I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Sehubungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Sehubungan"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Sehubungan dengan itu, tugas pemerintah selaku salah satu unsur penyelenggara negara antara lain adalah melaksanakan pembangunan perekonomian untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pembangunan bidang ekonomi ini mencakup berbagai sektor dan subsektor pembangunan, di antaranya adalah sektor pertanian dan subsektor peternakan. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar tiga hingga enam persen dalam beberapa tahun terakhir, data BPS tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin secara kuantitatif masih sebanyak lebih dari 39 juta jiwa atau 18% dari seluruh penduduk. Dari jumlah tersebut, 63% atau lebih dari 25 juta jiwa di antaranya bertempat tinggal di daerah pedesaan. Karena pedesaan selalu identik dengan pertanian, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa penduduk miskin pedesaan tersebut sebagian besar bergantung kepada sektor pertanian. Tim IPB (2008) mengemukakan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan di bidang pertanian adalah rendahnya penguasaan sumberdaya produktif dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Selain kedua faktor tersebut, struktur ekonomi masih memposisikan penduduk miskin hanya sebagai penghasil surplus, tetapi surplus yang dihasilkan itu tidak dinikmati oleh penduduk miskin tersebut. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pengurangan penduduk miskin di pertanian tidak saja perlu ditinjau dari sudut pandang petani dan keluarganya serta hubungannya dengan lingkungan sosial dan ekonomi, namun juga perlu dicermati hubungan atau keterkaitan antar sektor dan antar wilayah. Keberhasilan 1

2 pembangunan pertanian akan ditentukan oleh arah pembangunan di aspek makro (seperti moneter dan fiskal), juga secara sektoral seperti kebijakan sektor industri akan menentukan keterkaitannya dengan subsistem hulu dan seberapa besar pertanian dapat memperoleh manfaat dari kebijakan tersebut. Perhepi (2004) mengemukakan bahwa rekonstruksi dan restrukturisasi pertanian dan pembangunan pertanian merupakan upaya mendesak untuk dilakukan demi masa depan petani dan pertanian, yang juga merupakan masa depan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Rekonstruksi dan restrukturisasi tersebut mencakup antara lain dalam hal : 1) cara berfikir untuk dapat melihat pertanian secara lebih proporsional, 2) sikap dan kepedulian dengan memberikan apresiasi dan menghindari perlakuan tidak adil, 3) birokrasi pemerintahan yang melayani dan memfasilitasi pembangunan pertanian dengan prinsip good governance, serta 4) kerangka pendekatan dalam memandang sektor pertanian dan pembangunan perdesaan. Dalam hal kerangka pendekatan, petani harus ditempatkan sebagai fokus sekaligus sebagai perhatian utama dalam pembangunan pertanian. Permasalahan pertanian tidak hanya terkait masalah komoditas, tetapi juga berhubungan dengan konteks masyarakatnya, sehingga selain aspek teknis dan ekonomis, dimensi sosial budaya dan politik menjadi hal yang penting dalam pembangunan pertanian. Berkaitan dengan hal-hal di atas, pendekatan kawasan atau wilayah 1) harus juga menjadi komponen penting dalam kerangka pembangunan pertanian karena adanya perbedaan nature masing-masing daerah, baik yang berkaitan dengan keadaan sosial budaya, geobiofisik maupun ekonomi dan politik. Saragih (2000) menyatakan bahwa pertanian juga harus tetap dilihat sebagai sistem 1) Hampir sama dengan pengertian tersebut, beberapa literatur terakhir menyebut pendekatan cluster, yang pada intinya adalah terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi yang menuju spesialisasi, pemusatan kegiatan di suatu lokasi tertentu yang saling terkait dan saling mendukung. Tujuannya adalah efisiensi dan efektivitas dengan menurunkan komponen biaya produksi suatu komoditas. Lihat antara lain Daryanto (2007). 2

3 rangkaian nilai komoditas, atau yang dikenal sebagai sistem agribisnis. Pengembangan sistem agribisnis merupakan salah satu strategi pembangunan wilayah yang potensial mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah. Lebih dari itu, pendekatan agribisnis merupakan paradigma baru pembangunan ekonomi (wilayah, nasional) yang berbasis pertanian (as a new way to seeing agriculture), yang di dalamnya termasuk peternakan. Dengan demikian, pengembangan agribisnis merupakan pengembangan pertanian sebagai satu kesatuan sistem pertanian yang terintegrasi secara utuh dan harmonis dengan pendekatan wilayah. Tujuan pembangunan subsektor peternakan nasional sebagaimana diemban oleh Departemen Pertanian saat ini adalah : 1) peningkatan kualitas dan kuantitas bibit ternak; 2) pengembangan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak; 3) peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan; 4) peningkatan jaminan keamanan pangan hewani yang aman, sehat, utuh dan halal; dan 5) peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat peternakan. Selanjutnya, arah kebijakan pembangunan subsektor peternakan berfokus pada empat sasaran, yakni : 1) pencapaian swasembada daging sapi; 2) restrukturisasi perunggasan; 3) revitalisasi persusuan; 4) penanggulangan penyakit avian influenza. Terkait hal tersebut, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan peternakan harus mengarah pada pencapaian keempat fokus sasaran tersebut. Bahkan lebih dari itu, pengembangan agribisnis peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan pilihan strategis, bukan saja untuk pencapaian swasembada daging tetapi juga terutama karena subsektor ini merupakan basis ekonomi sebagian besar masyarakat pedesaan, menyerap tenaga kerja, memberikan sumbangan besar terhadap produk domestik regional bruto dan struktur pendapatan asli daerah, menjadi katup pengaman pada saat terjadinya rawan pangan, serta masih berperan penting sebagai simbol status sosial dan budaya (adat) masyarakat setempat. 3

4 Permasalahan vital pada subsektor peternakan menurut Daryanto (2007) adalah menurunnya populasi sapi potong sebesar rata-rata 3,1% per tahun dalam beberapa tahun terakhir, dan terlebih lagi, penurunan tersebut terjadi di wilayah sentra produksi, yakni Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Lampung dan Bali. Senada dengan itu, Yusdja, dkk. (2003), menyatakan bahwa isu penting untuk agribisnis sapi potong adalah penurunan populasi yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Banyak program yang telah dilaksanakan tetapi tidak memberikan dampak yang meyakinkan pada penyelamatan ternak potong khususnya pada wilayah produksi. Untuk itu, kebijakan implementasi program pengembangan ternak sapi potong harus diprioritaskan atau dikonsentrasikan pada daerah provinsi penghasil ternak sapi. Sejak dimasukkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900-an (tahun 1912 sapi Bali di Pulau Timor dan sapi Madura di Pulau Flores bagian barat serta tahun 1914 sapi Ongole dari India ke Pulau Sumba) dengan jumlah awal 842 ekor, populasi kedua jenis ternak sapi potong tersebut telah mencapai ekor pada akhir tahun 2007, di mana sapi Bali mencapai lebih dari sepuluh kali sapi Ongole (Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2004; 2008). Provinsi Nusa Tenggara Timur pernah dijuluki sebagai gudang ternak karena menjadi sumber ternak sapi bibit dan sapi potong bagi daerah lain di Indonesia, bahkan pernah mengekspor ternak potong (sapi dan kerbau) ke Singapura hingga tahun Saat ini, berdasarkan jumlah populasi sapi potong, Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya menduduki urutan ketujuh dari 33 provinsi di Indonesia setelah berturut-turut Jawa Timur, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Sumatera Selatan (Ditjen Peternakan, 2007). Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan subsektor peternakan adalah yang terkait dengan perencanaan program, pembibitan ternak, pakan ternak, pengendalian penyakit 4

5 hewan menular dan pengolahan / pemasaran ternak dan produk ternak. Sejalan dengan itu, Wiendiyati, dkk. (2008) menggolongkan kendala pembangunan peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur ke dalam aspek-aspek sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kelembagaan dan kebijakan pemerintah, kesehatan ternak, ekonomi dan pasar, serta sosial budaya. Dinas Peternakan Provinsi NTT (2008) menyatakan bahwa beberapa masalah khusus pembangunan peternakan dan upaya pemecahannya adalah : 1. Bidang Pembibitan Ternak : a) Populasi dan produktivitas ternak sapi kurang optimal sehingga perlu pemeliharaan plasma nutfah yang ada serta mengefektifkan seleksi dan penyingkiran serta manajemen budidaya yang lebih baik; dan b) Pemotongan sapi betina produktif cukup tinggi sehingga perlu pengendalian pemotongan secara bertahap (antara lain melalui peraturan daerah) sehingga dapat mengefektifkan perbaikan pembibitan ternak. 2. Bidang Pakan Ternak : a) Petani kurang serius mengembangkan tanaman pakan sehingga upaya pemberdayaan petani dengan pemberian insentif untuk pengembangan tanaman pakan di pekarangan rumah dan di kebun; b) Padang penggembalaan sebagai lahan peternakan semakin sempit karena berbagai kebutuhan pembangunan, selain karena ekspansi gulma. Untuk itu perlu dilakukan pengukuhan status lahan peternakan terutama oleh pemerintah kabupaten selain pemanfaatan kelebihan produksi hijauan pakan pada musim hujan; c) Kurangnya sumber air di lahan peternakan, sehingga pengadaan sumber air (untuk kebutuhan ternak dan tanaman pakan) sangat diperlukan melalui kerjasama dengan pihak lain. Berdasarkan parameter teknis peternakan, pertumbuhan populasi ternak sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur relatif rendah pada beberapa tahun terakhir, di mana pada akhir tahun 2007 hanya 2,02% dari populasi awal. Angka tersebut diperoleh dari angka kelahiran sebesar 24,22% dikurangi kematian ternak 5

6 sebesar 5,25%, pemotongan ternak untuk dikonsumsi dalam daerah sebesar 8,85%, pengeluaran ternak (antar pulau ke wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat) sebesar 8,09% dari populasi. Wiendiyati, dkk. (2008) menyatakan pula bahwa pertambahan populasi ternak sangat bervariasi tergantung kondisi ternak, pakan dan kesehatan ternak. Pada daerah-daerah dengan ketersediaan pakan relatif memadai sepanjang tahun, maka angka pertambahan populasinya cukup signifikan dengan tingkat kematian ternak maupun anak ternak yang relatif rendah. Hasil monitoring dan evaluasi pembangunan peternakan yang dilaksanakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang menunjukkan bahwa pada tahun 2007, nilai capaian kinerja peningkatan ketersediaan bibit sapi potong hanya mencapai 85,00 %, nilai capaian kinerja peningkatan kualitas bibit sapi potong baru mencapai 56,92% dan kinerja peningkatan ketersediaan bibit unggul sapi potong baru mencapai 56,39%. Dari segi peningkatan populasi sapi potong, nilai capaian kinerja sebesar 82,52%, kinerja peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong mencapai 90,28%, sedangkan kinerja peningkatan ketersediaan pakan ternak baru mencapai 19,18%. Sementara itu, presentase bibit ternak sapi potong yang memenuhi standar SNI baru mencapai 62,16% pada tahun 2006, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 55,96% (Wiendiyati, dkk., 2008). Terlepas dari nilai capaian kinerja yang relatif rendah dan permasalahan tersebut, subsektor peternakan masih merupakan salah satu subsektor terpenting dalam pembangunan perekonomian daerah Nusa Tenggara Timur, khususnya pembangunan pertanian. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya sumbangan subsektor peternakan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur maupun terhadap sektor / lapangan usaha Pertanian, yang pada tahun 2007 mencapai 11,40% terhadap total PDRB atau lebih dari 28% terhadap PDRB sektor / lapangan usaha Pertanian, di mana pertumbuhan 6

7 ekonomi subsektor peternakan mencapai 2,45% (BPS Provinsi NTT, 2008). Dari segi penyerapan tenaga kerja, penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada lapangan pekerjaan utama pertanian sebanyak 68,53% dari sejumlah angkatan kerja atau 45,17% terhadap total penduduk yang berjumlah jiwa pada tahun 2007, sedangkan rumah tangga peternak sapi potong mencapai rumah tangga pada tahun Terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana pemerintah daerah dituntut untuk secara proaktif mengupayakan sumber-sumber baru untuk pendanaan pembangunan, subsektor peternakan memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap pendapatan asli daerah. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dari subsektor peternakan menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 2005, realisasi penerimaan PAD yang dikelola Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur baru mencapai Rp , maka pada tahun 2006 jumlah tersebut telah mencapai Rp (meningkat 4% dari tahun sebelumnya) dan tahun 2007 bertambah menjadi Rp atau terjadi peningkatan sebesar 21% dari tahun sebelumnya (Dinas Peternakan Provinsi NTT, 2008). Perubahan paradigma pembangunan sebagai dampak reformasi dan ditetapkannya kebijakan desentralisasi pembangunan memungkinkan pemberian otonomi yang lebih luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah untuk menyusun, menetapkan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Perencanaan sebagai salah satu unsur manajemen dalam rangka menggerakkan dan mengarahkan seluruh elemen suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, memiliki peran penting untuk keberhasilan organisasi tersebut. Perencanaan strategis sebagai salah satu bentuk 7

8 perencanaan sangat dibutuhkan dalam setiap organisasi, termasuk lembaga publik pemerintahan bahkan sampai pada tingkatan terendah sekalipun. Bagi organisasi pemerintah, perencanaan strategis sebagai suatu proses perencanaan jangka menengah atau jangka panjang dilakukan karena syarat keharusan untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi atau mandat pembangunan dan pemerintahan yang diemban. Sejalan dengan hal tersebut, perencanaan strategis dibutuhkan untuk eksistensi pengembangan organisasi itu sendiri, dalam keterkaitannya dengan dokumen perencanaan lain dan untuk memenuhi tuntutan formal peraturan perundang-undangan. Kedua alasan tersebut dilandasi oleh kenyataan terbatasnya sumberdaya yang tersedia untuk melakukan kegiatan pembangunan secara efektif dan efisien, sehingga perlu dilakukan pilihan-pilihan yang rasional agar pelaksanaan pembangunan tetap berkelanjutan dan memiliki dayasaing / keunggulan tertentu. Perencanaan strategik pengembangan agribisnis peternakan sapi potong merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan karena sapi potong merupakan komoditas andalan subsektor peternakan dan sektor pertanian secara umum di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu, perencanaan jangka menengah yang berhubungan dengan pengembangan agribisnis peternakan sapi potong tahun diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Oleh karenanya, perlu dan penting untuk dilakukan suatu penelitian tentang strategi pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur Rumusan Masalah diteliti adalah : Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang hendak 8

9 1. Bagaimana keragaan kinerja pembangunan peternakan dan kelembagaan peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur? 2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh strategis terhadap pengembangan agribisnis peternakan sapi potong yang selama ini dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur? 3. Bagaimana strategi alternatif yang dapat digunakan untuk pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur? 4. Bagaimana strategi prioritas yang dapat direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam rangka pengembangan agribisnis peternakan sapi potong? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi, memformulasi dan menyusun rencana strategis pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara spesifik, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji keragaan kinerja pembangunan peternakan dan kelembagaan peternakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Mengindentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh strategis terhadap pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 3. Menyusun strategi alternatif pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 4. Merumuskan strategi prioritas terpilih untuk pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 9

10 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya Dinas Peternakan dalam rangka perencanaan strategis pembangunan peternakan daerah jangka menengah / panjang. Penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi bagi penelitian dengan topik yang relevan dengan manajemen strategi pengembangan peternakan. Bagi masyarakat umum (dunia usaha) yang bergerak di bidang agribisnis peternakan, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan-masukan khusus dalam rangka pengambilan keputusan manajerial untuk pengembangan usaha bidang peternakan khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah wilayah administratif pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan pada kabupaten-kabupaten potensial pengembangan peternakan sapi potong serta pada institusi penyelenggara tugastugas pembangunan peternakan yakni Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan dinas terkait di tingkat kabupaten / kota. Lingkup waktu penggunaan data dalam penelitian ini dibatasi hingga keadaan Desember Adapun data kelembagaan pembangunan peternakan dipakai data terbaru tahun 2009 dan sebagai pembandingnya data tahun-tahun sebelumnya, dalam relevansinya dengan produk hukum yang terkait. Lingkup perencanaan strategis dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan agribisnis peternakan sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk jangka menengah / panjang, yang diselaraskan dengan periodisasi kepemimpinan daerah dan dokumen perencanaan di tingkat yang lebih tinggi. 10

11 Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi sangat penting untuk dikembangkan di dalam negri karena kebutuhan protein berupa daging sangat dibutuhkan oleh masyarakat (Tjeppy D. Soedjana 2005, Ahmad zeki

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. penting pembangunan. Sehingga pada tanggal 11 Juni 2005 pemerintah pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan undang-undang dasar 1945 telah menggariskan landasan filosofis mengenai hal-hal yang terkait dengan segala aktifitas berbangsa dan bernegara. Bahwa bumi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Proyeksi Populasi Sapi dan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Proyeksi Populasi Sapi dan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai sebuah sektor yang strategis, produksi peternakan (sapi) harus dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Kemampuan produktivitas

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 8 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

RILIS HASIL PSPK2011

RILIS HASIL PSPK2011 RILIS HASIL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik BPS PROVINSI NTT Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah pendekatan orientasi pembangunan yang tadinya dari atas ke bawah (top-down) menjadi pembangunan dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT)

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE-NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) bab empat PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN YANG TERINTEGRASI DE- NGAN PEMBANGUNAN WILAYAH (KASUS JAWA BARAT) Pendahuluan Wilayah Jawa Barat merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999) dalam Rustiadi et al (2003) dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci