lain. Pasalnya bukan tidak mungkin kasus yang terjadi akan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan jasa keuangan, Polemik kasus PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya masih menjadi tantangan besar bagi pelaku industri maupun regulator untuk menjaga serta mengembalikan kepercayaan masyarakat pada jasa keuangan. 147

12 III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis sesuai dengan Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian pemegang polis mendapatkan kepastian hak utama sebagai kreditur preferen, artinya pemegang polis sudah harus mendapat kepentingan utama saat terjadinya tetapi ternyata berbeda dengan yang terjadi dilapangan sampai dengan bulan April 2017 proses pengembalian dana nasabah belum tuntas dan belum ada nasabah yang mendapatkan pengembalian premi asuransi, adanya kesenjangan antara Undang- Undang Perasuransian yang terkait dan Hal-hal yang terjadi dilapangan sehingga membuat nasib para nasabah Asuransi Bumi Asih Jaya tidak mendapatkan kepastian kapan premi asuransi akan dibayarkan oleh kurator yang berwenang. Kasus ini dianggap sudah terlalu lama dan berlarut-larut tanpa adanya kepastian. 2. Sesuai dengan Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa semenjak putusan pailit diucapkan, hak Debitur pailit untuk menguasai dan mengurus kekayaan dalam harta pailit diambil alih oleh kurator. Dalam kasus kepailitan Asuransi Bumi Asih Jaya, kurator yang ditunjuk memiliki 2 tugas, yaitu melikuidasi aset-aset bumi asih jaya untuk dibayarkan kepada pemegang polis dan memverifikasi dokumendokumen pemegang polis asuransi. Dari hasil penelitian yang didapatkan nasabah yang telah diverifikasi dokumennya masuk pembagian tahap satu tetapi sampai April 2017 belum ada realisasi untuk pengembalian premi. B. Saran Besar harapan masyarakat khususnya Nasabah Bumi Asih Jaya kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawas lebih memperhatikan perlindungan terhadap nasabah asuransi, dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga perlindungan konsumen yang berwenang untuk terus mengawasi sampai dimana proses likuidasi perusahaan Bumi Asih Jaya agar hak-hak para pemegang polis bisa terlindungi dan mendapatkan pengembalian klaim sesuai dengan perjanj 148

13 DAFTAR PUSTAKA A. Buku A. Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, H. Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia Alfabeta, Bandung, Man Suparman Sastrawidjadja, Hukum Asuransi: Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian. PT Alumni, Bandung, Zaeni Asyhadie&Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan&Kepailitan, PT Gelora Aksara Pratama, 2012, Jakarta. B. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 337 Tahun 2014 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Kepailitan&PenundaanPembayaran Kewajiban Utang. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2011 C. Karya Ilmiah Hilda Fitfulia, Perlindungan Nasabah Asuransi Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi Pasca Lahirnya Undang-Undang OJK, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2014 Ali Sofian Kepailitan Perusahaan Asuransi, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya,

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu risiko yang ditakuti oleh manusia adalah kematian baik yang terjadi karena kecelakaan maupun musibah yang lainnya yang risiko itu sendiri tidak dapat dipastikan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kedudukan Tertanggung Setelah Perusahaaan Asuransi Dinyatakan Pailit

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kedudukan Tertanggung Setelah Perusahaaan Asuransi Dinyatakan Pailit BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kedudukan Tertanggung Setelah Perusahaaan Asuransi Dinyatakan Pailit Perusahaan asuransi merupakan bentuk pengalihan risiko yang didalamnya terdapat perjanjian antara penanggung

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN Asuransi atau pertanggungan timbul karena adanya kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini manusia selalu dihadapan kepada suatu masalah

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur

Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Hukum kepailitan mempunyai kekhasan sebagaimana hukum yang lain. Hukum kepailitan mempunyai cara dan prosedur tersendiri dalam mengatur hukumnya dan menyelesaikan permasalahan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D

ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D ASPEK HUKUM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI SHERLIN INDRAWATI THE / D 101 09 160 ABSTRAK Dalam penulisannya skripsi ini berjudul Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan Asuransi dengan perumusan masalah: pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketenagakerjaan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/POJK.05/2014 TENTANG PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu

Lebih terperinci

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR 1 Menyimpan: Surat,dokumen, uang, perhiasan, efek, surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Ps.98 UUK) MENGAMANKAN HARTA PAILIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.05/2016 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2016 TENTANG PROSEDUR DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERASURANSIAN DAN PEMBLOKIRAN KEKAYAAN

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUBARAN DAN PENYELESAIAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA 20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E )

Dosen Pengampu: Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H. DISUSUN OLEH Asawati Nugrahani (E ) Pertanggung Jawaban Pengembalian Premi Asuransi oleh Perusahaan Asuransi Pailit Terhadap Pemegang Polis (Studi Kasus Asuransi Jiwa Bumi Asih) Tugas Ini Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Nilai UAS Metode

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR (Studi Putusan Pailit Pengadilan Niaga No. 14/Pailit/2008, Mahkamah Agung No. 917/K/Pdt.Sus/2008 dan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. 103 DAFTAR PUSTAKA Buku-buku AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung. Abdurrachman,1982, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan, dan Perdagangan, Pradnya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.163, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA OJK. Dana Pensiun. Pembubaran. Likuidasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5555) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI

HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI HAK HAK KARYAWAN PADA PERUSAHAAN PAILIT (STUDI TENTANG PEMBERESAN HAK KARYAWAN PADA KASUS PERUSAHAAN PT. STARWIN) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Hukum Pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates Kepailitan Miko Kamal Principal, Miko Kamal & Associates Sejarah Kepailitan Pada masa Hindia- Belanda: Faillissements- verordening Staatblad 1905:217 juncto Staatblad 1906: 348) Masa merdeka: - Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG -1- PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG PERSYARATAN KEUANGAN UNTUK MENJADI ANGGOTA, PEMANFAATAN KEUNTUNGAN OLEH ANGGOTA DAN PEMBEBANAN KERUGIAN DI ANTARA ANGGOTA PADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, 114 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: a. UU Perbankan, UU Bank Indonesia, PP No.25/1999 dan SK DIR Bank Indonesia No.32/53/KEP/DIR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013) Copyright 2013

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 10 (2013)  Copyright 2013 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 10 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2013 KAJIAN HUKUM TENTANG KEWENANGAN MENTERI KEUANGAN DALAM PENGAJUAN PERMOHONAN PAILIT

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN NASABAH ASURANSI KETIKA PERUSAHAAN ASURANSI DIPAILITKAN Hubungan Hukum Perusahaan Asuransi Dengan Nasabah Asuransi

BAB III KEDUDUKAN NASABAH ASURANSI KETIKA PERUSAHAAN ASURANSI DIPAILITKAN Hubungan Hukum Perusahaan Asuransi Dengan Nasabah Asuransi 63 BAB III KEDUDUKAN NASABAH ASURANSI KETIKA PERUSAHAAN ASURANSI DIPAILITKAN 3.1. Hubungan Hukum Perusahaan Asuransi Dengan Nasabah Asuransi Di dalam Pasal 246 KUHD disebutkan bahwa: Asuransi atau pertanggungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap Akuntansi Forensik Dalam Praktik Kepailitan pada Pangadilan Niaga maka peneliti menarik kesimpulan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat 27 BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator Dalam Proses Kepailitan Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LBHK semester I Angkatan V Oleh: Prasaja Pricillia

Lebih terperinci

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT ( Putusan Pengadilan Niaga Jak.Pst Nomor : 1 / PKPU / 2006. JO Nomor : 42 / PAILIT /2005 ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci